Anda di halaman 1dari 21

TOPIK PRESENTASI KASUS

TRAUMA KIMIA PADA MATA

Laporan dibuat untuk memenuhi tugas kelompok presentasi kasus


Kepaniteraan Modul Ilmu Kesehatan Mata Tingkat IV
Tahun Ajaran 2008-2009

Disusun oleh:
Achmad Rafli

0105000042

Ana Asmara Jannati

0105007039

Anindita Wicitra

010500028X

Narasumber:
Dr. Hernawita, SpM

Departemen Ilmu Kesehatan Mata


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Jakarta, Oktober 2008

BAB I
PENDAHULUAN
Trauma pada mata akan mengakibatkan kerusakan mata serta menyebabkan timbulnya
penyulit yang dapat menyebabkan menurunnya fungsi penglihatan. Trauma pada mata dapat
disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya trauma tumpul, trauma tembus bola mata, trauma kimia
serta trauma radiasi.1 Pada makalah ini akan lebih dibahas mengenai trauma kimia.
Luka bakar pada sklera, konjungtiva, kornea, dan kelopak mata disebut sebagai luka bakar
okular. Luka bakar okular diklasifikasikan berdasarkan agen etiologinya seperti trauma kimia (asam,
basa) atau trauma energi radiasi (panas, ultraviolet). Trauma kimia, terutama yang melibatkan kornea
digolongkan sebagai kedaruratan oftalmologik. 6
Sebagian besar bahan kimia dapat menyebabkan iritasi mata, dan sebagian kecil dapat
menyebabkan kerusakan hebat seperti komponen asam atau basa. Trauma basa lebih sering dan lebih
berbahaya. Irigasi terus-menerus yang segera, diikuti manajemen awal yang agresif dan monitoring
jangka panjang sangat diperlukan untuk penyembuhan permukaan okular dan memberikan
kesempatan rehabilitasi visual. 5
Sebagai seorang dokter umum, diperlukan ketepatan dalam mendiagnosis dan melakukan
rujukan kepada seorang oftalmologis. Trauma kimia yang terjadi pada mata sering sekali menyebabkan
kebutaan, penyebab yang utama biasanya karena kecelakaan tempat kerja, terutama pekerjaan yang
berhubungan dengan bahan kimia, selain itu penyebab lain seperti karena kesengajaan (tindakan
bunuh diri) tidak terlalu sering terjadi. Sebanyak dua per tiga kecelakaan kimia terjadi saat bekerja
sedangkan sisanya terjadi di dalam rumah tangga. 3 Trauma kimia dapat disebabkan oleh bahan alkali
kuat maupun bahan asam kuat.
Pengaruh bahan kimia tersebut sangat tergantung pada pH, kecepatan dan jumlah bahan
kimia.1 Oleh karena itu trauma karena asam dan basa kuat lebih berbahaya. Trauma karena bahan
alkali dua kali lebih sering dibandingkan karena bahan asam, karena alkali lebih banyak digunakan
dalam industri dan rumah tangga. 3 Trauma yang disebabkan oleh bahan alkali lebih cepat merusak
dan menembus kornea dibandingkan bahan asam. Trauma asam kuat dapat menyebabkan
pengendapan dan penggumpalan protein, sementara trauma basa dapat menyebabkan penghancuran
jaringan kolagen kornea. 1 Pada trauma kimia basa dapat menembus ke dalam bilik mata depan dalam
waktu 7 detik, karena sifat bahan basa yaitu koagulasi sel dan proses penyabunan yang disertai
dengan dehidrasi. 1
Penatalaksanaan yang diberikan terutama melakukan irigasi secepatnya dengan bahan
fisiologis atau air bersih. Irigasi sebaiknya dilakukan sesegera mungkin dan cukup lama, paling sedikit
2

15-30 menit.1 Selain itu perlu juga ditentukan jenis bahan kimia yang mengenai mata, hal ini bisa
didapatkan dari anamnesis serta pemeriksaan dengan kertas lakmus untuk menentukan sifat bahan,
apakah sifat asam kuat atau basa kuat. Hal ini penting dilakukan karena dalam tatalaksana diperlukan
langkah untuk menetralisasi bahan. Sebagai dokter umum, kita juga perlu menentukan kasus yang
memerlukan rujukan segera.
Trauma kimia yang parah memerlukan perawatan yang lama dan intensif di rumah sakit serta
kunjungan rawat jalan yang juga berlangsung lama. Pemulihan dan rehabilitasi membutuhkan waktu
berbulan-bulan. Sebagai akibat dari kehilangan penglihatan sesisi atau kedua-duanya maka pasien
bisa kehilangan kemampuan mengemudi, kehilangan pekerjaan dan menjadi tergantung dengan orang
lain. 4

BAB II
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. A

Usia

: 25 tahun

Alamat

: Jl. Asem Baris raya no. 4

MR

: 325-37-10

KELUHAN UMUM
Mata kanan merah dan buram sejak 1 jam smrs
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Satu jam yang lalu,mata kanan merah dan buram karena terkena Porstek (basa), silau +, nyeri -, rasa
mengganjal +, rasa terbakar -, berair + . Pasien kemudian merendam matanya dalam mangkuk berisi
air keran selama 10 menit. Di IGD telah diberikan cindocitrol, EDTA, SA, dan vit C. Pasien menolak
rawat inap.
STATUS OPHTALMOLOGIS
OD

6/18 proyeksi baik


Edema
Injeksi silier
Erosi kornea +, iskemi limbus +
Dalam
Bulat, sentral, refleks cahaya +
Jernih
Kesan baik

