Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

Peranan dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat


sering dihadapkan pada kenyataan bahwa bantuan mereka juga diperlukan oleh
kalangan penegak hukum dalam memeriksa korban maupun memberikan keterangan
untuk kepentingan hukum dan peradilan. Diperlukan bantuan dokter untuk
memastikan sebab, cara, dan waktu kematian pada peristiwa kematian tidak wajar
karena pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan atau kematian yang mencurigakan.

Pada korban yang tidak dikenal diperlukan pemeriksaan untuk mengetahui


identitasnya. Begitu pula pada korban penganiayaan, pemerkosaan, pengguguran
kandungan dan peracunan diperlukan pemeriksaan oleh dokter untuk menjelaskan
peristiwa yang terjadi secara medis. Hasil pemeriksaan dan laporan tertulis akan
digunakan sebagai petunjuk atau pedoman dan alat bukti dalam menyidik, menuntut
dan mengadili perkara pidana maupun perdata. Pada tahap penyidikan dipergunakan
sebagai alat bukti dan petunjuk oleh para penyidik dan di sidang pengadilan
dipergunakan oleh jaksa, hakim dan pembela sebagai alat bukti yang sah.1,2

Profesi dokter mempunyai tugas lain yang tidak kalah penting dari sekedar
memberikan pelayanan medis klinis kepada masyarakat, yaitu memberikan bantuan
terhadap penegakan hukum dan keadilan (medical for law). Seperti juga hak
kehidupan, kesehatan, kesembuhan maka keadilan dan perlindungan hukum
merupakan hak asasi manusia yang wajib dipenuhi dan dilindungi oleh negara.

Kata Forensik berasal dari Forum yang berarti pasar. Pada zaman
Romawi kuno pasar digunakan sebagai tempat pengadilan. Dari istilah ini kemudian
berkembang pengertian bahwa ilmu kedokteran forensik merupakan cabang ilmu
kedokteran yang mempergunakan ilmu pengetahuan dan teknologinya untuk
membantu penegakan hukum dan keadilan.2

Peranan dari kedokteran forensik dalam penyelesaian perkara pidana di


Pengadilan adalah membantu hakim dalam menemukan dan membuktikan unsurunsur yang di dakwakan dalam pasal yang diajukan oleh penuntut. Serta memberikan
gambaran bagi hakim mengenai hubungan kausalitas antara korban dan pelaku
kejahatan dengan mengetahui laporan dalam visum et repertum.

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi

Ada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh ahli kedokteran forensik,


diantaranya Sidney Smith mendefinisikan Forensic medicine may be defined as the
body of medical and paramedical scientific knowledge which may services in the
adminitration of the law, yang maksudnya ilmu kedokteran forensik merupakan
kumpulan ilmu pengetahuan medis yang menunjang pelaksanaan penegakan hukum.
Prof.Dr.Amri Amir,Sp.F (2007) mendefinisikan Ilmu Kedokteran Forensik sebagai
penggunaan pengetahuan dan keterampilan di bidang kedokteran untuk kepentingan
hukum dan peradilan.1

Prof.Dr.Budi

Sampurna,Sp.F

(2009)

mendefinisikan

Ilmu

Kedokteran Forensik adalah salah satu cabang spesialistik ilmu kedokteran yang
memanfaatkan ilmu kedokteran untuk membantu penegakan hukum, keadilan dan
memecahkan masalah-masalah di bidang hukum.1

Dokter adalah dokter lulusan pendidikan kedokteran baik di dalam maupun di


luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Institusi Pendidikan (Profesi Dokter) adalah institusi yang
melaksanakan pendidikan profesi dokter baik dalam bentuk fakultas, jurusan atau
program studi yang merupakan pendidikan universitas (academic entity).1

Profesi Kedokteran adalah suatu pekerjaan kedokteran yang dilaksanakan


berdasarkan suatu keilmuan dan kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan yang
berjenjang, serta kode etik yang bersifat melayani masyarakat sesuai UU No. 29
Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.1,2

Standar Profesi Dokter adalah standar keilmuan dan keterampilan minimal


yang harus dikuasai dokter dalam menjalankan praktek kedokteran. Standar
Kompetensi adalah kualifikasi yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan
(PP 19/2005).
Berdasarkan definisi-definisi diatas standar profesi dokter di bidang
kedokteran forensik dapat kita definisikan sebagai standar keilmuan dan keterampilan
minimal yang harus dikuasai seorang dokter dalam mengunakan ilmu pengetahuan
dan teknologi kedokteran untuk membantu penegakan hukum, keadilan, dan
memecahkan masalah-masalah hukum.1,2

2.2

Lingkup Pelayanan
Pelayanan di bidang Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal dalam

beberapa kasus masih diperlukan disiplin ilmu lain. Di bidang kesehatan bantuan
tersebut dapat mencakup Patologi Forensik, Psikiatri Forensik, Toksikologi Forensik,
Antopologi Forensik, Odontologi Forensik dan Radiologi Forensik.

