Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Teknik Kimia, No. 2, Vol.

15, April 2008 27


PEMBUATAN TEPUNG KARAGINAN
DARI RUMPUT LAUT (EUCHEUMA COTTONII)
BERDASARKAN PERBEDAAN METODE PENGENDAPAN

Prasetyowati, Corrine Jasmine A., Devy Agustiawan

Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya
Jl.Raya Palembang Prabumulih Km.32, Inderalaya 30662



ABSTRACT

Seaweed (eucheuma cottonii) is one of the seas product that has promise economic value
certainly because it is being product of carrageenan. In industry and business world,
carrageenan is used for raw material of food industry, pharmacy industry, cosmetic industry,
biotechnology and non food. Carageenan is a part of complier in seaweed compare by other
components. Carageenan is hidrocolloid compound that consists of Callium Ester, Natrium,
Magnesium, and Calcium Sulfate with coppolimer of 3.6 anhydrogalactose. Firstly, carrageenan
is making with alkali treatment then continue with extraction, distilation, precipitation, draining,
and flouring of seaweed fiber to seaweed flour. The best quality of carrageenan obstretical at 10
percent concentration of alkali and using methanol for method of precipitation. Result of
prepection showing that the highest rendement in carrageenan formed at four hours (time of
extraction). For analysis results of sulfate obstetrical, rate of water, rate of dusty and assess of
viscosity showing that quality of carragenan are according to Food Agriculture Organization
(FAO) standart.
Keyword : Carragenan, Extraction


ABSTRAK

Rumput laut (eucheuma cottonii) merupakan salah satu hasil laut yang mempunyai nilai
ekonomis yang cukup menjanjikan karena digunakan sebagai penghasil karaginan. Dalam dunia
industri dan perdagangan, karaginan dapat digunakan sebagai bahan baku untuk industri
makanan, industri farmasi, industri kosmetik, bioteknologi dan non pangan. Karaginan
merupakan bagian penyusun yang besar pada rumput laut dibandingkan dengan komponen yang
lain. Karaginan adalah senyawa hidrokoloid yang terdiri atas ester kalium, natrium, magnesium
dan kalium sulfat dengan galaktosa 3,6 anhidrogalaktosa kopolimer. Pembuatan karaginan
diawali dengan perlakuan alkali yang kemudian dilanjutkan dengan ekstraksi, destilasi,
pengendapan, pengeringan dan penggerusan serat karaginan menjadi tepung karaginan. Kualitas
kandungan sulfat terbaik terdapat pada karaginan dengan konsentrasi alkali 10% dan metode
pengendapannya menggunakan methanol. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rendemen
karaginan yang paling banyak terbentuk pada waktu ekstraksi 4 jam. Hasil analisa kandungan
sulfat, kadar air, kadar abu dan nilai viskositas menunjukkan bahwa mutu karaginan sesuai
standar Food Agriculture Organization (FAO).
Kata kunci : Karaginan, Ekstraksi




