Hari,Tanggal Praktikum : Rabu, 6 Oktober 2010 Hari, Tanggal Laporan : Rabu, 13 Maret 2010 Asisten : Ratu Choesrina, S.Si., Apt
LABORATORIUM TERPADU FARMASI UNIT D PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG 2010 PENANGANAN HEWAN PERCOBAAN
I. Tujuan Percobaan Setelah menyelesaikan percobaan ini, mahasiswa diharapkan : a. Dapat menjelaskan kembali karakteristik hewan-hewan yang lazim dipergunakan dalam percobaan. b. Dapat memperlakukan dan menangani hewan percobaan, seperti mencit, tikus, kelinci, dan marmot, untuk percobaan farmakologi dengan baik.
II. Teori Dasar Hewan mencit atau Mus musculus adalah tikus rumah biasa termasuk ke dalam ordo rodentia dan family Muridae. Mencit dewasa biasa memiliki berat antara 25-40 gram dan mempunyai berbagai macam warna. Mayoritas mencit laboratorium adalah strain albino yang mempunyai warna bulu putih dan mata merah muda (Hrapkiewicz et al, 1998). Mencit merupakan hewan yang tidak mempunyai kelenjar keringat, jantung terdiri dari empat ruang dengan dinding atrium yang tipis dan dinding ventrikel yang lebih tebal. Percobaan dalam menangani hewan yang akan diuji cenderung memiliki karakteristik yang berbeda, seperti mencit lebih penakut dan fotofobik, cenderung sembunyi dan berkumpul dengan sesama, mudah di tangani, lebih aktif pada malam hari (nocturnal), aktivitas terganggu dengan adanya manusia, suhu normal 37,4 0 C, laju respirasi 163/ menit sedangkan pada hewan tikus sangat cerdas, mudah ditangani, tidak bersifat fotofobik, lebih resisten terhadap infeksi, kecenderungan berkumpul dengan sesama sangat kurang, jika makanan kurang atau diperlakukan secara kasar akan menjadi liar dan galak, suhu normal 37,5 0 C, laju respirasi 210/ menit pada mencit dan tikus persamaannya gigi seri pada keduanya sering digunakan untuk mengerat / menggigit benda-benda yang keras. Dengan mengetahui sifat-sifat karakteristik hewan yang akan diuji diharapkan lebih menyesuaikan dan tidak diperlakukan tidak wajar. Di dalam suatu dosis yang dipakai untuk penggunaan suatu obat harus sesuai dengan data mengenai penggunaan dosis secara kuantitatif, dikarenakan bila obat itu diaplikasikan kepada manusia dilakukan perbandingan luas permukaan tubuh. Rute pemberian obat, dapat diberikan secara peroral, subkutan, intramuscular, intravena, dan intraperitonial. Rute peroral dapat diberikan dengan mencampurkan obat bersama makanan, bisa pula dengan jarum khusus ukuran 20 dan panjang kira-kira 5 cm untuk memasukkan senyawa langsung ke dalam lambung melalui esophagus, jarum ini ujungnya bulat dan berlubang ke samping. Rute subkutan paling mudah dilakukan pada mencit. Obat obat dapat diberikan kepada mencit dengan jarum yang panjangnya 0,5-1,0 cm dan ukuran 22-24 ( 22-24 gauge ). Obat bisa disuntikkan di bawah kulit di daerah punggung atau di daerah perut. Kekurangan dari rute ini adalah obat harus dapat larut dalam cairan hingga dapat disuntikkan. Rute pemberian obat secara intramuscular lebih sulit karena otot mencit sangat kecil, obat bisa disuntikkan ke otot paha bagian belakang dengan jarum panjang 0,5-1,0 cm dan ukuran 24 gauge, suntikkan tidak boleh terlalu dalam agar tidak terkena pembuluh darah. Rute pemberian obat secara intravena haruslah dalam keadaan mencit tidak dapat bergerak ini dapat dilakukan dengan mencit dimasukkan ke dalam tabung plastic cukup besar agar mencit tidak dapat berputar ke belakang dan supaya ekornya keluar dari tabung, jarum yang digunakan berukuran 28 gauge dengan panjang 0,5 cm dan suntikkan pada vena lateralis ekor, cara ini tidak dapat dilakukan karena ada kulit mencit yang berpigmen jadi venanya kecil dan sukar dilihat walaupun mencit berwarna putih. Cara intraperitonial hampir sama dengan cara IM, suntikkan dilakukan di daerah abdomen diantara cartilage xiphoidea dan symphysis pubis ( Mangkoewidjojo, 1998 ). Volume obat maksimal untuk tiap rute pemberian obat Nama Obat Dosis Sumber Acetylpromazine 5 mg / kg, IP ( Harkness and Wagner, 1995 ) Cholarhydrate 400 mg / kg, IP ( White, 1987 ) Propofol 25 mg / kg, IP ( Harkness and Wagner, 1995 ) Xylazine 6 mg / kg, IM ( - ) Acetylpromazine 1 mg / kg, IM ( - ) Ketamin 100 mg / kg, IP ( White, 1987 )
Volume maksimum yang disarankan untuk injeksi pada mencit SC 10 ml / kg bb IP 20 ml / kg bb IM 0,05 ml / site IV 10 ml / kg bb Intradermal 0,05 ml / site ( Sirois, 2004 )
Volume pemberian obat pada hewan percobaan tidak boleh melebihi batas maksimal yang telah ditetapkan, seperti yang ditunjukkan di bawah ini. Hewan Percobaan Volume Maksimal ( ml ) untuk Rute pemberian i.v i.m i.p s.c p.o Mencit 0,5 0,05 1 0,5 1 Tikus 1 0,1 3 2 5 Kelinci 5-10 0,5 10 3 20 Marmot 2 0,2 3 3 10 (Subarnas dkk, 2008).
