Anda di halaman 1dari 3

HUME: EMPIRISME YANG KONSISTEN

David Hume (1711-1776)

Karya besarnya A Treatise of Human Nature ditulisnya ketika ia di Perancis berusia


26 th. Karyanya ini memperkenalkan metode eksperimental seagai dasar menuju subjeksubjek moral. Karya-karyanya berbicara di bidang moral, politik, sejarah dan agama. Secara
garis besar filsafatnya merupakan reaksi kontra atas tiga prinsip dasar:
1. Melawan rasionalisme terutama berkaitan dengan ajaran tentang inaate ideas (ide-ide
bawaan) yang diapakai sebagai landasan ontologi kaum rasionalis dalam usahanya
memahami dunia sebagai satu kesatuan interrelasi.
2. Reaksi terhadap masalah religi khususnya berkaitan dengan ajaran Deis, Katolik, dan
Anglikan. Teologi sebelum Hume sebagian besar didasarkan atas aksioma2 universal
seperti hukum kausalitas yang dianggap sebagai penjamin pemahaman manusia akan
Tuhan dan alam.
3. Melawan empirisme, terutama empirisme locke dan Berkeley. Walaupun dalam beberpa
hal dia mengikuti pandangan kedua filsafat itu tapi dia menunjukan batas2 metode
empirisme.
Dalam A Treatise of Human Nature ia menyetakan bahwa *semua* ilmu pengetahuan
berkaitan dengan kodrat manusia, atau pengetahuan ttg kodrat manusia (human nature)
dianggap sebagai 'the capital' atau 'center' ilmu-ilmu. Metoda untuk memahami manusia yang
tepat adalah metoda eksperimental sebagaimana metode ini telah mencapai sukses besar
dalam ilmu2 alam. Mustahil dengan intuisi akan hakikat manusia, perlu diambil jalan lebih
induktif daripada deduktif.
Seperti Locke dia berpendapat bahwa seluruh isi pikiran berasal dari pengalaman. tapi
ia menggunakan kata "persepsi" dan membedakannya;
1. Kesan-kesan (impresion): persepsi yang masuk melalui akal budi, sifatnya kuat dan hidup
Impresi dibedakan menjadi impresi sensasi dan impresi refleksi.
2. Ide-ide (ideas): gambaran yang kabur tentang kesan-kesan dalam pemikiran dan
penalaran. Cerminan impresi, tetapi agak kabur dan tidak begitu hidup. Ide dibedakan
atas ide memori dan ide imajinasi.
Ia juga membedakan antara persepsi sederhana dan persepsi kompleks; ide sederhana
dan ide kompleks.Antara impresi kompleks dengan ide sederhana; atau impresi sederhana
dan ide sederhana selalu ada korespondensi.
Persoalan: apakah impresi diturunkan dari ide atau sebaliknya? Hume berbendapat,
impresi mendahului ide. Bila kemampuan2 untuk memperoleh impresi dirintangi, maka tidak

