Aktor : 1. Eman, Karyawan Swasta 2. Pak RT 3. Assisten Pak RT 4. Polisi 5. Tahanan I (Pembunuh) 6. Tahanan II (Copet Kambuhan) 7. Tahanan III (Sodomi/ Cabul) 8. Tahanan IV (Mutilasi) 9. Tahanan V (Penganiayaan) 10. Tahanan VI (Preman) 11. Wartawan I 12. Wartawan II 13. Wartawan III 14. Kameramen 15. Dewi Dyah Permata, Anak Assisten Pak RT
Prologh : Deadline Minggu ini! Surat kabar dimana-mana, baik media cetak maupun elektronik, semuanya berkoar tentang seorang anak bangsa yang tidak patut dicontoh, tidak patut ditiru, semua bernada penghujatan, marah bahkan telah melahirkan sebuah dendam, dendam kesumat. Belum genap 24 jam usai pemuda setengah baya itu diwawancarai mengenai nasionalismenya, pernyataan kontradiksinya langsung melejit menjadi pemberitaan nasional, ia telah menjadi target pemusnahan masal bagi seluruh tumpah darah rakyat Indonesia.
2 | P a g e
(Panggung Kosong)
(Terdengar sayup suara serak seorang wanita, dari kicauannya bisa dibayangkan betapa manis parasnya, ia sedang asyik membawakan berita, pelan kemudian semakin nyaring, karena berbagai stasiun TV bermunculan memberitakan perihal yang sama, dialog inter-aktif, headline news, wartaberita, dan berbagai macam jenis pemberitaan muncul beriringan bergantian, topiknya hanya satu, tentang penistaan yang dilontarkan oleh seorang karyawan kepada bangsanya sendiri, uhh miris)
(Sejumlah wartawan sedang asyik menunggu di depan sebuah bangunan megah, dindingnya berdiri tegak melintasi langit, didepannya bermerk PT. Gelap Gulita, sepertinya mereka sedang menunggu seseorang, ya mungkin saja Direktur perusahaannya, mungkin....)
Eman : (tepat jam.12 keluar dari kantornya, maklum jam istirahat, cacing- cacing perut sudah protes, waktunya perbaikan gizi) Wartawan I : (langsung mengerumuni eman) Selamat siang pak eman?? Apa benar bapak tidak bangga menjadi orang indonesia?? Wartawan II : Mengapa bapak tidak bangga menjadi orang indonesia?? Mengapa pak?? Wartawan III : Bapak direktur perusahaan disini ya?? Kok berani sekali mengeluarkan statement senekat itu?? Kameramen : (Stanby mencari posisi cantik)
(pertanyaan bertubi-tubi terus menggelontor sumir dari bibir para wartawan seperti kereta api yang berlari menerobos gerbong ke gerbong)
Eman : Tenang.... tenang kawan-kawan media, ada apa ini? Saya bukan direktur, saya hanya karyawan biasa, mungkin kalian salah orang? Wartawan II : Apa Benar, saudara tidak bangga menjadi Orang Indonesia? Wartawan III : Lah, anda Cuma karyawan biasa toh, kok berani-beraninya mengeluarkan pernyataan idiot seperti itu Seluruh Wartawan : (kembali eman diumpan pertanyaan-pertanyaan serupa, tak memperdulikan siapa eman, apakah direktur atau bukan) Eman : Baik... baikkk akan saya jawab dan tegaskan kembali, ya saya memang tidak bangga jadi orang indonesia Wartawan I : Benar bapak tidak bangga? Eman : Ya, saya tidak bangga... Wartawan I : Apakah bapak yakin pak dengan pernyataan bapak? Eman : Iya, kenapa tidak?? Saya sadar betul dengan apa yang saya ucapkan, saya tidak bangga jadi orang Indonesia Wartawan III : Benar bapak tidak bangga Pak?? (Kembali seluruh wartawan menyerbu jawaban eman) Eman : Tidakk...... tidakk............ tidakkkkkkkkk!!! Sekali lagi saya katakan No... yang artinya Tidak, titikk!!.
