JAKARTA TAHUN 2009 Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
OLEH : TUTI ALAWIYAH NIM : 105103003439
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H/2009 M
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 30 Oktober 2009
Tuti Alawiyah
Materai Rp. 6.000
GAMBARAN GANGGUAN POLA TIDUR PADA PERAWAT DI RS. SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2009
Laporan Penelitian Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked)
Oleh Tuti Alawiyah NIM: 105103003439
Pembimbing
Iting Shofwati, ST., MKKK
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H/2009 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Laporan Penelitian berjudul GAMBARAN GANGGUAN POLA TIDUR PADA PERAWAT DI RS. SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2009 yang diajukan oleh Tuti Alawiyah (NIM: 105103003439), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada 16 November 2009. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S. Ked) pada Program Studi Pendidikan Dokter. Jakarta, 30 Oktober 2009
DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang Pembimbing Penguji
dr. Nurul Hiedayati, PhD Iting Shofwati, ST., MKKK Dr. Fika Ekayanti, M. Med. Ed
PIMPINAN FAKULTAS
Dekan FKIK UIN
Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp
Dekan FKIK UIN
Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, SpAnd Kaprodi Pendidikan Dokter UIN
Dr. dr. Syarief Hasan Lutfie, SpRM
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanyalah untuk Allah SWT. Tuhan Yang Maha Mencintai, dengan pancaran cinta yang abadi. Yang selalu melimpahkan nikmat dan karunia kepada hamba-Nya dengan adil dan sempurna. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada baginda Rasulullah Saw, beserta keluarga dan para sahabatnya. Untaian rasa syukur penulis panjatkan karena dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Gambaran Gangguan Pola Tidur pada Perawat di RS. Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2009. tepat pada waktunya. Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, sehingga penyusunan skripsi dapat terlaksana sesuai dengan yang telah direncanakan. Untuk itu pada kesempatan ini penulis bermaksud menyampaikan rasa terima kasih yang setulusnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And. ; selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak dr. Syarif, Sp. RM ; selaku ketua program studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Iting Shofwati, ST., MKKK ; selaku pembimbing skripsi penulis, terima kasih ibu atas bimbingan, nasihat, ilmu, motivasi, saran-saran, dan doa yang sangat berarti sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 4. Seluruh dosen dan staf PSPD Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Seluruh pihak RS. Syarif Hidayatullah yang telah banyak membantu sehingga penelitian ini berjalan dengan lancar. Selain itu dengan segala kerendahan hati penulis juga bermaksud mengucapkan Special Thanks To :
1. Kedua orang tua ku tercinta, Ayahanda Abdul Wahid dan Ibunda Hikmah sebagai penyemangat dalam hidupku yang tiada hentinya memberikan motivasi, doa, dukungan, dan kasih sayang yang tak dapat terlukiskan, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Rasa syukur yang tiada terhingga atas anugerah yang begitu indah karena aku terlahir dari orang tua terbaik, dibesarkan di lingkungan terbaik dengan didikan yang terbaik. Untuk Bapak, yang tiada pernah letih berusaha dalam mengutamakan pendidikan bagi anak-anaknya I Love U Dad. Dan untuk Mamaku tempat berbagi segala rasa, Makasih yach Ma karena Mama selalu jadi teman yang hebat disetiap langkah yang ku buat, gak pernah bosen dengerin curhat Tuti setiap saat. Saat Tuti lagi seneng, sedih, marah, kesel, dan jenuh. Mama slalu ada buat aku I Love U Mom Semoga Allah SWT senantiasa melindungi kedua orang tuaku, dan memberikan yang terbaik dalam setiap langkah yang ditapaki. 2. Kakak-kakakku tersayang, Haryanto, Yuliati, Ismawati, Hermawan, Hartono, Wartini yang selalu menyayangi dan mengerti aku dalam keadaan apapun. Makasih yach Aa-Teteh atas semua doa, motivasi serta kebaikan-kebaikan yang selalu tercurah buat adikmu yang bungsu ini. 3. Teman perjuangan riset yang selalu menghibur dan mengingatkanku dalam menjalankan penelitian ini. 4. Sobat-sobat seperjuangan Pendidikan Dokter 05 Makasih smuanya atas kebersamaan yang sangat menyenangkan karena kalian slalu menjadikan masa-masa kuliahku menjadi indah dan penuh warna.. 5. Teman-teman serta pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Akhir kata dengan penuh rasa hormat dan kerendahan hati, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.
Jakarta, 30 Oktober 2009 Penulis
Tuti Alawiyah Program Studi Pendidikan Dokter Gambaran Gangguan Pola Tidur pada Perawat di RS. Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun. 2009 xviii + 79 halaman, 13 tabel, 2 gambar, 3 lampiran ABSTRAK Gangguan pola tidur merupakan keluhan yang sering dirasakan oleh perawat yang bekerja dengan penerapan shift.RS. syarif Hidayatullah merupakan rumah sakit yang menerapkan sistem shift dalam menjalankan sistim pelayanannya. Untuk itu diperlukan adanya suatu penelitian untuk mengetahui gambaran kejadian gangguan pola tidur pola tidur pada perawat yang menjalankan sistem shift dan non shift dengan faktor-faktor yang diteliti adalah usia, jenis kelamin, masa kerja shift, status perkawinan, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol dan kafein, dan penggunaan obat tidur. Pengumpulan data variabel dependen (pola tidur) dan variabel independen (shift kerja, usia,jenis kelamin, masa kerja shift, status perkawinan, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol dan kafein, dan penggunaan obat tidur) menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Adapun populasi pada penelitian ini adalah seluruh perawat di RS. Syarif Hidayatullah yang berjumlah 41 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawat yang mengalami gangguan pola tidur sebanyak 23 orang (56%), sedangkan 18 orang (44%) tidak mengalami gangguan pola tidur. Perawat yang bekerja dengan penerapan shift sebanyak 25 orang (61%) dan tidak penerapan shift sebanyak 16 orang (39%). Perawat yang bekerja dengan penerapan shift lebih banyak memiliki gangguan pola tidur dibandingkan dengan perawat yang non shift. Rumah sakit diharapkan meninjau kembali jadwal shift kerja, serta menyediakan waktu libur sedikitnya 2 hari untuk perawat terutama perawat dengan penerapan shift . Sedangkan pada perawat disarankan agar menjaga jadwal tidur, dan untuk beristirahat sebelum bekerja shift malam. Kata Kunci : gangguan pola tidur
Tuti Alawiyah Department of Medical Science Description of Sleep-Pattern Disturbance at Nurses of Syarif Hidayatullah Hospital of Jakarta. 2009
xviii + 79 pages, 13 tables, 2 image, 3 appendix
ABSTRACT
Sleep-pattern disturbance is a complaint that is frequently felt by nurses working by using shift application system. Syarif Hidayatullah Hospital is hospital applying the shift system in performing its service system. Therefore, it is need a research to know description of sleep-pattern disturbance event at nurses performing shift and non shift system with factors that observed are age, gender, work period of shift, marital status, smoking habit, alcohol and caffeine consumption, and the usage of soporific. Data collecting of dependent variable (i.e. sleep pattern) and independent variable (shift of work, age, gender, work period of shift, marital status, smoking habit, alcohol and caffeine consumption, and the usage of soporific) is using research instrument in the form of questioner. This Research is quantitative research. The population of this research is entirely nurses of Syarif Hidayatullah Hospital that amount to 41 people. The research result indicates that nurses experiencing sleep-pattern disturbance are 23 peoples (56%) of amount, whereas 18 peoples (44%) of amount is not experiencing it. Nurses working by applying the shift system are 25 peoples (61%) of amount and Nurses not applying it are 16 peoples (39%) of amount. Nurses working by applying shift system have more disturbance of sleep- pattern than nurses with non shift. The hospital is expected to revise the shift schedule of work, and provide for nurses time off at least two days especially nurses with shift application system. The nurses are suggested to keep its schedule of sleep, and rest before working at night shift.
Keyword: sleep-pattern disturbance
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Tuti Alawiyah Tempat tanggal lahir : Jakarta, 11 Nopember 1987 Jenis kelamin : Perempuan Agama : Islam Kewarganegaraan : Indonesia Alamat : Jln. Gelonggong NO. 63 Rt 02/Rw 03 Kel. Kedung Waringin Kec. Bojong Gede Bojong Gede-Bogor Kode Pos 16320 E-Mail : cuit_luthu_immut@yahoo.co.id
Pendidikan : 1. SD 03 Bojong Gede (1993 1999) 2. MTs. Al-Hamidiyah Depok (1999 2002) 3. MA Al-Hamidiyah Depok (2002 2005) 4. S-1 Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2005 2009)
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................. ii LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................ iii LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iv KATA PENGANTAR ........................................................................................... v ABSTRAK .......................................................................................................... viii ABSTRACT .......................................................................................................... ix DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................. x DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xv DAFTAR SINGKATAN .................................................................................... xvi DAFTAR ISTILAH .......................................................................................... xvii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xviii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ............................................................................ 3 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 3 1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................. 4 1.5 Ruang Lingkup.................................................................................... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gangguan Pola Tidur .......................................................................... 6 2.1.1 Pola Tidur......................................................................................... 6 2.1.2 Gangguan Pola Tidur ....................................................................... 9 2.1.3 Efek Gangguan Tidur ..................................................................... 19 2.2 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gangguan Tidur ............. 21 2.2.1 Shift Kerja ...................................................................................... 21 2.2.1.1 Definisi Shift Kerja ..................................................................... 21 2.2.1.2 Sistem Shift Kerja ....................................................................... 21 2.2.1.3 Rotasi .......................................................................................... 22 2.2.1.4 Efek Shift Kerja ........................................................................... 26 2.2.2 Usia Pekerja ................................................................................... 28 2.2.3 Masa Kerja Shift ............................................................................. 30 2.2.4 Usia Perkawinan ............................................................................ 31 2.2.5 Tempat Kerja ................................................................................. 32 2.2.6 Jenis Kelamin ................................................................................. 33 2.2.7 Status Kesehatan ............................................................................ 34 2.2.8 Kebiasaan Merokok ....................................................................... 34 2.2.9 Konsumsi Alkohol dan Kafein ....................................................... 35 2.2.10 Konsumsi Obat Tidur ................................................................... 36 2.3 Kerangka Teori ................................................................................. 37 2.4 Kerangka Konsep .............................................................................. 38 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian .............................................................................. 46 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... 46
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ........................................................ 46 3.4 Instrumen Penelitian ......................................................................... 46 3.5 Metode Pengumpula Data ................................................................. 47 3.6 Pengolahan Data ............................................................................... 47 3.7 Analisis Data ..................................................................................... 48 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil .................................................................................................. 49 4.1.1 Gambaran Umum Rumah Sakit ..................................................... 49 4.1.2 Analisis Univariat .......................................................................... 52 4.1.2.1 Gambaran Pola Tidur Perawat di RS. Syarif Hidayatullah ......... 52 4.1.2.2 Gambaran Penerapan Shift Kerja yang Dilaksanakan di RS. Syarif Hidayatullah Tahun 2009 ............................................... 54 4.1.2.3 Gambaran Karakteristik Perawat di RS. Syarif Hidayatullah Tahun 2009 ............................................................................... 54 4.1.2.4 Gambaran Gaya Hidup Perawat di RS. Syarif Hidayatullah Tahun 2009 .......................................................................................... 58 4.2 Pembahasan....................................................................................... 62 4.2.1 Keterbatasan Penelitian .................................................................. 62 4.2.2 Pola Tidur....................................................................................... 63 4.2.3Gambaran Shift Kerja ...................................................................... 64 4.2.4 Gambaran Distribusi Usia .............................................................. 66 4.2.5 Gambaran Distribusi Jenis Kelamin .............................................. 67 4.2.6 Gambaran Masa Kerja Shift ........................................................... 68 4.2.7Gambaran Status Perkawinan ......................................................... 68 4.2.8 Gambaran Kebiasaan Mengkonsumsi Rokok ................................ 69 4.2.9 Gambaran Kebiasaan Mengkonsumsi Minuman Beralkohol ........ 70 4.2.10 Gambaran Kebiasaan Mengkonsumsi Minuman Berkafein ........ 71 4.2.11 Gambaran Kebiasaan Mengkonsumsi Obat Tidur ....................... 72 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 74 5.2 Saran ................................................................................................. 75 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 77 LAMPIRAN ......................................................................................................... 79
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Metropolitan Rota ..................................................................... 27 Tabel 2.2 Continental Rota ....................................................................... 28 Tabel 2.3 Sistem empat orang Siklus 32 jam ............................................ 29 Tabel 2.4 Definisi Operasional ................................................................. 44 Tabel 4.1 Distribusi Kalitas Tidur Berdasarkan Keluhan di RS. Syarif Hidayatullah Tahun 2009 .......................................................... 52 Tabel 4.2 Distribusi Kualitas Tidur Perawat di RS. Syarif Hiadayatullah Tahun 2009 ................................................................................ 54 Tabel 4.3 Distribusi Kuantitas Tidur Perawat di RS. Syarif Hidayatullah Tahun 2009 ................................................................................ 54 Tabel 4.4 Distribusi Perawat di RS. Syarif Hidayatullah Berdasarkan Karakteristiknya Tahun 2009 .................................................... 56 Tabel 4.5 Distribusi Usia yang Berisiko Mengalami Gangguan Pola Tidur pada Perawat di RS. Syarif Hiadayatullah Tahun 2009 ............ 58 Tabel 4.6 Distribusi Jenis Kelamin yang Berisiko Mengalami Gangguan Pola Tidur pada Perawat di RS. Syarif Hiadayatulla Tahun 2009 .... 59 Tabel 4.7 Distribusi Masa Kerja Shift yang Berisiko Mengalami Gangguan Pola Tidur pada Perawat di RS. Syarif Hidayatullah Tahun 2009 ........................................................................................... 60 Tabel 4.8 Distribusi Status Perkawinan yang Berisiko Mengalami Gangguan Pola Tidur pada Perawat di RS. Syarif Hiadayatullah Tahun 2009 ........................................................................................... 61 Tabel 4.9 Distribusi Perawat di RS. Syarif Hiadayatullah Berdasarkan Gaya Hidup Tahun 2009 ..................................................................... 62 Tabel 4.10 Distribusi Kebiasaan Merokok yang Berisiko Mengalami Gangguan Pola Tidur pada Perawat di RS. Syarif Hiadayatullah
Tahun 2009 ................................................................................ 63 Tabel 4.11 Distribusi Konsumsi Alkohol yang Berisiko Mengalami Gangguan Pola Tidur pada Perawat di RS. Syarif Hiadayatullah Tahun 2009 ................................................................................ 65 Tabel 4.12 Distribusi Konsumsi Kafein yang Berisiko Mengalami Gangguan Pola Tidur pada Perawat di RS. Syarif Hiadayatullah Tahun 2009 ................................................................................ 66 Tabel 4.13 Distribusi Konsumsi Obat Tidur yang Berisiko Mengalami Gangguan Pola Tidur pada Perawat di RS. Syarif Hiadayatullah Tahun 2009 ................................................................................ 68
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Bagan Kerangka Teori ............................................................ 43 Gambar 2.2 Bagan Kerangka Konsep ......................................................... 44
DAFTAR SINGKATAN
NREM : Non Rapid Eye Movement NSF : National Sleep Foundation REM : Rapid Eye Movement
DAFTAR ISTILAH
Circadian rhythmadalah fluktuasi tubuh manusia dan hewan yang mengikuti siklus 24 jam. Pola tidur adalah model, bentuk, atau corak tidur dalam jangka waktu yang relatif menetap dan meliputi jadwal jatuh (masuk) tidur dan bangun, irama tidur, frekuensi tidur dalam sehari, mempertahankan kondisi tidur, dan kepuasan tidur. Rotasi shift adalah perputaran jadwal kerja dalam jangka waktu tertentu. Shift kerja adalah Jadwal jam kerja yang berada di luar jam kerja normal yang dimulai dari sekitar pukul 07.00 sampai pukul 18.00, dengan lamanya jam kerja untuk satu orang adalah 7 8 jam.
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Pengantar Izin Penelitian Lampiran 2 Kuesioner penelitian Lampiran 3 Hasil Analisis Univariat
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Tidur adalah kondisi organisme yang sedang istirahat secara regular, berulang, dan reversibel dalam keadaan dimana ambang rangsang terhadap rangsangan dari luar lebih tinggi dibandingkan dengan keadaan sadar/jaga. 12
Pola tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu tipe REM (Rapid Eye Movement) dan tipe NREM (Non Rapid Eye Movement). Gangguan pola tidur adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami resiko perubahan jumlah dan kualitas pola istirahat yang menyebabkan ketidaknyamanan. Klasifikasi gangguan tidur menurut International Classification of Sleep Disorder yaitu dissomnia, parasomnia, gangguan tidur berhubungan dengan gangguan kesehatan atau psikiatri, gangguan tidur yang tidak terklasifikasi (Japardi, 2002). Hampir semua orang pernah mengalami gangguan tidur selama masa kehidupannya. Diperkirakan tiap tahun 20%-40% orang dewasa mengalami kesukaran tidur dan 17% diantaranya mengalami masalah serius (Japardi, 2002). Prevalensi gangguan tidur setiap tahun cenderung meningkat, hal ini juga sesuai dengan peningkatan usia dan berbagai penyebabnya. Kaplan dan Sadock melaporkan kurang lebih 40-50% dari populasi usia lanjut menderita gangguan tidur. Gangguan tidur kronik (10-15%) disebabkan oleh gangguan psikiatri, ketergantungan obat dan alkohol (Japardi, 2002). Menurut data internasional of sleep disorder, prevalensi penyebab- penyebab gangguan tidur adalah sebagai berikut: Penyakit asma (61-74%), gangguan pusat pernafasan (40-50%), kram kaki malam hari (16%), psychophysiological (15%), sindroma kaki gelisah (5-15%), ketergantungan alkohol (10%), sindroma terlambat tidur (5-10%), depresi (65). Demensia (5%), gangguan perubahan jadwal kerja (2- 5%), gangguan obstruksi sesak
saluran nafas (1-2%), penyakit ulkus peptikus (<1%), narcolepsy (mendadak tidur) (0,03%-0,16%) (Handayani, 2008). Menurut NSF (National Sleep Foundation) dalam Handayani (2008), gangguan tidur dapat menimbulkan beberapa efek pada manusia. Ketika kurang tidur seseorangakan berpikir dan bekerja lebih lambat, membuat banyak kesalahan, dan sulit untuk mengingat sesuatu. Hal ini mengakibatkan penurunan produktivitas kerja dan dapat menyebabkan keelakaan. Efek lainnya pada pekerja yaitu pekerja menjadi lebih cepat mara, tidak sabar, gelisah dan depresi.Masalah ini dapat menggaggu pekerjaan dan hubungan keluarga, serta mengurangi aktivitas sosial. Kurang tidur pada pekerja merupakan penyebab utama terjadinya penurunan produktivitas, ketidakhadiran pekerja (absentisme), dan kecelakaan di tempat kerja (Klein, 2004). Faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan pola tidur yaitu kerja shift. Salah atu hal yang menjadi perhatian adalah 60-80% pekerja dengan sistem kerja shift mengalami gangguan pola tidur (Kuswadji, 1997). Kerja shift didefinisikan sebagai pekerjaan yang dilakukan terutama diluar jam kerja normal. Menurut ILO dalam Handayani(2008), shift work adalah bekerja bergilir di luar jam kerja normal baik itu bergilir atau berotasi dengan sifat kerja tetap atau permanen (Handayani, 2008). Selain itu faktor-faktor yang berhubungan yaitu usia pekerja, masa kerja shift, status perkawinan, tempat kerja, jenis kelamin, status kesehatan, gaya hidup yang meliputi kebiasaan merokok, konsumsi alkohol dan kafein dan konsumsi obat tidur (Handayani, 2008). Perubahan kuantitas dan kualitas tidur juga pernah dialami oleh berbagai pekerja salah satunya adalah perawat. Perawat adalah mereka yang dipersiapkan untuk mengerjakan tugas mulia dan penting untuk menyelamatkan nyawa manusia, fisik dan mentalnya. Peran perawat yang dimaksud adalah cara untuk menyatakan aktifitas perawat dalam praktik, dimana telah menyelesaikan pendidikan formalnya yang diakui dan diberi kewenangan oleh pemerintah untuk menjalankan tugas dan tanggung keperawatan secara professional sesuai dengan kode etik professional.
