Anda di halaman 1dari 10

Poligami, Antara Mubah, Sunnah,

dan Haram

Makalah ini disusun guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah:
Tafsir Ahkam
Dosen pengampu: Achmad Baidowi

Disusun Oleh
Ali Farhan : 07530007

JURUSAN TAFSIR HADITS


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN KALIJAGA
JOGJAKATRTA
2009
Pendahuluan

Pada dimensi ketika poligami berarti neraka dan prosrtitusi menjadi hak
asasi, ketika kondom viesta menjadi norma menjamu kapitalisme dalam retorika
syariat, maka berapa lama lagi hari umur umat islam?
Begitulah salah satu bait dari lirik lagu Franky Cacak yang terkenal dengan
sebutan Thufail al-Ghifari, seorang muallaf yang sangat kritis terhadap realitas sosial
yang melanda Negara-negara di belahan dunia melalui lagu-lagunya yang bernuansa
kritik agama, social, bahkan budaya dan politik. Yang menarik dari bait tersebut
adalah disebutnya poligami, sebagai salah satu wacana dalam islam, yang akhir-akhir
ini kerap dibincangkan oleh berbagai kalangan, baik agamawan, negaerawan, dan lain
sebagainya.
Makalah di bawah ini akan membahas poligami dalam perspektif al-Quran
sebagai sumber hukum dalam islam. Di sisi lain, ia (baca: al-Quran) sebagai firman
Tuhan yang berdialog dengan realitas sosial yang beragam yang pastinya
menghasilkan beberapa pemikiran yang berbeda-beda. Bagaimana poligami dalam
pandangan islam serta aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Perlu digaris bawahi
dan dicatat bahwa penggalan bait tersebut di atas bukanlah isi dari makalah yang kami
suguhkan! Ok!
Kritik dan saran dalam hal perbaikan sangat kami harapkan. Semoga
bermanfaat! Kami awali pembahasan makalah kami dengan:

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Pembahasan
A. Poligami dalam islam

bÎ)ur ÷LäêøÿÅz ž
wr& (#qäÜÅ¡ø)è? ž
Îû 4ž
uK»tGuž
ø9$# (#qßsÅ3R$÷
$sù $tB z>$sÛ Nä3s9 z`ÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# 4Óo_÷WtB y]»n=èOur
yì»t/âž
ur ( ÷bÎ*sù óOçFøÿÅz žwr& (#qä9Ϟ
÷ès? ¸oyžÏnºuqsù
÷rr& $tB ôMs3n=tB öNä3ãY»yJ÷ž
r& 4 y7Ï9ºsž#žoT÷ž
r& žwr&
(#qä9qãès? ÇÌÈ
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-
wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut
tidak akan dapat berlaku adil[265], Maka (kawinilah) seorang saja[266], atau
budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak
berbuat aniaya.

Ayat tersebut di atas adalah ayat yang paling sering disebut oleh berbagai
kalangan dalam membahas poligami. Kata kuncinya terletak pada lafadz yang berarti
“Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat”.
Secara literal ayat ini membolehkan adanya poligami, yakni menikahi perempuan
lebih dari satu, dua, tiga, dan maksimal empat. Namun, dalam aplikasinya, para ulama
berbeda pendapat mengenai poligami dengan menjelaskan unsur-unsur ekstrinsik dari
ayat tersebut seperti latar belakang ayat, ayat-ayat lain yang senada, serta realitas yang
terjadi di ruang lingkup tertentu. Berikut penjelsannya.
Ibnu Abbas beserta mayoritas ulama berpendapat bahwa ayat di atas hanya
menunjukkan pembolehan mengambil istri satu sampai empat orang.1 Seandainya
diperbolehkan untuk mengambil istri lebih dari empat, maka akan disebutkan di
dalamnya. Imam Syafi’ie pernah berkomentar bahwa hadits-hadits Nabi menunjukkan
bahwa tidak boleh bagi siapapun kecuali Rasulullah untuk mengambil istri lebih dari
empat. Dan pendapat tersebut telah diamini oleh kebanyakan ulama kecuali
segolongan ulama syi’ah yang mengatakan bahwa seorang laki-laki boleh menikahi
perempuan lebih dari empat sampai sembilan. Bahkan ada sebagian dari mereka yang
mengatakan bahwa praktik poligami tidak memiliki batas.