(kali ini eman menjawabnya dengan lugas dan tegas, membuat semua wartawan terdiam, tampaknya mereka sudah puas dengan jawaban eman)
3 | P a g e
Eman : (Sambil berlalu meninggalkan wartawan) Seluruh Wartawan : (mengejar, tapi eman keburu hilang ditelan bumi)
(Black Out)
Eman : (Merenggangkan dasi, melepaskan sepatu.... baru saja tiba dirumah hendak meluruskan urat-urat tubuhnya yang tersesat dari kantor, tiba-tiba terdengar gedor pintu yang tidak biasanya) Arang Item dibakar dulu Ahh Orang Ganteng Mau Tidur Dulu, Assiten Pak RT : (Menggedor Pintu) Eman : (tidak peduli, lelap sudah hampir menciumnya) Assiten Pak RT : (Menggedor Pintu) Eman : Arang Item dimakan hiu, Ehh sapa tuuuu, Pak RT : Dik Emannnnn.... Eman.... buka pintunya... Assisten Pak RT : Emann.... saya tau anda sudah pulang, kami sudah melihat anda tadi... Eman : (Diam) Assisten Pak RT : Kalau pada hitungan ketiga, pintu ini tidak juga dibuka, akan kami dobrak rame-rame!!? Eman : (Diam) Assisten Pak RT : Satuu......... Duaa............... Tiggggggg......??! Eman : Ia.. ia... baik tunggu sebentar.... (ia mulai cemas, karena suara diluar semakin ramai saja) Pak RT : Selamat siang dik eman... Eman : Ia selamat siang pak, ada apa ini pak? Kok rame-rame datang ke tempat saya? Ass Pak RT : Silahkan pak RT duduk . . . Mari pak.... (menuntun Pak RT menuju kursi) Eman : (tiba-tiba langsung menyadari kesalahannya waktu lalu) Ampun pak RT.... ampun assisten pak RT, jangan hukum saya, apalagi membiarkan masyarakat diluar sana main hakim sendiri, saya akui Pak RT, memang saya yang mengintip anak Assiten Pak RT, tapi itu karena tidak sengaja pak RT, saya khilaf, waktu arisan dirumah Bapak, kan udaranya panas sekali, mana AC lagi mati waktu itu, saya langsung berinisiatif membuka jendela untuk memberi ruang udara masuk, nah waktu membuka jendela itu saya tidak sengaja melihat anak bapak lagi mandi....... ya memang sih mata saya sempat 10 menit tidak mau beranjak, habis dadanya anak bapak indak sekali pak.... baru kali ini pak saya melihat dada perawan seindah itu, akhhh........ tapi tenang pak, saya siap menerima hukuman yang setimpal klo itu memang hukum yang harus ditegakkan.... Assisten Pak RT : Waduhhh... ternyata kamu eman, kurangg ajarr.... Pak RT : Tenang.. tenang pak.... ingat kita kesini bukan membahas masalah itu.. Eman : Maafkan saya pak RT... lho klo bukan permasalahan itu, memangnya ada masalah apa lagi pak?