Patologi forensik adalah pengetahuan tentang pemeriksaan kelainan pada


jaringan tubuh oleh karena kekerasan atau mati tiba-tiba untuk kepentingan
pengadilan. Psikiatri Forensik tentang pembuktian adanya kelainan jiwa pada
tersangka. Toksikologi Forensik adalah peristiwa keracunan yang berhubungan
dengan peristiwa pidana. Radiologi Forensik yang sudah lama berperan adalah
cabang ilmu kedokteran yang sudah banyak membantu dalam pemeriksaan korban
dan jaringan tubuh menggunakan pengetahuan dan teknologi radiologi. Odontologi

forensik penggunaan pengetahuan ilmu kedokteran gigi untuk kepentingan hukum


dan peradilan terutama dalam identifikasi.3,4
Peranan ahli (expert) termasuk dokter dalam bidang Kedokteran Forensik
adalah dalam rangka membuka tabir suatu peristiwa yang dapat menjawab 7
pertanyaan :
1. Apa yang terjadi (what)
2. Siapa yang terlibat (who)
3. Di mana terjadi (where)
4. Kapan terjadi (when)
5. Bagaimana terjadinya (how)
6. Dengan apa melakukannya (with what)
7. Kenapa terjadi peristiwa tersebut (why)

Kedokteran forensik sebenarnya suatu ilmu yang dimiliki oleh setiap dokter
karena tanpa terkecuali semua dokter pernah mendapatkan pengetahuan ilmu
kedokteran forensik diwaktu perkuliahan. Pasal 224 Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP): Barang siapa yang dipanggil menurut undang-undang menjadi saksi
ahli atau juru bahasa dengan sengaja atau tidak menjalankan suatu kewajiban menurut
undang-undang yang harus dijalankannya dalam kedudukan tersebut di atas, dalam
perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan dan untuk
perkara lain dihukum dengan hukuman selama-lamanya 6 bulan.3,4

Tugas pokok seorang dokter dalam bidang forensik adalah membantu


pembuktian melalui pembuktian ilmiah termasuk dokumentasi informasi/prosedur,
dokumentasi fakta, dokumentasi temuan, analisis dan kesimpulan, presentasi
(sertifikasi).

Dinilai menurut waktu penyelidikan hingga persidangan dokter mempunyai


peran sebagai berikut:4
1. Masa Penyelidikan
Pemeriksaan di TKP dan analisis data yang ditemukan
2. Masa Penyidikan
Pembuatan visum et repertum dan BAP saksi ahli
3. Masa Persidangan
Dokter berperan dalam memberikan keterangan ahli, sebagai saksi ahli
pemeriksa, menjelaskan visum et repertum, menjelaskan kaitan temuan
VeR dengan temuan ilmiah alat bukti sah lainnya.
Dokter juga berperan menjelaskan segala sesuatu yang belum jelas dari
sisi ilmiah.

2.3

Peran Profesional Kedokteran Forensik


Peran profesi kedokteran forensik berkaitan dengan kepentingan peradilan

dengan melibatkan pengetahuan patologi forensik dan patologi klinik. Profesi


kedokteran forensik bisa juga mencakup ruang lingkup bukan peradilan yaitu
berperan dalam identifikasi, keterangan medis, uji keayahan, dan pemeriksaan barang
bukti lainnya.6

Pendekatan kedokteran forensik selain menjadi ahli klinik medikalisasi dan


terapi, ilmu forensik juga berperan dalam hal non-terapi, yaitu pembuktian. Ilmu
forensik sangat komprehensif mencakup psikososial, yuridis. Akan tetapi forensik
juga tidak bisa dikatakan hukum karena forensik tidak menentukan suata peristiwa
disebut pembunuhan, perkosaan atau mengatakan siapa pelaku. Forensik hanya
memberi petunjuk cara kematian atau pidana atau petunjuk siapa pelaku.5