Dimana setiap peran yang dinyatakan sebagai ciri terpisah demi untuk kejelasan. Pada peran ini perawat diharapkan mampu memberikan pelayanan keperawatan kepada individu, keluarga , kelompok atau masyarakat sesuai diagnosis masalah yang terjadi mulai dari masalah yang bersifat sederhana sampai pada masalah yang kompleks. Perawat juga bertugas untuk memperhatikan individu dalam konteks sesuai kehidupan klien, perawat harus memperhatikan klien berdasarkan kebutuhan signifikan dari klien (Hnadayani, 2008).
1. 2. Rumusan Masalah Ganguan pola tidur pada pekerja dapat mempengaruhi penurunan performance kerja, produktivitas dan kualitas kerja, hubungan dalam pekerjaan, penurunan kewaspadaan, gangguan dalam kehidupan keluarga dan meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan, sehingga mendorong penulis untuk melakukan penelitian tentang bagaimana Gambaran gangguan pola tidur pada perawat di RS. Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2009.
1. 3. Tujuan Penelitian 1. 3. 1. Tujuan Umum Mengetahui gambaran gangguan pola tidur pada perawat di RS. Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2009. 1. 3. 2. Tujuan Khusus a. Diketahuinya gambaran gangguan pola tidur perawat di RS. Syarif Hidayatullah tahun 2009. b. Diketahuinya gambaran penerapan shift kerja yang dilaksanakan pada oleh perawat di RS. Syarif Hidayatullah tahun 2009.
c. Diketahuinya gambaran gangguan pola tidur dengan karakteristik (usia, jenis kelamin, masa kerja shift, status perkawinan) perawat di RS. Syarif Hidayatullah tahun 2009. d. Diketahuinya gambaran gangguan pola tidur dengan gaya hidup (kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, konsumsi kafein, konsumsi obat tidur) perawat di RS. Syarif Hidayatullah tahun 2009.
1. 4. Manfaat Penelitian 1. 4. 1. Manfaat Bagi Rumah Sakit Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi rumah sakit, sehingga dapat diketahui apakah shift kerja yang diterapkan sudah cukup baik terhadap keselamatan dan kesehatan perawat di RS. Syarif Hidayatullah Jakarta. 1. 4. 2. Manfaat Bagi Pekerja Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan serta pemahaman pekerja mengenai gangguan pola tidur yang diakibatkan oleh penerapan shift kerja yang diterapkan rumah sakit. 1. 4. 3. Manfaat Bagi Peneliti Sebagai bahan referensi yang dapat dijadikan bahan bacaan oleh peneliti selanjutnya yang berhubungan dengan shift kerja dan gangguan pola tidur pada perawat.
1. 5. Ruang Lingkup Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola tidur pada pekerja ditinjau dari penerapan shift kerja, karakteristik pekerja, dan gaya hidup perawat di RS. Syarif Hidayatullah Jakarta. Sasaran penelitian adalah para perawat di RS. Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian dilaksanakan pada
bulan Oktober 2009. Penelitian ini perlu dilakukan karena rumah sakit ini telah menerapkan shift kerja dalam menjalankan proses pelayanan di rumah sakit. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional (potong lintang). Data-data tersebut disajikan dalam tabel distribusi frekuensi, kemudian dilakukan uji statistik dan pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil seluruh perawat di RS. Syarif Hidayatullah. Data yang digunakan merupakan data primer berupa kuesioner yang diperoleh dengan cara menyebar kuesioner yang berupa pertanyaan yang berhubungan dengan gangguan pola tidur yang digunakan untuk mengukur adanya gejala gangguan pola tidur secara subjektif. Kuisoner ini dibagikan kepada para perawat dan diisi oleh mereka sendiri.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Gangguan Pola Tidur 2.1.1. Pola Tidur Tidur merupakan salah satu cara untuk melepaskan kelelahan jasmani dan kelelahan mental. Dengan tidur semua keluhan hilang atau berkurang dan akan kembali mendapatkan tenaga serta semangat untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi (Japardi, 2002).
Tidur adalah keadaan normal yang berlangsung secara berkala. Selama tidur terjadi penurunan kegiatan fisiologik yang disertai oleh penurunan kesadaran (Kuswadji, 1997). Kebutuhan tidur seseorang dapat digolongkan menjadi dua kelompok, hal ini dikarenakan kebutuhan tidur pada setiap orang tidaklah sama .Kelompok pertama disebut short sleepers, yaitu kelompok manusia yang membutuhkan tidur kurang dari enam jam per hari. Biasanya mereka memiliki sifat efisien, ambisius, pandai bergaul, bersikap tidak peduli terhadap masalah-masalah umum, memiliki rasa puas diri, dan dapat dikatakan terbebas dari gangguan psikologis. Kelompok kedua disebut long sleepers, yaitu kelompok manusia yang membutuhkan tidur lebih dari sembilan jam per hari. Umumnya kelompok ini memiliki sifat pemalu, mudah khawatir, banyak berpikir tentang masa depan, diri sendiri, dan masalah-masalah umum yang sebenarnya tidak perlu dirisaukan. Biasanya mereka mengalami gangguan psikologis ringan seperti anxietas dan depresi ringan (Handayani, 2008). Dalam sebuah penelitian menjelaskan apabila dilihat dari usia individu seorang bayi normal membutuhkan waktu untuk tidur selama 16 18 jam sehari. Sedangkan manusia dewasa normal rata-rata membutuhkan waktu tidur antara 7 8 jam sehari. Pada orang yang berusia diatas 60 tahun,
kebutuhan tidurnya akan berkurang antara 4 6 jam dalam seharinya. Dari penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa kualitas tidur seseorang tidak selamanya tergantung dari lamanya waktu yang dihabiskan untuk tidur, akan tetapi juga dipengaruhi oleh kondisi fisik dan emosional. Tidur yang berkualitas tinggi adalah tidur yang nyenyak, tidak terlalu sering terbangun di tengah malam, dan apabila terbangun akan mudah untuk tertidur kembali serta tidak mengalami gangguan-gangguan yang berarti (Handayani, 2008). Semua makhluk hidup mempunyai irama kehidupan yang sesuai dengan beredarnya waktu dalam siklus 24 jam. Irama yang seiring dengan rotasi bola dunia disebut sebagai irama sirkadian. Pusat kontrol irama sirkadian terletak pada bagian ventral anterior hypothalamus. Bagian susunan saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi terletak pada substansia ventrikulo retikularis medulo oblongata yang disebut sebagai pusat tidur. Bagian susunan saraf pusat yang menghilangkan sinkronisasi/desinkronisasi terdapat pada bagian rostral medulo oblogata disebut sebagai pusat penggugah atau aurosal state (Japardi, 2002).
Tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu:
a. Tipe Rapid Eye Movement (REM) Pada waktu REM jam pertama prosesnya berlangsung lebih cepat dan menjadi lebih intens dan panjang saat menjelang pagi atau bangun. Pola tidur REM ditandai dengan adanya gerakan bola mata yang cepat, tonus otot yang sangat rendah (Japardi, 2002).
b. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM) Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi secara bergantian antara 4-7 kali siklus semalam. Bayi baru lahir total tidur 16-20 jam/hari, anak-anak 10-12 jam/hari, kemudian menurun 9-10 jam/hari pada umur diatas 10 tahun dan kira-kira 7-7,5 jam/hari pada orang dewasa (Japardi, 2002).
Tipe NREM dibagi dalam 4 stadium yaitu:
1. Tidur stadium Satu
Fase ini merupakan antara fase terjaga dan fase awal tidur. Fase ini didapatkan kelopak mata tertutup, tonus otot berkurang dan tampak gerakan bola mata kekanan dan kekiri. Fase ini hanya berlangsung 3-5 menit dan mudah sekali dibangunkan. Gambaran EEG biasanya terdiri dari gelombang campuran alfa, betha dan kadang gelombang theta dengan amplitudo yang rendah. Tidak didapatkan adanya gelombang sleep spindle dan kompleks K (Japardi, 2002).
2. Tidur stadium dua Pada fase ini didapatkan bola mata berhenti bergerak, tonus otot masih berkurang, tidur lebih dalam dari pada fase pertama. Gambaran EEG terdiri dari gelombang theta simetris. Terlihat adanya gelombang sleep spindle, gelombang verteks dan komplek K (Japardi, 2002).
3. Tidur stadium tiga Fase ini tidur lebih dalam dari fase sebelumnya. Gambaran EEG terdapat lebih banyak gelombang delta simetris antara 25%-50% serta tampak gelombang sleep spindle (Japardi, 2002).
4. Tidur stadium empat Merupakan tidur yang dalam serta sukar dibangunkan. Gambaran EEG didominasi oleh gelombang delta sampai 50% tampak gelombang sleep spindle. Fase tidur NREM, ini biasanya berlangsung antara 70 menit sampai 100 menit, setelah itu akan masuk ke fase REM. Pada waktu REM jam pertama prosesnya berlangsung lebih cepat dan menjadi lebih insten dan panjang saat menjelang pagi atau bangun. Pola tidur REM ditandai adanya gerakan bola mata yang cepat, tonus otot yang sangat rendah, apabila dibangunkan hampir semua organ akan dapat menceritakan mimpinya, denyut nadi bertambah dan pada laki-laki terjadi eraksi penis, tonus otot menunjukkan relaksasi yang dalam (Japardi, 2002).
Pola tidur REM berubah sepanjang kehidupan seseorang seperti periode neonatal bahwa tidur REM mewakili 50% dari waktu total tidur. Periode neonatal ini pada EEG-nya masuk ke fase REM tanpa melalui stadium 1 sampai 4. Pada usia 4 bulan pola berubah sehingga persentasi
total tidur REM berkurang sampai 40% hal ini sesuai dengan kematangan sel-sel otak, kemudian akan masuk keperiode awal tidur yang didahului oleh fase NREM kemudian fase REM pada dewasa muda dengan distribusi fase tidur sebagai berikut: NREM (75%) yaitu stadium 1: 5%; stadium 2 : 45%; stadium 3 : 12%; stadium 4 : 13% REM; 25 %
(Japardi, 2002). 2. 1. 2. Gangguan Pola Tidur Adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami resiko perubahan jumlah dan kualitas pola istirahat yang menyebabkan ketidaknyamanan (Japardi, 2002). Ganguan tidur merupakan salah satu keluhan yang paling sering ditemukan pada penderita yang berkunjung ke praktek. Gangguan tidur dapat dialami oleh semua lapisan masyarakat baik kaya, miskin, berpendidikan tinggi dan rendah maupun orang muda, serta yang paling sering ditemukan pada usia lanjut (Japardi, 2002).
Pada orang normal, gangguan tidur yang berkepanjangan akan mengakibatkan perubahan-perubahan pada siklus tidur biologiknya, menurun daya tahan tubuh serta menurunkan prestasi kerja, mudah tersinggung, depresi, kurang konsentrasi, kelelahan, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi keselamatan diri sendiri atau orang lain. Menurut beberapa peneliti gangguan tidur yang berkepanjangan didapatkan 2,5 kali lebih sering mengalami kecelakaan mobil dibandingkan pada orang yang tidurnya cukup (Japardi, 2002).
Hampir semua orang pernah mengalami gangguan tidur selama masa kehidupannya. Diperkirakan tiap tahun 20%-40% orang dewasa mengalami kesukaran tidur dan 17% diantaranya mengalami masalah serius (Japardi, 2002).
Prevalensi gangguan tidur setiap tahun cendrung meningkat, hal ini juga sesuai dengan peningkatan usia dan berbagai penyebabnya. Kaplan dan Sadock melaporkan kurang lebih 40-50% dari populasi usia lanjut
menderita gangguan tidur. Gangguan tidur kronik (10-15%) disebabkan oleh gangguan psikiatri, ketergantungan obat dan alkohol (Japardi, 2002).
Menurut data internasional of sleep disorder, prevalensi penyebab- penyebab gangguan tidur adalah sebagai berikut: Penyakit asma (61-74%), gangguan pusat pernafasan (40-50%), kram kaki malam hari (16%), psychophysiological (15%), sindroma kaki gelisah (5-15%), ketergantungan alkohol (10%), sindroma terlambat tidur (5-10%), depresi (65). Demensia (5%), gangguan perubahan jadwal kerja (2- 5%), gangguan obstruksi sesak saluran nafas (1-2%), penyakit ulkus peptikus (<1%), narcolepsy (mendadak tidur) (0,03%-0,16%) (Japardi, 2002). Klasifikasi gangguan tidur menurut Internasional Classification of Sleep Disorders a. Dissomnia Gangguan tidur intrisik Narkolepsi, gerakan anggota gerak periodik, sindroma kaki gelisah, obstruksi saluran nafas, hipoventilasi, post traumatik kepala, tidur berlebihan (hipersomnia), idiopatik (Japardi, 2002).
Gangguan tidur ekstrinsik Tidur yang tidak sehat, lingkungan, perubahan posisi tidur, toksik, ketergantungan alkohol, obat hipnotik atau stimulant(Japardi, 2002).
Gangguan tidur irama sirkadian Jet-lag sindroma, perubahan jadwal kerja, sindroma fase terlambat tidur, sindroma fase tidur belum waktunya, bangun tidur tidak teratur, tidak tidur selama 24 jam (Japardi, 2002).
b. Parasomnia Gangguan aurosal Gangguan tidur berjalan, gangguan tidur teror, aurosal konfusional (Japardi, 2002). Gangguan antara bangun-tidur Gerak tiba-tiba, tidur berbicara,kramkaki, gangguan gerak berirama (Japardi, 2002).
Berhubungan dengan fase REM Gangguan mimpi buruk, gangguan tingkah laku, gangguan sinus arrest (Japardi, 2002). Parasomnia lain-lainnya Bruxism (otot rahang mengeram), mengompol, sukar menelan, distonia paroksismal (Japardi, 2002).
c. Gangguan tidur berhubungan dengan gangguan kesehatan/psikiatri Gangguan mental Psikosis, anxietas, gangguan afektif, panik (nyeri hebat), alkohol (Japardi, 2002). Berhubungan dengan kondisi kesehatan Penyakit degeneratif (demensia, parkinson, multiple sklerosis), epilepsi, status epilepsi, nyeri kepala, Huntington, post traumatik kepala, stroke, Gilles de-la tourette sindroma (Japardi, 2002).
Berhubungan dengan kondisi kesehatan Penyakit asma,penyakit jantung, ulkus peptikus, sindroma fibrositis, refluks gastrointestinal, penyakit paru kronik (PPOK) (Japardi, 2002). d. Gangguan tidur yang tidak terklassifikasi 1. Dissomnia Adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami kesukaran menjadi jatuh tidur (failling as sleep), mengalami gangguan selama tidur (difficulty in staying as sleep), bangun terlalu dini atau kombinasi diantaranya (Japardi, 2002).
2. Gangguan tidur spesifik a. Narkolepsi Ditandai oleh serangan mendadak tidur yang tidak dapat dihindari pada siang hari, biasanya hanya berlangsung 10-20 menit atau selalu kurang dari 1 jam, setelah itu pasien akan segar kembali dan terulang kembali 2-3 jam berikutnya.
Gambaran tidurnya menunjukkan penurunan fase REM 30-70%. Pada serangan tidur dimulai dengan fase REM (Japardi, 2002).
Berbagai bentuk narkolepsi: - Narkolepsi kataplesia, adalah kehilangan tonus otot yang sementara baik sebagian atau seluruh otot tubuh seperti jaw drop, head drop (Japardi, 2002).
- Hypnagogic halusinasi auditorik/visual adalah halusinasi pada saat jatuh tidur sehingga pasien dalam keadaan jaga, kemudian ke kerangka pikiran normal (Japardi, 2002).
- Sleep paralis adalah otot volunter mengalami paralis pada saat masuk tidur sehingga pasien sadar ia tidak mampu menggerakkan ototnya (Japardi, 2002).
Gangguan ini merupakan kelainan heriditer, kelainannya terletak pada lokus kromoson 6 didapatkan pada orang-orang Caucasian white dengan populasi lebih dari 90%, sedangkan pada bangsa Jepang 20-25%, dan bangsa Israel 1:500.000. Tidak ada perbedaan antara jenis kelamin laki dan wanita. Kelainan ini diduga terletak antara batang otak bagian atas dan kronik pada malam harinya serta tidak rstorasi seperti terputusnya fase REM (Japardi, 2002).
b. Gangguan gerakan anggota gerak badan secara periodik (periodik limb movement disorders)/mioklonus nokturnal Ditandai adanya gerakan anggota gerak badan secara streotipik, berulang selama tidur. Paling sering terjadi pada anggota gerak kaki baik satu atau kedua kaki. Bentuknya berupa sktensi ibu jari kaki dan fleksi sebagian pada sendi lutut dan tumit. Gerak itu berlangsung antara 0,5-5 detik, berulang dalam waktu 20-60 detik atau mungkin berlangsung terusmenerus dalam beberapa menit atau jam. Bentuk tonik lebih sering dari pada mioklonus (Japardi, 2002).
Sering timbul pada fase NREM atau saat onset tidur sehingga menyebabkan gangguan tidur kronik yang terputus. Lesi pada
pusat kontrol pacemaker batang otak. Insidensi 5% dari orang normal antara usia 30-50 tahun dan 29% pada usia lebih dari 50 tahun. Berat ringan gangguan ini sangat tergantung dari jumlah gerakan yang terjadi selama tidur, bila 5-25 gerakan/jam: ringan, 25-50 gerakan/jam: sedang, danlebih dari 50 kali/jam : berat. Didapatkan pada penyakit seperti mielopati kronik, neuropati, gangguan ginjal kronik, PPOK, rhematoid arteritis, sleep apnea, ketergantungan obat, anemia (Japardi, 2002).
c. Sindroma kaki gelisah (Restless legs syndrome)/Ekboms syndrome Ditandai oleh rasa sensasi pada kaki/kaku, yang terjadi sebelum onset tidur. Gangguan ini sangat berhubungan dengan mioklonus nokturnal. Pergerakan kaki secara periodik disertai dengan rasa nyeri akibat kejang otot M. tibialis kiri dan kanan sehingga penderita selalu mendorongdorong kakinya. Ditemukan pada penyakit gangguan ginjal stadium akut, parkinson, wanita hamil. Lokasi kelainan ini diduga diantara lesi batang otak hipotalamus (Japardi, 2002).
d. Gangguan bernafas saat tidur (sleep apnea) Terdapat tiga jenis sleep apnea yaitu central sleep apnea, upper airway obstructive apnea dan bentuk campuran dari keduanya. Apnea tidur adalah gangguan pernafasan yang terjadi saat tidur, yang berlangsung selama lebih dari 10 detik. Dikatakan apnea tidur patologis jika penderita mengalami episode apnea sekurang kurang lima kali dalam satu jam atau 30 episode apnea selama semalam. Selama periodik ini gerakan dada dan dinding perut sangat dominan. Apnea sentral sering terjadi pada usia lanjut, yang ditandai dengan intermiten penurunan kemampuan respirasi akibat penurunan saturasi oksigen. Apnea sentral ditandai oleh terhentinya aliran udara dan usaha pernafasan secara periodik selama tidur, sehingga pergerakan dada dan dinding perut menghilang. Hal ini
kemungkinan kerusakan pada batang otak atau hiperkapnia (Japardi, 2002).
