Anda di halaman 1dari 3

Chronic Myelogenous Leukemia

Definition
Chronic Myelogenous Leukemia (CML) atau dapat disebut pula Chronic Myeloid Leukemia/ Chronic
Granulocytic Leukemia merupakan kelainan myeloproliferative kronis yang ditandai dengan
peningkatan granulocyte (netrophil, basophil, eosinophil) pada pheriperal blood dalam berbagai
tingaktan bentuk dari mature-immature serta adanya granulocytic hyperplasia pada bone marrow.
CML merupakan penyakit pertama yang pathogenesisnya dapat diketahui dari keabnormalan
kromosom, yaitu Ph chromosom yang diidentifikasi terdapat pada 90-95% penderita CML.

Incidence & Etiology
CML merupakan 20% penyakit leukemia terjadi pada orang dewasa dan jarang terjadi pada anak-
anak. Perbandingan pria dan wanita 1.4 : 1dan biasanya berumur 45 55. Beberapa hal yang dapat
menjadi faktor yang dapat menjadi resiko berkembangnya CML yaitu :
1. Ionizing radiation : nuclear explotion, radiation
2. Cytotoxic drug : alkyltaling agent
3. Biologically active chemical : benzene

Pathogenesis
CML merupakan clonal stem cell disorder dimana pada abnormal clone terdapat Ph crhomosome. Ph
chromosom terbentuk dari kelainan t(9;22). Hal ini terjadi karena trasnlokaso antara long arm(q)
chromosom 9 dan 22. Bagian kecil dari long arm chromosom 9 pda 34.1 rusak dan translokasi ke long
arm chromosom 22, pada waktu yang sama bagian besar dari long arm chromosom 22 pada q11.21
rusak dan pindah ke chromosom 9.. pada translokasi, ABL-I gen, cellular homologue of Ableson
murine leukemia virus oncogen dari chromosom 9, terbawa dan kontak dengan BCR (break cluster
region) gen pada chromosom 22. Hal ini membuat terbentuknya abnormal chromosom 22 yang
disebut chromosom Ph yang memilki BCR-ABL gene yang memproduksi 210kDa protein dengan
tyrosine kinase activity. Gen ini membuat kelainan aktivasi dari beberapa signaling pathway yang
menjadi penyebab dari CML.
BCR-ABL gene berada dki sel yang bersifat pluripotent pada netrophil, monocyte, B lymphocyte ,
erythrocyre, megakaryocyte, dan basophil. Hal ini menyebabkan uncontrolable growth, dan slightly
delayed maturation.

Clinical Features
Pasien CML dapat bercirikan asymptomatic ataupun symptomatic. Penyakit ini dapat terdeteksi
secara tidak sengaja dengan physical examination dan hematologic examination pada pasien
asymptomatic. Pada pasien asymptomatic, gejala yang timbul adalah malaise (tidak enak badan),
fullness pada daerah atas abdomen disertai dengan mudah kenyang, dan loss of apetite disertai
hepatomegaly dan splenomegaly, hypermetabolic state dicirikan dengan sweating dan weight loss,
bone tenderness, dan gejala anemia. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya hepatomegaly dan
splenomegaly fase minimal-moderate. Lymphadenopahty terlihat pada fase late. Terdapat pula
adanya bleeding disebabkan quantitavie atau qualitative trombocyte. Leukostatis (peningkatan
kadar WBC pada peripheral blood) dengan vaso-occlusion (cerebrovascular accident, myocardial
infarct, venous thrombosis, dll). Pada fase late dikarenakan peningkatan basophil, sehingga
menimbulkan peningkatan kadar serum histamin, berujung pruritus, diare, dan refractory peptic
ulcer disease. Dan pada suatu kasus yang jarang atau tertentu terdapat granulocytic sarcoma.
CML dapat dikarakteristikan menjadi :

1. Chronic phase
Merupakan fase awal dan stabil untuk beberapa tahun, responsive terhadap chemotherapy
2. Accelerated phase
Fase selanjutnya, hal ini dicirikan dengan lebih parahnya symptom dan fever yang tak dapat
dijelaskan, weight loss yang signifikan, progressive leukocytosis, splenomegaly yang makin parah,
bone and joint pain, bleeding, infection
3. Blast phase
Fase yang kronis yang sulit ditangani. Hal ini dicirikan blast 20% di peripheral blood atau
nucleated bone marrow, extramedullary blast proliferation (granulocytic sarcoma), dan large foci
atau cluster of blast pada bone marrow

