Anda di halaman 1dari 29

Putu Oka NGAKAN

Mengenal Pohon
Penerbit












Bab I
PENDAHULUAN





1.1. Morfologi, Taksonomi dan Dendrologi
Bagi seorang rimbawan baik yang profesional maupun yang pemula,
pengenalan atau pengetahuan akan species tumbuhan, paling tidak pohon, adalah
penting. Hal ini disebabkan oleh pekerjaan seorang rimbawan berkaitan dengan
hutan sebagai komunitas tumbuhan, baik secara langsung ataupun tidak langsung.
Di lain pihak species tumbuhan adalah sangat beranekaragam dan masing-masing
memiliki morfologi dan karakteristik biologis sendiri-sendiri yang berbeda satu
dengan yang lainnya. Ilmu pengetahuan yang memberikan kita kemampuan untuk
mengenal tumbuhan secara umum dikenal dengan sebutan Taksonomi Tumbuhan
(Plant Taxonomy). Namun, banyak rimbawan berpendapat bahwa mereka hanya
perlu mengenal dan mengetahui sifat-sifat dari species pohon saja, karena rimba
atau hutan didominasi oleh pohon. Bidang ilmu yang secara khusus mempelajari
mengenai pohon dikenal dengan sebutan Dendrology. Kata dendrology berasal dari
dua kata: Dendro yang berarti pohon dan Logos berarti ilmu. Dalam Bahasa
Indonesia kata dendrology dieja sebagai dendrologi.
Intisari pengetahuan taksonomi tumbuhan maupun dendrologi adalah
pengenalan bentuk dan karakteristik tumbuhan, dan selanjutnya mengelompok-
ngelompokkannya ke dalam kelompok taksa. Melalui pemahaman yang baik
mengenai bentuk dan karakteristik tumbuhan, kita akan mampu: a) melihat dengan
cepat kesamaan individu-individu dari species yang sama; b) melihat perbedaan
individu-individu dari species yang memang berbeda; c) mengelompok-
ngelompokkan (klasifikasi) species yang berbeda tetapi memiliki karakteristik yang
sama atau mirip; d) dan pada akhirnya mencari tahu nama dari suatu species
tumbuhan atau pohon dengan menelusuri buku flora atau kunci determinasi. Oleh
karena itu, sebagai langkah awal dalam belajar taxonomi tumbuhan atau dendrologi,
kita harus terlebih dahulu memahami bentuk dan karakteristik tumbuhan. Ilmu yang
secara kkhusus mempelajari karakteristik atau bentuk organ-organ tumbuhan
disebut dengan Morphology (morfologi dalam Bahasa Indonesia) tumbuhan. Untuk
membantu para pemula dalam mempelajari dendrologi, pada bagian awal dari buku
ini disajikan pengetahuan ringkas mengenai morfologi tumbuhan.



















































Bab II
HIRARKHI KLASIFIKASI
TUMBUHAN






Sebagai sebuah proses, klasifikasi tumbuhan dapat diartikan sebagai
langkah-langkah untuk melakukan pengkategorian tumbuh-tumbuhan menurut
sistem yang logis, sehingga kita dapat memahami berbagai macam tumbuhan yang
ada di bumi ini. Melalui sistem klasifikasi, organisme, dalam hal ini tumbuhan,
dikelompok-kelopokkan menurut hirarkhinya dan masing-masing kelompok diberi
nama sehingga memudahkan kita untuk mengenali secara lebih mandalam setiap
kelompok organisme tersebut. Oleh karena itu, klasifikasi bukan saja penting bagi
para ahli taksonomi atau biologi, melainkan juga penting bagi masyarakat umum,
karena dalam kehidupannya manusia tidak dapat lepas dari keberadaan organisme
lain, apakah itu sebagai sumber bahan sandang dan pangan, energi, hama, penyakit,
parasit atau yang lainnya.
Dengan adanya ilmu klasifikasi, lebih dari 300,000 species tumbuhan hijau
telah diketahui (Stace, 1991). Lebih dari 100,000 species jamur dan ratusan ribu
jasad renik lainnya telah diidentifikasi. Saat ini, sekitar 2000 species tumbuhan baru
diidentifikasi setiap tahunnya dan masih sangat banyak lagi organisme lainnya yang
belum teridentifikasi sampai saat ini. Sementara itu di antara yang telah
teridentifikasi pun banyak ditemukan kesalahan klasifikasi. Permasalahan ini
menjadi beban bagi para ilmuwan taksonomi.
Dari seluruh species yang ada, seorang ilmuwan taxonomi tumbuhan hanya
mungkin dapat mengetahui sebagian kecil saja. Pada sisi lain, jumlah ilmuwan
taksonomi adalah sangat terbatas, sementara minat generasi muda, khususnya di
Indonesia, untuk membidangi ilmu klasifikasi atau taksonomi adalah sangat jarang.
Pemerintah Indonesia juga masih sangat kurang memberikan perhatian pada salah
satu cabang dari ilmu dasar ini.
Dalam melakukan klasifikasi, tumbuhan dikelopok-kelompokkan dalam
berbagai tingkatan yang disebut dengan hirarkhi. Sesuai dengan The International
Code of Botanical Nomenclature, kerajaan tumbuh-tumbuhan dibagi ke dalam 12
tingkatan hirarkhi, mulai dari Kingdom, Division, Class, Order, Family, Tribe,
Genus, Section, Series, Species, Variety, Form. Dari keduabelas tingkatan tersebut
masih dilakukan pembagian atas beberapa tingkatan lagi seperti: Subdivision,
Subclass, Superorder, Suborder, Subfamily, Subtribe, Sub Genus, Subsection,
Subseries, Subspecies dan Subvariety. Tabel ?? dan Gambar ?? memperlihatkan
tingkatan hirarkhi dari kerajan tumbuhan, masing-masing dilengkapi dengan
akhiran yang digunakan untuk nama-nama yang ada pada setiap tingkatan hirarkhi.

Tabel ?. Hirarkhi taksonomi tumbuhan dilengkapi dengan akhiran yang
direkomendasikan bagi beberapa nama untuk tingkat hirarkhi
tertentu
Tingkatan Hirarkhi Akhiran Nama Contoh

Kingdom
Subkingdom
Division (Phylum)
Subdivision
Class
Subclass
Superorder
Order
Suborder
Family
Subfamily
Tribe
Subtribe
Genus
Subgenus
Section
Subsection
Series
Subseries
Species
Subspecies
Variety
Subvariety
Form


-bionta
-phyta
-phytina
-opsida
-idae

-ales
-ineae
-aceae
-oideae
-eae
- inae


Plantae
Embryobionta
Tracheophyta
Spermatophytina
Angiospermopsida
Dicotyledonidae
Rosanae
Ranales
Magnoliineae
Myristicaceae



Knema





Latericia
albifolia
Catatan: dalam beberapa buku, Division Tracheophyta ditulis juga sebagai
Embryophyta Siphonogama (Lawrence, 1966), atau dalam klasifikasi menurut Hallier
dinyatakan sebagai Spermatophyta.






























Gambar ?. Skema menunjukkan gambaran susunan hirarkhi kerajan tumbuhan



Klasifikasi Tumbuhan Berpembuluh
Menurut sistem klasifikasi Engler (Lawrence, 1966), kerajaan tumbuhan
dibagi kedalam 13 division, sebelas diantaranya tergolong tumbuhan Thallophyta
yaitu kelompok jamur dan bakteri. Dua division lainnya adalah Embryophyta
Asiphonogama yaitu kelompok lumut-lumutan dan paku-pakuan serta Embryophyta
Siphonogama atau disebut juga Spermatophyta yaitu kelompok tumbuhan berbunga.
Berikut ini disajikan hirarkhi klasifikasi beberapa kelompok tumbuhan
berpembuluh (vascular plant), yaitu yang termasuk dalam subdivision Pteridophyta
(paku-pakuan) dari division Embryophyta Asiphonogama dan subdivision
Gymnospermae serta subdivison Angiospermae dari division Embryophyta
Siphonogama (menurut Engler dan dimodifikasi dari Lawrence, 1966). Family dari
setiap order yang dimunculkan hanyalah yang ditemukan di wilayah kerajaan
tumbuhan Malesia atau sering juga disebut Timur Jauh (Far East)
(dimodifikasi dari Van Steenis, 1987). Tanda bintang di belakang nama order atau
Kingdom
Division
Class
Order
Family
Genus
Species
suborder menunjukkan bahwa, family dari order atau suborder tersebut tidak
ditemukan di wilayah Malesia.

