RSMH PALEMBANG
Panduan Praktek
Klinis
Definisi
Etiologi
Klasifikasi
SINDROM NEFROTIK
No.Dokumen
No. Revisi
Halaman:
Ditetapkan oleh,
Tanggal revisi
25 Juni 2011
Patogenesis
Permeabilit
as kapiler
glomerulus
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Kriteria diagnosis
Proteinuri
a masif
Hipoalbumine
mia
Tekanan
Onkotik
Edem
a
Masuk
air,
Garam
Katabolism
Hipovolem
Tentukan
adanya edema, gangguan
pada urin, serta onset terjadinya gejala
ia
e
Cari gejala lainnya, terutama gejala sindroma nefritis
lipoprotein
Cari faktor penyebab
Pemeriksaan penunjang
Tatalaksana
Pemeriksaan rutin:
Darah tepi : Hb, jumlah leukosit, trombosit, hitung jenis, LED.
Urinalisa / biakan urine
Kimia darah (kolesterol, albumin/globulin, ureum/kreatinin, klirens kreatinin,
asam urat, Na, K, Ca dan P)
Tes Mantoux (sebelum terapi steroid dimulai)
Pemeriksaan atas indikasi
Foto toraks, EKG bila dijumpai edema berat
ASTO dan C3 bila dijumpai tanda-tanda nefritis
CRP dan biakan urin bila dijumpai LED , hematuria, leukositosis,
leukosituria dan silinderuria
ANA, anti DsDNA, C3, C4 bila dicurigai SLE (sindroma nefrotik sekunder).
Biopsi ginjal dengan indikasi:
Usia > 6 tahun atau < 1 tahun, dengan manifestasi sindroma nefritis
C3 menurun secara persisten
Steroid resisten / relaps sering (selama atau pasca terapi steroid)
Indikasi Rawat
SN serangan pertama kali
SN relaps dengan edema anasarka atau penyulit (infeksi berat,
muntah-muntah, diare, hipovolemia, hipertensi, tromboemboli, GGA).
SN steroid resisten
SN steroid relaps sering dengan indikasi untuk terapi sitostatika
tambahan
I.
Pengobatan kortikosteroid
Pengobatan steroid untuk sementara tidak boleh diberikan bila dijumpai
hal-hal sebagai berikut: hipertensi, infeksi berat (viral/ bakteri), azotemia
A. Pengobatan inisial
Dosis inisial prednison atau prednisolon 60 mg/m2/hari atau 2
mg/kgbb/hari sesuai dengan BB ideal (BB/TB) dibagi 3 dosis
(maksimal 80 mg/hari) selama 4 minggu
Remisi (+) pada 4 minggu pertama, dosis alternating 40
mg/m2/hr (2/3 dosis initial) selang sehari pada pagi hari sudah
makan selama 4 minggu lalu stop. Bila remisi terjadi antara
minggu ke 5 sampai dengan akhir minggu ke 8, steroid
alternating dilanjutkan 4 minggu lagi.
Remisi (-) sampai akhir minggu ke 8 resisten steroid
(Gambar 1)
B. Pengobatan SN Relaps
Bila dijumpai proteinuria ( +2) setelah pengobatan steroid selesai,
perlu dicari faktor pemicunya (biasanya infeksi) dan diobati
dengan AB selama 57 hari. Bila proteinuria jadi negatif tidak perlu
diberi prednison, bila proteinuria masih tetap ( +2) atau tidak
ditemukan fokus infeksi mulai dengan prednison dosis penuh
sampai remisi (proteinuria negatif atau trace 3 hari berturut-turut)
(maksimal 4 minggu) dilanjutkan dosis alternating selama 4
minggu stop.
Bila pada FD selama 4 minggu remisi (-), alternating 4 minggu
remisi (-) resisten steroid (Gambar 2).
II.
Transplantasi ginjal
III. Sindroma nefrotik sekunder
Disamping penanganan terhadap sindroma nefrotiknya, perlu
pengobatan terhadap penyakit yang mendasarinya tergantung
pada SP masing-masing dari jenis penyakit yang menimbulkan
sindroma nefrotik.