Anastesi yang digunakan, volume dan lokasi pemberian : Obat Dosis Rute Pemberian Kloral hidrat 400 mg / kg IP Ketamin Hidroklorida 22-44 mg / kg IM Eter - Inhalasi Barbiturate ( Pentabarbital )
( Tiopental ) 35 mg / kg 50 mg / kg 25 mg / kg 50 mg / kg IV IP IV IP Halothane 2-5% Inhalasi Acepromazine 0,5-1,0 mg / kg IM Diazepam 5 mg / kg 3-5 mg kg IP IM Ketamin 22-44 mg / kg IM Yohimbine 0,5-1,0 mg / kg IV Propofol 12,0-26,0 mg / kg IV ( Sirois, 2004 )
Faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi hasil percobaan ialah faktor internal dan faktor eksterna, adapun faktor internal yang dapat mempengaruhi hasil percobaan meliputi variasi biologik (usia, jenis kelamin) pada usia hewan semakin muda maka semakin cepat reaksi yang di timbulkan, ras dan sifat genetic, status kesehatan dan nutrisi, bobot tubuh, luas permukaan tubuh. Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi hasil percobaan meliputi suplai oksigen, pemeliharaan lingkungan fisiologik (keadaan kandang, suasana asing atau baru, pengalaman hewan dalam penerimaan obat keadaan ruangan tempat hidup seperti suhu, kelembaban, ventilasi, cahaya, kebisingan serta penempatan hewan), pemeliharaan keutuhan struktur ketika menyiapkan jaringan atau organ untuk percobaan.
III. Alat dan Bahan o Bahan : makanan hewan dan air matang o Alat : kandang hewan o Hewan : mencit, tikus, kelinci dan marmot .
IV. Prosedur 1.4.1 Cara memegang Hewan Percobaan sehingga Siap untuk Diberi Sediaan Uji a. Mencit Ujung ekor mencit diangkat dengan tangan kanan, letakkan pada suatu tempat yang permukaannya tidak licin (misal rem kawat pada penutup kandang), sehingga bila ditarik mencit akan mencengkeram lalu kulit pada tengkuk mencit dijepit dengan telunjuk dan ibu jari tangan kiri sedangkan ekornya tetap di pegang dengan tangan kanan kemudian tubuh mencit dibalikkan sehingga permukaan perut menghadap kita dan ekor di jepitkan di antara jari manis dan kelingking tangan kiri. b. Tikus Tikus diperlakukan sama seperti mencit dengan cara di atas, tetapi bagian pangkal ekor yang di pegang dan pada tengkuk tikus yang di pegang. Cara memegang tikus : Bagian ekor belakang tikus di angkat kemudian diletakkan di atas permukaan kasar lalu bagian belakang kepala di pegang dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri kemudian di selipkan ke depan dan kaki kanan dijepit di antara kedua jari tersebut. c. Kelinci Kelinci diperlakukan dengan halus tetapi sigap karena kadang-kadang memberontak. Menangkap kelinci dengan telinga diangkat kemudian kulit leher di pegang dengan tangan kiri lalu pantatnya diangkat dengan tangan kanan dan di didekapkan ke dekat tubuh. d. Marmot Bagian punggung atas marmot diangkat dengan tangan kiri lalu bagian punggung bawah di pegang dengan tangan kanan.
1.4.2 Cara Memberikan Obat Pada Hewan Percobaan a. Mencit Oral : Cairan obat diberikan dengan menggunakan sonde oral, sonde oral ditempelkan pada langit-langit mulut atas mencit kemudian masukkan perlahan- lahan sampai ke esophagus dan cairan obat dimasukkan. Subkutan : Kulit di daerah tengkuk di angkat dan di bagian bawah kulit dimasukkan obat dengan menggunakan alat suntik 1 ml. Intra vena : Mencit dimasukkan ke dalam kandang restriksi mencit dengan bagian ekor menjulur keluar. Bagian ekor dicelupkan ke dalam air hangat agar pembuluh vena ekor mengalami dilatasi lalu pemberian obat ke dalam pembuluh vena menjadi mudah. Pemberian obat dilakukan dengan jarum suntik no.24. Intramuskular : Obat disuntikkan pada paha posterior dengan jarum suntik no.24. Intra peritoneal : Mencit dipegang dengan cara seperti pada 1.4.1, pada penyuntikkan posisi kepala lebih rendah dari abdomen. Jarum disuntikkan dengan sudut sekitar 10 0 dari abdomen pada daerah yang sedikit menepi dari garis tengah, agar jarum suntik tidak terkena kandung kemih dan tidak terlalu tinggi supaya tidak terkena penyuntikkan pada hati. b. Tikus Pemberian secara oral, intra muscular dan intra peritoneal dilakukan dengan cara sama pada mencit. Secara sub kutan dilakukan penyuntikkan di bawah kulit tengkuk atau kulit abdomen dan pemberian secara intra vena dilakukan pada vena penis ketimbang vena ekor. c. Kelinci Oral : Jarang dilakukan pemberian obat secara oral pada kelinci, tetapi dilakukan dengan cara alat penahan rahang dan pipa lambung. Subkutan : Dilakukan dengan penyuntikkan pada sisi sebelah pinggang atau tengkuk dengan kulit pada tengkuk diangkat lalu ditusukkan jarum no.15 dengan arah anterior. Penyuntikkan dilakukan pada vena marginalis di daerah dekat ujung telinga sebelum disuntik ujung telinga dibasahi dahulu dengan alcohol atau air hangat. Pada kelinci gelap di cukur dahulu bulunya sebelum disuntik. Intra muscular : Pemberian intra muscular dilakukan pada otot kaki belakang. Intraperitonial : Posisi kelinci diatur sehingga letak kepala lebih rendah daripada perut. Penyuntikkan di lakukan pada garis tengah di muka kandung kencing.
d. Marmot Oral : Dilakukan dengan menggunakan sonde oral. Intra dermal : Bulu marmot dicukur dahulu kemudian disuntikkan obat ke dalam kulit secara perlahan-lahan. Subkutan : Bagian kulit dicubit lalu ditusukkan jarum suntik ke bawah kulit dengan arah paralel dengan otot dibawahnya. Intraperitonial : Bagian punggung marmot dipegang sehingga perutnya agak menjolok ke muka. Jarum suntik ditusukkan dengan cara subkutan, sesudah masuk ke dalam kulit jarum di tegakkan sehingga menembus lapisan otot dan masuk ke dalam daerah peritoneum. Intramuskular : Jarum ditusukkan pada jaringan otot sampai menyentuh tulang paha. Pada penyuntikkan di bagian otot paha daerah posterior-lateral. Intra vena : Jarang dilakukan.
