ANESTESI UMUM
Pembimbing :
Dr. Uus Rustandi. Sp. An
dr. Ruby Satria Nugraha, Sp. An, Mkes
Penyusun :
Bassam
1102009054
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan petunjuk-Nya
saya dapat menyelesaikan referat berjudul anestesi umum ini tepat pada waktunya. Shalawat
serta salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW semoga rahmat dan hidayah-Nya selalu
tercurah kepada kita.
Referat ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas kepanitraan klinik di bagian Anestesi
RSUD Arjawinangun. Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepadaDr. Uus Rustandi. Sp. Andan Dr. Ruby Satria Nugraha, Sp. An, Mkes selaku
dokter pembimbing dalam kepanitraan klinik Anestesi ini dan rekan-rekan koas yang ikut
membantu memberikan semangat dan dukungan moril.
Saya menyadari bahwa referat ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu,
saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga referat
ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan dalam bidang Anestesi khususnya dan bidang
kedokteran yang lain pada umumnya.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .i
DAFTAR ISI ii-iii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi
2.4.1.2 Premedikasi
10
11
12
13
13
14
iii
15
15
17
17
19
19
20
21
21
23
24
24
2.10 Ekstubasi
24
25
25
26
29
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Anestesi secara umum adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Namun,
obat-obat anestesi tidak hanya menghilangkan rasa sakit akan tetapi juga menghilangkan
kesadaran. Selain itu, juga dibutuhkan relaksasi otot yang optimal agar operasi dapat berjalan
lancer.
Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai dengan
hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible). Komponen anestesi yang ideal (trias
anestesi) terdiri dari : hipnotik, analgesia dan relaksasi otot. Praktek anestesi umum juga
termasuk mengendalikan pernapasanpemantauan fungsi-fungsi vital tubuh selama prosedur
anestesi. Tahapannya mencakup induksi, maintenance, dan pemulihan.
Tujuan dari pembuatan referat ini adalah untuk memahami anestesi umum, penggunaan
anestesi umum, teknik anestesi umum, jenis-jenis anestesi umum dan obat-obatan yang
digunakan untuk anestesi umum.
iii
BAB II
PEMBAHASAN
ANESTESI UMUM
2.1 DEFINISI
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthtos,
"persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan
rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan
rasa sakit pada tubuh.Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes
Srpada tahun 1846.
Anestesi umum adalah tindakan untuk menghilangkan nyeri secara sentral disertai
dengan hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible. Anestesi
memungkinkan pasien untuk mentoleransi prosedur bedah yang akan menimbulkan sakit yang
tak tertahankan,mempotensiasi eksaserbasi fisiologis yang ekstrim, dan menghasilkan
kenangan yang tidak menyenangkan.
Anestesi memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut:
1. Hipnotik/sedasi: hilangnya kesadaran
2. Analgesia: hilangnya respon terhadap nyeri
3. Muscle relaxant: relaksasi otot rangka
2. 2 Pilhan cara anestesi
Umur
o Bayi dan anak paling baik dengan anestesi umum
o Pada orang dewasa untuk tindakan singkat dan hanya dipermudahkan dilakukan
dengan anestesi local atau umum
Status fisik
iii
sebaiknya jangan digunakan ulang, misalnya halotan jangan digunakan ulang dalam
waktu tiga bulan, suksinilkolin yang menimbulkan apnoe berkepanjangan juga jangan
diulang. Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan 1-2 hari sebelumnya
B. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar sangat penting
untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi. Leher
pendek dan kaku juga akan menyulitkan laringoskopi intubasi.
Pemeriksaan rutin secara sistemik tentang keadaan umum tentu tidak boleh
dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi semua system organ tubuh
pasien.
C. Pemeriksaan laboratorium
Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan
penyakit yang sedang dicurigai. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan
darah kecil (Hb, lekosit, masa perdarahan dan masa pembekuan) dan urinalisis. Pada
usia pasien diatas 50 tahun ada anjuran pemeriksaan EKG dan foto thoraks.
D. Kebugaran untuk anestesia
iii
Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan agar
pasien dalam keadaan bugar, sebaliknya pada operasi sito penundaan yang tidak perlu
harus dihindari.
E. Klasifikasi status fisik
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang adalah
yang berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA). Klasifikasi fisik
ini bukan alat prakiraan resiko anestesia, karena dampaksamping anestesia tidak
dapat dipisahkan dari dampak samping pembedahan.