IV. Pengobatan komplikasi
Infeksi (telah dibicarakan di atas)
Tromboemboli
Pencegahan tromboemboli pada SN relaps sering/dependen
steroid/ steroid resisten:
aspirin atau dipiridamol selama
pengobatan steroid.
Heparin diberikan bila sudah terjadi trombosis.
Hipovolemia
Diatasi dengan infus NaCl fisologis, lalu disusul dengan infus
albumin 1 gr/kgbb/ atau plasma 20 ml/kgbb (tetesan lambat10
tetes per menit). Bila hipovolemia telah teratasi, penderita masih
oliguria diberikan furosemid 1-2 mg/kgbb intravena.
Hipokalsemia
Suplementasi kalsium 500 mg/hari dan vitamin D.
Bila terjadi tetani diobati dengan kalsium glukonas 50 mg/kgbb
intravena.
Tindak lanjut
Dilakukan pemeriksaan berat badan. intake-output, lingkaran perut, tekanan
darah setiap hari. Pemeriksaan darah tepi 1 kali seminggu. Urinalisa dan
pemeriksaan protein semikuantitatif 2 kali seminggu (jika sudah trace,
diulangi 3 kali berturut-turut). Pemeriksaan kimia darah dan elektrolit selama
perawatan sekali dua minggu. Awasi efek samping obat dan komplikasi yang
mungkin terjadi selama pasien dirawat. Bila ditemukan, harus ditanggulangi.
Indikasi pulang
Penderita dipulangkan bila keadaan umum baik, komplikasi teratasi, dalam
keadaan remisi.
Selama mendapat steroid kontrol sekali seminggu secara berobat jalan.
Setelah steroid dihentikan kontrol sekali sebulan selama 3-5 tahun bebas
gejala.
Edukasi
Komplikasi
Prognosis
jenis GSFS 50% 16 tahun setelah diketahui, pada GNMP 50% 11 tahun
setelah diketahui. SN sekunder tergantung penyakit primer.
Lain-lain (algoritma, protokol, prosedur, standing order)
Prednison FD:60 mg/m2LPB/hr
Prednison AD:40 mg/m2LPB/hr
4 minggu I
4 minggu II
Remisi (+)
Remisi (+)
Prednison FD inisial
4 minggu III
FD*
Remisi
AD
Remisi
Prednisone AD+CPA
Remisi
4 minggu AD
Diturunkan sampai dosis threshold
0,1-0,5 mg/kgbb AD
(6-12 bulan)
(1)
Relaps pada
prednisone > 0,5 mg/kg AD
(2)
Levamisol 2,5 mg/kgbb AD
(4-12 bulan)
(3)
Relaps pada
prednisone > 1 mg/kg AD
atau
efek samping steroid
CPA 2-3 mg/kgbb
8-12 minggu
Relaps
prednisone standar
Pred
+
CPA
puls
AD 6 bulan
tap off
6 bulan
Pred
+
CPA
oral
AD 6 bulan
tap off
3-6 bulan
CPA Pulse
Prednison
Tapering off
: 500 mg/m2/bulan
: 40 mg/m2/hari (1x pagi hari)
: 1 mg/kgbb/hari (1 bulan) 0,5 mg/kgbb/hari (1 bulan)
Gambar 4. Skema pengobatan SN resisten steroid
Referensi :
1. IGN Wila Wirya, Sindroma Nefrotik. Dalam Buku Ajar Nefrologi Anak ; FK UI, Jakarta, 2002: 381423
2. Krisni Subandiyah,Tatalaksana Sindrom Nefrotik Idiopatik Pada Anak. Dalam Naskah Lengkap
SINAS dan Workshop Nefrologi IDAI, Bali 2009
3. Alatas H, Tambunan T,Trihono P, Pardede S. Konsensus Tatalaksana Sindroma Nefrotik Idiopatik
pada Anak. Jakarta : UKK nefrologi IDAI, 2005: 1-17
DEPARTEMEN IKA
RSMH PALEMBANG
No.Dokumen
Panduan Praktek
Klinis
Tanggal revisi
25 Juni 2011
No. Revisi
Halaman:
Ditetapkan oleh,
Definisi
Etiologi
Patogenesis
Klasifikasi
10
Kriteria diagnosis
Anamnesis
a.3.