Kingdom: Plantae
Sub Kingdom: Embryobionta
Division XII. EMBRYOPHYTA ASIPHONOGAMA
Subdivision 1: BRYOPHYTA
Subdivision 2: PTERIDOPHYTA
Class 1: Articulatae
Order 1. Equisetales
Family : Equisetaceae (family rumput betung)
Class 2: Lycopodiina
Order 2. Lycopodiales
Family : Lycopodiaceae (family paku kawat)
Order 3. Selaginellales
Family : Selaginellaceae (family paku rane)
Class 3: Psilotinae
Order 4. Psilotales
Family : Psilotaceae
Class 4: Isoetinae
Order 5. Isoetales
Family : Isoetaceae
Class 5: Filicinae
Subclass: Eusporangiatae
Order 6. Ophioglossales
Family : Ophioglossaceae (family tunjuk langit)
Order 7. Marattiales
Family : Marattiaceae
Subclass: Leptosporangiatae
Order 8. Eufilicales
Family : Osmundaceae
: Schizaeaceae (family paku cakar ayam)
: Gleicheniaceae (family paku resam)
: Hymenophyllaceae
: Cyatheaceae (family paku kidang)
: Dicksoniaceae
: Polypodiaceae (family paku tikus)
: Parkeriaceae (family paku rioh)
Order 9. Hydropteridales
Family : Marsileaceae
: Salviniaceae

Division XIV. EMBRYOPHYTA SHIPHONOGAMA
Subdivision 1. GYMNOSPERMAE
Order 10. Cycadales
Family : Cycadaceae (family pakis raja)
Order 11. Ginkgoales*
Order 12. Conifeae
Family : Podocarpaceae (family jemuju)
: Araucariaceae (family damar)
: Pinaceae (family tusam)
Order13. Gnetales
Family : Gnetaceae (family melinjo)

Subdivision 2. ANGIOSPERMAE
Class I. Monocotyledoneae
Order 14: Pandanales
Family : Typhaceae (family lembang)
: Pandanaceae (family pandan)
: Sparganiaceae (family Sparganium)
Order 15. Helobiae
Family : Potamogetonaceae (family Ruppia)
: Najadaceae (family Najas)
: Aponogetonaceae
: Juncaginaceae
: Alismataceae (famili bia)
: Butomaceae (family eceng)
: Hydrocharitaceae (family ganggeng)
Order 16. Glumiflorae
Family : Poaceae = Gramineae (family rumput)
: Cyperaceae (family rumput teki)
Order 17. Principes
Famili : Arecaceae = Palmae (family palem)
: Cyclanthaceae (family Carludivica)
Order 19. Spathiflorae
Family : Araceae (famili talas)
: Lemnaceae
Order 20. Farinosae
Family : Xyridaceae (family mendongan)
: Eriocaulaceae
: Bromeliaceae (family nenas)
: Commelinaceae (famili gewor)
: Pontederiaceae (family eceng gondok)
: Cyanastraceae
: Flagellariaceae (family rotan dapit)
: Philydraceae
: Restionaceae
Order 21. Liliiflorae
Suborder: Juncineae
Family : Juncaceae
Suborder: Liliineae
Family : Liliaceae (family bawang)
: Stemonaceae (family ubi gorita hitam)
: Haemodoraceae
: Amaryllidaceae (family bakung)
: Taccaceae (family kacuna)
: Dioscoreaceae (family gadung)
Suborder: Iridineae
Family : Iridaceae (family gladiol)
Order 22. Scitamineae
Family : Musaceae (family pisang)
: Lowiaceae
: Zingeberaceae (family temu)
: Cannaceae (family tasbih)
: Marantaceae (family bamban)
Order 23. Microspermae
Family : Burmanniaceae
: Corsiaceae
: Orchidaceae (family anggrek)