4 | P a g e
Pak RT : Dengan segala hormat, tanpa mengurangi rasa terima kasih kami terhadap anda yang sudah menjadi warga yang baik di lingkungan pemukiman kita ini, dan Demi keamanan lingkungan disini, serta sekaligus demi keamanan diri dik eman sendiri, kami minta dengan segala kerendahan hati kami, supaya saudara dik eman segera meninggalkan rumah ini dalam 1x24jam... Eman : Lho kok bisa begitu pak, kok saya diusir dari rumah saya sendiri pak, sebenarnya salah saya apa pak? Pak RT : (kemudian pak RT menunjukkan surat kabar yang memuat foto eman dan pernyataan eman bahwa eman tidak bangga menjadi orang Indonesia) Warga asli disini berkeberatan di eman tinggal disini. Kami tidak mengizinkan orang yang memprovokasikan kebencian kepada bangsa, tinggal di sini! Itu subversif! Sekali lagi Kami hanya bisa berikan waktu 24 jam supaya anda berkemas-kemas! Eman : Ya Tuhan, berkemas-kemas kemana pak RT?? Ini kan rumah saya, masa saya diusir dari rumah sendiri. Ini bukan zaman kolonial lagi, indonesia kan sudah merdeka... Ass Pak RT : Masih mau kau menyebut Indonesia merdeka, bajingan!! Masyarakat : (terdengar semakin ribut, dan mulai melempar rumah eman dengan batu) Pak RT : Kalau kamu tidak mau minggat sekarang, rumah ini akan kami bakar! Kami seluruh warga tidak mau menanggung dosa karena kebrengsekan satu orang! Minggat, Bangsat!! Eman : (demi keselamatan, eman langsung cabut menggapai apa saja yang sempat ia gapai, kemudian lari tunggang langgang lewat jalan belakang)
(rencananya eman berlindung ke rumah temannya, tapi di tengah jalan, ketika memeriksa kantongnya, ternyata dompetnya tinggal dirumah, identitas dan uang tak terbawa, tapi balik pun eman tak berani, akhirnya eman pergi kekantor polisi untuk membuat pengaduan)
Eman : Pak, maaf saya mengalami musibah, saya diusir dari rumah saya sendiri oleh orang-orang yang tidak setuju dengan apa yang saya katakan Polisi I : (hanya diam, sambil terus memandang curiga) Eman : Lho bapak ga percaya ini pak benjolnya (sambil menunjukkan benjol kepalanya) untung hanya benjol pak, coba kalau saya tidak pakai helm, saya sudah gegar otak. Masa saya diusir begitu saja, padahal itu rumah saya sendiri. Sejak kapan orang tidak boleh tinggal dirumahnya sendiri. Memang saya bukan orang asli disini, tapi saya warga disini pak, saya juga punya NPWP pak, tapi KTP saya ketinggalan, tidak sempat bawa. Sekarang saya minta tolong, supaya saya, bagaimanalah caranya agar bisa mengambil kembali KTP saya. Itu saja, sesudah itu, baik saya bersedia pergi sampai marah mereka mereda. Polisi I : Hmmm.... Nama saudara siapa? Kenapa saudara sampai diusir dari rumah saudara sendiri? Eman : Ya, itu juga yang dari tadi saya tanyakan, pak? Polisi I : Saudara yang kemarin ada dikoran dan mengatakan bahwa saudara tidak bangga lagi menjadi orang Indonesia? 5 | P a g e
Eman : (dengan tegas dan bangga) betul pak!!! Polisi : (menggebrak meja) O.... lahdalahhh, bajingan, kamu! Masih untung kamu masih hidu, mestinya kamu sudah jadi rendang karena menghina 220 juta penduduk Indonesia termasuk aku, abdi negara ini! Eman : Menghina bagaimana pak? Sumpah saya memang tidak bangga jadi orang indonesia Polisi : (menendang meja) Sialan! Kurang ajar kamu! Kamu menantang ya? Eman : Ampun pak, sama sekali tidak pak, kok saya dibilang menantang. Saya paling takut pada senjata, saya hanya