Anda di halaman 1dari 111

GAMBARAN GANGGUAN POLA TIDUR PADA

PERAWAT DI RS. SYARIF HIDAYATULLAH


JAKARTA TAHUN 2009
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN


OLEH :
TUTI ALAWIYAH
NIM : 105103003439



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/2009 M


LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA


Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 30 Oktober 2009


Tuti Alawiyah




Materai
Rp. 6.000


GAMBARAN GANGGUAN POLA TIDUR PADA PERAWAT
DI RS. SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2009

Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Kedokteran (S.Ked)

Oleh
Tuti Alawiyah
NIM: 105103003439



Pembimbing


Iting Shofwati, ST., MKKK




PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/2009 M




PENGESAHAN PANITIA UJIAN


Laporan Penelitian berjudul GAMBARAN GANGGUAN POLA TIDUR
PADA PERAWAT DI RS. SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN
2009 yang diajukan oleh Tuti Alawiyah (NIM: 105103003439), telah diujikan
dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada 16 November
2009. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Kedokteran (S. Ked) pada Program Studi Pendidikan Dokter.
Jakarta, 30 Oktober 2009



DEWAN PENGUJI




Ketua Sidang Pembimbing Penguji





dr. Nurul Hiedayati, PhD Iting Shofwati, ST., MKKK Dr. Fika Ekayanti, M. Med.
Ed





PIMPINAN FAKULTAS



Dekan FKIK UIN


Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp




Dekan FKIK UIN



Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, SpAnd
Kaprodi Pendidikan Dokter UIN



Dr. dr. Syarief Hasan Lutfie, SpRM


KATA PENGANTAR


Segala puji dan syukur hanyalah untuk Allah SWT. Tuhan Yang Maha Mencintai,
dengan pancaran cinta yang abadi. Yang selalu melimpahkan nikmat dan karunia
kepada hamba-Nya dengan adil dan sempurna. Shalawat dan salam semoga selalu
tercurah kepada baginda Rasulullah Saw, beserta keluarga dan para sahabatnya.
Untaian rasa syukur penulis panjatkan karena dengan izin-Nya penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Gambaran Gangguan Pola
Tidur pada Perawat di RS. Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2009. tepat
pada waktunya.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari
berbagai pihak, sehingga penyusunan skripsi dapat terlaksana sesuai dengan yang
telah direncanakan. Untuk itu pada kesempatan ini penulis bermaksud
menyampaikan rasa terima kasih yang setulusnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And. ; selaku dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Bapak dr. Syarif, Sp. RM ; selaku ketua program studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Iting Shofwati, ST., MKKK ; selaku pembimbing skripsi penulis, terima
kasih ibu atas bimbingan, nasihat, ilmu, motivasi, saran-saran, dan doa yang
sangat berarti sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Seluruh dosen dan staf PSPD Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Seluruh pihak RS. Syarif Hidayatullah yang telah banyak membantu sehingga
penelitian ini berjalan dengan lancar.
Selain itu dengan segala kerendahan hati penulis juga bermaksud
mengucapkan Special Thanks To :


1. Kedua orang tua ku tercinta, Ayahanda Abdul Wahid dan Ibunda Hikmah
sebagai penyemangat dalam hidupku yang tiada hentinya memberikan
motivasi, doa, dukungan, dan kasih sayang yang tak dapat terlukiskan,
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Rasa syukur yang
tiada terhingga atas anugerah yang begitu indah karena aku terlahir dari orang
tua terbaik, dibesarkan di lingkungan terbaik dengan didikan yang terbaik.
Untuk Bapak, yang tiada pernah letih berusaha dalam mengutamakan
pendidikan bagi anak-anaknya I Love U Dad. Dan untuk Mamaku tempat
berbagi segala rasa, Makasih yach Ma karena Mama selalu jadi teman yang
hebat disetiap langkah yang ku buat, gak pernah bosen dengerin curhat Tuti
setiap saat. Saat Tuti lagi seneng, sedih, marah, kesel, dan jenuh. Mama slalu
ada buat aku I Love U Mom Semoga Allah SWT senantiasa melindungi
kedua orang tuaku, dan memberikan yang terbaik dalam setiap langkah yang
ditapaki.
2. Kakak-kakakku tersayang, Haryanto, Yuliati, Ismawati, Hermawan, Hartono,
Wartini yang selalu menyayangi dan mengerti aku dalam keadaan apapun.
Makasih yach Aa-Teteh atas semua doa, motivasi serta kebaikan-kebaikan
yang selalu tercurah buat adikmu yang bungsu ini.
3. Teman perjuangan riset yang selalu menghibur dan mengingatkanku dalam
menjalankan penelitian ini.
4. Sobat-sobat seperjuangan Pendidikan Dokter 05 Makasih smuanya atas
kebersamaan yang sangat menyenangkan karena kalian slalu menjadikan
masa-masa kuliahku menjadi indah dan penuh warna..
5. Teman-teman serta pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Akhir kata dengan penuh rasa hormat dan kerendahan hati, penulis berharap
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.

Jakarta, 30 Oktober 2009
Penulis


Tuti Alawiyah
Program Studi Pendidikan Dokter
Gambaran Gangguan Pola Tidur pada Perawat di RS. Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun. 2009
xviii + 79 halaman, 13 tabel, 2 gambar, 3 lampiran
ABSTRAK
Gangguan pola tidur merupakan keluhan yang sering dirasakan oleh perawat
yang bekerja dengan penerapan shift.RS. syarif Hidayatullah merupakan rumah
sakit yang menerapkan sistem shift dalam menjalankan sistim pelayanannya.
Untuk itu diperlukan adanya suatu penelitian untuk mengetahui gambaran
kejadian gangguan pola tidur pola tidur pada perawat yang menjalankan sistem
shift dan non shift dengan faktor-faktor yang diteliti adalah usia, jenis kelamin,
masa kerja shift, status perkawinan, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol dan
kafein, dan penggunaan obat tidur.
Pengumpulan data variabel dependen (pola tidur) dan variabel independen
(shift kerja, usia,jenis kelamin, masa kerja shift, status perkawinan, kebiasaan
merokok, konsumsi alkohol dan kafein, dan penggunaan obat tidur) menggunakan
instrumen penelitian berupa kuesioner. Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif. Adapun populasi pada penelitian ini adalah seluruh perawat di RS.
Syarif Hidayatullah yang berjumlah 41 orang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawat yang mengalami gangguan
pola tidur sebanyak 23 orang (56%), sedangkan 18 orang (44%) tidak mengalami
gangguan pola tidur. Perawat yang bekerja dengan penerapan shift sebanyak 25
orang (61%) dan tidak penerapan shift sebanyak 16 orang (39%). Perawat yang
bekerja dengan penerapan shift lebih banyak memiliki gangguan pola tidur
dibandingkan dengan perawat yang non shift.
Rumah sakit diharapkan meninjau kembali jadwal shift kerja, serta
menyediakan waktu libur sedikitnya 2 hari untuk perawat terutama perawat
dengan penerapan shift . Sedangkan pada perawat disarankan agar menjaga jadwal
tidur, dan untuk beristirahat sebelum bekerja shift malam.
Kata Kunci : gangguan pola tidur









Tuti Alawiyah
Department of Medical Science
Description of Sleep-Pattern Disturbance at Nurses of Syarif Hidayatullah
Hospital of Jakarta. 2009

xviii + 79 pages, 13 tables, 2 image, 3 appendix

ABSTRACT

Sleep-pattern disturbance is a complaint that is frequently felt by nurses
working by using shift application system. Syarif Hidayatullah Hospital is
hospital applying the shift system in performing its service system. Therefore, it is
need a research to know description of sleep-pattern disturbance event at nurses
performing shift and non shift system with factors that observed are age, gender,
work period of shift, marital status, smoking habit, alcohol and caffeine
consumption, and the usage of soporific.
Data collecting of dependent variable (i.e. sleep pattern) and independent
variable (shift of work, age, gender, work period of shift, marital status, smoking
habit, alcohol and caffeine consumption, and the usage of soporific) is using
research instrument in the form of questioner. This Research is quantitative
research. The population of this research is entirely nurses of Syarif Hidayatullah
Hospital that amount to 41 people.
The research result indicates that nurses experiencing sleep-pattern
disturbance are 23 peoples (56%) of amount, whereas 18 peoples (44%) of
amount is not experiencing it. Nurses working by applying the shift system are 25
peoples (61%) of amount and Nurses not applying it are 16 peoples (39%) of
amount. Nurses working by applying shift system have more disturbance of sleep-
pattern than nurses with non shift.
The hospital is expected to revise the shift schedule of work, and provide
for nurses time off at least two days especially nurses with shift application
system. The nurses are suggested to keep its schedule of sleep, and rest before
working at night shift.

Keyword: sleep-pattern disturbance









DAFTAR RIWAYAT HIDUP


Nama : Tuti Alawiyah
Tempat tanggal lahir : Jakarta, 11 Nopember 1987
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Jln. Gelonggong NO. 63 Rt 02/Rw 03
Kel. Kedung Waringin
Kec. Bojong Gede
Bojong Gede-Bogor Kode Pos 16320
E-Mail : cuit_luthu_immut@yahoo.co.id


Pendidikan :
1. SD 03 Bojong Gede (1993 1999)
2. MTs. Al-Hamidiyah Depok (1999 2002)
3. MA Al-Hamidiyah Depok (2002 2005)
4. S-1 Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2005 2009)





DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................ iii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
ABSTRAK .......................................................................................................... viii
ABSTRACT .......................................................................................................... ix
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................. x
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xv
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................... xvi
DAFTAR ISTILAH .......................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................................ 3
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 3
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................. 4
1.5 Ruang Lingkup.................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gangguan Pola Tidur .......................................................................... 6
2.1.1 Pola Tidur......................................................................................... 6
2.1.2 Gangguan Pola Tidur ....................................................................... 9
2.1.3 Efek Gangguan Tidur ..................................................................... 19
2.2 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gangguan Tidur ............. 21
2.2.1 Shift Kerja ...................................................................................... 21
2.2.1.1 Definisi Shift Kerja ..................................................................... 21
2.2.1.2 Sistem Shift Kerja ....................................................................... 21
2.2.1.3 Rotasi .......................................................................................... 22
2.2.1.4 Efek Shift Kerja ........................................................................... 26
2.2.2 Usia Pekerja ................................................................................... 28
2.2.3 Masa Kerja Shift ............................................................................. 30
2.2.4 Usia Perkawinan ............................................................................ 31
2.2.5 Tempat Kerja ................................................................................. 32
2.2.6 Jenis Kelamin ................................................................................. 33
2.2.7 Status Kesehatan ............................................................................ 34
2.2.8 Kebiasaan Merokok ....................................................................... 34
2.2.9 Konsumsi Alkohol dan Kafein ....................................................... 35
2.2.10 Konsumsi Obat Tidur ................................................................... 36
2.3 Kerangka Teori ................................................................................. 37
2.4 Kerangka Konsep .............................................................................. 38
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian .............................................................................. 46
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... 46


3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ........................................................ 46
3.4 Instrumen Penelitian ......................................................................... 46
3.5 Metode Pengumpula Data ................................................................. 47
3.6 Pengolahan Data ............................................................................... 47
3.7 Analisis Data ..................................................................................... 48
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil .................................................................................................. 49
4.1.1 Gambaran Umum Rumah Sakit ..................................................... 49
4.1.2 Analisis Univariat .......................................................................... 52
4.1.2.1 Gambaran Pola Tidur Perawat di RS. Syarif Hidayatullah ......... 52
4.1.2.2 Gambaran Penerapan Shift Kerja yang Dilaksanakan di RS.
Syarif Hidayatullah Tahun 2009 ............................................... 54
4.1.2.3 Gambaran Karakteristik Perawat di RS. Syarif Hidayatullah
Tahun 2009 ............................................................................... 54
4.1.2.4 Gambaran Gaya Hidup Perawat di RS. Syarif Hidayatullah Tahun
2009 .......................................................................................... 58
4.2 Pembahasan....................................................................................... 62
4.2.1 Keterbatasan Penelitian .................................................................. 62
4.2.2 Pola Tidur....................................................................................... 63
4.2.3Gambaran Shift Kerja ...................................................................... 64
4.2.4 Gambaran Distribusi Usia .............................................................. 66
4.2.5 Gambaran Distribusi Jenis Kelamin .............................................. 67
4.2.6 Gambaran Masa Kerja Shift ........................................................... 68
4.2.7Gambaran Status Perkawinan ......................................................... 68
4.2.8 Gambaran Kebiasaan Mengkonsumsi Rokok ................................ 69
4.2.9 Gambaran Kebiasaan Mengkonsumsi Minuman Beralkohol ........ 70
4.2.10 Gambaran Kebiasaan Mengkonsumsi Minuman Berkafein ........ 71
4.2.11 Gambaran Kebiasaan Mengkonsumsi Obat Tidur ....................... 72
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 74
5.2 Saran ................................................................................................. 75
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 77
LAMPIRAN ......................................................................................................... 79











DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Metropolitan Rota ..................................................................... 27
Tabel 2.2 Continental Rota ....................................................................... 28
Tabel 2.3 Sistem empat orang Siklus 32 jam ............................................ 29
Tabel 2.4 Definisi Operasional ................................................................. 44
Tabel 4.1 Distribusi Kalitas Tidur Berdasarkan Keluhan di RS. Syarif
Hidayatullah Tahun 2009 .......................................................... 52
Tabel 4.2 Distribusi Kualitas Tidur Perawat di RS. Syarif Hiadayatullah
Tahun 2009 ................................................................................ 54
Tabel 4.3 Distribusi Kuantitas Tidur Perawat di RS. Syarif Hidayatullah
Tahun 2009 ................................................................................ 54
Tabel 4.4 Distribusi Perawat di RS. Syarif Hidayatullah Berdasarkan
Karakteristiknya Tahun 2009 .................................................... 56
Tabel 4.5 Distribusi Usia yang Berisiko Mengalami Gangguan Pola Tidur
pada Perawat di RS. Syarif Hiadayatullah Tahun 2009 ............ 58
Tabel 4.6 Distribusi Jenis Kelamin yang Berisiko Mengalami Gangguan Pola
Tidur pada Perawat di RS. Syarif Hiadayatulla Tahun 2009 .... 59
Tabel 4.7 Distribusi Masa Kerja Shift yang Berisiko Mengalami Gangguan
Pola Tidur pada Perawat di RS. Syarif Hidayatullah Tahun
2009 ........................................................................................... 60
Tabel 4.8 Distribusi Status Perkawinan yang Berisiko Mengalami Gangguan
Pola Tidur pada Perawat di RS. Syarif Hiadayatullah Tahun
2009 ........................................................................................... 61
Tabel 4.9 Distribusi Perawat di RS. Syarif Hiadayatullah Berdasarkan Gaya
Hidup Tahun 2009 ..................................................................... 62
Tabel 4.10 Distribusi Kebiasaan Merokok yang Berisiko Mengalami
Gangguan Pola Tidur pada Perawat di RS. Syarif Hiadayatullah


Tahun 2009 ................................................................................ 63
Tabel 4.11 Distribusi Konsumsi Alkohol yang Berisiko Mengalami
Gangguan Pola Tidur pada Perawat di RS. Syarif Hiadayatullah
Tahun 2009 ................................................................................ 65
Tabel 4.12 Distribusi Konsumsi Kafein yang Berisiko Mengalami
Gangguan Pola Tidur pada Perawat di RS. Syarif Hiadayatullah
Tahun 2009 ................................................................................ 66
Tabel 4.13 Distribusi Konsumsi Obat Tidur yang Berisiko Mengalami
Gangguan Pola Tidur pada Perawat di RS. Syarif Hiadayatullah
Tahun 2009 ................................................................................ 68




















DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Teori ............................................................ 43
Gambar 2.2 Bagan Kerangka Konsep ......................................................... 44


























DAFTAR SINGKATAN

NREM : Non Rapid Eye Movement
NSF : National Sleep Foundation
REM : Rapid Eye Movement

























DAFTAR ISTILAH

Circadian rhythmadalah fluktuasi tubuh manusia dan hewan yang mengikuti
siklus 24 jam.
Pola tidur adalah model, bentuk, atau corak tidur dalam jangka waktu yang relatif
menetap dan meliputi jadwal jatuh (masuk) tidur dan bangun, irama tidur,
frekuensi tidur dalam sehari, mempertahankan kondisi tidur, dan kepuasan
tidur.
Rotasi shift adalah perputaran jadwal kerja dalam jangka waktu tertentu.
Shift kerja adalah Jadwal jam kerja yang berada di luar jam kerja normal yang
dimulai dari sekitar pukul 07.00 sampai pukul 18.00, dengan lamanya jam
kerja untuk satu orang adalah 7 8 jam.




















DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Pengantar Izin Penelitian
Lampiran 2 Kuesioner penelitian
Lampiran 3 Hasil Analisis Univariat




















BAB I
PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
Tidur adalah kondisi organisme yang sedang istirahat secara regular,
berulang, dan reversibel dalam keadaan dimana ambang rangsang terhadap
rangsangan dari luar lebih tinggi dibandingkan dengan keadaan sadar/jaga.
12

Pola tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu tipe REM (Rapid Eye Movement) dan
tipe NREM (Non Rapid Eye Movement). Gangguan pola tidur adalah suatu
kondisi dimana seseorang mengalami resiko perubahan jumlah dan kualitas
pola istirahat yang menyebabkan ketidaknyamanan. Klasifikasi gangguan
tidur menurut International Classification of Sleep Disorder yaitu dissomnia,
parasomnia, gangguan tidur berhubungan dengan gangguan kesehatan atau
psikiatri, gangguan tidur yang tidak terklasifikasi (Japardi, 2002).
Hampir semua orang pernah mengalami gangguan tidur selama masa
kehidupannya. Diperkirakan tiap tahun 20%-40% orang dewasa mengalami
kesukaran tidur dan 17% diantaranya mengalami masalah serius (Japardi,
2002).
Prevalensi gangguan tidur setiap tahun cenderung meningkat, hal ini juga
sesuai dengan peningkatan usia dan berbagai penyebabnya. Kaplan dan
Sadock melaporkan kurang lebih 40-50% dari populasi usia lanjut menderita
gangguan tidur. Gangguan tidur kronik (10-15%) disebabkan oleh gangguan
psikiatri, ketergantungan obat dan alkohol (Japardi, 2002).
Menurut data internasional of sleep disorder, prevalensi penyebab-
penyebab gangguan tidur adalah sebagai berikut: Penyakit asma (61-74%),
gangguan pusat pernafasan (40-50%), kram kaki malam hari (16%),
psychophysiological (15%), sindroma kaki gelisah (5-15%), ketergantungan
alkohol (10%), sindroma terlambat tidur (5-10%), depresi (65). Demensia
(5%), gangguan perubahan jadwal kerja (2- 5%), gangguan obstruksi sesak


saluran nafas (1-2%), penyakit ulkus peptikus (<1%), narcolepsy (mendadak
tidur) (0,03%-0,16%) (Handayani, 2008).
Menurut NSF (National Sleep Foundation) dalam Handayani (2008),
gangguan tidur dapat menimbulkan beberapa efek pada manusia. Ketika
kurang tidur seseorangakan berpikir dan bekerja lebih lambat, membuat
banyak kesalahan, dan sulit untuk mengingat sesuatu. Hal ini
mengakibatkan penurunan produktivitas kerja dan dapat menyebabkan
keelakaan. Efek lainnya pada pekerja yaitu pekerja menjadi lebih cepat
mara, tidak sabar, gelisah dan depresi.Masalah ini dapat menggaggu
pekerjaan dan hubungan keluarga, serta mengurangi aktivitas sosial. Kurang
tidur pada pekerja merupakan penyebab utama terjadinya penurunan
produktivitas, ketidakhadiran pekerja (absentisme), dan kecelakaan di
tempat kerja (Klein, 2004).
Faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan pola tidur yaitu kerja
shift. Salah atu hal yang menjadi perhatian adalah 60-80% pekerja dengan
sistem kerja shift mengalami gangguan pola tidur (Kuswadji, 1997). Kerja
shift didefinisikan sebagai pekerjaan yang dilakukan terutama diluar jam
kerja normal. Menurut ILO dalam Handayani(2008), shift work adalah
bekerja bergilir di luar jam kerja normal baik itu bergilir atau berotasi
dengan sifat kerja tetap atau permanen (Handayani, 2008).
Selain itu faktor-faktor yang berhubungan yaitu usia pekerja, masa kerja
shift, status perkawinan, tempat kerja, jenis kelamin, status kesehatan, gaya
hidup yang meliputi kebiasaan merokok, konsumsi alkohol dan kafein dan
konsumsi obat tidur (Handayani, 2008).
Perubahan kuantitas dan kualitas tidur juga pernah dialami oleh berbagai
pekerja salah satunya adalah perawat. Perawat adalah mereka yang
dipersiapkan untuk mengerjakan tugas mulia dan penting untuk
menyelamatkan nyawa manusia, fisik dan mentalnya. Peran perawat yang
dimaksud adalah cara untuk menyatakan aktifitas perawat dalam praktik,
dimana telah menyelesaikan pendidikan formalnya yang diakui dan diberi
kewenangan oleh pemerintah untuk menjalankan tugas dan tanggung
keperawatan secara professional sesuai dengan kode etik professional.