OS

Visus
Palpebra
Konjungtiva
Kornea
BMD
Iris / pupil
Lensa/vitreus
Funduskopi

6/5 proyeksi baik


Tenang
Tenang
Jernih
Dalam
Bulat, sentral, refleks cahaya +
Jernih
Kesan baik

DIAGNOSIS: trauma kimia basa grade I OD


TERAPI: -

cendo citrol ED 6x OD

EDTA 4x OD

SA 2x OD

Conforst ED 6x OD + patching OD

Vit C 4x 500 IU

Bab III
TINJAUAN PUSTAKA
Trauma kimia pada mata merupakan kedaruratan di bidang penyakit mata, terutama yang
melibatkan kornea.6 Trauma kimia pada mata memerlukan perawatan segera, sebelum dilakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap. 3
Trauma kimia yang parah memerlukan perawatan yang lama dan intensif di rumah sakit serta
kunjungan rawat jalan yang juga berlangsung lama. Pemulihan dan rehabilitasi membutuhkan waktu
berbulan-bulan. Sebagai akibat dari kehilangan penglihatan sesisi atau kedua-duanya maka pasien
bisa kehilangan kemampuan mengemudi, kehilangan pekerjaan dan menjadi tergantung dengan orang
lain. 4
Di Amerika serikat trauma kimia merupakan penyebab sekitar 10 % kunjungan pasien ke
rumah sakit dengan keluhan pada mata. Lebih dari 60 % trauma terjadi di tempat kerja, dan 30 %
terjadi di rumah. 5
Sekitar 20 % trauma kimia menyebabkan gangguan penglihatan dan kosmetik, hanya 15 %
pasien dengan trauma kimia berat yang dapat mencapai penglihatan fungsionalnya setelah dilakukan
rehabilitasi. Trauma kimia dapat terjadi pada seluruh usia, namun kebanyakan terjadi pada usia 16-45
tahun. Pria 3 kali lebih sering terkena dari wanita, hal ini mungkin akibat predominasi pria dalam
pekerjaan perindustrian, seperti konstruksi dan pertambangan yang risiko tinggi untuk trauma okular. 5
Akibat yang ditimbulkan pada mata sangat tergantung pada jenis bahan kimia, konsentrasi,
lama pajanan, jumlah mengenai mata dan dalamnya penetrasi bahan kimia tersebut. Mekanisme
trauma berbeda antara zat asam dan basa. Dibanding bahan asam, maka trauma basa cepat dapat
merusak dan menembus kornea. 1,2,3
Trauma Asam
Asam terdisosiasi menjadi ion-ion Hidrogen dan anion di kornea. Molekul hidrogen merusak
permukaan bola mata dengan merubah pH, sedangkan anion menyebabkan denaturasi, presipitasi dan
koagulasi protein pada epitel epitel kornea yang terpajan. 5,6 Presipitasi dan koagulasi permukaan bola
mata disebut nekrosis koagulatif.

Koagulasi protein mencegah terjadinya penetrasi asam lebih

dalam,2,5,6 sehingga bila konsentrasi tidak tinggi tidak akan bersifat destruktif seperti trauma alkali.
Umumnya kerusakan yang terjadi bersifat nonprogresif dan hanya pada bagian superfisial saja. 5
Asam hidrofluorat adalah pengecualian dalam kasus trauma akibat asam. Asam hidrofluorat
adalah asam lemah yang dapat melewati membran sel dengan cepat, dalam keadaan tetap tidak
terionisasi,6 sementara ion fluoride berpenetrasi lebih baik ke stroma dibanding asam lainnya sehingga
6

menyebabkan kerusakan yang lebih parah di segmen anterior. 5 Karena itu asam hidrofluorat bekerja
seperti basa, menyebabkan nekrosis liquefactive.6 Ion fluoride yang dilepaskan ke dalam sel dapat
menginhibisi enzim glikolitik dan dapat bergabung dengan kalsium dan magnesium, membentuk
kompleks tidak larut. Nyeri lokal yang hebat diduga sebagai akibat dari kegagalan imobilisasi kalsium,
yang kemudian mendorong stimulasi syaraf oleh perpindahan potassium.6
Komplikasi paling serius dari trauma asam adalah jaringan parut konjungtiva dan kornea,
vaskularisasi kornea, glaukoma dan uveitis. 7 Biasanya trauma akibat asam akan normal kembali,
sehingga tajam penglihatan tidak banyak terganggu. 1
Bila mata terkena trauma suatu bahan asam maka akan terjadi peristiwa berikut:
a. Pada minggu pertama:

Terjadi koagulasi protein epitel kornea yang mengakibatkan kekeruhan pada kornea, demikian
pula terjadi koagulasi protein konjungtiva bulbi. Koagulasi protein ini terbatas pada daerah

kontak asam dengan jaringan.


Akibat koagulasi protein ini kadang-kadang seluruh kornea terkelupas
Koagulasi protein ini dapat mengenai jaringan yang lebih dalam seperti stroma kornea,

keratosit dan endotel kornea


Bila terjadi penetrasi jaringan yang lebih dalam akan terjadi edem kornea, iritis, dan katarak
Bila trauma disebabkan asam lemah maka regenerasi epitel akan terjadi dalam beberapa hari

dan kemudian sembuh


Bila trauma disebabkan asam kuat maka stroma kornea akan berwarna kelabu infiltrasi sel
radang ke dalamnya. Infiltrasi sel ke dalam stroma oleh bahan asam terjadi dalam waktu 24

jam
Beberapa menit atau beberapa jam sesudah trauma asam konjungtiva bulbi menjadi hiperemis

dan kemotik. Kadang-kadang terdapat perdarahan pada konjungtiva bulbi.