28 Jurnal Teknik Kimia, No. 2, Vol. 15, April 2008
I. PENDAHULUAN
Rumput laut dapat digunakan langsung
sebagai bahan makanan, beberapa hasil olahan
rumput laut seperti agar-agar, karaginan dan alginat
merupakan senyawa yang cukup penting dalam
industri. Rumput laut yang cukup potensial dan
banyak di perairan Indonesia yaitu Eucheuma sp
yang dapat menghasilkan karaginan dan dapat
dimanfaatkan dalam berbagai kegunaan antara lain
sebagai stabilizer, thickener, pembentuk gel, dan
pengemulsi yang mempunyai nilai jual yang tinggi.
Salah satu jenis rumput laut Euchema sp. yang
dapat dimanfaatkan adalah Eucheuma cottonii. Jenis
ini mempunyai nilai ekonomis penting karena
sebagai penghasil karaginan. Dalam dunia industri
dan perdagangan, karaginan, dapat digunakan
sebagai bahan baku untuk industri makanan,
farmasi, kosmetik, bioteknologi dan non pangan.
Pembuatan karaginan dari rumput laut pada
awalnya dilakukan perlakuan alkali dengan variasi
konsentrasi 5, 10 dan 15%, kemudian dilakukan
ekstraksi tahap I dengan waktu ekstraksi yang sama.
Setelah proses ekstraksi dilanjutkan dengan proses
destilasi. Larutan karaginan yang telah dipekatkan
kemudian dilakukan proses pengendapan dengan
tiga metode, yaitu : tanpa pengendapan, methanol,
dan ethanol. Agar serat karaginan yang terbetuk
lebih banyak dan warnanya terpisah, maka
pengendapan dilakukan selama 24 jam.
Kemudian serat karaginan dikeringkan dan
dilakukan penggerusan agar serat karaginan
menjadi powder.
Dari penelitian ini, terdapat permasalahan
yang timbul yaitu bagaimana proses pembuatan
tepung karaginan dari rumput laut jenis eucheuma
cottonii, mengetahui pengaruh perlakuan alkali
terhadap kandungan sulfat pada karaginan,
mengetahui pengaruh waktu ekstraksi terhadap
rendemen karaginan yang dihasilkan dan
mengetahui pengaruh metode pengendapan
terhadap mutu karaginan.
Tujuan penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui pengaruh waktu ekstraksi terhadap
karaginan, mengetahui pengaruh variasi konsentrasi
NaOH terhadap kandungan sulfat pada karaginan
dan mengetahui pengaruh metode pengendapan
terhadap mutu karaginan.
Sedangkan manfaat yang diperoleh dari
penelitian ini diharapkan dapat membuat tepung
karaginan dari proses ekstraksi rumput laut dengan
metode pengendapan sehingga diperoleh karaginan
dengan mutu yang sesuai dengan standar Food
Agriculture Organization (FAO) dengan analisa
kandungan sulfat, rendemen, kadar air, kadar abu,
dan nilai viskositas.
Dalam penelitian ini variabel-variabel yang
akan diteliti yaitu variasi konsentrasi pada
perlakuan alkali, lamanya waktu ekstraksi yang
berpengaruh terhadap rendeman hasil ekstraksi
dilanjutkan destilasi ekstrak rumput laut dan metode
pengendapan untuk memisahkan rumput laut
dengan kandungan warnanya. Fenomena yang
diamati selama proses pembuatan tepung karaginan
dari rumput laut jenis Eucheuma Cottonii dengan
pelarut aquadest diantaranya adalah mengamati
warna larutan hasil ekstraksi dan mengamati
pemisahan zat warna karaginan pada proses
pengendapan.

II. FUNDAMENTAL
Rumput laut tergolong tanaman berderajat
rendah. Umumnya rumput laut melekat pada
substrat tetentu. Ciri-ciri rumput laut adalah tidak
mempunyai akar, batang maupun daun sejati tetapi
hanya menyerupai batang yang disebut thallus.
Rumput laut tumbuh di alam dengan melekatkan
dirinya pada karang, lumpur, pasir, batu, dan benda
keras lainnya. Selain benda mati, rumput laut pun
dapat melekat pada tumbuhan lain secara epifitik.
Jenis rumput laut yang biasa digunakan sebagai
bahan olahan pembuatan karaginan adalah rumput
laut jenis Rhodophyceae yaitu eucheuma cottonii.
Ciri fisik Eucheuma cottonii adalah
mempunyai thallus silindris, permukaan licin,
cartilagenous. Keadaan warna tidak selalu tetap,
kadang-kadang berwarna hijau, hijau kuning, abu-
abu atau merah. Perubahan warna sering terjadi
hanya karena faktor lingkungan. Kejadian ini
merupakan suatu proses adaptasi kromatik yaitu
penyesuaian antara proporsi pigmen dengan
berbagai kualitas pencahayaan.
Beberapa jenis Eucheuma mempunyai
peranan penting dalam dunia perdagangan
internasional sebagai penghasil ekstrak karaginan.
Kadar karaginan dalam setiap spesies Eucheuma
tergantung pada jenis dan lokasi tempat tumbuhnya.
Jenis ini asal mulanya didapat dari perairan Sabah
(Malaysia) dan Kepulauan Sulu (Filipina).
Selanjutnya dikembangkan ke berbagai negara
sebagai tanaman budidaya. Lokasi budidaya rumput
laut jenis ini di Indonesia antara lain Lombok,
Sumba, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan,
Jurnal Teknik Kimia, No. 2, Vol. 15, April 2008 29
Sulawesi Tengah, Lampung, Kepulauan Seribu, dan
Perairan Pelabuhan Ratu.
Karaginan merupakan senyawa
hidrokoloid yang terdiri atas ester kalium, natrium,
magnesium dan kalium sulfat dengan galaktosa 3,6
anhidrogalaktosa kopolimer. karaginan terdapat
dalam dinding sel rumput laut atau matriks
intraselulernya dan karaginan merupakan bagian
penyusun yang besar pada rumput laut
dibandingkan dengan komponen yang lain.
Karaginan merupakan getah rumput laut yang
dihasilkan dari proses ekstraksi rumput laut yang
sebelumnya dilakukan proses alkali pada temperatur
yang tinggi.
Struktur karaginan dibagi menjadi 3 fraksi
berdasarkan unit penyusunnya yaitu kappa, iota dan
lambda karaginan.