Dimana setiap peran yang dinyatakan sebagai ciri terpisah demi untuk
kejelasan. Pada peran ini perawat diharapkan mampu memberikan
pelayanan keperawatan kepada individu, keluarga , kelompok atau
masyarakat sesuai diagnosis masalah yang terjadi mulai dari masalah yang
bersifat sederhana sampai pada masalah yang kompleks. Perawat juga
bertugas untuk memperhatikan individu dalam konteks sesuai kehidupan
klien, perawat harus memperhatikan klien berdasarkan kebutuhan signifikan
dari klien (Hnadayani, 2008).

1. 2. Rumusan Masalah
Ganguan pola tidur pada pekerja dapat mempengaruhi penurunan
performance kerja, produktivitas dan kualitas kerja, hubungan dalam
pekerjaan, penurunan kewaspadaan, gangguan dalam kehidupan keluarga
dan meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan, sehingga mendorong
penulis untuk melakukan penelitian tentang bagaimana Gambaran
gangguan pola tidur pada perawat di RS. Syarif Hidayatullah Jakarta tahun
2009.

1. 3. Tujuan Penelitian
1. 3. 1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran gangguan pola tidur pada perawat di RS. Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2009.
1. 3. 2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran gangguan pola tidur perawat di RS. Syarif
Hidayatullah tahun 2009.
b. Diketahuinya gambaran penerapan shift kerja yang dilaksanakan pada oleh
perawat di RS. Syarif Hidayatullah tahun 2009.


c. Diketahuinya gambaran gangguan pola tidur dengan karakteristik (usia, jenis
kelamin, masa kerja shift, status perkawinan) perawat di RS. Syarif
Hidayatullah tahun 2009.
d. Diketahuinya gambaran gangguan pola tidur dengan gaya hidup (kebiasaan
merokok, konsumsi alkohol, konsumsi kafein, konsumsi obat tidur) perawat di
RS. Syarif Hidayatullah tahun 2009.

1. 4. Manfaat Penelitian
1. 4. 1. Manfaat Bagi Rumah Sakit
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi rumah
sakit, sehingga dapat diketahui apakah shift kerja yang diterapkan sudah
cukup baik terhadap keselamatan dan kesehatan perawat di RS. Syarif
Hidayatullah Jakarta.
1. 4. 2. Manfaat Bagi Pekerja
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan serta
pemahaman pekerja mengenai gangguan pola tidur yang diakibatkan oleh
penerapan shift kerja yang diterapkan rumah sakit.
1. 4. 3. Manfaat Bagi Peneliti
Sebagai bahan referensi yang dapat dijadikan bahan bacaan oleh
peneliti selanjutnya yang berhubungan dengan shift kerja dan gangguan
pola tidur pada perawat.

1. 5. Ruang Lingkup
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola tidur pada pekerja
ditinjau dari penerapan shift kerja, karakteristik pekerja, dan gaya hidup
perawat di RS. Syarif Hidayatullah Jakarta. Sasaran penelitian adalah para
perawat di RS. Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian dilaksanakan pada


bulan Oktober 2009. Penelitian ini perlu dilakukan karena rumah sakit ini
telah menerapkan shift kerja dalam menjalankan proses pelayanan di rumah
sakit. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional
(potong lintang). Data-data tersebut disajikan dalam tabel distribusi
frekuensi, kemudian dilakukan uji statistik dan pengambilan sampel
dilakukan dengan mengambil seluruh perawat di RS. Syarif Hidayatullah.
Data yang digunakan merupakan data primer berupa kuesioner yang
diperoleh dengan cara menyebar kuesioner yang berupa pertanyaan yang
berhubungan dengan gangguan pola tidur yang digunakan untuk mengukur
adanya gejala gangguan pola tidur secara subjektif. Kuisoner ini dibagikan
kepada para perawat dan diisi oleh mereka sendiri.















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Gangguan Pola Tidur
2.1.1. Pola Tidur
Tidur merupakan salah satu cara untuk melepaskan kelelahan jasmani
dan kelelahan mental. Dengan tidur semua keluhan hilang atau berkurang
dan akan kembali mendapatkan tenaga serta semangat untuk menyelesaikan
persoalan yang dihadapi (Japardi, 2002).


Tidur adalah keadaan normal yang berlangsung secara berkala. Selama
tidur terjadi penurunan kegiatan fisiologik yang disertai oleh penurunan
kesadaran (Kuswadji, 1997).
Kebutuhan tidur seseorang dapat digolongkan menjadi dua kelompok,
hal ini dikarenakan kebutuhan tidur pada setiap orang tidaklah sama
.Kelompok pertama disebut short sleepers, yaitu kelompok manusia yang
membutuhkan tidur kurang dari enam jam per hari. Biasanya mereka
memiliki sifat efisien, ambisius, pandai bergaul, bersikap tidak peduli
terhadap masalah-masalah umum, memiliki rasa puas diri, dan dapat
dikatakan terbebas dari gangguan psikologis. Kelompok kedua disebut long
sleepers, yaitu kelompok manusia yang membutuhkan tidur lebih dari
sembilan jam per hari. Umumnya kelompok ini memiliki sifat pemalu,
mudah khawatir, banyak berpikir tentang masa depan, diri sendiri, dan
masalah-masalah umum yang sebenarnya tidak perlu dirisaukan. Biasanya
mereka mengalami gangguan psikologis ringan seperti anxietas dan depresi
ringan (Handayani, 2008).
Dalam sebuah penelitian menjelaskan apabila dilihat dari usia individu
seorang bayi normal membutuhkan waktu untuk tidur selama 16 18 jam
sehari. Sedangkan manusia dewasa normal rata-rata membutuhkan waktu
tidur antara 7 8 jam sehari. Pada orang yang berusia diatas 60 tahun,


kebutuhan tidurnya akan berkurang antara 4 6 jam dalam seharinya. Dari
penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa kualitas tidur seseorang tidak
selamanya tergantung dari lamanya waktu yang dihabiskan untuk tidur,
akan tetapi juga dipengaruhi oleh kondisi fisik dan emosional. Tidur yang
berkualitas tinggi adalah tidur yang nyenyak, tidak terlalu sering terbangun
di tengah malam, dan apabila terbangun akan mudah untuk tertidur kembali
serta tidak mengalami gangguan-gangguan yang berarti (Handayani, 2008).
Semua makhluk hidup mempunyai irama kehidupan yang sesuai dengan
beredarnya waktu dalam siklus 24 jam. Irama yang seiring dengan rotasi
bola dunia disebut sebagai irama sirkadian. Pusat kontrol irama sirkadian
terletak pada bagian ventral anterior hypothalamus. Bagian susunan saraf
pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi terletak pada substansia
ventrikulo retikularis medulo oblongata yang disebut sebagai pusat tidur.
Bagian susunan saraf pusat yang menghilangkan sinkronisasi/desinkronisasi
terdapat pada bagian rostral medulo oblogata disebut sebagai pusat
penggugah atau aurosal state (Japardi, 2002).


Tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu:


a. Tipe Rapid Eye Movement (REM)
Pada waktu REM jam pertama prosesnya berlangsung lebih cepat dan
menjadi lebih intens dan panjang saat menjelang pagi atau bangun. Pola
tidur REM ditandai dengan adanya gerakan bola mata yang cepat, tonus
otot yang sangat rendah (Japardi, 2002).

b. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM)
Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium,
lalu diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan
REM terjadi secara bergantian antara 4-7 kali siklus semalam. Bayi baru
lahir total tidur 16-20 jam/hari, anak-anak 10-12 jam/hari, kemudian
menurun 9-10 jam/hari pada umur diatas 10 tahun dan kira-kira 7-7,5
jam/hari pada orang dewasa (Japardi, 2002).


Tipe NREM dibagi dalam 4 stadium yaitu:


1. Tidur stadium Satu


Fase ini merupakan antara fase terjaga dan fase awal tidur. Fase ini
didapatkan kelopak mata tertutup, tonus otot berkurang dan tampak
gerakan bola mata kekanan dan kekiri. Fase ini hanya berlangsung 3-5
menit dan mudah sekali dibangunkan. Gambaran EEG biasanya terdiri
dari gelombang campuran alfa, betha dan kadang gelombang theta
dengan amplitudo yang rendah. Tidak didapatkan adanya gelombang
sleep spindle dan kompleks K (Japardi, 2002).


2. Tidur stadium dua
Pada fase ini didapatkan bola mata berhenti bergerak, tonus otot
masih berkurang, tidur lebih dalam dari pada fase pertama. Gambaran
EEG terdiri dari gelombang theta simetris. Terlihat adanya gelombang
sleep spindle, gelombang verteks dan komplek K (Japardi, 2002).


3. Tidur stadium tiga
Fase ini tidur lebih dalam dari fase sebelumnya. Gambaran EEG
terdapat lebih banyak gelombang delta simetris antara 25%-50% serta
tampak gelombang sleep spindle (Japardi, 2002).

4. Tidur stadium empat
Merupakan tidur yang dalam serta sukar dibangunkan. Gambaran
EEG didominasi oleh gelombang delta sampai 50% tampak gelombang
sleep spindle. Fase tidur NREM, ini biasanya berlangsung antara 70
menit sampai 100 menit, setelah itu akan masuk ke fase REM. Pada
waktu REM jam pertama prosesnya berlangsung lebih cepat dan menjadi
lebih insten dan panjang saat menjelang pagi atau bangun. Pola tidur
REM ditandai adanya gerakan bola mata yang cepat, tonus otot yang
sangat rendah, apabila dibangunkan hampir semua organ akan dapat
menceritakan mimpinya, denyut nadi bertambah dan pada laki-laki
terjadi eraksi penis, tonus otot menunjukkan relaksasi yang dalam
(Japardi, 2002).


Pola tidur REM berubah sepanjang kehidupan seseorang seperti
periode neonatal bahwa tidur REM mewakili 50% dari waktu total tidur.
Periode neonatal ini pada EEG-nya masuk ke fase REM tanpa melalui
stadium 1 sampai 4. Pada usia 4 bulan pola berubah sehingga persentasi


total tidur REM berkurang sampai 40% hal ini sesuai dengan kematangan
sel-sel otak, kemudian akan masuk keperiode awal tidur yang didahului
oleh fase NREM kemudian fase REM pada dewasa muda dengan
distribusi fase tidur sebagai berikut:
NREM (75%) yaitu stadium 1: 5%; stadium 2 : 45%; stadium 3 : 12%;
stadium 4 : 13%
REM; 25 %

(Japardi, 2002).
2. 1. 2. Gangguan Pola Tidur
Adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami resiko perubahan
jumlah dan kualitas pola istirahat yang menyebabkan ketidaknyamanan
(Japardi, 2002).
Ganguan tidur merupakan salah satu keluhan yang paling sering
ditemukan pada penderita yang berkunjung ke praktek. Gangguan tidur
dapat dialami oleh semua lapisan masyarakat baik kaya, miskin,
berpendidikan tinggi dan rendah maupun orang muda, serta yang paling
sering ditemukan pada usia lanjut (Japardi, 2002).


Pada orang normal, gangguan tidur yang berkepanjangan akan
mengakibatkan perubahan-perubahan pada siklus tidur biologiknya,
menurun daya tahan tubuh serta menurunkan prestasi kerja, mudah
tersinggung, depresi, kurang konsentrasi, kelelahan, yang pada akhirnya
dapat mempengaruhi keselamatan diri sendiri atau orang lain. Menurut
beberapa peneliti gangguan tidur yang berkepanjangan didapatkan 2,5 kali
lebih sering mengalami kecelakaan mobil dibandingkan pada orang yang
tidurnya cukup (Japardi, 2002).


Hampir semua orang pernah mengalami gangguan tidur selama masa
kehidupannya. Diperkirakan tiap tahun 20%-40% orang dewasa
mengalami kesukaran tidur dan 17% diantaranya mengalami masalah
serius (Japardi, 2002).


Prevalensi gangguan tidur setiap tahun cendrung meningkat, hal ini
juga sesuai dengan peningkatan usia dan berbagai penyebabnya. Kaplan
dan Sadock melaporkan kurang lebih 40-50% dari populasi usia lanjut


menderita gangguan tidur. Gangguan tidur kronik (10-15%) disebabkan
oleh gangguan psikiatri, ketergantungan obat dan alkohol (Japardi, 2002).


Menurut data internasional of sleep disorder, prevalensi penyebab-
penyebab gangguan tidur adalah sebagai berikut: Penyakit asma (61-74%),
gangguan pusat pernafasan (40-50%), kram kaki malam hari (16%),
psychophysiological (15%), sindroma kaki gelisah (5-15%),
ketergantungan alkohol (10%), sindroma terlambat tidur (5-10%), depresi
(65). Demensia (5%), gangguan perubahan jadwal kerja (2- 5%), gangguan
obstruksi sesak saluran nafas (1-2%), penyakit ulkus peptikus (<1%),
narcolepsy (mendadak tidur) (0,03%-0,16%) (Japardi, 2002).
Klasifikasi gangguan tidur menurut Internasional Classification of
Sleep Disorders
a. Dissomnia
Gangguan tidur intrisik
Narkolepsi, gerakan anggota gerak periodik, sindroma kaki
gelisah, obstruksi saluran nafas, hipoventilasi, post traumatik kepala,
tidur berlebihan (hipersomnia), idiopatik (Japardi, 2002).


Gangguan tidur ekstrinsik
Tidur yang tidak sehat, lingkungan, perubahan posisi tidur,
toksik, ketergantungan alkohol, obat hipnotik atau stimulant(Japardi,
2002).


Gangguan tidur irama sirkadian
Jet-lag sindroma, perubahan jadwal kerja, sindroma fase
terlambat tidur, sindroma fase tidur belum waktunya, bangun tidur
tidak teratur, tidak tidur selama 24 jam (Japardi, 2002).


b. Parasomnia
Gangguan aurosal
Gangguan tidur berjalan, gangguan tidur teror, aurosal
konfusional (Japardi, 2002).
Gangguan antara bangun-tidur
Gerak tiba-tiba, tidur berbicara,kramkaki, gangguan gerak
berirama (Japardi, 2002).





Berhubungan dengan fase REM
Gangguan mimpi buruk, gangguan tingkah laku, gangguan sinus
arrest (Japardi, 2002).
Parasomnia lain-lainnya
Bruxism (otot rahang mengeram), mengompol, sukar menelan,
distonia paroksismal (Japardi, 2002).


c. Gangguan tidur berhubungan dengan gangguan kesehatan/psikiatri
Gangguan mental
Psikosis, anxietas, gangguan afektif, panik (nyeri hebat), alkohol
(Japardi, 2002).
Berhubungan dengan kondisi kesehatan
Penyakit degeneratif (demensia, parkinson, multiple sklerosis),
epilepsi, status epilepsi, nyeri kepala, Huntington, post traumatik
kepala, stroke, Gilles de-la tourette sindroma (Japardi, 2002).


Berhubungan dengan kondisi kesehatan
Penyakit asma,penyakit jantung, ulkus peptikus, sindroma
fibrositis, refluks gastrointestinal, penyakit paru kronik (PPOK)
(Japardi, 2002).
d. Gangguan tidur yang tidak terklassifikasi
1. Dissomnia
Adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami kesukaran
menjadi jatuh tidur (failling as sleep), mengalami gangguan selama
tidur (difficulty in staying as sleep), bangun terlalu dini atau
kombinasi diantaranya (Japardi, 2002).

2. Gangguan tidur spesifik
a. Narkolepsi
Ditandai oleh serangan mendadak tidur yang tidak dapat
dihindari pada siang hari, biasanya hanya berlangsung 10-20
menit atau selalu kurang dari 1 jam, setelah itu pasien akan
segar kembali dan terulang kembali 2-3 jam berikutnya.


Gambaran tidurnya menunjukkan penurunan fase REM 30-70%.
Pada serangan tidur dimulai dengan fase REM (Japardi, 2002).


Berbagai bentuk narkolepsi:
- Narkolepsi kataplesia, adalah kehilangan tonus otot yang
sementara baik sebagian atau seluruh otot tubuh seperti jaw
drop, head drop (Japardi, 2002).


- Hypnagogic halusinasi auditorik/visual adalah halusinasi
pada saat jatuh tidur sehingga pasien dalam keadaan jaga,
kemudian ke kerangka pikiran normal (Japardi, 2002).


- Sleep paralis adalah otot volunter mengalami paralis pada
saat masuk tidur sehingga pasien sadar ia tidak mampu
menggerakkan ototnya (Japardi, 2002).


Gangguan ini merupakan kelainan heriditer, kelainannya
terletak pada lokus kromoson 6 didapatkan pada orang-orang
Caucasian white dengan populasi lebih dari 90%, sedangkan
pada bangsa Jepang 20-25%, dan bangsa Israel 1:500.000. Tidak
ada perbedaan antara jenis kelamin laki dan wanita. Kelainan ini
diduga terletak antara batang otak bagian atas dan kronik pada
malam harinya serta tidak rstorasi seperti terputusnya fase REM
(Japardi, 2002).


b. Gangguan gerakan anggota gerak badan secara periodik
(periodik limb movement disorders)/mioklonus nokturnal
Ditandai adanya gerakan anggota gerak badan secara
streotipik, berulang selama tidur. Paling sering terjadi pada
anggota gerak kaki baik satu atau kedua kaki. Bentuknya berupa
sktensi ibu jari kaki dan fleksi sebagian pada sendi lutut dan
tumit. Gerak itu berlangsung antara 0,5-5 detik, berulang dalam
waktu 20-60 detik atau mungkin berlangsung terusmenerus
dalam beberapa menit atau jam. Bentuk tonik lebih sering dari
pada mioklonus (Japardi, 2002).


Sering timbul pada fase NREM atau saat onset tidur sehingga
menyebabkan gangguan tidur kronik yang terputus. Lesi pada


pusat kontrol pacemaker batang otak. Insidensi 5% dari orang
normal antara usia 30-50 tahun dan 29% pada usia lebih dari 50
tahun. Berat ringan gangguan ini sangat tergantung dari jumlah
gerakan yang terjadi selama tidur, bila 5-25 gerakan/jam: ringan,
25-50 gerakan/jam: sedang, danlebih dari 50 kali/jam : berat.
Didapatkan pada penyakit seperti mielopati kronik, neuropati,
gangguan ginjal kronik, PPOK, rhematoid arteritis, sleep apnea,
ketergantungan obat, anemia (Japardi, 2002).


c. Sindroma kaki gelisah (Restless legs syndrome)/Ekboms
syndrome
Ditandai oleh rasa sensasi pada kaki/kaku, yang terjadi
sebelum onset tidur. Gangguan ini sangat berhubungan dengan
mioklonus nokturnal. Pergerakan kaki secara periodik disertai
dengan rasa nyeri akibat kejang otot M. tibialis kiri dan kanan
sehingga penderita selalu mendorongdorong kakinya.
Ditemukan pada penyakit gangguan ginjal stadium akut,
parkinson, wanita hamil. Lokasi kelainan ini diduga diantara lesi
batang otak hipotalamus (Japardi, 2002).

d. Gangguan bernafas saat tidur (sleep apnea)
Terdapat tiga jenis sleep apnea yaitu central sleep apnea,
upper airway obstructive apnea dan bentuk campuran dari
keduanya. Apnea tidur adalah gangguan pernafasan yang terjadi
saat tidur, yang berlangsung selama lebih dari 10 detik.
Dikatakan apnea tidur patologis jika penderita mengalami
episode apnea sekurang kurang lima kali dalam satu jam atau 30
episode apnea selama semalam. Selama periodik ini gerakan
dada dan dinding perut sangat dominan. Apnea sentral sering
terjadi pada usia lanjut, yang ditandai dengan intermiten
penurunan kemampuan respirasi akibat penurunan saturasi
oksigen. Apnea sentral ditandai oleh terhentinya aliran udara
dan usaha pernafasan secara periodik selama tidur, sehingga
pergerakan dada dan dinding perut menghilang. Hal ini


kemungkinan kerusakan pada batang otak atau hiperkapnia
(Japardi, 2002).