Class II. Dicotyledoneae
Order 1. Verticillatae
Family : Casuarinaceae (family cemara)
Order 2. Piperales
Family : Saururaceae
: Piperaceae (famili sirih)
: Chloranthaceae (Family kerastulang)
Order 3. Hydrostachyales*
Order 4. Salicales
Family : Salicaceae (family dedalu)
Order 5. Garryales*
Order 6. Myricales
Family : Myricaceae (family mangkoan)
Order 7. Balanopsidales*
Order 8. Leitneriales*
Order 9. Juglandales
Family : Juglandaceae (family donglu)
Order 10. Julianiales*
Order 11. Batidales
Family : Batidaceae
Order 12. Fagales
Family : Betulaceae (family Betula)
: Fagaceae (family pasang)
Order 13. Urticales
Family : Ulmaceae (family mengkirai)
: Moraceae (family beringin)
: Cannabiaceae (family ganja)
: Urticaceae (family jelatang)
Order 14. Podostemales
Family : Podostemaceae
Order 15. Proteales
Family : Proteaceae (family kendung)
Order 16. Santales
Suborder: Santalineae
Family : Olacaceae (family petaling)
: Opiliaceae
: Santalaceae (family kayu cendana)
Suborder: Loranthineae
Family : Loranthaceae (family benalu)
Order 17. Aristolochiales
Family : Aristolochiaceae (family puyan)
: Rafflesiaceae (family bunga raflesia)
Order 18. Balanophorales
Family : Balanophoraceae (family perud)
Order 19. Polygonales
Family : Polygonaceae (family sapuan)
Order 20. Centrospermae
Family : Chenopodiaceae (family being)
: Amaranthaceae (family bayam sayur)
: Nyctaginaceae (family kampah)
: Phytolaccaceae
: Aizoaceae (family jalo)
: Portulacaceae (family gelang)
: Basellaceae (family gandola)
: Caryophyllaceae (family angling)
: Centrolepidaceae
Order 21. Ranales.
Suborder: Nymphaeineae
Family : Nymphaeaceae (famili teratai)
: Ceratophyllaceae (family ganggang)
: Cabombaceae
Soborder: Trochodendrineae*
Suborder: Ranunculineae
Family : Ranunculaceae (family kelimat)
: Berberidaceae (family Berberis)
: Menispermaceae (family akar kuning)
Suborder: Magnoliineae
Family : Magnoliaceae (famili cempaka)
: Himantandraceae
: Illiciaceae
: Schisandraceae
: Annonaceae (Family kenanga/srikaya)
: Eupomatiaceae
: Myristicaceae (famili pala)
: Monimiaceae
: Lauraceae (famili medang/kayu manis)
: Hernandiaceae (family kampe)
: Winteraceae
Order 22. Rhoedales
Suborder: Rhoeadineae
Family : Papaveraceae (family opium)
: Fumariaceae
Suborder: Capparidineae
Family : Capparidaceae (family kumis kucing)
: Cruciferae = Brassicaceae (family lobak)
Suborder: Resedineae
Family : Resedaceae
Suborder: Moringineae
Family : Moringaceae (family kelor)
Suborder: Bretschneiderineae*
Order 23. Serraceniales
Family : Nepenthaceae (family kantong semar)
: Droseraceae (family punggu api)
Order 24. Rosales
Suborder: Saxifranineae
Family : Crassulaceae (family cocor bebek)
: Saxifragaceae (family gigil)
: Pittosporaceae (family kayu kutana)
: Byblidaceae
: Cunoniaceae (family family ringgit)
: Hamamelidaceae (family rasamala)
Suborder: Rosineae
Family : Rosaceae (family mawar)
: Chrysobalanaceae
: Connaraceae (family meribungan akar)
: Fabaceae = Leguminosae (family polong)
Order 25. Pandales*
Order 26. Geraniales
Suborder: Geraniineae
Family : Oxalidaceae (family belimbing)
: Geraniaceae (family daun amber)
: Tropaeolaceae
: Linaceae (family akar tanduk)
: Erythroxylaceae (family kayu urang)
: Zygophyllaceae
: Rutaceae (family jeruk)
: Simarubaceae (family tambara)
: Burceraceae (Family kenari)
: Meliaceae (family langsat/duku)
Suborder: Malpighiineae
Family : Malpighiaceae (family jeranan)
: Trigoniaceae (family buah mulo)
Suborder: Polygalineae
Family : Polygalaceae (family sapuan)
Suborder: Dichapetalineae
: Dichapetalaceae
Suborder: Tricocceae
Family : Euphorbiaceae (family jarak/kemiri)
: Daphniphyllaceae
Suborder: Callitrichineae
Family : Callitrichaceae
Order 27. Sapindales
Suborder: Buxineae
Family : Buxaceae (family kesumba)
Suborder: Empetrineae*
Suborder: Coriariineae
Family : Coriariaceae
Suborder: Limnanthineae*
Suborder: Anacardiineae
Family : Anacardiaceae (family mangga)
Suborder: Celastrineae
Family : Pentaphyllacaceae
: Corynocarpaceae
: Aquifoliaceae (famili ki sekel)
: Celastraceae (family perupuk)
: Salvadoraceae
: Stackhousiaceae
: Staphyleaceae (family bangkongan)
Suborder: Icacinineae
Family : Icacinaceae (family banol)
: Aceraceae (family waru kembang
: Sapindaceae (family rambutan)
Suborder: Sabiineae
Family : Sabiaceae
Suborder: Melianthineae*
Suborder: Didereineae*
Suborder: Balsaminineae
Family : Balsaminaceae (family pacar)
Order 28. Rhamnales
Family : Rhamnaceae (family bidara)
: Vitaceae (family anggur)
Order 29. Malvales
Suborder: Elaeocarpineae
Family : Elaeocarpaceae (family genitri)
Suborder: Chlaeneae*
Suborder: Malvineae
Family : Tiliaceae
: Malvaceae (famili waru)
: Bombacaceae (family durian)
: Sterculiaceae (family kelumpang, kakao)
Suborder: Scytopetalineae*
Order 30. Parietales
Suborder: Theineae
Family : Dilleniaceae (family simpur)
: Actinidaceae
: Ochnaceae
: Theaceae (family puspa, the)
: Cluciaceae = Guttiferae
: Hypericaceae
: Dipterocarpaceae (family meranti)
Suborder: Tamaricineae
Family : Elatinaceae
: Tamaricaceae
Suborder: Cistineae
Family : Bixaceae
Suborder: Cochlospermineae
Family : Cochlospermaceae
Suborder: Flacourtiineae
Family : Violaceae (family antanan)
: Flacourtiaceae (famili rukam, keloak)
: Turneraceae
: Passifloraceae (family markisa)
Suborder: Papayineae
Family : Caricaceae (family pepaya)
Suborder: Loasineae
Family : Loasaseae
Suborder: Datscineae
Family : Datiscaceae (
Suborder: Begoniineae
Family : Begoniaceae (family begonia)
Suborder: Ancistrocladineae
Family : Ancistrocladaceae
Order 31. Opuntiales
Family : Cactaceae (family kaktus)
Order 32. Myrtales
Suborder:Thymelaeineae
Family : Thymelaeaceae
: Elaeagnaceae
Suborder: Myrtineae
Family : Lythraceae (family bungur)
: Sonneratiaceae
: Crypteroniaceae
: Punicaceae
: Lecythidaceae (family putat)
: Rhizophoraceae (family bakau)
: Nyssaceae
: Alangiaceae
: Combretaceae (family ketapang)
: Myrtaceae (family jambu)
: Melastomataceae (family senduduk)
: Trapaceae
: Onagraceae
: Haloragaceae
Suborder: Hippuridineae*
Suborder: Cynomoriineae*
Order 33. Umbelliflorae
Family : Araliaceae (family mangkokan)
: Apiaceae = Umbelliferae (fam. pegagan)
: Cornaceae
Order 34. Diapensiales*
Order 35. Ericales
Suborder: Ericineae
Family : Clethraceae
: Ericaceae
Suborder: Epacridineae
Family : Epacridaceae
Order 36. Primulales
Family : Theophrastaceae
: Myrsinaceae
: Primulaceae
Order 37. Plumbaginales
Family : Plumbaginaceae
Order 38. Ebenales
Suborder: Sapotineae
Family : Sapotaceae (family sawo)
Suborder: Diospyrineae
Family : Ebenaceae (family eboni)
: Symplocaceae
: Styracaceae (family kemenyan)
Order 39. Contortae
Suborder: Oleineae
Family : Oleaceae
Suborder: Gentianineae
Family : Loganiaceae (family tembusu)
: Gentianaceae
: Apocynaceae (family kemboja)
: Asclepiadaceae (family biduri)
Order 40. Tubiflorae
Suborder: Convolvulineae
Family : Convolvulaceae (family kangkung)
: Polemoniaceae
Suborder: Lennoineae*
Suborder: Borragineae
Family : Hydrophyllaceae
: Borraginaceae (family kendal)
Suborder: verbenineae
Family : Verbenaceae (familyjati)
: Labiateae (family paci)
Suborder: Solanineae
Family : Solanaceae (familyterung)
: Scorphulariaceae (family kukurang)
: Bignoniaceae (family tui)
: Pedaliaceae (family bijan)
: Orobanchaceae
: Gesneriaceae
: Lentibulariaceae
Suborder: Acanthineae
Family : Acanthaceae (family jeruju)
Suborder: Myoporineae
Family : Myoporaceae
Suborder: Phrymineae*
Order 41. Plantaginales
Family : Plantaginaceae
Order 42. Rubiales
Family : Rubiaceae (family kopi)
: Caprifoliaceae (family sengitan)
: Valerianaceae
: Dipsacaceae
Order 43. Cucurbitales
Family : Cucurbitaceae (family timun)
Order 44. Campanulatae
Family : Campanulaceae (family gunda)
: Goodeniaceae
: Stylidaceae
: Compositae = Asteraceae (fam. sembung)

















Bab II
TATA PENAMAAN
TUMBUHAN






Pentingnya Nama Tumbuhan
Biasanya, tumbuhan secara lokal telah memiliki nama yang diberikan oleh
masyarakat setempat, misalnya: meranti, bayur, nyatoh, durian, kayu hitam, dan
lain lain. Dalam ilmu taksonomi atau dendrologi nama ini disebut dengan nama
daerah atau nama lokal (dalam Bahasa Inggris: common name atau vernacular
name). Selain itu tumbuhan atau pohon juga memiliki nama ilmiah (scientific name)
yang juga sering disebut nama Latin (Latin name), karena menggunakan Bahasa
Latin. Nama ilmiah adalah nama resmi species tumbuhan yang dibuat berdasarkan
peraturan tatanama (nomenclature).
Mengapa harus dibuat dan dipakai nama ilmiah, yang mana sulit untuk
dipahami dan diingat, padahal telah ada nama daerah yang telah umum digunakan?
Jawabannya, karena nama daerah yang hanya dipakai oleh masyarakat lokal akan
berbeda-beda antar satu daerah dengan daerah lainnya. Misalnya, pisang diberi
nama gedang dalam Bahasa Jawa, unti dalam Bahasa Bugis, biyu dalam Bahasa
Bali, banana dalam Bahasa Inggris, dan disebut juga dengan nama lainnya di
daerah lainnya. Dengan demikian, apabila nama tumbuhan ditulis dalam nama
daerah, maka dapat dibayangkan betapa sulitnya masyarakat ilmiah international
untuk memahaminya. Lebih dari sekedar kesulitan untuk memahami tumbuhannya,
penggunaan nama daerah dapat membingungkan karena satu species akan memiliki
banyak nama, sebaliknya beberapa species yang berbeda secara taksonomi dapat
memiliki nama yang sama. Sebagai contoh, gedang adalah sebutan pisang (Musa
paradisiaca) dalam Bahasa Jawa. Jika di daerah Sunda atau di daerah Bali kita
meminta sebuah gedang, maka orang akan datang membawa sebuah pepaya
(Carica papaya) karena di daerah tersebut gedang adalah sebutan untuk pepaya.
Karena nama ilmiah atau nama Latin berlaku internasional, maka dengan menyebut
satu nama ilmiah atau Latin, semua orang di dunia dapat mengetahuinya.