Ilmu kedokteran forensik mengutamakan prinsip dasar etika kedokteran


meliputi: prinsip tidak merugikan (non maleficence), prinsip berbuat baik
(beneficence), prinsip menghormati otonomi pasien (autonomy), dan prinsip keadilan
(justice).
Prinsip tidak merugikan (non maleficence), merupakan prinsip dasar menurut
tradisi Hipocrates, primum non nocere. Jika kita tidak bisa berbuat baik kepada
seseorang, paling tidak kita tidak merugikan orang itu. Prinsip berbuat baik
(beneficence), merupakan segi positif dari prinsip non maleficence. Prinsip
menghormati otonomi pasien (autonomy), merupakan suatu kebebasan bertindak
dimana seseorang mengambil keputusan sesuai dengan rencana yang ditentukannya
sendiri. Di sini terdapat 2 unsur yaitu : kemampuan untuk mengambil keputusan
tentang suatu rencana tertentu dan kemampuan mewujudkan rencananya menjadi
kenyataan.
Dalam hubungan dokter-pasien ada otonomi klinik atau kebebasan
professional dari dokter dan kebebasan terapetik yang merupakan hak pasien untuk
menentukan yang terbaik bagi dirinya, setelah mendapatkan informasi selengkaplengkapnya. Prinsip keadilan (justice), berupa perlakuan yang sama untuk orangorang dalam situasi yang sama, artinya menekankan persamaan dan kebutuhan,
bukannya kekayaan dan kedudukan sosial.5,6

2.4

Prosedur Medikolegal

Prosedur medikolegal adalah tata cara atau prosedur penatalaksanaan dan


berbagai aspek yang berkaitan pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum.
Secara garis besar prosedur medikolegal mengacu kepada peraturan perundangundangan yang berlaku di Indonesia, dan pada beberapa bidang juga mengacu kepada
sumpah dokter dan etika kedokteran.

Ruang lingkup prosedur medikolegal adalah pengadaan visum et repertum,


pemberian keterangan ahli pada masa sebelum persidangan dan pemberian
keterangan ahli di dalam persidangan, kaitan visum et repertum dengan rahasia
kedokteran, penerbitan surat kematian dan surat keterangan medik, pemeriksaan
kedokteran terhadap tersangka (psikiatri forensik), dan kompetensi pasien untuk
menghadapi pemeriksaan penyidik.2

Dasar Pengadaan Visum et Repertum


Pasal 133 KUHAP
1. Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban
baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan
ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
2. Permintaan keterangan ahli sebagai mana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk
pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
3. Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada
rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan
terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak

dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain
badan mayat.
Menurut pasal 133 KUHAP permintaan visum et repertum merupakan
wewenang penyidik, resmi dan harus tertulis, visum et repertum dilakukan terhadap
korban bukan tersangka dan ada indikasi dugaan akibat peristiwa pidana. Bila
pemeriksaan terhadap mayat maka permintaan visum disertai identitas label pada
bagian badan mayat, harus jelas pemeriksaan yang diminta, dan visum tersebut
ditujukan kepada ahli kedokteran forensik atau kepada dokter di rumah sakit.

Sanksi Hukum bila Menolak


Pasal 216 KUHP
Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang
dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi
sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yag diberi
kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula
barangsiapa

dengan

sengaja

mencegah,

menghalang-halangi

atau

menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana


penjara selama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak Sembilan
Ribu Rupiah.
Pemeriksaan Mayat untuk Peradilan
Pasal 222 KUHP
Barangsiapa

dengan

sengaja

mencegah,

menghalang-halangi

atau

menggagalkan pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana


penjara palling lama Sembilan bulan atau pidana denda paling banyak Empat
Ribu Lima Ratus Rupiah.

Permintaan Sebagai Saksi Ahli


Pasal 179 (1) KUHAP
Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman
atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi
keadilan.
Pasal 224 KUHP
Barangsiapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undangundang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undangundang yang harus dipenuhinya, diancam dalam perkara pidana dengan
penjara paling lama Sembilan Bulan.
Pembuatan Visum et Repertum bagi tersangka ( VeR Psikiatris)
Pasal 120 KUHAP
Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli
atau orang yang memiliki keahlian khusus.
Pasal 180 KUHAP
Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di
sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan saksi ahli dan
dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.

Pasal 53 UU Kesehatan
Tenaga kesehatan untuk kepentingan pembuktian dapat melakukan tindakan
medis terhadap seseorang dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan
yang bersangkutan.

10

Keterangan Ahli
Pasal 1 Butir 28 KUHAP
Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan seorang yang memiliki
keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu
perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. (pengertian keterangan ahli
saecara umum) Agar dapat diajukan ke sidang pengadilan sebagai upaya
pembuktian, keterangan ahli harus dikemas dalam betuk alat bukti sah.
Alat Bukti Sah
Pasal 183 KUHAP
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila
dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti sah ia memperoleh keyakinan
bahwa suatu tindakan pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang
bersalah melakukannya.
Pasal 184 KUHAP
Alat bukti yang sah adalah:
1. keterangan saksi,
2. keterangan ahli,
3. Surat,
4. petunjuk,
5. keterangan terdakwa