Gangguan saluran nafas (upper airway obstructive) pada saat
tidur ditandai dengan peningkatan pernafasan selama apnea,
peningkatan usaha otot dada dan dinding perut dengan tujuan
memaksa udara masuk melalui obstruksi. Gangguan ini semakin
berat bila memasuki fase REM. Gangguan saluran nafas ini
ditandai dengan nafas megap-megap atau mendengkur pada saat
tidur. Mendengkur ini berlangsung 3-6 kali bersuara kemudian
menghilang dan berulang setiap 20-50 detik (Japardi, 2002).
Serangan apnea pada saat pasien tidak mendengkur. Akibat
hipoksia atau hipercapnea, menyebabkan respirasi lebih aktif
yang diaktifkan oleh formasi retikularis dan pusat respirasi
medula, dengan akibat pasien terjaga danrespirasi kembali
normal secara reflek. Baik pada sentral atau obstruksi apnea,
pasien sering terbangun berulang kali di malam hari, yang
kadang-kadang sulit kembali untuk jatuh tidur. Gangguan ini
sering ditandai dengan nyeri kepala atau tidak enak perasaan
pada pagi hari. Pada anak-anak sering berhubungan dengan
gangguan kongenital saluran nafas, dysotonomi syndrome,
adenotonsilar hypertropi. Pada orang dewasa obstruksi saluran
nafas septal defek, hipotiroid, atau bradikardi, gangguan
jantung, PPOK, hipertensi, stroke, GBS, arnord chiari
malformation (Japardi, 2002).
e. Paska trauma kepala
Sebagian besar pasien dengan paska trauma kepala sering
mengeluh gangguan tidur. Jarak waktu antara trauma kepala
dengan timbulnya keluhan gangguan tidur setelah 2-3 tahun
kemudian (Japardi, 2002).


Pada gambaran polysomnography tampak penurunan fase
REM dan peningkatan sejumlah fase jaga. Hal ini juga


menunjukkan bahwa fase koma (trauma kepala) sangat berperan
dalam penentuan kelainan tidur (Japardi, 2002).


Pada penelitian terakhir menunjukkan pasien tampak selalu
mengantuk berlebih sepanjang hari tanpa diikuti oleh fase onset
REM. Penanganan dengan proses program rehabilitasi seperti
sleep hygine. Litium carbonat dapat menurunkan angka
frekwensi gangguan tidur akibat trauma kepala (Japardi, 2002).

3. Gangguan tidur irama sirkadian
Sleep wake schedule disorders (gangguan jadwal tidur) yaitu
gangguan dimana penderita tidak dapat tidur dan bangun pada
waktu yang dikehendaki,walaupun jumlah tidurnya tatap.
Gangguan ini sangat berhubungan dengan irama tidur sirkadian
normal (Japardi, 2002).


Bagian-bagian yang berfungsi dalam pengaturan sirkadian
antara lain temperatur badan,plasma darah, urine, fungsi ginjal dan
psikologi. Dalam keadan normal fungsi irama sirkadian mengatur
siklus biologi irama tidurbangun, dimana sepertiga waktu untuk
tidur dan dua pertiga untuk bangun/aktivitas. Siklus irama sirkadian
ini dapat mengalami gangguan, apabila irama tersebut mengalami
peregseran. Menurut beberapa penelitian terjadi pergeseran irama
sirkadian antara onset waktu tidur reguler dengan waktu tidur yang
irreguler (bringing irama sirkadian) (Japardi, 2002).


Perubahan yang jelas secara organik yang mengalami gangguan
irama sirkadian adalah tumor pineal. Gangguan irama sirkadian
dapat dikategorikan dua bagian:


1. Sementara (acut work shift, Jet lag) (Japardi, 2002).


2. Menetap (shift worker)

(Japardi, 2002).
Keduanya dapat mengganggu irama tidur sirkadian sehingga
terjadi perubahan pemendekan waktu onset tidur dan perubahan
pada fase REM (Japardi, 2002).


Berbagai macam gangguan tidur gangguan irama sirkadian
adalah sebagai berikut:




a. Tipe fase tidur terlambat (delayed sleep phase type)
Yaitu ditandai oleh waktu tidur dan terjaga lebih lambat yang
diinginkan. Gangguan ini sering ditemukan dewasa muda, anak
sekolah atau pekerja sosial. Orang tersebut sering tertidur
(kesulitan jatuh tidur) dan mengantuk pada siang hari (insomnia
sekunder) (Japardi, 2002).


b. Tipe Jet lag
Ialah mengantuk dan terjaga pada waktu yang tidak tepat
menurut jam setempat, hal ini terjadi setelah berpergian
melewati lebih dari satu zone waktu. Gambaran tidur
menunjukkan sleep latensnya panjang dengan tidur yang
terputus-putus (Japardi, 2002).


c. Tipe pergeseran kerja (shift work type)
Pergeseran kerja terjadi pada orang tg secara teratur dan cepat
mengubah jadwal kerja sehingga akan mempengaruhi jadwal
tidur. Gejala ini sering timbul bersama-sama dengan gangguan
somatik seperti ulkus peptikum. Gambarannya berupa pola
irreguler atau mungkin pola tidur normal dengan onset tidur fase
REM (Japardi, 2002).


d. Tipe fase terlalu cepat tidur (advanced sleep phase syndrome)
Tipe ini sangat jarang, lebih sering ditemukan pada pasien
usia lanjut,dimana onset tidur pada pukul 6-8 malam dan
terbangun antara pukul 1-3 pagi. Walaupun pasien ini merasa
cukup ubtuk waktu tidurnya. Gambaran tidur tampak normal
tetapi penempatan jadwal irama tidur sirkadian yang tidak sesuai
(Japardi, 2002).


e. Tipe bangun-tidur beraturan
f. Tipe tidak tidur-bangun dalam 24 jam
4. Lesi susunan saraf pusat (neurologis)
Sangat jarang. Les batang otak atau bulber dapat mengganggu
awal atau memelihara selama tidur, ini merupakan gangguan tidur
organik. Feldman dan wilkus et al menemukan fase tidur pada lesi


atau trauma daerahventral pons, yang mana fase 1 dan 2 menetap
tetapi fase REM berkurang atau tidak ada sama sekali. Penderita
chroea ditandai dengan gangguan tidur yang berat, yang
diakibatkan kerusakan pada raphe batang otak. Penyakit seperti
Gilles de la Tourettes syndrome, parkinson, khorea, dystonia,
gerakan-gerakan penyakit lebih sering timbul pada saat pasien
tidur. Gerakan ini lebih sering terjadi pada fase awal dan fase 1 dan
jarang terjadi pada fase dalam. Pada dememsia sinilis gangguan
tidur pada malam hari, mungkin akibat diorganisasi siklus
sirkadian, terutama perubahan suhu tubuh. Pada penderita stroke
dapat mengalami gangguan tidur, bila terjadi gangguan vaskuler
didaerah batang otak epilepsi seringkali terjadi pada saat tidur
terutama pada fase NREM (stadium ) jarang terjadi pada fase
REM (Japardi, 2002).


5. Gangguan kesehatan, toksik
Seperti neuritis, carpal tunnel sindroma, distessia, miopati
distropi, low back pain, gangguan metabolik seperti
hipo/hipertiroid, gangguan ginjal akut/kronik, asma, penyakit,
ulkus peptikus, gangguan saluran nafas obstruksi sering
menyebabkan gangguan tidur seperti yang ditunjukkan mioklonus
nortuknal (Japardi, 2002).


6. Obat-obatan
Gangguan tidur dapat disebabkan oleh obat-obatan seperti
penggunaan obat stimulan yang kronik (amphetamine, kaffein,
nikotine), antihipertensi, antidepresan, antiparkinson, antihistamin,
antikholinergik. Obat ini dapat menimbulkan terputus-outus fase
tidur REM (Japardi, 2002).


2. Parasomnia
Yaitu merupakan kelompok heterogen yang terdiri dari
kejadian-kejadian episode yang berlangsung pada malam hari pada
saat tidur atau pada waktu antara bangun dan tidur. Kasus ini sering
berhubungan dengan gangguan perubahan tingkah laku danaksi


motorik potensial, sehingga sangat potensial menimbulkan angka
kesakitan dan kematian, Insidensi ini sering ditemukan pada usia
anak berumur 3-5 tahun (15%) dan mengalami perbaikan atau
penurunan insidensi pada usia dewasa (3%) (Japardi, 2002).
Ada 3 faktor utama presipitasi terjadinya parasomnia yaitu
(Japardi, 2002):
a. Peminum alkohol
b. Kurang tidur (sleep deprivation)


c. Stress psikososial
Kelainan ini terletak pada aurosal yang sering terjadi pada
stadium transmisi antara bangun dan tidur. Gambaran berupa
aktivitas otot skeletal dan perubahan sistem otonom. Gejala
khasnya berupa penurunan kesadaran (konfuosius), dan diikuti
aurosal dan amnesia episode tersebut. Seringkali terjadi pada
stadium 3 dan 4 (Japardi, 2002).

- Gangguan tidur berjalan (sleep walking)/somnabulisme
Merupakan gangguan tingkah laku yang sangat komplek
termasuk adanya automatis dan semipurposeful aksi motorik,
seperti membuk apintu, menutup pintu, duduk ditempat tidur,
menabrak kursi, berjalan kaki, berbicara. Tingkah laku berjalan
dalam beberapa menit dan kembali tidur. Gambaran tipikal
gangguan tingkah laku ini didapat dengan gelombang tidur yang
rendah, berlangsung 1/3 bagian pertama malam selama tidur
NREM pada stadium 3 dan 4. Selama serangan, relatif tidak
memberikan respon terhadap usaha orang lain untuk
berkomunikasi dengannya dan dapat dibangunkan susah payah.
Pada gambaran EEG menunjukkan iram acampuran terutama
theta dengan gelombang rendah. Bahkan tidak didapatkan
adanya gelombang alpha (Japardi, 2002).


- Gangguan teror tidur (sleep teror)
Ditandai dengan pasien mendadak berteriak, suara tangisan
dan berdiri ditempat tidur yang tampak seperti ketakutan dan


bergerak-gerak. Serangan ini terjadi sepertiga malam yang
berlangsung selama tidur NREM pada stadium 3 dan 4. Kadang-
kadang penderita tetap terjaga dalam keadaan terdisorientasi,
atau sering diikuti tidur berjalan. Gambaran teror tidur mirip
dengan teror berjalan baik secara klinis maupun dalam
pemeriksaan polisomnografy. Teror tidur mungkin
mencerminkan suatu kelainan neurologis minor pada lobus
temporalis (Japardi, 2002).
Pada kasus ini sering kali terjadi perubahan sistem
otonomnya seperti takhicardi, keringat dingin, pupil dilatasi, dan
sesak nafas (Japardi, 2002).

- Gangguan tidur berhubungan dengan fase REM
Ini meliputi gangguan tingkah laku, mimpi buruk dan
gangguan sinus arrest. Gangguan tingkah laku ini ditandai
dengan atonia selama tidur (EMG) dan selanjutnya terjadi
aktifitas motorik yang keras, episode ini sering terjadi pada larut
malam (1/2 dari larut malam) yang disertai dengan ingat mimpi
yang jelas. Palin banyak ditemukan pada laki-laki usia lanjut,
gangguan psikiatri atau dengan janis penyakit-penyakit
degenerasi, peminum alkohol. Kemungkinan lesinya terletak
pada daerah pons atau juga didapatkan pada kasus seperti
perdarahan subarakhnoid. Gambaran menunjukkan adanya REM
burst dan mioklonik potensial pada rekaman EMG (Japardi,
2002).


2. 1. 3. Efek Gangguan Tidur
Dalam sebuah penelitian menyebutkan bahwa gangguan tidur dapat
menimbulkan beberapa efek pada manusia. Ketika kurang tidur
seseorang akan berpikir dan bekerja lebih lambat, membuat banyak
kesalahan, dan sulit untuk mengingat sesuatu. Hal ini mengakibatkan
penurunan produktivitas kerja dan dapat menyebabkan kecelakaan.
Selanjutnya, di Amerika kerugian akibat hal di atas diperkirakan
mencapai 18 milyar dollar per tahun. Efek lainnya pada pekerja yaitu


pekerja menjadi lebih cepat marah, tidak sabar, gelisah, dan depresi.
Masalah ini dapat mengganggu pekerjaan dan hubungan keluarga, serta
mengurangi aktivitas sosial (Nurmianto, 2004).
Gangguan tidur dapat menyebabkan beberapa efek pada pekerja shift ,
gangguan tidur dapat mempengaruhi penurunan performance kerja,
produktivitas dan kualitas kerja, serta hubungan dalam pekerjaan. Tanpa
tidur yang cukup pekerja menjadi lebih sulit untuk berkonsentrasi,
memahami sesuatu, dan dalam berkomunikasi. Selain itu Bell
menjelaskan akibat dari gangguan tidur sebagai berikut :
a. Kurang tidur pada pekerja menyebabkan penurunan yang signifikan
pada performance kerja dan kewaspadaan mencapai 32% (Bell, 2005).
b. Penurunan kewaspadaan dan tidur yang berlebihan berpengaruh pada
kemampuan kognitif dalam berpikir dan memproses informasi (Bell,
2005).
c. Pekerja shift akan mengalami gangguan dalam kehidupan keluarga
(Bell, 2005).
d. Tidur yang berlebihan juga meningkatkan risiko 2 kali lipat terjadinya
kesakitan akibat kerja secara terus-menerus (Bell, 2005).


Hal di atas diperkuat dengan pernyataan penelitian Klein bahwa
gangguan tidur dapat mengakibatkan kelelahan yang merupakan keluhan
kesehatan yang serius di tempat kerja. Kurang tidur pada pekerja
merupakan sebab utama penurunan produktivitas, ketidakhadiran pekerja
(absentisme), dan kecelakaan di tempat kerja (Klein, 2004).
Dalam sumber lain disebutkan bahwa gangguan tidur yang tidak
segera diatasi dalam jangka waktu yang lama akan berhubungan dengan
penyakit-penyakit serius seperti tekanan darah tinggi, serangan jantung,
gangguan jantung, stroke, kegemukan, dan luka akibat kecelakaan. Selain
itu gangguan tidur juga dapat berpengaruh terhadap masalah kesehatan
psikis seperti depresi, gangguan jiwa, kerusakan mental, mempengaruhi
pertumbuhan janin dan anak-anak, serta terjadinya penurunan kualitas
hidup.
1
Menurut penelitian Doghramji, penanganan yang tidak segera


dilakukan pada orang yang mengalami insomnia atau gangguan tidur
lainnya dapat menyebabkan kerusakan fungsional tubuh sehingga
memerlukan biaya perawatan yang mahal. Dikatakan pula bahwa tidur
yang berlebih tanpa diiringi kualitas tidur yang baik juga dapat
berhubungan dengan meningkatnya angka kematian, kesakitan, dan
kecelakaan yang dapat mengancam jiwa (Handayani, 2008).

2. 2. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gangguan Tidur
2. 2. 1. Shift Kerja
Shift kerja dan waktu kerja berlebih biasanya diterapkan untuk lebih
memanfaatkan sumber daya yang ada, meningkatkan produksi, serta
memperpanjang durasi pelayanan. Shift kerja berbeda dengan hari kerja
biasa, di mana pada hari kerja biasa pekerjaan dilakukan secara teratur
pada waktu yang telah ditentukan sebelumnya sedangkan shift kerja
dapat dilakukan lebih dari satu kali untuk memenuhi jadwal 24 jam/hari.
Biasanya perusahaan yang berjalan secara kontinyu yang menerapkan
aturan shift kerja ini. Alasan lain dari shift kerja adalah kebutuhan sosial
akan pelayanan. Polisi dan rumah sakit benar-benar dibutuhkan untuk 24
jam/hari, 7 hari/minggu (Kuswadji, 1997).
2. 2. 1. 1. Definisi shift kerja
Adalah semua pengaturan jam kerja, sebagai pengganti atau sebagai
tambahan kerja siang hari sebagaimana yang biasa dilakukan (Taylor,
1970).
Namun demikian ada pula definisi yang lebih operasional dengan
menyebutkan jenis kerja shift itu. Kerja shift disebutkan sebagai
pekerjaan yang secara permanen, atau sering pada jam kerja yang tidak
biasa atau bekerja pada jam yang berubah-ubah termasuk jam kerja yang
tidak teratur (Knauth, 1987).

2. 2. 1. 2. Sistem shift kerja


Ada dua kelompok besar kerja shift, yaitu permanen dan rotasi.
Namun demikian dipandang dari sudut kesehatan yang penting ialah
apakah kerja shift itu mengandung unsur kerja malam atau tidak.
Pembagian berikutnya ialah sistem shift terputus dan sistem shift terus
menerus. Sistem shift terputus berlangsung antara hari Senin sampai
dengan Jumat atau antara hari Senin sampai dengan hari Sabtu. Faktor
sosial, seperti aktivitas rekreasi keluarga pada akhir pekan dalam sistem
tadi tidak menjadi masalah. Sistem shift terus-menerus berlangsung
selama 7 hari seminggu termasuk hari-hari libur. Pada sistem shift ini
faktor rekreasi keluarga akan sangat terganggu. Dalam hal ini perlu
ditambahkan pula faktor pisah keluarga pada pekerja sistem shift terus-
menerus, yang bekerja di tempat terpencil (pekerja anjungan minyak
lepas pantai, awak kapal laut, awak pesawat tenbang, eksekutif manca
negara) (Kuswadji, 1997).
Pembagian sistem kerja shift lainnya ialah: jumlah hari kerja malam
yang berturut-turut, awal dan akhir kerja shift, jangka waktu masing-
masing shift, urutan rotasi shift, jangka daur shift dan keteraturan sistem
shift (Kuswadji, 1997).
2. 2. 1. 3. Rotasi
Pembagian menurut jumlah hari kerja malam yang berturut-turut
paling sedikit ada tiga jenis :
1) Metropolitan rota
Pada sistem ini pekerja bekerja menurut giliran 2-2-2 (pagi, pagi,
siang, siang, malam, malam, libur, libur). Sistem ini banyak dipakai
di Inggris. Pada sistem ini hari libur Sabtu dan Minggu hanya terjadi
sekali dalam 8 minggu (Tabel 2.1) (Kuswadji, 1997).

