Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia mempunyai pengetahuan, binatang mempunyai pengetahuan, malaikat juga
mempenyai pengetahuan. Lalu apa yang membendakan pengetahuan manusia dengan
pengetahuan binatang, malaikat, atau makhluk lainnya ?, bedanya, kalau pada makhluk
selain manusia pengetahuannya bersifat statis, dari masa kemasa begitu saja. Sehingga
manusia terus menerus mengembangkan diri dan memajukan diri untuk menghadapi arus
kepuasaan yang tak terbatas, baik yang diperoleh dalam akal pikiran, pengalaman bahkan
pada tataran intuisi belaka yang penuh khayalan dalam suatu objek manusia.
John Locke adalah tokoh pembawa gerbang aliran empirisme dalam filsafat. Yakni
sebuah, aliran yang mengimani bahwa semua pikiran dan gagasan manusia berasal dari
sesuatu yang didapat melalui indera dan pengalaman. Karenanya dia disebut filsuf inggris
dengan pandangan empirisme.1
Disamping ajaran tentang filsafat pengetahuan, ajaran Locke tentang etika juga
menarik untuk disimak. Terutama berkaitan dengan teori-teori umumnya tentang
bagaimana manusia berprilaku dan bagaimana seharusnya manusia berprilaku. Dimata
Lokce, manusia selalu digerakkan semata-mata oleh kegaiatan untuk memperoleh
kesenangan atau kebahagian. Dalam ajaran etika ini oleh kepentingan jangka panjang.
Maksud jangka panjang disini maksudnya adalah kebijaksanaan.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui sumber pengetahuan dalam aliran Filsafat Empirisme
2. Untuk mengetahui metodologi dalam aliran Filsafat Empirisme
3. Untuk mengetahui verifikasi dalam aliran Filsafat Empirisme
4. Untuk mengetahui tokoh filsafat sepert Locke dan Hume

Ali Makmun, Pengantar Filsafat: Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,
2014), cetakan VII, hlm. 132

BAB II
PEMBAHASAN
A. Empirisme
Empiris berasal dari bahasa yunani emoeiria, empeiros (berarti berpengalaman dalam,
berkenalaan dengan, terampil untuk).2 Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang
menyatakan bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman manusia. Berbeda
dengan anggapan rasionalis yang mengatakan bahwa sumber pengetahuan adalah rasio,
paham ini berpendapat bahwa indera atau pengalaman adalah sumber satu-satunya atau
paling tidak sumber primer dari pengetahuan manusia, sehingga pengenalan inderawi
merupakan pengenalan yang paling jelas dan sempurna. Sumber ilmu pengetahuan dalam
teori empirisme adalah pengalaman dan penginderaan inderawi. Dalam sejarah filsafat,
klaim empiris ialah tidak ada sesuatu dalam pikiran yang mulanya tidak ada dalam indera.
Hal tersebut mengandung makna bahwa:
1. Sumber seluruh pengetahuan harus dicari dalam pengalaman
2. Semua ide (gagasan) merupakan abstraksi yang dibentuk lewat menggabungkan apa
yang dialaami
3. Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan
4. Akal budi tidak dapat memberikan tentang realitas tanpa acuan dari pengalaman
inderawi. 3
Empirisme berpendirian bahwa pengetahuan dapat di peroleh melalui indera. Indera
memperoleh kesan-kesan dari alam nyata. Untuk kemudian kesan-kesan tersebut
berkumpul dalam diri manusia sehingga menjadi pengalaman. Pengetahuan yang berupa
pengalaman terdiri dari penyusunan dan pengaturan kesan-kesan yang bermacammacam.4
B. Metodologi Empirisme
Secara singkat, Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu
dengan langkah-langkah sistematis. Ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan
melalui metode ilmiah. Metode ilmiah merupakan prosedur atau langkah-langkah
sistematis dalam mendapatkan pengetahuan ilmiah atau ilmu.5

Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta : Gramedia, 1997), cet. I, hlm. 197-198
Lorens bagus, Kamus Filsafat, opcit,
4
Abd. Gafur, Filsafat Ilmu, (Malang: Kantor Jaminan Mutu (KJM) UIN Malang: 2007), hlm. 59
5
Soetriono dan Rita Hanafie, Filsafat Ilmu dan Metode Penelitian, (Yogyakarta : CV Andi offset,
2007), hal.157
3

Menurut Suparlan Suharto, metode adalah suatu proses atau prosedur yang sistemtis
berdasarkan prinsip-prinsip dan tenik-teknik ilmiah yang dipakai oleh suatu disiplin
(bidang studi) utuk mencapai suatu tujuan.6
Menurut Jujun S. Suriasumantri, metode ilmiah adalah cara yang dilakukan ilmu
dalam menyusun pengetahuan yang benar. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam
mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu perupakan pengetahuan yang
didapatkan lewat metode ilmiah.7
Metode ilmiah merupakan prosedur yang mencakup berbagai tindakan pikiran, pola
kerja, tata langkah, dan cara teknis untuk memperoleh pengetahuan baru atau
memperkembangkan pengetahuan yang ada.8 Menurut pendapat penganut empirisme,
metode ilmu pengetahuan itu bukanlah bersifat a priori tetapi posteriori, yaitu metode
yang berdasarkan atas hal-hal yang datang, terjadinya atau adanya kemudian.
Cara untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah, yaitu dengan menggunakan metode
ilmiah, berfikir secara rasional dan bertumpu pada data-data empiris. Metode ilmiah
sebagai sumber dari ilmu yang dipandang sebagai suatu metode pengamatan atau
penelitian, oleh sebab itu, dinyatakan bahwa science as a method of inquiry a way of
learning and knowing things about the world around as. Artinya, melalui metode
penelituan banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui dan mempelajari dunia
sekeliling, kehidupan manusia di muka bumi. Namun, ilmu tetap memiliki ciri tertentu
yag secara empiris ciri tersebut ada dalam aktivitas kehidupan manusia sebagai makhluk
yang berakal dan berbudi.9
Sepanjang sejarahnya manusia dalam usahanya memahami dunia sekelilingnya
mengenal dua sarana, yaitu pengetahuan ilmiah (scientific knowlledge) dan penjelasan
gaib (mystical explanations). Berbagai macam metodelogi yang digunakan dalam
memahami filsaafat empirisme diantaranya
Metode induktif adalah suatu yang menyampaikan pernyataan-pernyataan hasil
observasi dan disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum. Yang bertolak dari
pernyataan-pernyataan tunggal sampai pada penyataan-pernyataan universal. Dalam
induksi, setelah diperoleh pengetahuan, maka akan dipergunakan hal-hal lain, seperti ilmu
mengajarkan kita bahwa kalau logam dipanaskan akan mengembang, bertolak dari teori
in akan tahu bahwa logam lain yang kalau dipanasi juga akan mengembang. Dari contoh
6

Suparlan Suhartono, Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Yogjakarta : Ar-Ruzz Media , 2008), hal. 71
Jujun, Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer,..hal.119
8
Surajiyo, Filsafat Ilmu &Perkembangannya di Indonesia,...hal. 56
9
Erliana Hasan, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitan Ilmu Pemerintahan,,,, hal. 158
7

