Anda di halaman 1dari 5

Nama Resmi : Kabupaten Jayawijaya

Ibukota : Wamena
Provinsi : PAPUA
Batas
Wilayah
: Utara: Kabupaten Jayapura
Selatan: Kabupaten Mimika
Barat: Kabupaten Puncakjaya dan Kabupaten Paniai
Timur: Papua Nugini
Luas
Wilayah
:
7.030,66 Km
2

Jumlah
Penduduk
:
117.657 Jiwa
Wilayah
Administrasi
:
Kecamatan: 11, Kelurahan: 1, Desa: 243

Kabupaten Jayawijaya yang beribukota di Wamena, terletak antara 138 30 139 40 Bujur Timur dan 3
45 4 20 Lintang Selatan. Memiliki luas wilayah 8.496 Km2. Batas wilayah Kabupaten Jaywijaya adalah
sebagai berikut:
Sebelah utara: Kabupaten Mamberamo Tengah, Kabupaten Yalimo, dan Kabupaten Tolikara.
Sebelah selatan: Kabupaten Nduga dan Kabupaten Yahukimo
Sebelah timur: Kabupaten Yahukimo dan Kabupaten Yalimo.
Sebelah barat: Kabupaten Nduga dan Kabupaten Lanny Jaya.
Kabupaten ini memiliki 11 distrik / kecamatan. Distrik-distrik tersebut antara lain:
1. Wamena
2. Asolokobal
3. Walelagama
4. Hubikosi
5. Pelebaga
6. Asologaima
7. Musatfak
8. Kurulu
9. Bolakme
10. Wollo
11. Yalengga.

VISI DAN MISI :
TERWUJUDNYA MASYARAKAT JAYAWIJAYA YANG BERKUALITAS, SEHAT, BERBUDAYA DAN
MANDIRI.