11

Keterangan ahli diberikan secara lisan


Pasal 186
Keterangan ahli adalah apa yang ahli nyatakan di sidang pengadilan.
keterangan ahli dapat diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau
penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat
dengan mengingat sumpah di waktu menerima jabatan atau pekerjaan (BAP
saksi ahli).
Keterangan ahli diberikan secara tertulis
Pasal 187 KUHAP
Surat sebagaimana tersebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas
sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah: (c) surat keterangan
dari seorang ahli yang memuat pendapat bedasarkan keahliannya mengenai
sesuatu hal atau suatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya.
2.5

Pengertian Standar Kompetensi Dokter


Menurut SK Mendiknas No. 045/U/2002 kompetensi adalah seperangkat

tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat
untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang
pekerjaan tertentu.6,7
Elemen-elemen kompetensi terdiri dari :
a. Landasan kepribadian
b. Penguasaan ilmu dan keterampilan
c. Kemampuan berkarya
d. Sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu
dan keterampilan yang dikuasai
e. Pemahaman kaidah berkehidupan masyarakat sesuai dengan keahlian dalam
berkarya.

12

Epstein and Hundert (2002) memberikan definisi sebagai berikut :


Professional competence is the habitual and judicious use of communication,
knowledge, technical skills, clinical reasoning, emotions, values, and reflection in
daily practice to improve the health of the individual patient and community.
Carraccio, et.al. (2002) menyimpulkan bahwa : Competency is a complex set
of behaviorsbehaviours built on the components of knowledge, skills, attitude and
competence as personal ability.

Dari beberapa pengertian di atas, tampak bahwa pengertian kompetensi dokter


lebih luas dari tujuan instruksional yang dibagi menjadi tiga ranah pendidikan, yaitu
pengetahuan, psikomotor dan afektif. Dengan dikuasainya standar kompetensi oleh
seorang profesi dokter, maka yang bersangkutan akan mampu mengerjakan tugas atau
pekerjaan profesinya, mengorganisasikan tugasnya agar pekerjaan tersebut dapat
dilaksanakan, segera tanggap dan tahu apa yang harus dilakukan bilamana terjadi
sesuatu yang berbeda dengan rencana semula, menggunakan kemampuan yang
dimiliki untuk memecahkan masalah di bidang profesinya, melaksanakan tugas
dengan kondisi berbeda, dengan telah ditetapkannya keluaran dari program dokter di
Indonesia berupa standar kompetensi, maka kurikulum program studi pendidikan
dokter perlu disesuaikan.

13

2.6

Penjabaran Kompetensi Dokter di bidang Kedokteran Forensik


Seorang dokter dituntut mampu menggali dan bertukar informasi secara

verbal dan non verbal dengan pasien (korban hidup) pada semua usia, anggota
keluarga (pada korban meninggal), masyarakat, kolega dan profesi lain.
Komunikasi antara dokter dan korban/pasien atau dengan keluarganya harus
dilakukan seefektif mungkin oleh dokter agar pasien atau keluarga pasien bersedia
dilakukan pemeriksaan walaupun secara hukum untuk pemeriksaan forensik dokter
tidak perlu izin keluarga melainkan kewajiban penyidik untuk memberitahu korban
atau keluarga korban (meninggal). Hal ini sesuai pasal 134 KUHAP.
Pasal 134 KUHAP
1. Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian
bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib
memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban.
2. Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menjelaskan dengan
sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan dilakukan pembedahan
tersebut.
3. Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari
keluarga atau pihak yang perlu diberi tahu tidak ditemukan, penyidik
segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal
133 ayat (3) undang-undang.
Ditinjau dari area komunikasi efektif di bidang kedokteran forensik,seorang
lulusan dokter harus mampu:
1. Berkomunikasi efektif dengan Korban atau dengan keluarga korban
Berkomunikasi dengan korban serta anggota keluarganya, dengan cara
memberi penjelasan apa tujuan dilakukan pemeriksaan, cara dan prosedur

14

pemeriksaan, kemungkinan timbulnya rasa tidak nyaman saat dokter melakukan


pemeriksaan, dan informasi lainnya sesuai etika klinis. Seorang dokter saat
melakukan pemeriksaan forensik harus menunjukkan rasa simpati dengan kejadian
yang meninpa korban, menunjukkan rasa empati dan dapat dipercaya.

Memberikan situasi yang nyaman bagi korban dengan menjaga privasi pasien,
Aktif dan mendengarkan dengan penuh perhatian dan memberi waktu yang cukup
pada pasien untuk menyampaikan keluhannya dan menggali permasalahan pasien
serta kronologis kejadiaan.

2. Berkomunikasi dengan sejawat


Memberi informasi yang tepat kepada sejawat tentang kondisi pasien baik
secara lisan, tertulis, atau elektronik pada saat yang diperlukan demi kepentingan
pasien maupun ilmu kedokteran. Menulis surat rujukan dan laporan penanganan
pasien dengan benar, demi kepentingan pasien maupun ilmu kedokteran. Seorang
dokter umum harus merujuk korban apabila apa yang dimintakan penyidik bukan
kompetensi

dokter

umum.

