Oleh Kelompok 5:
Anggoro Wiseso
(1206212514)
Aulia Rahmi
(1206246731)
(1206212533)
Farisa Imansari
(1206212426)
Jason Jonathan
(1206238904)
2014
Perancangan Reverse
Primer dan Forward Primer
2014
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kloning merupakan metode dari ilmu rekayasa genetika untuk
memproduksi fragmen DNA yang digunakan untuk memperbanyak suatu gen
atau protein menggunakan sel sebagai inang yang nantinya akan
mereplikasikan diri agar dapat menghasilkan gen atau protein dalam jumlah
banyak (tidak terbatas) dalam waktu relative lebih singkat dan efisiensi yang
lebih. Kloning, dimanfaatkan untuk menemukan obat untuk berbagai penyakit
mulai dari penyakit pada manusia, hewan maupun tumbuhan. Sekarang ini,
kloning sudah menghasilkan vaksin dan hormon. Teknik kloning membuat
kita dapat menggabungkan dua jenis sel (sel hewan dengan sel manusia)
untuk menghasilkan antibodi tertentu untuk melawan penyakit. Antibodi
kloning ini saat disuntikkan ke dalam darah dapat mencari dan menyerang
sel penyakit manapun dalam tubuh kita, bahkan dengan ditempelkannya
unsur pelacak antibodi ini dapat menyerang sel kanker yang tersembunyi
sekalipun.
Gen apoptin adalah gen yang didapatkan dari Chicken Anemia Virus
(CAV). CAV dapat berfungsi sebagai pembunuh sel kanker pada tubuh
manusia, tanpa harus membunuh sel sehat lainnya. Sebagai obat kanker,
dibutuhkan gen apoptin dalam jumlah yang banyak. Namun, untuk
membiakkan virus CAV, membutuhkan waktu yang lebih lama, dikarenakan
penyebaran virus yang lebih jauh. Oleh karena itu, metode cloning digunakan
agar gen apoptin dapat diperbanyak tanpa menunggu lebih lama. Selain itu
proses kloning ini membuat gen apoptin yang kita gunakan dapat dimodifikasi
dengan histidin dan arginine pada host cell E.coli. Pada pemicu kali ini,
penulis akan merekayasa kloning apoptin ke dalam E. coli, dimana untuk
mempermudah proses pemurnian ujung C-terminal apoptin ditambahkan
histidin dan untuk mempermudah penetrasi akan ditambahkan 8 arginin pada
N-terminal. Dalam makalah ini, akan dijelaskan lebih lanjut mengenai strategi
strategi yang akan dipakai dalam mengkloning apoptin pada E. Coli, dimulai
dari tahap pengisolasian apoptin hingga replikasinya, serta kelebihan dan
kekurangannya.
1.2 Rumusan Masalah
a. Vektor apa yang digunakan pada proses kloning untuk apoptin?
b. Situs restriksi apa yang diipilih pada proses kloning untuk apoptin?
Metode apa yang digunakan untuk modifikasi gen apoptin ?
c. Bagaimana proses modifikasi yang digunakan untuk menambahkan
histidin dan arginin pada gen apoptin?
d. Bagaimana cara penyisipan gen apoptin yang telah dimodifikasi ke dalam
vektor ?
e. Apa jenis E.coli yang digunakan pada proses kloning gen apoptin?
f. Bagaimana cara men-transformasi vektor dengan gen apoptin ke dalam
host cell ?
g. Jenis screening apa yang digunakan pada kloning gen apoptin kali ini?
a. Bagaimanakah tahapan kloning gen apoptin dengan menambahkan 10
histidin pada N-Terminal dan 8 Arginin pada C-Terminal, menggunakan
plasmid pUC19 pada E.coli DH10?
2014
2014
BAB II
PEMBAHASAN
2014
nukleus. Struktur sekuens (sequence) asam amino dari Apoptin dapat dilihat
pada ilustrasi berikut.
2014
2014
2014
3.
Komplemen kodon stop (TTA)
4.
Overlap primer dengan rantai komplemen hingga ujung 3
gen apoptin.
10
2014
11
2014
c. Pencampuran
Setelah memilih enzim restriksi dan buffer, keduanya
dicampur dan ditambahkan dengan DNA yang hendak
dipotong, BSA, serta dH2O hingga volume total pada microtube
1,5 ml. DNA yang dipotong biasanya kurang lebih sekitar ~500
ng. Jumlah volume total reaksi bervariasi, dari 10 50 uL,
bergantung pada volume DNA potong. Volume DNA dihitung
dari pembagian 500 ng dan konsentrasi DNA yang telah diukur
sebelumnya (ng/uL). Sedangkan BSA (Bovine Serum
Albumine) digunakan untuk mencegah adhesi enzim pada
microtube dan permukaan tips pipet sehingga meminimalisir
enzim yang tertinggal pada permukaan tersebut. Semua
komponen kemudian dicampur perlahan dengan mikropipet.