Kelas I
Kelas II
batu ureter dengan hipertensi sedang terkontrol, atau pasien appendisitis akut dengan
lekositosis dan febris.
Kelas III : Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin
terbatas.Contohnya: pasien appendisitis perforasi dengan septisemia, atau pasien ileus
obstrukstif dengan iskemia miokardium.
Kelas IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktivitas
rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat.Contohnya:
Pasien dengan syok atau dekompensasi kordis.
Kelas V
hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.Contohnya: pasien tua dengan perdarahan
basis kranii dan syok hemoragik karena ruptur hepatik.
iii
Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat dengan mencantumkan tanda
darurat ( E = EMERGENCY ), misalnya ASA IE atau IIE
F. Masukan oral
Refleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Regurgitasi isi lambung
dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan risiko utama pada pasienpasien yang menjalani anestesia. Untuk meminimalkan risiko tersebut, semua pasien
yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesia harus dipantangkan dari
masukan oral (puasa) selamaperiode tertentu sebelum induksi anestesia.
Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada bayi 34 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebeluminduksi anestesia.
Minuman bening, air putih teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minumobat
air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi anestesia.
2.4.1.2 Premedikasi
Sebelum pasien diberi obat anestesia, langkah selanjutnya adalah dilakukan
premedikasi yaitu pemberian obat sebelum induksi anestesia diberi dengan tujuan
untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi diantaranya:
1. Menimbulkan rasa nyaman bagi pasien
a. Menghilangkan rasa khawatir melalui:
i. Kunjungan pre anestesi
ii. Pengertian masalah yang dihadapi
iii. Keyakinan akan keberhasilan operasi
b. Memberikan ketenangan (sedative)
c. Membuat amnesia
d. Mengurangi rasa sakit (analgesic non/narkotik)
e. Mencegah mual dan muntah
2. Memudahkan atau memperlancar induksi
iii
3.
4.
5.
6.
T :Tube
Pipa trakea.pilih sesuai usia. Usia< 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan >
5 tahun dengan balon (cuffed).
iii
A :Airway Pipa mulut faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring
(naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak
sadar untuk menjaga supaya lidah tidak menyumbat jalan napas.
T : Tape
I :Introducer Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastic (kabel) yang mudah
dibengkokan
untuk
pemandu
supaya
pipa
trakea
mudah
dimasukkan.
C :Connector Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia
S :Suction penyedot lender, ludah danlain-lainnya.
2.5.1 STADIUM ANESTESI
Tahapan dalam anestesi terdiri dari 4 stadium yaitu stadium pertama berupa analgesia
sampai kehilangan kesadaran, stadium 2 sampai respirasi teratur, stadium 3 dan stdium 4
sampai henti napas dan henti jantung.
Stadium I
Stadium I (St. Analgesia/ St. Cisorientasi) dimulai dari saat pemberian zat anestetik
sampai hilangnya kesadaran.Pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti perintah dan
terdapat analgesi (hilangnya rasa sakit).Tindakan pembedahan ringan, seperti pencabutan
gigi dan biopsi kelenjar, dapat dilakukan pada stadium ini.Stadium ini berakhir dengan
ditandai oleh hilangnya reflekss bulu mata (untuk mengecek refleks tersebut bisa kita raba
bulu mata).
Stadium II
Stadium II (St. Eksitasi; St. Delirium) Mulai dari akhir stadium I dan ditandai dengan
pernapasan yang irreguler, pupil melebar dengan reflekss cahaya (+), pergerakan bola mata
tidak teratur, lakrimasi (+), tonus otot meninggi dan diakhiri dengan hilangnya reflekss
menelan dan kelopak mata.
iii
Stadium III
Stadium III yaitu stadium sejak mulai teraturnya lagi pernapasan hingga hilangnya
pernapasan spontan.Stadia ini ditandai oleh hilangnya pernapasan spontan, hilangnya
reflekss kelopak mata dan dapat digerakkannya kepala ke kiri dan kekanan dengan mudah.
Stadium IV
Ditandai dengan kegagalan pernapasan (apnea) yang kemudian akan segera diikuti
kegagalan sirkulasi/ henti jantung dan akhirnya pasien meninggal. Pasien sebaiknya tidak
mencapai stadium ini karena itu berarti terjadi kedalaman anestesi yang berlebihan.