Gangguan saluran nafas (upper airway obstructive) pada saat tidur ditandai dengan peningkatan pernafasan selama apnea, peningkatan usaha otot dada dan dinding perut dengan tujuan memaksa udara masuk melalui obstruksi. Gangguan ini semakin berat bila memasuki fase REM. Gangguan saluran nafas ini ditandai dengan nafas megap-megap atau mendengkur pada saat tidur. Mendengkur ini berlangsung 3-6 kali bersuara kemudian menghilang dan berulang setiap 20-50 detik (Japardi, 2002). Serangan apnea pada saat pasien tidak mendengkur. Akibat hipoksia atau hipercapnea, menyebabkan respirasi lebih aktif yang diaktifkan oleh formasi retikularis dan pusat respirasi medula, dengan akibat pasien terjaga danrespirasi kembali normal secara reflek. Baik pada sentral atau obstruksi apnea, pasien sering terbangun berulang kali di malam hari, yang kadang-kadang sulit kembali untuk jatuh tidur. Gangguan ini sering ditandai dengan nyeri kepala atau tidak enak perasaan pada pagi hari. Pada anak-anak sering berhubungan dengan gangguan kongenital saluran nafas, dysotonomi syndrome, adenotonsilar hypertropi. Pada orang dewasa obstruksi saluran nafas septal defek, hipotiroid, atau bradikardi, gangguan jantung, PPOK, hipertensi, stroke, GBS, arnord chiari malformation (Japardi, 2002). e. Paska trauma kepala Sebagian besar pasien dengan paska trauma kepala sering mengeluh gangguan tidur. Jarak waktu antara trauma kepala dengan timbulnya keluhan gangguan tidur setelah 2-3 tahun kemudian (Japardi, 2002).
Pada gambaran polysomnography tampak penurunan fase REM dan peningkatan sejumlah fase jaga. Hal ini juga
menunjukkan bahwa fase koma (trauma kepala) sangat berperan dalam penentuan kelainan tidur (Japardi, 2002).
Pada penelitian terakhir menunjukkan pasien tampak selalu mengantuk berlebih sepanjang hari tanpa diikuti oleh fase onset REM. Penanganan dengan proses program rehabilitasi seperti sleep hygine. Litium carbonat dapat menurunkan angka frekwensi gangguan tidur akibat trauma kepala (Japardi, 2002).
3. Gangguan tidur irama sirkadian Sleep wake schedule disorders (gangguan jadwal tidur) yaitu gangguan dimana penderita tidak dapat tidur dan bangun pada waktu yang dikehendaki,walaupun jumlah tidurnya tatap. Gangguan ini sangat berhubungan dengan irama tidur sirkadian normal (Japardi, 2002).
Bagian-bagian yang berfungsi dalam pengaturan sirkadian antara lain temperatur badan,plasma darah, urine, fungsi ginjal dan psikologi. Dalam keadan normal fungsi irama sirkadian mengatur siklus biologi irama tidurbangun, dimana sepertiga waktu untuk tidur dan dua pertiga untuk bangun/aktivitas. Siklus irama sirkadian ini dapat mengalami gangguan, apabila irama tersebut mengalami peregseran. Menurut beberapa penelitian terjadi pergeseran irama sirkadian antara onset waktu tidur reguler dengan waktu tidur yang irreguler (bringing irama sirkadian) (Japardi, 2002).
Perubahan yang jelas secara organik yang mengalami gangguan irama sirkadian adalah tumor pineal. Gangguan irama sirkadian dapat dikategorikan dua bagian:
1. Sementara (acut work shift, Jet lag) (Japardi, 2002).
2. Menetap (shift worker)
(Japardi, 2002). Keduanya dapat mengganggu irama tidur sirkadian sehingga terjadi perubahan pemendekan waktu onset tidur dan perubahan pada fase REM (Japardi, 2002).
Berbagai macam gangguan tidur gangguan irama sirkadian adalah sebagai berikut:
a. Tipe fase tidur terlambat (delayed sleep phase type) Yaitu ditandai oleh waktu tidur dan terjaga lebih lambat yang diinginkan. Gangguan ini sering ditemukan dewasa muda, anak sekolah atau pekerja sosial. Orang tersebut sering tertidur (kesulitan jatuh tidur) dan mengantuk pada siang hari (insomnia sekunder) (Japardi, 2002).
b. Tipe Jet lag Ialah mengantuk dan terjaga pada waktu yang tidak tepat menurut jam setempat, hal ini terjadi setelah berpergian melewati lebih dari satu zone waktu. Gambaran tidur menunjukkan sleep latensnya panjang dengan tidur yang terputus-putus (Japardi, 2002).
c. Tipe pergeseran kerja (shift work type) Pergeseran kerja terjadi pada orang tg secara teratur dan cepat mengubah jadwal kerja sehingga akan mempengaruhi jadwal tidur. Gejala ini sering timbul bersama-sama dengan gangguan somatik seperti ulkus peptikum. Gambarannya berupa pola irreguler atau mungkin pola tidur normal dengan onset tidur fase REM (Japardi, 2002).
d. Tipe fase terlalu cepat tidur (advanced sleep phase syndrome) Tipe ini sangat jarang, lebih sering ditemukan pada pasien usia lanjut,dimana onset tidur pada pukul 6-8 malam dan terbangun antara pukul 1-3 pagi. Walaupun pasien ini merasa cukup ubtuk waktu tidurnya. Gambaran tidur tampak normal tetapi penempatan jadwal irama tidur sirkadian yang tidak sesuai (Japardi, 2002).
e. Tipe bangun-tidur beraturan f. Tipe tidak tidur-bangun dalam 24 jam 4. Lesi susunan saraf pusat (neurologis) Sangat jarang. Les batang otak atau bulber dapat mengganggu awal atau memelihara selama tidur, ini merupakan gangguan tidur organik. Feldman dan wilkus et al menemukan fase tidur pada lesi
atau trauma daerahventral pons, yang mana fase 1 dan 2 menetap tetapi fase REM berkurang atau tidak ada sama sekali. Penderita chroea ditandai dengan gangguan tidur yang berat, yang diakibatkan kerusakan pada raphe batang otak. Penyakit seperti Gilles de la Tourettes syndrome, parkinson, khorea, dystonia, gerakan-gerakan penyakit lebih sering timbul pada saat pasien tidur. Gerakan ini lebih sering terjadi pada fase awal dan fase 1 dan jarang terjadi pada fase dalam. Pada dememsia sinilis gangguan tidur pada malam hari, mungkin akibat diorganisasi siklus sirkadian, terutama perubahan suhu tubuh. Pada penderita stroke dapat mengalami gangguan tidur, bila terjadi gangguan vaskuler didaerah batang otak epilepsi seringkali terjadi pada saat tidur terutama pada fase NREM (stadium ) jarang terjadi pada fase REM (Japardi, 2002).
5. Gangguan kesehatan, toksik Seperti neuritis, carpal tunnel sindroma, distessia, miopati distropi, low back pain, gangguan metabolik seperti hipo/hipertiroid, gangguan ginjal akut/kronik, asma, penyakit, ulkus peptikus, gangguan saluran nafas obstruksi sering menyebabkan gangguan tidur seperti yang ditunjukkan mioklonus nortuknal (Japardi, 2002).
6. Obat-obatan Gangguan tidur dapat disebabkan oleh obat-obatan seperti penggunaan obat stimulan yang kronik (amphetamine, kaffein, nikotine), antihipertensi, antidepresan, antiparkinson, antihistamin, antikholinergik. Obat ini dapat menimbulkan terputus-outus fase tidur REM (Japardi, 2002).
2. Parasomnia Yaitu merupakan kelompok heterogen yang terdiri dari kejadian-kejadian episode yang berlangsung pada malam hari pada saat tidur atau pada waktu antara bangun dan tidur. Kasus ini sering berhubungan dengan gangguan perubahan tingkah laku danaksi
motorik potensial, sehingga sangat potensial menimbulkan angka kesakitan dan kematian, Insidensi ini sering ditemukan pada usia anak berumur 3-5 tahun (15%) dan mengalami perbaikan atau penurunan insidensi pada usia dewasa (3%) (Japardi, 2002). Ada 3 faktor utama presipitasi terjadinya parasomnia yaitu (Japardi, 2002): a. Peminum alkohol b. Kurang tidur (sleep deprivation)
c. Stress psikososial Kelainan ini terletak pada aurosal yang sering terjadi pada stadium transmisi antara bangun dan tidur. Gambaran berupa aktivitas otot skeletal dan perubahan sistem otonom. Gejala khasnya berupa penurunan kesadaran (konfuosius), dan diikuti aurosal dan amnesia episode tersebut. Seringkali terjadi pada stadium 3 dan 4 (Japardi, 2002).
- Gangguan tidur berjalan (sleep walking)/somnabulisme Merupakan gangguan tingkah laku yang sangat komplek termasuk adanya automatis dan semipurposeful aksi motorik, seperti membuk apintu, menutup pintu, duduk ditempat tidur, menabrak kursi, berjalan kaki, berbicara. Tingkah laku berjalan dalam beberapa menit dan kembali tidur. Gambaran tipikal gangguan tingkah laku ini didapat dengan gelombang tidur yang rendah, berlangsung 1/3 bagian pertama malam selama tidur NREM pada stadium 3 dan 4. Selama serangan, relatif tidak memberikan respon terhadap usaha orang lain untuk berkomunikasi dengannya dan dapat dibangunkan susah payah. Pada gambaran EEG menunjukkan iram acampuran terutama theta dengan gelombang rendah. Bahkan tidak didapatkan adanya gelombang alpha (Japardi, 2002).
- Gangguan teror tidur (sleep teror) Ditandai dengan pasien mendadak berteriak, suara tangisan dan berdiri ditempat tidur yang tampak seperti ketakutan dan
bergerak-gerak. Serangan ini terjadi sepertiga malam yang berlangsung selama tidur NREM pada stadium 3 dan 4. Kadang- kadang penderita tetap terjaga dalam keadaan terdisorientasi, atau sering diikuti tidur berjalan. Gambaran teror tidur mirip dengan teror berjalan baik secara klinis maupun dalam pemeriksaan polisomnografy. Teror tidur mungkin mencerminkan suatu kelainan neurologis minor pada lobus temporalis (Japardi, 2002). Pada kasus ini sering kali terjadi perubahan sistem otonomnya seperti takhicardi, keringat dingin, pupil dilatasi, dan sesak nafas (Japardi, 2002).
- Gangguan tidur berhubungan dengan fase REM Ini meliputi gangguan tingkah laku, mimpi buruk dan gangguan sinus arrest. Gangguan tingkah laku ini ditandai dengan atonia selama tidur (EMG) dan selanjutnya terjadi aktifitas motorik yang keras, episode ini sering terjadi pada larut malam (1/2 dari larut malam) yang disertai dengan ingat mimpi yang jelas. Palin banyak ditemukan pada laki-laki usia lanjut, gangguan psikiatri atau dengan janis penyakit-penyakit degenerasi, peminum alkohol. Kemungkinan lesinya terletak pada daerah pons atau juga didapatkan pada kasus seperti perdarahan subarakhnoid. Gambaran menunjukkan adanya REM burst dan mioklonik potensial pada rekaman EMG (Japardi, 2002).
2. 1. 3. Efek Gangguan Tidur Dalam sebuah penelitian menyebutkan bahwa gangguan tidur dapat menimbulkan beberapa efek pada manusia. Ketika kurang tidur seseorang akan berpikir dan bekerja lebih lambat, membuat banyak kesalahan, dan sulit untuk mengingat sesuatu. Hal ini mengakibatkan penurunan produktivitas kerja dan dapat menyebabkan kecelakaan. Selanjutnya, di Amerika kerugian akibat hal di atas diperkirakan mencapai 18 milyar dollar per tahun. Efek lainnya pada pekerja yaitu
pekerja menjadi lebih cepat marah, tidak sabar, gelisah, dan depresi. Masalah ini dapat mengganggu pekerjaan dan hubungan keluarga, serta mengurangi aktivitas sosial (Nurmianto, 2004). Gangguan tidur dapat menyebabkan beberapa efek pada pekerja shift , gangguan tidur dapat mempengaruhi penurunan performance kerja, produktivitas dan kualitas kerja, serta hubungan dalam pekerjaan. Tanpa tidur yang cukup pekerja menjadi lebih sulit untuk berkonsentrasi, memahami sesuatu, dan dalam berkomunikasi. Selain itu Bell menjelaskan akibat dari gangguan tidur sebagai berikut : a. Kurang tidur pada pekerja menyebabkan penurunan yang signifikan pada performance kerja dan kewaspadaan mencapai 32% (Bell, 2005). b. Penurunan kewaspadaan dan tidur yang berlebihan berpengaruh pada kemampuan kognitif dalam berpikir dan memproses informasi (Bell, 2005). c. Pekerja shift akan mengalami gangguan dalam kehidupan keluarga (Bell, 2005). d. Tidur yang berlebihan juga meningkatkan risiko 2 kali lipat terjadinya kesakitan akibat kerja secara terus-menerus (Bell, 2005).
Hal di atas diperkuat dengan pernyataan penelitian Klein bahwa gangguan tidur dapat mengakibatkan kelelahan yang merupakan keluhan kesehatan yang serius di tempat kerja. Kurang tidur pada pekerja merupakan sebab utama penurunan produktivitas, ketidakhadiran pekerja (absentisme), dan kecelakaan di tempat kerja (Klein, 2004). Dalam sumber lain disebutkan bahwa gangguan tidur yang tidak segera diatasi dalam jangka waktu yang lama akan berhubungan dengan penyakit-penyakit serius seperti tekanan darah tinggi, serangan jantung, gangguan jantung, stroke, kegemukan, dan luka akibat kecelakaan. Selain itu gangguan tidur juga dapat berpengaruh terhadap masalah kesehatan psikis seperti depresi, gangguan jiwa, kerusakan mental, mempengaruhi pertumbuhan janin dan anak-anak, serta terjadinya penurunan kualitas hidup. 1 Menurut penelitian Doghramji, penanganan yang tidak segera
dilakukan pada orang yang mengalami insomnia atau gangguan tidur lainnya dapat menyebabkan kerusakan fungsional tubuh sehingga memerlukan biaya perawatan yang mahal. Dikatakan pula bahwa tidur yang berlebih tanpa diiringi kualitas tidur yang baik juga dapat berhubungan dengan meningkatnya angka kematian, kesakitan, dan kecelakaan yang dapat mengancam jiwa (Handayani, 2008).
2. 2. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gangguan Tidur 2. 2. 1. Shift Kerja Shift kerja dan waktu kerja berlebih biasanya diterapkan untuk lebih memanfaatkan sumber daya yang ada, meningkatkan produksi, serta memperpanjang durasi pelayanan. Shift kerja berbeda dengan hari kerja biasa, di mana pada hari kerja biasa pekerjaan dilakukan secara teratur pada waktu yang telah ditentukan sebelumnya sedangkan shift kerja dapat dilakukan lebih dari satu kali untuk memenuhi jadwal 24 jam/hari. Biasanya perusahaan yang berjalan secara kontinyu yang menerapkan aturan shift kerja ini. Alasan lain dari shift kerja adalah kebutuhan sosial akan pelayanan. Polisi dan rumah sakit benar-benar dibutuhkan untuk 24 jam/hari, 7 hari/minggu (Kuswadji, 1997). 2. 2. 1. 1. Definisi shift kerja Adalah semua pengaturan jam kerja, sebagai pengganti atau sebagai tambahan kerja siang hari sebagaimana yang biasa dilakukan (Taylor, 1970). Namun demikian ada pula definisi yang lebih operasional dengan menyebutkan jenis kerja shift itu. Kerja shift disebutkan sebagai pekerjaan yang secara permanen, atau sering pada jam kerja yang tidak biasa atau bekerja pada jam yang berubah-ubah termasuk jam kerja yang tidak teratur (Knauth, 1987).
2. 2. 1. 2. Sistem shift kerja
Ada dua kelompok besar kerja shift, yaitu permanen dan rotasi. Namun demikian dipandang dari sudut kesehatan yang penting ialah apakah kerja shift itu mengandung unsur kerja malam atau tidak. Pembagian berikutnya ialah sistem shift terputus dan sistem shift terus menerus. Sistem shift terputus berlangsung antara hari Senin sampai dengan Jumat atau antara hari Senin sampai dengan hari Sabtu. Faktor sosial, seperti aktivitas rekreasi keluarga pada akhir pekan dalam sistem tadi tidak menjadi masalah. Sistem shift terus-menerus berlangsung selama 7 hari seminggu termasuk hari-hari libur. Pada sistem shift ini faktor rekreasi keluarga akan sangat terganggu. Dalam hal ini perlu ditambahkan pula faktor pisah keluarga pada pekerja sistem shift terus- menerus, yang bekerja di tempat terpencil (pekerja anjungan minyak lepas pantai, awak kapal laut, awak pesawat tenbang, eksekutif manca negara) (Kuswadji, 1997). Pembagian sistem kerja shift lainnya ialah: jumlah hari kerja malam yang berturut-turut, awal dan akhir kerja shift, jangka waktu masing- masing shift, urutan rotasi shift, jangka daur shift dan keteraturan sistem shift (Kuswadji, 1997). 2. 2. 1. 3. Rotasi Pembagian menurut jumlah hari kerja malam yang berturut-turut paling sedikit ada tiga jenis : 1) Metropolitan rota Pada sistem ini pekerja bekerja menurut giliran 2-2-2 (pagi, pagi, siang, siang, malam, malam, libur, libur). Sistem ini banyak dipakai di Inggris. Pada sistem ini hari libur Sabtu dan Minggu hanya terjadi sekali dalam 8 minggu (Tabel 2.1) (Kuswadji, 1997).