Kelebihan dan Kekurangan Nama Daerah dan Nama Ilmiah
Dalam hal-hal tertentu, nama daerah juga memiliki kelebihan. Berikut ini
adalah kelebihan dan kekurangan dari nama daerah dan nama ilmiah (Harrington
and Durrell, 1957).

Kelebihan dari nama daerah:
a. Nama daerah merupakan nama yang dikenal dan dipakai secara umum pada suatu
daerah.
b. Nama daerah biasanya ringkas, sederhana dan relatif mudah diingat karena
menggunakan kata-kata umum, seperti "bunga matahari, kembang kertas, atau
putri malu".
c. Sebagaimana juga nama ilmiah, nama daerah juga sering mencirikan diskripsi
dari species tersebut, misalnya suatu species tumbuhan diberi nama "sedap
malam" karena bunganya berbau harum di malam hari, diberi nama "kayu
hitam" karena kayunya berwarna hitam, diberi nama "pandan wangi" karena
diantara species pandan yang ada, hanya species tersebut yang berbau harum,
"rambutan" karena buahnya ditutupi banyak rambut.

Kelemahan dari nama daerah
a. Pengertiannya hanya dapat dipahami oleh satu daerah diantara jutaan daerah yang
ada di dunia.
b. Tumbuhan yang sama dapat memiliki lebih dari satu nama. Nama yang berbeda
dapat diberikan oleh orang yang berbeda pada satu daerah yang sama maupun
pada daerah yang berbeda.
c. Satu nama yang sama dapat dipakai untuk beberapa species yang berbeda pada
daerah yang berbeda.
d. Nama daerah dapat sangat tidak masuk akal dan menggelikan. Misalnya, nama
buah dalam Bahasa Inggris "pineapple", yang mana berarti nenas, sama sekali
tidak ada hubungannnya dengan nama "pine" yang berarti pohon pinus dan
"apple" yang berarti buah apel.
e. Tidak ada aturan tatanama dalam pemberian nama daerah, sehingga tidak ada
dasar ketentuan yang dapat dipakai untuk menyatakan apakah nama tersebut
benar atau salah.

Kelebihan dari nama ilmiah
a. Nama ilmiah disusun dan dievaluasi menurut sistem hukum dan aturan tatanama
yang definitive (nomenclature). Hukum dan aturan tatanama ini ditetapkan
melalui Kongres International tentang Nomenclature Botani, yang mana untuk
terakhir kalinya diadakan di Paris, Perancis pada tahun 1954. Pada dasarnya
semua ilmuwan taksonomi mengacu pada convensi ini dalam memberikan nama
untuk sebuah species tumbuhan.
b. Tumbuhan yang sekalipun memiliki penyebaran sangat luas di dunia akan hanya
memiliki satu nama yang sama dan dieja dengan huruf yang sama pula.
c. Setiap tumbuhan hanya memiliki satu nama yang sah. Dapat saja terjadi bahwa
tumbuhan yang telah diberi nama ilmiah (misal A a) di suatu negara diduga
sebagai species baru oleh ilmuwan taksonomi di negara lain dan diberi nama
yang berbeda (misal B b). Dalam hal ini nama yang sah adalah nama yang diberi
lebih/paling dahulu (A a), sedangkan nama-nama lainnya (B b) disebut
"synonyms". Jadi nama "B b" tidak berlaku.
d. Satu nama hanya dimiliki oleh satu species tumbuhan. Dapat saja terjadi
kesalahan bahwa nama yang sudah dipakai untuk suatu species tumbuhan di
suatu negara, tanpa diketahui dipakai lagi untuk tumbuhan lain di negara lain.
Kesalahan ini disebut dengan "homonymes". Jadi penamaan untuk species yang
ke-dua adalah tidak sah dan harus diganti dengan nama baru.
e. Nama ilmiah pada umumnya bersifat diskriptif dan menjelaskan karakteristik dari
tumbuhannya dengan jelas. Misalnya, Dipterocarpus grandiflorus: Di = dua,
ptero = sayap, carp = buah, grandi = besar, -florus (flora atau florum yang
diletakkan di akhir kata) = bunga. Jadi, Dipterocarpus grandiflorus berarti
tumbuhan yang memiliki buah bersayap dua dengan bunga berukuran besar.
Distylium racemosum adalah tumbuhan yang style-nya 2 atau bercabang 2
dengan untaian bunga berbemntuk raceme.

Kemungkinan kelemahan nama ilmiah
a. Plant nomenclature sebagai aturan penamaan tumbuhan sedunia diseragamkan
pelaksanaannya sejak tahun 1867 (The Paris International Botanical Congress),
sedangkan sebagai sebuah cabang ilmu, taksonomi telah berkembang jauh
sebelumnya. Para ahli botani di Amerika, misalnya, mengikuti dua model aturan
tatanama. Sebagian mereka menggunakan aturan international dan sebagian lagi
menggunakan aturan yang hanya berlaku di Amerika. Dengan demikian,
terdapat sedikit kerancuan terutama pada species tumbuhan yang telah diberi
nama sebelum tahun 1930. Akan tetapi, melalui beberapa proses revisi,
kerancuan-kerancuan tersebut sedikit demi sedikit telah disempurnakan.
b. Dalam kasus-kasus tertentu, hukum atau peraturan apa pun dapat menghasilkan
ketidak adilan atau kebingungan. Akan tetapi hal ini bukanlah berarti kita lantas
sebaiknya menjauhi hukum atau segala yang berkaitan dengannya.
c. Dalam aturan tatanama, apabila terjadi bahwa satu species diberi beberapa nama,
maka nama yang sah secara hukum adalah nama yang terdahulu atau pertama
diberikan. Hal ini dikenal dengan "low of priority", dan tentunya tak seorang
pun ingin melanggarnya. Sayang sekali, terkadang beberapa tumbuhan yang
telah bertahun-tahun umum dikenal dengan nama tertentu ternyata telah pernah
diberikan nama sebelumnya. Untuk hal ini kita harus tidak lagi menggunakan
nama yang telah umum dipakai tersebut dan menggantikannya dengan nama
yang benar tetapi tidak umum.
d. Dalam beberapa kasus, nama ilmiah dapat menyimpang dari pengertian logis.
Misalnya, Linnaeus telah memberi nama 2 species dari Convallaria yang
memiliki 2 dan 3 helai daun pada batangnya berturut-turut: Convallaria bifolia
L. dan Convallaria trifolia L. Belakangan Greene yang melakukan revisi
menetapkan bahwa genus ke dua species ini termasuk dalam genus Unifolium,
bukan Convallaria. Dengan demikian, menurut aturan tatanama nama, genus
dari ke dua species tersebut harus diubah tanpa mengubah nama epitetnya,
sehingga terjadilah kombinasi nama yang rancu dan lucu: Unifolium bifolium
(L.) Greene dan Unifolium trifolium (L.) Greene, yang berarti species yang
berasal dari genus berdaun 1 yang memiliki 2 dan 3 daun.
e. Nama ilmiah sering sangat panjang dan tersusun dari suku kata yang tidak umum.
Hal ini membuat orang menjadi sulit untuk mengingatnya.