diatas bisa diketahui bahwa induksi tersebut memberikan suatu pengetahuan yang disebut
sintetik. Metode induktif adalah cara penanganan terhadap suatu objek teretentu dengan
jalan menarik kesimpulan yang bersifat lebih umum berdasarkan atas pemahaman atau
pengamatan terhadap hal yang bersifat khusus. 10
jika seorang-orang akan melakukan penelitian dengan menggunkan metode induksi,
maka harus melalui tahapan-tahapan berikut:
1. Perumusana masalah: masalah yang hendak dicarikan penjelasan ilmiahnya.
2. Pengajuan hipotesis:mengajukan penjelasan yang masih bersifat sementara untuk diuji
lebih lanjut melalui verifikasi
3. Pengambilan sample:pengumpulan data dari beberapa fakta particular yang dianggap
bisa mewakili keseluruhan untuk keperluan penelitian lebih lanjut
4. Verifikasi:pengamatan disertai pengukuran statistic untuk memberi landasan bagai
hipotesa
5. Tesis: hipotesis yang telah terbukti kebenarannya.
Dalam ilmu filsafat dikenal juga metode empiris, seperti yang dipahami oleh Thomas
Hobbes, John Locke dan David Hume, Menurut mereka hanya pengalamanlah yang dapat
menyajikan pengertian benar. Masih banyak metode-metode lain seperti metode intuitif,
metode geometris, metode trasidental, metode fenomenologis dan metode-metode lainnya
yang semuanya lahir dikarenakan keyakinan dan pengalaman mereka dalam memahami
filsafat secara sungguh-sungguh sehingga menghasilkan bentuk metode yang berbedabeda. Diantaranya terditi dari pengalaman, klarifikasi, kuantifikasi, penemuan hubunganhubungan dan perkiraan kebenaran.11
Pertama, Pengalaman jelas kiranya bahwa tolak ukur ilmu pada tahap paling
permualaan adalah pengalaman, apakah hujan, badai gerhana atau ketarutan lain yang
terlihat sehari-hari. Pada tahap ini ilmu harus berurusan pada pengalaman dan kritik pada
pengalaman.
Kedua, klasifikasi. Prosedur yang paling dasar untuk mengubah dan terpisah menjadi
dasar fungsional adalah klarifikasi, makin persis klarisifikasi cubauat makin jelas
dibawanya dan akan makin spesifik dasar yang membentuk klarisifikasi tersebut.
Klarisifikasi harus didasarkan pada suatu tujuan tertentu, apakah jeruk harus
diklarifikasikan bersama pisang atau bersam a bola baseball tergantung pada tujuan
10

Zubaedi, Filsafat Barat: Dari Logika Baru Rene Descartes Hingga Revolusi Sains ala Thomas Khun,
(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), hlm. 40
11
Muhammad Adib, Filsafat Ilmu, Ontology, Epistimologi, Aksiologi dan Logika Ilmu Pengetahuan,
(Jogjakarta: Pustaka Pelajar), hlm. 151

klarifikasi. Kesukaran timbul karena kebanyakan objek mempunyai sifat dan cirri banyak
sekali, dan ini menjadikan mereka dapat dilarifikasikan dengan berbagi cara. System
klarifikasi dilakukan dari yang paling sederhana ke yang paling rumit.
Ketiga kuantifikasi. Tahap pertama dalam perkembangan ilmu adalah pengumpulan
dan penjelasan, dimana kemudian segera menyebabkan adanya kebutuhan untuk
kuantifikasikan objek tersebut, karena meskipun obseervasi kuantitatif mungkin sudah
cukup memuaskan, namun kuantitatif dapat memberikan ketelitian yang diperlukan
klarifikasi dalam ilmu.
Keempat. Penemuan hubungan-hubungan. Lewat berbagai klarifikasi yang berbedabeda, sering terjadi bahwa kita melihat adanya hubungan fungsional antar aspek-aspek
komponennya. Mengklafikasikan anak-anak berdasarkan jenis kelamin dan kekuatan
jasmani secara bersamaan, umpanya, kemungkinan menyebabkan kita akan melihat
hubungan bahwa anak laki-laki cenderung untuk lebih kuat dibanding anak perempuan.
Pada tingkat lebih maju ilmu empiris berusaha untuk mengemukakan hukum alam dalam
bentuk persamaan angka-angka yang menghubungkan aspek kuantitatif dan variabelnya,
umpanya panjang keliling sebuah lingkaran adalah 2 r.
Kelima, perkiraan kebenaran. Ilmu umumnya menaruh perhatian kepada hubungan
yang lebih fundamental daaripada hubungan yang hanya tampak pada kulitnya saja. Suatu
peristiwa sering terjadi seddemikan rumitnya sehingga hubungan-hubungan yang
mungkin terdapat tampak menjadi kabur. Oleh karena itu, perlu untuk menganalisis
kejaidan tersebut dengan memerhatikan unsure-unsur yang bersifat dasar dengan tujuan
untuk menentukan secara lebih jelas hubungan-hubungan dari eberapa aspeknya.
Metode deduktif adalah suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empiris
diolah lebih lanjut dalam suatu system pernyataan yang runtut. Hal-hal yang harus ada
dalam metode deduktif ialah adanya perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulan
itu sendiri. Ada penyelidikan bentuk logis teori itu dengan tujuan apakah teori tersebut
mempunyai sifat empiris atau ilmiah, ada perbandingan dengan teori-teori lain dan ada
pengujian teori dengan jalan mnerapkan secra empiris kesimpulan-kesimpulan yang bisa
ditarik dari teori tersebut. Metode deduksi adalah cara penanganan terhadap suatu objek
tertentu denagan jalan menarik kesimpulan mengenai hal-hal yang bersifat khusus
berdasarkan atas ketentuan hal hal yang bersifat umum.
Metode positivisme, metode ini berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang
faktual, yang positif. Ia mengeyampingkan segala uraian luar yang ada sebagai fakta.
Oleh karena ini, ia menolak metaifiska. Apa yang diketahui secara postif, adalah segala
5