Glomerulonefritis proliferatif membranosa
a.4. Nefritis yang berhubungan dengan LES (nefritis lupus)
b. Sindroma nefritis akut dengan normokomplemenemia (dapat asimtomatis
atau simtomatis). Termasuk kelompok ini antara lain adalah:
b.1 Nefritis yang berhubungan dengan PHS
b.2 Nefropati IgA
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan fisik
c. Pemeriksaan penunjang
Cari penyebab dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
penunjang.
a. Penyebab SNA dengan hipokomplementemia
1) GNAPS
Riwayat ISPA atau infeksi kulit, dengan atau tanpa disertai oliguria.
Sembab pada muka sewaktu bangun tidur, kadang-kadang ada
keluhan sakit kepala. Bisa juga dijumpai riwayat kontak dengan
keluarga yang menderita GNAPS (pada suatu epidemi).
2) Endokarditis bakterialis subakut
Riwayat panas lama, adanya penyakit jantung kongenital/didapat, yang
diikuti oleh kemih berwarna seperti coca cola (hematuria makroskopis).
3) Shunt nephritis
Riwayat pemasangan shunt atrioventrikulo-atrial / peritoneal untuk
penanggulangan hidrosefalus, panas lama, muntah, sakit kepala,
gangguan penglihatan, kejang-kejang, penurunan kesadaran.
4) SLE
Keluhan dapat berupa panas lama, berat badan turun, anoreksia,
nausea, muntah, sakit kepala, depresi, psikosis, kejang, ruam pada
kulit
b. SNA dengan normokomplenemia
1) Purpura Henoch-Schonlein (PHS)
Riwayat ruam pada kulit, sakit sendi dan gangguan gastrointestinal
(mual, muntah, nyeri abdomen, diare berdarah atau melena) dan
serangan hematuria.
2) Nefropati IgA
Kecurigaan bila timbulnya serangan hematuria makroskopis secara
akut dipicu oleh suatu episode panas yang berhubungan dengan ISPA.
Hematuria makroskopis biasanya bersifat sementara dan akan hilang
bila ISPA mereda, namun akan berulang kembali bila penderita
mengalami panas yang berkaitan dengan ISPA. Diantara 2 episode,
biasanya penderita tidak menunjukkan gejala kecuali hematuria
mikroskopis dengan proteinuria ringan masih ditemukan pada
urinalisis. Edema, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal biasanya
tidak ditemukan.
11
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan
penunjang
12
dalam serum.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan di atas disertai hasil
kultur darah (+) terhadap kuman penyebab infeksi dan pada
ekokardiografi dijumpai vegetasi pada katup jantung.
3) Shunt nefritis
Urinalisis menunjukkan hematuria, proteinuria, silinderuria. Fungsi
ginjal biasanya terganggu.
Kadar total protein dan albumin serum biasanya rendah. Kadar
elektrolit darah dapat terganggu.
CRP (+), titer komplemen (C3,C4) rendah.
Kultur yang diperoleh dari shunt terinfeksi (+).
4) Lupus eritematosus sistemik (LES)
Darah tepi: Anemia normositik normokhrom, retikulositosis,
trombositopenia, leukopenia, waktu protrombin/waktu tromboplastin
partial biasanya memanjang.
Immunoserologis: Uji Coomb (+). Sel LE (+) persisten. Keterlibatan
ginjal ditandai dengan sindroma nefritis akut dengan atau tanpa
disertai gagal ginjal akut atau sindroma nefrotik.
Diagnosis: dari nefritis lupus ditegakkan berdasarkan kelainan
diatas, dengan gambaran biopsi ginjal, mulai dari yang ringan
berupa GN proliferatif fokal ringan sampai yang berat berupa
proliferatif difusa.
b. SNA dengan normokomplenemia
1) Purpura Henoch-Schonlein (PHS)
Hematuria, proteinuria dan silinderuria.