Tabel 2.1 Metropolitan Rota
Minggu
1
Senin Pagi
Minggu
5
Senin Malam
Selasa Pagi Selasa Malam
Rabu Sore Rabu Libur


Kamis Sore Kamis Libur
Jumat Malam Jumat Pagi
Sabtu Malam Sabtu Pagi
Minggu Libur Minggu Sore
Minggu
2
Senin Libur
Minggu
6
Senin Sore
Selasa Pagi Selasa Malam
Rabu Pagi Rabu Malam
Kamis Sore Kamis Libur
Jumat Sore Jumat Libur
Sabtu Malam Sabtu Pagi
Minggu Malam Minggu Pagi
Minggu
3
Senin Libur
Minggu
7
Senin Sore
Selasa Libur Selasa Sore
Rabu Pagi Rabu Malam
Kamis Pagi Kamis Malam
Jumat Sore Jumat Libur
Sabtu Sore Sabtu Libur
Minggu Malam Minggu Pagi
Minggu
4
Senin Malam
Minggu
8
Senin Pagi
Selasa Libur Selasa Sore
Rabu Libur Rabu Sore
Kamis Pagi Kamis Malam
Jumat Pagi Jumat Malam
Sabtu Sore Sabtu Libur
Minggu Sore Minggu Libur
Keterangan : Pagi pukul 6 14; sore pukul 14 22;
malam pukul 22 6


2) Continental rota
Pada sistem ini pekerja bekerja menurut giliran 2-2-3 (pagi, pagi,
slang, siang, malam, malam, malam, libur, libur). Sistem ini banyak
dipakai di negara-negara daratan Eropa. Pada sistem ini hari libur
Sabtu dan Minggu akan terjadi setiap 4 minggu (Tabel 2.2)
(Grandjean 1998, Kuswadji 1997).
Tabel 4.2. Continental Rota
Minggu
1
Senin Pagi
Minggu
3
Senin Malam
Selasa Pagi Selasa Malam
Rabu Sore Rabu Libur
Kamis Sore Kamis Libur
Jumat Malam Jumat Pagi
Sabtu Malam Sabtu Pagi
Minggu Malam Minggu Pagi
Minggu
2
Senin Libur
Minggu
4
Senin Sore
Selasa Libur Selasa Sore
Rabu Pagi Rabu Malam
Kamis Pagi Kamis Malam
Jumat Sore Jumat Libur
Sabtu Sore Sabtu Libur
Minggu Sore Minggu Libur
Keterangan: Pagi 6-14; sore 14-22; malam 22-6
3) Sistem 4 orang siklus 32 jam
Dalam sistem ini lepas jaga tidak ada dan tidak ada libur.
Keuntungannya ialah setiap orang akan mengalami tidak kerja pagi
sebanyak lima kali seminggu (baik buat mereka yang sekolah di pagi
hari). Pergantian pada tengah malam, sehingga pekerja dapat selalu
tidur pada malam hari (sebelum bekerja atau sesudah bekerja) (Tabel
2.3) (Kuswadji, 1997).
Tabel 2.3. Sistem empat orang siklus 32 Jam


Shift Hari dalam Seminggu
S S R K J S A S S R K J S A S S R K J S A
Malam A B C D A B C D A B C D A B C D A B C D A
Pagi D A B C D A B C D A B C D A B C D A B C D
Sore C D A B C D A B C D A B C D A B C D A B C
Malam B C D A B C D A B C D A B C D A B C D A B
Pagi A B C D A B C D A B C D A B C D A B C D A
Sore D A B C D A B C D A B C D A B C D A B C D
Keterangan : Malam 00-08; pagi 08-16; sore 16-24
Menurut awal dan akhir jam kerja shift, lama satu shift, dan
keteraturannya sistem dapat dibagi sebagai berikut:
1) Sistem 3 shift biasa
Masing-masing pekerja akan mengalami 8 jam kerja yang sama
selama 24 jam: dinas pagi antara pukul 6-14, dinas sore antara pukul
14-22 dan dinas malam antara pukul 22-6. Dinas pagi
memungkmnkan keluargadapat makan bersama pada malam harinya,
bisa mengerjakan hobby baik pada sore hari atau malamnya. Bila
dinas pagi dimulai terlalu pagi misalnya pukul 4, akan sangat
melelahkan dan tidur malam menjadi lebih singkat. Dinas sore
sangat tidak baik untuk kehidupan sosial, namun sebaliknya untuk
tidur sangat menguntungkan. Dinas malam buruk dipandang dan
berbagai segi. Makan malam bersama dan kegiatan hobby terganggu.
Tidur terganggu akibat berbagai sebab: bising di siang hari, tidur
terputus karena harus makan siang, tidur terus sampai sore. Akhirnya
mereka mengalami kelelahan karena tidur yang tidak pulas
(Kuswadji, 1997).


2) Sistem Amerika
Menurut sistem ini dinas pagi mulai pukul 8-16, dinas sore
antarapukul 16-24 dan dinas malam antara pukul 24-8. Sistem ini
memberikan keuntungan fisiologik dan sosial. Kesempatan tidur
akan banyak terutama pada pekerja pagi dan sore. Setiap shift akan


mengalami makan bersama keluarga paling sedikit sekali dalam
sehari (Kuswadji, 1997).


3) Sistem 12-12
Di penambangan minyak lepas pantai dipakai sistem 12-12.
Selama 12 jam dinas pagi dan selama 12 jam dinas malam. Jadwal
antara 7-19 dan 19-7. Satu minggu kerja siang dan satu minggu kerja
malam. Pisah dengan keluarga. Setelah dinas 2 minggu, biasanya
setelah dinas malam, pulang ke rumah dan tinggal dengan keluarga.
Dipandang dari sudut kesehatan kerja atau ergonomi bekerja
menurut cara demikian tidak baik. Namun beberapa perkecualian
dapat dilakukan, misalnya bila pekerjaan im tidak terlalu berat. Bila
pekerjaan shift dilakukan selama ini, masing-masing shift baik siang
atau malam, harus diikuti dengan istirahat dua hari (Kuswadji,
1997).


2. 2. 1. 4. Efek shift kerja
Variabel utama manusia yang berkaitan dengan kerja shift adalah
circadian rhytm. Kebanyakan fungsi tubuh manusia berjalan secara
ritmik dalam siklus 24 jam. Inilah yang disebut circadian rhytm (ritme
sirkadian). Fungsi-fungsi tubuh yang meningkat pada siang hari dan
menurun pada malam hari termasuk temperatur tubuh, detak jantung,
tekanan darah, kemampuan mental, produksi adrenalin, dan
kemampuan fisik (Pulat, 2002).
Secara umum, semua fungsi tubuh berada dalam keadaan siap
digunakan pada siang hari. Sedangkan pada malam hari adalah waktu
untuk istirahat dan pemulihan sumber daya (energi) (Pulat, 2002).
Fungsi tubuh yang ditandai dengan sirkadian adalah tidur, kesiapan
untuk bekerja, dan banyak proses otonom, fungsi vegetatif seperti
metabolisme, temperatur tubuh, detak jantung, dan tekanan darah.


Semua fungsi manusia yang telah dipelajari menunjukkan siklus harian
yang teratur (Pulat, 2002).
Selain itu disebutkan bahwa kerja shift malam akan berdampak pada
respon fisiologis tubuh, efek sosial, dan efek penampilan (kerja) (Pulat,
2002).
1. Efek fisiologis
Beberapa efek kerja shift terhadap tubuh:
a. Mempengaruhi kualitas tidur. Tidur siang tidaklah seefektif tidur
pada malam hari karena terdapat banyak gangguan. Biasanya
memakan waktu dua hari istirahat untuk menggantikan waktu
tidur malam akibat kerja shift malam(Pulat, 2002).
b. Kurangnya kemampuan fisik untuk bekerja pada malam hari.
Walaupun masalah penyesuaian sirkadian merupakan alasan yang
utama, ada alasan lain yaitu perasaan mengantuk dan lelah (Pulat,
2002).
c. Mempengaruhi kemampuan mental. Johnson dalam Pulat
melaporkan bahwa berkurangnya kapasitas mental mempengaruhi
perilaku waspada terhadap pekerjaan seperti pengontrolan dan
monitoring kualitas. Lebih lanjut, Kelly dan Schneider dalam
Pulat menyatakan bahwa kesalahan dapat meningkat secara
bermakna (80% sampai 180%) karena bertambahnya lama kerja
shift (Pulat, 2002).
d. Gangguan kegelisahan juga telah dilaporkan terjadi di antara
pekerja shift malam. Kehilangan waktu tidur dan efek sosial dari
kerja shift juga merupakan alasan utama(Pulat, 2002).
e. Gangguan saluran pencernaan. Thiis-Everson melaporkan bahwa
dari 6000 pekerja Norwegia, 35% pekerja shift malam mengalami
gangguan perut, 13,4% mengalami ulserasi, dan 30% mengalami
gangguan usus (Pulat, 2002).
2. Efek Sosial


Sebagai tambahan, kerja shift juga mempengaruhi kehidupan
sosial (Pulat, 2002):
a. Mengganggu kehidupan keluarga.
b. Sedikitnya kesempatan untuk berinteraksi dengan kerabat dan
rekan.
c.
Mengganggu aktivitas kelompok.

3. Efek Performansi
Wyatt dan Marriott dalam Pulat mengkonfirmasikan bahwa
sebagai akibat dari efek fisiologis dan sosial, performansi
(penampilan) juga akan menurun pada malam hari. Browne
menemukan bahwa kelambatan atau penundaan menjawab panggilan
telepon pada operator telepon meningkat secara drastis pada shift
malam. Bjerner et al mengobservasi kesalahan yang lebih tinggi
secara bermakna dilakukan oleh pembaca meteran di perusahaan gas
pada waktu shift malam dari pada shift lainnya. Monk dan Embrey
menyatakan bahwa kebanyakan dari efek ini akibat kurangnya
kewaspadaan pekerja pada waktu shift malam (Pulat, 2002).
Penasehat medis perusahaan telah mencatat banyaknya kasus
gangguan tidur siang di antara pekerja malam. Gangguan pada tidur
siang ini dihubungkan dengan kebisingan, akan tetapi kebanyakan
pekerja malam menyatakan mereka merasakan kegelisahan selama
siang hari dan tidur siang mereka tidak cukup menyegarkan (Pulat,
2002).
2. 2. 2. Usia Pekerja
Dalam sebuah penelitian menjelaskan penyebab gangguan tidur yang
berasal dari individu meliputi usia, gaya hidup (seperti mengkonsumsi
alkohol dan kafein, dan penggunaan obat), dan akibat suatu penyakit
yang sedang diderita oleh individu tersebut (Handayani, 2008).

Faktor
usia dan masa kerja dapat mempengauhi pola tidur. Semakin tua usia
seseorang, semakin sulit untuk beradaptasi terhadap kerja malam, lagi
pula mereka cepat lelah dan tidak dapat menikmati tidur yang panjang


karena sangat mudah terganggu dalam tidurnya. Oleh sebab itu, pekerja
yang berumur kurang dari 25 tahun atau lebih dari 50 tahun sebaiknya
tidak bekerja shift, terutama shift malam (Grandjean, 1998).
Pekerja yang berusia kurang dari 25 tahun atau lebih dari 50 tahun
merupakan usia yang rentan mengalami gangguan tidur. Hal ini
didasarkan pada kemampuan pekerja untuk beradaptasi dengan
lingkungan kerjanya, dimana usia di bawah 25 tahun merupakan usia
awal seorang pekerja untuk bekerja, sehingga pada masa inilah pekerja
mulai beradaptasi dengan pekerjaannya. Sedangkan untuk pekerja yang
berusia di atas 50 tahun didasarkan pada banyaknya keluhan kesehatan
dan penurunan terhadap beberapa fungsi organ yang timbul pada usia
tersebut, hal ini diduga dapat menyebabkan gangguan pada pola tidur
pekerja (Grandjean, 1998).
Dalam sumber lain disebutkan bahwa seseorang yang berumur muda
sanggup melakukan pekerjaan berat, dan sebaliknya jika seseorang sudah
berumur lanjut maka kemampuannya untuk melakukan pekerjaan berat
akan menurun. Pekerja yang telah berumur lanjut akan merasa cepat lelah
dan tidak dapat bergerak dengan leluasa ketika melaksanakan tugsanya
sehingga mempengaruhi kinerjanya. Kemampuan untuk dapat melakukan
pekerjaan dengan baik setiap individu berbeda dan dapat juga
dipengaruhi oleh umur tersebut. Kapasitas kemampuan bekerja tersisa
80% pada umur 50 tahun dan mejadi 60% pada umur 60 tahun
dibandingkan kapasitas pada orang-orangyang berumur 25 tahun
(Handayani, 2008).
Kebutuhan tidur seseorang akan berkurang seiring dengan
bertambahnya usia. Sebagian besar kelompok usia lanjut mempunyai
risiko mengalami gangguan pola tidur sebagai akibat dari pensiun,
perubahan lingkungan sosial, penyakit yang diderita, dan perubahan
irama sirkadian (Noor, 2003).


Pada penelitian Afriani (2002) dalam Handayani (2008) diketahui
bahwa responden yang paling banyak mengalami gangguan tidur adalah
pekerja yang berusia 26-35 tahun yaitu sebanyak 71 orang (63,4%) dan
yang paling sedikit adalah usia 36-40 tahun sebanyak 2 orang (1,8%).
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara usia dengan gangguan pola tidur pada pekerja dengan P
value sebesar 0,028.
Pada penelitian Handayani (2008) diketahui bahwa responden yang
paling banyak mengalami gangguan tidur adalah pekerja yang berusia 38
tahun atau lebih sebanyak 41 orang (70,7%) dan yang paling sedikit
adalah usia kurang dari 38 tahun sebanyak 18 orang (37,5%). Hasil
penelitian ini menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara usia dengan gangguan pola tidur pada pekerja dengan P value
sebesar 0,001 (Handayani, 2008).
Sedangkan pada penelitian Rosmaliana (2004) dalam Handayani
(2008) dikatakan bahwa pekerja usia muda (30-34) tahun lebih banyak
mengalami gangguan pola tidur dibandingkan dengan pekerja yang
berusia di atas 50 tahun. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara
usia dengan gangguan pola tidur pada pekerja pada penelitian ini dengan
P value sebesar 0,202. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh
Kurnialyn (2002) dalam Handayani (2008), pada peneltitian ini dikatakan
bahwa responden dengan kelompok usia 26-33 tahun merupakan
kelompok usia yang paling banyak mengalami gangguan tidur yaitu
sebanyak 91,5%, sedangkan kelompok usia yang paling sedikit
mengalami gangguan tidur adalah diatas 50 tahun (75%) dengan P value
sebesar 0,753 (Handayani, 2008).
2. 2. 3. Masa Kerja Shift
Pada tahun 1999 di Jepang dilakukan sebuah penelitian mengenai
hubungan antara shift malam dengan beberapa masalah pada perawat
wanita muda, responden yang diteliti adalah perawat yang bekerja di


rumah sakit yang sama dengan rata-rata lama masa kerja shift 2 tahun 3
bulan. Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari 620 sampel yang diteliti,
sebagian besar dari mereka mengalami gangguan tidur (Handayani, 2008).
Selain itu, menurut penelitian Bohle dalam Handayani (2008)
gangguan pola tidur biasa terjadi pada 5 tahun pertama atau pada masa
adaptasi. Jika ditinjau secara teoritis masalah serius baru akan terjadi pada
saat masa kerja shift mencapai 30 tahun, karena efek dari kerja shift pada
gangguan pola tidur bersifat akumulasi (Handayani, 2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2008) telah menyebutkan
bahwa tidak terdapat hubungan antara masa kerja shift dengan gangguan
pola tidur (P value = 0,292). Pada penelitian ini gangguan tidur terbanyak
dialami oleh pekerja dengan masa kerja shift 5-10 tahun, dan yang paling
sedikit mengalami hal tersebut adalah pekerja dengan masa kerja shift
lebih dari 10 tahun. Menurut Afriani hal ini terjadi karena mereka sudah
mulai toleran terhadap kerja shift, walaupun belum seutuhnya bisa
beradaptasi. Semakin lama masa kerja seseorang maka semakin bisa
pekerja tersebut beradaptasi terhadap kerja shift yang dijalani karena
pekerja telah memiliki pengalaman dalam hal ini (Handayani, 2008).
Hal serupa juga diungkapkan oleh Rosmaliana (2004) dalam Handayani
(2008), dalam penelitiannya diketahui bahwa gangguan pola tidur
terbanyak dialami oleh pekerja dengan masa kerja shift 11-15 tahun
sebanyak 17 orang (47,2%) dan terendah pada pekerja dengan masa kerja
shift 16-20 tahun sebanyak 3 orang (37,5%). Dengan P value sebesar 0,074
maka dinyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara
masa kerja shift dengan gangguan pola tidur pada pekerja (Handayani,
2008).

2. 2. 4. Status Perkawinan
Colligan et al (1997) dalam Handayani (2008) menjelaskan bahwa
status perkawinan merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan
perubahan pada pola tidur. Biasanya kegiatan sosial dan keluarga terjadi


pada sore hari atau saat akhir pekan. Pekerja shift seharusnya beristirahat
ketika kembali ke rumah, akan tetapi waktu untuk beristirahat sering kali
digunakan untuk kegiatan keluarga sehingga waktu untuk tidur menjadi
berkurang dan dapat berakibat pada pola tidur pekerja (Handayani, 2008).
Menurut Maasen et.al dalam (Handayani,2008) status perkawinan
sangat mempengaruhi tidur pekerja shift. pekerja yang sudah menikah
cenderung mengalami gangguan pola tidur yang lebih tinggi karena
bertambahnya tanggung jawab terhadap keluargaseperti istri atau suami
dan anak-anak. Pekerja yang belum menikah lebih bebas memulai tidur
kapan saja ketika selesai bekerja tanpa harus terbebani oleh tugas-tugas
lain (Handayani, 2008).
Kurnialyn (2002) dalam Handayani (2008), dalam penelitiannya
mengenai analisis hubungan antara faktor-faktor pada perawat dengan
gangguan tidur di RSUP Fatmawati menyebutkan bahwa tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara status perkawinan dengan gangguan pola
tidur pada pekerja (P value = 0,220). Pada penelitian ini diketahui
gangguan tidur terbanyak dialami oleh pekerja yang sudah menikah
sebanyak 105 orang (86,8%), pekerja yang berstatus janda ataupun duda
sebanyak 8 orang, sedangkan pekerja yang belum menikah dan mengalami
gangguan tidur sebanyak 37 orang. Hal serupa juga diungkapkan oleh
Rosmaliana (2004) dalam Handayani (2008), dengan P value sebesar
0,374 dinyatakan tidak ada hubungan antara status perkawinan dengan
gangguan pola tidur pada pekerja. Pekerja yang mengalami gangguan tidur
sebanyak 47 orang dari 88 orang, 43 orang (55,8%) diantaranya adalah
pekerja yang sudah menikah (Handayani, 2008).
2. 2. 5. Tempat Kerja
Selain itu dalam penelitian Madeleine R. Estryn Behar (1978) dan
Blanchard (1992) yang dikutip oleh Handayani (2008), disebutkan bahwa
dari penelitian pada 635 perawat di Massachusetts yang bekerja pada rawat
inap dewasa, pediatri, dan intensif ditemukan pekerja pada rawat inap


dewasa mengalami gangguan pola tidur yang lebih tinggi dibandingkan
dengan perawat pediatri dan intensif. Hal ini disebabkan tempat kerja
rawat inap dewasa cukup luas terdiri atas beberapa kamar sehingga
perawat harus berjalan kurang lebih 6 kilometer untuk mengontrol keadaan
pasien. Sedangkan perawat di bagian pediatri dan intensif tidak perlu
berjalan jauh karena lingkupnya yang sempit.
4

Afriani (2002) dalam Handayani (2008), dalam penelitiannya mengenai
tinjauan pelaksanaan shift kerja terhadap pola tidur perawat di instalasi
rawat inap A & B RS. Pusat Pertamina Jakarta, menyebutkan bahwa tidak
terdapat hubungan antara tempat kerja dengan gangguan pola tidur pada
pekerja (P value = 0,186). Ganggua tidur tertinggi dialami oleh perawat
yang bertugas di lantai 3B sebanyak 18 orang (16%), hal ini disebabkan
karena jumlah pasien pada area kerja ini cukup banyak dibandingkan
bagian lain.
4

2. 2. 6. Jenis Kelamin
Menurut Hestiantoro dalam Handayani (2008) selaku staf bagian
obstetri dan ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
gangguan tidur lebih sering dialami oleh perempuan dibandingkan dengan
laki-laki. Penyebab gangguan tidur pada perempuan antara lain:
- Stres psikis, secara statistik 34% kaum perempuan lebih sering
mengalami gangguan tidur jika dibandingkan dengan laki-laki yang hanya
sekitar 22% yang mengalaminya. Kemungkinan hal ini dapat terjadi
karena perempuan merupakan pribadi yang lebih sensitif (Handayani,
2008).


- Gangguan mitra tidur, kurang lebih 17% perempuan mengeluh
mengalami kesulitan tidur karena mitra tidurnya memiliki kebiasaan
mendengkur dan hanya 5% laki-laki yang mengalami hal serupa
(Handayani, 2008).


- Pekerja malam seperti perawat rumah sakit, penjaga malam, buruh
pabrik, dan lain-lain. Perempuan yang bekerja pada malam hari lebih


sering mengalami gangguan tidur, mereka juga biasanya mengalami
gangguan siklus haid dan masalah kehamilan (Handayani, 2008).


- Terkait dengan masalah haid, gangguan tidur terjadi pada saat
hormon progesterone mengalami penurunan, yaitu beberapa hari
menjelang datangnya haid (hari ke 22-28 dari siklus haid) (Handayani,
2008).


- Terkait dengan masalah kehamilan, pada kehamilan 7-9 bulan
biasanya perempuan hamil akan mengalami gangguan tidur. Berdasarkan
data statistik sekitar 97% perempuan akan lebih sering terbangun pada
tengah malam dan sukar untuk tertidur kembali, dan sekitar 30%
perempuan yang tidak pernah mendengkur akan tidur dengan mendengkur
(Handayani, 2008).
Menurut penelitian Afriani dalam Handayani (2008), tidak ada
hubungan antara jenis kelamin dengan gangguan pola tidur pada pekerja
shift (P value = 0,301). Dari 112 responden yang mengalami gangguan
tidur 95 orang (84,8%) diantaranya adalah perawat perempuan dan 17
orang (15,2%) lainnya adalah perawat laki-laki. Hal yang sama
diungkapkan oleh Kurnialyn (2002) dalam Putri (2008), dengan P value
sebesar 0,152 diketahui bahwa dari 150 responden yang mengalami
gangguan tidur, 130 orang (90,9%) diantaranya adalah perawat perempuan
dan 20 orang lainnya adalah perawat laki-laki (Handayani, 2008).