1 Imad Zaki al-Barudi, Tafsir al-Qur’an Wanita, terj., (Jakarta : Pena Pundi Aksara) hal. 335..

3
Pendapat di atas senada dengan pandangan Qurays Shihab yang
mengungkapkan bahwa ayat di atas tidaklah membuat peraturan tentang poligami,
karena poligami telah dikenal dan dilaksanakan oleh oleh penganut berbagai syariat
agama serta adat-istiadat masyarakat sebelum turunnya ayat ini.2 Sebagaimana ayat ini
tidak mewajibkan poligami atau menganjurkannya, ia hanya berbicara bolehnya
poligami dan itupun hanya pintu kecil yang hanya boleh ditempuh oleh yang amat
membutuhkan dan dengan syarat yang tidak ringan.
Selain ayat di atas, ada ayat pembanding yang sepertinya menolak poligami,
yaitu QS an-Nisa’ ayat 129
s9ur (#þqãèžÏÜtFó¡n@ br& (#qä9Ϟ÷ès? tû÷üt/ Ïä!$|¡ÏiY9$#`
öqs9ur öNçFô¹tž ym ( ž xsù (#qè= ž ÏJs? ¨@à2 È@øžyJø9$#
$ydrâžxžtGsù Ïps)¯=yèßJø9$$x. 4 bÎ)ur (#qßsÎ=óÁè? (#qà)Gs?
ur cÎ*sù ©!$# tb%x. #Yžqàÿxî $VJžÏm§ž ÇÊËÒÈ
Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-
isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, Karena
itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai),
sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu
mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan),
Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Ayat ini sering digunakan oleh sementara orang yang tidak
merestui poligami, karena jika syarat poligami adalah berlaku adil
seperti pada QS an-Nisa’ ayat 3, maka hasilnya  kata mereka 
poligami tidak direstui dengan menghadirkan QS an-Nisa’ ayat 129. salah
satu tokoh yang gencar melarang poligami adalah Muhammad Abduh. Dalam Tafsir
Al-Manar (yang ditulis oleh Rasyid Ridha) pada Juz IV hal. 346-363. Beliau
berpendapat bahwa asas pernikahan dalam Islam adalah monogami, bukan poligami.
Poligami diharamkan karena menimbulkan dharar (bahaya) seperti konflik antar isteri
dan anggota keluarga, dan hanya dibolehkan dalam kondisi darurat saja (Tafsir Al-
Manar, Juz 4/350).
Namun, jika kita telusuri lebih lanjut, QS Surat an-Nisa’ ayat 129 tersebut
tidak berhenti pada tempat para penganut pendapat ini berhenti, tetapi ayat tersebut
berlanjut “Karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang
kamu cintai)”. Ayat ini menurut Qurays Shihab menunjukkan keadaan bolehnya

2 M. Qurash Shihab, Tafsir al-Misbah, (Tangerang: Lentera Hati) vol. 2, hlmn 341
poligami.3 Menurut Quraish Shihab, pesan yang disampaikan dalam ayat ini, adalah
bahwa keadilan secara mutlak tidaklah dapat terwujud seperti keadilan dalam masalah
cinta. Karena cinta diluar kemampuan manusia untuk mengaturnya. Dalam
kesempatan lain, Imam Suyuthi menukil pendapat Ibnu Abbas RA, bahwa "adil" yang
mustahil ini adalah : rasa cinta dan bersetubuh (al-hubb wa al-jima’).4 Oleh karena
itu, yang ditekankan pada ayat ini bukan monogami, tetapi berlaku adil terhadap istri-
istri meskipun hati mereka lebih cenderung terhadap salah satu istri.

B. Resepsi Al-Quran terhadap Budaya poligami


Nashr Hamid Abu Zayd dalam bukunya Mafhum al Nash Dirasah fi Ulum al
Qur'an menyebutkan, pemahaman isi Alquran memerlukan dua cara. Pertama,
melalui analisis struktur bahasanya. Kedua, dengan kembali ke konteks yang
memproduksinya. Dengan kata lain, analisis harus meliputi analisis tekstual dan
kontekstual.
Jika dilihat secara tekstual, ayat tersebut di atas sudah jelas membolehkan
poligami, seperti yang kami paparkan di atas. Namun jika kita melihat ke belakang,
kontekstual turunnya ayat tesebut, adalah sebagai bentuk respon al-Quran terhadap
budaya arab pada masa pra-islam. Menurut hemat kami ada tiga hal yang dilakukan
al-Quran dalam menyikapi poligami.
Pertama, adalah membatasi poligami dari kebiasaan masyarakat pra islam
yang berkebiasaan berpoligami tanpa batas5. Kedua, upaya al-Quran untuk
membentuk keseimbangan antara laki-dan perempuan yang menurut data statistik
jumlah perempuan di berbagai belahan dunia lebih banyak ketimbang laki-laki.6
Katakanlah di Jerman Barat, poligami menjadi solusi meskpin pihak gereja tidak
merestuinya. Ketiga, perlindungan anak yatim dan janda sesuai dengan sebab
turunnya ayat tersebut.