2.6
Premedikasi + / - (apabila pasien tidak tenang bisa diberikan obat penenang) efek
sedasi/anti-anxiety :benzodiazepine; analgesia: opioid, non opioid, dll
Induksi
Pemeliharaan
2.6.2
kedalam trakea via oral atau nasal. Indikasi; operasi lama, sulit mempertahankan airway
(operasi di bagian leher dan kepala)
Prosedur :
1. Sama dengan diatas, hanya ada tambahan obat (pelumpuh otot/suksinil dgn durasi singkat)
iii
iii
2.6.4
Induksi intravena
Paling banyak dikerjakan dan digemari. Indksi intravena dikerjakan dengan hati-hati,
perlahan-lahan, lembut dan terkendali. Obat induksi bolus disuntikan dalam kecepatan antara 3060 detik. Selama induksi anestesi, pernapasan pasien, nadi dan tekanan darah harsu diawasi dan
selalu diberikan oksigen. Dikerjakan pada pasien yang kooperatif.
iii
Dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonic dengan
kepekatan 1% (1ml = 1o mg). suntikan intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa
detik sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg intravena.
Dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesia intravena total 412 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif 0.2 mg/kg. pengenceran hanya boleh
dengan dekstrosa 5%. Tidak dianjurkan untuk anak < 3 tahun dan pada wanita hamil.
C. Ketamin (ketalar)
Kurang digemari karena sering menimbulkan takikardia, hipertensi, hipersalivasi, nyeri
kepala, pasca anestesia dapat menimbulkan mual-muntah, pandangan kabur dan mimpi buruk.
Sebelum pemberian sebaiknya diberikan sedasi midazolam (dormikum) atau diazepam (valium)
dengan dosis0,1 mg/kg intravena dan untuk mengurangi salvias diberikan sulfas atropin 0,01
mg/kg.
Dosis bolus 1-2 mg/kg dan untuk intramuscular 3-10 mg. ketamin dikemas dalam cairan
bening kepekatan 1% (1ml = 10mg), 5% (1 ml = 50 mg), 10% ( 1ml = 100 mg).
2.6.5
Induksi intramuscular
iii
Sampai sekarang hanya ketamin (ketalar) yang dapat diberikan secara intramuskulardengan
dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur.
2.6.6
Induksi inhalasi
A. N2O
(gas gelak, laughing gas, nitrous oxide, dinitrogen monoksida) berbentuk gas, tak
berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar dan beratnya 1,5 kali berat udara. Pemberian
harus disertai O2 minimal 25%. Bersifat anastetik lemah, analgesinya kuat, sehingga sering
digunakan untuk mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi jarang
digunakan sendirian, tapi dikombinasi dengan salah satu cairan anastetik lain seperti
halotan.
B. Halotan (fluotan)
Sebagai induksi juga untuk laringoskop intubasi, asalkan anestesinya cukup dalam, stabil
dan sebelum tindakan diberikan analgesi semprot lidokain 4% atau 10% sekitar faring laring.
Kelebihan dosis menyebabkan depresi napas, menurunnya tonus simpatis, terjadi hipotensi,
bradikardi, vasodilatasi perifer, depresi vasomotor, depresi miokard, dan inhibisi refleks
baroreseptor. Merupakan analgesi lemah, anestesi kuat. Halotan menghambat pelepasan insulin
sehingga mininggikan kadar gula darah.
C. Enfluran (etran, aliran)
Efek depresi napas lebih kuat dibanding halotan dan enfluran lebih iritatif disbanding
halotan. Depresi terhadap sirkulasi lebih kuat dibanding halotan, tetapi lebih jarang
menimbulkan aritmia. Efek relaksasi terhadap otot lurik lebih baik disbanding halotan.
iii
E. Desfluran (suprane)
Sangat mudah menguap. Potensinya rendah (MAC 6.0%), bersifat simpatomimetik
menyebabkan takikardi dan hipertensi. Efek depresi napasnya seperti isofluran dan etran.
Merangsang jalan napas atas sehingga tidak digunakan untuk induksi anestesi.
F. Sevofluran (ultane)
Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan isofluran. Baunya tidak menyengat
dan tidak merangsang jalan napas, sehingga digemari untuk induksi anestesi inhalasi disamping
halotan.
2.6.7
2.6.8
Induksi mencuri
Dilakukan pada anak atau bayi yang sedang tidur. Induksi inhalasi biasa hanya sungkup
muka tidak kita tempelkan pada muka pasien, tetapi kita berikan jarak beberapa sentimeter,
sampai pasien tertidur baru sungkup muka kita tempelkan.