2. 2. 7. Status Kesehatan
Menurut Klein (2004) dalam Handayani (2008), salah satu faktor
pencetus gangguan tidur yang berasal dari individu adalah suatu penakit
yang diderita. Dalam sumber lain disebutkan pula bahwa sakit fisik dapat
menjadi penyebab gangguan tidur, seperti sesak napas pada orang yang
terserang asma, sinus dan influenza sehingga hidung yang tersumbat dapat
menyebabkan gangguan tidur. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa
gangguan tidur akan tetap terjadi selama penyakit tersebut belum dapat
ditanggulangi dengan baik (Klein, 2004).
2. 2. 8. Kebiasaan Merokok


Menurut sebuah penelitian, gangguan tidur dapat disebabkan oleh
banyak faktor salah satunya adalah faktor gaya hidup yang meliputi kafein,
alkohol, dan nikotin yang berasal dari rokok (Noor, 2003).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ohida et al (2001) yang
dikutip dari Handayani (2008) di Jepang pada tahun 1999 diketahui bahwa
ada hubungan antara konsumsi minuman beralkohol dan kebiasaan
merokok dengan gangguan pola tidur pada perawat yang bekerja pada
malam hari (shift malam), dimana minuman beralkohol dan rokok dapat
membantu mereka untuk tetap terjaga selama melaksanakan tugasnya
(Handayani, 2008).
Pada penelitian Kurnialyn (2002) yang dikutip dari Handayani (2008)
dinyatakan bahwa ada hubungan antara gangguan tidur dengan kebiasaan
merokok pada responden yang diteliti. Hal ini dapat terlihat dari hasil P
value yang diperoleh yaitu sebesar 0,001 lebih rendah dari nilai alphanya
(0,05). Dari hasil odds ratio yang diperoleh, dapat ditarik kesimpulan
bahwa responden yang tidak memilki kebiasaan merokok memiliki
peluang yang lebih besar untuk mengalami gangguan tidur jika
dibandingkan dengan responden yang memiliki kebiasaan merokok
(Handayani, 2008).


Hal tersebut dapat terjadi sebagai akibat dari kemampuan seseorang
untuk mengatasi permasalahan yang ada pada dirinya. Merokok
merupakan salah satu hal yang biasa dilakukan seseorang untuk
mengurangi ketegangan pada dirinya sehingga dengan merokok mereka
menganggap bahwa masalah yang sedang mereka hadapi sedikit
terlupakan. Berbeda halnya dengan orang yang tidak memiliki kebiasaan
merokok, bagi mereka ketegangan yang mereka hadapi akan tetap ada dan
berpengaruh pada saat mereka tertidur (Handayani, 2008).
2. 2. 9. Konsumsi Alkohol dan Kafein
Mengkonsumsi alkohol dan kafein merupakan salah satu penyebab
gangguan tidur yang diakibatkan oleh faktor gaya hidup (Klein, 2004).



Colligan et al (1997) dalam Handayani (2008) menjelaskan bahwa seorang
pekerja shift sering kali mengkonsumsi alkohol agar mudah tertidur.
Alkohol dapat membuat seseorang menjadi mudah tertidur. Alkohol dapat
membuat seseorang menjadi mudah tertidur, tetapi dapat juga mengganggu
tidur. Setelah mengkonsumsi alkohol, seseorang menjadi sering terbangun
dari tidurnya dan kemudian tertidur kembali. Alkohol juga dapat
mengurangi tidur seseorang, sehingga orang tersebut tidak dapat tidur
selama yang mereka inginkan/butuhkan. Colligan et al menyarankan untuk
menghindari alkohol selama 1-2 jam sebelum tidur, khususnya jika
seseorang harus bekerja setelah tidur (Handayani, 2008).
Kafein adalah stimulan yang dapat membantu seseorang untuk tetap
terjaga dan mungkin dapat membantu orang tersebut untuk bekerja lebih
baik. Kafein telah banyak digunakan oleh semua orang di seluruh dunia.
Kandungan alaminya biasa terdapat dalam kopi dan teh, dan ada pula yang
ditambahkan ke dalam minuman ringan (soft drinks) seperti minuman
bersoda. Minuman berkafein sudah menjadi bagian dalam pola makan
sehari-hari dan mudah untuk didapat. Oleh karena itu, kafein banyak
digunakan untuk menjaga kewaspadaan dan performance, atau untuk
membantu menyingkirkan rasa kantuk (Handayani, 2008).


2. 2. 10. Konsumsi Obat Tidur
Obat tidur terbagi menjadi dua macam yaitu obat tidur yang diperoleh
berdasarkan resep dokter dan obat todur yang dijual bebas. Obat tidur
yang dijual bebas sering kali membuat seseorang mengantuk dan
menolong mereka untuk tertidur. Hal ini akan berlangsung lama, artinya
orang yang mengkonsumsi obat ini akan tetap merasakan kantuk setelah
mereka terbangun dari tidur (Handayani, 2008).
Tipe obat tidur yang diperoleh dengan resep dokter bekerja dengan
baik untuk membantu seseorang untuk tertidur dan mempertahankan
tidur, bahkan sampai sepanjang hari. Walau bagaimanapun tidak
dianjurkan bagi seseorang untuk terbiasa mengkonsumsinya (misalnya


lebih dari satu atau dua kali dalam seminggu) kaena tidak ada penelitian
pada pekerja shift dan penggunaan obat tidur dalam jangka waktu yang
lama. Penggunaan obat tidur oleh pekerja shift di setiap waktu pada saat
mereka ingin tertidur sepanjanghari bukanlah jalan keluar yang baik.
Pada beberapa orang, obat tidur dapat diperoleh dengan mudah, mereka
selalu menggunakan obat tidur ketika ingin tertidur. Apabila hal ini terus
berlangsung, orang tersebut akan menjadi gelisah atau mudah marahjika
konsumsi obat tidur dihentikan. Penggunaan obat tidur dalam waktu yang
lama akan menimbulkan rasa kantuk yang berlebihan setelah terbangun
dari tidur (Handayani, 2008).







2. 3. Kerangka teori




Gambar 2.1 Bagan Kerangka Teori
Sumber: Grandjean(1988), Klein (2004), Handayani (2008)












2. 4. Kerangka konsep


Gambar 2.2 Bagan Kerangka Konsep







2. 5. Definisi operasional
Tabel 2.4
Definisi operasional
No. Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil ukur Skala
1. Pola tidur






Ritme jadwal tidur dan bangun
seseorang dalam jangka waktu
tertentu sesuai aktivitas.
Perubahan pola tidur ini dilihat
dari segi kualitas dan kuantitas
tidur.
Kualitas tidur adalah nyenyak
atau tidaknya tidur seseorang.
Kuantitas tidur adalah lamanya
seseorang untuk tidur selama 24
jam (dalam satu hari) Pheasant
dalam Handayani (2008).
Kuesioner Menyebarkan
kuesioner kepada
pekerja
1. Tidak
baik
2. Baik
Ordinal
2. Penerapan
Shift Kerja
Kerja bergilir yang dilakukan di
luar jam kerja normal (Kuswadji,
1997)
Kuesioner 1. Menyebarkan
kuesioner
kepada
pekerja
2. Wawancara
dengan pihak
perusahaan
1. Shift
2.non Shift
Nominal
3. Usia
Pekerja
Masa yang pernah dilalui
seseorang sejak tahun kelahiran
sampai waktu penelitian (Afriani,
2002 dalam Handayani, 2008).
Kuesioner
No. A2
Menyebarkan
kuesioner kepada
pekerja
1. < 27
tahun
2. > 27
tahun
Ordinal
4. Masa Kerja
Shift
Waktu yang telah dijalani pekerja
dalam menjalankan kerja shift
(Afriani, 2002 dalam Handayani,
2008).
Kuesioner
No. A5
Menyebarkan
kuesioner kepada
pekerja
1. < 4 tahun
2. > 4 tahun

Ordinal
5. Status
Perkawinan
Status atau identitas diri yang
menyatakan belum atau sudah
menikahnya responden (Afriani,
2002 dalam Handayani, 2008).
Kuesioner
No. A3
Menyebarkan
kuesioner kepada
pekerja
1. Menikah
2. Belum
menikah
Nominal


6. Kebiasaan
Merokok
Perilaku yang dilakukan
responden ditandai dengan biasa
atau tidaknya responden dalam
hal merokok (Kurnialyn, 2002
dalam Handayani, 2008).

Kuesioner
No. C26
Menyebarkan
kuesioner kepada
pekerja
1. Ya
2. Tidak


Ordinal
7. Konsumsi
Alkohol
Frekuensi responden dalam
menggunakan minuman yang
mengandung zat yang
memabukkan (Colligan, 1997
dalam Handayani, 2008).

Kuesioner
No. C22
Menyebarkan
kuesioner kepada
pekerja
1. Ya
2. Tidak
Ordinal
8. Konsumsi
Kafein
Frekuensi responden dalam
menggunakan minuman yang
mengandung zat penahan kantuk.
(Colligan, 1997 dalam Handayani,
2008).
Kuesioner
No. C24
Menyebarkan
kuesioner kepada
pekerja
1. Sering
2. Jarang
Ordinal
9.

Penggunaan
obat tidur
Frekuensi responden dalam
mengkonsumsi zat yang dapat
membantu untuk mudah tertidur
(Colligan, 1997 dalam Handayani,
2008)
Kuesioner
No. C3
Menyebarkan
kuesioner kepada
pekerja
1. Ya
2. Tidak
Ordinal











BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat kuantitatif. Adapun
desain penelitian yang digunakan adalah desain penelitian cross
sectional, karena pengumpulan data dilakukan pada satu saat atau satu
periode tertentu dan pengamatan hanya dilakukan satu kali selama
penelitian.
3.2 Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada September - Nopember 2009 di RS.
Syarif Hidayatullah berlokasi di wilayah Jakarta Selatan.
3.3 Populasi dan sampel
Jumlah sampel yang kami gunakan dalam penelitian ini sebanyak 41
orang dengan mengambil seluruh sampel yang ada di rumah sakit.
3.4 Instrumen penelitian
Instrumen adalah alat yang digunakan dalam penelitian untuk
memperoleh data. Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah
kuesioner. Kuesioner ini modifikasi dari kuesioner yang pernah
digunakan dalam penelitian sebelumnya oleh Handayani (2008).
Kuesioner ini mencakup pertanyaan mengenai karakteristik perawat,
kualitas dan kuantitas tidur perawat. Keseluruhan jawaban dari kuesioner
akan dijumlahkan, kemudian dihitung nilai mediannya. Selanjutnya hasil
perhitungan dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu:
1. Pola tidur kurang baik apabila nilainya nilai median dari soal
kuesioner.
2. Pola tidur baik apabila nilainya > nilai median dari soal kuesioner.


Penilaian yang dilakukan untuk pertanyaan kualitas tidur nomor 1, 3,
5, 7, 9, 11, 13, 15, 18, 20, 22, 24, 26. Nilai median yang didapatkan dari
hasil penghitungan adalah 26.
a. Option 1 mendapat nilai 3 untuk kategori kurang baik
b. Option 2 mendapat nilai 2 untuk kategori kurang baik
c. Option 3 mendapat nilai 1 untuk kategori baik
3.5 Metode pengumpulan data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder
1. Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari seluruh
perawat dengan menggunakan alat ukur berupa kuesioner.
2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari penelusuran dokumen,
catatan, dan laporan dari rumah sakit. Seperti jadwal kerja shift dan
profil rumah sakit.
3.6 Pengolahan data
Kuesioner yang telah diisi oleh responden, dalam hal ini adalah
seluruh perawat, dikumpulkan kemudian diperiksa kelengkapannya, di-
entry dan diolah dengan sistem komputerisasi dengan tahap-tahap
sebagai berikut:
1. Editing, yaitu kegiatan untuk melihat dan memeriksa kelengkapan dan
ketepatan data, jelasnya jawaban yang ada di kuesioner, serta relevan
dan konsisten.
2. Coding, yaitu untuk mengkode jawaban huruf ke dalam bentuk
angka.
3. Proccessing, yaitu kegiatan memproses data yang dilakukan dengan
cara melakukan entry data dari kuesioner ke program komputer.
4. Cleaning, yaitu kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di-
entry, apakah ada kesalahan atau tidak.
5. Manajemen data, yaitu proses memanipulasi atau merubah bentuk
data.


6. Analisis data, yaitu proses pengolahan data serta menyusun hasil yang
akan dilaporkan.




3.7 Analisis data
Analisis Univariat
Analisis yang dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dan
persentase dari setiap variabel independen dan dependen yang
dikehendaki dari tabel distribusi.















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL
Pelaksanaan penelitian yang dilakukan meliputi wawancara dan
penyebaran kuesioner kepada seluruh perawat di RS. Syarif Hidayatullah.
Wawancara dilakukan terhadap perawat rumah sakit dalam hal ini pihak
personalia untuk mengetahui sistem shift yang diterapkan di perusahaan.
Hasil penelitian kemudian digambarkan dalam bentuk distribusi frekuensi.
Penyebaran kuesioner dilakukan pada bulan Oktober 2000. Dari 41 kuesioner
yang dibagikan kepada responden, hanya 41 kuesioner yang dikembalikan
kepada peneliti karena 2 responden sisanya sedang mengambil cuti sehingga
tidak bisa mengisi kuesioner.
4.1.1 Gambaran Umum Rumah Sakit
a. Sejarah Singkat Rumah Sakit
Rumah Sakit Syarif Hidayatullah adalah rumah sakit swasta yang
telah melayani masyarakat sejak tahun 1961. Berawal dari sebuah Klinik
kecil dilingkungan UIN (IAIN) yang kemudian berkembang menjadi
Rumah Sakit swasta pertama ditahun 2007. Berdirinya Rumah Sakit
Syarif Hidayatullah ( RSSH ) diawali dari adanya sebuah kebutuhan
dikalangan mahasiswa dan pegawai IAIN (sekarang UIN) beserta
keluarganya terhadap pelayanan kesehatan di wilayah Ciputat
Corps kesehatan Mahasiswa 1962
Berdiri sebuah BKIA dan RB 1969
Puskes IAIN, dikelola IAIN 1976
Puskes IAIN, dikelola Yayasan 1986
Klinik Syarif Hidayatullah 1990
Rumah Sakit Syarif Hidayatullah 2007



b. Visi dan Misi Rumah Sakit
1. Visi
Menjadi rumah sakit bernuansa Islam yang memiliki citra positif
dan mampu memberikan pelayanan secara paripurna kepada
masyarakat.
2. Misi
a. Melaksanakan integralisasi nilai Islam ke seluruh aspek manajemen
pelayanan.
b. Mengembangkan sumber daya manusia Islami yang tanggu, handal
dan berakhlak mulia.
c. Mengupayakan kepuasan dan kesan mendalam kepada pelanggan
secara berkelanjutan.
d. Memberikan dukungan dalam penyediaan fasilitas pendidikan dan
pelatihan dibidang medis/kesehatan kepada masyarakat.
e. Menjadi bagian integral dari jaringan pelayanan kesehatan nasional
c. Fasilitas RS. Syarif Hidayatullah
RS. Syarif Hidayatullah mempunyai fasilitas yang terbagi menjadi 3
unit:
Pelayanan 24 Jam , yang meliputi : Unit Gawat Darurat (UGD),
Persalinan, Apotek, Laboratorium, Radiologi, Pelayanan
Ambulance.
Rawat Jalan , yang meliputi : Unit Gawat Darurat (UGD), Klinik
Gigi & Mulut, Klinik Spesialis Orthodontic, Klinik Spesialis Anak,
Klinik Spesialis Kandungan, Klinik Spesialis Penyakit Dalam,
Klinik Spesialis THT, Klinik Spesialis Mata, Klinik Spesialis Kulit
& Kelamin, Klinik Spesialis Syaraf, Klinik Spesialis Bedah Umum,
Klinik Spesialis Bedah Mulut, Klinik Spesialis Jantung, Klinik
Spesialis Orthopedi & Traumatologi, Klinik Spesialis Gizi Klinis,
Psikiater, Psikologi.


Rawat Inap , Meliputi : Ruang Perawatan yang terdiri dari Kelas
Utama, Kelas I, Kelas II, Kelas III. Dan Pelayanan Tindakan Medis
yang terdiri dari Kamar Tindakan, Kamar Bersalin, Kamar Operasi,
Kamar Bayi.
d. Pengembangan RS. Syarif Hidayatullah
Pengembangan yang akan dilakukan pada tahun 2007-2010
1. Pengembangan gedung agar sesuai rencana induk (master plan RS)
2. Penyediaan layanan rawat intensif (intensive care)
3. Perluasan jenis layanan bedah/operasi
4. Pengembangan layanan medical check up, diagnostik dan penunjang
medis.
e. Profil perawat RS. Syarif Hidayatullah
Perawat adalah seorang petugas kesehatan professional bertujuan untuk
merawat, menjaga keselamatan dan menyembuhkan orang yang sakit
atau terluka baik akut maupun kronik, melakukan perencanaan
perawatan kesehatan dan melakukan perawatan gawat darurat dalam
kerangka pemeliharaan kesehatan dalam lingkup yang luas. Perawat di
RS. Syarif Hidayatullah berjumlah 43 orang yang tersebar di 3 unit kerja
yaitu 10 orang di UGD (Unit Gawat Darurat), 18 orang di rawat inap dan
15 orang di rawat jalan. Tugas perawat di RS. Syarif Hidayatullah
adalah:
1. Menyiapkan fasilitas dan lingkungan untuk kelancaran pelayanan.
2. Melakukan pertolongan pertama kepada pasien dalam keadaan darurat
secara tepat dan cepat.
3. Memberikan asuhan keperawatan kepada seluruh pasien dan
melaksanakan evaluasi tindakan perawatan yang telah dilakukan.
4. Menciptakan dan memelihara hubungan kerja sama yang baik dengan
anggota tim (dokter, ahli gizi, analis, pekarya, pekarya rumah tangga).
5. Melaksanakan tugas jaga pagi, sore, malam dan hari libur secara
bergiliran sesuai dengan jadwal dinas.
6. Mengikuti pertemuan ilmiah dan penataran untuk meningkatkan
pengetahuan serta keterampilan.


7. Memberikan health education kepada pasien dan keluarga.
4.1.2 Analisis Univariat
4.1.2.1 Gambaran Pola Tidur Perawat di RS. Syarif Hidayatullah
Indikator pola tidur pada penelitian ini berdasarkan pada 16
pertanyaan mengenai kualitas dan kuantitas tidur, jawaban pekerja atas
pertanyaan tersebut kemudian diberi skor. Untuk memudahkan analisis,
setelah diperoleh skor total dari seluruh pertanyaan, maka pola tidur
pekerja dikategorikan menjadi dua yaitu pola tidur tidak baik dan pola
tidur baik. Distribusi pekerja berdasarkan kualitas tidur dapat terlihat
pada tabel 4.1
Tabel 4.1
Distribusi kualitas tidur berdasarkan keluhan perawat
di RS. Syarif Hidayatullah tahun 2009
Kualitas tidur Shift Non shift Tidak
mengalami
keluhan
N % N % N %
Sulit tidur 12 29,3% 6 14,6% 23 56,1%
Penggunaan
obat tidur
2 4,9% 0 0% 39 95,1%
Sering
terbangun
22 53,6% 14 34,2% 5 12,2%
Sulit tertidur
kembali
23 56,1% 13 31,7% 5 12,2%
Mimpi buruk 9 22% 10 24,4% 22 53,6%
Tidak segar saat
terbangun
18 43,9% 13 31,7% 10 24,4%
Sulit terbangun 23 56,1% 16 39% 2 4,9%
Tidur tidak
nyenyak
19 46,3% 15 36,6% 7 17,1%


Tidur secara
bertahap
16 39% 9 22% 16 39%
Mengantuk saat
bekerja
25 61% 16 39% 0 0%

Pada tabel di atas dapat diketahui bahwa diantara seluruh keluhan,
yang paling sering dirasakan oleh perawat shift adalah mengantuk saat
bekerja dan sulit terbangun yaitu sebanyak 25 orang (61%) dan sulit
terbangun sebanyak 16 orang (39%) pada perawat non shift.
Distribusi perawat shift dan non shift berdasarkan kualitas tidur yang
baik dan tidak dapat dilihat pada tabel 4.2
Tabel 4.2
Distribusi kualitas tidur perawat di RS. Syarif Hidayatullah tahun 2009
Kualitas tidur Waktu kerja
Shift Non shift
N % N %
Berkualitas 12 29,3% 7 17,1%
Tidak berkualitas 13 31,7% 9 21,9%


Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa diantara seluruh perawat shift
yang memiliki tidur yang berkualitas sebanyak 12 orang (29,3%) dan
tidak berkualitas sebanyak 13 orang (31,7%) sedangkan, perawat non
shift yang memiliki tidur yang berkualitas sebanyak 7 orang (17,1%) dan
yang tidak berkualitas sebanyak 9 orang (21,9%).
Sedangkan, distribusi perawat shift dan non shift berdasarkan
kuantitas tidur yang cukup dan kurang dapat dilihat pada tabel 4.3.





