1
-Antitrypsin deficiency
Neonatal hemochromatosis
Total parenteral nutrition-associated cholestasis
(Dikutip dari Karpen SJ . Update on the etiologies and management of neonatal cholestasis. Clin Perinatol.
2002;29:159-80)
PATOFISIOLOGI
Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan merupakan
kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu mengandung asam empedu,
kolesterol, phospholipid, toksin yang terdetoksifikasi, elektrolit, protein, dan bilirubin
terkonyugasi. Kolesterol dan asam empedu merupakan bagian terbesar dari empedu sedang
bilirubin terkonyugasi merupakan bagian kecil. Bagian utama dari aliran empedu adalah
sirkulasi enterohepatik dari asam empedu. Hepatosit adalah sel epetelial dimana permukaan
basolateralnya berhubungan dengan darah portal sedang permukaan apikal (kanalikuler)
berbatasan dengan empedu. Hepatosit adalah epitel terpolarisasi berfungsi sebagai filter dan
pompa bioaktif memisahkan racun dari darah dengan cara metabolisme dan detoksifikasi
intraseluler, mengeluarkan hasil proses tersebut kedalam empedu.
1,2,4,5
Salah satu contoh
adalah penanganan dan detoksifikasi dari bilirubin tidak terkonyugasi (bilirubin indirek).
Bilirubin tidak terkonyugasi yang larut dalam lemak diambil dari darah oleh transporter pada
membran basolateral, dikonyugasi intraseluler oleh enzim UDPGTa yang mengandung P450
menjadi bilirubin terkonyugasi yang larut air dan dikeluarkan kedalam empedu oleh
transporter mrp2. mrp2 merupakan bagian yang bertanggungjawab terhadap aliran bebas
asam empedu. Walaupun asam empedu dikeluarkan dari hepatosit kedalam empedu oleh
transporter lain, yaitu pompa aktif asam empedu. Pada keadaan dimana aliran asam empedu
menurun, sekresi dari bilirubin terkonyugasi juga terganggu menyebabkan hiperbilirubinemia
terkonyugasi. Proses yang terjadi di hati seperti inflamasi, obstruksi, gangguan metabolik, dan
iskemia menimbulkan gangguan pada transporter hepatobilier menyebabkan penurunan aliran
empedu dan hiperbilirubinemi terkonyugasi.
21
6
Perubahan fungsi hati pada kolestasis
Pada kolestasis yang berkepanjangan terjadi kerusakan fungsional dan struktural:
A. Proses transpor hati
Proses sekresi dari kanalikuli terganggu, terjadi inversi pada fungsi polaritas dari
hepatosit sehingga elminasi bahan seperti bilirubin terkonyugasi, asam empedu, dan
lemak kedalam empedu melalui plasma membran permukaan sinusoid terganggu.
22
B. Transformasi dan konyugasi dari obat dan zat toksik
Pada kolestasis berkepanjangan efek detergen dari asam empedu akan menyebabkan
gangguan sitokrom P-450. Fungsi oksidasi, glukoronidasi, sulfasi dan konyugasi akan
terganggu.
23
C. Sintesis protein
Sintesis protein seperti alkali fosfatase dan GGT, akan meningkat sedang produksi serum
protein albumin-globulin akan menurun.
14,15
D. Metabolisme asam empedu dan kolesterol
Kadar asam empedu intraseluler meningkat beberapa kali, sintesis asam empedu dan
kolesterol akan terhambat karena asam empedu yang tinggi menghambat HMG-CoA
reduktase dan 7 alfa-hydroxylase menyebabkan penurunan asam empedu primer sehingga
menurunkan rasio trihidroksi/dihidroksi bile acid sehingga aktifitas hidropopik dan
detergenik akan meningkat. Kadar kolesterol darah tinggi tetapi produksi di hati menurun
karena degradasi dan eliminasi di usus menurun.