yang tampak dan segala gejala. Dengan demikian metode ini dalam bidang filsafat dan
ilmu pengetahuan dinbatasi kepada bidang gejala-gejala saja.
Metode kompemplatif metode ini menagatakan adanya keterbatasan indara dan akal
mausia untuk memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkanpun akan
berbeda-beda, harusnya dikembangkan satu kemampuan akal yang disebut dengan intuisi.
Pengetahuan yang di peroleh lewat intuisi ini biasa di peroleh dengan cara templasi
seperti yang dilakukan Al Ghazali.
Metode dialektis dalam filasafat, dialektika mula-mula berarti metode Tanya jawab
untuk mencapai kejerniahan filsafat. Metode ini diajarkan oleh Socrates. Namun Plato
mengartikannya diskusi logika. Kini dialektika berarti tahap logika., yang mengajarkan
kaidah-kaidah dan metode metode penuturan, juga analisis sistematis tentang ide-ide
untuk mencapai apa yang terkandunng dalam pandangan.
C. Verifikasi empirisme
Pembuktian yang digunakan dalam rasionalisme biasanya dengan mengunakan
koherensi berbanding terbalik dengan empirik yang lebih menekankan pada korespodensi
yang lebih diutamakan. Korespodensi adalah sesuatu yang benar terjadi yang sesuai
dengan realitas yang ada. Mengandung kebenaran-kebenaran yang terbuka untuk
diperiksa atau diuji (diverifikasi) guna dapat dinyatakan sah (valid) dan disampaikan
kepada orang lain. Kemungkinan diperiksa kebenaran (verifikasi) dimaksud lah yang
menjadi ciri pokok ilmu yang terakhir.
Pengetahuan, agar dapat diakui kebenarannya sebagai ilmu, harus terbuka untuk diuji
atau diverifikasi dari berbagai sudut telaah yang berlainan dan akhirnya diakui benar. Ciri
verifikasif ilmu sekaligus mengandung pengertian bahwa ilmu senantiasa mengarah pada
tercapainya kebenaran. Ilmu dikembangkan oleh manusia untuk menemukan suatu nilai
luhur dalam kehidupan manusia yang disebut kebenaran ilmiah. Kebenaran tersebut dapat
berupa azas-azas atau kaidah-kaidah yang berlaku umum atau universal mengenai pokok
keilmuan yang bersangkutan. Melalui itu, manusia berharap dapat membuat ramalan
tentang peristiwa mendatang dan menerangkan atau menguasai alam sekelilingnya.
Contohnya, sebelum ada ilmu maka orang sulit mengerti dan meramalkan, serta
menguasai gejala atau peristiwa-peristiwa alam, seperti; hujan, banjir, gunung meletus,
dan sebagainya. Orang, karena itu, lari kepada tahyul atau mitos yang gaib. Namun,
demikian, setelah adanya ilmu, seperti; vulkanologi, geografi, fisis, dan kimia maka dapat
menjelaskan secara tepat dan cermat bermacam-macam peristiwa tersebut serta