Tabel 2.1 Metropolitan Rota Minggu 1 Senin Pagi Minggu 5 Senin Malam Selasa Pagi Selasa Malam Rabu Sore Rabu Libur
Kamis Sore Kamis Libur Jumat Malam Jumat Pagi Sabtu Malam Sabtu Pagi Minggu Libur Minggu Sore Minggu 2 Senin Libur Minggu 6 Senin Sore Selasa Pagi Selasa Malam Rabu Pagi Rabu Malam Kamis Sore Kamis Libur Jumat Sore Jumat Libur Sabtu Malam Sabtu Pagi Minggu Malam Minggu Pagi Minggu 3 Senin Libur Minggu 7 Senin Sore Selasa Libur Selasa Sore Rabu Pagi Rabu Malam Kamis Pagi Kamis Malam Jumat Sore Jumat Libur Sabtu Sore Sabtu Libur Minggu Malam Minggu Pagi Minggu 4 Senin Malam Minggu 8 Senin Pagi Selasa Libur Selasa Sore Rabu Libur Rabu Sore Kamis Pagi Kamis Malam Jumat Pagi Jumat Malam Sabtu Sore Sabtu Libur Minggu Sore Minggu Libur Keterangan : Pagi pukul 6 14; sore pukul 14 22; malam pukul 22 6
2) Continental rota Pada sistem ini pekerja bekerja menurut giliran 2-2-3 (pagi, pagi, slang, siang, malam, malam, malam, libur, libur). Sistem ini banyak dipakai di negara-negara daratan Eropa. Pada sistem ini hari libur Sabtu dan Minggu akan terjadi setiap 4 minggu (Tabel 2.2) (Grandjean 1998, Kuswadji 1997). Tabel 4.2. Continental Rota Minggu 1 Senin Pagi Minggu 3 Senin Malam Selasa Pagi Selasa Malam Rabu Sore Rabu Libur Kamis Sore Kamis Libur Jumat Malam Jumat Pagi Sabtu Malam Sabtu Pagi Minggu Malam Minggu Pagi Minggu 2 Senin Libur Minggu 4 Senin Sore Selasa Libur Selasa Sore Rabu Pagi Rabu Malam Kamis Pagi Kamis Malam Jumat Sore Jumat Libur Sabtu Sore Sabtu Libur Minggu Sore Minggu Libur Keterangan: Pagi 6-14; sore 14-22; malam 22-6 3) Sistem 4 orang siklus 32 jam Dalam sistem ini lepas jaga tidak ada dan tidak ada libur. Keuntungannya ialah setiap orang akan mengalami tidak kerja pagi sebanyak lima kali seminggu (baik buat mereka yang sekolah di pagi hari). Pergantian pada tengah malam, sehingga pekerja dapat selalu tidur pada malam hari (sebelum bekerja atau sesudah bekerja) (Tabel 2.3) (Kuswadji, 1997). Tabel 2.3. Sistem empat orang siklus 32 Jam
Shift Hari dalam Seminggu S S R K J S A S S R K J S A S S R K J S A Malam A B C D A B C D A B C D A B C D A B C D A Pagi D A B C D A B C D A B C D A B C D A B C D Sore C D A B C D A B C D A B C D A B C D A B C Malam B C D A B C D A B C D A B C D A B C D A B Pagi A B C D A B C D A B C D A B C D A B C D A Sore D A B C D A B C D A B C D A B C D A B C D Keterangan : Malam 00-08; pagi 08-16; sore 16-24 Menurut awal dan akhir jam kerja shift, lama satu shift, dan keteraturannya sistem dapat dibagi sebagai berikut: 1) Sistem 3 shift biasa Masing-masing pekerja akan mengalami 8 jam kerja yang sama selama 24 jam: dinas pagi antara pukul 6-14, dinas sore antara pukul 14-22 dan dinas malam antara pukul 22-6. Dinas pagi memungkmnkan keluargadapat makan bersama pada malam harinya, bisa mengerjakan hobby baik pada sore hari atau malamnya. Bila dinas pagi dimulai terlalu pagi misalnya pukul 4, akan sangat melelahkan dan tidur malam menjadi lebih singkat. Dinas sore sangat tidak baik untuk kehidupan sosial, namun sebaliknya untuk tidur sangat menguntungkan. Dinas malam buruk dipandang dan berbagai segi. Makan malam bersama dan kegiatan hobby terganggu. Tidur terganggu akibat berbagai sebab: bising di siang hari, tidur terputus karena harus makan siang, tidur terus sampai sore. Akhirnya mereka mengalami kelelahan karena tidur yang tidak pulas (Kuswadji, 1997).
2) Sistem Amerika Menurut sistem ini dinas pagi mulai pukul 8-16, dinas sore antarapukul 16-24 dan dinas malam antara pukul 24-8. Sistem ini memberikan keuntungan fisiologik dan sosial. Kesempatan tidur akan banyak terutama pada pekerja pagi dan sore. Setiap shift akan
mengalami makan bersama keluarga paling sedikit sekali dalam sehari (Kuswadji, 1997).
3) Sistem 12-12 Di penambangan minyak lepas pantai dipakai sistem 12-12. Selama 12 jam dinas pagi dan selama 12 jam dinas malam. Jadwal antara 7-19 dan 19-7. Satu minggu kerja siang dan satu minggu kerja malam. Pisah dengan keluarga. Setelah dinas 2 minggu, biasanya setelah dinas malam, pulang ke rumah dan tinggal dengan keluarga. Dipandang dari sudut kesehatan kerja atau ergonomi bekerja menurut cara demikian tidak baik. Namun beberapa perkecualian dapat dilakukan, misalnya bila pekerjaan im tidak terlalu berat. Bila pekerjaan shift dilakukan selama ini, masing-masing shift baik siang atau malam, harus diikuti dengan istirahat dua hari (Kuswadji, 1997).
2. 2. 1. 4. Efek shift kerja Variabel utama manusia yang berkaitan dengan kerja shift adalah circadian rhytm. Kebanyakan fungsi tubuh manusia berjalan secara ritmik dalam siklus 24 jam. Inilah yang disebut circadian rhytm (ritme sirkadian). Fungsi-fungsi tubuh yang meningkat pada siang hari dan menurun pada malam hari termasuk temperatur tubuh, detak jantung, tekanan darah, kemampuan mental, produksi adrenalin, dan kemampuan fisik (Pulat, 2002). Secara umum, semua fungsi tubuh berada dalam keadaan siap digunakan pada siang hari. Sedangkan pada malam hari adalah waktu untuk istirahat dan pemulihan sumber daya (energi) (Pulat, 2002). Fungsi tubuh yang ditandai dengan sirkadian adalah tidur, kesiapan untuk bekerja, dan banyak proses otonom, fungsi vegetatif seperti metabolisme, temperatur tubuh, detak jantung, dan tekanan darah.
Semua fungsi manusia yang telah dipelajari menunjukkan siklus harian yang teratur (Pulat, 2002). Selain itu disebutkan bahwa kerja shift malam akan berdampak pada respon fisiologis tubuh, efek sosial, dan efek penampilan (kerja) (Pulat, 2002). 1. Efek fisiologis Beberapa efek kerja shift terhadap tubuh: a. Mempengaruhi kualitas tidur. Tidur siang tidaklah seefektif tidur pada malam hari karena terdapat banyak gangguan. Biasanya memakan waktu dua hari istirahat untuk menggantikan waktu tidur malam akibat kerja shift malam(Pulat, 2002). b. Kurangnya kemampuan fisik untuk bekerja pada malam hari. Walaupun masalah penyesuaian sirkadian merupakan alasan yang utama, ada alasan lain yaitu perasaan mengantuk dan lelah (Pulat, 2002). c. Mempengaruhi kemampuan mental. Johnson dalam Pulat melaporkan bahwa berkurangnya kapasitas mental mempengaruhi perilaku waspada terhadap pekerjaan seperti pengontrolan dan monitoring kualitas. Lebih lanjut, Kelly dan Schneider dalam Pulat menyatakan bahwa kesalahan dapat meningkat secara bermakna (80% sampai 180%) karena bertambahnya lama kerja shift (Pulat, 2002). d. Gangguan kegelisahan juga telah dilaporkan terjadi di antara pekerja shift malam. Kehilangan waktu tidur dan efek sosial dari kerja shift juga merupakan alasan utama(Pulat, 2002). e. Gangguan saluran pencernaan. Thiis-Everson melaporkan bahwa dari 6000 pekerja Norwegia, 35% pekerja shift malam mengalami gangguan perut, 13,4% mengalami ulserasi, dan 30% mengalami gangguan usus (Pulat, 2002). 2. Efek Sosial
Sebagai tambahan, kerja shift juga mempengaruhi kehidupan sosial (Pulat, 2002): a. Mengganggu kehidupan keluarga. b. Sedikitnya kesempatan untuk berinteraksi dengan kerabat dan rekan. c. Mengganggu aktivitas kelompok.
3. Efek Performansi Wyatt dan Marriott dalam Pulat mengkonfirmasikan bahwa sebagai akibat dari efek fisiologis dan sosial, performansi (penampilan) juga akan menurun pada malam hari. Browne menemukan bahwa kelambatan atau penundaan menjawab panggilan telepon pada operator telepon meningkat secara drastis pada shift malam. Bjerner et al mengobservasi kesalahan yang lebih tinggi secara bermakna dilakukan oleh pembaca meteran di perusahaan gas pada waktu shift malam dari pada shift lainnya. Monk dan Embrey menyatakan bahwa kebanyakan dari efek ini akibat kurangnya kewaspadaan pekerja pada waktu shift malam (Pulat, 2002). Penasehat medis perusahaan telah mencatat banyaknya kasus gangguan tidur siang di antara pekerja malam. Gangguan pada tidur siang ini dihubungkan dengan kebisingan, akan tetapi kebanyakan pekerja malam menyatakan mereka merasakan kegelisahan selama siang hari dan tidur siang mereka tidak cukup menyegarkan (Pulat, 2002). 2. 2. 2. Usia Pekerja Dalam sebuah penelitian menjelaskan penyebab gangguan tidur yang berasal dari individu meliputi usia, gaya hidup (seperti mengkonsumsi alkohol dan kafein, dan penggunaan obat), dan akibat suatu penyakit yang sedang diderita oleh individu tersebut (Handayani, 2008).
Faktor usia dan masa kerja dapat mempengauhi pola tidur. Semakin tua usia seseorang, semakin sulit untuk beradaptasi terhadap kerja malam, lagi pula mereka cepat lelah dan tidak dapat menikmati tidur yang panjang
karena sangat mudah terganggu dalam tidurnya. Oleh sebab itu, pekerja yang berumur kurang dari 25 tahun atau lebih dari 50 tahun sebaiknya tidak bekerja shift, terutama shift malam (Grandjean, 1998). Pekerja yang berusia kurang dari 25 tahun atau lebih dari 50 tahun merupakan usia yang rentan mengalami gangguan tidur. Hal ini didasarkan pada kemampuan pekerja untuk beradaptasi dengan lingkungan kerjanya, dimana usia di bawah 25 tahun merupakan usia awal seorang pekerja untuk bekerja, sehingga pada masa inilah pekerja mulai beradaptasi dengan pekerjaannya. Sedangkan untuk pekerja yang berusia di atas 50 tahun didasarkan pada banyaknya keluhan kesehatan dan penurunan terhadap beberapa fungsi organ yang timbul pada usia tersebut, hal ini diduga dapat menyebabkan gangguan pada pola tidur pekerja (Grandjean, 1998). Dalam sumber lain disebutkan bahwa seseorang yang berumur muda sanggup melakukan pekerjaan berat, dan sebaliknya jika seseorang sudah berumur lanjut maka kemampuannya untuk melakukan pekerjaan berat akan menurun. Pekerja yang telah berumur lanjut akan merasa cepat lelah dan tidak dapat bergerak dengan leluasa ketika melaksanakan tugsanya sehingga mempengaruhi kinerjanya. Kemampuan untuk dapat melakukan pekerjaan dengan baik setiap individu berbeda dan dapat juga dipengaruhi oleh umur tersebut. Kapasitas kemampuan bekerja tersisa 80% pada umur 50 tahun dan mejadi 60% pada umur 60 tahun dibandingkan kapasitas pada orang-orangyang berumur 25 tahun (Handayani, 2008). Kebutuhan tidur seseorang akan berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Sebagian besar kelompok usia lanjut mempunyai risiko mengalami gangguan pola tidur sebagai akibat dari pensiun, perubahan lingkungan sosial, penyakit yang diderita, dan perubahan irama sirkadian (Noor, 2003).
Pada penelitian Afriani (2002) dalam Handayani (2008) diketahui bahwa responden yang paling banyak mengalami gangguan tidur adalah pekerja yang berusia 26-35 tahun yaitu sebanyak 71 orang (63,4%) dan yang paling sedikit adalah usia 36-40 tahun sebanyak 2 orang (1,8%). Hasil penelitian ini menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan gangguan pola tidur pada pekerja dengan P value sebesar 0,028. Pada penelitian Handayani (2008) diketahui bahwa responden yang paling banyak mengalami gangguan tidur adalah pekerja yang berusia 38 tahun atau lebih sebanyak 41 orang (70,7%) dan yang paling sedikit adalah usia kurang dari 38 tahun sebanyak 18 orang (37,5%). Hasil penelitian ini menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan gangguan pola tidur pada pekerja dengan P value sebesar 0,001 (Handayani, 2008). Sedangkan pada penelitian Rosmaliana (2004) dalam Handayani (2008) dikatakan bahwa pekerja usia muda (30-34) tahun lebih banyak mengalami gangguan pola tidur dibandingkan dengan pekerja yang berusia di atas 50 tahun. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan gangguan pola tidur pada pekerja pada penelitian ini dengan P value sebesar 0,202. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Kurnialyn (2002) dalam Handayani (2008), pada peneltitian ini dikatakan bahwa responden dengan kelompok usia 26-33 tahun merupakan kelompok usia yang paling banyak mengalami gangguan tidur yaitu sebanyak 91,5%, sedangkan kelompok usia yang paling sedikit mengalami gangguan tidur adalah diatas 50 tahun (75%) dengan P value sebesar 0,753 (Handayani, 2008). 2. 2. 3. Masa Kerja Shift Pada tahun 1999 di Jepang dilakukan sebuah penelitian mengenai hubungan antara shift malam dengan beberapa masalah pada perawat wanita muda, responden yang diteliti adalah perawat yang bekerja di
rumah sakit yang sama dengan rata-rata lama masa kerja shift 2 tahun 3 bulan. Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari 620 sampel yang diteliti, sebagian besar dari mereka mengalami gangguan tidur (Handayani, 2008). Selain itu, menurut penelitian Bohle dalam Handayani (2008) gangguan pola tidur biasa terjadi pada 5 tahun pertama atau pada masa adaptasi. Jika ditinjau secara teoritis masalah serius baru akan terjadi pada saat masa kerja shift mencapai 30 tahun, karena efek dari kerja shift pada gangguan pola tidur bersifat akumulasi (Handayani, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2008) telah menyebutkan bahwa tidak terdapat hubungan antara masa kerja shift dengan gangguan pola tidur (P value = 0,292). Pada penelitian ini gangguan tidur terbanyak dialami oleh pekerja dengan masa kerja shift 5-10 tahun, dan yang paling sedikit mengalami hal tersebut adalah pekerja dengan masa kerja shift lebih dari 10 tahun. Menurut Afriani hal ini terjadi karena mereka sudah mulai toleran terhadap kerja shift, walaupun belum seutuhnya bisa beradaptasi. Semakin lama masa kerja seseorang maka semakin bisa pekerja tersebut beradaptasi terhadap kerja shift yang dijalani karena pekerja telah memiliki pengalaman dalam hal ini (Handayani, 2008). Hal serupa juga diungkapkan oleh Rosmaliana (2004) dalam Handayani (2008), dalam penelitiannya diketahui bahwa gangguan pola tidur terbanyak dialami oleh pekerja dengan masa kerja shift 11-15 tahun sebanyak 17 orang (47,2%) dan terendah pada pekerja dengan masa kerja shift 16-20 tahun sebanyak 3 orang (37,5%). Dengan P value sebesar 0,074 maka dinyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara masa kerja shift dengan gangguan pola tidur pada pekerja (Handayani, 2008).
2. 2. 4. Status Perkawinan Colligan et al (1997) dalam Handayani (2008) menjelaskan bahwa status perkawinan merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan perubahan pada pola tidur. Biasanya kegiatan sosial dan keluarga terjadi
pada sore hari atau saat akhir pekan. Pekerja shift seharusnya beristirahat ketika kembali ke rumah, akan tetapi waktu untuk beristirahat sering kali digunakan untuk kegiatan keluarga sehingga waktu untuk tidur menjadi berkurang dan dapat berakibat pada pola tidur pekerja (Handayani, 2008). Menurut Maasen et.al dalam (Handayani,2008) status perkawinan sangat mempengaruhi tidur pekerja shift. pekerja yang sudah menikah cenderung mengalami gangguan pola tidur yang lebih tinggi karena bertambahnya tanggung jawab terhadap keluargaseperti istri atau suami dan anak-anak. Pekerja yang belum menikah lebih bebas memulai tidur kapan saja ketika selesai bekerja tanpa harus terbebani oleh tugas-tugas lain (Handayani, 2008). Kurnialyn (2002) dalam Handayani (2008), dalam penelitiannya mengenai analisis hubungan antara faktor-faktor pada perawat dengan gangguan tidur di RSUP Fatmawati menyebutkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status perkawinan dengan gangguan pola tidur pada pekerja (P value = 0,220). Pada penelitian ini diketahui gangguan tidur terbanyak dialami oleh pekerja yang sudah menikah sebanyak 105 orang (86,8%), pekerja yang berstatus janda ataupun duda sebanyak 8 orang, sedangkan pekerja yang belum menikah dan mengalami gangguan tidur sebanyak 37 orang. Hal serupa juga diungkapkan oleh Rosmaliana (2004) dalam Handayani (2008), dengan P value sebesar 0,374 dinyatakan tidak ada hubungan antara status perkawinan dengan gangguan pola tidur pada pekerja. Pekerja yang mengalami gangguan tidur sebanyak 47 orang dari 88 orang, 43 orang (55,8%) diantaranya adalah pekerja yang sudah menikah (Handayani, 2008). 2. 2. 5. Tempat Kerja Selain itu dalam penelitian Madeleine R. Estryn Behar (1978) dan Blanchard (1992) yang dikutip oleh Handayani (2008), disebutkan bahwa dari penelitian pada 635 perawat di Massachusetts yang bekerja pada rawat inap dewasa, pediatri, dan intensif ditemukan pekerja pada rawat inap
dewasa mengalami gangguan pola tidur yang lebih tinggi dibandingkan dengan perawat pediatri dan intensif. Hal ini disebabkan tempat kerja rawat inap dewasa cukup luas terdiri atas beberapa kamar sehingga perawat harus berjalan kurang lebih 6 kilometer untuk mengontrol keadaan pasien. Sedangkan perawat di bagian pediatri dan intensif tidak perlu berjalan jauh karena lingkupnya yang sempit. 4
Afriani (2002) dalam Handayani (2008), dalam penelitiannya mengenai tinjauan pelaksanaan shift kerja terhadap pola tidur perawat di instalasi rawat inap A & B RS. Pusat Pertamina Jakarta, menyebutkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tempat kerja dengan gangguan pola tidur pada pekerja (P value = 0,186). Ganggua tidur tertinggi dialami oleh perawat yang bertugas di lantai 3B sebanyak 18 orang (16%), hal ini disebabkan karena jumlah pasien pada area kerja ini cukup banyak dibandingkan bagian lain. 4
2. 2. 6. Jenis Kelamin Menurut Hestiantoro dalam Handayani (2008) selaku staf bagian obstetri dan ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, gangguan tidur lebih sering dialami oleh perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Penyebab gangguan tidur pada perempuan antara lain: - Stres psikis, secara statistik 34% kaum perempuan lebih sering mengalami gangguan tidur jika dibandingkan dengan laki-laki yang hanya sekitar 22% yang mengalaminya. Kemungkinan hal ini dapat terjadi karena perempuan merupakan pribadi yang lebih sensitif (Handayani, 2008).
- Gangguan mitra tidur, kurang lebih 17% perempuan mengeluh mengalami kesulitan tidur karena mitra tidurnya memiliki kebiasaan mendengkur dan hanya 5% laki-laki yang mengalami hal serupa (Handayani, 2008).
- Pekerja malam seperti perawat rumah sakit, penjaga malam, buruh pabrik, dan lain-lain. Perempuan yang bekerja pada malam hari lebih
sering mengalami gangguan tidur, mereka juga biasanya mengalami gangguan siklus haid dan masalah kehamilan (Handayani, 2008).
- Terkait dengan masalah haid, gangguan tidur terjadi pada saat hormon progesterone mengalami penurunan, yaitu beberapa hari menjelang datangnya haid (hari ke 22-28 dari siklus haid) (Handayani, 2008).
- Terkait dengan masalah kehamilan, pada kehamilan 7-9 bulan biasanya perempuan hamil akan mengalami gangguan tidur. Berdasarkan data statistik sekitar 97% perempuan akan lebih sering terbangun pada tengah malam dan sukar untuk tertidur kembali, dan sekitar 30% perempuan yang tidak pernah mendengkur akan tidur dengan mendengkur (Handayani, 2008). Menurut penelitian Afriani dalam Handayani (2008), tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan gangguan pola tidur pada pekerja shift (P value = 0,301). Dari 112 responden yang mengalami gangguan tidur 95 orang (84,8%) diantaranya adalah perawat perempuan dan 17 orang (15,2%) lainnya adalah perawat laki-laki. Hal yang sama diungkapkan oleh Kurnialyn (2002) dalam Putri (2008), dengan P value sebesar 0,152 diketahui bahwa dari 150 responden yang mengalami gangguan tidur, 130 orang (90,9%) diantaranya adalah perawat perempuan dan 20 orang lainnya adalah perawat laki-laki (Handayani, 2008).