d. Inkubasi dan Heat Kill
Setelah semua komponen dicampur, campuran
diinkubasi dalam temperatur suhu tubuh manusia, yakni 37oC
selama 1 jam. Untuk menginaktif enzim, heat kill pada 70oC
12
2014
AGCTT
A
2.4.2
Ligasi
2.4.2.1 Penambahan Alkaline Phosphatase ke dalam Larutan Vector
Penambahan alkalin fosfatase pada larutan vektor
(sebelum dicampur dengan insert) untuk menghilangkan gugus P
pada 5P sehingga menjadi 5OH (defosforilasi) sehingga dapat
meminimalisasi terjadinya kemungkinan vektor menyambung pada
vektor itu sendiri atau vektor menyambung dengan vektor lain
(terjadi ligasi antar vektor). Dengan berubahnya 5P menjadi 5OH
maka yang diharapkan terjadi yaitu vektor hanya berikatan dengan
insert, 3OH pada vektor akan menyambung pada 5P insert, akan
tetapi 3OH insert tidak dapat menyambung ke vektor karena 5P
vektor telah berubah menjadi 5OH sehingga terjadi nick atau
celah. Meskipun terjadi celah, insert dan vektor tetap berikatan
dan dapat ditransformasikan dimana celah ini nanti akan diperbaiki
di dalam sel apabila berhasil ditransformasikan.
13
2014
14
2014
2.4.2.5 Inkubasi
Suhu optimum aktivitas DNA ligase adalah pada suhu
37C, tetapi pada suhu tersebut ikatan hidrogen yang terbentuk di
antara ujung lancip (lengket) menjadi tidak stabil dan kerusakan
akibat panas akan terjadi pada tempat ikatan tersebut dan
mengakibatkan denaturasi. Maka, alternatif yang baik dilakukan
dalam proses ini adalah inkubasi pada suhu yang diturunkan
dengan waktu inkubasi yang diperpanjang. Suhu inkubasi optimal
untuk T4 DNA ligase 160C. Namun, hal ini bdilakukan jika
diinginkan efisiensi yang tinggi dalam ligasi (contohnya dalam
membuat pustaka genom), tetapi jika ligasi bertujuan untuk kloning
umumnya ligasi dilakukan pada suhu 4 C semalaman, atau pada
suhu ruang selama 30 menit hingga beberapa jam. Pada akhirnya
terjadi transformasi dan fragmen DNA yang diinginkan (insert)
dapat disisipkan ke dalam molekul DNA (vektor).
2.5 Strategi Transformasi Gen Apoptin
2.5.1 Pemilihan Bakteri Escherichia Coli sebagai Sel Inang dalam Proses
Kloning Gen Apoptin
Escherichia coli merupakan bakteri berbentuk batang dengan
panjang sekitar 2 micrometer dan diameter 0.5 micrometer. Bakteri ini
umumnya hidup pada rentang 20- 400C, optimum pada 370. E. coli
ditemukan oleh Theodore Eschetrch pada tahun 1885. Hampir semua
rekayasa genetika di dunia bioteknologi selalu melibatkan E.coli,
termasuk dalam proses kloning. Pemilihan E.coli sebagai host cell
dikarenakan bakteri ini memiliki laju pertumbuhan yang cenderung lebih
cepat, dapat dikultivasi pada medium kultur biasa, berbagai gen asing
yang mengkode protein target dapat diterima dan diekspresikan dengan
baik oleh E.coli. Namun, terdapat kelemahan penggunaan E.coli yakni,
sinyal transkripsi dan translasi spesies lain tidak dikenali dengan baik oleh
inang E.coli, sehingga ekspresi gen-gen heterolog di E.coli lemah. Selain
itu, degradasi protein produk secara cepat dan seringkali protein
rekombinan justru terakumulasi dan membentuk agregat kompak, yang
bersifat inaktif tidak larut (sehingga menghambat proses purifikasi), yang
disebut dengan badan inklusi (inclusion bodies). Efek lebih buruk protein
dapat menjadi tidak aktif. Hal ini terjadi karena keterbatasan E.coli dalam
membentuk struktur tiga dimensi protein secara benar dalam proses
pelipatan pasca translasi.E.coli memiliki banyak strain yang digunakan
15
2014
Dalam teknik klona gen Apoptin, jenis strain E.coli yang dipilih
untuk klona adalah DH10 karena memiliki karakter efisiensi klona dari
plasmid yang tinggi dan tidak memiliki aktivitas endonuklease, sedangkan
untuk ekspresi dipilih BL21(DE3) karena karakter yang sesuai dengan
tujuan pemurnian protein. Strain DH10 merupakan turunan dari strain
K12. Strain ini memiliki efisiensi transformasi yang tinggi dan memiliki
kemampuan replikasi yang tinggi. Replikasi dari plasmid dengan tingkat
