Anda di halaman 1dari 44

SILOGISME

PERTEMUAN KE 13 & 14

Pertemuan ke 13
Pengertian Silogisme
Pembuktian merupakan ekspresi lisan
atau tulisan dari pemikiran atau
ucapan, dimana salah satu proposisi
dihasilkan dari proposisi-proposisi lain
(Sommers, 1992:52).
Pembuktian 1. induktif
2. deduktif
Aristoteles : pembuktian deduktif disebut
silogisme (Sommers, 1992:55).

Silogisme ialah penarikan konklusi secara
tidak langsung dengan menggunakan dua
buah premis yang merupakan bentuk formal
penalaran deduktif (Rapar, 1996:46).
Silogisme adalah setiap penyimpulan,
dimana dari dua keputusan (premis-premis)
disimpulkan suatu keputusan yang baru
(kesimpulan) (Lanur, 1983:41).
Keputusan yang baru itu berhubungan erat
sekali dengan premis-premisnya. Jika
premis-premisnya benar, dengan sendirinya,
kesimpulannya juga benar.



Premis adalah proposisi-proposisi yang digunakan
untuk penarikan konklusi.
Konklusi ialah proposisi yang menyatakan hasil
inferensi yang dilakukan berdasarkan proposisi-
proposisi yang menjadi premis-premis suatu
inferensi.
Antesedens ialah proposisi-proposisi yang
menjadi premis-premis dalam suatu silogisme.
Dengan kata lain, antesedens ialah proposisi atau
proposisi-proposisi yang menghasilkan
kesimpulan.
Konsekuens (kesimpulan) adalah proposisi yang
menjadi konklusi/proposisi yang dihasilkan.
Jenis-jenis Silogisme


SILOGISME
SEMPURNA TIDAK SEMPURNA
KATEGORIS HIPOTETIS
Silogisme Sempurna ialah silogisme
yang terdiri atas tiga proposisi, yaitu
dua premis dan satu konklusi.
Silogisme Tidak Sempurna ialah
silogisme yang proposisinya kurang atau
lebih dari tiga.

Silogisme Sempurna terbagi lagi atas
dua jenis, yaitu Silogisme Kategoris dan
Silogisme Hipotetis.
Silogisme standar adalah silogisme
kategoris.
Silogisme Kategoris
Silogisme Kategoris ialah silogisme yang
terdiri atas proposisi-proposisi kategoris
(premis-premis dan kesimpulannya berupa
keputusan kategoris )(Lanur, 1983:41;
Sumaryono, 1999:90).

Silogisme sempurna dan kategoris biasanya
disebut silogisme (saja).


Struktur Silogisme
Struktur silogisme memuat unsur-
unsur penting sebagai berikut:
1. Tiga buah proposisi, yaitu premis
mayor, premis minor, dan kesimpulan
2. Tiga buah term, yaitu term subyek/
term minor (S), term predikat/term
mayor (P), dan term antara/term
tengah (M).
Predikat konklusi disebut term mayor
[P], dan subjek konklusi disebut term
minor [S]. Disebut demikian karena
ekstensi predikat konklusi senantiasa
lebih luas dari subjeknya.
Premis yang mengandung term mayor
disebut premis mayor, sedangkan
premis yang mengandung term minor
disebut premis minor.
Term yang tidak terdapat pada proposisi
konklusi namun ada di kedua premis
disebut term tengah/term antara [M].

Contoh :






Pembuktian fana berlaku bagi semua
manusia; karena cendekiawan tercakup
dalam ekstensi term manusia, maka
term fana berlaku bagi cendekiawan.
Semua manusia adalah fana.
term mayor
Premis mayor
Semua cendekiawan adalah manusia.
term minor
Premis minor antesedens
Semua cendekiawan adalah fana.
term minor term mayor
konklusi konsekuens
Prinsip-prinsip Silogisme
1. Prinsip Kesesuaian (menurut Rapar,
1996:47) atau Prinsip Identitas (menurut
Sommers, 1992:57).
Prinsip ini menegaskan bahwa, apabila
ada dua buah term yang ternyata sama
dan sesuai dengan term ketiga, maka
kedua term itu sama.
Contoh: o = q; p = q; o = p.

Dengan prinsip ini, silogisme bersifat
affirmatif (Sommers, 1992:57).
Contoh
Semua mahasiswa adalah warga masyarakat
akademis.
Teman-teman saya adalah mahasiswa.
Jadi, teman-teman saya adalah warga
masyarakat akademis.

Setiap manusia adalah makhluk mortal.
Slamet adalah manusia.
Jadi, Slamet adalah makhluk mortal.


2. Prinsip Ketidaksesuaian (diskrepansi).
Prinsip ini menegaskan bahwa, apabila
ada dua buah term dan term yang satu
sama dengan term yang ketiga,
sedangkan yang satunya lagi tidak sama
dengan term yang ketiga, kedua term itu
tidak sama atau tidak sesuai satu
dengan yang lainnya. (Rapar, 1996:47).
Contoh: o = q; p # q; maka o # q

Dengan prinsip ini, silogisme bersifat
negatif (Sommers, 1992:57).