Misalnya,

identifikasi

tulang,

identifikasi

gigi

(odontologi), pemeriksaan DNA, dan lain-lain.

3. Berkomunikasi dengan masyarakat


Menggunakan bahasa yang dipahami oleh masyarakat, menggali masalah
kronologis kejadian menurut persepsi masyarakat agar masyarakat memahami bahwa
pemeriksaan forensik demi penegakan keadilan sebagai hak asasi manusia.
Melibatkan tokoh masyarakat dalam mempromosikan kesehatan secara professional.

15

4. Berkomunikasi dengan profesi lain


Mendengarkan dengan penuh perhatian, dan memberi waktu cukup kepada
profesi lain untuk menyampaikan pendapatnya. Memberi informasi yang tepat waktu
dan sesuai kondisi yang sebenarnya ke perusahaan jasa asuransi kesehatan untuk
pemprosesan klaim demi kepentingan hukum.

2. Area Keterampilan Klinis


Seorang dokter umum harus mampu melakukan prosedur pemeriksaan
forensik klinis sesuai masalah, kebutuhan korban dan sesuai kewenangannya.
Kaitannya dengan kedokteran forensik adalah seorang dokter umum harus mampu
memeriksa dan membuat Visum et Repertum korban luka karena kecelakaan lalu
lintas, memeriksa dan membuat Visum et Repertum luka karena penganiayaan,
Memeriksa dan membuat Visum et Repertum Kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT), melakukan pemeriksaan luar korban meninggal. Pemeriksaan luar meliputi
pemeriksaan label, benda di samping mayat, pakaian, ciri identitas fisik, ciri
tanatologis, perlukaan dan patah tulang.
Dokter berperan dalam memberikan keterangan ahli, sebagai saksi ahli
pemeriksa , menjelaskan visum et repertum, menjelaskan kaitan temuan VeR dengan
temuan ilmiah alat bukti sah lainnya.
Dokter juga berperan menjelaskan segala sesuatu yang belum jelas dari sisi
ilmiah. (Pasal 224 KUHP) Hukum dengan tegas memberikan wewenang utama
pemeriksaan forensik kepada dokter forensik. Namum, karena ketidaktersediaan
dokter forensik hukum memberi peluang kepada dokter (umum dan spesialis apasaja)
sebagai pemeriksa, hal ini merujuk pada pasal 133 KUHAP.

16

2.2

Keterampilan Dokter di Bidang Forensik


Dalam melaksanakan praktik dokter di bidang forensik, lulusan dokter perlu

menguasai keterampilan klinis yang akan digunakan dalam mendiagnosis, menjawab


permintaan Visum et Repertum, maupun menjelaskan suatu perkara hukum menurut
keahliannya di bidang kedokteran. Keterampilan ini perlu dilatihkan sejak awal
pendidikan dokter secara berkesinambungan hingga akhir pendidikan dokter. Berikut
ini pembagian tingkat kemampuan menurut Piramid Miller :
Tingkat kemampuan 1 Mengetahui dan Menjelaskan
Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan
ini, sehingga dapat menjelaskan kepada teman sejawat, pasien maupun
klien tentang konsep, teori, prinsip maupun indikasi, serta cara
melakukan, komplikasi yang timbul, dan sebagainya. Contoh
keterampilan ini adalah Pemeriksaan DNA untuk identifikasi.
Tingkat kemampuan Pernah Melihat atau pernah didemonstrasikan
Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan
ini (baik konsep, teori, prinsip maupun indikasi, cara melakukan,
komplikasi, dan sebagainya). Selain itu, selama pendidikan pernah
melihat atau pernah didemonstrasikan keterampilan ini. Contohnya
autopsi, exhumasi, identifikasi tulang dan gigi.
Tingkat kemampuan Pernah melakukan atau pernah menerapkan di bawah supervise
Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan
ini (baik konsep, teori, prinsip maupun indikasi, cara melakukan,
komplikasi, dan sebagainya). Selama pendidikan pernah melihat atau
pernah didemonstrasikan keterampilan ini, dan pernah menerapkan
keterampilan ini beberapa kali di bawah supervisi. Contohnya:

17

Pemeriksaan luar Jenazah, termasuk label mayat, sebab-sebab


kematian, tanatologi,menentukan lama kematian dan lain sebgainya.
Tingkat kemampuan Mampu melakukan secara mandiri
Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan
ini (baik konsep, teori, prinsip maupun indikasi, cara melakukan,
komplikasi, dan sebagainya). Selama pendidikan pernah melihat atau
pernah

didemonstrasikan

ketrampilan

ini,

dan

pernah

menerapkan keterampilan ini beberapa kali di bawah supervisi serta


memiliki

pengalaman

untuk

menggunakan

dan

menerapkan

keterampilan ini dalam konteks praktik dokter secara mandiri.