Tabel 4.3
Distribusi kuantitas tidur perawat di RS. Syarif Hidayatullah tahun 2009
Kuantitas tidur Waktu kerja
Shift Non shift
N % N %
Cukup tidur( 7 jam) 6 14,6% 7 17,1%
Kurang tidur (< 7 jam) 19 46,3% 9 22%

Dari tabel tersebut diketahui bahwa pada perawat shift yang
mengalami tidur yang cukup sebanyak 6 orang (14,6%) dan kurang tidur
sebanyak 19 orang (46,3%) sedangkan, perawat non shift yang
mengalami tidur yang cukup sebanyak 7 orang (17,1%) dan kurang tidur
sebanyak 9 orang (22%).
4.1.2.2 Gambaran Penerapan Shift Kerja yang Dilaksanakan di RS. Syarif
Hidayatullah Tahun 2009
RS. Syarif Hidayatullah merupakan rumah sakit yang menerapkan
kerja shift dalam menjalankan proses pelayananannya. Sistem shift yang
digunakan adalah bekerja selama 6 hari berturut-turut yang diikuti hari
istirahat selama 1 hari. Hari kerja adalah senin sampai dengan minggu
dengan ketentuan bahwa 1 hari diantaranya adalah hari libur. Waktu
kerja yang diterapkan adalah 7 jam kerja per hari untuk shift pagi dan
sore, dan 10 jam kerja per hari untuk pekerja shift malam.
4.1.2.3 Gambaran Karakteristik Perawat di RS. Syarif Hidayatullah Tahun
2009.
Karakteristik perawat dalam penelitian ini meliputi usia perawat, masa
kerja shift, dan status perkawinan perawat. Distribusi perawat di RS.
Syarif Hidayatullah menurut karakteristiknya dapat terlihat pada tabel
4.4.





Tabel 4.4
Distribusi perawat di RS. Syarif Hidayatullah
berdasarkan karakteristiknya tahun 2009
Variabel N %
1. Usia perawat
< 27 tahun
27 tahun

27
14

65,9%
34,1%
2. Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan

13
28

31,7%
68,3%
3. Masa kerja shift
< 4 tahun
4 tahun

30
11

73,2%
26,8%
4. Status perkawinan
Menikah
Belum menikah

20
21

48,8%
51,2%

Usia Perawat
Gambaran usia dilaporkan bahwa perawat yang diteliti memiliki
kisaran usia 20 43 tahun. Perawat terbanyak adalah perawat yang
berusia di bawah 27 tahun yaitu sebanyak 27 orang (65,9%),
sedangkan perawat yang berusia di atas 27 tahun sebanyak 14 orang
(34,1%).
Jenis kelamin
Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa dari 41 perawat terdapat 13
orang (31,7%) dengan jenis kelamin laki-laki, dan 28 orang (68,3%)
lainnya adalah perawat dengan jenis kelamin perempuan.
Masa Kerja Shift
Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa dari 41 perawat yang
diteliti terdapat 30 orang (73,2%) yang memiliki masa kerja di bawah
4 tahun, dan 11 orang (26,8%) lainnya adalah perawat yang telah
melalui masa kerja shift di atas 4 tahun di RS. Syarif Hidayatullah.
Status Perkawinan Perawat
Distribusi perawat berdasarkan status perkawinannya dapat
terlihat pada tabel 4.4. berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa
perawat yang yang berstatus belum menikah daripada perawat yang


berstatus menikah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 41
perawat yang diteliti terdapat sebanyak 20 orang (48,8%) yang
memiliki status menikah, dan 21 orang (51,2%) lainnya belum
menikah.
Tabel 4.5
Distribusi usia yang berisiko mengalami gangguan pola tidur
pada perawat di RS. Syarif Hidayatullah tahun 2009

Usia Kualitas tidur Total
Baik Tidak
N % N %
< 27
tahun
14 34,1% 13 31,7% 27(65,8%)
27
tahun
5 12,2% 9 22% 14 (34,2%)

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa usia pada perawat yang
berisiko mengalami gangguan pola tidur lebih banyak pada usia di
bawah 27 tahun sebanyak 13 orang dan pada usia di atas 27 tahun
sebanyak 9 orang sedangkan, perawat yang tidak mengalami
gangguan pola tidur lebih banyak pada usia di bawah 27 tahun yaitu
sebanyak 14 orang dan pada usia di atas 27 tahun sebanyak 5 orang.
Tabel 4.6
Distribusi jenis kelamin yang berisiko mengalami gangguan pola tidur
pada perawat di RS. Syarif Hidayatullah tahun 2009
Jenis
kelamin
Kualitas tidur Total
Baik Tidak
N % N %
Laki-laki 8 19,5% 5 12,2% 13(31,7%)
Perempuan 11 26,8% 17 41,5% 28(68,3%)


Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa jenis kelamin pada
perawat yang berisiko mengalami gangguan pola tidur lebih banyak
pada perempuan sebanyak 17 orang dan pada laki-laki sebanyak 5
orang sedangkan, perawat yang tidak mengalami gangguan pola tidur
lebih banyak pada perempuan yaitu sebanyak 11 orang dan pada
perawat laki-laki sebanyak 8 orang.
Tabel 4.7
Distribusi masa kerja shift yang berisiko mengalami gangguan
pola tidur pada perawat di RS. Syarif Hidayatullah tahun 2009
Masa
kerja
shift
Kualitas tidur Total
Baik Tidak
N % N %
< 4 tahun 14 29,3% 16 43,9% 30(73,2%)
4 tahun 5 12,2% 6 14,6% 11(26,8%)

Berdasarkan tabel di atas dilaporkan distribusi masa kerja shift
pada perawat yang berisiko mengalami gangguan pola tidur terjadi
pada perawat yang mempunyai masa kerja shift di bawah 4 tahun
yaitu sebanyak 16 orang dan perawat yang mempunyai masa kerja
shitf di atas 4 tahun sebanyak 6 orang sedangkan perawat yang tidak
berisiko mengalami gangguan pola tidur lebih banyak terjadi pada
perawat yang memiliki masa kerja shift di bawah 4 tahun yaitu
sebanyak 14 orang dibandingkan dengan perawat yang mempunyai
masa kerja shift di atas 4 tahun sebanyak 5 orang.





Tabel 4.8
Distribusi status perkawinan yang berisiko mengalami gangguan
pola tidur pada perawat di RS. Syarif Hidayatullah tahun 2009
Status
perkawinan
Kualitas tidur Total
Baik Tidak
N % N %
Menikah 8 19,5% 12 29,3% 20(48,8%)
Belum
menikah
11 26,8% 10 62,5% 21(51,2%)

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui distribusi status
perkawinan yang mempunyai risiko gangguan pola tidur lebih banyak
terjadi pada perawat yang berstatus menikah yaitu sebanyak 12 orang
dibandingkan dengan perawat yang belum menikah sebanyak 10
orang sedangkan, perawat yang tidak mempunyai risiko gangguan
pola tidur lebih banyak terjadi pada perawat yang belum menikah
yaitu sebanyak 11 orang dibandingkan dengan perawat yang sudah
menikah yaitu sebanyak 8 orang.
4.1.2.4 Gambaran Gaya Hidup Perawat di RS. Syarif Hidayatullah Tahun
2009
Gaya hidup perawat dalam penelitian ini meliputi kebiasaan merokok,
konsumsi alkohol, konsumsi kafein, dan penggunaan obat tidur.
Distribusi perawat di RS. Syarif Hidayatullah menurut gaya hidup dapat
terlihat pada tabel 4.9.
Tabel 4.9
Distribusi perawat di RS. Syarif Hidayatullah
berdasarkan gaya hidup tahun 2009
Variabel N %
1. Kebiasaan merokok
Ya
Tidak

4
37

9,8%
90,2%
2. Konsumsi alkohol


Ya
Tidak
2
39
4,9%
95,1%
3. Konsumsi kafein
Sering
Jarang

12
29

29,3%
70,7%
4. Penggunaan obat tidur
Ya
Tidak

2
39

4,9%
95,1%

Kebiasaan Merokok Perawat
Berdasarkan data pada tabel 4.9 diketahui bahwa dari 4 perawat
yang memiliki kebiasaan merokok dalam penelitian ini dibagi menjadi
dua kategori yaitu ya (merokok) dan tidak (tidak merokok). Hasil
penelitian terlihat dalam tabel 4.8 menunjukkan bahwa terdapat 4
orang (9,8%) pekerja yang memiliki kebiasaan merokok, dan 37 orang
(90,2%) pekerja yang lain tidak memiliki kebiasaan merokok. Perawat
yang memilki kebiasaan merokok biasanya merokok 4-12 batang per
hari.
Tabel 4.10
Distribusi kebiasaan merokok yang berisiko mengalami gangguan
pola tidur pada perawat di RS. Syarif Hidayatullah tahun 2009
Kebiasaan
merokok
Kualitas tidur Total
Baik Tidak
N % N %
Ya 4 9,7% 0 0% 4(9,7%)
Tidak 15 36,6% 22 53,7% 37(90,3%)

Dari tabel 4.10 dapat dilaporkan distribusi perawat yang
mempunyai kebiasaan merokok yang berisiko mengalami gangguan
pola tidur terjadi pada perawat yang tidak mempunyai kebiasaan
merokok yaitu sebanyak 22 orang sedangkan, perawat yang tidak
mempunyai gangguan pola tidur lebih banyak terdapat pada perawat


yang tidak mempunyai kebiasaan merokok yaitu sebanyak 15 orang
dibandingkan dengan perawat yang mempunyai kebiasaan merokok
sebanyak 4 orang.
Konsumsi Alkohol
Gambaran kebiasaan mengkonsumsi alkohol pada perawat yang
diteliti dapat terlihat pada tabel 4.9. Kebiasaan mengkonsumsi alkohol
perawat dalam penelitian ini dibagi menjadi dua kategori yaitu ya dan
tidak. Dari hasil penelitian dilaporkan bahwa perawat yang
mengkonsumsi minuman beralkohol lebih sedikit yaitu sebanyak 2
orang (4,9%) dibandingkan dengan perawat yang tidak mengkonsumsi
minuman beralkohol sebanyak 39 orang (95,1%).
Tabel 4.11
Distribusi konsumsi alkohol yang berisiko mengalami gangguan
pola tidur pada perawat di RS. Syarif Hidayatullah tahun 2009
Konsumsi
alkohol
Kualitas tidur Total
Baik Tidak
N % N %
Ya 2 4,8% 0 4,8% 2(4,8%)
Tidak 17 41,5% 22 53,7% 39(95,2%)

Dari tabel 4.11 dapat dilaporkan bahwa distribusi kebiasaan
mengkonsumsi minuman beralkohol yang berisiko mengalami
gangguan pola tidur hanya terjadi pada perawat yang tidak
mempunyai kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol yaitu
sebanyak 22 orang sedangkan, perawat yang tidak mempunyai
gangguan pola tidur lebih banyak terdapat pada perawat yang tidak
mempunyai kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol yaitu
sebanyak 17 orang dibandingkan dengan perawat yang mempunyai
kebiasaan mengkonsumsi alkohol yaitu sebanyak 2 orang.


Konsumsi Kafein
Berdasarkan tabel 4.9 diketahui bahwa jumlah pekerja yang
sering mengkonsumsi minuman berkafein lebih sedikit dibandingkan
dengan pekerja yang jarang mengkonsumsi minuman berkafein, yaitu
sebanyak 12 orang (29,3%). Sedangkan, yang jarang mengkonsumsi
minuman berkafein sebanyak 29 orang (70,7%).

Tabel 4.12
Distribusi konsumsi kafein yang berisiko mengalami gangguan pola
tidur pada perawat di RS. Syarif Hidayatullah tahun 2009
Konsumsi
kafein
Kualitas tidur Total
Baik Tidak
N % N %
Sering 8 19,5% 4 9,7% 12(29,2%)
Jarang 11 26,8% 18 44% 29(70,8%)

Dari tabel 4.12 dapat diketahui distribusi kebiasaan mengkonsumsi
minuman berkafein yang mempunyai risiko gangguan pola tidur lebih
banyak terjadi pada perawat yang jarang mengkonsumsi minuman
beralkohol yaitu sebanyak 18 orang dibandingkan dengan yang sering
mengkonsumsi minuman berkafein yaitu sebanyak 4 orang sedangkan,
perawat yang tidak mengalami gangguan pola tidur lebih banyak
terjadi pada perawat yang jarang mengkonsumsi minuman berkafein
yaitu sebanyak 11 orang dibandingkan dengan perawat yang sering
mengkonsumsi minuman berkafein yaitu sebanyak 8 orang.
Penggunaan Obat Tidur
Berdasarkan data pada tabel 4.9 kebiasaan perawat dalam
menggunakan obat tidur, dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga
kategori yaitu ya, kadang-kadang dan tidak pernah. Dari hasil
penelitian dilaporkan bahwa perawat yang jarang menggunakan obat


tidur lebih sedikit yaitu sebanyak 2 orang (4,9%) dibandingkan
dengan perawat yang tidak menggunakan obat tidur sebanyak 39
orang (95,1%).
Dari tabel 4.13 dapat diketahui distribusi kebiasaan mengkonsumsi
obat tidur yang mempunyai risiko mengalami gangguan pola tidur
hanya terjadi pada perawat yang tidak mempunyai kebiasaan
mengkonsumsi obat tidur yaitu sebanyak 22 orang sedangkan, perawat
yang tidak mempunyai gangguan pola tidur lebih banyak terdapat
pada perawat yang tidak mempunyai kebiasaan mengkonsumsi obat
tidur yaitu sebanyak 17 orang dibandingkan dengan perawat yang
mempunyai kebiasaan mengkonsumsi obat tidur yaitu sebanyak 2
orang.
Tabel 4.13
Distribusi konsumsi obat tidur yang berisiko mengalami gangguan
pola tidur pada perawat di RS. Syarif Hidayatullah tahun 2009
Konsumsi
obat tidur
Kualitas tidur Total
Baik Tidak
N % N %
Ya 2 4,8% 0 0% 2(4,8%)
Tidak 17 41,5% 22 53,7% 39(95,2%)

4.2 PEMBAHASAN
4.2.1 Keterbatasan Penelitian
a. Hasil penelitian ini merupakan gambaran suatu keadaan pada saat
tertentu, artinya gambaran pola tidur seluruh perawat shift dan non shift
RS. Syarif Hidayatullah pada saat ini dan dapat berubah pada saat yang
akan datang. Dengan demikian hasil penelitian tidak dapat
digeneralisasikan pada waktu dan tempat yang berbeda.


b. Peneliti tidak dapat mengobservasi secara langsung pola tidur perawat
ketika berada di rumah. Dengan demikian, penelitian ini hanya
mengkaji secara subjektif sehingga pembahasan yang dikemukakan
pada penelitian ini merupakan asumsi peneliti kemudian dibandingkan
dengan teori yang ada.
c. Hasil penelitian tidak dapat digeneralisir ke responden perawat di
intansi lain dikarenakan penelitian ini menggunakan sampel jenuh.
d. Instrumen penelitian berupa kuesioner yang berisi pertanyaan untuk
mengukur pola tidur yang sudah disediakan alternatif jawabannya,
sehingga memungkinkan responden tidak dapat mengemukakan
jawabannya dengan bebas.
e. Kelemahan penggunaan kuesioner pada penelitian ini antara lain :
Kesibukan responden pada saat bekerja menyebabkan responden
agak lambat dalam pengisian kuesioner.
Bentuk pertanyaan pada kuesioner harus di buat sesederhana
mungkin agar responden dapat dengan mudah memahami maksud
dari pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Kualitas data yang diperoleh tergantung dari motivasi pekerja pada
saat pengisian kuesioner dilakukan.
4.2.2 Pola Tidur
Bagi setiap manusia tidur merupakan fenomena biologis alamiah yang
terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Tidur merupakan proses yang sangat
diperlukan oleh manusia untuk pembentukan sel tubuh yang baru,
perbaikan sel tubuh yang rusak, serta memberi waktu bagi organ tubuh
untuk beristirahat maupun untuk menjaga keseimbangan metabolisme
tubuh. Dalam tidur seseorang akan beralih dari fase sadar ke tidak sadar.
Tidur yang cukup dan berkualitas akan membantu seseorang memiliki
energi, sehingga dapat mempersiapkan diri untuk kembali melakukan
aktivitas setelah terbangun.
Tidur merupakan suatu cara untuk melepaskan kelelahan jasmani dan
kelelahan mental (Japardi, 2002). Tidur yang baik adalah tidur yang selalu
mengikuti pola normal. Pola tidur merupakan model, bentuk, atau corak


tidur dalam jangka waktu yang relatif menetap serta meliputi jadwal jatuh
tidur dan bangun, irama tidur, frekuensi tidur dalam sehari,
mempertahankan kondisi tidur, dan kepuasan tidur (Noor, 2003).
Pola tidur perawat dalam penelitian ini ditinjau dari kualitas dan
kuantitas tidur pekerja tersebut. Dari hasil penelitian yang terdapat pada
tabel 4.1 dan tabel 4. 2 diketahui bahwa perawat yang mengalami
gangguan pola tidur lebih banyak dibandingkan perawat yang tidak
mengalami gangguan pola tidur.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Afriani
dalam Putri bahwa pekerja yang mengalami gangguan pola tidur lebih
banyak jika dibandingkan dengan yang tidak mengalami ganggun pola
tidur. Afriani (2002) dalam Handayani (2008), mengungkapkan bahwa
56% gangguan pola tidur dialami oleh perawat di instalasi rawat inap
Rumah Sakit Pusat Pertamina. Selain itu dalam sebuah penelitian pada
pekerja shift di PT. Bridgestone menunjukkan bahwa 53,4% pekerja
mengalami perubahan pada pola tidurnya (Handayani, 2008).
Hasil penelitian ini didukung oleh pernyataan perawat yang
menjelaskan bahwa waktu yang perawat butuhkan untuk tidur dalam
sehari berkurang. Distribusi kuantitas tidur perawat dapat terlihat pada
tabel 4.3, berdasarkan data pada tabel tersebut diketahui bahwa sebagian
besar perawat mengeluhkan waktu yang mereka butuhkan untuk tidur
menjadi kurang dari 7 jam per hari terutama pada hari kerja.
Hal tersebut sejalan dengan adanya penelitian yang melaporkan bahwa
40% responden mengeluhkan bahwa jam tidur mereka berkurang menjadi
di bawah 7 8 jam pada hari kerja (Bell, 2005).