Tabel 2.1 Unit-unit Monomer Karaginan

Fraksi Karaginan Monomer
Kappa
Iota
Lambda
D-galaktosa 4-sulfat 3,6-anhidro-D-galaktosa
D-galaktosa 4-sulfat 3,6-anhidro-D-galaktosa 2-sulfat
D-galaktosa 2-sulfat D-galaktosa 2,6-disulfat

Karaginan yang paling banyak dalam aplikasi
pangan adalah kappa karaginan. Sifat-sifat
karaginan meliputi kelarutan, viskositas,
pembentukan gel dan stabilitas pH. Kelarutan
karaginan dalam air dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya tipe karaginan, temperatur, pH,
kehadiran jenis ion tandingan dan zat- zat terlarut
lainnya. Karaginan dalam larutan memiliki
stabilitas maksimum pada pH 9 dan akan
terhidrolisis pada pH dibawah 3,5. Pada pH 6 atau
lebih umumnya larutan karaginan dapat
mempertahankan kondisi proses produksi
karaginan. Hidrolisis asam akan terjadi jika
karaginan berada dalam bentuk larutan, hidrolisis
akan meningkat sesuai dengan peningkatan suhu.
Larutan karaginan akan menurun
viskositasnya jika pHnya diturunkan dibawah 4,3.
Kappa dan iota karaginan dapat digunakan sebagai
pembentuk gel pada pH rendah, tetapi tidak mudah
terhidrolisis sehingga tidak dapat digunakan dalam
pengolahan pangan. Penurunan pH menyebabkan
terjadinya hidrolisis dari ikatan glikosidik yang
mengakibatkan kehilangan viskositas. Viskositas
suatu hidrokoloid dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu konsentrasi karaginan, temperatur, jenis
karaginan, berat molekul dan adanya molekul-
molekul lain. Jika konsentrasi karaginan meningkat
maka viskositasnya akan meningkat.
Pembentukan gel adalah suatu fenomena
penggabungan atau pengikatan silang rantai-rantai
polimer sehingga terbentuk suatu jala tiga dimensi
bersambungan. Selanjutnya jala ini menangkap atau
mengimobilisasikan air di dalamnya dan
membentuk struktur yang kuat dan kaku.
Pembentukan gel dipengaruhi beberapa faktor
antara lain: jenis dan tipe karaginan, konsistensi,
adanya ion-ion serta pelarut yang menghambat
pembentukan hidrokoloid.
Karaginan dapat dimanfaatkan pada berbagai
industri dimana dapat diklasifikasikan dalam
industri pangan, industri non pangan, industri
farmasi (kosmetik) dan bioteknologi. Untuk industri
makanan karaginan biasa digunakan pada industri
crackers, wafer, kue, dan jenis-jenis biskuit lainnya
untuk mendapatkan tekstur yang renyah perlu
ditambahkan karaginan. pembuatan saus dan kecap,
es krim, keju, susu dan proses pembuatan bir.
Pada industri farmasi pemanfaatan karaginan
sebagai gelling agent pada produk pewangi, binder
pada pasta gigi, bodying agent pada lotion dan
cream, stabilizer, penstabil dan pengemulsi pada
vitamin. Sementara itu untuk bidang bioteknologi
karaginan digunakan dalam immobilisasi biokatalis.
Penggunaan karaginan di dalam industri
non pangan diantaranya pada industri makanan
ternak, keramik, dan cat. Karaginan dalam bentuk
pelet ikan digunakan untuk menstabilkan dan
mempertahankan komposisi senyawa hidrokoloid
agar tidak mudah terurai. Pada keramik, karaginan
memiliki kemampuan gelling point pada temperatur
dan tekanan yang tinggi sehingga apabila
dicampurkan kedalam pelapis keramik.