2. 2. 7. Status Kesehatan Menurut Klein (2004) dalam Handayani (2008), salah satu faktor pencetus gangguan tidur yang berasal dari individu adalah suatu penakit yang diderita. Dalam sumber lain disebutkan pula bahwa sakit fisik dapat menjadi penyebab gangguan tidur, seperti sesak napas pada orang yang terserang asma, sinus dan influenza sehingga hidung yang tersumbat dapat menyebabkan gangguan tidur. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa gangguan tidur akan tetap terjadi selama penyakit tersebut belum dapat ditanggulangi dengan baik (Klein, 2004). 2. 2. 8. Kebiasaan Merokok
Menurut sebuah penelitian, gangguan tidur dapat disebabkan oleh banyak faktor salah satunya adalah faktor gaya hidup yang meliputi kafein, alkohol, dan nikotin yang berasal dari rokok (Noor, 2003). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ohida et al (2001) yang dikutip dari Handayani (2008) di Jepang pada tahun 1999 diketahui bahwa ada hubungan antara konsumsi minuman beralkohol dan kebiasaan merokok dengan gangguan pola tidur pada perawat yang bekerja pada malam hari (shift malam), dimana minuman beralkohol dan rokok dapat membantu mereka untuk tetap terjaga selama melaksanakan tugasnya (Handayani, 2008). Pada penelitian Kurnialyn (2002) yang dikutip dari Handayani (2008) dinyatakan bahwa ada hubungan antara gangguan tidur dengan kebiasaan merokok pada responden yang diteliti. Hal ini dapat terlihat dari hasil P value yang diperoleh yaitu sebesar 0,001 lebih rendah dari nilai alphanya (0,05). Dari hasil odds ratio yang diperoleh, dapat ditarik kesimpulan bahwa responden yang tidak memilki kebiasaan merokok memiliki peluang yang lebih besar untuk mengalami gangguan tidur jika dibandingkan dengan responden yang memiliki kebiasaan merokok (Handayani, 2008).
Hal tersebut dapat terjadi sebagai akibat dari kemampuan seseorang untuk mengatasi permasalahan yang ada pada dirinya. Merokok merupakan salah satu hal yang biasa dilakukan seseorang untuk mengurangi ketegangan pada dirinya sehingga dengan merokok mereka menganggap bahwa masalah yang sedang mereka hadapi sedikit terlupakan. Berbeda halnya dengan orang yang tidak memiliki kebiasaan merokok, bagi mereka ketegangan yang mereka hadapi akan tetap ada dan berpengaruh pada saat mereka tertidur (Handayani, 2008). 2. 2. 9. Konsumsi Alkohol dan Kafein Mengkonsumsi alkohol dan kafein merupakan salah satu penyebab gangguan tidur yang diakibatkan oleh faktor gaya hidup (Klein, 2004).
Colligan et al (1997) dalam Handayani (2008) menjelaskan bahwa seorang pekerja shift sering kali mengkonsumsi alkohol agar mudah tertidur. Alkohol dapat membuat seseorang menjadi mudah tertidur. Alkohol dapat membuat seseorang menjadi mudah tertidur, tetapi dapat juga mengganggu tidur. Setelah mengkonsumsi alkohol, seseorang menjadi sering terbangun dari tidurnya dan kemudian tertidur kembali. Alkohol juga dapat mengurangi tidur seseorang, sehingga orang tersebut tidak dapat tidur selama yang mereka inginkan/butuhkan. Colligan et al menyarankan untuk menghindari alkohol selama 1-2 jam sebelum tidur, khususnya jika seseorang harus bekerja setelah tidur (Handayani, 2008). Kafein adalah stimulan yang dapat membantu seseorang untuk tetap terjaga dan mungkin dapat membantu orang tersebut untuk bekerja lebih baik. Kafein telah banyak digunakan oleh semua orang di seluruh dunia. Kandungan alaminya biasa terdapat dalam kopi dan teh, dan ada pula yang ditambahkan ke dalam minuman ringan (soft drinks) seperti minuman bersoda. Minuman berkafein sudah menjadi bagian dalam pola makan sehari-hari dan mudah untuk didapat. Oleh karena itu, kafein banyak digunakan untuk menjaga kewaspadaan dan performance, atau untuk membantu menyingkirkan rasa kantuk (Handayani, 2008).
2. 2. 10. Konsumsi Obat Tidur Obat tidur terbagi menjadi dua macam yaitu obat tidur yang diperoleh berdasarkan resep dokter dan obat todur yang dijual bebas. Obat tidur yang dijual bebas sering kali membuat seseorang mengantuk dan menolong mereka untuk tertidur. Hal ini akan berlangsung lama, artinya orang yang mengkonsumsi obat ini akan tetap merasakan kantuk setelah mereka terbangun dari tidur (Handayani, 2008). Tipe obat tidur yang diperoleh dengan resep dokter bekerja dengan baik untuk membantu seseorang untuk tertidur dan mempertahankan tidur, bahkan sampai sepanjang hari. Walau bagaimanapun tidak dianjurkan bagi seseorang untuk terbiasa mengkonsumsinya (misalnya
lebih dari satu atau dua kali dalam seminggu) kaena tidak ada penelitian pada pekerja shift dan penggunaan obat tidur dalam jangka waktu yang lama. Penggunaan obat tidur oleh pekerja shift di setiap waktu pada saat mereka ingin tertidur sepanjanghari bukanlah jalan keluar yang baik. Pada beberapa orang, obat tidur dapat diperoleh dengan mudah, mereka selalu menggunakan obat tidur ketika ingin tertidur. Apabila hal ini terus berlangsung, orang tersebut akan menjadi gelisah atau mudah marahjika konsumsi obat tidur dihentikan. Penggunaan obat tidur dalam waktu yang lama akan menimbulkan rasa kantuk yang berlebihan setelah terbangun dari tidur (Handayani, 2008).
2. 3. Kerangka teori
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Teori Sumber: Grandjean(1988), Klein (2004), Handayani (2008)
2. 4. Kerangka konsep
Gambar 2.2 Bagan Kerangka Konsep
2. 5. Definisi operasional Tabel 2.4 Definisi operasional No. Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil ukur Skala 1. Pola tidur
Ritme jadwal tidur dan bangun seseorang dalam jangka waktu tertentu sesuai aktivitas. Perubahan pola tidur ini dilihat dari segi kualitas dan kuantitas tidur. Kualitas tidur adalah nyenyak atau tidaknya tidur seseorang. Kuantitas tidur adalah lamanya seseorang untuk tidur selama 24 jam (dalam satu hari) Pheasant dalam Handayani (2008). Kuesioner Menyebarkan kuesioner kepada pekerja 1. Tidak baik 2. Baik Ordinal 2. Penerapan Shift Kerja Kerja bergilir yang dilakukan di luar jam kerja normal (Kuswadji, 1997) Kuesioner 1. Menyebarkan kuesioner kepada pekerja 2. Wawancara dengan pihak perusahaan 1. Shift 2.non Shift Nominal 3. Usia Pekerja Masa yang pernah dilalui seseorang sejak tahun kelahiran sampai waktu penelitian (Afriani, 2002 dalam Handayani, 2008). Kuesioner No. A2 Menyebarkan kuesioner kepada pekerja 1. < 27 tahun 2. > 27 tahun Ordinal 4. Masa Kerja Shift Waktu yang telah dijalani pekerja dalam menjalankan kerja shift (Afriani, 2002 dalam Handayani, 2008). Kuesioner No. A5 Menyebarkan kuesioner kepada pekerja 1. < 4 tahun 2. > 4 tahun
Ordinal 5. Status Perkawinan Status atau identitas diri yang menyatakan belum atau sudah menikahnya responden (Afriani, 2002 dalam Handayani, 2008). Kuesioner No. A3 Menyebarkan kuesioner kepada pekerja 1. Menikah 2. Belum menikah Nominal
6. Kebiasaan Merokok Perilaku yang dilakukan responden ditandai dengan biasa atau tidaknya responden dalam hal merokok (Kurnialyn, 2002 dalam Handayani, 2008).
Kuesioner No. C26 Menyebarkan kuesioner kepada pekerja 1. Ya 2. Tidak
Ordinal 7. Konsumsi Alkohol Frekuensi responden dalam menggunakan minuman yang mengandung zat yang memabukkan (Colligan, 1997 dalam Handayani, 2008).
Kuesioner No. C22 Menyebarkan kuesioner kepada pekerja 1. Ya 2. Tidak Ordinal 8. Konsumsi Kafein Frekuensi responden dalam menggunakan minuman yang mengandung zat penahan kantuk. (Colligan, 1997 dalam Handayani, 2008). Kuesioner No. C24 Menyebarkan kuesioner kepada pekerja 1. Sering 2. Jarang Ordinal 9.
Penggunaan obat tidur Frekuensi responden dalam mengkonsumsi zat yang dapat membantu untuk mudah tertidur (Colligan, 1997 dalam Handayani, 2008) Kuesioner No. C3 Menyebarkan kuesioner kepada pekerja 1. Ya 2. Tidak Ordinal
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat kuantitatif. Adapun desain penelitian yang digunakan adalah desain penelitian cross sectional, karena pengumpulan data dilakukan pada satu saat atau satu periode tertentu dan pengamatan hanya dilakukan satu kali selama penelitian. 3.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada September - Nopember 2009 di RS. Syarif Hidayatullah berlokasi di wilayah Jakarta Selatan. 3.3 Populasi dan sampel Jumlah sampel yang kami gunakan dalam penelitian ini sebanyak 41 orang dengan mengambil seluruh sampel yang ada di rumah sakit. 3.4 Instrumen penelitian Instrumen adalah alat yang digunakan dalam penelitian untuk memperoleh data. Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah kuesioner. Kuesioner ini modifikasi dari kuesioner yang pernah digunakan dalam penelitian sebelumnya oleh Handayani (2008). Kuesioner ini mencakup pertanyaan mengenai karakteristik perawat, kualitas dan kuantitas tidur perawat. Keseluruhan jawaban dari kuesioner akan dijumlahkan, kemudian dihitung nilai mediannya. Selanjutnya hasil perhitungan dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu: 1. Pola tidur kurang baik apabila nilainya nilai median dari soal kuesioner. 2. Pola tidur baik apabila nilainya > nilai median dari soal kuesioner.
Penilaian yang dilakukan untuk pertanyaan kualitas tidur nomor 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, 15, 18, 20, 22, 24, 26. Nilai median yang didapatkan dari hasil penghitungan adalah 26. a. Option 1 mendapat nilai 3 untuk kategori kurang baik b. Option 2 mendapat nilai 2 untuk kategori kurang baik c. Option 3 mendapat nilai 1 untuk kategori baik 3.5 Metode pengumpulan data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder 1. Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari seluruh perawat dengan menggunakan alat ukur berupa kuesioner. 2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari penelusuran dokumen, catatan, dan laporan dari rumah sakit. Seperti jadwal kerja shift dan profil rumah sakit. 3.6 Pengolahan data Kuesioner yang telah diisi oleh responden, dalam hal ini adalah seluruh perawat, dikumpulkan kemudian diperiksa kelengkapannya, di- entry dan diolah dengan sistem komputerisasi dengan tahap-tahap sebagai berikut: 1. Editing, yaitu kegiatan untuk melihat dan memeriksa kelengkapan dan ketepatan data, jelasnya jawaban yang ada di kuesioner, serta relevan dan konsisten. 2. Coding, yaitu untuk mengkode jawaban huruf ke dalam bentuk angka. 3. Proccessing, yaitu kegiatan memproses data yang dilakukan dengan cara melakukan entry data dari kuesioner ke program komputer. 4. Cleaning, yaitu kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di- entry, apakah ada kesalahan atau tidak. 5. Manajemen data, yaitu proses memanipulasi atau merubah bentuk data.
6. Analisis data, yaitu proses pengolahan data serta menyusun hasil yang akan dilaporkan.
3.7 Analisis data Analisis Univariat Analisis yang dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dan persentase dari setiap variabel independen dan dependen yang dikehendaki dari tabel distribusi.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL Pelaksanaan penelitian yang dilakukan meliputi wawancara dan penyebaran kuesioner kepada seluruh perawat di RS. Syarif Hidayatullah. Wawancara dilakukan terhadap perawat rumah sakit dalam hal ini pihak personalia untuk mengetahui sistem shift yang diterapkan di perusahaan. Hasil penelitian kemudian digambarkan dalam bentuk distribusi frekuensi. Penyebaran kuesioner dilakukan pada bulan Oktober 2000. Dari 41 kuesioner yang dibagikan kepada responden, hanya 41 kuesioner yang dikembalikan kepada peneliti karena 2 responden sisanya sedang mengambil cuti sehingga tidak bisa mengisi kuesioner. 4.1.1 Gambaran Umum Rumah Sakit a. Sejarah Singkat Rumah Sakit Rumah Sakit Syarif Hidayatullah adalah rumah sakit swasta yang telah melayani masyarakat sejak tahun 1961. Berawal dari sebuah Klinik kecil dilingkungan UIN (IAIN) yang kemudian berkembang menjadi Rumah Sakit swasta pertama ditahun 2007. Berdirinya Rumah Sakit Syarif Hidayatullah ( RSSH ) diawali dari adanya sebuah kebutuhan dikalangan mahasiswa dan pegawai IAIN (sekarang UIN) beserta keluarganya terhadap pelayanan kesehatan di wilayah Ciputat Corps kesehatan Mahasiswa 1962 Berdiri sebuah BKIA dan RB 1969 Puskes IAIN, dikelola IAIN 1976 Puskes IAIN, dikelola Yayasan 1986 Klinik Syarif Hidayatullah 1990 Rumah Sakit Syarif Hidayatullah 2007
b. Visi dan Misi Rumah Sakit 1. Visi Menjadi rumah sakit bernuansa Islam yang memiliki citra positif dan mampu memberikan pelayanan secara paripurna kepada masyarakat. 2. Misi a. Melaksanakan integralisasi nilai Islam ke seluruh aspek manajemen pelayanan. b. Mengembangkan sumber daya manusia Islami yang tanggu, handal dan berakhlak mulia. c. Mengupayakan kepuasan dan kesan mendalam kepada pelanggan secara berkelanjutan. d. Memberikan dukungan dalam penyediaan fasilitas pendidikan dan pelatihan dibidang medis/kesehatan kepada masyarakat. e. Menjadi bagian integral dari jaringan pelayanan kesehatan nasional c. Fasilitas RS. Syarif Hidayatullah RS. Syarif Hidayatullah mempunyai fasilitas yang terbagi menjadi 3 unit: Pelayanan 24 Jam , yang meliputi : Unit Gawat Darurat (UGD), Persalinan, Apotek, Laboratorium, Radiologi, Pelayanan Ambulance. Rawat Jalan , yang meliputi : Unit Gawat Darurat (UGD), Klinik Gigi & Mulut, Klinik Spesialis Orthodontic, Klinik Spesialis Anak, Klinik Spesialis Kandungan, Klinik Spesialis Penyakit Dalam, Klinik Spesialis THT, Klinik Spesialis Mata, Klinik Spesialis Kulit & Kelamin, Klinik Spesialis Syaraf, Klinik Spesialis Bedah Umum, Klinik Spesialis Bedah Mulut, Klinik Spesialis Jantung, Klinik Spesialis Orthopedi & Traumatologi, Klinik Spesialis Gizi Klinis, Psikiater, Psikologi.
Rawat Inap , Meliputi : Ruang Perawatan yang terdiri dari Kelas Utama, Kelas I, Kelas II, Kelas III. Dan Pelayanan Tindakan Medis yang terdiri dari Kamar Tindakan, Kamar Bersalin, Kamar Operasi, Kamar Bayi. d. Pengembangan RS. Syarif Hidayatullah Pengembangan yang akan dilakukan pada tahun 2007-2010 1. Pengembangan gedung agar sesuai rencana induk (master plan RS) 2. Penyediaan layanan rawat intensif (intensive care) 3. Perluasan jenis layanan bedah/operasi 4. Pengembangan layanan medical check up, diagnostik dan penunjang medis. e. Profil perawat RS. Syarif Hidayatullah Perawat adalah seorang petugas kesehatan professional bertujuan untuk merawat, menjaga keselamatan dan menyembuhkan orang yang sakit atau terluka baik akut maupun kronik, melakukan perencanaan perawatan kesehatan dan melakukan perawatan gawat darurat dalam kerangka pemeliharaan kesehatan dalam lingkup yang luas. Perawat di RS. Syarif Hidayatullah berjumlah 43 orang yang tersebar di 3 unit kerja yaitu 10 orang di UGD (Unit Gawat Darurat), 18 orang di rawat inap dan 15 orang di rawat jalan. Tugas perawat di RS. Syarif Hidayatullah adalah: 1. Menyiapkan fasilitas dan lingkungan untuk kelancaran pelayanan. 2. Melakukan pertolongan pertama kepada pasien dalam keadaan darurat secara tepat dan cepat. 3. Memberikan asuhan keperawatan kepada seluruh pasien dan melaksanakan evaluasi tindakan perawatan yang telah dilakukan. 4. Menciptakan dan memelihara hubungan kerja sama yang baik dengan anggota tim (dokter, ahli gizi, analis, pekarya, pekarya rumah tangga). 5. Melaksanakan tugas jaga pagi, sore, malam dan hari libur secara bergiliran sesuai dengan jadwal dinas. 6. Mengikuti pertemuan ilmiah dan penataran untuk meningkatkan pengetahuan serta keterampilan.