4.2.3 Gambaran shift kerja
Pola tidur pekerja dalam penelitian ini ditinjau dari kualitas dan
kuantitas tidur perawat yang mengalami sistem kerja shift dan non shift
tersebut. Dari hasil penelitian yang ditinjau dari kualitas tidur yang


terdapat pada tabel 4.2 diketahui bahwa perawat yang mengalami
gangguan pola tidur lebih banyak pada perawat yang bekerja dengan
sistem shift dibandingkan perawat yang bekerja dengan sistem non shift.
Hasil penelitian yang ditinjau dari kuantitas tidur yang terdapat pada tabel
4.3 diketahui bahwa perawat yang mengalami gangguan pola tidur lebih
banyak pada perawat yang bekerja dengan sistem shift dibandingkan
perawat yang bekerja dengan sistem non shift.
Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan pada 877 staf
rumah sakit jiwa di Prancis tahun 2002, bahwa responden yang bekerja
dengan rotasi shift lebih sering mengalami keluhan sulit tidur
dibandingkan dengan pekerja shift pagi, dan durasi tidur menjadi lebih
pendek dibandingkan dengan pekerja lain (Maurice, 2007). Selain itu,
penelitian yang dilakukan oleh Afriani (2002)dalam Handayani (2008)
menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara shift kerja
dengan pola tidur, diantara 112 perawat yang mengalami gangguan pola
tidur, paling banyak dialami oleh pekerja yang bertugas pada malam hari
(shift malam). Demikian pula pada penelitian Rosmaliana (2004) dalam
Handayani (2008) yang menyebutkan bahwa 69,7% dari 88 orang pekerja
yang mengalami gangguan pola tidur adalah pekerja shift malam
(Handayani, 2008).
Distribusi kuantitas tidur pekerja dapat terlihat pada tabel 4.3,
berdasarkan data pada tabel tersebut diketahui bahwa sebagian besar
perawat shift mengeluhkan waktu yang mereka butuhkan untuk tidur
menjadi kurang dari 7 jam per hari terutama pada hari kerja.
Menurut NSF, gangguan tidur dapat menimbulkan beberapa efek pada
manusia. Ketika kurang tidur seseorang akan berpikir dan bekerja lebih
lambat, membuat banyak kesalahan, dan sulit untuk mengingat sesuatu.
Hal ini mengakibatkan penurunan produktivitas kerja dan dapat
menyebabkan kecelakaan. Selanjutnya, di Amerika kerugian akibat hal di
atas diperkirakan mencapai 18 milyar dollar per tahun. Efek lainnya pada
pekerja yaitu pekerja menjadi lebih cepat marah, tidak sabar, gelisah, dan


depresi. Masalah ini dapat mengganggu pekerjaan dan hubungan keluarga,
serta mengurangi aktivitas sosial (NSF, 2005). Selain itu, Bell
menambahkan bahwa gangguan tidur yang tidak segera diatasi dalam
jangka waktu yang lama akan berhubungan dengan penyakit-penyakit
serius seperti tekanan darah tinggi, serangan jantung, gangguan jantung,
stroke, kegemukan, dan kecelakaan. Selain itu gangguan tidur juga dapat
berpengaruh terhadap masalah kesehatan psikis seperti depresi, gangguan
jiwa, kerusakan mental, mempengaruhi pertumbuhan janin dan anak-anak,
serta terjadinya penurunan kualitas hidup (Bell, 2005).
4.2.4 Gambaran distribusi usia
Berdasarkan data pada tabel 4.4 diketahui bahwa distribusi perawat
berdasarkan usia kurang merata, perawat yang berusia kurang dari 27
tahun jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan perawat yang berusia
lebih dari 27 tahun. Hal ini dikarenakan usia-usia tersebut merupakan usia
produktif untuk bekerja. Rumah sakit menerapkan sistem rotasi shift pada
seluruh perawat yang mengikuti sistem shift, baik perawat yang berusia
kurang dari 27 tahun maupun 27 tahun atau lebih. Dari tabel 4.5 diketahui
bahwa pola tidur yang kurang baik paling banyak dialami oleh perawat
yang berusia kurang dari 27 tahun. Hal ini dapat disebabkan oleh jumlah
perawat yang berusia kurang dari 27 tahun lebih banyak dibanding dengan
usia lebiha dari 27 tahun.
Selanjutnya, Grandjean menjelaskan bahwa pekerja yang berusia
kurang dari 25 tahun atau lebih dari 50 tahun merupakan usia yang rentan
mengalami gangguan tidur. Hal ini didasarkan pada kemampuan pekerja
untuk beradaptasi dengan lingkungan kerjanya, dimana usia di bawah 25
tahun merupakan usia awal seorang pekerja untuk bekerja, sehingga pada
masa inilah pekerja mulai beradaptasi dengan pekerjaannya. Sedangkan
untuk pekerja yang berusia di atas 50 tahun didasarkan pada banyaknya
keluhan kesehatan dan penurunan terhadap beberapa fungsi organ yang
timbul pada usia tersebut, hal ini diduga dapat menyebabkan gangguan
pada pola tidur pekerja (Grandjean, 1998).


Berdasarkan data yang diperoleh, kisaran usia pekerja yang diteliti
adalah 20 43 tahun. Apabila disesuaikan dengan pendapat Grandjean di
atas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar perawat RS. Syarif
Hidayatullah memiliki risiko yang cukup besar untuk mengalami
perubahan pola tidur .
4.2.5 Gambaran distribusi jenis kelamin
Berdasarkan data dari tabel 4.6 diperoleh bahwa perawat perempuan
lebih banyak mengalami gangguan pola tidur dibandingkan dengan
perawat laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan oleh jumlah perawat wanita
kurang lebih dua kali lebih banyak dibandingkan dengan perawat laki-laki.
Hal ini sejalan dengan penelitian seorang staf bagian obstetri dan
ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, gangguan tidur
lebih sering dialami oleh perempuan dibandingkan dengan laki-laki.
Penyebab gangguan tidur pada perempuan antara lain :
a. Stres psikis, secara statistik 34% kaum perempuan lebih sering
mengalami gangguan tidur jika dibandingkan dengan laki-laki yang
hanya sekitar 22% yang mengalaminya. Kemungkinan hal ini dapat
terjadi karena perempuan merupakan pribadi yang lebih sensitif
(Remelda, 2008).
b. Gangguan mitra tidur, kurang lebih 17% perempuan mengeluh
mengalami kesulitan tidur karena mitra tidurnya memiliki kebiasaan
mendengkur dan hanya 5% dari laki-laki yang mengalami hal serupa
(Remelda, 2008).
c. Pekerja malam seperti perawat rumah sakit, penjaga malam, buruh
pabrik, dan lain-lain. Perempuan yang bekerja pada malam hari lebih
sering mengalami gangguan tidur, mereka juga biasanya mengalami
gangguan siklus haid dan masalah kehamilan (Remelda, 2008).


d. Terkait dengan masalah haid, gangguan tidur terjadi pada saat hormon
progesterone mengalami penurunan, yaitu beberapa hari menjelang
datangnya haid (hari ke 22 28 dari siklus haid) (Remelda, 2008).


e. Terkait dengan masalah kehamilan, pada kehamilan 7 9 bulan
biasanya perempuan hamil akan mengalami gangguan tidur.
Berdasarkan data statistik diketahui sekitar 97% perempuan akan lebih
sering terbangun pada tengah malam dan sukar untuk tertidur kembali,
dan sekitar 30% perempuan yang tidak pernah mendengkur akan tidur
dengan mendengkur (Remelda, 2008).
4.2.6 Gambaran masa kerja shift
Berdasarkan data pada tabel 4.4, distribusi perawat menurut masa kerja
shift kurang merata. Hal ini dikarenakan sebagian besar perawat memiliki
lama masa kerja shift yang telah dilalui adalah di bawah 4 tahun. Data
pada tabel 4.7 terlihat bahwa pola tidur kurang baik paling banyak dialami
oleh perawat dengan masa kerja shift kurang dari 4 tahun.
Hal ini sejalan dengan penelitian Bohle (1991) dalam Handayani
(2008) gangguan pola tidur biasa terjadi pada 5 tahun pertama atau pada
masa adaptasi. Jika ditinjau secara teoritis masalah serius baru akan terjadi
pada saat masa kerja shift mencapai 30 tahun, karena efek dari kerja shift
pada gangguan pola tidur bersifat akumulasi (Handayani, 2008).
Selain karena adanya proses adaptasi pada perawat yang mengalami
masa kerja shift kurang dari 4 tahun, dalam penelitian ini juga di dapatkan
data bahwa perawat yang mengalami masa kerja kurang dari 4 tahun
jumlahnya jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah perawat yang
mengalami masa kerja shift lebih dari 4 tahun sehingga yang mengalami
gangguan pola tidur lebih banyak pada perawat yang mengalami masa
kerja shift kurang dari 4 tahun.
4.2.7 Gambaran status perkawinan
Status perkawinan merupakan faktor internal ketiga yang diduga dapat
mempengaruhi pola tidur perawat. Berdasarkan data pada tabel 4.4
diketahui bahwa perawat yang berstatus menikah lebih banyak
dibandingkan dengan perawat yang belum menikah. Hal ini diduga
disebabkan oleh faktor usia dan kemapanan pekerja, biasanya usia 25


tahun merupakan usia yang ideal bagi seorang laki-laki untuk menikah dan
21 tahun bagi seorang wanita menikah. Ditambah lagi apabila perawat
tersebut sudah mempunyai pekerjaan yang tetap, sehingga mereka merasa
telah memiliki kemampuan untuk membina rumah tangga.
Data pada tabel 4.8, menunjukkan bahwa perawat yang mengalami
gangguan pola tidur paling banyak dialami oleh perawat yang berstatus
menikah dibandingkan dengan perawat yang belum menikah.
Hal ini sejalan dengan Maasen et.al dalam Handayani (2008) status
perkawinan sangat mempengaruhi tidur pekerja shift. pekerja yang sudah
menikah cenderung mengalami gangguan pola tidur yang lebih tinggi
karena bertambahnya tanggung jawab terhadap keluargaseperti istri atau
suami dan anak-anak. Pekerja yang belum menikah lebih bebas memulai
tidur kapan saja ketika selesai bekerja tanpa harus terbebani oleh tugas-
tugas lain (Handayani, 2008).
Colligan et al (1997) dalam Handayani (2008) menjelaskan bahwa
status perkawinan merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan
perubahan pada pola tidur. Biasanya kegiatan sosial dan keluarga terjadi
pada sore hari atau saat akhir pekan. Pekerja shift seharusnya beristirahat
ketika kembali ke rumah, akan tetapi waktu untuk beristirahat sering kali
digunakan untuk kegiatan keluarga sehingga waktu untuk tidur menjadi
berkurang dan dapat berakibat pada pola tidur pekerja (Handayani, 2008).
4.2.8 Gambaran kebiasaan mengkonsumsi rokok
Berdasarkan data pada tabel 4.9, distribusi pekerja berdasarkan
kebiasaan merokok kurang merata, perawat yang tidak memiliki kebiasaan
merokok lebih banyak dibandingkan dengan perawat yang memiliki
kebiasaan merokok.
Data pada tabel 4.10 terlihat bahwa yang mengalami gangguan pola
tidur paling banyak dialami oleh perawat yang tidak memiliki kebiasaan
merokok dibandingkan dengan perawat yang memiliki kebiasaan merokok.


Hal ini dapat disebabkan karena perawat merupakan petugas kesehatan
yang mengerti akan efek samping yang kurang baik dari rokok, selain itu
dapat juga disebabkan oleh jumlah perawat perempuan jauh lebih banyak
dibandingkan dengan perawat laki-laki.
Gangguan tidur dapat disebabkan oleh banyak faktor salah satunya
adalah faktor gaya hidup yang meliputi kafein, alkohol, dan nikotin yang
berasal dari rokok (Noor, 2003).
Hal ini sejalan dengan penelitian Kurnialyn (2002) yang dikutip dari
Handayani (2008) dinyatakan bahwa ada hubungan antara gangguan tidur
dengan kebiasaan merokok pada responden yang diteliti. Hal ini dapat
terlihat dari hasil P value yang diperoleh yaitu sebesar 0,001 lebih rendah
dari nilai alphanya (0,05). Dari hasil odds ratio yang diperoleh, dapat
ditarik kesimpulan bahwa responden yang tidak memilki kebiasaan
merokok memiliki peluang yang lebih besar untuk mengalami gangguan
tidur jika dibandingkan dengan responden yang memiliki kebiasaan
merokok (Handayani,2008).
4.2.9 Gambaran kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol
Berdasarkan data pada tabel 4.8 diketahui bahwa perawat yang
mengkonsumsi minuman beralkohol lebih sedikit dibandingkan dengan
perawat yang tidak mengkonsumsi minuman beralkohol. Hal ini
disebabkan karena sebagian besar perawat di bagian produksi beragama
Islam. Islam mengharamkan setiap umat-Nya mengkonsumsi minuman
beralkohol, apalagi sampai memiliki kebiasaan. Jika ditinjau dari segi
kesehatan, alkohol dapat berdampak buruk bagi kesehatan setiap orang
yang mengkonsumsinya secara berlebihan. Selain itu dapat juga
disebabkan oleh karena perawat merupakan petugas kesehatan sehingga
mengetahui efek samping alkohol yang kurang baik serta adanya jumlah
perawat perempuan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah perawat
laki-laki.


Data pada tabel 4.11, menunjukkan bahwa perawat yang tidak
mengkonsumsi alkohol lebih banyak mengalami gangguan pola tidur
dibandingkan dengan perawat yang mengkonsumsi alkohol.
Mengkonsumsi alkohol dan kafein merupakan salah satu penyebab
gangguan tidur yang diakibatkan oleh faktor gaya hidup (Klein, 2004).
Colligan et al (1997) dalam Handayani (2008) menjelaskan bahwa seorang
pekerja shift sering kali mengkonsumsi alkohol agar mudah tertidur.
Alkohol dapat membuat seseorang menjadi mudah tertidur. Alkohol dapat
membuat seseorang menjadi mudah tertidur, tetapi dapat juga
mengganggu tidur. Setelah mengkonsumsi alkohol, seseorang menjadi
sering terbangun dari tidurnya dan kemudian tertidur kembali. Alkohol
juga dapat mengurangi tidur seseorang, sehingga orang tersebut tidak
dapat tidur selama yang mereka inginkan/butuhkan (Handayani, 2008).
4.2.10 Gambaran kebiasaan mengkonsumsi minuman berkafein
Konsumsi kafein merupakan salah satu hal yang diduga dapat
mempengaruhi pola tidur seseorang. Berdasarkan data pada tabel 4.8
diketahui bahwa perawat yang sering mengkonsumsi minuman berkafein
lebih sedikit dibandingkan dengan pekerja yang jarang mengkonsumsi
minuman berkafein.
Data pada tabel 4.12, menunjukkan bahwa perawat yang jarang
mengkonsumsi minuman berkafein lebih banyak mengalami gangguan
pola tidur dibandingkan dengan perawat yang jarang mengkonsumsi
minuman berkafein. Hal tersebut dapat disebabkan oleh faktor yang ada
pada responden yaitu adanya gangguan pola tidur, selain itu dapat juga
disebabkan oleh karena perawat merupakan tenaga kesehatan sehingga
mengerti bahwa minuman berkafein dapat menimbulkan efek yang tidak
baik serta jumlah perawat perempuan yang lebih banyak dibandingkan
dengan perawat laki-laki yang lebih sering mengkonsumsi minuman
berkafein.


Mengkonsumsi alkohol dan kafein merupakan salah satu penyebab
gangguan tidur yang diakibatkan oleh faktor gaya hidup (Klein, 2004).
Kafein adalah stimulan yang dapat membantu seseorang untuk tetap
terjaga dan mungkin dapat membantu orang tersebut untuk bekerja lebih
baik. Kafein telah banyak digunakan oleh semua orang di seluruh dunia.
Kandungan alaminya biasa terdapat dalam kopi dan teh, dan ada pula yang
ditambahkan ke dalam minuman ringan (soft drinks) seperti minuman
bersoda. Minuman berkafein sudah menjadi bagian dalam pola makan
sehari-hari dan mudah untuk didapat. Oleh karena itu, kafein banyak
digunakan untuk menjaga kewaspadaan dan performance, atau untuk
membantu menyingkirkan rasa kantuk (Handayani, 2008).
4.2.11 Gambaran kebiasaan mengkonsumsi obat tidur
Penggunaan obat tidur diduga menjadi salah satu faktor gaya hidup
yang dapat mempengaruhi perawat shift untuk mengalami gangguan pola
tidur. Berdasarkan data pada tabel 4.8 diketahui bahwa perawat yang tidak
menggunakan obat tidur lebih banyak dibandingkan dengan perawat yang
kadang-kadang menggunakan obat tidur. Hal ini diduga disebabkan karena
para perawat tersebut tidak terbiasa untuk mengkonsumsi obat tidur.
Data pada tabel 4.13, menunjukkan bahwa perawat yang tidak
mengkonsumsi obat tidur lebih banyak mengalami gangguan pola tidur
dibandingkan dengan perawat yang mengkonsumsi obat tidur. Hal ini
dapat disebabkan karena gangguan pola tidur pada masing-masing perawat
yang berbeda-beda dan dapat juga disebabkan karena perawat merupakan
tenaga kesehatan sehingga mengerti bahwa mengkonsumsi obat tidur
dapat menimbulkan efek yang tidak baik.
Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Colligan et al (1997)
dalam Handayani (2008) pada penjelasan di atas. Menurut Colligan et al,
penggunaan obat tidur yang berlebih tidak dianjurkan bagi seseorang
untuk terbiasa mengkonsumsinya (misalnya lebih dari satu atau dua kali
dalam seminggu) karena belum ada penelitian pada pekerja shift dan


penggunaan obat tidur dalam jangka waktu yang lama. Penggunaan obat
tidur oleh pekerja shift di setiap waktu pada saat mereka ingin tertidur
sepanjang hari bukan merupakan jalan keluar yang baik. Pada beberapa
orang, obat tidur dapat diperoleh dengan mudah, mereka selalu
menggunakan obat tidur ketika ingin tertidur. Apabila hal ini terus
berlangsung, orang tersebut akan menjadi gelisah atau mudah marah jika
konsumsi obat tidur dihentikan. Penggunaan obat tidur dalam waktu yang
lama akan menimbulkan rasa kantuk yang berlebihan setelah terbangun
dari tidur (Handayani, 2008).
















BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada BAB sebelumnya,
maka dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut :
1. Perawat yang mengalami gangguan pola tidur lebih banyak
dibandingkan dengan perawat yang tidak mengalami gangguan pola tidur
sebanyak 53,6%.
2. RS. Syarif Hidayatullah merupakan rumah sakit yang menerapkan kerja
shift dalam menjalankan proses pelayananannya. Sistem shift yang
digunakan adalah tidak beraturan dan terdapat 1 hari libur setelah 2 hari
bekerja shift malam.
3. Gambaran karakteristik (usia, jenis kelamin, masa kerja shift, status
perkawinan) perawat antara lain:
a. Perawat yang berusia di bawah 27 tahun lebih banyak dibandingkan
dengan perawat yang berusia di atas 27 tahun sebanyak 65,9%.
b. Perawat perempuan lebih banya dibandingkan dengan perawat laki-
laki sebanyak 68,3%.
c. Perawat yang telah melalui masa kerja shift di bawah 4 tahun lebih
banyak dibandingkan dengan perawat yang telah melalui masa kerja
shift di atas 4 tahun sebanyak 73,2%.
d. Perawat yang memiliki status belum menikah lebih banyak
dibandingkan dengan perawat yang sudah menikah sebanyak 51,2%.
4. Gambaran gaya hidup (kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, konsumsi
kafein, konsumsi obat tidur) perawat antara lain:


a. Perawat yang tidak memiliki kebiasaan merokok lebih banyak
dibandingkan dengan perawat yang memiliki kebiasaan merokok
sebanyak 90,2%.
b. Perawat yang tidak mengkonsumsi minuman beralkohol lebih banyak
dibandingkan dengan perawat yang mengkonsumsi minuman beralkohol
sebanyak 95,1%.
c. Perawat yang jarang mengkonsumsi minuman berkafein lebih banyak
dibandingkan dengan perawat yang sering mengkonsumsi minuman
berkafein sebanyak 70,7%.
d. Perawat yang tidak menggunakan obat tidur untuk mengatasi masalah
sulit tidur lebih banyak dibandingkan dengan pekerja yang kadang-
kadang menggunakan obat tidur sebanyak 95,1%.
5.2 Saran
1. Bagi Rumah Sakit
a. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih ada perawat shift yang
mengeluhkan bahwa mereka mengalami gangguan pola tidur. Rumah
sakit diaharapkan meninjau kembali jadwal shift kerja untuk menjaga
kesegaran dan kewaspadaan pada saat bekerja dengan demikian
kualitas pekerjaan juga diharapkan akan tetap terjaga..
b. Rumah Sakit diharapkan menyediakan waktu libur kepada perawat
sedikitnya 2 hari berturut-turut setelah shift malam. Hal ini dapat
membantu perawat untuk memulihkan jadwal tidur yang terganggu
pada saat menjalani shift malam.
2. Bagi Perawat
a. Perawat disarankan untuk menjaga jadwal tidur seperti biasa. Tidur di
tempat yang sejuk (dingin) dapat membantu mempertahankan tidur.
b. Perawat disarankan untuk istirahat sebelum bekerja shift malam agar
dapat bekerja secara optimal.




3. Bagi peneliti
a. Peneliti selanjutnya diharapkan mengikutsertakan variabel-variabel
lain yang diduga merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan
gangguan pola tidur, yang tidak dapat diteliti pada penelitian ini.
b. Peneliti selanjutnya diharapkan melakukan penelitian mengenai
hubungan-hubungan yang dapat mempengaruhi gangguan pola tidur.

