meramalkan hal-hal yang akan terjadi kemudian, dan dengan demikian dapat
menguasainya untuk kemanfaatan diri atau lingkungannya.
Berdasarkan kenyataan itu lah, orang cenderung mengartikan ilmu sebagai
seperangkat pengetahuan yang teratur dan telah disahkan secara baik, yang dirumuskan
untuk maksud menemukan kebenaran-kebenaran umum, serta tujuan penguasaan, dalam
arti menguasai kebenaran-kebenaran ilmu demi kepentingan pribadi atau masyarakat, dan
alam lingkungan. Hume berpendapat bahwa permasalahan-permasalahan ilmiah haruslah
diuji melalui percobaan.
D. Tokoh Empirisme
1. John Locke
Fokus filsafat Locke adalah antithesis pemikiran Descartes. Baginya, pemikiran
Descartes mengenai akal budi kurang sempurna. Ia menyarankan, sebagai akal budi
dan spekulasi abstrak, kita harus menaruh perhatian dan kepercayaan pada
pengalaman dalam menangkap fenomena alam melalui pancaindera. Ia hadir secara
aposterori. Pengenalan manusia terhadap seluruh pengalaman yang dilaluinya seperti
mencium, merasa, mengecap dan mendengar menjadi dasar bagi hadirnya gagasangagasan dan pikiran sederhana. Tapi pikiran, kata Locke, bukanlah sesuatu yang pasif
terhadap segala sesuatu yang datang dari luar. Beberapa aktivitas berlangsung dalam
pikiran. Gagasan-gagasan yang datang dari indera tadi diolah dengan cara berpikir,
bernalar, mempunyai dan meragukannya dan inilah akhirnya disebut bagian dari
aktivitas merenung dan perenungan.
Melalui Locke, tradisi emprisme di Inggris dimulai dan berkembang ke penjuru
dunia yang semenjak era Plato tradisi ini dibuang di Barat. Filsafat Locke ini
belakangan juga dibawa Voltaire ke Perancis. Filsafat Locke selalu menyarankan
bahwa semua pengetahuan berasal dari indera. Ia juga segera diikuti oleh Uskup
Irlandia George Berkeley dan filsuf Skotlandia David Hume.
Selain dikenal sebagai filsuf empirisme, Locke juga dikenal sebagai fisikawan. Ia
tak suka hal-hal yang berbelit-belit layaknya filsuf Platonian. Sejarah hidupnya
pernah dibuang di Belanda akibat keterlibatan dia dalam politik praktis di Inggris dan
akhirnya dia menjumpai kolega barunya bernama William dan Mary dari Orange pada
tahun 1683. Pengalamannya itu membuat dia membuat karya tulis mengenai
pemerintahan seperti republic-nya Plato. Berbeda dengan karyanya Plato, ia lebih
memerinci persoalan hak-hak asasi manusia terutama hak kepemilikan pribadi