Ureum/kreatinin serum dapat normal atau meningkat dapat terjadi
penurunan fungsi ginjal yang progresif yang ditunjukkan dengan
meningkatnya kadar ureum dan kreatinin serum. Kadar protein total,
albumin, kolesterol dapat normal, atau menyerupai sindrom
nefrotik. Trombosit, waktu protombin dan tromboplastin normal.
ASTO biasanya meningkat sedangkan IgM normal.
Pada kelainan ginjal berat biopsi ginjal perlu dilakukan untuk melihat
morfologi dari glomeruli pengobatan dan untuk keperluan prognosis.
2) Nefropati IgA
Hematuria makroskopis biasanya bersifat sementara
Kadar IgA serum biasanya meningkat (10,2%), kadar komplemen
(C3, C4) dalam serum biasanya normal.
Diagnosis pasti dibuat berdasarkan biopsi ginjal.
13
Tatalaksana
1. Penatalaksanaan
Semua SNA simtomatik perlu mendapat perawatan. Pengobatan
ditujukan terhadap penyakit yang mendasarinya dan komplikasi yang
ditimbulkannya.
A. Tindakan umum
a. Istirahat di tempat tidur sampai gejala-gejala edema, kongesti
vaskuler (dispnu, edema paru, kardiomegali, hipertensi)
menghilang.
b. Diet: Masukan garam (0,5-1 g/hari) dan cairan dibatasi selama
edema, oliguria atau gejala kongesti vaskuler dijumpai. Protein
dibatasi (0,5/kg BB/hari) bila kadar ureum di atas 50 gram/dl.
B. Pengobatan terhadap penyakit penyebab
1) GNAPS
a. GNAPS tanpa komplikasi berat
o Diuretika:
Untuk penanggulangan edema dan hipertensi ringan
disamping diit rendah garam, diberikan furosemide 1-2 mg/kg
BB/hari oral dibagi atas 2 dosis sampai edema dan tekanan
darah turun.
o Antihipertensif
Bila hipertensi dalam derajat sedang sampai berat disamping
pemberian diuretika ditambahkan obat antihipertensif oral
(propranolol atau kaptopril). (lihat PPK hipertensi pada anak).
o Antibiotika
PP 50.000 UI/kgBB/hari atau eritromisin oral 50 mg/kgBB/hari
dibagi 3 dosis selama 10 hari untuk eradikasi kuman.
b. GNAPS dengan komplikasi berat:
o Kongesti vaskuler(edema paru, kardiomegali, hipertensi)
Pemberian oksigen
Diuretika furosemide parenteral (1-2 mg/kgBB/kali)
Antihipertensif oral (kaptopril 0,3 mg/kgBB/kali 2-3 kali/hari)
Bila disertai gagal jantung kongestif yang nyata dapat
dipertimbangkan pemberian digitalis.
o Gagal ginjal akut (lihat PPK GGA)
o Ensefalopati hipertensi (lihat PPK hipertensi)
o Glomerulonefritis progresif cepat (GN kresentik). Merupakan
bentuk GNAPS berat yang ditandai serangan hematuria
makroskopis, perburukan fungsi ginjal yang berlangsung cepat
dan progresif, dan pada biopsi ginjal dijumpai gambaran
glomerular crescent.
Disamping penanggulangan hipertensi dan gagal ginjal diberikan
pula pulse methylprednisolon.
o 15 mg/kgBB metil prednisolon (tidak boleh melebihi 1 gram)
perinfus sekitar 60-90 menit setiap hari selama 5-6 hari. Perlu
dipantau
14
15
Pengobatan komplikasi:
o Gagal ginjal akut (lihat PPK GGA )
o Dekompensasi kordis (lihat PPK gagal jantung yang
berhubungan dengan endokarditis).
Tindak lanjut:
Serupa dengan SNA GNAPS
Indikasi pulang:
Keadaan umum baik, infeksi teratasi, gejala-gejala endokarditis
membaik, kelainan urinalisis minimal, fungsi ginjal menunjukkan
perbaikan, gejala dekompensasi menghilang. Untuk evaluasi lebih
lanjut penderita perlu kontrol berobat jalan ke poli khusus ginjal
anak/kardiologi anak, minimal sekali sebulan.