Contohnya dokter harus mampu memeriksa korban hidup dan
membuat Visum et Repertum korban kecelakaan lalu lintas
penganiyaan, kekerasan dalam rumah tangga, dan lain sebagainya.
3. Area Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran
Dokter umum harus mampu mengidentifikasi, menjelaskan dan merancang
penyelesaian masalah kesehatan dan hukum secara ilmiah menurut ilmu kedokteran
kesehatan mutakhir untuk mendapat hasil yang optimum dan dalam upaya maksimal
menghadirkan keadilan seobyektif mungkin. Ditinjau dari segi landasan ilmiah
seorang dokter dituntut mampu:

Menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip ilmu biomedik, klinik,


perilaku, dan ilmu kesehatan masyarakat sesuai dengan pelayanan kesehatan
tingkat primer prinsip-prinsip ilmu kedokteran dasar yang berhubungan
dengan terjadinya masalah hukum sesuai pandangan ilmu kesehatan, beserta
patogenesis dan patofisiologinya.

Menjelaskan kaitan masalah hukum dan temuan pemeriksaan forensik baik


secara molecular maupun selular melalui pemahaman mekanisme normal
dalam

tubuh.

18

Menjelaskan faktor-faktor non biologis yang berpengaruh terhadap masalah


hukum dan kesehatan.

Menjelaskan berbagai pilihan yang mungkin dilakukan dalam jenis


pemeriksaan forensik.

Menjelaskan secara rasional dan ilmiah dalam menentukan kaitan temuan


pemeriksaan forensik dengan kasus yang diusut penyidik baik peran dokter
sebagai ahli, atau melakukan pemeriksaan dan memberi keterangan tertulis.

4. Area Pengelolaan Masalah Kedokteran dan Hukum


Dokter harus mampu mengelola masalah-masalah yang sering ditemukan
dalam ilmu kedokteran forensik secara komprehensif, holistik, berkesinambungan,
koordinatif, dan kolaboratif dalam konteks memberikan pelayanan bantuan hukum
terbaik kepada masyarakat.
Dilihat dari segi pengelolaan masalah kedokteran dan hukum maka lulusan
dokter diharapkan mampu menginterpretasi data klinis dan temuan hasil pemeriksaan
forensik untuk merumuskannya menjadi bukti sah penegakan hukum, menjelaskan
penyebab, patogenesis, patofisiologi, dan perubahan-perubahan klinis yang
didapatkan dari korban suatu pelanggaran hukum, Mengidentifikasi berbagai pilihan
pengelolaan korban sesuai kondisi korban atau penanganan lanjutan terhadap korban,
melakukan konsultasi mengenai korban bila diperlukan, contohnya pada pemeriksaan
korban pemerkosaan bisa meminta konsultasi dokter ahli kandungan, merujuk ke
sejawat lain sesuai dengan Standar Pelayanan Medis yang berlaku, tanpa atau sesudah
pemeriksaan, mengidentifikasi keluarga, lingkungan sosial sebagai faktor yang
berpengaruh terhadap terjadinya penyakit serta sebagai faktor yang mungkin
berpengaruh terhadap perubahan kondisi korban, menggerakkan dan memberdayakan
masyarakat untuk meningkatkan kesadaran hukum dan memotivasi masyarakat agar
tidak keberatan dilakukan pemeriksaan forensik pada diri maupun keluarganya demi
penegakan hukum dan keadilan, mengenali keterkaitan yang kompleks antara faktor

19

psikologis, kultur, sosial, ekonomi, kebijakan, dan faktor lingkungan yang


berpengaruh pada suatu masalah kesehatan yang melibatkan korban dalam masalah
hukum, mengelola sumber daya manusia dan sarana prasarana secara efektif dan
efisien dalam pelayanan kesehatan primer dengan pendekatan kedokteran forensik,
menjalankan fungsi managerial (berperan sebagai pemimpin, pemberi informasi, dan
pengambil keputusan) dalam upaya memberikan pelayanan terbaik dalam masalah
hukum.
5.Area Pengelolaan Informasi
Dokter harus mampu mengakses, mengelola, menilai secara kritis kesahihan
dan kemamputerapan informasi untuk menjelaskan dan menyelesaikan masalah, atau
mengambil keputusan dalam kaitan dengan pelayanan kesehatan di bidang
kedokteran forensik di tingkat primer. Berdasarkan tinjauan pengelolaan informasi
maka lulusan dokter harus mampu:
1. Menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk membantu
penegakan diagnosis, sebab perubahan kondisi tubuh korban, sebab-seban
kematian, tindakan pencegahan dan promosi hukum kesehatan, serta
penjagaan, dan pemantauan status korban.
2. Menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (internet) dengan baik.
3. Menggunakan data dan bukti pengkajian ilmiah untuk menilai relevansi dan
validitas data-data forensik dengan masalah hukum.
4. Menerapkan metode riset dan statistik untuk menilai kesahihan informasi
ilmiah.
5. Menerapkan keterampilan dasar pengelolaan informasi untuk menghimpun
data relevan menjadi arsip pribadi.