7. Memberikan health education kepada pasien dan keluarga. 4.1.2 Analisis Univariat 4.1.2.1 Gambaran Pola Tidur Perawat di RS. Syarif Hidayatullah Indikator pola tidur pada penelitian ini berdasarkan pada 16 pertanyaan mengenai kualitas dan kuantitas tidur, jawaban pekerja atas pertanyaan tersebut kemudian diberi skor. Untuk memudahkan analisis, setelah diperoleh skor total dari seluruh pertanyaan, maka pola tidur pekerja dikategorikan menjadi dua yaitu pola tidur tidak baik dan pola tidur baik. Distribusi pekerja berdasarkan kualitas tidur dapat terlihat pada tabel 4.1 Tabel 4.1 Distribusi kualitas tidur berdasarkan keluhan perawat di RS. Syarif Hidayatullah tahun 2009 Kualitas tidur Shift Non shift Tidak mengalami keluhan N % N % N % Sulit tidur 12 29,3% 6 14,6% 23 56,1% Penggunaan obat tidur 2 4,9% 0 0% 39 95,1% Sering terbangun 22 53,6% 14 34,2% 5 12,2% Sulit tertidur kembali 23 56,1% 13 31,7% 5 12,2% Mimpi buruk 9 22% 10 24,4% 22 53,6% Tidak segar saat terbangun 18 43,9% 13 31,7% 10 24,4% Sulit terbangun 23 56,1% 16 39% 2 4,9% Tidur tidak nyenyak 19 46,3% 15 36,6% 7 17,1%
Tidur secara bertahap 16 39% 9 22% 16 39% Mengantuk saat bekerja 25 61% 16 39% 0 0%
Pada tabel di atas dapat diketahui bahwa diantara seluruh keluhan, yang paling sering dirasakan oleh perawat shift adalah mengantuk saat bekerja dan sulit terbangun yaitu sebanyak 25 orang (61%) dan sulit terbangun sebanyak 16 orang (39%) pada perawat non shift. Distribusi perawat shift dan non shift berdasarkan kualitas tidur yang baik dan tidak dapat dilihat pada tabel 4.2 Tabel 4.2 Distribusi kualitas tidur perawat di RS. Syarif Hidayatullah tahun 2009 Kualitas tidur Waktu kerja Shift Non shift N % N % Berkualitas 12 29,3% 7 17,1% Tidak berkualitas 13 31,7% 9 21,9%
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa diantara seluruh perawat shift yang memiliki tidur yang berkualitas sebanyak 12 orang (29,3%) dan tidak berkualitas sebanyak 13 orang (31,7%) sedangkan, perawat non shift yang memiliki tidur yang berkualitas sebanyak 7 orang (17,1%) dan yang tidak berkualitas sebanyak 9 orang (21,9%). Sedangkan, distribusi perawat shift dan non shift berdasarkan kuantitas tidur yang cukup dan kurang dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3 Distribusi kuantitas tidur perawat di RS. Syarif Hidayatullah tahun 2009 Kuantitas tidur Waktu kerja Shift Non shift N % N % Cukup tidur( 7 jam) 6 14,6% 7 17,1% Kurang tidur (< 7 jam) 19 46,3% 9 22%
Dari tabel tersebut diketahui bahwa pada perawat shift yang mengalami tidur yang cukup sebanyak 6 orang (14,6%) dan kurang tidur sebanyak 19 orang (46,3%) sedangkan, perawat non shift yang mengalami tidur yang cukup sebanyak 7 orang (17,1%) dan kurang tidur sebanyak 9 orang (22%). 4.1.2.2 Gambaran Penerapan Shift Kerja yang Dilaksanakan di RS. Syarif Hidayatullah Tahun 2009 RS. Syarif Hidayatullah merupakan rumah sakit yang menerapkan kerja shift dalam menjalankan proses pelayananannya. Sistem shift yang digunakan adalah bekerja selama 6 hari berturut-turut yang diikuti hari istirahat selama 1 hari. Hari kerja adalah senin sampai dengan minggu dengan ketentuan bahwa 1 hari diantaranya adalah hari libur. Waktu kerja yang diterapkan adalah 7 jam kerja per hari untuk shift pagi dan sore, dan 10 jam kerja per hari untuk pekerja shift malam. 4.1.2.3 Gambaran Karakteristik Perawat di RS. Syarif Hidayatullah Tahun 2009. Karakteristik perawat dalam penelitian ini meliputi usia perawat, masa kerja shift, dan status perkawinan perawat. Distribusi perawat di RS. Syarif Hidayatullah menurut karakteristiknya dapat terlihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4 Distribusi perawat di RS. Syarif Hidayatullah berdasarkan karakteristiknya tahun 2009 Variabel N % 1. Usia perawat < 27 tahun 27 tahun
27 14
65,9% 34,1% 2. Jenis kelamin Laki-laki Perempuan
13 28
31,7% 68,3% 3. Masa kerja shift < 4 tahun 4 tahun
30 11
73,2% 26,8% 4. Status perkawinan Menikah Belum menikah
20 21
48,8% 51,2%
Usia Perawat Gambaran usia dilaporkan bahwa perawat yang diteliti memiliki kisaran usia 20 43 tahun. Perawat terbanyak adalah perawat yang berusia di bawah 27 tahun yaitu sebanyak 27 orang (65,9%), sedangkan perawat yang berusia di atas 27 tahun sebanyak 14 orang (34,1%). Jenis kelamin Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa dari 41 perawat terdapat 13 orang (31,7%) dengan jenis kelamin laki-laki, dan 28 orang (68,3%) lainnya adalah perawat dengan jenis kelamin perempuan. Masa Kerja Shift Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa dari 41 perawat yang diteliti terdapat 30 orang (73,2%) yang memiliki masa kerja di bawah 4 tahun, dan 11 orang (26,8%) lainnya adalah perawat yang telah melalui masa kerja shift di atas 4 tahun di RS. Syarif Hidayatullah. Status Perkawinan Perawat Distribusi perawat berdasarkan status perkawinannya dapat terlihat pada tabel 4.4. berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa perawat yang yang berstatus belum menikah daripada perawat yang
berstatus menikah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 41 perawat yang diteliti terdapat sebanyak 20 orang (48,8%) yang memiliki status menikah, dan 21 orang (51,2%) lainnya belum menikah. Tabel 4.5 Distribusi usia yang berisiko mengalami gangguan pola tidur pada perawat di RS. Syarif Hidayatullah tahun 2009
Usia Kualitas tidur Total Baik Tidak N % N % < 27 tahun 14 34,1% 13 31,7% 27(65,8%) 27 tahun 5 12,2% 9 22% 14 (34,2%)
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa usia pada perawat yang berisiko mengalami gangguan pola tidur lebih banyak pada usia di bawah 27 tahun sebanyak 13 orang dan pada usia di atas 27 tahun sebanyak 9 orang sedangkan, perawat yang tidak mengalami gangguan pola tidur lebih banyak pada usia di bawah 27 tahun yaitu sebanyak 14 orang dan pada usia di atas 27 tahun sebanyak 5 orang. Tabel 4.6 Distribusi jenis kelamin yang berisiko mengalami gangguan pola tidur pada perawat di RS. Syarif Hidayatullah tahun 2009 Jenis kelamin Kualitas tidur Total Baik Tidak N % N % Laki-laki 8 19,5% 5 12,2% 13(31,7%) Perempuan 11 26,8% 17 41,5% 28(68,3%)
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa jenis kelamin pada perawat yang berisiko mengalami gangguan pola tidur lebih banyak pada perempuan sebanyak 17 orang dan pada laki-laki sebanyak 5 orang sedangkan, perawat yang tidak mengalami gangguan pola tidur lebih banyak pada perempuan yaitu sebanyak 11 orang dan pada perawat laki-laki sebanyak 8 orang. Tabel 4.7 Distribusi masa kerja shift yang berisiko mengalami gangguan pola tidur pada perawat di RS. Syarif Hidayatullah tahun 2009 Masa kerja shift Kualitas tidur Total Baik Tidak N % N % < 4 tahun 14 29,3% 16 43,9% 30(73,2%) 4 tahun 5 12,2% 6 14,6% 11(26,8%)
Berdasarkan tabel di atas dilaporkan distribusi masa kerja shift pada perawat yang berisiko mengalami gangguan pola tidur terjadi pada perawat yang mempunyai masa kerja shift di bawah 4 tahun yaitu sebanyak 16 orang dan perawat yang mempunyai masa kerja shitf di atas 4 tahun sebanyak 6 orang sedangkan perawat yang tidak berisiko mengalami gangguan pola tidur lebih banyak terjadi pada perawat yang memiliki masa kerja shift di bawah 4 tahun yaitu sebanyak 14 orang dibandingkan dengan perawat yang mempunyai masa kerja shift di atas 4 tahun sebanyak 5 orang.
Tabel 4.8 Distribusi status perkawinan yang berisiko mengalami gangguan pola tidur pada perawat di RS. Syarif Hidayatullah tahun 2009 Status perkawinan Kualitas tidur Total Baik Tidak N % N % Menikah 8 19,5% 12 29,3% 20(48,8%) Belum menikah 11 26,8% 10 62,5% 21(51,2%)
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui distribusi status perkawinan yang mempunyai risiko gangguan pola tidur lebih banyak terjadi pada perawat yang berstatus menikah yaitu sebanyak 12 orang dibandingkan dengan perawat yang belum menikah sebanyak 10 orang sedangkan, perawat yang tidak mempunyai risiko gangguan pola tidur lebih banyak terjadi pada perawat yang belum menikah yaitu sebanyak 11 orang dibandingkan dengan perawat yang sudah menikah yaitu sebanyak 8 orang. 4.1.2.4 Gambaran Gaya Hidup Perawat di RS. Syarif Hidayatullah Tahun 2009 Gaya hidup perawat dalam penelitian ini meliputi kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, konsumsi kafein, dan penggunaan obat tidur. Distribusi perawat di RS. Syarif Hidayatullah menurut gaya hidup dapat terlihat pada tabel 4.9. Tabel 4.9 Distribusi perawat di RS. Syarif Hidayatullah berdasarkan gaya hidup tahun 2009 Variabel N % 1. Kebiasaan merokok Ya Tidak
4 37
9,8% 90,2% 2. Konsumsi alkohol
Ya Tidak 2 39 4,9% 95,1% 3. Konsumsi kafein Sering Jarang
12 29
29,3% 70,7% 4. Penggunaan obat tidur Ya Tidak
2 39
4,9% 95,1%
Kebiasaan Merokok Perawat Berdasarkan data pada tabel 4.9 diketahui bahwa dari 4 perawat yang memiliki kebiasaan merokok dalam penelitian ini dibagi menjadi dua kategori yaitu ya (merokok) dan tidak (tidak merokok). Hasil penelitian terlihat dalam tabel 4.8 menunjukkan bahwa terdapat 4 orang (9,8%) pekerja yang memiliki kebiasaan merokok, dan 37 orang (90,2%) pekerja yang lain tidak memiliki kebiasaan merokok. Perawat yang memilki kebiasaan merokok biasanya merokok 4-12 batang per hari. Tabel 4.10 Distribusi kebiasaan merokok yang berisiko mengalami gangguan pola tidur pada perawat di RS. Syarif Hidayatullah tahun 2009 Kebiasaan merokok Kualitas tidur Total Baik Tidak N % N % Ya 4 9,7% 0 0% 4(9,7%) Tidak 15 36,6% 22 53,7% 37(90,3%)
Dari tabel 4.10 dapat dilaporkan distribusi perawat yang mempunyai kebiasaan merokok yang berisiko mengalami gangguan pola tidur terjadi pada perawat yang tidak mempunyai kebiasaan merokok yaitu sebanyak 22 orang sedangkan, perawat yang tidak mempunyai gangguan pola tidur lebih banyak terdapat pada perawat
yang tidak mempunyai kebiasaan merokok yaitu sebanyak 15 orang dibandingkan dengan perawat yang mempunyai kebiasaan merokok sebanyak 4 orang. Konsumsi Alkohol Gambaran kebiasaan mengkonsumsi alkohol pada perawat yang diteliti dapat terlihat pada tabel 4.9. Kebiasaan mengkonsumsi alkohol perawat dalam penelitian ini dibagi menjadi dua kategori yaitu ya dan tidak. Dari hasil penelitian dilaporkan bahwa perawat yang mengkonsumsi minuman beralkohol lebih sedikit yaitu sebanyak 2 orang (4,9%) dibandingkan dengan perawat yang tidak mengkonsumsi minuman beralkohol sebanyak 39 orang (95,1%). Tabel 4.11 Distribusi konsumsi alkohol yang berisiko mengalami gangguan pola tidur pada perawat di RS. Syarif Hidayatullah tahun 2009 Konsumsi alkohol Kualitas tidur Total Baik Tidak N % N % Ya 2 4,8% 0 4,8% 2(4,8%) Tidak 17 41,5% 22 53,7% 39(95,2%)
Dari tabel 4.11 dapat dilaporkan bahwa distribusi kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol yang berisiko mengalami gangguan pola tidur hanya terjadi pada perawat yang tidak mempunyai kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol yaitu sebanyak 22 orang sedangkan, perawat yang tidak mempunyai gangguan pola tidur lebih banyak terdapat pada perawat yang tidak mempunyai kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol yaitu sebanyak 17 orang dibandingkan dengan perawat yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi alkohol yaitu sebanyak 2 orang.
Konsumsi Kafein Berdasarkan tabel 4.9 diketahui bahwa jumlah pekerja yang sering mengkonsumsi minuman berkafein lebih sedikit dibandingkan dengan pekerja yang jarang mengkonsumsi minuman berkafein, yaitu sebanyak 12 orang (29,3%). Sedangkan, yang jarang mengkonsumsi minuman berkafein sebanyak 29 orang (70,7%).
Tabel 4.12 Distribusi konsumsi kafein yang berisiko mengalami gangguan pola tidur pada perawat di RS. Syarif Hidayatullah tahun 2009 Konsumsi kafein Kualitas tidur Total Baik Tidak N % N % Sering 8 19,5% 4 9,7% 12(29,2%) Jarang 11 26,8% 18 44% 29(70,8%)
Dari tabel 4.12 dapat diketahui distribusi kebiasaan mengkonsumsi minuman berkafein yang mempunyai risiko gangguan pola tidur lebih banyak terjadi pada perawat yang jarang mengkonsumsi minuman beralkohol yaitu sebanyak 18 orang dibandingkan dengan yang sering mengkonsumsi minuman berkafein yaitu sebanyak 4 orang sedangkan, perawat yang tidak mengalami gangguan pola tidur lebih banyak terjadi pada perawat yang jarang mengkonsumsi minuman berkafein yaitu sebanyak 11 orang dibandingkan dengan perawat yang sering mengkonsumsi minuman berkafein yaitu sebanyak 8 orang. Penggunaan Obat Tidur Berdasarkan data pada tabel 4.9 kebiasaan perawat dalam menggunakan obat tidur, dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga kategori yaitu ya, kadang-kadang dan tidak pernah. Dari hasil penelitian dilaporkan bahwa perawat yang jarang menggunakan obat
tidur lebih sedikit yaitu sebanyak 2 orang (4,9%) dibandingkan dengan perawat yang tidak menggunakan obat tidur sebanyak 39 orang (95,1%). Dari tabel 4.13 dapat diketahui distribusi kebiasaan mengkonsumsi obat tidur yang mempunyai risiko mengalami gangguan pola tidur hanya terjadi pada perawat yang tidak mempunyai kebiasaan mengkonsumsi obat tidur yaitu sebanyak 22 orang sedangkan, perawat yang tidak mempunyai gangguan pola tidur lebih banyak terdapat pada perawat yang tidak mempunyai kebiasaan mengkonsumsi obat tidur yaitu sebanyak 17 orang dibandingkan dengan perawat yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi obat tidur yaitu sebanyak 2 orang. Tabel 4.13 Distribusi konsumsi obat tidur yang berisiko mengalami gangguan pola tidur pada perawat di RS. Syarif Hidayatullah tahun 2009 Konsumsi obat tidur Kualitas tidur Total Baik Tidak N % N % Ya 2 4,8% 0 0% 2(4,8%) Tidak 17 41,5% 22 53,7% 39(95,2%)
4.2 PEMBAHASAN 4.2.1 Keterbatasan Penelitian a. Hasil penelitian ini merupakan gambaran suatu keadaan pada saat tertentu, artinya gambaran pola tidur seluruh perawat shift dan non shift RS. Syarif Hidayatullah pada saat ini dan dapat berubah pada saat yang akan datang. Dengan demikian hasil penelitian tidak dapat digeneralisasikan pada waktu dan tempat yang berbeda.
b. Peneliti tidak dapat mengobservasi secara langsung pola tidur perawat ketika berada di rumah. Dengan demikian, penelitian ini hanya mengkaji secara subjektif sehingga pembahasan yang dikemukakan pada penelitian ini merupakan asumsi peneliti kemudian dibandingkan dengan teori yang ada. c. Hasil penelitian tidak dapat digeneralisir ke responden perawat di intansi lain dikarenakan penelitian ini menggunakan sampel jenuh. d. Instrumen penelitian berupa kuesioner yang berisi pertanyaan untuk mengukur pola tidur yang sudah disediakan alternatif jawabannya, sehingga memungkinkan responden tidak dapat mengemukakan jawabannya dengan bebas. e. Kelemahan penggunaan kuesioner pada penelitian ini antara lain : Kesibukan responden pada saat bekerja menyebabkan responden agak lambat dalam pengisian kuesioner. Bentuk pertanyaan pada kuesioner harus di buat sesederhana mungkin agar responden dapat dengan mudah memahami maksud dari pertanyaan-pertanyaan tersebut. Kualitas data yang diperoleh tergantung dari motivasi pekerja pada saat pengisian kuesioner dilakukan. 4.2.2 Pola Tidur Bagi setiap manusia tidur merupakan fenomena biologis alamiah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Tidur merupakan proses yang sangat diperlukan oleh manusia untuk pembentukan sel tubuh yang baru, perbaikan sel tubuh yang rusak, serta memberi waktu bagi organ tubuh untuk beristirahat maupun untuk menjaga keseimbangan metabolisme tubuh. Dalam tidur seseorang akan beralih dari fase sadar ke tidak sadar. Tidur yang cukup dan berkualitas akan membantu seseorang memiliki energi, sehingga dapat mempersiapkan diri untuk kembali melakukan aktivitas setelah terbangun. Tidur merupakan suatu cara untuk melepaskan kelelahan jasmani dan kelelahan mental (Japardi, 2002). Tidur yang baik adalah tidur yang selalu mengikuti pola normal. Pola tidur merupakan model, bentuk, atau corak
tidur dalam jangka waktu yang relatif menetap serta meliputi jadwal jatuh tidur dan bangun, irama tidur, frekuensi tidur dalam sehari, mempertahankan kondisi tidur, dan kepuasan tidur (Noor, 2003). Pola tidur perawat dalam penelitian ini ditinjau dari kualitas dan kuantitas tidur pekerja tersebut. Dari hasil penelitian yang terdapat pada tabel 4.1 dan tabel 4. 2 diketahui bahwa perawat yang mengalami gangguan pola tidur lebih banyak dibandingkan perawat yang tidak mengalami gangguan pola tidur. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Afriani dalam Putri bahwa pekerja yang mengalami gangguan pola tidur lebih banyak jika dibandingkan dengan yang tidak mengalami ganggun pola tidur. Afriani (2002) dalam Handayani (2008), mengungkapkan bahwa 56% gangguan pola tidur dialami oleh perawat di instalasi rawat inap Rumah Sakit Pusat Pertamina. Selain itu dalam sebuah penelitian pada pekerja shift di PT. Bridgestone menunjukkan bahwa 53,4% pekerja mengalami perubahan pada pola tidurnya (Handayani, 2008). Hasil penelitian ini didukung oleh pernyataan perawat yang menjelaskan bahwa waktu yang perawat butuhkan untuk tidur dalam sehari berkurang. Distribusi kuantitas tidur perawat dapat terlihat pada tabel 4.3, berdasarkan data pada tabel tersebut diketahui bahwa sebagian besar perawat mengeluhkan waktu yang mereka butuhkan untuk tidur menjadi kurang dari 7 jam per hari terutama pada hari kerja. Hal tersebut sejalan dengan adanya penelitian yang melaporkan bahwa 40% responden mengeluhkan bahwa jam tidur mereka berkurang menjadi di bawah 7 8 jam pada hari kerja (Bell, 2005).