3) Shunt nefritis
Pengobatan ditujukan terhadap kuman penyebab dan mengangkat
shunt yang terinfeksi terhadap komplikasi dari shunt nefritis.
o AB diberikan sesuai dengan hasil test sensitivitas
o Atasi gejala yang berkaitan dengan peningkatan tekanan intra
kranial (lihat SP peningkatan tekanan intra kranial)
o Gejala ensefalopati hipertensi diatasi sesuai PPK hipertensi
o Gagal ginjal akut diatasi sesuai dengan PPK GGA
Indikasi pulang
Keadaan anak baik, gejala-gejala dari nefritis minimal, komplikasi
yang terjadi terkontrol dengan baik. Untuk evaluasi perlu kontrol
berobat jalan ke poli khusus ginjal/neurologi anak paling kurang
sekali sebulan.
4) Nefritis yang berhubungan dengan lupus eritematosus
Pengobatan terdiri dari pemberian kortikosteroid prednisolon 2
mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis selama 4-6 minggu, kemudian dosis
diturunkan secara bertahap sedikit demi sedikit sampai mencapai
dosis 5-10mg/hari atau 0,1-0,2 mg/kgbb dan dipertahankan selama
4-6 minggu. Setelah itu diberikan secara alternat.
Bila selama perawatan penderita menunjukkan perburukan fungsi
ginjal secara progresif atau dengan sindroma nefrotik diobati
dengan pulse methyl prednisolon terapi, diuretika dan obat anti
hipertensi.
Indikasi pulang:
Keadaan umum baik, gejala-gejala nefritis membaik atau
menunjukkan kelainan minimal. Perlu kontrol secara berobat jalan
ke poli khusus ginjal anak.
5) Nefritis yang berhubungan dengan dengan Purpura Henoch
Schonlein
Steroid diberikan dalam waktu pendek untuk menghilangkan gejala
nyeri perut. Penderita PHS berat [dengan manifestasi ginjal berat
16
Komplikasi
Prognosis
Fase akut :
a. Ensefalopati hipertensif
b. Payah jantung kongestif
c. Gagal ginjal akut
Jangka panjang: Gagal ginjal kronik
a. SNA dengan hipokomplemenemia tergantung pada penyebabnya:
1) GNAPS: Prognosis baik, 95% sembuh sempuma, 3% meninggal
karena komplikasi. 2% berkembang menjadi GGK.
2) Nefritis yang berhubungan dengan endokarditis bakterialis akut/sub
akut. Prognosis baik bila pengobatan terhadap penyebab dilakukan
secara intensif dengan antibiotika yang cocok dan kadar komplemen
kembali normal. Bila pengobatan terlambat, dapat terjadi gagal ginjal.
3) Shunt nephritis. prognosis umumnya baik, 50% dari kasus dilaporkan
sembuh bila shunt yang mengalami infeksi segera diangkat dan
antibiotika yang cocok segera diberikan, 20% meninggal disebabkan
oleh penyakit neurologik primer, atau komplikasi pembedahan,
sisanya dengan gejala sisa berupa gangguan faal ginjal, hematuria
17
dan proteinuria.
4) Nefritis lupus eritematosus sistemik (NEFLES). Prognosis berkorelasi
18
DEPARTEMEN IKA
RSMH PALEMBANG
No. Revisi
Halaman:
Ditetapkan oleh,
Panduan Praktek
Klinis
Definisi
Etiologi
Patogenesis
Klasifikasi
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Kriteria diagnosis
Tanggal revisi
25 Juni 2011
Dr. Dahler Bahrun, SpA(K)
ISK adalah infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme, terutama bakteri,
dalam jumlah yang bermakna.
Terutama bakteri gram negatif (terbanyak E.coli), bisa juga disebabkan
bakteri gram positif, virus dan jamur.