30 Jurnal Teknik Kimia, No. 2, Vol. 15, April 2008
III. METODOLOGI
Dalam pelaksanaan penelitian pembuatan tepung
karaginan ini, variabel yang digunakan adalah
sebagai berikut :
1) Variasi konsentrasi pada perlakuan alkali,
2) Lamanya waktu ekstraksi yang berpengaruh
terhadap rendeman hasil ekstraksi dilanjutkan
dengan destilasi ekstrak rumput laut dan
3) Metode pengendapan untuk memisahkan
rumput laut dengan kandungan warnanya.

Prosedurnya terdiri dari dua tahap, yaitu :
Tahap I :
Rumput laut sebanyak 15 gram dibuat alkali
dengan cara menambahkan suatu basa berupa
larutan NaOH, dengan variasi konsentrasi NaOH
5%, 10% dan 15% dalam 100 ml aquadest.
Pembuatan alkali dilakukan dengan pemanasan
menggunakan heating mantel selama 1 jam pada
suhu 90
o
C. Setelah dibuat alkalis, dilakukan proses
ekstraksi dengan menggunakan pelarut air
(aquadest), dimana perbandingan jumlah pelarut
aquadest adalah 30 kali lipat dari berat rumput laut
yang akan diekstraksi. Proses ekstraksi dilakukan
selama 2 jam pada suhu 100
o
C. Hasil ekstraksi
dipisahkan antara larutan (ekstrak) dengan
residunya (kotoran-kotoran yang terdiri dari rumput
laut yang tidak larut). Proses filtrasi dilakukan
dengan menggunakan kain belacu. Ekstrak yang
mengandung karaginan dipekatkan dengan jalan
menguapkan airnya menggunakan metode destilasi
pada suhu 105
o
C selama 4 jam. Karaginan yang
telah dipekatkan lalu dilakukan metode
pengendapan : tanpa pengendapan, methanol, dan
ethanol. Karaginan dikeringkan dalam oven pada
suhu 80
o
C selama 8 jam. Karaginan yang
mengalami pengeringan dijadikan tepung (powder)
dengan cara digerus menggunakan mortar.

Tahap II :
Rumput laut sebanyak 15 gram dibuat alkali
dengan menggunakan larutan NaOH. Konsentrasi
NaOH yang digunakan sesuai dengan hasil analisa
kandungan sulfat yaitu NaOH 10% dalam 100 ml
aquadest. Perbedaan antara pembuatan tepung
karaginan tahap I dengan tahap II adalah selain
penentuan konsentrasi NaOH adalah variasi waktu
ekstraksi rumput laut, yaitu : 2, 2 , 3, 3 , dan 4
jam pada suhu 100
0
C. Sedangkan untuk metode
pengendapan, proses pengeringan dan penggerusan
sama dengan prosedur pada tahap I.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian pembuatan tepung
karaginan dengan variasi perlakuan alkali, waktu
ekstraksi dan metode pengendapan diperoleh
analisa kualitatif dengan karakteristik :
1) Berwarna putih kekuningan
2) Tidak berbau
Sedangkan hasil penelitian analisa secara kualitatif
adalah :

A. Tahap I
Analisa Terhadap Kadar Sulfat Tepung
Karaginan dari Rumput laut Eucheuma cottonii
untuk Tahap I :
Pada perlakuan alkali, digunakan NaOH
dengan variasi konsentrasi 5%, 10% dan 15%.
Perlakuan alkali dapat membantu ekstraksi
polisakarida menjadi sempurna, juga mempercepat
terbentuknya 3,6 anhidrogalaktosa selama proses
ekstraksi.
Grafik Kadar Sulfat
0
5
10
15
20
25
5 10 15
Konsentrasi NaOH (%)
K
a
d
a
r
S
u
l
f
a
t

(
%
)
Tanpa Pengendapan
Methanol
Ethanol
Grafik 4.1. Hubungan Konsentrasi NaOH terhadap
Persentase Kadar Sulfat Karaginan dari Rumput
Laut Eucheuma cottonii.

Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa :
1) Pada Metode Tanpa pengendapan, konsentrasi
NaOH yang paling baik digunakan adalah 10%,
dimana dari penelitian diperoleh nilai kadar
sulfat 17,5128%.
2) Pada Metode Pengendapan dengan Methanol,
konsentrasi NaOH yang paling baik digunakan
adalah 10%, dimana dari penelitian diperoleh
nilai kadar sulfat 20,2875%.
3) Pada Metode Pengendapan dengan Ethanol,
konsentrasi NaOH yang paling baik digunakan
adalah 10%, dimana dari penelitian diperoleh
nilai kadar sulfat 23,2242%.
Jurnal Teknik Kimia, No. 2, Vol. 15, April 2008 31
Nilai kadar sulfat yang diperoleh pada
penelitian ini memenuhi standar FAO, dimana
standar FAO untuk kadar sulfat adalah 1540%.

B. Tahap II :
I. Faktor Variasi Waktu Ekstraksi untuk
Tepung Karaginan terhadap Persentase
Rendemen
Dari grafik di bawah ini, diperoleh Semakin
lama mengalami proses ekstraksi sampai batas 4
jam, rendemen karaginan akan semakin naik. Hal
ini disebabkan karena semakin lama rumput laut
kontak dengan panas maupun dengan larutan
pengestrak, maka semakin banyak karaginan yang
terlepas dari dinding sel dan menyebabkan
rendemen karaginan semakin tinggi. Selain itu,
semakin banyaknya panas yang diterima oleh
rumput laut untuk menguapkan sel-sel karaginan
dari rumput laut maka karaginan yang terekstraksi
semakin banyak.

Grafik Rendemen
0
20
40
60
80
100
2 2 1/2 3 3 1/2 4
Waktu Ekstraksi (Jam)
R
e
n
d
e
m
e
n

(
%
)
Tanpa Pengendapan
Methanol
Ethanol

Grafik 4.2 Hubungan Lama Ekstraksi terhadap
Persentase Rendemen Karaginan dari Rumput Laut
Eucheuma cottonii.

II. Faktor Metode Pengendapan untuk Tepung
Karaginan
Pada penelitian ini, ada tiga metode yang
digunakan untuk mengendapkan karaginan agar
diperoleh serat karaginan yang berwarna putih
kekuningan. Metode yang digunakan adalah sebagai
berikut :
1) Tanpa pengendapan dimana larutan karaginan
disaring dengan kertas saring terlebih dahulu,
kemudian langsung dikeringkan di dalam oven.
2) Pengendapan dengan menggunakan Methanol,
dimana larutan karaginan dicampur dengan
Metanol, kemudian diendapkan selama 24
jam, lalu dikeringkan di dalam oven.
3) Pengendapan dengan menggunakan Ethanol,
dimana larutan karaginan dicampur dengan
Ethanol, kemudian diendapkan selama 24
jam, lalu dikeringkan di dalam oven.

Grafik Karaginan Yang Dihasilkan
0
5
10
15
2 2 1/2 3 3 1/2 4
Waktu Ekstraksi (Jam)
B
e
r
a
t

K
a
r
a
g
i
n
a
n

(
g
r
a
m
)
Tanpa Pengendapan
Methanol
Ethanol

Grafik 4.3 Hubungan Lama Ekstraksi terhadap
Berat Karaginan dengan variasi Metode
Pengendapan

Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa berat
karaginan yang paling tinggi dihasilkan pada
metode tanpa pengendapan, sedangkan berat
karaginan yang paling rendah dihasilkan pada
metode pengendapan dengan Ethanol.

III. Analisa terhadap kadar air
Dari grafik di bawah ini, dapat dilihat bahwa
nilai kadar air yang paling baik diperoleh dari
karaginan dengan waktu ekstraksi paling lama yaitu
4 jam, dimana:
1) Pada Metode Tanpa pengendapan, nilai kadar
air karaginan untuk lama ekstraksi 4 jam adalah
2,8723%
2) Pada Metode Pengendapan dengan Methanol,
nilai kadar air karaginan untuk lama ekstraksi 4
jam adalah 1.8064 %.
3) Pada Metode Pengendapan dengan Ethanol,
nilai kadar air karaginan untuk lama ekstraksi 4
jam adalah 2,9268 %.
Nilai Kadar Air yang diperoleh pada penelitian
ini memenuhi standar FAO, dimana standar FAO
untuk kadar air adalah maksimal 12%.
32 Jurnal Teknik Kimia, No. 2, Vol. 15, April 2008
Grafik Kadar Air
0
2
4
6
8
10
12
14
16
2 2 1/2 3 3 1/2 4
Waktu Ekstraksi (Jam)
K
a
d
a
r

A
i
r

(
%
)
Tanpa Pengendapan
Methanol
Ethanol

Grafik 4.4. Hubungan Lama Waktu Ekstraksi
terhadap Persentase Kadar Air Karaginan dari
Rumput Laut Eucheuma cottonii.