mencoba jujur pak Polisi : (mengokang senjata) mencoba jujur apa kau? Mencoba jujur untuk mati? Eman : (melihat senjata itu, eman tak berani lagi bicara, apalagi lop senjata itu tepat mengarah kejidatnya, eman hanya bisa menelan ludahnya dalam-dalam....oh alangkah dekatnya kematian, ungkapnya dalam hati, eman begitu ketakutan dan terkencing dalam celana). Polisi : Kurang ajar kamu! Kamu tahu? Kakekku mati di masa revolusi, membela bangsa dan negara. Bapakku hilang di perbatasan membela kehormatan negara. Aku menyerahkan jiwa ragaku untuk menjaga kewibawaan bangsa dan negara sebagai parat negara yang bertanggung jawab untuk melindungi daulat. Dan sekarang kau seenak perutmu saja menghaiina negerimu ini?? Sialan Kamu!! Buka lagi mulutmu sedikit saja supaya aku punya alasan untuk mengirimmu keneraka, Cepattt....?? Eman : (hanya diam saja, tampaknya eman belum siap ke neraka dan memang tak kan pernah siap) Polisi : Bajingan kamu (melempar eman masuk ke dalam sel)
(Pikir eman, justru lebih aman dalam sel dari pada dibiarkan bebas tapi bonyok dikeroyok masa yang kalap. Lebih baik dikurung daripada jadi bulan-bulanan petugas yang sudah gerah kehilangan akal waras. Tapi ternyata, eman keliru didalam sel yang berisi kerumunan orang yang cacat mental, ternyata 100 kali lipat lebih tidak aman)
Pembunuh : Hey Buntung, kamu yang di TV itukan? Pelaku Sodomi : Kamu yang mengaku tidak bangga jd orang indonesi, sudah kuat panggulmu merasakan keperkasaanku ha...? Tukang Copet : Ah sudahlah langsung saja kita habisi dia disini, meskipun kami cacat moral, orang kriminal, tapi kami bangga jd orang Indonesia, penghianat..!!! Eman : (sambil berlutut, menyembah minta ampun) Ampun Bang, Ampun saya tidak salah.... Pembunuh : Tunggu dulu, aku ingin dengar langsung dari moncongnya, benar kau tidak bangga jd orang Indonesia? Eman : (menelan ludahnya, pasrah) ya memang saya tidak bangga jadi orang Indonesia Pembunuh : Asuuu, Kau menantang maut rupanya!!!
Seluruh tahanan menghajar eman habis-habisan, seorang (maaf) tukang sodom tampaknya sudah tak tahan lagi menahan hasratnya yang terpendam, uhhh........ Beruntung pak RT dan Assistennya datang, menebus eman yang hampir sekarat,
6 | P a g e
Assisten Pak RT : Kamu harus berterimakasih dengan Pak RT, untung lobi-lobian dan sedikit timpalan uang tebusan cepat diantar, kalau terlambat sedikit saja tadi, bisa-bisa kamu sudah jadi tempoyak? Eman : (Kelelahan, cemas) kenapa saya ditolong lagi, bukankah saya sudah diusir jadi warga sini? Assisten Pak RT : Sudahlah, yang penting kamu harus bersyukur bisa menghirup napas lagi, kamu pokoknya harus berterimakasih dengan Pak RT Eman : .........?!? Pak RT : Dik Eman, silahkan duduk sebentar, masalah yang tadi janganlah diambil hati, kami sudah memafkan, Dewi Dyah Permata : (Masuk mengantarkan Minum) Silahkan Minum Bang Eman.... Eman : (Eman langsung membuka matanya lebar-lebar, menikmati kemolekan Anak Assisten Pak RT yang langsung berlalu) Assisten Pak RT : Itu Si Dewi Anak saya, sabar dik eman, nanti Dewi bisa jadi milih Dik Eman, asalkan.... Eman : Asalkan apa pak? Pak RT Dan Assisten Pak RT : Hahahaaaa..... Pak RT : Panggilkan Wartawan .....
Seluruh wartawan yang sudah lama menunggu, langsung masuk menyerbu, mengeluarkan mikropon, camcorder, camera, tustel, recorder, situasi yang santai sekarang berubah jadi riuh....