Kompleks, dipengaruhi banyak faktor: faktor host dan faktor mikroorganisme
penyebab. Faktor prediposisi antara lain: fimosis, refluks vesico-ureter, batu
atau benda asing disaluran kemih, jenis kelamin dll. Penyebaran melalui 2
cara:
a. Penyebaran hematogen: fokus infeksi di tempat lain septikemia
pielonefritis.
b. Penyebaran ascenden: flora usus uropatogenikkolonisasi di perineal &
uretra anterior buli-buli menembus barier mukosa normal sistitis
adanya faktor predisposisi (virulensi bakteri atau faktor pejamu)
pielonefritis. Pielonefritis urosepsis/refluks intra renal skar ginjal
gagal ginjal kronis/hipertensi.
a. Berdasarkan ada tidaknya gejala: simtomatis dari asimtomatis
b. Berdasarkan konfirmasi mikrobiologik.
Tersangka ISK: gejala ISK tanpa dukungan mikrobiologik
ISK: ditemukan mikroorganisme
c. Berdasarkan lokasi: ISK atas (pielonefritis) dan ISK bawah (sistitis dan
sistouretritis) serta kombinasi.
d. Berdasarkan derajat gejala klinis dibagi atas ISK ringan dan ISK berat.
e. Berdasarkan adanya kelainan radiologik dibagi atas ISK komplikata dan
ISK non komplikata.
Adanya gejala demam, sakit pinggang, disuria, urgensi, frekuensi,
polakisuria, riwayat urin berpasir/keluar batu
Gejala ISK berat (demam tinggi, muntah, sepsis, kejang), kuning (pada
neonates atau bayi kecil)
Faktor predisposisi (higene, konstipasi, infeksi sistemik, imunokompromised)
Demam, nyeri tekan supra pubik, nyeri ketok costovertebra, pucat
Langkah diagnosis
ISK asimtomatis diketahui pada skrining
ISK simtomatis: anamnesis dan pemeriksaan fisik umum. Khusus pada
neonatus perlu ditanyakan riwayat kehamilan dan persalinan dan faktor
risiko infeksi lainnya.
Pemeriksaan penunjang: pemeriksaan penyaring bakteriuria (piuria,
pengecatan Gram, test kimiawi), darah tepi, CRP, dan urinalisis lengkap,
19
Pemeriksaan penunjang
20
Tatalaksana
3. Sebagian besar anak perempuan dengan ISK serangan pertama atau ISK
bawah saja tidak memerlukan pemeriksaan pencitraan. Kelompok ini
cukup dipantau tiap 6-12 bulan dan biakan urin bila ada demam.
Khusus untuk neonatus laki-laki sampai usia 8 minggu disarankan
pemeriksaan USG dan MSU rutin pada ISK pertamakalinya. Bila
ditemukan kerusakan parenkim ginjal ataupun refluks derajat 3 atau lebih,
dilanjutkan dengan pemeriksaan skintigrafi radionuklid. Pada anak yang
lebih besar USG dipakai sebagai penyaring dan bila dicurigai ada kelainan
dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan lain seperti PIV, MSU maupun
skintigrafi radionuklid.
Pemeriksaan atas indikasi: biakan darah, foto thorax
ISK asimtomatis diobati sesuai hasil uji sensitivitas.
Sementara menunggu hasil kultur datang, tersangka ISK simtomatis
ringan diobati dengan antibiotika oral Amoksisilin 50 mg/kgBB/hari atau
Trimetoprim/ Sulfametoksazol (Kotrimoksazol) 8/40mg/kgBB/hari.
Tersangka ISK berat diobati dengan antibiotika parenteral berupa Ampisilin
200 mg/kgBB/hari dibagi atas 4 dosis + Gentamisin 5 mg/kgBB/hari dibagi
2 dosis. Setelah kultur datang diobati sesuai dengan hasil tes sensitifitas.
Lama pengobatan 10-14 hari.
ISK dengan komplikasi diobati sesuai komplikasi
ISK dengan sepsis diobati sesuai SP
Diupayakan mengoreksi/mengobati faktor predisposisi
Indikasi rawat
ISK dengan penyulit
Tindak lanjut
Selama perawatan urinalisa dilakukan 2 kali seminggu. Darah tepi sekali
seminggu. Dua hingga tiga hari setelah pengobatan dimulai dilakukan biakan
ulang,bila biakan steril obat diteruskan,bila biakan masih positif atau kondisi
penderita tidak membaik obat diganti. Untuk mendeteksi infeksi ulangan
dilakukan kultur urin setelah 1 minggu pengobatan selesai. Bila positif diobati
sesuai dengan hasil tes sensitivitas.Jika hasil kultur urin steril maka kultur
urin selanjutnya dilakukan sekali sebulan dalam 6 bulan pertama, kemudian
sekali 2 bulan untuk 6 bulan, lalu, sekali 3 bulan untuk tahun ke-2 dan ke-3.