Contoh
Mahasiswa adalah kaum intelektual.
Pedagang sayur bukan kaum
intelektual.
Jadi, pedagang sayur bukan mahasiswa.

Bangsa Indonesia bukan bangsa
Pakistan.
Orang Jawa adalah bagian dari bangsa
Indonesia.
Jadi, orang Jawa bukan bangsa
Pakistan.


Pertemuan ke 14
Hukum Silogisme

Hukum/Aturan/Ketentuan Silogisme
berlaku bagi :

A. Term
B. Premis


Hukum/Aturan/Ketentuan
Term
1. Jumlah term tidak boleh kurang
atau lebih dari tiga.
Dengan kata lain, sebuah silogisme yang
benar hanya terdiri atas tiga term. Jika
yang ada hanya dua term, maka tidak
ada proses penyimpulan, melainkan
hanya putusan. Berarti tidak ada
silogisme. Jika ada empat buah term,
berarti tidak ada perbandingan, apakah
term minor (S) cocok atau tidak dengan
term mayor (P).
Jika aturan ini dilanggar, maka akan
muncul sesatan term, yaitu ambiguitas
term-antara (M). Sesatan adalah
argumen yang keliru yang kelihatannya
memiliki kebenaran.
Contoh sesatan ambigu:
Keadaan sosial politik saat ini amat
genting.
Gentingnya sudah banyak yang bocor.
Jadi, keadaan sosial politik saat ini
sudah banyak yang bocor.
2. Term subyek atau predikat di dalam
kesimpulan tidak boleh lebih luas
daripada yang terdapat di dalam
premis-premisnya.
Artinya, term mayor dan term minor
dalam kesimpulan tidak boleh universal
jika di dalam premis-premisnya kedua
term tersebut adalah partikular. Jika
term mayor atau term minor adalah
partikular di dalam premis-premisnya,
berarti yang cocok dengan tem antara
hanya sebagian referent (obyek) saja.

Pelanggaran terhadap aturan ini akan
menimbulkan sesatan proses berpikir
yang illicit (tabu, tidak boleh
dilakukan).
Contoh sesatan illicit:
Mahasiswa adalah kaum intelektual.
Karyawan bukan mahasiswa.
Jadi, karyawan bukan kaum
intelektual.
Anjing bukan kucing.
Semua anjing adalah binatang.
Jadi, tidak ada binatang yang disebut
kucing.

Apa yang benar untuk bagian, belum
tentu benar untuk keseluruhan.
Jika yang partikular benar, maka yang
universal dapat benar dan dapat salah.
3. Term antara tidak boleh masuk
dalam kesimpulan.
Term antara (M) adalah pembanding
antara term minor (S) dengan term
mayor (P) dalam premis-premis, untuk
menemukan sesuai tidaknya antara
term S dengan term P.
Term M hanya terdapat pada kedua
premis. Jika term ini muncul kembali di
dalam kesimpulan, berarti dalam proses
penalaran tidak terjadi proses
penyimpulan. Contoh :
Setiap orang dapat tertawa.
Setiap orang dapat menangis.
Jadi, setiap orang dapat tertawa sambil
menangis.

Contoh di atas bukan silogisme karena
dalam penalarannya tidak terdapat
kebenaran yang baru yang seharusnya
muncul di dalam kesimpulan.
Kesimpulan adalah titik akhir yang
hendak dicapai/dinyatakan oleh premis-
premisnya.


4. Term antara harus sekurang-
kurangnya satu kali universal.
Jika term antara digunakan dua kali
secara partikular di dalam premis-
premisnya, ini berarti bahwa term
minor hanya sesuai dengan bagian
tertentu dari term antara.
Contoh:


Tikus mempunyai ekor.
Ikan mempunyai ekor.
Jadi, tikus sama dengan ikan.

Faktanya benar bahwa tikus dan ikan
mempunyai ciri umum, yaitu ekor.
Namun, tidak berarti bahwa keduanya
identik satu sama lain, sebab hanya
sebagian tubuhnya saja yang identik,
bukan secara keseluruhan.
Hukum/Aturan/Ketentuan
Premis
1. Jika premis-premis afirmatif, maka
kesimpulannya harus afirmatif.
Jika kedua premis afirmatif, berarti term
minor (S) dan term mayor (P) sesuai
dengan term antara (M).
Kesimpulan harus menyatakan
kesesuaian antara term minor dengan
term mayor yang termuat di dalam
kesesuaian kedua term tersebut dengan
term ketiga.

Contoh:
Hewan adalah makhluk yang memiliki
perasaan.
Anjing adalah hewan.
Jadi, anjing adalah makhluk yang
memiliki perasaan.
2. Kedua premis tidak boleh
negatif.
Jika kedua premis negatif, term minor
dan term mayor sama-sama tidak
cocok dengan term antara.
Artinya, term antara tidak mampu
membentuk hubungan antara term
minor S dengan term mayor P.