Tekanan bola mata akan meninggi pada hari pertama, yang kemudian dapat menjadi normal
atau merendah.

b. Trauma asam pada minggu 1-3:

Umumnya trauma asam mulai sembuh pada minggu kesatu sampai ketiga ini
Pada trauma asam yang berat akan terbentuk ulkus kornea dengan vaskularisasi yang bersifat

progresif
Keadaan terburuk akibat trauma asam pada saat ini ialah berupa vaskularisasi berat pada
kornea

c. Trauma asam sesudah 3 minggu:


Trauma asam yang tidak sangat berat akan sembuh sesudah 3 minggu

Pada endotel dapat terbentuk membran fibrosa yang merupakan bentuk penyembuhan
kerusakan endotel

Trauma Basa
Basa terdisosiasi menjadi ion hidroksil dan kation di permukaan bola mata. Ion hidroksil
membuat reaksi saponifikasi pada membran sel asam lemak, sedangkan kation berinteraksi dengan
kolagen stroma dan glikosaminoglikan. Jaringan yang rusak ini menstimulasi respon inflamasi, yang
merangsang pelepasan enzim proteolitik, sehingga memperberat kerusakan jaringan. Interaksi ini
menyebabkan penetrasi lebih dalaM melalui kornea dan segmen anterior. Hidrasi lanjut dari
glikosaminoglikan menyebabkan kekeruhan kornea. 5 Kolagenase yang terbentuk akan menambah
kerusakan kolagen kornea.1 Berlanjutnya aktivitas kolagenase menyebabkan terjadinya perlunakan
kornea.7
Hidrasi kolagen menyebabkan distorsi dan pemendekan fibril sehingga terjadi perubahan pada
jalinan trabekulum yang selanjutnya dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. Mediator
inflamasi yang dikeluarkan pada proses ini merangsang pelepasan prostaglandin yang juga dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. 5,7 Basa yang menembus dalam bola mata akan dapat
merusak retina sehingga akan berakhir dengan kebutaan penderita. 1
Trauma akibat bahan kimia basa akan memberikan akibat yang sangat gawat pada mata.
Basa akan menembus dengan cepat ke kornea, bilik mata depan dan sampai pada jaringan retina.
Proses yang terjadi disebut nekrosis liquefactive. Bahan akustik soda dapat menembus ke dalam bilik
mata depan dalam waktu 7 detik.1,8
Penyulit yang dapat ditimbulkan oleh trauma basa adalah simblefaron, kekeruhan kornea,
edema dan neovaskularisasi kornea, katarak, disertai dengan terjadi ftisis bola mata.1 Penyulit jangka
panjang dari luka bakar kimia adalah glaukoma sudut tertutup, pembentukan jaringan parut kornea,
simblefaron, entropion, dan keratitis sika. 7
Trauma Iritasi
Adalah trauma kimia oleh zat iritan yang cenderung memiliki pH yang netral. Gejala atau
keluhan yang ditimbulkan cenderung lebih berat dibandingkan kerusakan sebenarnya. Banyak deterjen
rumah tangga yang masuk ke dalam kategori ini.
Pepper spray termasuk ke dalam golongan iritan. Pajanan yang terjadi dapat memberikan rasa
nyeri yang signifikan, namun pada umumnya tidak akan mempengaruhi daya pandang, dan amat
jarang menyebabkan kerusakan pada mata.9

Patogenesis
Bahan asam dan basa menyebabkan trauma dengan mekanisme yang berbeda. Baik bahan
asam (pH<4) dan alkali (pH>10) dapat menyebabkan terjadinya trauma kimia. Kerusakan jaringan
akibat trauma kimia ini secara primer akibat proses denaturasi dan koagulasi protein selular, dan
secara sekunder melalui kerusakan iskemia vaskular. Bahan asam menyebabkan terjadinya nekrosis
koagulasi dengan denaturasi protein pada jaringan yang berkontak. Hal ini disebabkan karena bahan
asam cenderung berikatan dengan protein jaringan dan menyebabkan koagulasi pada epitel
permukaaan. Timbulnya lapisan koagulasi ini merupakan barier terjadinya penetrasi lebih dalam dari
bahan asam sehingga membatasi kerusakan lebih lanjut. Oleh karena itu trauma asam sering terbatas
pada jaringan superfisial. 10
Terdapat pengecualian yaitu asam hidrofluorik yang dapat menyebabkan nekrosis likuefaksi
yang mirip pada alkali. Bahan asam hidrofluorik ini dapat dengan cepat menembus kulit sampai ke
pembuluh darah sehingga terjadi diseminasi ion fluoride. Ion fluoride ini kemudian mempresipitasi
kalsium sehingga menyebabkan hipokalsemi dan metastasis kalsifikasi yang dapat mengancam jiwa. 10
Bahan alkali dapat menyebabkan nekrosis likuefaksi yang potensial lebih berbahaya
dibandingkan bahan asam. Larutan alkali mencairkan jaringan dengan jalan mendenaturasi protein dan
saponifikasi jaringan lemak. Larutan alkali ini dapat terus mempenetrasi lapisan kornea bahkan lama
setelah trauma terjadi. 10
Kerusakan jangka panjang pada konjungtiva dan kornea meliputi defek pada epitel kornea,
simblefaron serta pembentukan jaringan sikatriks. Penetrasi yang dalam dapat menyebabkan
pemecahan dan presipitasi glikosaminoglikan dan opasitas lapisan stroma kornea. Jika terjadi
penetrasi pada bilik mata depan, dapat terjadi kerusakan iris dan lensa. Kerusakan epitel silier dapat
menggangu sekresi asam askorbat yang diperlukan untuk produksi kolagen dan repair kornea. Selain
itu dapat terjadi hipotoni dan ptisis bulbi. 3
Proses penyembuhan dapat terjadi pada epitel kornea dan stroma melalui proses migrasi sel
epitel dari stem cells pada daerah limbus. Kolagen stroma yang rusak akan difagositosis dan dibentuk
kembali. 3