C. Penolakan terhadap Poligami


Berbagai penolakan terhadap poligami dilakukan oleh berbagai tokoh yang
3 Ibid. hlmn 607
4 Lih. Imam Suyuthi, Al-Iklil fi Istinbath At-Tanzil, (Kairo : Darul Kitab Al-Arabiy, t.t.), hal. 83.
5 Imad Zaki al-Barudi, Tafsir al-Qur’an Wanita, terj., (Jakarta : Pena Pundi Aksara) hal. 351
6 Menurut data statistik Finladia, disebutkan bahwa setiap empat bayi yang lahir, maka tiga
diantaranya adalah perempun, sedang sisanya adalah laki- laki. Menurut salah satu sumber yang
dipercaya, bahwa jumlah wanita Indonesia 68 %, dan pria hanya 32 %. Bahkan, di AS jumlah
perempuan delapan kali lebih banyak daripada laki-laki. Di Guena ada 122 perempuan untuk 100 laki-
laki. Dan banyak data-data sttistik yang menunjukkan jumlah perempuan melebihi jumlah laki-laki.

5
tidak setuju dengan poligami. Di antaranya adalah
a) Ada orang yang menolak poligami dengan ungkapan bahwa poligami
adalah "emergency exit door" (pintu keluar darurat). Menurut hemat
kami, ini tidak sesuai dengan pengertian darurat dalam fiqih dan ushul
fiqih. Darurat menurut Imam Suyuthi dalam kitabnya al-Asybah wa
an-Nazha`ir fi al-Furu’, adalah "sampainya seseorang pada suatu batas
(kondisi) yang jika dia tidak mengerjakan yang haram, maka dia akan
mati atau hampir mati" Ini artinya, seorang laki-laki baru boleh
berpoligami kalau sudah payah sekali keadaannya, yakni hampir mati
kalau tidak berpoligami. Dan ini tidak sesuai dengan pesan al-Quran
yang telah kami paparkan di muka.
Pendapat yang membolehkan poligami dalam kondisi darurat berarti
menganggap poligami itu hukum asalnya haram (seperti daging babi), dan baru
dibolehkan (sebagai hukum rukhshah) jika tak ada jalan keluar selain poligami.
Padahal hukum asal poligami bukan haram, tapi mubah dengan syarat-syarat tertentu.
Inilah yang insyaAllah benar.
b) Ada orang yang mengharamkan poligami dengan alasan Rasulullah
SAW telah melarang Ali bin Abi Thalib berpoligami. Suatu saat Ali
yang sudah beristerikan Fatimah meminta izin kepada Rasulullah SAW
untuk menikah lagi dengan putri Abu Jahal, lalu Rasulullah SAW
bersabda : "Tidak aku izinkan, tidak aku izinkan, tidak aku izinkan,
kecuali Ali bin Abi Thalib rela untuk menceraikan putriku dan
menikahi putrinya Abu Jahal. Sesungguhnya Fatimah adalah darah
dagingku, menyenangkan aku apa yang menyenangkannya, meyakitiku
apa yang menyakitinya."
Jika dilihat sampai disini, seolah-olah Rasulullah SAW mengharamkan
poligami. Kaum yang tidak setuju dengan poligami biasanya hanya menyampaikan
hadits di atas tanpa melihat hadits yang sama dari jalur periwayatan yang lain.
Padahal dalam jalur riwayat lain ada pernyataan Nabi SAW yang justru sangat
penting kaitannya dengan status hukum poligami. Sabda lalu Rasulullah SAW
tersebut : "Sungguh aku tidaklah mengharamkan sesuatu yang halal, dan tidak pula
menghalalkan sesuatu yang haram. Akan tetapi, demi Allah, tidak akan putri
Rasulullah berkumpul dengan putri musuh Allah dalam suatu tempat selama-
lamanya" (HR Bukhari)
Sabda Rasul yang terakhir ini dengan jelas menunjukkan bahwa poligami itu
adalah halal, bukan haram. Jadi larangan Rasul kepada Ali yang ingin memadu
Fatimah dengan putri Abu Jahal bukanlah karena Rasulullah SAW mengharamkan
poligami, melainkan karena lalu Rasulullah SAW tidak senang Ali mengumpulkan
putri Rasulullah SAW dengan putri musuh Allah di bawah lindungan seorang lelaki.
Ini dapat dipahami dari kalimat selanjutnya yaitu "Akan tetapi, demi Allah, tidak akan
putri Rasulullah berkumpul dengan putri musuh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam
suatu tempat selama-lamanya".
Bahkan Ali sendiri sebenarnya berpoligami, setelah meninggalnya Fathimah.
Ibnu Uyainah mengatakan bahwa Ali bin Abi Thalib mempunyai empat isteri dan 19
budak perempuan, setelah wafatnya Fatimah RA7