24,25
E. Gangguan pada metabolisme logam
Terjadi penumpukan logam terutama Cu karena ekskresi bilier yang menurun. Bila kadar
ceruloplasmin normal maka tidak terjadi kerusakan hepatosit oleh Cu karena Cu
mengalami polimerisasi sehingga tidak toksik.
26
F. Metabolisme cysteinyl leukotrienes
Cysteinyl leukotrienes suatu zat bersifat proinflamatori dan vasoaktif dimetabolisir dan
dieliminasi dihati, pada kolestasis terjadi kegagalan proses sehingga kadarnya akan
meningkat menyebabkan edema, vasokonstriksi, dan progresifitas kolestasis. Oleh karena
diekskresi diurin maka dapat menyebabkan vaksokonstriksi pada ginjal.
27
G. Mekanisme kerusakan hati sekunder
1. Asam empedu, terutama litokolat merupakan zat yang menyebabkan kerusakan hati
melalui aktifitas detergen dari sifatnya yang hidrofobik. Zat ini akan melarutkan
kolesterol dan fosfolipid dari sistim membran sehingga intregritas membran akan
terganggu. Maka fungsi yang berhubungan dengan membran seperti Na
+
, K
+
-ATPase,
Mg
++
-ATPase, enzim-enzim lain dan fungsi transport membran dapat terganggu,
sehingga lalu lintas air dan bahan-bahan lain melalui membran juga terganggu.
(28)
Sistim transport kalsium dalam hepatosit juga terganggu. Zat-zat lain yang mungkin
7
berperan dalam kerusakan hati adalah bilirubin, Cu, dan cysteinyl leukotrienes namun
peran utama dalam kerusakan hati pada kolestasis adalah asam empedu.
4,26,27
2. Proses imunologis
Pada kolestasis didapat molekul HLA I yang mengalami display secara abnormal pada
permukaan hepatosit, sedang HLA I dan II diekspresi pada saluran empedu sehingga
menyebabkan respon imun terhadap sel hepatosit dan sel kolangiosit. Selanjutnya akan
terjadi sirosis bilier.
29
MANIFESTASI KLINIS
Tanpa memandang etiologinya, gejala klinis utama pada kolestasis bayi adalah
ikterus, tinja akholis, dan urine yang berwarna gelap. Selanjutnya akan muncul manifestasis
klinis lainnya, sebagai akibat terganggunya aliran empedu dan bilirubin.
Dibawah ini bagan yang menunjukkan konsekuensi akibat terjadinya kolestasis.
.
Gambar 1. Manifestasi klinis kolestasis
Diare, kalsium turun
A: rabun senja
D: kelainan tulang metabolik
E: degenerasi neuromuskuler
K: hipoprothrombinemia
REGURGITASI/
RETENSI EMPEDU
PENURUNAN ALIRAN
EMPEDU KE USUS
SIROSIS BILIER
PROGRESIF
As. Empedu pruritus
hepatotoksik
Kolesterol xanthelasma,
hiperkolesterolemia
Bilirubin ikterus
Tembaga hepatotoksik
Konsentrasi asam empedu
intraluminal turun
Hipertensi
portal
malabsorbsi
Defisiensi
Vitamin
Larut
Lemak
Malnutrisi hambatan
pertumbuhan
KOLESTASIS
8
DIAGNOSIS
Tujuan utama evaluasi bayi dengan kolestasis adalah membedakan antara
kolestasis intrahepatik dengan ekstrahepatik sendini mungkin. Diagnosis dini
obstruksi bilier ekstrahepatik akan meningkatkan keberhasilan operasi. Kolestasis
intrahepatik seperti sepsis, galaktosemia atau endrokinopati dapat diatasi dengan
medikamentosa.
1,2,4,5
Anamnesis
a. Adanya ikterus pada bayi usia lebih dari 14 hari, tinja akolis yang persisten harus
dicurigai adanya penyakit hati dan saluran bilier.