Pak RT : Saudara- Saudara Para wartawan, inilah warga kita yang sudah memberikan pernyataan yang mengejutkan di media masa beberapa waktu lalu itu dengan mengatakan bahwa dia sama sekali tidak punya kebanggaan lagi kepada bangsa Indonesia. Sebagai putera daerah, saya merasa sangat terpukul oleh suaranya itu. Kita yang sedang berada di simpang Sembilan Bencana karena adanya, KKN, disintegrasi, narkoba, wabah, demam berdarah, gempa, tsunami, bom, terorisme, gunung berapi, lumpur panas, korupsi, banjir, longsor, topan badai, kebakaran hutan, bentrokan suku dan agama, jadi bertambah pedih oleh pernyataannya itu. Saya langsung sadar bahwa pernyataan itu dapat menjadi pemicu kekacauan. Dan betul saja, belum tamat satu hari, rakyat yang sudah lelah, terbakar dan mengamuk. Mereka melempari rumah saudara ini dengan batu yang memecahkan genting dan kaca serta merobohkan tembok pagar rumah. Saudara ini sudah dianggap melancarkan penghinaan. Untunglah saya cepat bertindak sehingga massa tidak sempat bertindak lebih jauh. Kalau terlambat sedetik saja, mungkin sudah terjadi peristiwa berdarah. Tak hanya itu, aparat petugas hukum pun sudah langsung bertindak. Sebagai petugas keamanan, mereka memang harus mengamankan kita, sehingga saudara ini kemudian dijebloskan ke dalam sel. Tetapi berita itu juga sudah sampai ke dalam sel. Para pelanggar hukum ternyata walaupun cacat kepribadiannya, rupanya rasa kesadaran kebangsaannya tetap tinggi. Begitu saudara ini masuk, mereka langsung hendak mengeksekusi dengan caranya sendiri, hartanya dirampas dan kontan mau.... maaf disodomi. Saya terpaksa brtindak lagi, saya tebus saudara ini dan berikan jaminan sedemikian rupa sehingga saudara ini bisa dikeluarkan dari sel sebelum sempat 7 | P a g e
diobrak-abrik. Sekarang dia berdiri di depan saudara-saudara pers tidak kurang sesuatu apapun. Saya sudah berbicara dari hati ke hati dan mengatakan bahwa ulahnya itu sangat berbahaya bagi rakyat jelata. Pernyataan itu dapat membuat wilayah kita ini terpuruk, karenanya sebelum orang luar yang bertindak, kita sendiri harus membenahi. Syukur alhamdulliah, suara saya masih dapat mengetuk kesadarannya. Hari ini saudara ini akan menyampaikan maaf kepada seluruh bangsa karena sudah memberikan pernyataan yang keliru. Memang maaf tidak bisa membatalkan apa yang sudah terjadi, tetapi setidak-tidaknya memotong dan menghentikan apa yang tidak kita inginkan terus terjadi. Saya terpaksa membatalkan rapat penting dengan tim sukses saya dalam menuju kejabatan yang jauh lebih penting daripada kepentingan pribadi, demi untuk mengklarifikasi saudara ini.
Pak RT yang ternyata ikut mencalonkan gubernur itu meraih tangan eman, mengguncangnya, lalu menepuk-nepuk bahu eman, kemudian mengedipkan matanya.... Semua bertepuk tangan....