Yang membedakan Locke dengan yang lainnya adalah karakter pemikirannya


yang empiris dibangun atas dasar tunggal dan serbaguna. Semua pengalaman
(pengetahuan) kata Locke, bersal dari pengalaman. Pengalaman memberi kita sensasisensasi. Dari sensasi ini kita memperoleh berbagai macam ide baru yang lebih
kompleks. Dan pikiran kita terpengaruh oleh perasaan dan refleksi. Kendati Locke
berbeda pandangan dari filsuf lain, namun Locke juga menerima metafora sentral
Cartesian, pembedaan antara pikiran dan tubuh. Terbukti, dia memandang bahwa
pengetahuan pertama-tama berkenaan dengan pemeriksaan pikiran.
Selain dari itu, locke membedakan antara apa yang dinamakannya kualitas
primer dan kualitas sekunder. Yang dimaksud dengan kualitas primer adalah luas,
berat, gerakan, jumlah dan sebagainya. Jika sampai pada masalah seperti ini, kita
dapat merasa yakin bahwa indera-indera menirunya secara objektif. Tapi kita juga
akan merasakan kualitas-kualitas lain dalam dalam benda-benda. Kita akan
mengatakan bahwa sesuatu itu manis atau pahit, hijau atau merah. Locke menyebut
ini sebagai sesuatu yang sekunder. Pengindraan semacam ini tidak meniru kualitaskualitas sejati yang melekat pada benda-benda itu sendiri.
Proyek epistimologi Locke mencapai puncaknya dalam positivisme. Inspirasi
filosofis empirisme terhadap positivisme terutama adalah prinsip objektivitas ilmu
pengetahuan, empirisme memiliki keyakian bahwa semesta adalah sesuatu yang hadir
melalui data inderawi. Karenanya Pengetahuan harus bersumber pengalaman dan
pengamatan empirik.
John Locke, bapak empirisme dari Britania mengatakan bahwa pada waktu
manusia dilahirkan akalnya merupakan sejenis buku catatan yang kosong (tabula
rasa). Dalam

buku catatan itulah

dicatat pengalaman- pengalaman

inderawi.

Menurut John Locke, seluruh sisa pengetahuan kita peroleh dengan jalan mengunakan
serta membandingkan ide-ide yang diperoleh dari pengindraan serta refleksi yang
pertama dan seederhana itu. Ia memandang bahwa akal sebagai tempat penampungan
yang secara pasif menerima hasil penginderaaan tersebut.
2. David Hume
Pada David Hume-lah aliran emprisme memuncak. Empirisme mendasarkan
pengetahuan bersumber pada pengalaman. Bukan rasio. Hume memilih pengalaman
sebagai sumber utama pengetahuan. Penegtahuan itu dapat bersifat lahiriah (yang
menyangkut dunia) dan dapat pula .bersifat batiniah (yang menyangkut pribadi
manusia). Oleh karean itu, pengenalan inderawi merupakan bentuk pengenalan yang
8

jelas dan sempurna. Pemikiran empirisnya terakumulasi dalam ungkapannya yang


singkat yaitu I never catch my self at any time with out a perception (saya selalu
memiliki persepsi pada setiap pengalaman saya).
Dua hal dicermati oleh Hume adalah substansi dan kausalitas. Hume tidak
menerima substansi, sebab yang dialami manusia hanya kesan-kesan tentang beberapa
ciri yang selalu ada bersama-sama. Dari kesan muncul gagasan. Kesan adalah
pengindraan langsung atas lahiriah, sedangkan gagasan adalah ingatan akan kesankesan.
Contohnya, jika tangan kita terbakar api, kita akan mendapatkan kesan panas
dengan segera. Dan seteleh itu kita mengingat bahwa tangan terbakar akan panas,
ingatan inilah yang disebut gagasan,. Realitas masuk dalam diri kita melalui kesan.
Apa yang dilihat indera kemudian tersimpan dalam ingatan (memori) itulah kesan.
Sementara hasil ingatan mereproduksi kesan itulah gagasan.
Hume membagi kesan menjadi dua: kesan sensasi dan kesan refleksi. Kesan
sensasi adalah kesan-kesan yang masuk ke dalam jiwa yang tidak diketahui sebabmusababnya. Misalnya (kita melihat sebuah meja kayu): benda yang saya lihat di
depan adalah meja. Kesan refleksi adalah hasil dari gagasan. Jika gagasan jika muncul
kembali ke dalam jiwa akan membentuk kesan-kesan baru. Kesan baru hasil
pencerminan dari ide sebelumnya inilah yang disebut dengan kesan refleksi.
Misalnya, (kita melhat sebuah meja dari besi): itu meja besi. Kita dapat menentukan
bahwa itu meja walaupun terbuat dari bahan yang berbeda, karena sebelumnya kita
sudah ada kesan sensasi terhadap meja kayu.
Sama halnya dengan kausalitas (hubungan sebab akibat). jika gejala tertentu selalu
diikuti oleh gejala lainnya, dengan sendirinya kita cendrung pada pikiran bahwa
gejala sebelumnya. Misalnya, gelas jatuh dari atas meja, gelas itu pecah. Pikiran
umum akan menyimpulkan bahwa jatuh menyebabkan pecah. Menurut Hume,
kesimpulan ini tidak berdasarkan pengalaman. Pengalaman hanya memberi kita
urutan gejala, tetapi tidak memeperlihatkan kita pada urusan sebab akibat. Karena di
lain peristiwa, gelas jatuh ternyata tidak pecah. Yang disebut kepastian hanya
mengungkapkan harapan kita saja dan tidak boleh dimengerti lebih dari probable
(peluang). Hume lebih suka menyebutkan urutan kejadian. Maka hume menolak
kausalitas, sebab harapan bahwa sesuatu mengikuti yang lain tidak melekat pada halhal itu sendiri, namun hanya dalam gagasan kita. Hukum alam adalah hukum alam.
Jika kita bicara tentang hukum alam atau sebab akibat, sebenarnya kita
9