ISK simtomatis berat segera dilakukan pemeriksaan radiologi dan faal ginjal.
Untuk yang ringan atau simtomatis pemeriksaan radiologi dilakukan 1 bulan
setelah pengobatan selesai dengan indikasi: semua anak <3 tahun, semua
anak laki-laki, semua anak perempuan yang mendapat ISK berulang.
Kalau infeksi berulang obati dengan antibiotika sesuai hasil tes sensitivitas
dilanjutkan dengan AB profilaksis Kotrimoksazol 2 mg/kgBB/hari atau
Nitrofurantoin 1-2 mg/kgBB/hari dosis tunggal malam hari minimal 6 bulan.
Refluks berat dengan atau tanpa kelainan obstruksi konsul bedah
urologi.Skar pielonefritik atau refluks sedang AB profilaksis, kemudian
ulangi IVP/MCU. Jika menjadi berat konsul bedah urologi. Kontrol berkala
ureum dan kreatinin (3-6 bulan), kalau terjadi gagal ginjal dan hipertensi
kelola sesuai SP-nya.
21
Edukasi
Komplikasi
Prognosis
Lain-lain (algoritma,
protokol, prosedur,
standing order)
Indikasi pulang
Keadaan umum baik, gejala klinis ISK hilang, kulltur setelah 1 minggu
pengobatan selesai steril dan fungsi ginjal normal.
Pencegahan dengan mengenali faktor predisposisi (hygiene, mencegah
konstipasi) dan lain-lain
Refluks vesikoureter (2030 %), skar pielonefritik (10-20%), hipertensi, gagal
ginjal.
ISK non komplikata dan belum disertai komplikasi prognosis baik. ISK
komplikata atau yang sering kambuh akan berlanjut menjadi gagal ginjal
kronik kemudian hari.
Referensi:
1. Rusdidjas, Rafita Ramayanti, Infeksi Saluran Kemih. Dalam Buku Ajar
Nefrologi Anak ; FK UI, Jakarta, 2002:142-163
22
DEPARTEMEN IKA
RSMH PALEMBANG
HEMATURIA
No.Dokumen
Halaman:
Ditetapkan oleh,
Panduan Praktek
Klinis
Definisi
Etiologi
Patogenesis
Tanggal revisi
25 Juni 2011
Dr. Dahler Bahrun, SpA(K)
Hematuria adalah keadaan yang menunjukkan terdapatnya sel-sel eritrosit
dalam jumlah yang abnormal di dalam urin
Berasal dari glomerulus
Glomerulonefritis
Sindroma hemolitik uremik
Hematuria berhubungan dengan olah raga
Hematuria familial benigna
Nefropati IgA
Bukan dari glomerulus
Penyakit perdarahan/gangguan faktor pembekuan
Keracunan jengkol
Hiperkalsiuria
TBC ginjal/saluran kemih
Infeksi saluran kemih
Trauma
Batu
Defek kongenital (Ginjal polikistik & Hidronefrosis)
Tumor Wilms
Benda asing di ureta/vesika urena
Hematuria dapat berasal dari sesuatu tempat di jaringan parenkim ginjal
dan traktus urinarius, mulai dari glomeruli sampai ke uretra anterior.
Mekanisme timbulnya hematuria dapat melalui beberapa cara:
Proses imunologik peradangan pada glomerulo-tubulo interstisiel
kapiler / arteriol glomeruli-tubulo-interstisiel rusak.
Endotoksis atau infeksi langsung oleh agen infeksi (bakteri, virus, riketsia)
kerusakan endotel kapiler glomeruli.
Emboli septik yang tersangkut pada endotel kapiler glomeruli .
Efek langsung dari obat-obat yang merusak tubulo interstisial.