Pelumpuh otot nondepolarisasi Tracurium 20 mg (Antracurium)
1. Berikatan dengan reseptor nikotinik-kolinergik, tetapi tidak menyebabkna depolarisasi,
hanya menghalangi asetilkolin menempatinya, sehingga asetilkolin tidak dapat bekerja.
2. Dosis awal 0,5-0,6 mg/kgBB, dosis rumatan 0,1 mg/kgBB, durasi selama 20-45 menit,
2.7
iii
biasa, tetapi pasien ditidurkan dengan infuse propofol 4-12 mg/kgBB/jam. Bedah lama dengan
anestesi total intravena, pelumpuh otot dan ventilator. Untuk mengembangkan paru digunakan
inhalasi dengan udara + O2 atau N2O + O2.
Rumatan inhalasi biasanya menggunakan campuran N2O dan O2 dengan perbandingan 3:1
ditambah halotan 0,5-2 vol% atau enfluran 2-4% atau isofluran 2-4 vol% atau sevofluran 2-4%
bergantung apakah pasien bernapas spontan, dibantu atau dikendalikan.
2.8
dibagian belakang bersatu di hipofaring. Hipofaring menuju esophagus dan laring dipisahkan
oleh epiglotis menuju ke trakea. Laring terdiri dari tulang rawan tiroid, krikoid, epiglotis dan
sepasang aritenoid, kornikulata dan kuneiform.
2.8.1
Gradasi
1
2
3
4
Pilar faring
+
-
Uvula
+
+
-
Palatum Molle
+
+
+
-
Merah muda, 2
iii
Pucat, 1
Sianosis, 0
B. Pernapasan
C. Sirkulasi
D. Kesadaran
E. Aktivitas
Seluruh ekstremitas dapat digerakkan, 2
Dua ekstremitas dapat digerakkan,1
Tidak bergerak, 0
Jika jumlahnya > 8, penderita dapat dipindahkan ke ruangan
iii
BAB III
KESIMPULAN
Anestesi secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.Obat yang
digunakan dalam menimbulkan anesthesia disebut sebagai anestetik, dan kelompok ini
dibedakan dalam anestetik umum dan anestetik lokal.
Anestesi umum (General Anesthesia) disebut pula dengan nama Narkose Umum
(NU).Anastesi Umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya
kesadaran dan bersifat reversible. Anestesi umum yang sempurna menghasilkan ketidak sadaran,
analgesia, relaxasi otot tanpa menimbulkan resiko yang tidak diinginkan dari pasien.
Anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya terdiri dari 2 cara, yaitu ;
1. Anastetik Inhalasi
2. Anastetik Intravena
Terlepas dari cara penggunaanya suatu anestetik yang ideal sebenarnya harus
memperlihatkan 3 efek utama yang dikenal sebagai Trias Anestesia, yaitu efek
hipnotik (menidurkan), efek analgesia, danefek relaksasi otot. Akan lebih baik lagi kalau
terjadi juga penekanan reflex otonom dan sensoris, seperti yang diperlihatkan oleh eter.
Sebelum dilakukan anestesi umum, harus dilakukan penilaian pada psien yang mencakup
beberapa hal yaitu status kesehatan pasien, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium serta
menentukan klasifikasi status fisik menurut The American Society of Anaesthesiologist (ASA).
Berbagai teknik Anestesi Umum
a)
b)
c)
Selama proses anestesi, dilakukan pemantauan keadaan umum, kesadaran, tekanan darah,
nadi, pernafasan, suhu dan perdarahan. Jika terdapat kesulitan selama melaksanakan anestesi
umum, seperti jalan nafas dan intubasi, harus ditangani dengan benar.
iii
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Zuhardi, T.B, Anestesi untuk pembedahan darurat dalam Majalah Cermin Dunia
Kedokteran no. 33, 1984 : 3-5
2. Rahardjo, E., Rahardjo, P., Sulistiyono, H., Anestesi untuk pembedahan darurat
dalam Majalah Cermin Dunia Kedokteran no. 33, 1984 : 6-9.
3. Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI 2009. Anastetik Umum, dalam
Farmakologi dan Terapi. Balai penerbit FKUI , Jakarta. Hal 122-138
4. Dobson, M.B.,ed. Dharma A., Penuntun Praktis Anestesi, EGC, 1994, Jakarta.
5. Staf Pengajar Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UI, Anestesiologi, 1989,
Jakarta.
6. Latief SA, Suryadi KA. Petunjuk Praktis Anestesiologi, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia 2009.
iii