Bagimana Tumbuhan Diberi Nama Ilmiah?
Sebelum pertengahan abad ke delapan belas, nama tumbuhan pada
umumnya adalah polynomials, terdiri dari beberepa kata yang kurang lebih
menjelaskan diskripsi dari tumbuhan tersebut. Dengan semakin berkembangnya
ilmu taksonomi tumbuhan, semakin banyak species baru yang harus dibuatkan
namanya dan harus diingat namanya, sehingga sistem polynomials menjadi tidak
praktis lagi untuk diterapkan. Adalah Linnaeus pada tahun 1753 (dalam tulisannya
berjudul Species Plantarum) (Lawrence, 1966), yang pertama kali mengajukan
gagasan agar sistem penamaan species tumbuhan diubah menajdi binomial. System
binomial mendalilkan bahwa, nama setiap species tumbuhan terdiri dari hanya dua
kata, misalnya Santalum albun, yaitu pohon cendana. Dalam sistem binomial, kata
pertama sebuah nama species (Santalum) menunjukkan nama genus dari species
tersebut dan nama kedua yang juga disebut sebagai epitet adalah species tertentu
dari genus tersebut.
Tata penamaan ilmiah tumbuhan diatur dalam aturan tata penamaan yang
dikenal dengan nomenclature. Kata nomenclature yang berarti pemberian nama
berdasarkan sebuah sistem berasal dari akar kata dalam Bahasa Latin nomen
yang berarti nama. Munculnya aturan penamaan species tumbuhan secara ilmiah
tersebut berawal dari gagasan yang dikemukakan oleh A. P. de Candole tahun 1813
yang diekspresikan dalam teorinya "Thorie lmentaire de la Botanique" (Gledhill,
1989). Gagasan dari Candole ini banyak mengacu pada apa yang telah
dikemukanan oleh Linaeus sebelumnya, tahun 1753 (Lawrence, 1966). Candole
menyarankan bahwa tumbuhan harus diberi nama dalam Bahasa Latin atau bahasa
lain yang diLatinkan. Selanjutnya putera dari A. P. de Candole mengembangkan
gagasan ayahnya yang kemudian diadopsi oleh Kongres Botani Internasional yang
diselenggarakan di Paris, Perancis tahun 1867 sebagai berikut:
a. Satu species tumbuhan harus memiliki tidak lebih dari satu nama.
b. Tidak boleh ada dua atau lebih species tumbuhan bernama sama.
c. Jika tumbuhan memiliki dua nama, maka nama yang sah adalah nama yang telah
diberikah lebih dulu yang dipublikasi setelah tahun 1753.
d. Nama orang yang membuat nama tumbuhan tersebut harus ditulis setelah nama
tumbuhan tersebut.
Penamaan tumbuhan diatur sesuai dengan hirarkhi taksonominya mulai dari
tingkat Divisi dampai ke tingkat di bawah species sebagaimana telah dijelaskan
sebelumnya.

Nama family tumbuhan
Nama family merupakan kata keterangan majemuk dibendakan yang
diambil dari nama sebuah genus dari family tersebut dengan memberikan akhiran -
aceae. Sebagai contoh family Dipterocarpaceae diambil dari nama genusnya
Dipterocarpus, family Anacardiaceae diambil dari nama genusnya Anacardium,
family Moraceae diambil dari nama genusnya Morus, family Euphorbiaceae
diambil dari nama genusnya Euphorbia, dan banyak lagi contoh lainnya. Dengan
adanya revisi kelompok tumbuhan, beberapa nama genus terkadang berubah karena
dianggap tidak relefan. Untuk family yang nama genusnya mengalami perubahan,
nama family tersebut biasanya tidak diubah, namun akhirnya tidak mencerminkan
nama salah satu genusnya. Sebagai contoh, dari nama genus Ebenus telah dibuat
nama family Ebenaceae. Belakangan family Ebenaceae direvisi dan genus Ebenus
dinyatakan tidak relefan dan diganti dengan Maba, tetapi nama family Ebenaceae
tidak berubah menjadi Mabaceae.
Terdapat delapan family yang penamaannya menyimpang dari aturan
tatanam family, yaitu tidak menggunakan akhiran -aceae. Berikut ini (Tabel ??)
adalah pembaharuan dari kedelapan nama family tersebut.

Tabel 1. Perubahan beberapa nama family yang belum mengikutiu aturan tata
nama

Nama Lama Nama Baru
Compositae
Cruciferae
Gramineae
Guttiferae
Labiatae
Leguminosae
Palmae
Umbelliferae
Asteraceae (dari genus Aster)
Brassicaceae (dari genus Brassica)
Poaceae (dari genus Poa)
Clusiaceae (dari genus Clusia)
Lamiaceae (dari genus Lamium)
Fabaceae (dari genus Faba)
Arecaceae (dari genus Areca)
Apiaceae (dari genus Apium)

Beberapa ilmuwan botani mengangap family Fabaceae (Leguminosae)
terdiri dari tiga sub-family: Mimosaceae, Caesalpiniaceae, dan Papilionaceae, tetapi
beberapa ilmuwan botani lainnya menganggap setiap sub-family tersebut sebagai
family tersendiri. Dalam buku ini, Fabaceae diposisikan sebagai family, adapun
Mimosaceae, Caesalpiniaceae, dan Papilionaceae sebagai sub-family

Nama genus
Nama genus terdiri dari satu kata yang adalah kata benda (atau kata lain
yang dibendakan) tunggal, dengan diawali oleh huruf kapital dan ditulis dengan
huruf miring. Nama genus dapat diambil dari beraneka macam sumber dan malahan
dapat disusun sekehendak hati. Oleh karena itu, etymology dari nama genus adalah
tidak selalu lengkap dan sering tidak memiliki arti, walaupun merupakan gabungan
dari beberapa kata. Beberapa contoh yang diberikan oleh GLEDHILL (1989) adalah
sebagai berikut:
Portulaca dari kata Latin Porto (saya membawa) dan lac (susu), diterjemahkan
sebagai "Pembawa-susu".
Pittosporum dari kata Yunani !"##$% (=saya menter) dan &!$'() (=sebuah biji)
diterjemahkan sebagai biji yang memiliki ter.
Hebe adalah dewi dari anak-anak muda, dipercayai sebagai puteri dari Jupiter.
Dalam kaitannya dengan nama genus, ini tidak dapat diterjemahkan lebih
jauh.
Petunia adalah diambil dari nama daerah di salah satu kampung di Brazil untuk
sebutan tembakau.
Sibara adalah anagram (penukaran pembalikan posisi huruf) dari kata Arabis.
Aa adalah sebuah nama yang diberikan oleh Reichenbach untuk suatu genus
anggrek, yang mana merupakan dua huruf dicomot dari kata Altensteinia.
Nama ini sama sekali tidak memiliki arti

Contoh-contoh di atas memberikan kesan betapa nama genus dapat dibuat
sekehendak hati, akan tetapi sebenarnya sebagian besar ilmuwan taksonomi
membuat nama genus dengan memiliki arti yang menyiratkan karakteristik umum
dari kelompok tumbuhan yang termasuk dalam genus tersebut, misalnya
Pentastemon disusun dari kata Penta dan stamen sehingga dengan demikian berarti
memiliki lima buah stamen. Pada prinsipnya ilmuwan taksonomi mengikuti
beberapa kriteria dalam membuat nama genus seperti yang dikemukakan oleh
Harrington dan Durrel (1957) sebagai berikut.

a. Nama genus dibuat untuk menghormati seseorang yang biasanya adalah orang
yang berjasa di bidang botani. Nama genus seperti ini dibuat dengan melatinkan
nama sesorang dengan cara menambahkan akhiran ia apabila nama orang
tersebut berakhir dengan huruf mati (contoh: Alstonia dari nama Prof. Charles
Alston dari Edinburgh; Lobelia dari nama Matthias de l'Obel perintis ilmu botani
zaman renaissance). Apabila nama orang yang diambil berakhir dengan huruf
hidup kecuali a maka tambahkan akhiran a (contoh: Berteroa dari nama
Carlo G. L. Bertero dari Italy, Bougainvillea dari nama Louis Antoine
Bougainville dari Perancis), ditambah dengan akhiran ae jika nama orang yang
diambil berakhir dengan huruf a dan bila nama orang yang diambil berakhir
dengan huruf ea maka tidak perlu dilakukan perubahan akhiran. Selanjutnya,
apabila nama orang yang diambil berakhir dengan huruf us maka akhiran
nama tersebut diganti dengan ia (contoh: Linnaea diambil dari nama Caralus
Linnaeus).
b. Nama genus dapat diambil dari nama klasik dari tumbuhan tersebut. Sebagai
contoh: Verbascum berasal dari sebuah nama Latin kuno, Durio yang diambil
dari bahasa Melayu yaitu durian, Amygdalus diambil dari nama Yunani untuk
sebutan bagi pohon almod.
c. Nama genus sering juga diambil dari karakteristik dan/atau sifat dari kelompok
tumbuhan yang termasuk dalam genus tersebut. Sebagai contoh adalah:
Dipterocarpus yang berasal dari kata Di (=dua) dan ptero (=sayap), carp (=buah)
dengan demikian Dipterocarpus berarti kelompok tumbuhan yang memiliki
buah bersayap dua; Tetragonolobus yang berasal dari kata Tetragon (= persegi
empat) dan lobe (= bertoreh) adalah nama genus dari tumbuhan yang buahnya
bercuping empat. Distylium yang berasal dari kata Di berarti dua dan style
berarti tangkai putik adalah nama genus dari tumbuhan yang memiliki dua
batang tangkai putik atau tangkai putiknya bercabang dua.