Klasifikasi derajat berat trauma kimia


Gradasi dan prognosis trauma kimia ditentukan berdasarkan kerusakan kornea dan iskemia
limbus. Iskemia limbus merupakan faktor klinis yang sangat penting karena menunjukkan level
kerusakan pada pembuluh darah di limbus dan mengindikasikan kemampuan stem sel kornea (yang
9

terdapat di limbus) untuk regenerasi kornea yang rusak. Oleh karena itu, pada trauma kimia mata putih
lebih berbahaya dibanding mata merah.
Ada 2 jenis klasifikasi derajat trauma kimia yang sering digunakan pada praktek sehari-hari.
Derajat beratnya trauma kimia (menurut Roper-Hall) dibagi atas : 3

Grade I : kornea jernih, tidak terdapat iskemia limbus (prognosis sangat baik)

Grade II : kornea hazy tetapi detail iris masih tampak, dengan iskemia limbus < sepertiga
(prognosis baik)

Grade III :detail iris tidak terlihat, iskemia limbus antara sepertiga sampai setengah

Grade IV : kornea opak, dengan iskemia limbus lebih dari setengah (prognosis sangat buruk)

Gradasi klinis berdasarkan kerusakan stem sel limbus (menurut kriteria Hughes), yang digunakan
di departemen mata RSCM yaitu :
I.

Iskemia limbus yang minimal atau tidak ada

II.

Iskemia kurang dari 2 kuadran limbus

III.

Iskemia lebih dari 3 kuadran limbus

IV.

Iskemia pada seluruh limbus, seluruh permukaan epitel konjungtiva dan bilik mata depan

Selain pembagian tersebut diatas, khusus untuk trauma basa dapat diklasifikasikan
menurut Thoft menjadi :

Derajat 1 : hiperemi konjungtiva disertai dengan keratitis pungtata

Derajat 2 : hiperemi konjungtiva disertai dengan hilangnya epitel kornea

Derajat 3 : hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan lepasnya epitel kornea

Derajat 4 :konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50% 11

Gejala klinis
Diagnosis trauma kimia pada mata lebih sering didasarkan pada anamnesis dibandingkan atas
dasar tanda dan gejala. Pasien biasanya mengeluhkan nyeri dengan derajat yang bervariasi, fotofobia,
penurunan penglihatan serta adanya halo di sekitar cahaya. 10
Umumnya pasien datang dengan keluhan adanya riwayat terpajan cairan atau gas kimia pada
mata. Keluhan pasien biasanya nyeri setelah terpajan, rasa mengganjal di mata, pandangan kabur,
fotofobia, mata merah dan rasa terbakar. 5
Jenis bahan sebaiknya digali, misalnya dengan menunjukkan botol bahan kimia, hal ini dapat
membantu menentukan jenis bahan kimia yang mengenai mata. Waktu dan durasi dari pajanan, gejala
yang timbul segera setelah pajanan, serta penatalaksanaan yang telah diberikan di tempat kejadian
juga merupakan anamnesis yang dapat membantu dalam diagnosis. 10
10

Pemeriksaan Fisik5
Pemeriksaan fisik yang cermat harus ditunda setelah dilakukan irigasi yang banyak pada mata
yang terkena dan PH mata telah netral. Setelah dilakukan irigasi, dilakukan pemeriksaan dengan
seksama terutama melihat kejernihan dan integritas kornea, iskemia limbus dan tekanan intraokular.
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan pemberian anestesi topikal.
Tanda-tanda yang dapat ditemui pada pemeriksaan fisik dan oftalmologi adalah :

Defek epitel kornea, dapat ringan berupa keratitis pungtata sampai kerusakan seluruh epitel.
Kerusakan semua epitel kornea dapat tidak meng-up take fluoresin secepat abrasi kornea
sehingga dapat tidak teridentifikasi.

Kekeruhan kornea yang dapat bervariasi dari kornea jernih sampai opasifikasi total sehingga
menutupi gambaran bilik mata depan.

Perforasi kornea. Sangat jarang terjadi, biasa pada trauma berat yang penyembuhannya tidak
baik.

Reaksi inflamasi bilik mata depan, dalam bentuk flare dan cells. Temuan ini biasa terjadi pada
trauma basa dan berhubungan dengan penetrasi yang lebih dalam.

Peningkatan tekanan intraokular

Kerusakan / jaringan parut pada adneksa. Pada kelopak mata hal ini menyebabkan kesulitan
menutup mata sehingga meng-exspose permukaan bola yang telah terkena trauma.

Inflamasi konjungtiva.