Wartawan I : Apa Betul saudara sudah mengeluarkan pernyataan bahwa saudara tidak bangga lagi pada Indonesia? Eman : Betul Wartawan II : Mengapa Saudara menyatakan begitu? Ada sponsorkah? Eman : Tidak, karena aku ditanya, ya aku jawab apa adanya Wartawan II : Saudara sadar apa arti pernyataan saudara itu ? Eman : O, ya, tentu saja, kenapa tidak? Sadar sekali Wartawan III : Dan Sekarang saudara menyesal? Eman : Menyesal? Wartawan III : Ya Bertobat, anda bertobat? Eman : Bertobat? Kenapa harus bertobat? Wartawan I : Lho, kalau begitu mengapa saudara mau minta maaf? Eman : Siapa yang mau minta maaf? Wartawan I : Saudara, kan? Eman : Aku, kenapa aku harus minta maaf? Wartawan II : Karena saudara sudah menghina!! Eman : Menghina? Wartawan II : Ya Eman : Menghina Siapa? Wartawan II : Menghina Bangsa Indonesia!! Eman : Bangsa Indonesia yang mana? Wartawan III : Bangsa saudara sendiri!! Eman : (wajahnya terperangah, darahnya muncrat, jantungnya mendadak berhenti) O, itu? Bangsa Indonesia yang memakan triliunan uang rakyat itu? Yang menjual hutan, laut, gunung, sumber daya alam, yang melalap habis lahan, pulau, yang menazisi kehormatan bangsa itu? Aku merasa tersanjung kalau mereka masih bisa merasa terhina. Berarti masih ada harapan. Selama mereka masih punya kepekaan rasa sebagai manusia, aku masih boleh berharap nasib kita akan membaik. Tapi, pada Indonesia yang penuh dengan korupsi, manipulasi, kamiskinan, katidakadilan, kekerasan, kekejaman, pada Indonesia yang penuh segala kecurangan, ketimpangan, maaf, 8 | P a g e
saudara-saudara wartawan, dibayar pun aku tidak pernah bangga. Aku benci, gengsi, tidak sudi, huh... Dewi Dyah Permata : (Masuk mengantarkan air minum dan menghapus peluh keringat eman) Bang, abang sekarang adalah ujung tombak tim sukses bapak. Jangan disia-siakan kepercayaan dan kehormatan yang tidak diberikan kepada sembarangan orang ini, Demi masa depan kita bang (Mengecup pipi eman, mengantongkan kunci mobil, kemudian berlalu). Eman : (Frustasi, semangatnya ngeper, idealisnya tergadaikan) Ya, sayang, aku sadar sekarang, sesadar-sadarnya, aku sudah melalukan kekeliruan dan dosa yang amat besar, menghujat, menghina bangsa dan negaraku sendiri. Saya menyesal, saya benar- benar telah keliru, sekarang saya insaf dan bersumpah akan tetap bangga kepada Indonesia apa pun yang sudah dan akan terjadi. Wartawan, Pak RT, Assisten Pak RT : (Berdiri dan memberi selamat kepada eman) Selamat Eman, setiap manusia memang tak pernah luput dari salah dan khilaf, apalagi ini menyangkut dengan nasionalisme, tapi anda telah berani menggedor nurani anda sendiri yang hampir tersesat, selamat!!! Wartawan, Pak RT, Assisten Pak RT, Dewi Dyah permata : (Berlalu merayakan kemenangan bersama tim suksesnya, Eman terlupakan, begitupun Dewi Dyah Permata sambil melambaikan tangan berlalu bersama rombongan) Eman : Tapii saya..................?!!? Dewi Dyah Permata : (Masuk berlari mengejar Eman), maaf ya bang, dewi Cuma mau mengambil kunci mobil tadi dikantong bang eman, oh ia ini ada undangan dewi minggu depan, pesta perkawinan Dewi, datang ya bang, da... da.......... Eman : Apa... tapi Dewi, ouhh.... (dewi berlalu menyisahkan wangi parfum yang terlanjur menghujam hidung eman, eman terpaku)
Black Out
(Musik Kemenangan tentang kekalahan) (Perlahan-lahan masuk seorang lelaki setengah baya, jalannya satu-satu, sepertinya ia sudah sangat kelelahan, bahkan terlalu lelah)
Eman : (suaranya sayup-sayup disambar deru angin) Aku begitu mencintai negeri yang kaya raya ini, tak sepatutnya aku bangga negeri tercinta ini hidup dibawah garis kemiskinan selama berabad-abad. Sementara kalian semua, tidak seorang pun dari kalian yang mencintai negeri ini, karena kalian semua tetap bangga padahal segala macam kebatilan itu masih berjaya dan semakin merajalela di Indonesia sekarang! Bukan aku, tapi kalian semua yang sudah menghina NKRI, menghina 220 Juta jiwa, karena masih bisa bangga padahal semua kebrengsekan itu sudah terjadi dan sekarang makin menjadi-jadi. Kalian semua yang brengsek.
Selesai, Bengkulu, 06 Februari 2013 Edit 2nd, Bengkulu, 24 Februari 2013