Dengan visi ini terkandung maksud:
Bahwa arah dan kebijakan pembangunan di Kabupaten Jayawijaya, adalah Masyarakat,
Penduduk Kabupaten Jayawijaya (People Centered Oriented)
BERKUALITAS, dimaksudkan bahwa rakya memiliki kemampuan intelektual, kemampuan
fisik jasmani yang baik, rohani yang baik, memiliki potensi dalam dirinya untuk bersaing
dalam segala aspek kehidupannya, percaya dirim bertanggungjawab, dan mengetahui hak
dan kewajibannya sebagai anak bangsa, anak daerah dan anak Tuhan.
SEHAT, dimaksudkan bahwa setiap orang di Kabupaten Jayawijaya, haruslah sehat jasmani
dan rohaninya, dapat menikmati gizi yang cukup dan seimbang sesuai standard kesehatan
yang perlu untuk kehidupannya, dapat membangun lingkunngan yang asri, nyaman dan
damai, sebagai kebutuhan hakiki dalam kehidupannya.
BERBUDAYA, dimaksudkan bahwa rakyat Jayawijaya senantiasa akan bertumbung dalam
norma-norma kehidupan yang baik, yang ditimba dari budaya leluhurnya yang meiliki cinta
dan kasih sayang, menghargai sesamanya sebagai makhluk ciptaan Tuhan, memiliki
tenggang rasa, mengedepankan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi, serta
senantiasa menyadari pentingnya keharmonisan hubungan dengan sesama, lingkungan dan
Tuhan sebagai penciptanya.
MANDIRI, dimaksudkan bahwa rakyat Kabupaten Jayawijaya, mampu bertumbuh dan
berkembang di atas potensi dirinya dan alam lingkungannya sendiri sebagai rahmat Tuhan
yang harus dimanfaatkan dengan bijaksana, dipelihara dan dijaka demi kelestariannya.
Rakyat yang mandiri sekaligus akan menggambarkan adanya produktifitas, keuletan,
kebanggaan, berdaya saing dan dihormati oleh orang lain di sekitarnya.
MISI
1. Meningkatkan kualitas dan kapasitas sumber daya manusia Jayawijaya melalui
bidang pendidikan dan kesehatan
2. Memberdayakan seluruh potensi masyarakat Jayawijaya sebagai keutuhan ciptaan
Tuhan, untuk menciptakan keharmonisan, kedamaian bagi semua komponen
bangsa.
3. Meningkatkan perlindungan terhadap citra dan hak-hak dasar masyarakat asli
Jayawijaya, perempuan, adat/budaya, dan agama.
4. Meningkatkan pemberdayaan untuk mendorong partisipasi, kemandirian, dan
produktifitas.
2.
SEJARAH
Sejarah Kabupaten Jayawijaya sangat berhubungan erat dengan sejarah perkembangan gereja di
wilayah ini, karena daerah ini adalah daerah terisolasi dari dunia luar, tetapi sejak tahun 1950-an
misionaris mulai berdatangan dan mulai melakukan penginjilan di daerah ini.
Lembah Baliem ditemukan secara tidak sengaja, ketika Richard Archbold, ketua tim ekspedisi yang
disponsori oleh American Museum of Natural History melihat adanya lembah hijau luas dari kaca jendela
pesawat pada tanggal 23 Juni 1938. Penglihatan tidak sengaja ini adalah awal dari terbukanya isolasi
Lembah Baliem dari dunia luar.
Tim ekspedisi yang sama di bawah pimpinan Kapten Teerink dan Letnan Van Areken mendarat di Danau
Habema. Dari sana mereka berjalan menuju arah Lembah Baliem melalui Lembah Ibeledan mereka
mendirikan basecamp di Lembah Baliem.
Pada tanggal 20 April 1954, sejumlah missionaris dari Amerika Serikat, termasuk di dalamnya Dr. Myron
Bromley, tiba di Lembah Baliem. Tim misionaris ini menggunakan pesawat kecil yang mendarat di Sungai
Baliem, tepatnya di Desa Minimo dengan tugas utama memperkenalkan agama Nasrani ke Orang
Dani di Lembah Baliem. Stasiun Misionaris Pertama didirikan di Hitigima. Selama 7 (tujuh) bulan mereka
mendirikan landasan pesawat terbang pertama. Beberapa waktu kemudian misionaris menemukan
sebuah areal yang ideal untuk dijadikan landasan pendaratan pesawat udara. Areal landasan pesawat
terbang itu terletak berbatasan dengan daerah Suku Mukoko dan di areal inilah mulai dibangun landasan
terbang yang kemudian berkembang menjadi landasan terbang Wamena saat ini.
Pada tahun 1958 Pemerintah Belanda mulai kekuasaannya di Lembah Baliem, dengan mendirikan pos
pemerintahannya di sekitar areal landasan terbang, namun kehadiran Belanda di Lembah Baliem tidak
lama, karena melalui proses panjang diawali dengan ditandatanganinya dokumen Pepera pada tahun
1969, Irian Barat kembali ke Pemerintah Republik Indonesia, sehingga Pemerintah Belanda segera
meninggalkan Irian Barat (Papua).
Kabupaten Jayawijaya dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1969, tentang
pembentukan Provinsi Otonom Irian Barat dan Kabupaten-Kabupaten Otonom di Provinsi Irian
Barat.
[6]
Berdasarkan pada Undang-undang tersebut, Kabupaten Jayawijaya terletak pada garis meridian
13712'-14100' Bujur Timur dan 32'-512' Lintang Selatan yang memiliki daratan seluas 52.916 km,
merupakan satu-satunya Kabupaten di Provinsi Irian Barat (pada saat itu) yang wilayahnya tidak
bersentuhan dengan bibir pantai.