Iskemia perilimbus

Penurunan tajam penglihatan. Terjadi karena kerusakan epitel, kekeruhan kornea, banyaknya
air mata.
Pada trauma derajat ringan sampai sedang biasanya yang dapat ditemukan berupa kemosis,

edema pada kelopak mata, luka bakar derajat satu pada kulit sekitar, serta adanya sel dan flare
pada bilik mata depan. Pada kornea dapat ditemukan keratitis pungtata sampai erosi epitel kornea
dengan kekeruhan pada stroma. Sedangkan pada derajat berat mata tidak merah, melainkan putih
karena terjadinya iskemia pada pembuluh darah konjungtiva. Kemosis lebih jelas, dengan derajat
luka bakar yang lebih berat pada kulit sekitar mata, serta opasitas pada kornea. 10
Penyebab5

Alkali:Ammonia , Lye, Potassium hydroxide, Magnesium hydroxide, Lime

11

Produk yang mengandung alkali : Fertilizers, produk pembersih(ammonia), drain cleaners (lye),
Oven cleaners, Potash (potassium hydroxide), Fireworks (magnesium hydroxide),Cement
(lime)

Asam: Sulfuric acid, Sulfurous acid (paling sering), Hydrofluoric acid (paling fatal) , Acetic
acid,Chromic acid,Hydrochloric acid

Produk yang mengandung asam : Baterai(sulfuric),Glass polish (hydrofluoric),Vinegar (acetic)

Produk yang mengandung iritan : Pepper spray

Pemeriksaan penunjang 5
Pemeriksaan PH permukaan bola mata secara periodik dan melanjutkan irigasi sampai PH
netral. Selain itu, pemeriksaan seperti tes flourescein, tes tonometri Goldman, tes Schimmer, tes
sitologi impresi juga perlu dilakukan. Pemeriksaan laboratorium diperlukan jika terdapat kelainan
sistemik lain.
Tatalaksana
Trauma kimia merupakan trauma mata yang membutuhkan tatalaksana sesegera mungkin. Tujuan
utama dari terapi adalah menekan inflamasi, nyeri, dan risiko inflamasi. 6 Tatalaksana emergensi yang
diberikan yaitu: 10
1. Irigasi mata, sebaiknya menggunakan larutan Salin atau Ringer laktat selama minimal 30
menit. Jika hanya tersedia air non steril, maka air tersebut dapat digunakan. Larutan asam
tidak boleh digunakan untuk menetralisasi trauma basa. Spekulum kelopak mata dan
anestetik topikal dapat digunakan sebelum dilakukan irigasi. Tarik kelopak mata bawah dan
eversi kelopak mata atas untuk dapat mengirigasi fornices.
2. Lima sampai sepuluh menit setelah irigasi dihentikan, ukurlah pH dengan menggunakan
kertas lakmus. Irigasi diteruskan hingga mencapai pH netral (pH=7.0)
3. Jika pH masih tetap tinggi, konjungtiva fornices diswab dengan menggunakan moistened
cotton-tipped applicator atau glass rod. Penggunaan Desmarres eyelid retractor dapat
membantu dalam pembersihan partikel dari fornix dalam.
Selanjutnya, tatalaksana untuk trauma kimia derajat ringan hingga sedang meliputi: 10
1. Fornices diswab dengan menggunakan moistened cotton-tipped applicator atau glass rod
untuk membersihkan partikel, konjungtiva dan kornea yang nekrosis yang mungkin masih
mengandung bahan kimia. Partikel kalsium hidroksida lebih mudah dibersihkan dengan
menambahkan EDTA.

12

2. Siklopegik (Scopolamin 0,25%; Atropin 1%) dapat diberikan untuk mencegah spasme silier dan
memiliki efek menstabilisasi permeabilitas pembuluh darah dan mengurangi inflamasi.
3. Antibiotik topikal spektrum luas sebagai profilaksis untuk infeksi. (tobramisin, gentamisin,
ciprofloxacin, norfloxacin, basitrasin, eritromisin)
4. Analgesik oral, seperti acetaminofen dapat diberikan untuk mengatasi nyeri.
5. Jika terjadi peningkatan tekanan intraokular > 30 mmHg dapat diberikan Acetazolamid (4x250
mg atau 2x500 mg ,oral), beta blocker (Timolol 0,5% atau Levobunolol 0,5%).
6. Dapat diberikan air mata artifisial (jika tidak dilakukan pressure patch).
Tatalaksana untuk trauma kimia derajat berat setelah dilakukan irigasi, meliputi: 10
1. Rujuk ke rumah sakit untuk dilakukan monitor secara intensif mengenai tekanan intraokular
dan penyembuhan kornea.
2. Debridement jaringan nekrotik yang mengandung bahan asing
3. Siklopegik (Scopolamin 0,25%; Atropin 1%) diberikan 3-4 kali sehari.
4. Antibiotik topikal (Trimetoprim/polymixin-Polytrim 4 kali sehari; eritromisin 2-4 kali sehari)
5. Steroid topikal ( Prednisolon acetate 1%; dexametasone 0,1% 4-9 kali per hari). Steroid
dapat mengurangi inflamasi dan infiltrasi netrofil yang menghambat reepitelisasi. Hanya boleh
digunakan selama 7-10 hari pertama karena jika lebih lama dapat menghambat sintesis
kolagen dan migrasi fibroblas sehingga proses penyembuhan terhambat, selain itu juga
meningkatkan risiko untuk terjadinya lisis kornea (keratolisis). Dapat diganti dengan nonsteroid anti inflammatory agent.
6. Medikasi antiglaukoma jika terjadi peningkatan tekanan intraokular. Peningkatan TIO bisa
terjadi sebagai komplikasi lanjut akibat blokade jaringan trabekulum oleh debris inflamasi.
7. Diberikan pressure patch di setelah diberikan tetes atau salep mata.
8. Dapat diberikan air mata artifisial.
Selain pengobatan tersebut diatas, pemberian obat-obatan lain juga bermanfaat dalam
menurunkan proses inflamasi, meningkatkan regenerasi epitel dan mencegah ulserasi kornea. Obat
tambahan yang biasa diberikan: 3

Asam askorbat : berfungsi untuk meningkatkan produksi kolagen, diberikan secara topikal dan
sistemik. Beberapa riset menunjukkan pemberian topikal asam askorbat 10% terbukti dapat
menekan perforasi kornea. Akan tetapi, tatalaksana ini baru digunakan pada tahap
eksperimental (asam askorbat topikal 10% , setiap 2 jam dan sistemik 4x 2 g per hari). 6

Asam sitrat : merupakan inhibitor kuat terhadap aktivitas neutrofil. Pemberian topikal 10%
setiap 2 jam selama 10 hari.