Contoh:
Marcos tidak merasa bahagia.
Juan bukan Marcos.
Jadi, Juan tidak merasa bahagia.
3. Jika salah satu premisnya
partikular, maka kesimpulannya
juga harus partikular; jika salah
satu premisnya negatif, maka
kesimpulannya juga negatif.
Jika premis-premisnya negatif dan
partikular, maka kesimpulannya juga
harus negatif dan partikular. Jadi,
kesimpulan harus sesuai dengan
premis minor.

Contoh
Semua orang Jawa adalah warga negara
Indonesia.
Beberapa orang itu adalah orang Jawa.
Jadi, beberapa orang itu adalah warga
negara Indonesia.

Orang Bali bukan orang Irian.
Nyoman adalah orang Bali.
Jadi, Nyoman itu bukan orang Irian.
4. Kedua premis tidak boleh
partikular; salah satu premis harus
universal.
Jika kedua premis sama-sama
partikular, ada tiga kemungkinan: (a)
keduanya afirmatif; (b) keduanya
negatif; (c) yang satu afirmatif dan
yang lainnya negatif.
Contoh (a)
Beberapa mahasiswa rajin belajar.
Ada mahasiswa mencontek dalam
ujian.
Jadi, ada orang yang rajin belajar
mencontek dalam ujian.

Jika kedua premis adalah afirmatif
partikular, maka semua term yang
ada adalah partikular.
Contoh (b)
Tim bola voli kita tidak berhasil menjadi
juara.
Tim sepak bola kita juga tidak berhasil
menjadi juara.
Jadi, tim bola voli bukan tim sepak bola.

Jika kedua premis adalah negatif
partikular, maka tidak mungkin ditarik
kesimpulan.
Contoh (c)
Ada temanku yang tidak pernah hadir
kuliah.
Beberapa anggota tim SAR adalah
teman-temanku.
Jadi, beberapa anggota tim SAR tidak
pernah hadir kuliah.

Jika salah satu premis adalah afirmatif
partikular dan yang lainnya adalah
negatif partikular, maka akan terjadi
pelanggaran yang berupa generalisasi
term P di dalam kesimpulan.
Pola/Figur Silogisme Kategoris
Adalah tatanan yang benar dari letak
term antara M dalam hubungannya
dengan term minor S dan term mayor
P.

Ada empat kemungkinan tatanan
atau rangkaian S-M-P yang dapat
diskemakan sebagai berikut :
M = P P = M M = P P = M
S = M S = M M = S M = S
S = P S = P S = P S = P

Silogisme Hipotetis
Adalah silogisme silogisme yang memiliki
premis mayor berupa proposisi hipotetis,
sementara premis minor dan kesimpulannya
berupa proposisi kategoris.

Ada tiga jenis silogisme hipotetis, yaitu :
silogisme kondisional, silogisme disjungtif, dan
silogisme konjungtif.
Silogisme Kondisional
Adalah silogisme yang mempunyai premis
mayor berupa proposisi kondisional,
sementara premis minor dan kesimpulannya
berupa proposisi kategoris.
Proposisi dalam rumusan silogisme ini
menyatakan hubungan ketergantungan atau
dependensi antara dua klausa atau anak
kalimat, yaitu antesedens dan konsekuens.

Kebenaran putusan hipotetis semacam ini
terletak pada hubungan dependensi serta
hubungan logis di antara kalaimat yang satu
(antesedens) dengan kalimat yang lainnya
(konsekuens).

Contoh:
Jika ada hidup, maka ada perjuangan.
Hidup ini ada.
Jadi, ada perjuangan.

Silogisme Disjungtif
Adalah silogisme yang memiliki premis mayor
berupa proposisi disjungtif, sedangkan premis
minor dan kesimpulannya berupa proposisi
kategoris.

Contoh:
Munir akan pergi kuliah atau nonton film.
Ia ternyata pergi kuliah.
Jadi, ia tidak pergi nonton film.

Silogisme Konjungtif
Adalah silogisme yang mempunyai premis
mayor yang berbentuk proposisi konjungtif,
sementara premis minor dan kesimpulannya
berupa propisisi kategoris.
Proposisi konjungtif adalah propisisi yang
memiliki dua predikat yang bersifat kontraris,
yakni tidak mungkin sama-sama memiliki
kebenaran pada saat yang bersamaan.
Contoh:
Air tidak dapat dirasakan panas dan dingin
pada saat yang bersamaan.
Air ini dingin.
Jadi, air ini tidak panas.

Kita tidak mungkin berada di Surabaya dan di
Yogyakarta pada saat yang sama.
Kita berada di Yogyakarta.
Jadi, kita tidak berada di Surabaya.

Kita tidak mungkin berada di Surabaya dan
Yogyakarta pada saat yang sama.
Kita tidak di Surabaya.
Jadi, kita berada di Yogyakarta.


SELESAI

Anda mungkin juga menyukai