PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keracunan yang disebabkan oleh histamin sering dikenal dengan keracunan
histamine fish poisoning (HFP). Keracunan tersebut diakibatkan karena telah
mengkonsumsi ikan laut yang banyak mengandung histidin bebas (free histidine)
yang merupakan prekursor histamin. Menurut hasil penelitian Gonowiak, R. et al
(1990), hanya daging yang mengandung histidin bebas di atas 100 mg/100 g yang
mampu menghasilkan histamin. Keracunan histamin mengakibatkan penyakit HFP
yang disebabkan oleh akumulasi jumlah histamin yang dikonsumsi. Gejala keracunan
histamin ditandai dengan sakit kepala, pembengkakan lidah, kerongkongan terbakar,
mual, muntahmuntah, gatalgatal dan diare. Gejala awal langsung terasa 10 menit
sampai 2 jam setelah mengonsumsi makanan yang mengandung histamin tinggi.
Histamin dapat dihasilkan dari proses dekarboksilasi histidin bebas (-amina-inidosal asam propionat). Proses pembentukan histamin pada ikan sangat
dipengaruhi oleh aktivitas enzim L-Histidine Decarboxylase (HDC) (Bennour, M. et
al (1991) dalam Mangunwardoyo, W. et al (2007). Histamin dapat diproduksi secara
cepat oleh bakteri melalui proses dekarboksilase pada ikan yang mempunyai histidin
bebas relatif tinggi pada bagian otot saat ikan masih hidup. Ketersediaan histidin
bebas pada otot berperan sebagai penginduksi dan substrat yang membuat lingkungan
menjadi ideal untuk pembentukan histamin. Hal ini terjadi sebelum enzim proteolisis
saat post-mortem membebaskan sejumlah histidin dari protein pada otot.
Selama proses pembusukan yang terjadi, histidin bebas dan asam amino lain
pada otot ikan akan diubah menjadi histamine oleh bakteri tertentu yang
memproduksi
enzim
dekarboksilase.
Berbagai
jenis
bakteri
yang mampu
tinggi
yang
berfungsi
menghambat
proses
terbentuknya
histamin
(Winarno,1993).
1.2 Tujuan
Tujuan disusunnya makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan ketika mengkonsumsi histamin.
2. Untuk mengetahui penyebab yang ditimbulkan ketika mengkonsumsi
histamin.
3. Untuk mengetahui dosis histamin yang menjadi toksik ketika dikonsumsi oleh
manusia.
4. Untuk mengetahui cara pencegahan histamin agar tidak menimbulkan dampak
pada tubuh manusia.
1.3 Manfaat
Manfaat yang kami harapkan yaitu untuk menambah pengetahuan dan
wawasan mengenai hal-hal yang ditimbulkanoleh histamin dan cara pencegahannya.
BAB II
PEMBAHASAN
spp., dan Serratia spp. memiliki enzim histidine decarboxylase yang dapat merubah
asam amino histidin pada ikan menjadi histamin pada kondisi hangat (maksimum
produksi histamin yang tercatat pada suhu 2030oC). Histidin pada jenis ikan tertentu
jumlahnya akan lebih besar sehingga meningkatkan kemungkinan histamin yang
terbentuk akan lebih cepat selama penanganan dan penyimpanan yang tidak tepat.
Setelah histamin terbentuk, tidak akan hilang selama ikan dibersihkan atau
dimasak. Demikian juga, pembekuan tidak akan mengurangi atau merusak histamin
tersebut. Penanganan ikan yang segera setelah ditangkap adalah satu satunya cara
untuk mencegah terbentuknya histamin. Kandungan histamin pada ikan segar/sehat
adalah kurang dari 0,1 mg/gram ikan, sedangkan bila ikan diletakkan pada suhu
kamar, histamin akan meningkat dengan cepat mencapai 1 mg/gram ikan dalam
waktu 24 jam. Histamin tidak membahayakan jika dikonsumsi dalam jumlah yang
rendah, yaitu 8 mg/100 g ikan. Menurut Food and Drug Administration (FDA)
Amerika Serikat, keracunan histamin akan timbul jika seseorang mengkonsumsi ikan
dengan kandungan histamin 50 mg/100 g ikan. Ikan dengan kandungan histamin
lebih dari 20 mg/100 g merupakan ikan yang sudah tidak boleh dikonsumsi. Jenis
ikan yang diidentifikasi oleh FDA yang menyebabkan keracunan skombrotoksin
(histamin) dapat dilihat pada Gambar 1.