13

Tetrasiklin : membantu menghambat proses kolagenase,

menghambat neutrofil dan

mengurangi ulserasi. Biasanya pemberian secara topikal dan sistemik (doksisiklin 2 x 100 mg) 3

Untuk tatalaksana trauma oleh asam hidrofluorat, medikasi yang optimum masih belum
dilakukan. Beberapa studi menggunakan 1% calcium gluconate sebagai media irigasi atau
untuk tetes mata. Bahan bahan mengandung Magnesium juga digunakan pada kasus ini.
Sayangnya, masih sedikit penelitian yang mendukung efektifitas terapi terapi tersebut. Irigasi
mengunakan magnesium klorida terbukti tidak bersifat toksik terhadap mata. Efek positif dari
terapi ini dilaporkan masih dapat ditemukan walaupun pada pemberian 24 jam setelah cedera,
dimana medikasi lainnya sudah tidak berguna. Beberapa penulis merekomendasikan
penggunaan sebagai tetes mata setiap 2 3 jam atas pertimbangan irigasi dapat mengiritasi
mata dan menimbulkan ulserasi kornea. 6

Injeksi subkonjungtival kalsium glukonat dan kalsium klorida tidak direkomendasikan karena
terbukti tidak bermanfaat dalam terapi. 6

Terapi bedah dini penting untuk revaskularisasi limbus, restorasi populasi sel limbus dan
membentuk fornises. Sedangkan terapi bedah lanjutan meliputi graft konjungtiva atau
membran mukosa, koreksi deformitas kelopak mata, keratoplasti, serta keratoprostheses. 3

Tatalaksana berdasarkan prosedur standar di bagian IP mata RSCM berdasarkan gradasi, dan
lamanya trauma kimia tersebut.
Berdasarkan fase lamanya trauma kimia, dibagi menjadi :
I. Fase kejadian (immediate)
Tujuan : menghilangkan materi penyebab sebersih mungkin
Tindakan

Irigasi Bahan Kimia


o Pembilasan dilakukan segera, bila mungkin berikan anastesi topikal terlebih dahulu.
Pembilasan dengan larutan non-toxic (NaCl 0.9%, Ringer Lactat dsb), sampai pH air mata
kembali normal (dinilai dengan kertas Lakmus). Pembilasan dilakukan segera, bila
mungkin berikan anastesi terlebih dahulu. Pembilasan dengan larutan non-tosis (NaCl
0.9%, RL dsb), sampai pH air mata kembali normal (dinilai dengan kertas Lakmus).
Pembilasan dilakukan selama mungkin dan paling sedikit 15-30 menit (60 mnt untuk
trauma basa). Untuk bahan asam dipergunakan larutan natrium bikarbonat 3%, sedangkan
untuk basa digunakan larutan asam borat, asam asetat 0,5% atau buffer asam asetat pH
4,5% untuk menetralisir. Pendapat lain menganjurkan untuk memakai cairan yang netral.

14

o Benda asing yang melekat dan jaringan bola mata yang nekrosis harus dibuang (pada
anak-anak, jika perlu dalam narkose).
o Bila diduga telah terjadi penetrasi bahan kimia kedalam bilik mata depan (BMD), dilakukan
irigasi BMD dengan larutan RL.

Diagnosa berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, oftalmologis dan penentuan gradasi klinis.

Penderita dirawat bila sesuai indikasi

II. Fase Akut (sampai hari ke 7)


Tujuan : Mencegah terjadinya penyulit
Prinsip :

Mempercepat proses re-epitelisasi kornea

Mengontrol tingkat peradangan


o Mencegah infiltrasi sel-sel radang
o Mencegah pembentukan enzim kolagenase

Mencegah infeksi sekunder

Mencegah peningkatan tekanan bola mata

Suplement / anti oksidan

Tindakan pembedahan

Penatalaksanaan
Tdkn
A
B

Gradasi I
-

Gradasi II
Bandage lens

(AB+)

Autoserum tetes 6x
Kortikosteroid tetes Dexamethason/Predn

steroid tetes 6x
4-6x
EDTA
C

Gradasi III
Bandage lens

ison tetes/jam

Na-EDTA 1% tetes Na-EDTA tetes/ jam


1% 6x

Gradasi IV
Bandage lens
Autoserum tetes jam
Dexamethason/Prednis
on tetes/30 menit
Na-EDTA

tetes/

30

Autoserum tetes 6x

menit

tetes 4-6x
Antibiotik (+ Tetrasiklin salep 4x

Tetrasiklin salep 4x

Autoserum tetes/jam
Tetrasiklin salep 4x

steroid) 4-6x

Doksisiklin

Doksisiklin 2x100mg

Doksisiklin 2x100mg

2x100mg
Timolol 0,5% tetes Timolol 0,5% tetes 2x Timolol 0,5% tetes 2x

15

2x

Asetazolamid

Asetazolamid 2x500mg

2x500mg + substitusi + substitusi ion Kalium


E

SA 1% 3x

SA 1% 3x

ion Kalium
SA 1% 3x

SA 1% 3x

Vit.C4x500

Vit.C 4x500 mg

Vit.C 4x500 mg

Vit.C 4x500 mg

mg
F

Nekrotomi

graf Nekrotomi

konjungtiva-limbus

graf

konjungtiva-limbus

III. Fase Pemulihan Dini (early repair : hari ke 7 21)


Tujuan : Membatasi tingkat penyulit
Masalah:

Hambatan re-epitelisasi kornea

Gangguan fungsi kelopak mata

Hilangnya sel Goblet

Ulserasi stroma perforasi kornea

Prinsip : sesuai dengan Phase II


Penatalaksanaan
Tdkn
A
B

Gradasi I
Re-epitelisasi

Gradasi II
Rerepitelisasi (+)

Gradasi III
Bandage lens

sempurna (+) Bandage lens terus Autoserum tetes 6x


(AB+) steroid Kortikosteroid tetes Dexamethason/Prednis
tetes tapp off

tapp off

Gradasi IV
Bandage lens
Autoserum tetes jam
Dexamethason/Prednis

on tetes tapp off/ ganti on ganti :

Na-EDTA 1% tetes dengan :

NSAID tetes/ jam

tapp off

Na-EDTA

NSAID

tetes/

30

(Indomethasin/Diklofena menit
c)tetes 6x/jam

Autoserum tetes/jam

Na-EDTA tetes/ jam


C

Antibiotik

(+ Tetrasiklin salep 4x

steroid) tapp

Doksisiklin

Autoserum tetes 6x
Tetrasiklin salep 4x

Tetrasiklin salep 4x

Doksisiklin 2x100mg

Doksisiklin 2x100mg

2x100mg
16

Peningkatan TIO (-) Peningkatan TIO (-):

Timolol 0,5% tetes 2x

Timolol stop

Asetazolamid + subst

Timolol,Asetazolamid

substitusi ion Kalium ion Kalium terus


E

Uveitis : SA Uveitis : SA stop

stop
SA 1% 3x

SA 1% 3x

stop

Vit.C 4x2000 mg

Vit.C 4x2000 mg

Vit.C 4x500 mg

Retinoic acid salep 2x


Vit A dan E
Jaringan nekrotik : Jaringan nekrotik

eksisi

eksisi

Ulserasi stroma : graf

Ulserasi stroma : graf

IV. Phase Pemulihan Akhir (late repair : setelah hari ke 21)


Tujuan : Rehabilitasi fungsi penglihatan
Masalah :

Disfungsi sel Goblet

Hambatan re-epitelisasi Kornea

Ulserasi stroma (gradasi III dan IV)

Prinsip :

Mempercepat proses re-epitelisasi kornea, atau optimalisasi fungsi epitel permukaan

Dan seterusnya sesuai dengan phase II

Penatalaksanaan
Tdkn
A

Gradasi I Gradasi II
Solcoser Epiteliopati
y 3x

NSAID
4x

Gradasi IV
(): Reepitelisasi () :

(): Solcosery Solcosery 4x


4x

Gradasi III
Epiteliopati

Bandage lens diteruskan

Retinoic acid 1% 1x
malam
tetes NSAID tetes 4x

NSAID 4-6x

Medrox-progestron 1% Medroxy-progesteron 4-6x


4x

Na-EDTA 4-6x

Autoserum 4-6x
Tetrasiklin salep 4x
17

Doksisiklin 2x100mg
Peningkatan TIO (-) :
Timolol 0,5% tapp off
Asetazolamid + substitusi ion

E
F

Kalium stop
Uveitis (-) : SA stop

Vit.C 4x2000 mg, vit A dan E


Jaringan nekrotik : eksisi
Ulserasi stroma : graf

Rujukan
Setelah terapi inisial dan irigasi, pasien harus dirujuk ke fasilitas dimana terdapat dokter mata.
Pencegahan
Edukasi dan pelatihan untuk mencegah pajanan zat kimia di tempat kerja dapat mencegah
terjadinya trauma kimia pada mata. Pekerja yang dapat terpajan zat kimia di tempat kerja harus
menggunakan safety goggles.5
Trauma kimia pada anak sering terjadi karena tidak adanya pengawasan. Letakkan semua
produk rumah tangga yang dapat menimbulkan bahaya di tempat yang tidak dapat dijangkau oleh
anak-anak.6