1.4.3 Cara Menganastesi Hewan Percobaan a. Mencit Senyawa-senyawa yang dapat digunakan untuk anastesi adalah : Eter Digunakan untuk anastesi singkat, dengan obat diletakkan pada suatu wadah kemudian hewan dimasukkan dan wadah ditutup. Bila hewan sudah kehilangan kesadaran hewan dikeluarkan dan siap dibedah. Pemberian berikutnya diberikan bantuan kapas yang di basahi dengan obat itu. Halotan : Obat ini digunakan untuk anestesi yang lebih lama. Pentobarbital natrium dan heksobarbital natrium : Dosis Pentobarbital natrium adalah 45-60 mg / kg untuk pemberian intra peritoneal dan 35 mg / kg untuk cara pemberian intra vena. Dosis heksobarbital natrium adalah 75 mg / kg untuk intraperitonial dan 47 mg / kg untuk pemberian intra vena. Uretan ( etil karabamat ) Uretan diberikan pada dosis 1000-1250 mg / kg secara intraperitonial dalam bentuk larutan 25% dalam air. b. Tikus Senyawa penganastesi sama dengan cara anastesi pada tikus umumnya sama seperti pada mencit. c. Kelinci Obat anastesi yang digunakan pentobarbital natrium dengan disuntik perlahan- lahan. Dosis untuk anastesi umum sekitar 22 mg / kg bb. Untuk anastesi singkat di gunakan setengah dosis di atas dengan di tambah eter agar pembiusan sempurna. d. Marmot Anastesi marmot dilakukan dengan menggunakan eter atau pentobarbital natrium. Eter di gunakan untuk anastesi singkat setelah hewan dipuasakan selama 12 jam. Dosis pentobarbital natrium adalah 28 mg / kg bb.
1.4.4 Cara Mengorbankan Hewan Percobaan Dilakukan untuk keperluan pengamatan. Dilakukan jika proses percobaan telah selesai dan hewan tidak digunakan untuk tahap percobaan selanjutnya. Berdasar pada pertimbangan ekonomis. Pemeliharaan hewan harus disertai tujuan jelas agar tidak menghamburkan biaya dan tempat. Hewan biasanya langsung dikorbankan dengan prinsip mematikan dalam waktu sesingkat mungkin dan rasa sakit seminimal mungkin. Mengorbankan hewan percobaan dilakukan dengan cara kimia atau cara fisika. a. Mencit Cara kimia dengan menggunakan eter atau pentobarbital natrium pada dosis mematikan. Cara fisik dilakukan dengan dislokasi leher. Proses dislokasi dilakukan dengan cara sbb : Ekor mencit di pegang kemudian ditempatkan pada permukaan yang bisa dijangkau (ram kawat penutup kandang) dengan begitu mencit akan meregangkan badannya kemudian pada tengkuk ditempatkan suatu penahan misalnya, pensil atau batang logam yang dipegang dengan tangan kiri kemudian bagian ekor ditarik keras dengan tangan kanan sehingga lehernya akan terdislokasi dan mencit akan terbunuh. b. Tikus Cara kimia dengan menggunakan eter atau pentobarbital natrium pada dosis mematikan. Cara fisik dilakukan dengan dislokasi leher. Tikus diletakkan di atas kain, kemudian badan tikus dibungkus dan kedua kaki depannya ikut terbungkus dengan kain kemudian dipukul bagian belakang telinga dengan tongkat atau tikus dipegang dengan perut menghadap ke atas kemudian bagian belakang kepala dipukul keras pada permukaan yang keras pada meja atau ekor tikus dipegang lalu diayunkan sampai tengkuknya terkena permukaan benda keras seperti bagian pinggir meja. c. Kelinci Cara kimia dengan menggunakan eter atau pentobarbital natrium pada dosis mematikan secara intra vena. Cara fisik dilakukan dengan proses sbb : Kaki belakang kelinci dipegang dengan tangan kiri sehingga badan dan kepala tergantung ke bawah menghadap ke kiri kemudian sisi telapak tangan kanan dipukulkan keras pada tengkuk kelinci dengan tongkat. d. Marmot Cara kimia dengan menggunakan eter atau pentobarbital natrium pada dosis mematikan secara intra vena. Cara fisik dilakukan dengan proses sbb : Tengkuk marmot dipukul keras dengan alat atau bagian belakang kepala marmot di pukul pada permukaan keras atau dapat dilakukan dengan dislokasi leher dengan tangan.
V. Data Pengamatan Cara memegang 1. Mencit Angkat mencit bagian ekornya dan usahakan mencit meregang badannya lalu cengkram tengkuknya dengan tangan kiri sampai mencit tidak bisa bergerak kesana kemari dan bagian mulut mencit akan terbuka sendirinya.
Pemberian Obat dengan Sonde Oral Sonde Oral Mencit harus dalam keadaan menengadah ke atas, lalu cengkram kuat dan masukkan sonde oral ke langit-langit mulut pastikan masuk karena bila tidak pasti sudah masuk akan keluar cairan obat dari mulut, tempelkan masukkan perlahan- lahan sampai cairan masuk ke tubuh. Dengan pemberian dosis 1 ml. Pemberian Obat dengan Subkutan Subkutan Mencit di pegang seperti cara sebelumnya, cubit bagian kulit tengkuk bila perlu basahi dengan air sampai terlihat kulit pada tengkuk suntikkan ke bawah kulit dengan cepat sampai menembus kulit pastikan mencit tidak bergerak kesana kemari agar penyuntikkan sempurna.