hanya impresi yang hilang tapi juga ide-ide yang berhubungan dengannya, ini disebut prinsip
prioritas kesan-kesan (The principle of the priority of impression).
Menurutnya, manusia memiliki kecenderungan intern untuk menghubung2kan ide-ide
menurut "keserupaan", "kedekatan", dan hubungan "kausa efek", ketiga sifat ini disebut
"relasi natural". Selain itu ada 7 "relasi filosofis" seperti keserupaan, identitas, relasi ruang
dan waktu, kuantitas, kualitas, kontradiksi dan penyebaban. Dasar2 epistemologis ini
berimplikasi yaitu penolakan Hume terhadap konsep para filsuf tentang substansi.
Sekilas "substansi" Locke & Bekerley
Locke:
Locke membadakan antara kualitas primer dan kualitas sekunder. Kualitas primer
adalah sifat yang tidak dapat dipisahkan dengan opjek karena melekat pada objek material,
misalnya antara lain eksistensi (keluasan), gerak dan massa. Ide-ide kita menganai kualitas
primer ini mewakili apa yang terdapat dalam benda2. Karena sifatnya kualitas primer ia
menjadi kajian pokok ilmu pengetahuan.
Kualitas sekunder adalah daya2 tertentu yang menhasilkan berbagai macam sensasi
[Clapp,1967] Kualitas ini berkaitan dengan rasa, warna, bau, suara. Ia tidak termuat secara
esensial di dalam konsep benda material; meraka hanyalah sensasi yang disebabkan di dalam
diri kita oleh kualitas2 primer dan tentu saja tidak mempunyai dasar objektif yang sama
[Hardono Hadi,1992]
Pemisahan itu dimaksudkan untuk membedakan antara esensi yang nyata dan esensi
nominal. Maksudnya adalah untuk 'menyerang' ilmu pengetahuan dari Aristoteles yang telah
membangun suatu sistem klasifikasi yang ketat yang ditangkap secara a priori tanpa acuan,
sekedar diasumsikan.
Berkeley:
Menolak pandangan Locke atas kedua kualitas itu. Ia juga menolak tentang substansi
material Locke. ALam bukanlah semacam substansi yang dibuat2 oleh pikiran manusia tetapi
yang tidak nyata, melainkan gejala material yang merupakan dwitunggal kualitas primer dan
sekunder. Bagi dia, substansi material bukanlah barangnya sendiri, melainkan barang itu
dalam hubungan atau relasinya dengan manusia yang mengamati dunia sekitarnya. Relasi
dinomor satukan yaitu relasi dengan roh manusia. Eksistensi tidak terdiri atas substansisubstansi melainkan relasi-relasi [Peursen,1982].
Substansi Bakerley lebih cenderung spiritual, bukan material.
Hume: bagaimana para filsuf itu sampai padakesimpulan itu? apa substansi itu
datangnya dari pengalaman? apa persepsi itu datang dari satu atau banyak pengalaman?
Menurut hume pengalam itu memberikan suatu kualitas khusus bukan suatu substratum yang
unik. Apa yang mampu kita pahami hanya terbatas hasil persepsi. Aktifitas pikiran manusia
tidak lebih dari hanya melakukan sistesis kualitas partikular. Imajinasi bertugas memberikan

kesatuan atas kualitas partikular tersebut, tapi kesatuan dalam arti artifisial; keatuan yang
sungguh2 fiksional.
Ide-ide substansi adalah ide kosong, ia sekedar kumpulan ide-ide sederhana yang
disatukan oleh imajinasi [Hume, 1961]
Pandangan metafisikanya merupakan pandangan atas self atau personal identity. Ia
mengkritik doktrin Cartesian: "cogito ergo sum" (aku berfikir maka aku ada) karena apkah
eksistensi "aku" dapat dinyatakan dalam semua bentukpemikiran? Hasil meneliti
pemikirannya ternyata ia menemukan banyak unsur terpisah dan tidak menemukan seatu
yang partikular yang sesuai dengan "aku". Jadi saya ada dalam totalitas ide dan segala kesan
saya. Konsep self tidak sama dan tidak diturunkan dengan impresi/kesan2.
Self tidak dapat dipisahkan dengan persepsi. Tidak ada self tanpa persepsi; self akan
hilang jika tidak ada perasaan apa pun. Tidak ada self jika tidak ada kesadaran akan impresi
[Hardono Hadi,1989]
Selanjutnya, dia menolak bahwa jiwa atau pikiran mejadi tempat untuk melihat selfidentity. Pikiran lebih beragam dan inkonsisten daripada pencerapan kita.jiwa atau pikiran
disusun oleh variasi dan perubahan persepsi, oleh karena itu mempercayai adanya substansi
spiritual atau menerima konsep tentang jiwa adalah sebuah fiksi, dan hal iini disebabkan oleh
manipulasi memori manusia.
"Kenyataannya, ide tentang self-identity tidak ditemukan dimanapun termasuk dalam
jiwa".

Anda mungkin juga menyukai