18

BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien mengalami mata kanan merah, buram yang disertai rasa nyeri, rasa mengganjal
dikarenakan trauma kimia yang bersifat basa (cairan Porstek). Mata merah pada pasien disebabkan
karena iritasi akibat bahan kimia basa. Penurunan tajam penglihatan dapat terjadi karena kerusakan
epitel kormea. Edema palpebra terjadi karena reaksi inflamasi terhadap bahan basa tersebut.
Mata pasien nampak merah, hal tersebut menandakan belum terjadinya iskemia di pembuluh
darah konjungtiva. Berdasarkan kriteria Hughes, yakni derajat kerusakan stem sel limbus karena
trauma kimia kasus ini digolongkan ke dalam derajat I, yaitu telah terjadi iskemia limbus yang minimal
atau tidak ada. Menurut kriteria Thoft, trauma ini tergolong ke dalam derajat II, yakni terdapat hiperemis
konjungtiva dan hilangnya epitel kornea.
Porstek merupakan cairan pembersih lantai yang bersifat basa dan mengandung Natrium
Hidroksida (NaOH) yang mempunyai sifat sebagai basa kuat. Dari literatur didapatkan bahwa natrium
hidroksida dapat menyebabkan reaksi saponifikasi.
Basa terdisosiasi menjadi ion hidroksil dan kation di permukaan bola mata. Ion hidroksil
membuat reaksi saponifikasi pada membran sel asam lemak, sedangkan kation berinteraksi dengan
kolagen stroma dan glikosaminoglikan. Jaringan yang rusak ini menstimulasi respon inflamasi, yang
merangsang pelepasan enzim proteolitik, sehingga memperberat kerusakan jaringan. Interaksi ini
menyebabkan penetrasi lebih dalam melalui kornea dan segmen anterior. Hidrasi lanjut dari
glikosaminoglikan menyebabkan kekeruhan kornea.
Teori terbentuknya kolagenase adalah pada defek epitel kornea akan terbentuk plasminogen
aktivator. Kemudian akan terjadi perubahan plasminogen menjadi plasmin yang dibantu oleh adanya
plasminogen aktivator tersebut. Plasmin yang terbentuk, melalui C3a, akan mengeluarkan faktor
kemotaktik untuk leukosit polimorfonuklear (PMN). Selanjutnya akan terjadi perubahan proses
kolagenase yang pada awal bersifat laten, berubah menjadi kolagenase aktif akibat terdapatnya tripsin,
plasmin, dan ketopepsin yang muncul pada waktu adanya defek pada kornea. Kolagenase yang
terbentuk akan menambah kerusakan kolagen kornea. Berlanjutnya aktivitas kolagenase
menyebabkan terjadinya perlunakan kornea.
Tujuan pasien melakukan pengaliran air (irigasi) pada mata yang terkena bahan kimia tersebut
adalah untuk menghilangkan materi penyebab sebersih mungkin. Irigasi yang dilberikan sebaiknya
dilakukan selama 60 menit. Saat di IGD, pasien diberikan EDTA dengan tujuan menginaktivasi enzim
proteolitik yang ditimbulkan oleh reaksi saponifikasi bahan kimia basa tersebut. Cendoxitrol diberikan
sebagai steroid dan antibiotik. Steroid dapat mengurangi inflamasi dan infiltrasi neutrofil yang
19

menghambat reepitelisasi kornea, namun steroid tersebut tidak boleh digunakan lebih dari 10 hari
pertama karena dapat menghambat sintesis kolagen dan migrasi fibroblas sehingga proses
penyembuhan terhambat, selain itu juga meningkatkan resiko terjadinya lisis kornea atau keratolisis.
Antibiotik yang terdapat di dalam kandungan Cendocitrol berguna untuk mencegah terjadinya infeksi
oleh kuman oportunis.
Pasien juga diberi vit.C dengan tujuan meningkatkan produksi kolagen dan mempunyai
kelebihan dapat menekan perforasi kornea. Sulfat Atropin yang diberikan kepada pasien di IGD
bertujuan untuk mencegah komplikasi berupa sinekia posterior dan iritis, selain itu untuk mencegah
spasme silier dan memiliki efek menstabilisasi permeabilitas pembuluh darah dan mengurangi
inflamasi.
Setelah pasien diberikan kortikosteroid dan antibiotik tetes atau topikal, pressure patch dapat
diberikan dengan tujuan untuk mencegah infeksi. Setelah terapi inisial dan irigasi, pasien harus dirujuk
ke fasilitas pelayanan kesehatan mata tingkat sekunder untuk pemeriksaan dan penatalaksanaan lebih
lanjut berupa tes fluoresens untuk melihat adanya defek kornea, tonometri Goldman untuk menilai
tekanan intra okular, dan tes Schimmer untuk menilai produksi air mata.

20

Daftar Pustaka
1. Ilyas S. Trauma mata. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta. Balai Penerbit FKUI.
2004.h.271-3
2. Berson, FG. Ocular and Orbital Injuries. In: Basic Ophtalmology. 6th ed. American Academy of
Ophtalmology. 1993. p. 82-7
3. Kanski Jack J, editor. Clinical ophtalmology a sistemic approach. 3 Rev ed. Oxford:Butterworth
Heinamann Ltd; 1994.p 89.
4. Driscoll AM, Shah P, Anggarwal RK, Chell PB, Ross MW, McDonnell PJ. Occular injuries due
too alkaline substances. BMJ 1995;310:943.
5. Randleman JB. Chemical burns. Available from URL: http://www. emedicine.com
6. Cheh IA. Occular burns. Emedicine [online] 2006 February [ cited 2007 October 8 ]. Available
from URL: http://www.emedicine.com/emerg/topic736.htm
7. Asbury T, Sanitato JJ. Trauma. In : Vaughan DG, Asbury T, Eva PR, editors. Oftalmologi
Umum. Edisi ke 14. Jakarta, Penerbit Widya Medika. 1996.p.384-5.
8. Broocker G, Mendicino ME, Stone CM. Injury to the eye. In: Mattox KL, Fellicino DV, Moore
EE, editors. Trauma. 4th ed. New York: Mc-Graw Hill; 2000.p.406-7.
9. Sachdeva Deepak.Chemical Eye Burns. Emedicine [online] 2002 April [cited 2007 October 8].
Available from URL: http://www.emedicine.com/AAEM/topic102.htm
10. Rhee DJ, Pyfer MF, editors. The Wills Eye Manual: office and emergency room diagnosis and
treatment of eye disease. 3rdedition. Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins;1999.p.19-22.
11. Prosedur standar diagnostik dan tatalaksana RSCM.

21

Anda mungkin juga menyukai