Suatu aturan tatanama yang tidak boleh diabaikan dalam pembuatan nama
genus, sebagaimana juga epitet yang akan dibahas belakangan, adalah kata yang
mengakhiri nama tersebut. Akhiran pada nama genus menyatakan apakah genus
tersebut "masculine, feminine, atau netral. Hal ini penting karena dalam
memasangkan nama genus dengan epitet untuk membuat nama species, maka nama
genus musculine harus dipasangkan dengan nama epitet musculine, demikian juga
nama genus feminine harus dipasangkan dengan nama epitet feminine, sedangkan
netral dapat dipasangkan baik dengan musculine maupun feminine.
Ketentuan penggunaan akhiran untuk nama genus telah diatur dengan rinci
dalam aturan tatanama. Namun, aturan tersebut sangat rumit dan dalam beberapa
hal agak rancu dan terdapat banyak perkeculaian. Ada kalanya akhiran feminine
dipelakukan sebagai masculine atau sebaliknya. Sebagai contoh, akhiran nama
genus us sebenarnya adalah masculine, tetapi untuk species pohon akhiran tersebut
dapat berarti feminie, misalnya: Fagus, Pinus, Quercus, Sorbus. Akhiran a
menunjukkan feminine dan akhiran um menunjukkan neutral, tetapi akhiran a
sering juga digunakan untuk menyatakan neutral. Mungkin karena kerumitannya,
sering kali pembuat nama genus tidak memperhatikan aturan pemberian akhiran
dalam tatapenamaan genus. Tabel ?? memperlihatkan contoh beberapa akhiran yang
menunjukkan gender dari nama genus.
Ilmuwan taksonomi yang membuat nama suatu tumbuhan biasanya akan
lebih mudah untuk mencari nama epitet sebagai pasangannya jika nama genus
tersebut netral. Oleh karena itu, sebagian besar nama genus yang ada adalah netral.
Nama genus yang dibuat dengan tidak menuruti aturan atau diambil dari nama
daerah satu tumbuhan yang masuk dalam genus tersebut biasanya berakhiran sesuai
dengan keinginan orang yang memberikan nama.


Tabel 1. Contoh beberapa akhiran pada nama-nama genus yang menunjukkan
gender

Masculin Feminine Neutral
-us (er) -a -um
-um -am -um
-i -ae -i
-o -ae -o
-o -a -o
-i -ae -a
-os -as -a
-orum -arum -orum
-is -is -is


Nama species
Nama species terdiri dari dua kata sebagai kombinasi antara nama genus
yang diikuti oleh sebuah epitet. Jika epitet berasal dari dua atau lebih kata, maka
kata-kata tersebut harus disambungkan dengan garis datar atau sekalian
digabungkan menjadi satu kata. Epitet dapat berupa kata keterangan yang berfungsi
menerangkan genus. Oleh karena itu adalah wajar jika penulisan epitet harus
disesuaikan dengan penulisan genus. Akhiran pada epitet harus diubah sesuai
dengan gender. Sebagaimana juga nama genus, epitet ditulis dengan huruf miring
dan diawali dengan huruf kecil.
Epitet dapat di ambil dari berbagai macam sumber atau dapat disusun
sekehendak hati. Namun demikian, untuk memudahkan mengingat dan mengenal
species yang dimaksud, epitet sebaiknya dibuat atas dasar karakteristik yang
dimiliki oleh species tersebut. Berikut adalah beberapa sumber yang sering dipakai
sebagai epitet.

a. Epitet dapat dibuat dari nama seseorang, umumnya yang berjasa dalam bidang
botani. Epitet seperti ini biasanya dibuat dengan aturan sebagai berikut. Apabila
nama orang tersebut berakhir dengan huruf hidup (selain a) atau er maka nama
orang tersebut ditambah akhiran -i untuk masculine tunggal (contoh: billardierei
diambil dari nama J. J. H. de la Billardiere, botanist dari Perancis), -ae untuk
feminine tunggal (contoh: alicae, diambil dari nama seorang ratu Alice), -orum
untuk masculin jamak (contoh: manriqueorum dari nama Manrique de Lara), dan
-arum untuk feminine jamak (contoh: tidak umum). Apabila nama orang tersebut
berakhiran huruf a maka ditambah akhiran -e untuk tunggal ( contoh: castello-
paivae dari nama Baron Castello de Piva) atau -rum untuk jamak (contoh: tidak
umum). Apabila nama orang tersebut berakhiran huruf mati (kecuali -er) maka
ditambahkan akhiran -ii untuk masculine tunggal (contoh: wilsonii, diambil dari
nama Dr. E. H. Wilson), -iae untuk feminine tunggal (contoh: willmottiae
diambil dari nama Miss Ellen Ann Willmott), -iorum untuk masculine jamak
(contoh manriqueorum, dari nama Manrique de Lara), atau -iarum untuk
feminine jamak (contoh: tidak umum).
Apabila, epitet difungsikan sebagai kata keterangan benda maka aturannya
adalah sebagai berikut. Apabila nama orang tersebut berakhiran huruf hidup
(selain a) atau er maka nama orang tersebut ditambah akhiran -anus untuk
masculine (contoh: hookerianus, diambil dari nama Sir W. J. Hooker dari
Inggris), -ana untuk feminine (contoh: matsudana dari nama Sadahisa Matsudo,
soerang botanist Jepang), atau anum untuk gender (contoh: gayanum diambil dari
nama J. E. Gay, seorang botanist dari Perancis). Apabila nama orang tersebut
berakhiran a, tambahkan akhiran -nus jika masculine (contoh: tidak umum), -na
jika feminine (contoh: tidak umum), atau -num jika gender (contoh: tidak umum).
Apabila nama orang tersebut berakhiran huruf mati tambahkan -ianus untuk
mascu line (contoh: dielsianus, diambiul dari nama F. L. E. Diels dari Berlin), -
iana untuk feminine (contoh: pavoniana dari nama Don Jose Pavon, Botanis
Spanyol), atau -ianum untuk gender (contoh: scottianum dari nama Robert
Scott.dari Jerman)
b. Epitet dapat berasal dari sebuah nama klasik yang sangat tua. Misalnya, thapsus
(Verbascum thapsus L.). "Thapsus" adalah sebuah nama klasik, dari zaman
Thapsus purba.
c. Epitet dapat berupa nama genus yang diadaptasikan sebagai epitet. Sebagai
contoh: rosa-sinensis (Hybiscus rosa-sinensis) berasal dari nama sebuah genus
Rosa, yaitu genus dari bunga mawar. Epitet ini mungkin diambil karena bunga
Hybiscus rosa-sinensis (kembang sepatu) mirip dengan bunga mawar merah.
d. Epitet dapat juga diadopsi dari nama lokasi dimana species tersebut ditemukan.
Epitet yang diambil dari nama tempat tumbuh biasanya berakhiran -ensis
(bornensis, Borneo), -(a)nus (malayanus, Malaya), -inus atau -ianus (cantianus,
Kent di Inggris), atau -icus (sundaicus, Sunda) untuk yang masculine, sedangkan
yang feminine dapat berakhiran -ensis (sama seperti pada masculine), -(a)na
(Papuan, Papua), -ina (amboina, Ambon), -ica (celebica, Sulawesi), dan untuk
yang netral biasanya berakhiran sebagai brikut: -ense (bogoriense, Bogor), -
(a)num (peruvianum, Peru), -inum (palaestinum, Palestina), dan -icum
(japonicum, Japan).
Aturan penamaan epitet yang berasal dari nama tempat sering tidak akurat
oleh keterbatasan informasi yang ada tentang penyebaran species tersebut.
Sebagai contoh, sebuah specimen tumbuhan yang dikoleksi di Pulau Sumatra
diberi nama Octomeles sumatrana, karena tumbuhan tersebut diduga hanya
tumbuh di Pulau Sumatra. Ternyata belakangan diketahui bahwa, tumbuhan
tersebut tersebar merata hampir di seluruh Kepulauan Indonesia.
e. Epitet dapat dibuat dari sifat-sifat atau karakteristik dari tumbuhan tersebut.
Sebagai contoh, macropoda: macro (=besar) pod (=buah) seperti pada Plyathia
macropoda yang berarti Polyalthia yang buahnya besar, odoratum: odor
(=berbau) seperti pada Canangium odoratum yang berarti Canangium yang
bunganya berbau harum, albifolia: albi (=putih) folia (=daun) seperti pada
Euodia albifolia berarti Euodia yang permukaan bawah daunnya berwarna putih.