4.2.3 Gambaran shift kerja Pola tidur pekerja dalam penelitian ini ditinjau dari kualitas dan kuantitas tidur perawat yang mengalami sistem kerja shift dan non shift tersebut. Dari hasil penelitian yang ditinjau dari kualitas tidur yang
terdapat pada tabel 4.2 diketahui bahwa perawat yang mengalami gangguan pola tidur lebih banyak pada perawat yang bekerja dengan sistem shift dibandingkan perawat yang bekerja dengan sistem non shift. Hasil penelitian yang ditinjau dari kuantitas tidur yang terdapat pada tabel 4.3 diketahui bahwa perawat yang mengalami gangguan pola tidur lebih banyak pada perawat yang bekerja dengan sistem shift dibandingkan perawat yang bekerja dengan sistem non shift. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan pada 877 staf rumah sakit jiwa di Prancis tahun 2002, bahwa responden yang bekerja dengan rotasi shift lebih sering mengalami keluhan sulit tidur dibandingkan dengan pekerja shift pagi, dan durasi tidur menjadi lebih pendek dibandingkan dengan pekerja lain (Maurice, 2007). Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Afriani (2002)dalam Handayani (2008) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara shift kerja dengan pola tidur, diantara 112 perawat yang mengalami gangguan pola tidur, paling banyak dialami oleh pekerja yang bertugas pada malam hari (shift malam). Demikian pula pada penelitian Rosmaliana (2004) dalam Handayani (2008) yang menyebutkan bahwa 69,7% dari 88 orang pekerja yang mengalami gangguan pola tidur adalah pekerja shift malam (Handayani, 2008). Distribusi kuantitas tidur pekerja dapat terlihat pada tabel 4.3, berdasarkan data pada tabel tersebut diketahui bahwa sebagian besar perawat shift mengeluhkan waktu yang mereka butuhkan untuk tidur menjadi kurang dari 7 jam per hari terutama pada hari kerja. Menurut NSF, gangguan tidur dapat menimbulkan beberapa efek pada manusia. Ketika kurang tidur seseorang akan berpikir dan bekerja lebih lambat, membuat banyak kesalahan, dan sulit untuk mengingat sesuatu. Hal ini mengakibatkan penurunan produktivitas kerja dan dapat menyebabkan kecelakaan. Selanjutnya, di Amerika kerugian akibat hal di atas diperkirakan mencapai 18 milyar dollar per tahun. Efek lainnya pada pekerja yaitu pekerja menjadi lebih cepat marah, tidak sabar, gelisah, dan
depresi. Masalah ini dapat mengganggu pekerjaan dan hubungan keluarga, serta mengurangi aktivitas sosial (NSF, 2005). Selain itu, Bell menambahkan bahwa gangguan tidur yang tidak segera diatasi dalam jangka waktu yang lama akan berhubungan dengan penyakit-penyakit serius seperti tekanan darah tinggi, serangan jantung, gangguan jantung, stroke, kegemukan, dan kecelakaan. Selain itu gangguan tidur juga dapat berpengaruh terhadap masalah kesehatan psikis seperti depresi, gangguan jiwa, kerusakan mental, mempengaruhi pertumbuhan janin dan anak-anak, serta terjadinya penurunan kualitas hidup (Bell, 2005). 4.2.4 Gambaran distribusi usia Berdasarkan data pada tabel 4.4 diketahui bahwa distribusi perawat berdasarkan usia kurang merata, perawat yang berusia kurang dari 27 tahun jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan perawat yang berusia lebih dari 27 tahun. Hal ini dikarenakan usia-usia tersebut merupakan usia produktif untuk bekerja. Rumah sakit menerapkan sistem rotasi shift pada seluruh perawat yang mengikuti sistem shift, baik perawat yang berusia kurang dari 27 tahun maupun 27 tahun atau lebih. Dari tabel 4.5 diketahui bahwa pola tidur yang kurang baik paling banyak dialami oleh perawat yang berusia kurang dari 27 tahun. Hal ini dapat disebabkan oleh jumlah perawat yang berusia kurang dari 27 tahun lebih banyak dibanding dengan usia lebiha dari 27 tahun. Selanjutnya, Grandjean menjelaskan bahwa pekerja yang berusia kurang dari 25 tahun atau lebih dari 50 tahun merupakan usia yang rentan mengalami gangguan tidur. Hal ini didasarkan pada kemampuan pekerja untuk beradaptasi dengan lingkungan kerjanya, dimana usia di bawah 25 tahun merupakan usia awal seorang pekerja untuk bekerja, sehingga pada masa inilah pekerja mulai beradaptasi dengan pekerjaannya. Sedangkan untuk pekerja yang berusia di atas 50 tahun didasarkan pada banyaknya keluhan kesehatan dan penurunan terhadap beberapa fungsi organ yang timbul pada usia tersebut, hal ini diduga dapat menyebabkan gangguan pada pola tidur pekerja (Grandjean, 1998).
Berdasarkan data yang diperoleh, kisaran usia pekerja yang diteliti adalah 20 43 tahun. Apabila disesuaikan dengan pendapat Grandjean di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar perawat RS. Syarif Hidayatullah memiliki risiko yang cukup besar untuk mengalami perubahan pola tidur . 4.2.5 Gambaran distribusi jenis kelamin Berdasarkan data dari tabel 4.6 diperoleh bahwa perawat perempuan lebih banyak mengalami gangguan pola tidur dibandingkan dengan perawat laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan oleh jumlah perawat wanita kurang lebih dua kali lebih banyak dibandingkan dengan perawat laki-laki. Hal ini sejalan dengan penelitian seorang staf bagian obstetri dan ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, gangguan tidur lebih sering dialami oleh perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Penyebab gangguan tidur pada perempuan antara lain : a. Stres psikis, secara statistik 34% kaum perempuan lebih sering mengalami gangguan tidur jika dibandingkan dengan laki-laki yang hanya sekitar 22% yang mengalaminya. Kemungkinan hal ini dapat terjadi karena perempuan merupakan pribadi yang lebih sensitif (Remelda, 2008). b. Gangguan mitra tidur, kurang lebih 17% perempuan mengeluh mengalami kesulitan tidur karena mitra tidurnya memiliki kebiasaan mendengkur dan hanya 5% dari laki-laki yang mengalami hal serupa (Remelda, 2008). c. Pekerja malam seperti perawat rumah sakit, penjaga malam, buruh pabrik, dan lain-lain. Perempuan yang bekerja pada malam hari lebih sering mengalami gangguan tidur, mereka juga biasanya mengalami gangguan siklus haid dan masalah kehamilan (Remelda, 2008).
d. Terkait dengan masalah haid, gangguan tidur terjadi pada saat hormon progesterone mengalami penurunan, yaitu beberapa hari menjelang datangnya haid (hari ke 22 28 dari siklus haid) (Remelda, 2008).
e. Terkait dengan masalah kehamilan, pada kehamilan 7 9 bulan biasanya perempuan hamil akan mengalami gangguan tidur. Berdasarkan data statistik diketahui sekitar 97% perempuan akan lebih sering terbangun pada tengah malam dan sukar untuk tertidur kembali, dan sekitar 30% perempuan yang tidak pernah mendengkur akan tidur dengan mendengkur (Remelda, 2008). 4.2.6 Gambaran masa kerja shift Berdasarkan data pada tabel 4.4, distribusi perawat menurut masa kerja shift kurang merata. Hal ini dikarenakan sebagian besar perawat memiliki lama masa kerja shift yang telah dilalui adalah di bawah 4 tahun. Data pada tabel 4.7 terlihat bahwa pola tidur kurang baik paling banyak dialami oleh perawat dengan masa kerja shift kurang dari 4 tahun. Hal ini sejalan dengan penelitian Bohle (1991) dalam Handayani (2008) gangguan pola tidur biasa terjadi pada 5 tahun pertama atau pada masa adaptasi. Jika ditinjau secara teoritis masalah serius baru akan terjadi pada saat masa kerja shift mencapai 30 tahun, karena efek dari kerja shift pada gangguan pola tidur bersifat akumulasi (Handayani, 2008). Selain karena adanya proses adaptasi pada perawat yang mengalami masa kerja shift kurang dari 4 tahun, dalam penelitian ini juga di dapatkan data bahwa perawat yang mengalami masa kerja kurang dari 4 tahun jumlahnya jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah perawat yang mengalami masa kerja shift lebih dari 4 tahun sehingga yang mengalami gangguan pola tidur lebih banyak pada perawat yang mengalami masa kerja shift kurang dari 4 tahun. 4.2.7 Gambaran status perkawinan Status perkawinan merupakan faktor internal ketiga yang diduga dapat mempengaruhi pola tidur perawat. Berdasarkan data pada tabel 4.4 diketahui bahwa perawat yang berstatus menikah lebih banyak dibandingkan dengan perawat yang belum menikah. Hal ini diduga disebabkan oleh faktor usia dan kemapanan pekerja, biasanya usia 25
tahun merupakan usia yang ideal bagi seorang laki-laki untuk menikah dan 21 tahun bagi seorang wanita menikah. Ditambah lagi apabila perawat tersebut sudah mempunyai pekerjaan yang tetap, sehingga mereka merasa telah memiliki kemampuan untuk membina rumah tangga. Data pada tabel 4.8, menunjukkan bahwa perawat yang mengalami gangguan pola tidur paling banyak dialami oleh perawat yang berstatus menikah dibandingkan dengan perawat yang belum menikah. Hal ini sejalan dengan Maasen et.al dalam Handayani (2008) status perkawinan sangat mempengaruhi tidur pekerja shift. pekerja yang sudah menikah cenderung mengalami gangguan pola tidur yang lebih tinggi karena bertambahnya tanggung jawab terhadap keluargaseperti istri atau suami dan anak-anak. Pekerja yang belum menikah lebih bebas memulai tidur kapan saja ketika selesai bekerja tanpa harus terbebani oleh tugas- tugas lain (Handayani, 2008). Colligan et al (1997) dalam Handayani (2008) menjelaskan bahwa status perkawinan merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan perubahan pada pola tidur. Biasanya kegiatan sosial dan keluarga terjadi pada sore hari atau saat akhir pekan. Pekerja shift seharusnya beristirahat ketika kembali ke rumah, akan tetapi waktu untuk beristirahat sering kali digunakan untuk kegiatan keluarga sehingga waktu untuk tidur menjadi berkurang dan dapat berakibat pada pola tidur pekerja (Handayani, 2008). 4.2.8 Gambaran kebiasaan mengkonsumsi rokok Berdasarkan data pada tabel 4.9, distribusi pekerja berdasarkan kebiasaan merokok kurang merata, perawat yang tidak memiliki kebiasaan merokok lebih banyak dibandingkan dengan perawat yang memiliki kebiasaan merokok. Data pada tabel 4.10 terlihat bahwa yang mengalami gangguan pola tidur paling banyak dialami oleh perawat yang tidak memiliki kebiasaan merokok dibandingkan dengan perawat yang memiliki kebiasaan merokok.
Hal ini dapat disebabkan karena perawat merupakan petugas kesehatan yang mengerti akan efek samping yang kurang baik dari rokok, selain itu dapat juga disebabkan oleh jumlah perawat perempuan jauh lebih banyak dibandingkan dengan perawat laki-laki. Gangguan tidur dapat disebabkan oleh banyak faktor salah satunya adalah faktor gaya hidup yang meliputi kafein, alkohol, dan nikotin yang berasal dari rokok (Noor, 2003). Hal ini sejalan dengan penelitian Kurnialyn (2002) yang dikutip dari Handayani (2008) dinyatakan bahwa ada hubungan antara gangguan tidur dengan kebiasaan merokok pada responden yang diteliti. Hal ini dapat terlihat dari hasil P value yang diperoleh yaitu sebesar 0,001 lebih rendah dari nilai alphanya (0,05). Dari hasil odds ratio yang diperoleh, dapat ditarik kesimpulan bahwa responden yang tidak memilki kebiasaan merokok memiliki peluang yang lebih besar untuk mengalami gangguan tidur jika dibandingkan dengan responden yang memiliki kebiasaan merokok (Handayani,2008). 4.2.9 Gambaran kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol Berdasarkan data pada tabel 4.8 diketahui bahwa perawat yang mengkonsumsi minuman beralkohol lebih sedikit dibandingkan dengan perawat yang tidak mengkonsumsi minuman beralkohol. Hal ini disebabkan karena sebagian besar perawat di bagian produksi beragama Islam. Islam mengharamkan setiap umat-Nya mengkonsumsi minuman beralkohol, apalagi sampai memiliki kebiasaan. Jika ditinjau dari segi kesehatan, alkohol dapat berdampak buruk bagi kesehatan setiap orang yang mengkonsumsinya secara berlebihan. Selain itu dapat juga disebabkan oleh karena perawat merupakan petugas kesehatan sehingga mengetahui efek samping alkohol yang kurang baik serta adanya jumlah perawat perempuan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah perawat laki-laki.
Data pada tabel 4.11, menunjukkan bahwa perawat yang tidak mengkonsumsi alkohol lebih banyak mengalami gangguan pola tidur dibandingkan dengan perawat yang mengkonsumsi alkohol. Mengkonsumsi alkohol dan kafein merupakan salah satu penyebab gangguan tidur yang diakibatkan oleh faktor gaya hidup (Klein, 2004). Colligan et al (1997) dalam Handayani (2008) menjelaskan bahwa seorang pekerja shift sering kali mengkonsumsi alkohol agar mudah tertidur. Alkohol dapat membuat seseorang menjadi mudah tertidur. Alkohol dapat membuat seseorang menjadi mudah tertidur, tetapi dapat juga mengganggu tidur. Setelah mengkonsumsi alkohol, seseorang menjadi sering terbangun dari tidurnya dan kemudian tertidur kembali. Alkohol juga dapat mengurangi tidur seseorang, sehingga orang tersebut tidak dapat tidur selama yang mereka inginkan/butuhkan (Handayani, 2008). 4.2.10 Gambaran kebiasaan mengkonsumsi minuman berkafein Konsumsi kafein merupakan salah satu hal yang diduga dapat mempengaruhi pola tidur seseorang. Berdasarkan data pada tabel 4.8 diketahui bahwa perawat yang sering mengkonsumsi minuman berkafein lebih sedikit dibandingkan dengan pekerja yang jarang mengkonsumsi minuman berkafein. Data pada tabel 4.12, menunjukkan bahwa perawat yang jarang mengkonsumsi minuman berkafein lebih banyak mengalami gangguan pola tidur dibandingkan dengan perawat yang jarang mengkonsumsi minuman berkafein. Hal tersebut dapat disebabkan oleh faktor yang ada pada responden yaitu adanya gangguan pola tidur, selain itu dapat juga disebabkan oleh karena perawat merupakan tenaga kesehatan sehingga mengerti bahwa minuman berkafein dapat menimbulkan efek yang tidak baik serta jumlah perawat perempuan yang lebih banyak dibandingkan dengan perawat laki-laki yang lebih sering mengkonsumsi minuman berkafein.
Mengkonsumsi alkohol dan kafein merupakan salah satu penyebab gangguan tidur yang diakibatkan oleh faktor gaya hidup (Klein, 2004). Kafein adalah stimulan yang dapat membantu seseorang untuk tetap terjaga dan mungkin dapat membantu orang tersebut untuk bekerja lebih baik. Kafein telah banyak digunakan oleh semua orang di seluruh dunia. Kandungan alaminya biasa terdapat dalam kopi dan teh, dan ada pula yang ditambahkan ke dalam minuman ringan (soft drinks) seperti minuman bersoda. Minuman berkafein sudah menjadi bagian dalam pola makan sehari-hari dan mudah untuk didapat. Oleh karena itu, kafein banyak digunakan untuk menjaga kewaspadaan dan performance, atau untuk membantu menyingkirkan rasa kantuk (Handayani, 2008). 4.2.11 Gambaran kebiasaan mengkonsumsi obat tidur Penggunaan obat tidur diduga menjadi salah satu faktor gaya hidup yang dapat mempengaruhi perawat shift untuk mengalami gangguan pola tidur. Berdasarkan data pada tabel 4.8 diketahui bahwa perawat yang tidak menggunakan obat tidur lebih banyak dibandingkan dengan perawat yang kadang-kadang menggunakan obat tidur. Hal ini diduga disebabkan karena para perawat tersebut tidak terbiasa untuk mengkonsumsi obat tidur. Data pada tabel 4.13, menunjukkan bahwa perawat yang tidak mengkonsumsi obat tidur lebih banyak mengalami gangguan pola tidur dibandingkan dengan perawat yang mengkonsumsi obat tidur. Hal ini dapat disebabkan karena gangguan pola tidur pada masing-masing perawat yang berbeda-beda dan dapat juga disebabkan karena perawat merupakan tenaga kesehatan sehingga mengerti bahwa mengkonsumsi obat tidur dapat menimbulkan efek yang tidak baik. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Colligan et al (1997) dalam Handayani (2008) pada penjelasan di atas. Menurut Colligan et al, penggunaan obat tidur yang berlebih tidak dianjurkan bagi seseorang untuk terbiasa mengkonsumsinya (misalnya lebih dari satu atau dua kali dalam seminggu) karena belum ada penelitian pada pekerja shift dan
penggunaan obat tidur dalam jangka waktu yang lama. Penggunaan obat tidur oleh pekerja shift di setiap waktu pada saat mereka ingin tertidur sepanjang hari bukan merupakan jalan keluar yang baik. Pada beberapa orang, obat tidur dapat diperoleh dengan mudah, mereka selalu menggunakan obat tidur ketika ingin tertidur. Apabila hal ini terus berlangsung, orang tersebut akan menjadi gelisah atau mudah marah jika konsumsi obat tidur dihentikan. Penggunaan obat tidur dalam waktu yang lama akan menimbulkan rasa kantuk yang berlebihan setelah terbangun dari tidur (Handayani, 2008).
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada BAB sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut : 1. Perawat yang mengalami gangguan pola tidur lebih banyak dibandingkan dengan perawat yang tidak mengalami gangguan pola tidur sebanyak 53,6%. 2. RS. Syarif Hidayatullah merupakan rumah sakit yang menerapkan kerja shift dalam menjalankan proses pelayananannya. Sistem shift yang digunakan adalah tidak beraturan dan terdapat 1 hari libur setelah 2 hari bekerja shift malam. 3. Gambaran karakteristik (usia, jenis kelamin, masa kerja shift, status perkawinan) perawat antara lain: a. Perawat yang berusia di bawah 27 tahun lebih banyak dibandingkan dengan perawat yang berusia di atas 27 tahun sebanyak 65,9%. b. Perawat perempuan lebih banya dibandingkan dengan perawat laki- laki sebanyak 68,3%. c. Perawat yang telah melalui masa kerja shift di bawah 4 tahun lebih banyak dibandingkan dengan perawat yang telah melalui masa kerja shift di atas 4 tahun sebanyak 73,2%. d. Perawat yang memiliki status belum menikah lebih banyak dibandingkan dengan perawat yang sudah menikah sebanyak 51,2%. 4. Gambaran gaya hidup (kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, konsumsi kafein, konsumsi obat tidur) perawat antara lain:
a. Perawat yang tidak memiliki kebiasaan merokok lebih banyak dibandingkan dengan perawat yang memiliki kebiasaan merokok sebanyak 90,2%. b. Perawat yang tidak mengkonsumsi minuman beralkohol lebih banyak dibandingkan dengan perawat yang mengkonsumsi minuman beralkohol sebanyak 95,1%. c. Perawat yang jarang mengkonsumsi minuman berkafein lebih banyak dibandingkan dengan perawat yang sering mengkonsumsi minuman berkafein sebanyak 70,7%. d. Perawat yang tidak menggunakan obat tidur untuk mengatasi masalah sulit tidur lebih banyak dibandingkan dengan pekerja yang kadang- kadang menggunakan obat tidur sebanyak 95,1%. 5.2 Saran 1. Bagi Rumah Sakit a. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih ada perawat shift yang mengeluhkan bahwa mereka mengalami gangguan pola tidur. Rumah sakit diaharapkan meninjau kembali jadwal shift kerja untuk menjaga kesegaran dan kewaspadaan pada saat bekerja dengan demikian kualitas pekerjaan juga diharapkan akan tetap terjaga.. b. Rumah Sakit diharapkan menyediakan waktu libur kepada perawat sedikitnya 2 hari berturut-turut setelah shift malam. Hal ini dapat membantu perawat untuk memulihkan jadwal tidur yang terganggu pada saat menjalani shift malam. 2. Bagi Perawat a. Perawat disarankan untuk menjaga jadwal tidur seperti biasa. Tidur di tempat yang sejuk (dingin) dapat membantu mempertahankan tidur. b. Perawat disarankan untuk istirahat sebelum bekerja shift malam agar dapat bekerja secara optimal.
3. Bagi peneliti a. Peneliti selanjutnya diharapkan mengikutsertakan variabel-variabel lain yang diduga merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan pola tidur, yang tidak dapat diteliti pada penelitian ini. b. Peneliti selanjutnya diharapkan melakukan penelitian mengenai hubungan-hubungan yang dapat mempengaruhi gangguan pola tidur.