Topografi dan Iklim
[8]
[sunting]
Kabupaten Jayawijaya berada di hamparan Lembah Baliem, sebuah lembah aluvial yang terbentang
pada areal ketinggian 1500-2000 m di atas permukaan laut. Temperatur udara bervariasi antara 14,5
derajat Celcius sampai dengan 24,5 derajat Celcius. Dalam setahun rata-rata curah hujan adalah 1.900
mm dan dalam sebulan terdapat kurang lebih 16 hari hujan. Musim kemarau dan musim penghujan sulit
dibedakan. Berdasarkan data, bulan Maret adalah bulan dengan curah hujan terbesar, sedangkan curah
hujan terendah ditemukan pada bulan Juli.
Lembah Baliem dikelilingi oleh Pegunungan Jayawijaya yang terkenal karena puncak-puncak salju
abadinya, antara lain: Puncak Trikora (4.750 m), Puncak Mandala (4.700 m) dan Puncak Yamin(4.595
m). Pegunungan ini amat menarik wisatawan dan peneliti Ilmu Pengetahuan Alam karena puncaknya
yang selalu ditutupi salju walaupun berada di kawasan tropis. Lereng pegunungan yang terjal dan lembah
sungai yang sempit dan curam menjadi ciri khas pegunungan ini. Cekungan lembah sungai yang cukup
luas terdapat hanya di Lembah Baliem Barat dan Lembah Baliem Timur (Wamena).
Vegetasi alam hutan tropis basah di dataran rendah memberi peluang pada hutan iklim sedang
berkembang cepat di lembah ini. Ekosistem hutan pegunungan berkembang di daerah ketinggian antara
2.0002.500 m di atas permukaan laut.
Demografi dan Budaya
[9]
[sunting]
Orang Dani di lembah Baliem biasa disebut sebagai "Orang Dani Lembah". Rata-rata kenaikan populasi
orang Dani sangat rendah dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia, salah satu penyebabnya
adalah keengganan pada ibu untuk mempunyai anak lebih daripada dua yang menyebabkan rendahnya
populasi orang Dani di Lembah Baliem. Sikap berpantang pada ibu selama masih ada anak yang masih
disusui, membuat jarak kelahiran menjadi jarang. Hal ini selain tentu saja karena adat istiadat mereka,
mendorong terjadinya poligami. Poligami terjadi terutama pada laki-laki yang kaya, mempunyai banyak
babi. Babi merupakan mas kawin utama yang diberikan laki-laki kepada keluarga wanita. Selain sebagai
mas kawin, babi juga digunaklan sebagai lambang kegembiraan maupun kedukaan. Babi juga menjadi
alat pembayaran denda terhadap berbagai jenis pelanggaraan adat. Dalam pesta adat besar babi tidak
pernah terlupakan bahkan menjadi bahan konsumsi utama.
Sebelum tahun 1954, penduduk Kabupaten Jayawijaya merupakan masyarakat yang homogen dan hidup
berkelompok menurut wilayah adat, sosial dan konfederasi suku masing-masing. Pada saat sekarang ini
penduduk Jayawijaya sudah heterogen yang datang dari berbagai daerah di Indonesia dengan latar
belakang sosial, budaya dan agama yang berbeda namun hidup berbaur dan saling menghormati.
Sosial ekonomi
[10]
[sunting]
Mata pencaharian utama masyarakat Jayawijaya adalah bertani, dengan sistem pertanian tradisional.
Makanan pokok masyarakat asli Jayawijaya adalah ubi jalar, keladi dan jagung sehingga pada areal
pertanian mereka dipenuhi dengan jenis tanaman makanan pokok ini.
Pemerintah Kabupaten Jayawijaya berusaha memperkenalkan jenis tanaman lainnya seperti berbagai
jenis sayuran (kol, sawi, wortel, buncis, kentang, bunga kol, daun bawang dan sebagainya) yang kini
berkembang sebagai barang dagangan yang dikirim ke luar daerah untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat.
Lembah Baliem adalah areal luas yang sangat subur sehingga cocok untuk berbagai jenis komoditi
pertanian yang dikembangkan tanpa pupuk kimia. Padi sawah juga mulai berkembang di daerah ini
kerena penduduk Dani sudah mengenal cara bertani padi sawah. Begitupun komoditas perkebunan
lainnya kini dikembangkan adalah kopi Arabika.
Transportasi
[11]
[sunting]
Transportasi Kabupaten Jayawijaya hingga saat ini masih mengandalkan perhubungan udara, trayek
komersil Wamena-Jayapura yang (pada tahun 2011) dilayani oleh dua maskapai penerbangan yaitu
Trigana dan Nusantara Air Charter. Dahulu trayek ini pernah dilayani oleh antara lain oleh Merpati
Nusantara, Manunggal Air, dan Aviastar. Trayek Wamena-Biak maupun Wamena-Merauke biasanya
dilayani oleh penerbangan TNI AURI dengan pesawat Hercules C130 nya.
Semua jenis barang, baik barang kebutuhan pokok masyarakat, bahan bangunan seperti semen, besi
beton, kendaraan seperti mobil, truk, bus hingga alat berat seperti buldozer maupun excavator serta
kebutuhan bahan bakar minyak (bensin dan solar) diangkut ke Wamena menggunakan pesawat terbang.
Sedangkan transportasi darat yang menghubungkan Wamena dengan empat puluh distrik (hasil
pemekaran distrik tahun 2011) di kabupaten Jayawijaya, sudah dapat dijangkau dengan kendaraan
beroda empat atau setidaknya dengan kendaraan roda dua. Jalan darat menghubungkan Wamena
dengan ibu kota kabupaten hasil pemekaran yaitu ke Tiom (kabupaten Kabupaten Lanny Jaya),
Karubaga (Kabupaten Tolikara), Elelim (Kabupaten Yalimo). Jalan darat hingga ke Distrik Kurima di
Kabupaten Yahukimo juga sudah ada, namun kendala longsor yang selalu terjadi di Sungai Yetni
membuat bagian jalan ini tidak selalu dapat dilalui dengan kendaraat beroda empat.
Sebuah ruas jalan yang diharapkan dapat menghubungkan Wamena dengan Kenyam (Kabupaten
Nduga) sedang dibangun, namun karena jalan ini melintas dalam kawasan Taman Nasional Lorentz,
untuk sementara pembangunan jalan ini sedang ditunda menunggu kajian lebih lanjut.