20

6. Menerapkan keterampilan dasar dalam menilai data untuk melakukan validasi


informasi ilmiah secara sistematik.
7. Meningkatkan kemampuan secara terus menerus dalam merangkum dan
menyimpan arsip.
8.

Memahami manfaat dan keterbatasan teknologi informasi.

9. Menerapkan prinsip teori teknologi informasi dan komunikasi untuk


membantu penggunaannya, dengan memperhatikan secara khusus potensi
untuk berkembang dan keterbatasannya.
10. Memanfaatkan informasi kesehatan dan menemukan database dalam praktik
kedokteran secara efisien.
11. Menjawab pertanyaan yang terkait dengan praktik kedokteran dan peranannya
dalam penegakan hukum dengan menganalisis arsipnya dan rekam medis
untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di bidang kedokteran
forensik.
Aspek Medikolegal dalam praktik kedokteran Forensik
Dokter diwajibkan memahami dan menerima tanggung jawab hukum
berkaitan dengan :
a. Hak asasi manusia
b. Penyalahgunaan tindakan fisik dan seksual
a. Kode Etik Kedokteran Indonesia
b. Pembuatan surat keterangan sehat, sakit, Visum et Repertum atau surat kematian.
c. Proses di pengadilan, dokter berperan memberikan keterangan ahli, sebagai saksi
ahli pemeriksa, menjelaskan visum et repertum, menjelaskan kaitan temuan VeR
dengan temuan ilmiah alat bukti sah lainnya. Dokter juga berperan menjelaskan
segala sesuatu yang belum jelas dari sisi ilmiah.
d. Memahami UU RI No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

21

e. Memahami peran Konsil Kedokteran Indonesia sebagai badan yang mengatur


praktik kedokteran.
f. Menentukan, menyatakan dan menganalisis segi etika dalam kebijakan kesehatan.
Menurut Buku Panduan Pelaksanaan Program P2KB untuk Dokter Spesialis
Forensik, seorang Dokter Spesialis Forensik setelah menyelesaikan pendidikan
diharapkan memiliki kompetensi sebagai berikut :
1. Kompetensi I
Menerapkan etika profesi Dokter Spesialis Forensik dan mematuhi prosedur
medikolegal dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai Dokter
Spesialis Forensik.
2. Kompetensi II
Menegakkan diagnosis kedokteran Forensik dan medikolegal pada korban
hidup maupun mati, menatalaksana kasus sesuai dengan aspek sosioyuridis
dan medikolegal, serta mengkomunikasikan ekspertise yang dihasilkan
kepada pihak yang berwenang, termasuk membuat sertifikasi forensik sesuai
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
3. Kompetensi III
Merancang, mengelola, dan mengawasi kegiatan unit kedokteran forensik dan
perawatan jenasah di sebuah institusi pelayanan kesehatan.
4. Kompetensi IV
Berperan aktif dalam tim kerja penanganan kasus forensik dan dalam tim
etikomedikolegal RS.

22

5. Kompetensi V
Berperan sebagai pengajar dan pembimbing dalam bidang Forensik, etik dan
medikolegal sesuai dengan ketentuan perundang2an yang berlaku.\
6. Kompetensi VI
Berperan aktif dalam mengembangkan ilmu kedokteran khususnya dalam
bidang Forensik, etika dan medikolegal melalui penulisan karya ilmiah yang
dipresentasikan atau dipublikasikan dari hasil penelitian.
Ditinjau dari standar profesi, seorang dokter Spesialis Forensik mempunyai
kompetensi yaitu sebagai berikut:
1. Mampu melakukan pemeriksaan jenazah atau bagian dari jenazah dan
menginterpretasikannya untuk kepentingan identifikasi.
2. Mampu melakukan penggalian kuburan tunggal

dan melakukan

pemeriksaan jenazah di dalamnya untuk kepentingan peradilan.