DAFTAR PUSTAKA
Bell, Vicki. How Sleep Deprivation Affects Work Performance. June 14, 2005 [cited 2009October28th].Available:http://www.thefabricator.com/Safety/Safety_Arti cle.cfm?ID Budiarto, Eko. Penelitian Deskriptif. Dalam: Metodologi Penelitian Kedokteran Sebuah Pengantar. Jakarta: EGC. 2004. Hal 48. Grandjean, Etienne. Fitting the Task to the Man 4th Edition. Taylor & Francis Publisher, London. 1998 Handayani, Putri. Hubungan Antara Penerapan Shift Kerja Dengan Pola Tidur Pekerja di Bagian Produksi PT. Enka Parahiyangan. Jakarta. Skripsi. Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2008. Hal 2, 26-54. Japardi, Iskandar. Gangguan Tidur. Fakultas Kedokteran Bagian Bedah Universitas Sumatera Utara. USU Digital Library. 2002. Hal 1-11. Klein, Dion. Sleeping on The Job.Canberra Times.[cited 2009 October 28 th ]. 2004. Available: http://www.sleepdex.org/b4.htm Knauth P. Rutenfranz J. Shift work in Recent Advances in Occupational Health Edited by Harrington JM Churchill Livingstone. 263281. 1987. Kuswadji, Sudjoko. Pengaturan tidur Pekerja Shift. Cermin Dunia Kedokteran No.116. Jakarta. 1997. Hal 42-48. Maurice et al,. Prevalence and Consequences of Sleep Disorders in a Shift Worker Population [abstract]. Journal of Psychosomatic Research Volume 53. New York. 2007 [cited 2009 October 30 th ]. Available: http://cat.inist.fr/?aModele=afficheN&cpsidt=13856210
National Sleep Foundation (NSF). Strategies for shift Worker : The Night Shift Worker and Sleep. [cited 2009 October 28 th ]. 2005. Available: http://www.sleepfoundation.org/site/c.hulXKjM0IxF/b.2421189/k.DF93/strate gies_for_shift_worker.htm Nurmianto, Eko. Ergonomi: Konsep Dasar & Aplikasinya. Guna Widya, Surabaya. Edisi III. 2004. Noor, Asyikin. Mengatasi Insomnia. Banjarmasin Post. 2003 [cited 2009 October28 th ].Available: http://www.Indomedia.com/bpost/052007/21/ragam/art-1.htm Prayitno, A. Gangguan Pola Tidur pada Kelompok Usia Lanjut dan Penatalaksanaannya. Jurnal Kedokteran Trisakti ; Volume 21 No. 1: 23 30. 2002. Pulat, Mustafa B. The Fundamental Ergonomics. Prentice Hall Englewood Cliffs, New Jersey. 2002. Remelda. Susah Tidur. 2008 [cited 2009 October 28 th ]. Artikel Kesehatan. Available : http://remelda.wordpress.com/2008/05/23/susah-tidur/ Taylor PJ. Shift work - Some Medical and Social Factors. Trans. Soc. Occup. 1970. Med. 20: 1270132
LAMPIRAN 1
KUESIONER
Assalamualaikum Wr. Wb Saya Tuti Alawiyah bermaksud meneliti GAMBARAN GANGGUAN POLA TIDUR PADA PERAWAT DI RS. SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2009. Penelitian ini merupakan tugas akhir untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada penelitian ini peneliti akan bertanya mengenai karakteristik pekerja, kualitas, dan kuantitas tidur pada perawat yang terkait dengan jadwal kerja shift. Wawancara akan berlangsung selama 15-20 menit . Responden diharapkan menjawab setiap pertanyaan dengan sejujur-jujurnya. Setiap jawaban Anda akan dijaga kerahasiaannyadari siapapun dan tidak akan mempengaruhi penilaian terhadap kinerja Anda, kemudian kuesioner akan disimpan oleh peneliti. Partisipasi responden bersifat sukarela, responden dapat menolak untuk menjawab atau tidak melanjutkan wawancara. Untuk itu dimohon kesediaan kepada perawat di instalasi rawat inap RS. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta selaku responden untuk mengisi kuesioner ini. Saya menyatakan bahwa saya telah membaca pernyataan di atas, dan saya setuju untuk menjadi responden dalam penelitian ini.
A. KARAKTERISTIK PEKERJA (Diisi oleh peneliti) 1. Nama responden 2. Tanggal lahir: Tanggal...........Bulan............Tahun............... [ ] [ ] A2 3. Status perkawinan (PILIH SALAH SATU JAWABAN) 1. Menikah 2. Belum menikah [ ] A3 4. Sudah berpa lama Anda bekerja di RS. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta?.........................................Tahun [ ] [ ] A4 5. Sudah berpa lama Anda bekerja dengan sistem shift di RS. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta?.........................................................................Tahun [ ] [ ] A5 6. Sebelum bekerja di RS. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, [ ] A6
apakah Anda sudah pernah bekerja?(PILIH SALAH SATU JAWABAN) 1. Ya 2. Tidak 7. Apakah di tempat kerja sebelumnya Anda juga bekerja dengan sistem shift? (PILIH SALAH SATU JAWABAN) 1. Ya 2. Tidak [ ] A7 B. KUANTITAS TIDUR (Diisi oleh peneliti) 1. Berapa lama Anda tidur sesudah bekerja dengan shift pagi? .............................................................................................jam [ ] [ ] B1 2. Berapa lama Anda tidur sesudah bekerja dengan shift sore? ...........................................................................................jam [ ] [ ] B2 3. Berapa lama Anda tidur sesudah bekerja dengan shift malam? ............................................................................................jam [ ] [ ] B3 4. Menurut Anda apakah kebutuhan jam tidur Anda selama ini sudah terpenuhi?(PILIH SALAH SATU JAWABAN) 1. Ya 2. Tidak [ ] [ ] B4 C. KUALITAS TIDUR (Diisi oleh peneliti) 1. Apakah Anda merasa sulit untuk memulai tidur?(PILIH SALAH SATU JAWABAN) 1. Ya [ ] C1
2. Tidak(LANGSUNG KE NOMOR 3) 2. Pada shift apa biasanya Anda mengalami sulit tidur?(PILIH SALAH SATU JAWABAN) 1. Shift pagi 2. Shift sore 3. Shift malam [ ] C2 3. Frekuensi Anda menggunakan obat tidur untuk mengatasi masalah sulit tidur?(PILIH SALAH SATU JAWABAN) 1. Ya 2. Tidak (LANGSUNG KE NOMOR 5) [ ] C3 4. Pada shift apa biasanya Anda mnegkonsuksi obat tidur unutk mengatasi masalah sulit tidur?(PILIH SALAH SATU JAWABAN) 1. Shift pagi 2. Shift sore 3. Shift malam [ ] C4 5. Apakah Anda sering terbangun pada saat tidur?(PILIH SALAH SATU JAWABAN) 1. Ya 2. Kadang-kadang 3. Tidak pernah (LANGSUNG KE NOMOR 9) [ ] C5 6. Pada shift apa biasanya Anda mengalami sering terbangun dari tidur?(PILIH SALAH SATU JAWABAN) [ ] C6
1. Shift pagi 2. Shift sore 3. Shift malam 7. Apakah Anda sulit tertidur kembali setelah terbangun dari tidur?(PILIH SALAH SATU JAWABAN) 1. Ya 2. Kadang-kadang 3. Tidak pernah (LANGSUNG KE NOMOR 9) [ ] C7 8. Pada shift apa Anda sulit tertidur kembali setelah terbangun dari tidur?(PILIH SALAH SATU JAWABAN) 1. Shift pagi 2. Shift sore 3. Shift malam [ ] C8 9. Apakah Anda sering bermimpi buruk pada saat tidur?(PILIH SALAH SATU JAWABAN) 1. Ya 2. Kadang-kadang 3. Tidak pernah (LANGSUNG KE NOMOR 11) [ ] C9 10. Pada shift apa biasanya Anda bermimpi buruk pada saat tidur?(PILIH SALAH SATU JAWABAN) 1. Shift pagi 2. Shift sore 3. Shift malam [ ] C10
11. Pada saat bangun tidur apakah Anda merasa segar?(PILIH SALAH SATU JAWABAN) 1. Tidak segar 2. Kurang segar 3. Segar (LANGSUNG KE NOMOR 13) [ ] C11 12. Pada shift apa biasanya Anda merasa tidak segar pada saat bangun tidur?(PILIH SALAH SATU JAWABAN) 1. Shift pagi 2. Shift sore 3. Shift malam [ ] C12 13. Pada saat bangun tidur apakah Anda merasa sulit untuk terbangun?(PILIH SALAH SATU JAWABAN) 1. Ya 2. Kadang-kadang 3. Tidak pernah (LANGSUNG KE NOMOR 15) [ ] C13 14. Pada shift apa biasanya Anda merasa sulit untuk terbangun?(PILIH SALAH SATU JAWABAN) 1. Shift pagi 2. Shift sore 3. Shift malam [ ] C14 15. Apakah Anda merasa tidur Anda tidak nyenyak?(PILIH SALAH SATU JAWABAN) [ ] C15
1. Ya 2. Kadang-kadang 3. Tidak pernah (LANGSUNG KE NOMOR 17) 16. Pada shift apa biasanya Anda merasa tidur Anda tidak nyenyak?(PILIH SALAH SATU JAWABAN) 1. Shift pagi 2. Shift sore 3. Shift malam [ ] C16 17. Jika tidur Anda tidak nyenyak, menurut Anda apa penyebabnya? (PILIH SALAH SATU JAWABAN) 1. Lingkungan (lebih bising, lebih terang, lebih panas) 2. Jam kerja 3. Keluarga (seperti : mengurus anak) 4. Lain-lain, sebutkan...................................................................... [ ] C17 18. Apakah Anda mengalami tidur secara bertahap (tidur kemudian bangun, lalu tidur kembali)? (PILIH SALAH SATU JAWABAN) 1. Ya 2. Kadang-kadang 3. Tidak pernah (LANGSUNG KE NOMOR 20) [ ] C18 19. Pada shift apa biasanya Anda mengalami tidur secara bertahap? (PILIH SALAH SATU JAWABAN) [ ] C19
1. Shift pagi 2. Shift sore 3. Shift malam 20. Apakah Anda sering merasa mengantuk pada saat bekerja? (PILIH SALAH SATU JAWABAN) 1. Ya 2. Kadang-kadang 3. Tidak pernah (LANGSUNG KE NOMOR 22) [ ] C20 21. Pada shift apa biasanya Anda sering merasa mengantuk pada saat bekerja? (PILIH SALAH SATU JAWABAN) 1. Shift pagi 2. Shift sore 3. Shift malam [ ] C21 22. Frekuensi Anda mengkonsumsi minuman yang mengandung alkohol? (PILIH SALAH SATU JAWABAN) 1. Ya 2. Tidak (LANGSUNG KE NOMOR 24) [ ] C22 23. Pada shift apa biasanya Anda mengkonsumsi minuman yang mengandung alkohol? (PILIH SALAH SATU JAWABAN) 1. Shift malam 2. Shift sore 3. Shift malam [ ] C23 24. Frekuensi Anda mengkonsumsi minuman yang mengandung [ ] C24
kafein?(seperti kopi, teh, minuman bersoda). (PILIH SALAH SATU JAWABAN) 1. Sering 2. Jarang 25. Pada shift apa biasanya Anda mengkonsumsi minuman yang mengandung kafein?(seperti kopi, teh, minuman bersoda). (PILIH SALAH SATU JAWABAN) 1. Shift malam 2. Shift sore 3. Shift malam [ ] C25 26. Apakah Anda merokok? 1. Ya 2. Tidak [ ] C26 27. Berapa batang rokok yang Anda habiskan dalam sehari? ....................................................................................batang [ ] C27 28. Pada shift apa biasanya Anda lebih sering merokok? 1. Shift pagi 2. Shift sore 3. Shift malam [ ] C28 D. Lain-Lain 1. Siapa saja yang hadir pada saat Anda mengisi kuesioner? (PILIH SALAH SATU JAWABAN) 1. Teman kerja [ ] D1
2. Atasan 3. Lain-lain, sebutkan 2. Siapa saja yang membantu menjelaskan pertanyaan pada saat Anda mengisi kuesioner? 1. Teman kerja 2. Atasan 3. Lain-lain, sebutkan [ ] D2 3. Siapa saja yang membantu menjawab pertanyaan pada saat Anda mengisi kuesioner? 1. Teman kerja 2. Atasan 3. Lain-lain, sebutkan [ ] D3
LAMPIRAN 2 HASIL ANALISIS UNIVARIAT
Sistem shift pada responden
Ya Tidak Total Sulit tidur Ya Count 12 6 18 % within Sistem shift pada responden 48.0% 37.5% 43.9% Tidak Count 10 10 20 % within Sistem shift pada responden 40.0% 62.5% 48.8% 3 Count 3 0 3 % within Sistem shift pada responden 12.0% .0% 7.3% Total Count 25 16 41 % within Sistem shift pada responden 100.0% 100.0% 100.0% Crosstab
Sistem shift pada responden
Ya Tidak Total Penggunaan obat tidur Kadang-kadang Count 2 0 2 % within Sistem shift pada responden 8.0% .0% 4.9%
Tidak pernah Count 23 16 39 % within Sistem shift pada responden 92.0% 100.0% 95.1% Total Count 25 16 41 % within Sistem shift pada responden 100.0% 100.0% 100.0% (LANJUTAN) Crosstab
Sistem shift pada responden
Ya Tidak Total Sering terbangun Ya Count 0 2 2 % within Sistem shift pada responden .0% 12.5% 4.9% Kadang-kadang Count 22 12 34 % within Sistem shift pada responden 88.0% 75.0% 82.9% Tidak pernah Count 3 2 5 % within Sistem shift pada responden 12.0% 12.5% 12.2% Total Count 25 16 41 % within Sistem shift pada responden 100.0% 100.0% 100.0%
Crosstab
Sistem shift pada responden
Ya Tidak Total Sulit tertidur kembali Ya Count 4 2 6 % within Sistem shift pada responden 16.0% 12.5% 14.6% Kadang-kadang Count 19 11 30 % within Sistem shift pada responden 76.0% 68.8% 73.2% Tidak pernah Count 2 3 5
% within Sistem shift pada responden 8.0% 18.8% 12.2% Total Count 25 16 41 % within Sistem shift pada responden 100.0% 100.0% 100.0%
(LANJUTAN)
Crosstab
Sistem shift pada responden
Ya Tidak Total Mimpi buruk Kadang-kadang Count 9 10 19 % within Sistem shift pada responden 36.0% 62.5% 46.3% Tidak pernah Count 16 6 22 % within Sistem shift pada responden 64.0% 37.5% 53.7% Total Count 25 16 41 % within Sistem shift pada responden 100.0% 100.0% 100.0%
Crosstab
Sistem shift pada responden
Ya Tidak Total Perasaan segar ketika bangun dari tidur Tidak segar Count 3 0 3 % within Sistem shift pada responden 12.0% .0% 7.3% Kurang segar Count 15 13 28 % within Sistem shift pada responden 60.0% 81.2% 68.3% Segar Count 7 3 10 % within Sistem shift pada responden 28.0% 18.8% 24.4%
Total Count 25 16 41 % within Sistem shift pada responden 100.0% 100.0% 100.0%
(LANJUTAN)
Crosstab
Sistem shift pada responden
Ya Tidak Total Sulit untuk terbangun dari tidur Ya Count 5 1 6 % within Sistem shift pada responden 20.0% 6.2% 14.6% Kadang-kadang Count 18 15 33 % within Sistem shift pada responden 72.0% 93.8% 80.5% Tidak pernah Count 2 0 2 % within Sistem shift pada responden 8.0% .0% 4.9% Total Count 25 16 41 % within Sistem shift pada responden 100.0% 100.0% 100.0%
Crosstab
Sistem shift pada responden
Ya Tidak Total Tidur tidak nyenyak Kadang-kadang Count 19 15 34 % within Sistem shift pada responden 76.0% 93.8% 82.9% Tidak pernah Count 6 1 7 % within Sistem shift pada responden 24.0% 6.2% 17.1% Total Count 25 16 41
Crosstab
Sistem shift pada responden
Ya Tidak Total Tidur tidak nyenyak Kadang-kadang Count 19 15 34 % within Sistem shift pada responden 76.0% 93.8% 82.9% Tidak pernah Count 6 1 7 % within Sistem shift pada responden 24.0% 6.2% 17.1% Total Count 25 16 41 % within Sistem shift pada responden 100.0% 100.0% 100.0%
(LANJUTAN)
Crosstab
Sistem shift pada responden
Ya Tidak Total Tidur secara bertahap Ya Count 2 2 4 % within Sistem shift pada responden 8.0% 12.5% 9.8% Kadang-kadang Count 14 7 21 % within Sistem shift pada responden 56.0% 43.8% 51.2% Tidak pernah Count 9 7 16 % within Sistem shift pada responden 36.0% 43.8% 39.0% Total Count 25 16 41 % within Sistem shift pada responden 100.0% 100.0% 100.0%
Crosstab
Sistem shift pada responden
Ya Tidak Total Mengantuk pada saat bekerja Ya Count 2 2 4 % within Sistem shift pada responden 8.0% 12.5% 9.8% Kadang-kadang Count 23 14 37 % within Sistem shift pada responden 92.0% 87.5% 90.2% Total Count 25 16 41 % within Sistem shift pada responden 100.0% 100.0% 100.0%
(LANJUTAN)
kualitas tidur * Sistem shift pada responden Crosstabulation
Sistem shift pada responden
Ya Tidak Total kualitas tidur berkualitas Count 12 7 19 % within Sistem shift pada responden 48.0% 43.8% 46.3% tidak berkualitas Count 13 9 22 % within Sistem shift pada responden 52.0% 56.2% 53.7% Total Count 25 16 41 % within Sistem shift pada responden 100.0% 100.0% 100.0%
Crosstab
Sistem shift pada responden
Ya Tidak Total kuantitas tidur yang sudah dikelompokkan cukup tidur Count 6 7 13 % within Sistem shift pada responden 24.0% 43.8% 31.7% kurang tidur Count 19 9 28 % within Sistem shift pada responden 76.0% 56.2% 68.3% Total Count 25 16 41 % within Sistem shift pada responden 100.0% 100.0% 100.0%
(LANJUTAN)
usia perawat yang sudah dikelompokkan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid <27 tahun 27 65.9 65.9 65.9 >=27 tahun 14 34.1 34.1 100.0 Total 41 100.0 100.0
Jenis kelamin responden
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Laki-laki 13 31.0 31.7 31.7 Perempuan 28 66.7 68.3 100.0 Total 41 97.6 100.0 Missing System 1 2.4 Total 42 100.0
Masa kerja shift
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid < 4 tahun 30 73.2 73.2 73.2 >= 4 tahun 11 26.8 26.8 100.0 Total 41 100.0 100.0
Status Perkawinan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid menikah 20 48.8 48.8 48.8 belum menikah 21 51.2 51.2 100.0 Total 41 100.0 100.0
Kebiasaan merokok
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ya 4 9.8 9.8 9.8 Tidak 37 90.2 90.2 100.0 Total 41 100.0 100.0
Frekuensi mengkonsumsi minuman yang mengandung alkohol
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ya 2 4.9 4.9 4.9 Tidak 39 95.1 95.1 100.0 Total 41 100.0 100.0
Frekuensi mengkonsumsi minuman yang mengandung kafein
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Sering 12 29.3 29.3 29.3 Jarang 29 70.7 70.7 100.0 Total 41 100.0 100.0
Penggunaan obat tidur
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ya 2 4.9 4.9 4.9 Tidak 39 95.1 95.1 100.0 Total 41 100.0 100.0
Pembedahan Skoliosis Lengkap Buku Panduan bagi Para Pasien: Melihat Secara Mendalam dan Tak Memihak ke dalam Apa yang Diharapkan Sebelum dan Selama Pembedahan Skoliosis