VI. Pembahasan Penggunaan hewan percobaan dalam penelitian ilmiah di bidang kedokteran atau biomedis telah berjalan puluhan tahun yang lalu. Sebagai pola kebijaksanaan pembangunan keselamatan manusia di dunia adalah adanya Deklarasi Helsinki,yang dihasilkan oleh Sidang Kesehatan Dunia ke-16 di Helsinki, Finlandia, pada tahun 1964. Deklarasi tersebut merupakan rekomendasi kepada penelitian kedokteran, yaitu tentang segi etik penelitian yang melibatkan manusia sebagai obyek penelitian. Disebutkan, perlunya dilakukan percobaan pada hewan sebelum percobaan di bidang biomedis maupun riset lainnya dilakukan atau diperlakukan terhadap manusia. Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan- persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetis/ keturunan dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, di samping faktor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi biologis yang mirip kejadiannya pada manusia. (Sulaksono, M.E., 1987) Ditinjau dari segi sistem pengelolaannya atau cara pemeliharaannya, di mana faktor keturunan dan lingkungan berhubungan dengan sifat biologis yang terlihat/karakteristik hewan percobaan, maka ada 4 golongan hewan, yaitu : 1. Hewan liar. 2. Hewan yang konvensional, yaitu hewan yang dipelihara secara terbuka. 3. Hewan yang bebas kuman spesifik patogen, yaitu hewan yang dipelihara dengan sistim barrier (tertutup). 4. Hewan yang bebas sama sekali dari benih kuman, yaitu hewan yang dipelihara dengan sistem isolator. Sudah barang tentu penggunaan hewan percobaan tersebut di atas disesuaikan dengan macam percobaan biomedis yang akan dilakukan. Semakin meningkat cara pemeliharaan, semakin sempurna pula hasil percobaan yang dilakukan. Dengan demikian, apabila suatu percobaan dilakukan terhadap hewan percobaan yang liar, hasilnya akan berbeda bila menggunakan hewan percobaan konvensional ilmiah maupun hewan yang bebas kuman. (Sulaksonono, M.E., 1987) Jenis-jenis Hewan percobaan: No Jenis hewan percobaan Spesies 1. Mencit (Laboratory mince) Mus musculus 2. Tikus (Laboratory Rat) Rattus norvegicus 3. Golden (Syrian) Haruster Mescoricetus auratus 4. Chinese Haruster Cricetulus griseus 5. Marmut Cavia porcellus (Cavia cobaya) 6. Kelinci Oryctolagus cuniculus 7. Mongolian gerbil Meriones unguiculatus 8. Forret Mustela putorius furo 9. Tikus kapas (cotton rat) Sigmodon hispidus 10. Anjing Canis familiaris 11. Kucing Fells catus 12. Kera ekor panjang (Cynomolgus) Macaca fascicularis (Macaca irus) 13. Barak Macaca nemestrina 14. Lutung/monyet daun Presbytis ctistata 15. Kera rhesus Macaca mulata 16. Chimpanzee Pan troglodytes 17. Kera Sulawesi Macaca nigra 18. Babi Sus scrofa domestica 19. Ayam Gallus domesticus 20. Burung dara Columba livia domestica 21. Katak Rana sp. 22. Salamander Hynobius sp. 23. Lain-lain
Tabel 1. Jenis-Jenis Hewan Percobaan (Sulaksonono, M.E., 1987) Pada percobaan kali ini praktikan menggunakan hewan percobaan mencit, tikus, kelinci, dan marmot. Tetapi yang benar-benar dilakukan untuk percobaan adalah mencit saja. Hewan-hewan tersebut dapat digunakan sebagai hewan percobaan untuk praktikum farmakologi ini karena struktur dan sistem organ yang ada di dalam tubuhnya hampir mirip dengan struktur organ yang ada di dalam tubuh manusia. Sehingga hewan-hewan tersebut biasa digunakan untuk uji praklinis sebelum nantinya akan dilakukan uji klinis yang dilakukan langsung terhadap manusia. Sebelum melakukan percobaan, terlebih dahulu praktikan harus mengetahui volume pemberian obat pada hewan percobaan. Volume cairan yang diberikan pada setiap jenis hewan percobaan tidak boleh melebihi batas maksimal yang telah ditetapkan. Karena kalau melebihi batas maksimal kemungkinan hewan percobaan akan mengalami efek farmakologis yang dapat membahayakannya. Berikut adalah daftar volume maksimal pemberian obat. Jenis hewan dan BB Cara pemberian dan volume maksimum dalam mililiter i.v i.m i.p s.c p.o Mencit (20-30 g) 0,5 0,05 1,0 0,5-1,0 1,0 Tikus (100 g) 1,0 0,1 2,0-5,0 2,0-5,0 5,0 Hamster (50 g) - 0,1 1,0-5,0 2,5 2,5 Marmut (250 g) - 0,25 2,0-5,0 5,0 10,0 Merpati (300 g) 2,0 0,5 2,0 2,0 10,0 Kelinci (2,5 kg) 5,0-10,0 0,5 10,0-20,0 5,0-10,0 20,0 Kucing (3 kg) 5,0-10,0 1,0 10,0-20,0 5,0-10,0 50,0 Anjing (5 kg) 10,0-20,0 5,0 20,0-50,00 10,0 100,0
Tabel 2. Volume Maksimal Cairan yang Boleh Diberikan pada Hewan Percobaan Keterangan : didistribusikan kedaerah yang lebih luas BB = bobot badab i.v = Intra Vena i.m = Intra Muscular i.p = Intra Peritoneal s.c = Sub Kutan p.o = Per Oral Untuk bahan senyawa aktif yang tidak larut air dapat diberikan dalam bentuk suspensi menggunakan gom sebagai suspensi dan dapat diberikan secara oral atau intraperitoneal. Untuk memperoleh efek farmakologis yang sama dari suatu obat pada spesies hewan percobaan, diperlukan data penggunaan dosis dengan menggunakan perbandingan luas permukaan tubuh setiap spesies.