3. Mampu melakukan pemeriksaan kasus medikolegal.
4. Mampu melakukan pemeriksaan korban jenazah di tempat kejadian
perkara dan membuat laporannya.
5. Mampu melakukan penilaian tentang perkiraan saat kematian berdasarkan
tanda tanatologis pada jenazah.
6. Mampu melakukan penggalian kuburan korban pelanggaran HAM.
7. Mampu melakukan pengawetan jenazah.
8. Mampu melakukan pemeriksaan laboratorium forensic rutin dan trace
evidances.
9. Mampu melakukan pemeriksaan jenazah korban kekerasan secara lengkap
serta menyimpulkan penyebab kematiannya.
10. Mampu melakukan pemeriksaan jenazah mati mendadak secara lengkap
serta menyimpulkan penyebab kematiannya.

23

11. Mampu melakukan pemeriksaan korban hidup yang mengalami kekerasan


fisik dan kekerasan seksual.
12. Mampu

melakukan

pemeriksaan

laboratorium

forensik

untuk

membuktikan adanya persetubuhan dan atau kekerasan.


13. Mampu membuat laporan hasil pemeriksaan jenazah dan korban hidup
dalam bentuk visum et repertum jenazah.
14. Mampu melakukan pemeriksaan terhadap tersangka pelaku kejahatan
dalam rangka penentuan kelayakannya untuk diperiksa atau ditahan.

24

BAB III
PENUTUP

Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal harus dipelajari dan diketahui


dengan baik oleh semua dokter karena hal ini diwajibkan oleh peraturan perundangundangan di Indonesia, antara lain Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP). Pasal 133 ayat 1 KUHAP dinyatakan bahwa: Dalam hal penyidik untuk
kepentingan peradilan menangani korban baik luka, keracunan ataupun mati karena
tindak pidana, ia berwenang mengajukan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter atau ahli lainnya. Selain itu, dokter juga harus mengingat
bahwa ia dapat menerima sanksi bila tidak memberikan bantuan tersebut seperti
tercantum dalam pasal 224 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP): Barang
siapa yang dipanggil menurut undang-undang menjadi saksi ahli atau juru bahasa
dengan sengaja atau tidak menjalankan suatu kewajiban menurut undang-undang
yang harus dijalankannya dalam kedudukan tersebut di atas, dalam perkara pidana
dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan dan untuk perkara lain
dihukum dengan hukuman selama-lamanya 6 bulan.
Pelayanan kesehatan di rumah sakit terhadap publik bukan hanya
menyembuhkan namun mencakup pelayanan untuk kepentingan hukum (Kedokteran
Forensik, Medikolegal, Bio-Etik, Human Right). Dengan adanya Profesi kedokteran
forensik dan medikolegal dapat mensosialisasi aspek-aspek hukum dalam pelayanan
kesehatan sehingga pelayanan buruk, malpraktik dan tuntutan pasien dapat dihindari.
Peranan dokter forensik adalah pengemban tugas criminal justicia system,
pemberi keterangan ahli dan akta medikolegal, manajer SMF Kedokteran forensik
dan pemulasaraan jenazah, konsultan medikolegal, health law.

25

DAFTAR PUSTAKA

1.Amir,Amri.2007.Ilmu Kedokteran Forensik.Medan:Bagian IlmuKedokteran


Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran USU.
2.Sampurna,Budi.2009.Malpraktek

Kedokteran

Pemahaman

Dari

Segi

Kedokteran dan Hukum.www.freewebs.com


3.Suryadi,Taufik.2009.Pengantar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal
Buku

Penuntun

Kepaniteraan

Klinik

Kedokteran

Forensik

dan

Medikolegal.Banda Aceh: FK Unsyiah/RSUDZA.


4.Mulyo,R Cahyono Adi.2006.Perananan Dokter dalam Proses Penegakan
Hukum Kesehatan.Universitas Negeri Semarang
5.Aji,Jati Pulung.2008.Peranan Dokter Forensik dalam Praktek Peradilan
Perkara Pidana.Purworejo.
6.Sampurna,Budi.2009.Kedokteran Forensik Ilmu dan Profesi.Universitas
Indonesia.Konsil Kedokteran Indonesia.2006.Standar Pendidikan Profesi
Dokter.Jakarta.

7.Konsil Kedokteran Indonesia.2006.Standar Kompetensi Dokter.Jakarta.


Perhimpunan Dokter Spesialis Forensik Indonesia.2008. Buku Panduan
PelaksanaanProgram P2KB untuk Dokter Spesialis Forensik.Jakarta

8 Herkutanto, Visum et repertum dan pelaksanaannya, Ghalia Indonesia,


Jakarta,2006.

26

9.Istandyarie, Anny, Tanggung jawab Hukum dan Sanksi Hukum bagi dokter,
Prestasi Pustaka, Jakarta,2006.

10. Dahlan, Sofwan, Ilmu Kedokteran Forensik pedoman bagi dokter dan penegak
hukum, Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.2000.

27

Anda mungkin juga menyukai