DAFTAR PUSTAKA

Bell, Vicki. How Sleep Deprivation Affects Work Performance. June 14, 2005
[cited
2009October28th].Available:http://www.thefabricator.com/Safety/Safety_Arti
cle.cfm?ID
Budiarto, Eko. Penelitian Deskriptif. Dalam: Metodologi Penelitian
Kedokteran Sebuah Pengantar. Jakarta: EGC. 2004. Hal 48.
Grandjean, Etienne. Fitting the Task to the Man 4th Edition. Taylor & Francis
Publisher, London. 1998
Handayani, Putri. Hubungan Antara Penerapan Shift Kerja Dengan Pola
Tidur Pekerja di Bagian Produksi PT. Enka Parahiyangan. Jakarta. Skripsi.
Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. 2008. Hal 2, 26-54.
Japardi, Iskandar. Gangguan Tidur. Fakultas Kedokteran Bagian Bedah
Universitas Sumatera Utara. USU Digital Library. 2002. Hal 1-11.
Klein, Dion. Sleeping on The Job.Canberra Times.[cited 2009 October 28
th
].
2004. Available: http://www.sleepdex.org/b4.htm
Knauth P. Rutenfranz J. Shift work in Recent Advances in Occupational
Health Edited by Harrington JM Churchill Livingstone. 263281. 1987.
Kuswadji, Sudjoko. Pengaturan tidur Pekerja Shift. Cermin Dunia
Kedokteran No.116. Jakarta. 1997. Hal 42-48.
Maurice et al,. Prevalence and Consequences of Sleep Disorders in a Shift
Worker Population [abstract]. Journal of Psychosomatic Research Volume 53.
New York. 2007 [cited 2009 October 30
th
]. Available:
http://cat.inist.fr/?aModele=afficheN&cpsidt=13856210


National Sleep Foundation (NSF). Strategies for shift Worker : The Night Shift
Worker and Sleep. [cited 2009 October 28
th
]. 2005. Available:
http://www.sleepfoundation.org/site/c.hulXKjM0IxF/b.2421189/k.DF93/strate
gies_for_shift_worker.htm
Nurmianto, Eko. Ergonomi: Konsep Dasar & Aplikasinya. Guna Widya,
Surabaya. Edisi III. 2004.
Noor, Asyikin. Mengatasi Insomnia. Banjarmasin Post. 2003 [cited 2009
October28
th
].Available:
http://www.Indomedia.com/bpost/052007/21/ragam/art-1.htm
Prayitno, A. Gangguan Pola Tidur pada Kelompok Usia Lanjut dan
Penatalaksanaannya. Jurnal Kedokteran Trisakti ; Volume 21 No. 1: 23 30.
2002.
Pulat, Mustafa B. The Fundamental Ergonomics. Prentice Hall Englewood
Cliffs, New Jersey. 2002.
Remelda. Susah Tidur. 2008 [cited 2009 October 28
th
]. Artikel Kesehatan.
Available : http://remelda.wordpress.com/2008/05/23/susah-tidur/
Taylor PJ. Shift work - Some Medical and Social Factors. Trans. Soc. Occup.
1970. Med. 20: 1270132










LAMPIRAN 1

KUESIONER

Assalamualaikum Wr. Wb
Saya Tuti Alawiyah bermaksud meneliti GAMBARAN GANGGUAN
POLA TIDUR PADA PERAWAT DI RS. SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2009. Penelitian ini merupakan tugas akhir untuk memenuhi syarat
mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada
penelitian ini peneliti akan bertanya mengenai karakteristik pekerja, kualitas, dan
kuantitas tidur pada perawat yang terkait dengan jadwal kerja shift. Wawancara
akan berlangsung selama 15-20 menit . Responden diharapkan menjawab setiap
pertanyaan dengan sejujur-jujurnya. Setiap jawaban Anda akan dijaga
kerahasiaannyadari siapapun dan tidak akan mempengaruhi penilaian terhadap
kinerja Anda, kemudian kuesioner akan disimpan oleh peneliti. Partisipasi
responden bersifat sukarela, responden dapat menolak untuk menjawab atau tidak
melanjutkan wawancara. Untuk itu dimohon kesediaan kepada perawat di instalasi
rawat inap RS. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta selaku responden untuk mengisi
kuesioner ini.
Saya menyatakan bahwa saya telah membaca pernyataan di atas, dan saya setuju
untuk menjadi responden dalam penelitian ini.

Jakarta,...........................................2009




(........................................................) (........................................................)
Peneliti Responden

(LANJUTAN)
Nomor Responden




LEMBAR KUESIONER PENELITIAN

A. KARAKTERISTIK PEKERJA (Diisi oleh peneliti)
1. Nama responden
2. Tanggal lahir: Tanggal...........Bulan............Tahun............... [ ] [ ] A2
3. Status perkawinan (PILIH SALAH SATU JAWABAN)
1. Menikah
2. Belum menikah
[ ] A3
4. Sudah berpa lama Anda bekerja di RS. UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta?.........................................Tahun
[ ] [ ] A4
5. Sudah berpa lama Anda bekerja dengan sistem shift di RS.
UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta?.........................................................................Tahun
[ ] [ ] A5
6. Sebelum bekerja di RS. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, [ ] A6



apakah Anda sudah pernah bekerja?(PILIH SALAH SATU
JAWABAN)
1. Ya
2. Tidak
7. Apakah di tempat kerja sebelumnya Anda juga bekerja
dengan sistem shift? (PILIH SALAH SATU JAWABAN)
1. Ya
2. Tidak
[ ] A7
B. KUANTITAS TIDUR (Diisi oleh peneliti)
1. Berapa lama Anda tidur sesudah bekerja dengan shift pagi?
.............................................................................................jam
[ ] [ ] B1
2. Berapa lama Anda tidur sesudah bekerja dengan shift sore?
...........................................................................................jam
[ ] [ ] B2
3. Berapa lama Anda tidur sesudah bekerja dengan shift malam?
............................................................................................jam
[ ] [ ] B3
4. Menurut Anda apakah kebutuhan jam tidur Anda selama ini
sudah terpenuhi?(PILIH SALAH SATU JAWABAN)
1. Ya
2. Tidak
[ ] [ ] B4
C. KUALITAS TIDUR (Diisi oleh peneliti)
1. Apakah Anda merasa sulit untuk memulai tidur?(PILIH
SALAH SATU JAWABAN)
1. Ya
[ ] C1


2. Tidak(LANGSUNG KE NOMOR 3)
2. Pada shift apa biasanya Anda mengalami sulit tidur?(PILIH
SALAH SATU JAWABAN)
1. Shift pagi
2. Shift sore
3. Shift malam
[ ] C2
3. Frekuensi Anda menggunakan obat tidur untuk mengatasi
masalah sulit tidur?(PILIH SALAH SATU JAWABAN)
1. Ya
2. Tidak (LANGSUNG KE NOMOR 5)
[ ] C3
4. Pada shift apa biasanya Anda mnegkonsuksi obat tidur unutk
mengatasi masalah sulit tidur?(PILIH SALAH SATU
JAWABAN)
1. Shift pagi
2. Shift sore
3. Shift malam
[ ] C4
5. Apakah Anda sering terbangun pada saat tidur?(PILIH
SALAH SATU JAWABAN)
1. Ya
2. Kadang-kadang
3. Tidak pernah (LANGSUNG KE NOMOR 9)
[ ] C5
6. Pada shift apa biasanya Anda mengalami sering terbangun
dari tidur?(PILIH SALAH SATU JAWABAN)
[ ] C6


1. Shift pagi
2. Shift sore
3. Shift malam
7. Apakah Anda sulit tertidur kembali setelah terbangun dari
tidur?(PILIH SALAH SATU JAWABAN)
1. Ya
2. Kadang-kadang
3. Tidak pernah (LANGSUNG KE NOMOR 9)
[ ] C7
8. Pada shift apa Anda sulit tertidur kembali setelah terbangun
dari tidur?(PILIH SALAH SATU JAWABAN)
1. Shift pagi
2. Shift sore
3. Shift malam
[ ] C8
9. Apakah Anda sering bermimpi buruk pada saat tidur?(PILIH
SALAH SATU JAWABAN)
1. Ya
2. Kadang-kadang
3. Tidak pernah (LANGSUNG KE NOMOR 11)
[ ] C9
10. Pada shift apa biasanya Anda bermimpi buruk pada saat
tidur?(PILIH SALAH SATU JAWABAN)
1. Shift pagi
2. Shift sore
3. Shift malam
[ ] C10



11. Pada saat bangun tidur apakah Anda merasa segar?(PILIH
SALAH SATU JAWABAN)
1. Tidak segar
2. Kurang segar
3. Segar (LANGSUNG KE NOMOR 13)
[ ] C11
12. Pada shift apa biasanya Anda merasa tidak segar pada saat
bangun tidur?(PILIH SALAH SATU JAWABAN)
1. Shift pagi
2. Shift sore
3. Shift malam
[ ] C12
13. Pada saat bangun tidur apakah Anda merasa sulit untuk
terbangun?(PILIH SALAH SATU JAWABAN)
1. Ya
2. Kadang-kadang
3. Tidak pernah (LANGSUNG KE NOMOR 15)
[ ] C13
14. Pada shift apa biasanya Anda merasa sulit untuk
terbangun?(PILIH SALAH SATU JAWABAN)
1. Shift pagi
2. Shift sore
3. Shift malam
[ ] C14
15. Apakah Anda merasa tidur Anda tidak nyenyak?(PILIH
SALAH SATU JAWABAN)
[ ] C15


1. Ya
2. Kadang-kadang
3. Tidak pernah (LANGSUNG KE NOMOR 17)
16. Pada shift apa biasanya Anda merasa tidur Anda tidak
nyenyak?(PILIH SALAH SATU JAWABAN)
1. Shift pagi
2. Shift sore
3. Shift malam
[ ] C16
17. Jika tidur Anda tidak nyenyak, menurut Anda apa
penyebabnya? (PILIH SALAH SATU JAWABAN)
1. Lingkungan (lebih bising, lebih terang, lebih panas)
2. Jam kerja
3. Keluarga (seperti : mengurus anak)
4. Lain-lain,
sebutkan......................................................................
[ ] C17
18. Apakah Anda mengalami tidur secara bertahap (tidur
kemudian bangun, lalu tidur kembali)? (PILIH SALAH
SATU JAWABAN)
1. Ya
2. Kadang-kadang
3. Tidak pernah (LANGSUNG KE NOMOR 20)
[ ] C18
19. Pada shift apa biasanya Anda mengalami tidur secara
bertahap? (PILIH SALAH SATU JAWABAN)
[ ] C19


1. Shift pagi
2. Shift sore
3. Shift malam
20. Apakah Anda sering merasa mengantuk pada saat bekerja?
(PILIH SALAH SATU JAWABAN)
1. Ya
2. Kadang-kadang
3. Tidak pernah (LANGSUNG KE NOMOR 22)
[ ] C20
21. Pada shift apa biasanya Anda sering merasa mengantuk pada
saat bekerja? (PILIH SALAH SATU JAWABAN)
1. Shift pagi
2. Shift sore
3. Shift malam
[ ] C21
22. Frekuensi Anda mengkonsumsi minuman yang mengandung
alkohol? (PILIH SALAH SATU JAWABAN)
1. Ya
2. Tidak (LANGSUNG KE NOMOR 24)
[ ] C22
23. Pada shift apa biasanya Anda mengkonsumsi minuman yang
mengandung alkohol? (PILIH SALAH SATU JAWABAN)
1. Shift malam
2. Shift sore
3. Shift malam
[ ] C23
24. Frekuensi Anda mengkonsumsi minuman yang mengandung [ ] C24


kafein?(seperti kopi, teh, minuman bersoda). (PILIH SALAH
SATU JAWABAN)
1. Sering
2. Jarang
25. Pada shift apa biasanya Anda mengkonsumsi minuman yang
mengandung kafein?(seperti kopi, teh, minuman bersoda).
(PILIH SALAH SATU JAWABAN)
1. Shift malam
2. Shift sore
3. Shift malam
[ ] C25
26. Apakah Anda merokok?
1. Ya
2. Tidak
[ ] C26
27. Berapa batang rokok yang Anda habiskan dalam sehari?
....................................................................................batang
[ ] C27
28. Pada shift apa biasanya Anda lebih sering merokok?
1. Shift pagi
2. Shift sore
3. Shift malam
[ ] C28
D. Lain-Lain
1. Siapa saja yang hadir pada saat Anda mengisi kuesioner?
(PILIH SALAH SATU JAWABAN)
1. Teman kerja
[ ] D1


2. Atasan
3. Lain-lain, sebutkan
2. Siapa saja yang membantu menjelaskan pertanyaan pada saat
Anda mengisi kuesioner?
1. Teman kerja
2. Atasan
3. Lain-lain, sebutkan
[ ] D2
3. Siapa saja yang membantu menjawab pertanyaan pada saat
Anda mengisi kuesioner?
1. Teman kerja
2. Atasan
3. Lain-lain, sebutkan
[ ] D3

















LAMPIRAN 2
HASIL ANALISIS UNIVARIAT


Sistem shift pada responden

Ya Tidak Total
Sulit tidur Ya Count 12 6 18
% within Sistem shift pada
responden
48.0% 37.5% 43.9%
Tidak Count 10 10 20
% within Sistem shift pada
responden
40.0% 62.5% 48.8%
3 Count 3 0 3
% within Sistem shift pada
responden
12.0% .0% 7.3%
Total Count 25 16 41
% within Sistem shift pada
responden
100.0% 100.0% 100.0%
Crosstab

Sistem shift pada responden

Ya Tidak Total
Penggunaan obat tidur Kadang-kadang Count 2 0 2
% within Sistem shift
pada responden
8.0% .0% 4.9%


Tidak pernah Count 23 16 39
% within Sistem shift
pada responden
92.0% 100.0% 95.1%
Total Count 25 16 41
% within Sistem shift
pada responden
100.0% 100.0% 100.0%
(LANJUTAN)
Crosstab

Sistem shift pada responden

Ya Tidak Total
Sering terbangun Ya Count 0 2 2
% within Sistem shift pada
responden
.0% 12.5% 4.9%
Kadang-kadang Count 22 12 34
% within Sistem shift pada
responden
88.0% 75.0% 82.9%
Tidak pernah Count 3 2 5
% within Sistem shift pada
responden
12.0% 12.5% 12.2%
Total Count 25 16 41
% within Sistem shift pada
responden
100.0% 100.0% 100.0%

Crosstab

Sistem shift pada responden

Ya Tidak Total
Sulit tertidur kembali Ya Count 4 2 6
% within Sistem shift pada
responden
16.0% 12.5% 14.6%
Kadang-kadang Count 19 11 30
% within Sistem shift pada
responden
76.0% 68.8% 73.2%
Tidak pernah Count 2 3 5


% within Sistem shift pada
responden
8.0% 18.8% 12.2%
Total Count 25 16 41
% within Sistem shift pada
responden
100.0% 100.0% 100.0%

(LANJUTAN)

Crosstab

Sistem shift pada responden

Ya Tidak Total
Mimpi buruk Kadang-kadang Count 9 10 19
% within Sistem shift pada
responden
36.0% 62.5% 46.3%
Tidak pernah Count 16 6 22
% within Sistem shift pada
responden
64.0% 37.5% 53.7%
Total Count 25 16 41
% within Sistem shift pada
responden
100.0% 100.0% 100.0%

Crosstab

Sistem shift pada responden

Ya Tidak Total
Perasaan segar ketika
bangun dari tidur
Tidak segar Count 3 0 3
% within Sistem shift
pada responden
12.0% .0% 7.3%
Kurang segar Count 15 13 28
% within Sistem shift
pada responden
60.0% 81.2% 68.3%
Segar Count 7 3 10
% within Sistem shift
pada responden
28.0% 18.8% 24.4%


Total Count 25 16 41
% within Sistem shift
pada responden
100.0% 100.0% 100.0%

(LANJUTAN)


Crosstab

Sistem shift pada responden

Ya Tidak Total
Sulit untuk terbangun
dari tidur
Ya Count 5 1 6
% within Sistem shift
pada responden
20.0% 6.2% 14.6%
Kadang-kadang Count 18 15 33
% within Sistem shift
pada responden
72.0% 93.8% 80.5%
Tidak pernah Count 2 0 2
% within Sistem shift
pada responden
8.0% .0% 4.9%
Total Count 25 16 41
% within Sistem shift
pada responden
100.0% 100.0% 100.0%

Crosstab

Sistem shift pada responden

Ya Tidak Total
Tidur tidak nyenyak Kadang-kadang Count 19 15 34
% within Sistem shift
pada responden
76.0% 93.8% 82.9%
Tidak pernah Count 6 1 7
% within Sistem shift
pada responden
24.0% 6.2% 17.1%
Total Count 25 16 41


Crosstab

Sistem shift pada responden

Ya Tidak Total
Tidur tidak nyenyak Kadang-kadang Count 19 15 34
% within Sistem shift
pada responden
76.0% 93.8% 82.9%
Tidak pernah Count 6 1 7
% within Sistem shift
pada responden
24.0% 6.2% 17.1%
Total Count 25 16 41
% within Sistem shift
pada responden
100.0% 100.0% 100.0%



(LANJUTAN)

Crosstab

Sistem shift pada responden

Ya Tidak Total
Tidur secara bertahap Ya Count 2 2 4
% within Sistem shift
pada responden
8.0% 12.5% 9.8%
Kadang-kadang Count 14 7 21
% within Sistem shift
pada responden
56.0% 43.8% 51.2%
Tidak pernah Count 9 7 16
% within Sistem shift
pada responden
36.0% 43.8% 39.0%
Total Count 25 16 41
% within Sistem shift
pada responden
100.0% 100.0% 100.0%



Crosstab

Sistem shift pada responden

Ya Tidak Total
Mengantuk pada saat
bekerja
Ya Count 2 2 4
% within Sistem shift
pada responden
8.0% 12.5% 9.8%
Kadang-kadang Count 23 14 37
% within Sistem shift
pada responden
92.0% 87.5% 90.2%
Total Count 25 16 41
% within Sistem shift
pada responden
100.0% 100.0% 100.0%


(LANJUTAN)

kualitas tidur * Sistem shift pada responden Crosstabulation

Sistem shift pada responden

Ya Tidak Total
kualitas tidur berkualitas Count 12 7 19
% within Sistem shift pada
responden
48.0% 43.8% 46.3%
tidak berkualitas Count 13 9 22
% within Sistem shift pada
responden
52.0% 56.2% 53.7%
Total Count 25 16 41
% within Sistem shift pada
responden
100.0% 100.0% 100.0%


Crosstab

Sistem shift pada responden



Ya Tidak Total
kuantitas tidur yang sudah
dikelompokkan
cukup tidur Count 6 7 13
% within Sistem shift
pada responden
24.0% 43.8% 31.7%
kurang
tidur
Count 19 9 28
% within Sistem shift
pada responden
76.0% 56.2% 68.3%
Total Count 25 16 41
% within Sistem shift
pada responden
100.0% 100.0% 100.0%



(LANJUTAN)

usia perawat yang sudah dikelompokkan

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid <27 tahun 27 65.9 65.9 65.9
>=27 tahun 14 34.1 34.1 100.0
Total
41 100.0 100.0

Jenis kelamin responden

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Laki-laki 13 31.0 31.7 31.7
Perempuan 28 66.7 68.3 100.0
Total
41 97.6 100.0
Missing System
1 2.4
Total
42 100.0

Masa kerja shift

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid < 4 tahun 30 73.2 73.2 73.2
>= 4 tahun 11 26.8 26.8 100.0
Total
41 100.0 100.0

Status Perkawinan

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid menikah 20 48.8 48.8 48.8
belum
menikah
21 51.2 51.2 100.0
Total
41 100.0 100.0




Kebiasaan merokok

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Ya 4 9.8 9.8 9.8
Tidak 37 90.2 90.2 100.0
Total
41 100.0 100.0

Frekuensi mengkonsumsi minuman yang mengandung alkohol

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Ya 2 4.9 4.9 4.9
Tidak 39 95.1 95.1 100.0
Total
41 100.0 100.0

Frekuensi mengkonsumsi minuman yang mengandung kafein

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sering 12 29.3 29.3 29.3
Jarang 29 70.7 70.7 100.0
Total
41 100.0 100.0

Penggunaan obat tidur

Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Ya 2 4.9 4.9 4.9
Tidak 39 95.1 95.1 100.0
Total
41 100.0 100.0

Anda mungkin juga menyukai