Perbandingan Luas Permukaan Tubuh Hewan Percobaan (Untuk Konversi Dosis) Hewan dan BB rata-rata Mencit 20 g Tikus 200 g Marmut 400 g Kelinci 1,5 kg Kucing 2 kg Kera 4 kg Anjing 12 kg Manusia 70 kg Mencit 20 g 1,0 7,0 12,29 27,8 28,7 64,1 124,2 387,9 Mencit 20 g 0,14 1,0 1,74 3,9 4,2 9,2 17,8 60,5 Marmut 400 g 0,08 0,57 1,0 2,25 2,4 5,2 10,2 31,5 Kelinci 1,5 kg 0,04 0,25 0,44 1,0 1,06 2,4 4,5 14,2 Kucing 2 kg 0,03 0,23 0,41 0,92 1,0 2,2 4,1 13,0 Kera 4 kg 0,016 0,11 0,19 0,42 0,45 1,0 1,9 6,1 Anjing 12 kg 0,008 0,06 0,10 0,22 0,24 0,52 1,0 3,1 Manusia 70 kg 0,0026 0,018 0,031 0,07 0,76 0,16 0,32 1,0
Tabel 3. Perbandingan Luas Permukaan Tubuh Hewan Percobaan (Untuk Konversi Dosis) (Anonim, 2010) Cara mempergunakan tabel : Bila diinginkan dosis absolute pada manusia dengan BB 70 kg dari data dosis pada anjing 10 mg/kg (untuk anjing dengan bobot 12 kg), maka lebih dahulu dihitung dosis absolute pada anjing, yaitu (10 12) mg = 120 mg. Dengan mengambil factor konversi 3,1 dari table diperoleh dosis untuk manusia = (120 3,1) mg = 372 mg. Dengan demikian dapat diramalkan efek farmakologis suatu obat yang timbul pada manusia dengan dosis 382 mg / 70 kg BB adalah sama dengan yang timbul pada anjing dengan dosis 120 mg/ 12 kg BB, dari obat yang sama. Pada hewan percobaan ini ada faktor-faktor yang dapat memperngaruhi hasil percobaan, yaitu faktor internal dan eksternal.
1. Faktor internal Faktor internal yang dapat mempengaruhi hasil percobaan antara lain adalah variasi biologik (usia, jenis kelamin), ras dan sifat genetik, status kesehatan dan nutrisi, bobot tubuh, dan luas permukaan. Usia dan jenis kelamin berpengaruh pada hasil percobaan karena pada usia yang tepat pada fase hidup hewan tersebut, efek farmakologi yang dihasilkan akan lebih baik. Beda hasilnya jika usia hewan tersebut masih bayi. Jenis kelamin juga berpengaruh di lihat dari literature bobot badan hewan akan berbeda. Hal ini berpengaruh pada dosis yang akan di gunakan pada hewan percobaan tersebut. Begitu juga dengan ras dan sifat genetik, berpengaruh karena jika menggunakan hewan percobaan dengan ras dan sifat genetik yang berbeda-beda, maka hasil percobaannya juga akan berbeda. Hal ini karena gen pada setiap individu berbeda. Dengan gen yang berbeda-beda dan karakteristik yang berbeda pula, maka masing- masing memiliki perbedaan dalam perilaku, kemampuan imunologis, infeksi penyakit, kemampuan dalam memberikan reaksi terhadap obat, kemampuan reproduksi dan lain sebagainya. Status kesehatan dan nutrisi berpengaruh terhadap hasil percobaan karena efek yang dihasilkan dalam dosis akan cepat diserap oleh tubuh dan berlangsung cepat efek yang di hasilkan. Selain itu, bobot tubuh dan luas permukaan tubuh juga berpengaruh dalam hasil percobaan. Bobot dan luas permukaan tubuh hewan yang besar akan lebih membutuhkan lebih banyak dosis dibandingkan dengan yang memiliki bobot dan luas permukaan tubuh yang kecil untuk mendapatkan data kuantitatif yang akurat pada efek farmakologis yang terjadi. 2. Faktor eksternal Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi hasil percobaan antara lain adalah pemeliharaan lingkungan fisiologik (keadaan kandang, suasana asing atau baru, pengalaman hewan dalam penerimaan obat, keadaan ruangan tempat hidup seperti suhu, kelembaban udara, ventilasi, cahaya, kebisingan serta penempatan hewan), suplai oksigen, pemeliharaan keutuhan struktur ketika menyiapkan jaringan atau organ untuk percobaan. Meningkatnya kejadian penyakit infeksi pada hewan percobaan, disebabkan karena kondisi lingkungan yang jelek di mana hewan itu tinggal. Maka dengan meningkatnya kejadian penyakit infeksi dan disertai dengan keadaan nutrisi yang jelek pula, akan berakibat resistensi tubuh menurun, sehingga akan berpengaruh terhadap hasil suatu percobaan. Jadi, untuk menghasilkan hasil percobaan yang baik, faktor eksternal tersebut harus disesuaikan dengan karakteristik hewan percobaan agar hewan tersebut tidak stres. Karena kalau hewan tersebut stres akan menghambat percobaan.
Gambar 1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Reaksi pada Hewan Percobaan (Sulaksonono, M.E., 1992) Masih dalam rangka pengelolaan hewan percobaan secara keseluruhan, cara memegang hewan serta cara penentuan jenis kelaminnya perlu pula diketahui. Cara memegang hewan dari masing-masing jenis hewan adalah berbeda-beda dan ditentukan oleh sifat hewan, keadaan fisik (besar atau kecil) serta tujuannya. Kesalahan dalam caranya akan dapat menyebabkan kecelakaan atau hips ataupun rasa sakit bagi hewan (ini akan menyulitkan dalam melakukan penyuntikan atau pengambilan darah, misalnya) dan juga bagi orang yang memegangnya. (Sulaksono, M.E., 1992) a. Mencit Mencit adalah hewan percobaan yang sering dan banyak digunakan di dalam laboratorium farmakologi dalam berbagai bentuk percobaan. Hewan ini mudah ditangani dan bersifat penakut, fotofobik, cenderung berkumpul sesamanya dan bersembunyi. Aktivitasnya di malam hari lebih aktif. Kehadiran manusia akan mengurangi aktivitasnya Mencit dapat dipegang dengan memegang ujung ekornya dengan tangan kanan, Biarkan menjangkau / mencengkeram alas yang kasar (kawat kandang). Kemudian tangan kiri dengan ibu jari dan jari telunjuk menjepit kulit tengkuknya seerat / setegang mungkin. Ekor dipindahkan dari tangan kanan, dijepit antara jari kelingking dan jari manis tangan kiri. Dengan demikian, mencit