IV. Analisa Terhadap Kadar Abu
Nilai kadar abu didasarkan menimbang sisa mineral
sebagai hasil pembakaran bahan organik. Dari
penelitian ini, diperoleh data bahwa semakin tinggi
kadar air maka semakin rendah nilai kadar abu
karaginan dari rumput laut Eucheuma cottonii.












Grafik 4.5 Hubungan Variasi Waktu Ekstraksi
terhadap Persentase Kadar Abu Karaginan dari
Rumput Laut Eucheuma cottonii.
Nilai Kadar Abu yang diperoleh pada
penelitian ini memenuhi standar FAO, dimana
standar FAO untuk kadar abu adalah 15 40 %.

V. Analisa Terhadap Nilai Viskositas
Untuk pengujian nilai viskositas pada
penelitian ini menggunakan viskometer Ostwald.
Nilai viskositas yang diperoleh dari data bahwa
semakin tinggi nilai kandungan sulfat maka
semakin tinggi pula nilai viskositas yang
didapatkan.




















Grafik 4.7 Hubungan Lama Waktu Ekstraksi
terhadap Nilai Viskositas Karaginan dari Rumput
Laut Eucheuma cottonii.

Nilai Viskositas yang diperoleh pada penelitian
ini memenuhi standar FAO, dimana standar FAO
untuk nilai viskositas kinematiknya adalah 15 CST.

V. KESIMPULAN
1) Pada proses perlakuan alkali terdapat variasi
konsentrasi NaOH yang digunakan untuk
menghasilkan tepung karaginan rumput laut.
Semakin besar konsentrasi yang digunakan
maka semakin besar rendemen tepung
karaginan yang dihasilkan.
2) Berdasarkan analisa kandungan sulfat terhadap
tepung karaginan, penggunaan NaOH dengan
konsentrasi 10% menunjukkan karaginan yang
mempunyai kandungan sulfat paling baik pada
Grafik Nilai Viskositas
0
5
10
15
20
25
30
2 2 1/2 3 3 1/2 4
Waktu Ekstraksi (Jam)
N
i
l
a
i

V
i
s
k
o
s
i
t
a
s

(
C
S
T
)
Tanpa Pengendapan
Methanol
Ethanol
Grafik Kadar Abu
0
5
10
15
20
25
30
35
40
2 2 1/2 3 3 1/2 4
Waktu Ekstraksi (Jam)
K
a
d
a
r

A
b
u

(
%
)
Tanpa Pengendapan
Methanol
Ethanol
Jurnal Teknik Kimia, No. 2, Vol. 15, April 2008 33
berbagai metode pengendapan yaitu tanpa
pengendapan, dengan methanol dan dengan
ethanol.
3) Waktu ekstraksi yang paling baik untuk
menghasilkan rendemen tepung karaginan
adalah pada ekstraksi 4 jam. Semakin lama
ekstraksi yang dilakukan maka semakin besar
rendemen yang dihasilkan.
4) Terdapat tiga metode yang digunakan untuk
membuat karaginan antara lain: Tanpa
pengendapan, dengan Methanol, dan dengan
Ethanol. Mutu karaginan yang paling baik
adalah dengan metode pengendapan Methanol.
5) Hasil analisa penelitian yang diperoleh telah
sesuai dengan standar FAO (kandungan sulfat,
rendemen, kadar air, kadar abu, dan nilai
viskositas).


















DAFTAR PUSTAKA
Anggadiredja, Jana T., Achmad Zatnika, Heri
Purwoto, dan Sri Istini. 2006. Rumput
Laut. Jakarta : Penebar Swadaya.

Neish, I.C. 1990. Alkali Treatment of Carrageenan-
bearing Seaweeds; Past, Present and
Future, Workshop on Seaweeds
Processing Industry: 42-55. Jakarta.

Zatnika, A. 2000. Perkembangan Industri Rumput
Laut Indonesia, Forum Rumput Laut
Nasional. Jakarta.

www.IPTEKnet/EkstraksiKaraginan/Teknologi
Pengolahan Bahan Pangan.com

www.Jasuda.net

www.wikipedia.com

Anda mungkin juga menyukai