membicarakan apa ya ng kita harapkan, yang merupakan gagasan kita saja, yang lebih
didikte oleh kebiasaan atau perasaan kita saja.
Hume adalah pelopor para empiris, yang percaya bahwa seluruh pengetahuan
tentang dunia berasal dari indera. Menurut Hume, ada batasan-batasan yang tegas
tentang bagaimana kesimpulan dapat diambil melalui persepsi indra kita.
Namun terlepas dari berbagai kritik yang muncul, pemikiran Hume umumnya
merupakan wujud ekspresi dan sikap naturalism dan skeptismenya. Dia sesungguhnya
telah berupaya memberikan penjelasan tentang sifat dasar alamiah manusia, yang
tidak dapat diabsahkan oleh nalar. 12

12

Ahmad Nawawi, Perspektif Teologi dan Filsafat: Kritik Dekonstruktif Nalar Kausalitas Dalam Teologi dan
Filsafat, (Malang: Intrans, 2011), hlm. 98

10

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ada bebrapa yang perlu kita buat sebagai sebuah khazanah ilmu pengetahuan terkait dengan
aliran filsafat Empirisme ini diantaranya:
1. Pengalamanlah yang menagjarkan manusia tentang sebuah hakekat yang bisa kita
pelajari sehingga manusia tidak terjerumus dalam sebuah penyesalan yang sama
2. Memberikan arah yang baik bagi setiap manusia untuk terus belajar tanpa harus
menyalahkan orang lain dalam kehidupan ynag diajalani oleh manusia itu sendiri
3. Mengungkapkan perasaan yang dialami tanpa harus menyalahkan orang lain yang
berada disekitar kita.
4. Mengajarkan bahwasanya segala perbuatan yang kita perbuat akan terpendam dalam
pikiran dan menjadi pertimbangan dalam melangkah kedepannya dan sebaliknya
kepada orang lain maka, perbaiki segala bentuk tingkah laku yang sudah kita lakukan.

11

DAFTAR PUSTAKA
Ali Makmun, 2014 Pengantar Filsafat: Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme,
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,
Lorens Bagus, 1997, Kamus Filsafat, Jakarta : Gramedia,
Abd. Gafur, 2007 Filsafat Ilmu, Malang: Kantor Jaminan Mutu KJM UIN Malang
Zubaedi, 2007 Filsafat Barat: Dari Logika Baru Rene Descartes Hingga Revolusi
Sains ala Thomas Khun, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Muhammad Adib, Filsafat Ilmu, Ontology, Epistimologi, Aksiologi dan Logika Ilmu
Pengetahuan, Jogjakarta: Pustaka Pelajar
Ahmad Nawawi, 2011, Perspektif Teologi dan Filsafat: Kritik Dekonstruktif Nalar
Kausalitas Dalam Teologi dan Filsafat, Malang: Intrans.

12

Anda mungkin juga menyukai