telah terpegang oleh tangan kiri dan siap untuk diberi perlakuan. Jika cara penanganan mencit tidak sesuai, biasanya mencit akan buang air besar atau buang air kecil. Hal ini terjadi karena mencit merasa stres dan ketakutan. Selain itu, juga merupakan pertahanan diri untuk melindungi dirinya dengan mengeluarkan fesesnya. Begitu juga apabila hewan-hewan lain seperti tikus, kelinci, dan marmut akan melakukan hal yang sama jika mereka merasa terancam. b. Tikus Tikus berukuran lebih besar daripada mencit dan lebih cerdas. Umumnya tikus putih ini tenang dan demikian mudah digarap. Tidak begitu bersifat fotofobik dan tidak begitu cenderung berkumpul sesamanya seperti mencit. Aktivitasnya tidak begitu terganggu oleh kehadiran manusia di sekitarnya. Bila diperlakukan kasar atau mengalami defisiensi makanan, tikus akan menjadi galak dan sering dapat menyerang si pemegang. Seperti halnya pada mencit, tikus dapat ditangani dengan memegang ekornya dengan menarik ekornya bagian pangkal, biarkan kaki tikus mencengkeram alas yang kasar (kawat kandang), kemudian secara hatihati luncurkan tangan kiri dari belakang ke arah kepalanya seperti pada mencit tetapi dengan kelima jari, kulit tengkuk dicengkeram. Cara lain yaitu selipkan ibu jari dan telunjuk menjepit kaki kanan depan tikus sedangkan kaki kiri depan tikus di antara jari tengah dan jari manis. Dengan demikian tikus akan terpegang dengan kepalanya di antara jari telunjuk dan jari tengah. Pemegangan tikus ini dilakukan dengan tangan kiri sehingga tangan kanan kita dapat melakukan perlakuan. c. Kelinci Kelinci jarang sekali bersuara kecuali bila dalam keadaan nyeri yang luar biasa. Kelinci cenderung berontak bila merasa terganggu. Kelinci hendaklah diperlakukan dengan halus namun sigap karena ia cenderung berontak. Hewan ini dapat ditangkap dengan memegang kulit pada tengkuknya dengan tangan kiri kemudian pantatnya diangkat dengan tangan kanan dan didekapkan ke badan. Untuk perlakuan tertentu dapat digunakan kotak / kandang individual kelinci yang dapat menjaga kelinci agar tak dapat banyak bergerak (restriction box). d. Marmot Marmot sebenarnya jinak dan mudah diperlakukan. Marmot dipegang dengan mengangkat badannya dengan kedua tangan. Selain cara memegang hewan yang berbeda-beda, cara pemberian sediaan uji juga berbeda pada setiap hewan. Cara pemberian ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi respon obat pada hewan percobaan. Bentuk sediaan yang akan digunakan perlu disesuaikan dengan cara pemberian yang dipilih disamping juga sifat obat yang akan digunakan. a. Mencit y Oral Pemberian secara oral pada mencit dilakukan dengan alat suntik yang dilengkapi jarum oral atau sonde oral (berujung tumpul). Hal ini untuk meminimalisir terjadinya luka atau cedera ketika hewan uji akan diberikan sedian uji. Sonde oral ini dimasukkan ke dalam mulut, kemudian perlahan-lahan diluncurkan melalui langit-langit ke arah belakang sampai esophagus kemudian masuk ke dalam lambung. Perlu diperhatikan bahwa cara peluncuran/pemasukan sonde yang mulus disertai pengeluaran cairan sediaannya yang mudah adalah cara pemberian yang benar. Sebaiknya sebelum memasukan sonde oral, posisi kepala mencit adalah menengadah dan mulutnya terbuka sedikit, sehingga sonde oral akan masuk secara lurus ke dalam tubuh mencit. Cara pemberian yang keliru, masuk ke dalam saluran pernafasan atau paru-paru dapat menyebabkan gangguan pernafasan dan kematian. Praktikan dapat mengetahui pemberian obat secara oral ini berhasil atau tidak. Hal ini dapat dilihat dari cairan yang dimasukan tersebut. Bila dari hidung hewan uji keluar cairan seperti yang kita berikan menunjukkan adanya kesalahan dalam proses pemberian. Sedangkan bila berhasil, maka tidak akan terjadi apa-apa.
Gambar 2. Cara Memberikan Obat Secara Oral (Agiel, 2010) y Subkutan Injeksi subkutan (SC) atau pemberian obat melalui bawah kulit, hanya boleh digunakan untuk obat yang tidak menyebabkan iritasi jaringan. Penyuntikkan dilakukan di bawah kulit pada daerah kulit tengkuk dicubit di antara jempol dan telunjuk. Bersihkan area kulit yang mau disuntik dengan alkohol 70 %. Masukkan jarum suntik secara paralel dari arah depan menembus kulit. Diusahakan dilakukan dengan cepat untuk menghindari pendarahan yang terjadi karena pergerakan kepala dari mencit. Pemberian obat ini berhasil jika jarum suntik telah melewati kulit dan pada saat alat suntik ditekan, cairan yang berada di dalamnya dengan cepat masuk ke daerah bawah kulit.
Gambar 3. Cara Memberikan Obat Secara Subkutan (Agiel, 2010) y Intravena Penyuntikan dilakukan pada vena ekor. Hewan dimasukkan ke dalam kandang individual yang sempit dengan ekor dapat menjulang ke luar. Untuk memudahkan penyuntikan, dapat dilakukan dengan pemanasan di bawah lampu atau dengan air hangat untuk dilatasi vena. Pada saat melakukan injeksi, di dalam alat suntik tidak boleh ada udara. Karena jika di dalamnya ada udara, pada saat dimasukan ke dalam vena ekor, vena akan rusak dan tidak stabil serta ekor akan menggelembung. Untuk menanggulanginya keluarkan jarum dan masukkan kembali itu sedikit di atas awal injeksi. Jika pemberian obat secara intravena berhasil dengan posisi yang benar, maka akan terlihat pada vena jarum warnanya menjadi pucat.
Gambar 4. Cara Memberikan Obat Secara Intravena (Agiel, 2010) y Intramuskular Penyuntikan dilakukan ke dalam otot pada daerah otot paha.