1,2,4
b. Pada hepatitis neonatal sering terjadi pada anak laki-laki, lahir prematur atau berat
badan lahir rendah. Sedang pada atresia bilier sering terjadi pada anak perempuan
dengan berat badan lahir normal, dan memberi gejala ikterus dan tinja akolis lebih
awal.
5-7,9
c. Sepsis diduga sebagai penyebab kuning pada bayi bila ditemukan ibu yang demam
atau disertai tanda-tanda infeksi.
20
d. Adanya riwayat keluarga menderita kolestasis, maka kemungkinan besar merupakan
suatu kelainan genetik/metabolik (fibro-kistik atau defisiensi 1-antitripsin).
1,2,4,5
Pemeriksaan fisik
Pada umumnya gejala ikterik pada neonatus baru akan terlihat bila kadar bilirubin
sekitar 7 mg/dl. Secara klinis mulai terlihat pada bulan pertama. Warna kehijauan bila kadar
bilirubin tinggi karena oksidasi bilirubin menjadi biliverdin. J aringan sklera mengandung
banyak elastin yang mempunyai afinitas tinggi terhadap bilirubin, sehingga pemeriksaan
sklera lebih sensitif.
4,5
Dikatakan pembesaran hati apabila tepi hati lebih dari 3,5 cm dibawah arkus kota
pada garis midklavikula kanan. Pada perabaan hati yang keras, tepi yang tajam dan
permukaan noduler diperkirakan adanya fibrosis atau sirosis. Hati yang teraba pada
epigastrium mencerminkan sirosis atau lobus Riedel (pemanjangan lobus kanan yang normal).
Nyeri tekan pada palpasi hati diperkirakan adanya distensi kapsul Glisson karena edema. Bila
limpa membesar, satu dari beberapa penyebab seperti hipertensi portal, penyakit storage, atau
keganasan harus dicurigai. Hepatomegali yang besar tanpa pembesaran organ lain dengan
gangguan fungsi hati yang minimal mungkin suatu fibrosis hepar kongenital. Perlu diperiksa
adanya penyakit ginjal polikistik. Asites menandakan adanya peningkatan tekanan vena portal
dan fungsi hati yang memburuk. Pada neonatus dengan infeksi kongenital, didapatkan
bersamaan dengan mikrosefali, korioretinitis, purpura, berat badan rendah, dan gangguan
organ lain.
1,2,4,5
9
Alagille mengemukakan 4 keadaan klinis yang dapat menjadi patokan untuk
membedakan antara kolestasis ekstrahepatik dan intrahepatik. Dengan kriteria tersebut
kolestasis intrahepatik dapat dibedakan dengan kolestasis ekstrahepatik 82% dari 133
penderita.
31
Moyer menambah satu kriteria lagi gambaran histopatologi hati.
Tabel 2. Kriteria klinis untuk membedakan intrahepatik dan ekstraheptik
Data klinis Kolestasis
Ekstrahepatik
Kolestasis
Intrahepatik
Kemaknaan
(P)
Warna tinja selama dirawat
- Pucat
- Kuning
79%
21%
26%
74%
0.001
Berat lahir (gr) 3226 45* 2678 55* 0.001
Usia tinja akolik (hari) 16 1.5* 30 2* 0.001
Gambaran klinis hati
Normal
Hepatomegali**:
Konsistensi normal
Konsistensi padat
Konsistensi keras
13
12
63
24
47
35
47
6
0.001
Biopsi hati***
Fibrosis porta
Proliferasi duktuler
Trombus empedu
intraportal
94%
86%
63%
47%
30%
1%
*MeanSD; **J umlah pasien; ***Modifikasi Moyer
(Dikutip dari Alagille D. Cholestasis in the newborn and infant. In: Alagille D, Odievre M. Liver and biliary tract
disease in children. Paris: Flammarion. 1992:426-38)
10
Tabel 3. Pemeriksaan laboratorium pada kolestasis neonatal
Darah
Panel hati (alanine transferase, aspartate transaminase, alkaline phosphatase, GGT, Bu, Bc)
Darah tepi
Faal hemotasis
1
-Antitrypsin dan phenotype
Kadar asam amino
Kadar asan empedu
Kultur bakteri
RPR
Endokrin (indek tiroid)
Amonia
Glukosa
Indeks zat besi
Hepatitis B surface antigen
IgM Total
Kultur virus
Urine
Zat-zat reduksi
Asam organik
Succinylacetone
Metabolit asam empedu
Kultur bakteri
Kultur virus (CMV)
Tes keringat
Pencitraan
Ultrasound (patensi saluran empedu, tumor, kista, dan parenkim hati)
Biopsi hati
Evaluasi histologi
Mikroskop Elektron
Enzim dan analisa DNA
Kultur
(Dikutip dari Karpen SJ . Update on the etiologies and management of neonatal cholestasis. Clin Perinatol.