D. Poligami Ala Rasulullah


Sebagaimana telah kita ketahui bahwa Nabi juga berpoligami,
bahkan sampai lebih dari empat. Namun itu adalah keistimewaan
khusus yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada Rasulullah. Dan
perlu digaris bawahi bahwa Nabi berpoligami setelah meninggalnya
Siti Khadijah dan alasan beliau berpoligami adalah karena
kemaslahatan dan ada misi-misi tertentu di balik poligami tersbut,
seperti dalam rangka mensukseskan dakwah beliau;
menyelamatkan para wanita yang kehilangan suami yang pada
umumnya bukan wanita yang dikenal memiliki daya tarik yang
memikat; dan lain sebagainya
Sebagai contoh, Huriyah binti harits, puteri kepala suku dan
termasuk seorang yang ditawan. Rasulullah menikahinya dan
memerdekakannya dengan harapan kaum muslimin membebaskan
tawanan yang mereka tawan. Juga Hafsah puteri Umar, yang
suaminya meninggal, dan ayahnya bersedih karena anaknya
sendirian. Maka Nabi menikahinya setelah ia ditolak oleh Abu Bakar
dan Utsman.8 Aisyah misalnya, satu-satunya perempuan yang masih

7 Imam Suyuthi, Nuzhatul Muta`ammil wa Mursyidul Muta`ahhil fi al-Khathib wa al-Mutazawwij,


(Beirut : Dar Amwaj, 1989) hal 17
8 Untuk lebih jelasnya tentang isteri-isteri Nabi Lih. Tafsir al-Misbah, (Tangerang: Lentera Hati) vol.
2, hlmn 343

7
gadis dan paling banyak meriwayatkan hadits, ternyata pernikahan
Nabi dengan beliau banyak bermanfaat dalam pendidikan
kewanitaan bagi para kaum muslimat.
Oleh karena itu, menurut hemat kami poligami bukanlah
sebuah sunnah atau anjuran tetapi hanya boleh dilakukan oleh
seseorang yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu seperti
mempunyai kemampuan untuk menafakahi serta bertujuan untuk
hal-hal yang maslahat bagi semuanya.

kesimpulan

Dari penjelasan di atas, kami dapat menarik beberapa kesimpulan bahwa:

1. Hukum asal poligami adalah boleh dilakukan


oleh orang yang mampu melaksanakannya
dan dapat memenuhi syarat-syarat tertentu..
2. polgami adalah bentuk resepsi al-Quran
terhadap budaya arab pra-islam yang
kemudian dilestarikan dan diperbaiki oleh al-
Quran.
3. Rasulullah berpoligami karena wujud
kepedulian beliau kepada masyarakat sosial
dan atas dasar kemaslahatan ummat.
Daftar Pustaka

 Rasyid Ridha, Sayyid. Tafsir al-Quran al-Karim, jus 4. Beirut:

Darul Ma’rifah.

 Assuyuti dan Almahalli, Jalaluddin. Tafsir al-Quranul adzim lil

imamil jaliain. Surabaya: Darul Ilmi

 Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah, lentera hati. Tangerang:

Lentera Hati

 Al-Barudi, Imad Zaki. Tafsir al-Qur’an Wanita, terj. Jakarta :

Pena Pundi Aksara

 Suyuti, Imam. Nuzhatul Muta`ammil wa Mursyidul Muta`ahhil

fi al-Khathib wa al-Mutazawwij. Beirut : Dar Amwaj, 1989

9
 Maushu’at al-Hadits, www.islamspirit.com

 www.google.com

Anda mungkin juga menyukai