Gambar 5. Cara Memberikan Obat Secara Intramuskular (Agiel, 2010) y Intraperitonial Mencit dipegang pada kulit punggungnya sehingga kulit abdomennya tegang, kemudian jarum disuntikkkan dengan membentuk sudut 10 dengan abdomen pada bagian tepi abdomen dan tidak terlalu ke arah kepala untuk menghindari terkenanya kandung kemih dan hati. (Sukati, 2010)
Gambar 6. Cara Memberikan Obat Secara Intraperitoneal (Agiel, 2010)
b. Tikus Cara-cara pemberian oral, intraperitoneal, subkutan, intramuskular, dan intravena dapat dilakukan seperti pada mencit. Penyuntikan subkutan dapat dilakukan pula pada daerah kulit abdomen. Tetapi penyuntikan secara intravena lebih mudah dilakukan pada vena penis tikus jantan dengan bantuan pembiusan hewan percobaan. Karena vena penis tikus lebih terlihat dibandingkan dengan vena ekor tikus. c. Kelinci y Oral Pemberian obat dengan cara oral pada kelinci jarang dilakukan. Tetapi bila dilakukan biasanya menggunakan alat penahan rahang dan pipa lambung. y Subkutan Cara pemberian ini dilakukan di bawah kulit di daerah tengkuk atau daerah sisi pinggang. Cara pemberian dilakukan dengan mengangkat kulit dan kemudian jarum ditusukkan ke bawah kulit. y Intravena Dilakukan pada vena marginalis telinga dan penyuntikan dilakukan pada daerah dekat ujung telinga. Untuk memperluas vena (mendilatasi vena), telinga diulas terlebih dahulu dengan air hangat atau alkohol. Pencukuran bulu bila perlu dapat dilakukan terutama pada hewan yang bulunya berwarna. y Intramuskular :Dilakukan pada otot kaki belakang. y Intraperitoneal Kelinci dipegang menggantung pada kaki belakangnya sehingga perut maju ke depan. Penyuntikan dapat dilakukan pada daerah garis tengah di muka kandung kemih. (Sukati, 2010) d. Marmot y Oral Pemberian oral kepada marmot dapat dilakukan dengan pipa lambung dengan bantuan hewan dianestetik lemah terlebih dahulu. y Intradermal Pemberian obat secara intradermal dilakukan dengan memasukan jarum suntik ke dalam kulit secara perlahan-lahan. Agar terlihat, bulu marmot dicukur terlebih dahulu. y Subkutan Penyuntikan dapat dilakukan pada daerah tengkuk: kulit dicubit kemudian jarum disuntikkan ke bawah kulit. y Intraperitoneal Penyuntikan dilakukan pada daerah perut agak ke kanan dari daerah garis tengah dan di atas tulang kematian. y Intramuskular Penyuntikan dilakukan ke dalam otot paha kaki belakang. y Intravena Pada marmot cara ini jarang digunakan. Penyuntikan dapat digunakan pada vena marginalis dengan jarum yang halus dan pendek (cara ini dapat dilakukan untuk marmot yang cukup besar) atau pada vena pada bagian paha dan penis dengan bantuan anestetik terlebih dahulu. (Sukati, 2010) Pada tiap cara pemberian ini kecuali oral, pembersihan dengan antiseptik pada daerah penyuntikan perlu dilakukan pada sebelum penyuntikan dan setelah penyuntikan. Jumlah volume penyuntikan dari tiap cara pemberian dan pada berbagai hewan percobaan berbeda-beda, sesuai dengan tabel kedua. Untuk kelancaran percobaan uji efek farmakologis suatu obat yang dilakukan pada hewan percobaan sebaiknya digunakan perlakuan anestesi. Perlakuan anestesi terhadap hewan percobaan kadang kala diperlakukan untuk memudahkan cara pemberian senyawa bioaktif tertentu (pemberian i.v pada vena penis tikus) dan untuk percobaan-percobaan tertentu, misalnya pengukuran tekanan darah insitu pada karotid hewan dengan manometer condon. (Sukati, 2010) Senyawa-senyawa yang dapat digunakan untuk anestesi adalah eter, halotan, pentobarbital natrium, heksobarbital natrium, dan uretan (etil karabamat). Pada setiap hewan percobaan yang berbeda, perlakuan anastesi, senyawa penganestesi serta dosisnya yang dipakai juga berbeda. a. Mencit y Eter Eter digunakan untuk anestesi singkat. Cara perlakuan anestesi adalah dengan meletakkan obat di dalam suatu wadah dan hewan dimasukan ke dalamnya dan wadah ditutup rapat. Bila hewan sudah kehilangan kesadaran , maka hewan sudah siap dilakukan uji percobaan. y Halotan Halotan digunakan untuk anestesi yang lebih lama. y Pentobarbital natrium dan heksobarbital natrium Senyawa pentobarbital natrium dan heksobarbital natrium dapat diberikan secara intravena dan intraperitonial dengan dosis yang berbeda. Dosis pentobarbital natrium untuk pemberian intravena adalah 35 mg/kg. Sedangkan dosis untuk pemberian intraperitoneal adalah 45-60 mg/kg. Dosis heksobarbital natrium untuk pemberian intravena adalah 47 mg/kg. Sedangkan dosis untuk pemberian intraperitoneal adalah 75 mg/kg. y Uretan Uretan diberikan dengan cara intraperitoneal pada dosis 1000-1250 mg/kg dalam bentuk larutan 25% dalam air. b. Tikus Senyawa untuk perlakuan anestesi yang digunakan pada tikus umumnya sama dengan yang dilakukan pada mencit. c. Kelinci Obat anestetika yang paling sering digunakan untuk kelinci adalah pentobarbital natrium dengan cara menyuntikkannya secara perlahan. Dosis untuk anestesi umum adalah 22 mg/kg. Untuk anestesi singkat biasanya digunakan setengah dosis dari 22 mg/kg. d. Marmot Obat anestetika untuk marmot biasanya digunakan eter atau pentobarbital natrium. Eter dapat digunakan untuk anestesi singkat setelah hewan dipuasakan selama kurang lebih 12 jam. Sedangkan dosis untuk pentobarbital natrium adalah 28 mg/kg. Apabila pada hewan percobaan terjadi keadaan rasa sakit yang hebat atau lama akibat suatu percobaan atau apabila mengalami kecelakaan, menderita sakit