Nilai Budaya
Salah satu objek wisata bersejarah di kota wamena yang hingga kini masih disakralkan
dan di jaga dengan baik oleh warga masyarakat/yaitu objek sejarah asal usul manusia
di lembah baliem wamena. Telaga biru di desa maima, adalah objek wisata budaya
bersejarah yang diyakini sesuai mitos yang berkembang bahwa telaga biru maima
memiliki sejarah misteri lahirnya asal usul manusia di lembah baliem wamena
kabupaten jayawijaya hingga ke pegunungan tengah bahkan sampai ke nabire-paniai.

Telaga biru maima,yang dalam bahasa daerah menyebutkan desa maima yang berarti
tempat di bawah di mana ada air atau (we) ma-i-ma, hingga kini menjadi salah satu
objek bersejarah dan lokasi objek wisata budaya yang dijaga oleh pemerintah daerah
karena memiliki cerita yang diyakini hingga saat ini oleh masyarakat di lembah baliem
sebagai sejarah asal usul manusia pertama di lembah ini.
Keunikannya yaitu airnya yang selalu berwarna beru ke hijau-hijauan yang bersumber
dari sebuah mata air di kedalaman sekitar tujuh meter di bawah permukaan air dan
tepat dibawah sebuah gunung, dan selalu menjadi daya tarik sendiri bagi para
wisatawan.
Menurut mitos yang dipercayai hingga kini,asal usul manusia pertama yang keluar dari
dalam telaga tersebut tidak mempunyai mata dan telinga sedang duduk-duduk dan
memainkan sebuah busur anak panah tiba-tiba melihat seorang yang berkulit agak
terang muncul dengan hiasan manik-manik diseluruh tubuhnya yang disebut

Naruekul atau Nakmarugi yang memiliki pengetahuan bagaiman bercocok tanam, ia juga
mengetahui aturan perkawinan (wita-waya) dan pedoman hidup yang baik. Ia (seorang yang
berkulit agak terang) dibunuh dan dikuburkan dengan daun-daun namun tiba-tiba dari tubuhnya
keluar makanan ubi-ubian, bibit pohon pisang, tanaman keladi (bentoel) dan hewan ternak
seperti babi. Lalu tulang belulangnya akhirnya dibawah kemana-mana sebagai bibit makanan.
Oleh sebab itu, hingga saat ini masyarakat masih memegang teguh kepercayaan ini dengan
selalu menyimpan sepotong tulang yang disebut kaneke yang selalu disimpan dalam honai adat
atau juga yang disebut pilamo. Kepala bidang objek dan daya tarik wisata dinas kebudayaan
dan pariwisata kabupaten jayawijaya, yang juga berasal dari distrik asolokobal tempat telaga
biru berada, alpius wetipo membenarkan kepercayaan tersebut dan hingga kini pemerintah
melalui dinas terkait turut menjaga dan melestarikan lokasi telaga biru maima sebagai salah
satu objek wisata bagi kabupaten jayawijaya.

Anda mungkin juga menyukai