Sama dengan aturan yang berlaku pada tata penamaan genus, pada tata
penamaan epitet terdapat juga aturan pembuatan akhiran yang ada kaitannya dengan
gender (masculine, feminine, dan netral). Dalam pembuatan nama species, genus
masculine harus dipasangkan dengan epitet masculine, demikian juga genus
feminine harus dipasangkan dengan epitet feminine. Genus netral dapat
dipasangkan dengan epitet masculine, feminine, atau netral. Demikian juga, epitet
netral dapat dipasangkan dengan genus masculine, feminine, atau netral. Tabel 2
memperlihatkan beberapa contoh akhiran nama epitet sesuai dengan gendernya.

Tabel 2. Beberapa contoh akhiran yang menunjukkan gender pada epitet
Masculin Feminine Netral

-us
-ior
-issimus
-is
-limus
-er
-errior
-errimus


-a
-ior
-issima
-is
-lima
-era
-erior
-errima

-um
-ior
-issimum
-e
-limun
-erum
-erius
-rrimum

Kategori di bawah species
Oleh adanya perbedaan-perbedaan yang cukup nyata, tetapi secara struktur
morfologis adalah sama, suatu species sering masih dibeda-bedakan atau dipisah-
pisahkan. Sebagai contoh, ada dua tumbuhan yang memiliki struktur morfologi
organ-organ dan karakteristik sama, tetapi: yang satu buahnya manis, sedangkan
yang lainnya masam; yang satu corollanya berwarna merah, sedangkan yang
lainnya merah muda; yang satu selalu berbuah di awal musim hujan, sedangkan
yang lainnya di akhir musim hujan; yang satu daunnya berbulu tebal, sedangkan
yang lainnya jarang; dan sebagainya. Keanekaragaman intraspecific seperti ini
dapat terjadi karena adanya persilangan baik secara buatan maupun alami serta
proses adaptasi terhadap habitat yang beranekaragam yang akhirnya
mengarahkannya pada perubahan morfologis melalui proses evolusi.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, kotegori di bawah species
dikeleompokkan mulai dari Subspecies (disingkat menjadi subsp. atau ssp.), Variety
(disingkat menjadi var.), Subvariety (disingkat menjadi subvar.), dan Form
(disingkat menjadi f.). Nama subspecies tumbuhan dibuat dengan mengambil nama
species induk dan menambahkan nama subspecies di belakangnya. Sebagai contoh:
Democarpus longan Lour. ssp. malesianus Leenh. untuk subspecies dari
Democarpus longan Lour. (kelengkeng); Knema latericia Elmer. ssp. albifolia
(Sinclair) de Wilde untuk subspecies dari Knema latericia Elmer. Cara yang sama
juga dilakukan untuk pemberian nama varietas, subvarietas, dan form, dengan
menggati huruf ssp. dengan var. untuk variety, subvar. untuk subvariety, dan f.
untuk forma.

Nama species hasil persilangan
Perkawinan silang yang biasanya menghasilkan species baru dapat terjadi
baik secara buatan maupun alami. Proses persilangan biasanya mudah terjadi
diantara species dalam genus yang sama. Akan tetapi, tidak tertutup kemungkinan
bahwa proses perkawinan silang terjadi antara species dari genus yang berbeda
(umumnya masih dalam satu family). Species baru hasil persilangan biasanya
memiliki struktur morfologi gabungan antara kedua induknya.
Individu hasil persilangan antar genus harus diberi nama genus baru yang
merupakan hasil penggabungan dari nama kedua genus induknya. Kedua nama
genus induknya boleh diambil hanya sebagian, atau yang satu sebagian dan yang
satu lagi seluruhnya, tetapi tidak boleh diambil secara lengkap dari kedua nama
genus induknya. Di depan nama sebuah genus baru hasil persilangan harus diberi
tanda silang (x) yang berarti bahwa genus tersebut adalah hasil persilangan.
Misalnya, individu hasil persilangan antara Mahonia dan Berberis dapat diberi
nama genus xMahoberberis. Contoh lainnya adalah: xFatshedera yang merupakan
hasil persilangan dari Fatsia dan hedera; xGastritis yaitu sebuah genus anggrek
yang merupakan persilangan antara Gastrochilus dan Dorotis. Cara lain untuk
memberikan nama genus bagi individu hasil persilangan adalah dengan mengambil
secara lengkap kedua nama genus induknya dengan memberikan tanda silang di
antaranya. Misalnya: MahonixBerberis (=Mahoberberis); FatsiaxHedera
(=Fatshedera). Epitet dari species hasil persilangan dapat dibuat sesuai aturan
pembuatan epitet yang berlaku sebagaimana dijelaskan sebelumnya.
Pemberian nama species hasil perkawinan silang antar species dalam genus
yang sama dapat dilakukan dengan menuliskan secara lengkap nama species
induknya dengan menempatkan tanda silang di antaranya: Digitalis lutea L. x D.
purpurea L. dalam hal ini, nama induk yang menghasilkan biji hibrida harus
ditempatkan di bagian awal, sedangkan induk sumber stamen ditempatkan di bagian
belakang. Cara lain untuk membuat nama species hasil persilangan dua induk dari
satu genus adalah dengan menyebutkan hanya satu kali nama genus diikuti dengan
tanda silang dan epitet baru: Nepetax faasenii Bermans ex Stern.


Beberapa Cara Mengenal Nama Species Tumbuhan
Jika kita pergi ke suatu tempat di alam, kita akan menemukan puluhan ribu
species tumbuhan, mulai dari lumut-lumutan sampai pada pohon yang berukuran
besar. Umumnya setiap tempat atau habitat di bumi ini ditumbuhi oleh species yang
khas. Diperkirakan jumlah keseluruhan tumbuhan berbunga saja yang ada di bumi
ini tidak kurang dari 25,000 species. Oleh karena itu, adalah mustahil bagi
seseorang untuk dapat mengenal apalagi menghafal seluruh species tumbuhan yang
ada di bumi ini. Di lain sisi, kita sering kali dituntut untuk mengetahui sifat-sifat
dan keistimewaan dari suatu species tumbuhan, baik untuk tujuan penelitian atau
pun karena tertarik akan keindahannya. Untuk dapat menelusuri lebih jauh
informasi mengenai species tersebut, maka terlebih dahulu kita perlu menegtahui
nama dari species tersebut. Bagaimana kita dapat mengetahui nama suatu species
tumbuhan? Berikut ini diuraikan beberapa cara yang dapat ditempuh untuk bisa
mendapatkan nama species tumbuhan.