Amberjack
Jacks
Shad
Bluefish
Mackerels
Sarden
Bonito
Mahi mahi
Marlin
Tuna
Tenggiri laki
intrasel.
Reseptor ini ditemukan di otot polos perifer dan SSP, berperan memediasi
permeabilitas vaskuler yang terinduksi histamin. Residu asam amino yang terlibat
dalam interaksi dengan histamine adalah Aspartat, Asparagin, dan Lisin.
a. Reseptor H2
Reseptor H2 berperan dalam sekresi asam lambung. Aktivasi reseptor H2
bersama dengan gastrin dan asetilkolin dari vagus, potensial menstimulasi sekresi
asam dari sel parietal. Histamin dalam jumlah tinggi juga ditemukan di jaringan
kardiak dan dapat menstimulasi efek kronotropik dan inotropik melaluistimulasi
reseptor H2. Residu asam amino yang terlibat dalam interaksi dengan histamin adalah
Aspartat dan Threonin.
b. Reseptor H3
Terdapat di korteks serebri dan otot polos bronkus. Di kulit juga terdapat
reseptor H3 yang merupakan auto reseptor yang mengatur pelepasan dan sintesis
histamin. Namun peranan dalam menimbulkan gatal dan inflamasi masih belum jelas.
2.5 Gejala Keracunan Histamin
Gejala ini hanya akan muncul apabila mengkonsumsi ikan dengan kandungan
histamin yang berlebih, yaitu dalam jumlah diatas 70-1000 mg. Akibatnya, timbul
muntah-muntah, rasa terbakar pada tenggorokan, bibir bengkak, sakit kepala, kejang,
mual, muka dan leher kemerah-merahan, gatal-gatal dan badan lemas. Sekilas gejala
keracunan histamin mirip dengan gejala alergi yang dialami oleh orang yang sensitif
terhadap ikan atau bahan makanan asal laut. Oleh karena itu biasanya orang sering
keliru dalam membedakan gejala keracunan histamin dengan alergi. Sampai saat ini
belum pernah dilaporkan adanya kematian akibat keracunan histamin.
drastis dikurangi dengan pendinginan ikan sampai suhu 40oF (internal) secepat
mungkin.
Untuk ikan yang lebih besar membutuhkan waktu lebih lama untuk
mendinginkannya dibandingkan dengan ikan yang lebih kecil. Pengeluaran isi perut
ikan yang berukuran besar harus dipastikan bahwa rongga usus disi dengan es atau
media
pendinginan
lainnya
agar
membantu
menghilangkan
bakteri
yang
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Histamin merupakan salah satu senyawa biogenik amin yang dianggap
sebagai penyebab utama keracunan makanan yang berasal dari ikan, terutama dari
kelompok skombroid. Keracunan histamin mengakibatkan penyakit HFP yang
disebabkan oleh terakumulasinya jumlah histamin yang dikonsumsi. Pembentukan
histamin berasal dari histidin yang secara alami terdapat pada semua spesies ikan
famili scombroidae. Bakteri yang hadir dalam usus dan insang ikan memiliki enzim
histidine decarboxylase yang dapat merubah asam amino histidin pada ikan menjadi
histamin pada kondisi hangat (maksimum produksi histamin yang tercatat pada suhu
20300C.
Gejala keracunan histamin hanya akan muncul apabila Anda mengkonsumsi
ikan dengan kandungan histamin yang berlebih, yaitu dalam jumlah diatas 70-1000
mg. Akibatnya, timbul muntah-muntah, rasa terbakar pada tenggorokan, bibir
bengkak, sakit kepala, kejang, mual, muka dan leher kemerah-merahan, gatal-gatal
dan badan lemas. Penanganan ikan yang segera setelah ditangkap serta pendinginan
yang cepat adalah satu-satunya cara untuk mencegah terbentuknya histamin.
3.2 Saran
Sebaiknya kita mengkonsumsi ikan dengan kandungan histamin dibawah 701000 mg agar terhindar dari keracunan histamin. Selain itu, proses penanganan yang
cepat serta pendinginan pada ikan segar merupakan cara yang tepat untuk mencegah
terbentuknya histamin.
10
DAFTAR PUSTAKA
11