high-copy dapat terjadi dengan stabil. Seleksi dengan metode blue-white
juga bisa dilakukan pada strain ini. Gen recA1 pada DH10 juga
mencegah aktivitas endonuklease sehingga proses isolasi plasmid dapat
dilakukan dengan baik. Sedangkan strain BL21(DE3) mempunyai
efisiensi transformasi yang cukup tinggi dan memiliki gen DE3 pengkode
T7 RNA polimerase yang dapat mengekspresikan gen target pada vektor
ekspresi dengan induksi IPTG (Isopropil thiogalaktosida). Induksi dari T7
RNA polimerase pada E.coli BL21 (DE3) akan mensintesis mRNA dalam
jumlah yang tinggi. Dan pada sebagian besar penelitian, akumulasi
16
2014
2.5.2
2.5.3
17
2014
18
2014
Jika gen LacZ masih utuh, maka koloni bakteri E.coli DH10 akan
berwarna biru akibat pengaruh zat warna indigo yang dihasilkan. Tetapi jika
insert berhasil disisipkan (diligasikan) dengan vektor, otomatis gen lacZ-nya akan
terdisrupsi alias rusak dan ujung-ujungnya tidak mampu menghasilkan indigo
yang berwarna biru, sehingga koloni akan berwarna putih. Jadi hanya koloni
putih yang timbuh pada media yang mengandung antibiotik dan X-Gal saja yang
kemungkinan mengandung gen apoptin yang ditransformasikan. Inilah mengapa
proses ini dinamakan blue-white screening.
19
2014
20
2014
resin, dan polihistidin akan terleusi keluar. Sehingga diperolehlah protein gen
apoptin murni.
21
2014
BAB III
PEMBAHASAN KELEBIHAN DAN KEKURANGAN STRATEGI
22
2014
Selain metode Sanger, dikenal juga metode Maxim Gilbert. Pada metode
ini fragmen-fragmen DNA yang akan disekuens harus dilabeli pada salah satu
ujungnya, biasanya menggunakan fosfat radioaktif atau suatu nukleotida pada
ujung 3. Metode Maxam-Gilbert dapat diterapkan baik untuk DNA untai ganda
maupun DNA untai tunggal dan melibatkan pemotongan basa spesifik yang
dilakukan dalam dua tahap.
3.5 Pemilihan Teknik Modifikasi Gen Apoptin
Kami memilih menggunakan PCR untuk memodifikasi gen apoptin agar
compatible dengan vektor dikarenakan PCR memiliki beberapa kelebihan
daripada cara manual (potong tempel) yaitu dapat mengcopy berjuta-juta DNA
dari sedikit fragmen DNA dalam waktu yang relatif singkat, sensitivitas dan
spesifitas tinggi, dapat mendeteksi dan membedakan varian mikroorganisme,
dan sebagainya. Dibandingkan dengan cara manual, satu unit enzim restriksi
akan memotong 1 ug DNA secara sempurna dalam 50 ul reaksi selama 1 jam.
Waktu tersebut tidak efisien.
3.5 Pembahasan Tahap Transformasi dan Screening Test
Transformasi gen apoptin ke dalam sel inang menggunakan teknik
chemical transformation. Metode ini digunakan karena lebih efisien. Terkait
dengan teknik screening, khususnya blue-white screening dengan antibiotik,
dipilih karena lebih sederhana dan lebih mudah dioperasikan (dilakukan) dan
sesuai dengan vektor. Selain itu, dengan adanya pengkombinasian dengan
antibiotik membuat akurasi pemilihan koloni sel rekombinan lebih tinggi.
23
2014
5.1 Kesimpulan
1. Vektor yang digunakan pada metode kloning dalam makalah kami yaitu
vektor pUC19 sebagai vektor kloning
2. Host cell yang digunakan adalan Escheticia coli DH10 untuk klona dan
BL21(DE3) untuk pemurnian Apoptin.
3. Metode modifikasi yang digunakan adalah metode PCR.
4. Enzim restriksi yang digunakan adalah: BamHI dan HimDIII.
5. Metode transformasi yang digunakan adalah metode Chemical
Transformation .
6. Metode screening yang digunakan adalah metode blue-white screening.
7. Tahapan modifikasi protein adalah sebagai berikut:
a. Memilih situs restriksi pada vektor pUC19.
b. Menambahkan arginin pada ujung N-terminal dan histidine pada ujung
C-terminal gen apoptin murni.
c. Memotong vektor pada situs yang direncanakan.
d. Meligasi protein pada vektor.
8. Hasil modifikasi yang didapat untuk apoptin dalah sebagai berikut:
5 - Restriction Site (BamHI) Start Kodon 8 Arginin Kode apoptin 12
Histidin Stop Kodon Restriction Site (HindIII) 3
24
2014
25