atau jumlahnya terlalu banyak dibandingkan dengan kebutuhan, maka perlu dilakukan pengorbanan hewan. Etanasi atau cara kematian tanpa rasa sakit perlu dilakukan sedemikian rupa sehingga hewan akan mati dengan seminimal mungkin rasa sakit. Pada dasarnya cara fisik yaitu dengan melakukan dislokasi leher adalah cara yang paling cepat, mudah dan berprikemanusiaan, tetapi cara perlakuan kematian juga perlu ditinjau bila ada tujuan dari pengorbanan hewan percobaan dalam rangkaian percobaan. (Sukati, 2010) Cara mengorbankan hewan percobaan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara kimia dan cara fisik. Pada umumnya untuk mengorbankan mencit, tikus, kelinci, dan marmot dilakukan dengan cara yang sama. Tetapi ada beberapa cara yang biasa dilakukan untuk mengorbankan tikus, kelinci, dan marmot. Cara kimia untuk mengorbankan mencit, tikus, kelinci, dan marmot adalah dengan menggunakan eter atau pentobarbital natrium pada dosis letalnya sehingga dapat membunuh hewan-hewan tersebut. Untuk cara fisik ada beberapa yang berbeda. Untuk mencit dan marmot bisa digunakan dislokasi leher. Caranya adalah dengan memegang ekor mencit atau marmot dan kemudian ditempatkan di ram kawat sampai hewan tersebut meregangkan badannya. Ketika hewan meregangkan badannya, pada bagian tengkuk diberi suatu penahan yang keras dan dipegang dengan tangan kiri. Sedangkan tangan kanan menarik ekornya dengan keras sampai lehernya terdilokasi dan hewan akan terbunuh. Untuk mengorbankan tikus, kelinci, dan marmot dapat dilakukan cara fisik sebagai berikut : Untuk tikus dilakukan dengan cara membungkus tubuh tikus didalam sehelai kain yang selanjutnya tikus dibunuh dengan cara memukul bagian belakang telinganya. Cara lain adalah dengan cara memegang perut tikus yang menghadap ke atas, kemudian bagian belakang kepalanya dipukulkan dengan keras pada permukaan yang keras atau dengan cara memegang ekor tikus yang kemudian diayunkan sampai tengkuknya tepat mengenai permukaan benda keras sehingga tikus akan terbunuh. Untuk kelinci dilakukan dengan cara memegang kaki belakang kelinci, sedangkan badan dan kepalanya tergantung ke bawah. Dengan menggunakan benda keras seperti tongkat, bagian tengkuk kelinci dipukul dengan keras sehingga kelinci dapat terbunuh. Untuk marmot, selain dilakukan dislokasi leher dapat juga dilakukan dengan cara memukul bagian tengkuk dengan keras menggunakan alat dan juga bisa dengan cara memukulkan bagian belakang kepala marmot pada permukaan keras.
VII. Kesimpulan y Penggunaan hewan percobaan sangat penting dalam penelitian ilmiah di bidang kedokteran/biomedis. y Volume cairan obat yang diberikan pada hewan percobaan tidak boleh melebihi batas maksimal yang telah ditetapkan. y Untuk memperoleh efek farmakologis yang sama dari suatu obat pada spesies hewan percobaan, diperlukan data penggunaan dosis dengan menggunakan perbandingan luas permukaan tubuh setiap spesies. y Terdapat faktor internal dan eksternal pada hewan percobaan yang dapat memperngaruhi hasil percobaan. y Cara memegang hewan dari masing-masing jenis hewan berbeda-beda dan ditentukan oleh sifat hewan, keadaan fisik (besar atau kecil) serta tujuannya. y Cara pemberian sediaan uji juga berbeda pada setiap hewan percobaan, dapat secara oral, subkutan, intravena, intramuskular, intraperitoneal, dan intradermal. y Untuk kelancaran percobaan uji efek farmakologis suatu obat yang dilakukan pada hewan percobaan sebaiknya digunakan perlakuan anestesi dengan senyawa eter, halotan, pentobarbital natrium, heksobarbital natrium, dan uretan (etil karabamat). y Apabila pada hewan percobaan terjadi keadaan rasa sakit yang hebat atau lama akibat suatu percobaan atau apabila mengalami kecelakaan, menderita sakit atau jumlahnya terlalu banyak dibandingkan dengan kebutuhan, maka perlu dilakukan pengorbanan hewan engan cara kima ataupun cara fisik.
Daftar Pustaka
Anonim. 2010. Penanganan Hewan Percobaan. Jakarta. http://medicafarma.blogspot.com/2010/04/penanganan-hewan-percobaan_24.html. Diakses tanggal 8 Oktober 2010 pukul 18.04 WIB. Kadis, Sukati dan Kus Haryono. Penanganan Umum dan Cara Pemberian Senyawa Bioaktif pada Beberapa Hewan Percobaan. http://www.scrib.com/doc/28455157/penanganan-hewan-coba. Diakses tanggan 8 Oktober 2010 pukul 20.46 WIB. Novianto, Agiel. 2010. Cara Pemberian vs Profil Farmakokinetik Obat. Surakarta. http://agiel-novianto-blogspot.com/2010/02/pengaruh-cara-pemberian-versus- absorbsi.html. Diakes tanggal 8 Oktober 2010 pukul 20.08 WIB. Sulaksono, M.E., 1987. Peranan, Pengelolaan dan Pengembangan Hewan Percobaan . Jakarta. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/16_PerkembangbiakanHewanPercobaan.pdf/16 _PerkembangbiakanHewanPercobaan.html. Diakses tanggal 8 Oktober 2010 pukul 20.00 WIB. Sulaksono, M.E., 1992. Faktor Keturunan dan Lingkungan Menentukan Karakteristik Hewan Percobaan dan Hasil Suatu Percobaan Biomedis. Jakarta. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15_FaktorKeturunandanLingkungan.pdf/15_Fa ktorKeturunandanLingkungan.html http://Ariani88.blogspot.com/../mencit.html. di akses tanggal 10-10-10 pukul 19.00 http://eprints.usm.my/6462/1cirimencit/com. di akses tanggal 10-10-10 pukul 19.05 http://kamus.lamdak.com/cari/cirri-cirimencit. di akses tanggal 10-10-10 pukul 19.00 http://top-pdf.com/cirri-mencit.html. di akses tanggal 10-10-10 pukul 19.00