2002;29:159-80)
11
KOLESTASIS NEONATAL
Anamnesis : BBLR, riwayat penyakit keluarga, tinja kuning
Klinis : tampak sakit
Gambar 2. Algoritme diagnosis kolestasis
TIDAK YA
Kolestasis intrahepatik
USG
Diagnostik Nondiagnostik
Pembedahan
(Tumor, kista, Striktur)
TIDAK YA
Biopsi hati
Proliferasi
duktuli
Operasi Kasai
Kolangiografi
operatif
Reevaluasi penyebab
kolestasis intrahepatik
Skintigrafi
Ekskresi (+)
Pemeriksaan penyaring:
- TORCH
- Infeksi bakteri
- Metabolik
Neonatal hepatitis
Diagnostik
Kolestasis ekstrahepatik
PENUTUP
Deteksi dini dari kolestasis neonatal merupakan tantangan bagi dokter dan dokter
spesialis anak. Kunci utama adalah kesadaran adanya kolestasis pada bayi yang mengalami
ikterus pada usia diatas 2 minggu. Dengan ditemukannya peningkatan kadar bilirubin
terkonyugasi maka proses diagnosa untuk mencari penyebab harus segera dilakukan agar
mendapatkan hasil yang optimal dalam pengobatan maupun pembedahan. Kegagalan dalam
deteksi dini etiologi kolestasis menyebabkan terlambatnya tindakan sehingga mempengaruhi
prognosis.
1,2,4,5
12
KEPUSTAKAAN
1. Roberts EA. The jaundiced baby. In: Deirdre A Kelly. Disease of the liver and biliary system 2nd Ed.
Blackwell Publishing 2004, 35-73.
2. A-Kader HH, Balisteri WF. Neonatal cholestasis. In: Behrman, Kliegman, J enson. Nelson Textbook of
Pediatrics 17th Ed. Saunders, 2004;1314-19.
3. Mieli-Vergani G, Howard ER, Portmann B, et al. Late referral for biliary atresia-missed opportunities for
effective surgery. Lancet i. 1989:421-423.
4. Karpen SJ . Update on the etiologies and management of neonatal cholestasis. Clin Perinatol. 2002;29:159-80.
5. Suchy FJ . Approach to the infant with cholestasis. In: Suchy FJ Liver disease in children. St Louise: Mosby-
Yearbook. 1994:399-55.
6. Yoon PW, Bresee J S, Olney RS, et al. Epidemiology of biliary atresia: A population-based study. Pediatrics.
1997;99:376.
7. Dick MC, Mowat AP. Hepatitis syndrome in infancy-an epidemiologic survey with 10 year follow up. Arch
Dis Child. 1985;60:512-16.
8. Arief S. The profile of cholestasis in infancy. J Pediatr Gastroenterol Nutr. 2004;39:suppl 1 S188.
9. Haber BA. Biliary atresia. Gastroenterol Clin North Am. 2003;32:891-911.
10. Hart MH, Kaufmann SS, Vanderhoof J A et al. Neonatal hepatitis and extrahepatic biliary atresia associated
with cytomegalovirus infection in twins. Am J Dis Children. 1991;145:302-305.