Laboratory Findings
1. Meningkatnya WBC di peripheral blood diatas 100.000/L
2. Terdapat neutrophil dalam berbagai tingkatan immature-mature < 10%
3. Myelocyte > metamyelocyte (myelocyte bulge)
4. Micromegakaryocyte
5. Normocytic anemia
6. Seiring dengan berkembangnya penyakit maka tingkatan anemia dan thrombocytopenia akan
makin memburuk
7. Blast crisis (blast > 20%)
8. Bone marrow marked with hypercellular dan granulocytic hyperplasia
9. Leukocyte Alkaline Phosphate
10. Uric acid dan Lactate ehydrogenase
11. Definitive diagnosis yaitu deteksi chromosom t(9;22)(q34.1;q11.2) dan/atau BCR-ABL fusion
gene. Hal ini dilakukan untuk deteksi Ph chromosom

Differential Diagnosis
CML harus pertama kali dibedakan dengan reactive granulocytic leukocytosis, leukomoid reaction
yang diiringi dengan stress berupa infeksi atau malignasi. CML dapat dibedakan dari granulocyte
yang mengalami leukocytosis, dimana ketiga granulocyte mengalami hal sama. Terdapat pula Ph
chromosom.

1. Chronic Neutrophilic Leukemia
Level neutrophilic meningkat (> 25.000/L), terdapat band. Immature myeloid sedikit,
peningkatan LAP, tidak adanya Ph chromosom pada kasus ini.
2. Chronic Eosinophilic Leukemia
Level eosinophilic meningkat (1.500/L), tidak ada Ph chromosom, blast < 20%, bila tidak adanya
bukti terjadiny clonality di eosinphil line dan tidak adanya peningkatan blast, maka dapat
dikategorikan sebagai idiopathic hypereosinophilic syndrome. Tissue damage dikarenakan
infiltrasi eosinophil yang mengeluarkan cytokine. DD dari kasus ini CML dan reactive eosinophilia
3. Atypical chronic myeloid leukemia
aCML merupakan kelainan yang memilki kedua karakteristik yaitu chronic myeloproliferative
disease dan myelodysplastic syndrome. aCML mirip dengan CML karena memilki karakteristik
terdapat immature netrophil di peripheral blood dan granulocytic hyperplasia di bone marrow.
Namun aCML tidak menunjukan adanya basophilia, dysplastic pada granulocytic line, dan kutang
terdapat Ph chromosom dan BCR-ABL gene. Prognosis kasus ini buruk. Chronic myelomonocytic
leukemia dan juvenile chronic myelomonocytic leukemia mirip dengan CML namun lack of
chromosom Ph dan BCR-ABL gene



Treatment
Treatment dilakukan dengan cara memahami bagaimana pathogenesis dari kasus ini.
1. Pada pertengahan tahun 1980, dilakukan oral symptomatic chemotherapy dengan hydroxyurea
atau busulfan untuk menurunkan leukocytosis, thrombocytosis, dan splenomegaly.
2. IF- digabungkan dikombinasi dengan low dose cytarabine dapat memeperpanjang survival rate
dan waktu untuk masuk blast phase. IF- merupakan agen produksi cytogenetic remission pada
CML
3. Imanitib mesylate, inhibit tyrosine kinase activity dari BCR-ABL fusion gene. 81% pasien
menunjukan peningkatan survival rate. Complete cytogenetic response untuk survive 10 thn : 78
%. Accelerated phase : 82%, dan blast phase : 55%
4. Allogenic Bone Marrow Transplantation dan HLA matched

Prognosis
Survival rate pada tiap fase berbeda-beda. Dengan menggunakan sokol score dapat dibedakan dari
account age, splenomegaly, platelet count (> 700.000/L), dan blast count, sehingga dapat
menentukan berapa tahun kemungkinan pasien dapat tetap hidup 2.5, 3.5, dan 4,5 thn.
Pada blast phase prognosis akan memburuk. Poor prognosis bila :
1. Terdapat Ph chromosom atau BCR-ABL fusion gene
2. Hepatosplenomegaly
3. Thromobocytopenia atau thrombocytosis
4. Leukocytosis (> 100.000/L)
5. Blast > 1% (peripheral), >5% (Bone marrow), dan basophil > 15%
6. Tumor supressor gene p53 terganggu

Anda mungkin juga menyukai