a. Bertanya kepada orang yang tahu
Cara ini adalah cara yang paling mudah dan cepat jika di sekitar kita berada
terdapat orang yang ahli dalam hal nama species tumbuhan. Ambillah beberapa
ranting dari tumbuhan tersebut dan buat specimen herbariumnya (cara pembuatan
specimen herbarium secara kkhusus dibahas dalam bab ???). Bawalah specimen
herbarium tersebut dan tanyakan namanya pada ahli taksonomi, misalnya yang
ada .pada universitas terdekat. Apabila mereka tidak dapat membantu mengenal
species tersebut, specimen herbarium tersebut dapat dikirim ke musium herbarium
terdekat dan minta bantuan staff herbarium tersebut untuk membantu. Di Indonesia,
musium herbarium terlengkap adalah Herbarium Bogoriense, di Jl. Ir. H Juanda No.
10, Bogor.
Cara lain yang dapat ditempuh adalah dengan menanyakan nama daerah
tumbuhan tersebut kepada penduduk di sekitar tempat atau hutan dimana dia
ditemukan. Dengan mengetahui nama daerahnya, carilah nama ilmiahnya (Latin)
pada buku-buku flora list. Belakangan ini sudah banyak buku-buku flora list yang
memuat nama daerah selain nama ilmiah species tumbuhan. Berhati-hatilah ketika
menanyakan nama daerah. Bertanyalah pada lebih dari satu orang. Apabila semua
orang yang ditanyai memberikan nama yang sama berarti nama daerah itu benar.
Tetapi bila jawaban mereka berbeda-beda pakai yang terbanyak, atau lupakan saja
semuanya, karena ada kemungkinan mereka tidak benar-benar mengetahuinya.

b. Melakukan identifikasi sendiri
Cara ini adalah jalan yang paling bagus dan benar untuk mengetahui nama
species tumbuhan. Perlengkapan yang diperlukan adalah buku penuntun atau flora
yang dilengkapi dengan kunci determinasi. Pada saat seperti inilah diperlukan
pengetahuan mengenai kerakteristik morfologis tumbuhan. Tumbuhan pada
sebagian besar pulau-pulau di Indonesia sudah didaftarkan dalam bentuk buku flora
check list. Dua di antaranya yang paling tua dan terkenal adalah Flora of Java yang
dikarang oleh Van Stenees dan buku daftar species Tumbuhan Berguna Indonesia
yang dikarang oleh K. Heyne. Selain itu sudah ada juga buku flora check list untuk
Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan pulau-pulau lainnya.
Sebagaimana disebutkan di atas, betapapun lengkapnya buku-buku
penuntun dan flora yang ada, kita tidak akan dapat mencari nama species dari
dalamnya apabila kita tidak memiliki keahlian untuk menggunakannya. Kita perlu
belajar untuk dapat menggunakan buku penuntun identifikasi tumbuhan atau kunci
determinasi. Buku ini akan mengantarkan kita untuk dapat melakukan identifikasi
tumbuhan sendiri.


Aturan Penulisan Nama Ilmiah
Selain tata cara pembuatan nama ilmiah, dalam penulisan ilmiah diatur pula
tata cara penulisan nama ilmiah tumbuhan. Karena nama ilmiah species tumbuhan
dibuat dalam Bahasa Latin atau bahasa lain yang diLatinkan, maka dalam sebuah
laporan ilmiah yang tidak berbahasa Latin, nama Latin species tersebut harus ditulis
dalam huruf miring, misalnya Durio oxleyanus Griff. (kayu hitam). Namun dalam
tulisan tangan atau mesin ketik, huruf miring tidak mudah atau bahkan tidak
mungkin dibuat. Dalam hal seperti itu, huruf miring dapat diganti dengan garis
bawah, misalanya Durio oxleyanus Griff. Adalah tidak benar jika nama yang telah
ditulis dengan huruf miring juga diberi garis bawah.
Nama ilmiah tumbuhan dibuat oleh ilmuwan taksonomi yang pertama kali
menemukan atau mendiskripsikan species tersebut. Dalam penulisan nama ilmiah,
nama orang yang membuat nama species tumbuhan tersebut harus ditulis di
belakang nama ilmiah tumbuhan. Seperti dalam contoh tersebut di atas, Griff.
adalah singkatan dari nama Griffith, yaitu orang yang membuat nama Durio
oxleyanus tersebut. Nama orang yang membuat nama ilmiah tumbuhan tersebut
dapat ditulis secara lengkap (misalnya: Dyer, Burck, Aston, Diels, Riddley, Weibel,
Wood, Hiern, dll.) atau disingkat (misalnya: Griff. Untuk Griffith, Bl. Untuk Blume,
L. untuk Linaeus, Kosterm. untuk Kosterman, Becc. untuk Beccarii, Thunb. untuk
Thunberg, dll.). Nama orang yang tidak terlalu panjang pada umumnya tidak
disingkat. Apabila nama orang disingkat, maka setelah singkatan nama orang
tersebut harus diberi tanda baca titik, sebagaimana dituliskan dalam contoh di
atas.
Dalam penamaan tumbuhan, tidak tertutup kemungkinan terjadi kekeliruan
oleh pemberi nama dalam klasifikasi terhadap species tersebut. Misalnya, terjadi
kesalahan dalam pengelompkkan ke dalam genus. Dalam perjalan waktu, para ahli
taksonomi sering melakukan revisi terhadap suatu kelompok taxa tertentu dengan
meneliti kembali karakteristik morfologis dari setiap taxa yang masuk dalam
kelompok tersebut. Apabila pernah terjadi kesalahan pemberian nama terhadap
salah satu taxa dalam kelompok tersebut, maka pada saat itu akan ketahuan dan
bisanya dilakukan pembetulan. Dengan demikian akan tejadi revisi (pembetulan)
nama genus atau nama epitet dari species tersebut. Sebagai contoh: Albizzia
falcataria direvisi nama genusnya menjadi Paraserianthes falcataria, beberapa
species dari Eugenia mengalami revisi nama genus menjadi Sizygium. Setelah
dilakukan revisi, maka nama yang betul dan sah berlaku adalah nama baru hasil
revisi.
Dalam aturan penulisan nama ilmiah, untuk species yang namanya direvisi
(baik nama genus maupun nama epitet) dari nama yang pernah dimiliki sebelumnya,
maka setelah nama yang baru harus ditulis baik nama orang yang memberi nama
pertama maupun nama orang yang merevisinya. Nama orang yang memberi nama
pertama harus ditulis terlebih dahulu di dalam tanda kurung, kemudian diikuti nama
orang yang melakukan revisi. Misalnya: Archidendron tjendana (Kosterm.) Nielsen,
Artocarpus integer (Thunb.) Merr., Trema tomentosa (Roxb.) Hara, Canarium
acutifolium (D. C.) Merr., dll.
Species tumbuhan ada yang hanya ditemukan pada satu tempat tertentu saja,
tetapi ada juga yang tersebar sangat luas di sebagian belahan dunia. Untuk species
tumbuhan yang penyebarannya sangat luas, sangat mungkin terjadi bahwa satu
species tumbuhan diberi nama berbeda oleh ilmuwan taksonomi yang berbeda di
tempat yang berbeda pula. Apabila hal ini terjadi, maka akan ada satu tumbuhan
yang memiliki lebih dari satu nama ilmiah. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam
aturan penamaan tumbuhan, nama yang dianggap sah adalah nama yang paling
dahulu diberikan. Adapun nama yang diberikan belakangan disebut sebagai
synoname. Sebaliknya mungkin juga terjadi bahwa ilmuwan taksonomi yang
berbeda membuat nama yang sama terhadap species yang berbeda. Dalam hal ini
juga, nama yang sah adalah species yang memperoleh nama terlebih dahulu,
sedangkan species yang diberi nama belakangn disebut sebagai homoname dan
harus dibuatkan nama yang baru. Tabel ?? berikut menunjukkan beberapa contoh
synoname.

No. Nama Species Synoname

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10

Artocarpus elastica Reinw.
Michelia alba DC.
Canangium odoratum Baill.
Cinnamomu Cassia Bl.
Cassia siamea Lamk
Canarium amboinense Hochr.
Toonia sureni Merr.
Baccaurea macrocarpa Muel. Arg.
Buchanania arborescencs Bl.
Dracontomelon dao Merr.

Artocarpus Blumei Trec.
Michelia longifolia Bl.
Cananga odorata Hook.
Cinnamomum aromaticum Nees.
Cassia florida Vahl
Canarium moluccanum Bl.
Cendrela febrifuga Bl.
Pierardia macrocarpa Miq.
Buchanania bancana Miq.
Dracontomelon celebicum Kds.

Anda mungkin juga menyukai