11. Tyler KL, Sokol RJ , Oberhaus SM, et al. Detection of reovirus RNA in hepatobiliary tissues from patients
with extrahepatic biliary atresia and choledocal cyst. Hepatology. 1998;27:1475-82.
12. Charder C, Carton M, Spire-Bendelac N, et al. Is the Kasai operation still indicated in children older than 3
months old diagnosed with biliary atresia? J Pediatr. 2001;138:224-28.
13. Alvarez F, Bernard O, Brunelle F, et al. Congenital hepatic fibrosis in children. J Pediatr. 1981;99:370-
375.
14. Hatoff DE, Hardison WGM. Induced synthesis of alkaline phosphatase by bile acids in rat liver cell culture.
Gastroenterology. 1979;77:1062-67.
15. Bulle F, Mavier P, Zafrani ES, et al. Mechanism of -glutamyltranspeptidase release in serum during
intrahepatic cholestasis in rat: A histochemical, biochemical and molecular approach. Hepatology.
1990;11:545-550.
16. Crosnier C, Driancourt C, Raynaud N, et al. Mutations in the J AGGED1 gene are predominantly sporadic in
Alagille syndrome. Gastroenterology. 1999;116:1141-48.
17. Alagille D, Odievre M, Gautier M, et al. Hepatic ductular hypoplasia associated with characteristic facies,
vertebral malformations, retarded physical, mental, and sexual development, and cardiac murmur. J Pediatr.
1975;86:63-71.
18. Alagille D, Estrada A, Hadchousel M, et al. syndromic paucity of interlobular bile ducts (Alagille syndrome
or arteriohepatic dysplacia): Review of 80 cases. J Pediatr. 1987;110:195-200.
19. Levy J , Espanol-Boren T, Thomas C, et al. Clinical spectrum of X-linked hyper-IgM syndrome. J Pediatr.
1997;131:47-54.
20. Moseley RH. Sepsis-associated cholestasis. Gastroenterology. 1997;112:302-06.
21. Arrese M, Ananthananarayanan M, Suchy FJ . Hepatobiliay transport: Mechanism of development and
cholestasis. Pediatr Res. 1998;44:141.
22. Schachter D. Fluidity and function of hepatocyte plasma membranes. Hepatology. 1984;4:146-151.
23. Kawata S, Imai Y, Inada M et al. Selective reduction of hepatic cytochrome P-450 content in patient
with intrahepatic cholestasis. A mechanism for impairment of microsomal drug oxidation. Gastroenterology.
1987;92:299-303.
24. Bove KE. Liver disease caused by disorders of bile acid synthesis. Clin Liver Dis. 2000;4:831-48.
25. Koopen NR, Muller M, Vonk RJ , et al. Molecular of cholestasis: Causes and consequences of impaired bile
formation. Biochim Biophys Acta. 1998;1408:1-17.
26. J anssens AR, Bosman FT, Ruiter DJ , van den Hamer CJ A. Immunohistochemical demonstration of the
cystoplasmic copper-associated protein in the liver in primary biliary cirrhosis: Its identification as
metallothionein. Liver. 1984;4:139-147.
27. Keppler D, Hagmann W, Rapp S, et al. The relation of leukotrienes to liver injury. Hepatology. 1985;5:883-
891.
28. Spector AA, Yorek MA. Membrane lipid composition and cellular function. J Lipid Res. 1985;26:1015-35.
29. Innes GK, Nagafuchi Y, Fuller BJ , et al. Increased expression of major histocompability antigens in the liver
as a result of cholestasis. Transplantation.1988;45:749-752.
30. Eisenburg J . Cholestasis guiding symptom in liver disease, pathogenesis and clinical pictures. Munich.
1996:5-20.
31. Alagille D. Cholestasis in the newborn and infant. In: Alagille D, Odievre M. Liver and biliary tract disease in
children. Paris: Flammarion. 1992:426-38.
13