Kristal yang menyumbat lumen tubulus.
Iritasi mukosa saluran kemih oleh mikrokristal, benda asing yang
dimasukkan lewat uretra ke vesika urinaria, peradangan mukosa
kerusakan kapiler.
Trauma/neoplasma jaringan ginjal/saluran kemih rusak pembuluh
darah pecah. Defek kongenital pada saluran kemih kerusakan
pembuluh darah.
23
Klasifikasi
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Kriteria diagnosis
Dasar diagnosis:
Curigai hematuria bila urin berwarna merah terang atau gelap seperti
coca-cola
Langkah-langkah diagnosis:
Pastikan adanya hematuria
Pemeriksaan yang dilakukan adalah dispstik untuk melihat adanya
kandungan hemoglobin dalam eritrosit dan hemoglobin bebas dalam
urine. Sedangkan untuk melihat sel eritrosit dilakukan pemeriksaan
mikroskopis sedimen urin. Bila ditemukan sel eritrosit 5/lpb
hematuria mikroskopik
Tentukan bentuk dari hematuria dan cari faktor penyebab.
Pemeriksaan yang dilakukan adalah anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang identifikasi :
Hematuria non glomeruler, ciri-cirinya:
Urine berwarna merah terang, biasanya edema dan hipertensi
tidak dijumpai.
Urinalisis menunjukkan:
Urin berwarna merah
Bekuan darah (+)
Proteinuria (+1) (-2)
Silinder eritrosit (-)
Bentuk eritrosit sama dan kandungan hemoglobinnya merata.
Hematuria glomeruler, ciri-cirinya:
Dari anamnesis didapatkan urin berwarna merah gelap, tidak nyeri
waktu berkemih.
Dari pemeriksaan fisik biasanya ditemukan edema, hipertensi
Urinalisis :
Proteinuria (+2 - +3)
Sel eritrosit (+) ( 5/lpb atau penuh/lpb)
Bentuk eritrosit tidak sama dan kandungan hemoglobinnya
tidak merata
Silinderuria (terutama selinder eritrosit)
Untuk masing-masing kelompok hematuria ditetapkan etiologinya (lihat
algoritma)
Bentuk Non Glomeruler
a) Keracunan jengkol
24
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
Bila bentuk non glomeruler dari hematuria hanya berupa darah sedang
gambaran darah tepi normal tanpa ditemukan tanda-tanda penyakit
25
26
27
Pemeriksaan penunjang
28
Tatalaksana
Edukasi
Komplikasi
Prognosis
Lain-lain (algoritma,
protokol, prosedur,
standing order)
DEPARTEMEN IKA
RSMH PALEMBANG
Referensi:
1. Syarifuddin Rauf, Hematuria. Dalam Buku Ajar Nefrologi Anak ; FK UI,
Jakarta, 2002:114-125
HIPERTENSI
No.Dokumen
29
Halaman:
Ditetapkan oleh,
Panduan Praktek
Klinis
Definisi
Etiologi
Tanggal revisi
25 Juni 2011
Dr. Dahler Bahrun, SpA(K)
TD Normal : TD sistolik atau diastolik < 90 persentil menurut gender, umur
dan tinggi badan anak
Pra Hipertensi : TD sistolik atau diastolik 90-95 persentil atau pada anak
remaja TD 120/80 mmHg meskipun < 95 persentil dianggap prahipertensi.
Hipertensi adalah TD sistolik dan atau diastolik 95 persentil menurut
gender, umur dan tinggi badan pada 3 kali pemeriksaan pada saat yang
berbeda.
Hipertensi Stadium 1. TD 95 persentil sampai 99 persentil plus 5 mmHg
Hipertensi Stadium 2. TD > 99 persentil plus 5 mmHg
(Diambil dari National High Blood Pressure Education Program Working on
High Blood Pressure in Children and adolescent. The fourth report on the
diagnosis, evaluation, and treatment of high blood pressure in children and
adolescent. Pediatrics 2004;114 (2 suppl 4th report):555-76).
Catatan : Persentil menurut jenis kelamin, umur dan tinggi badan diukur
setidak-tidaknya 3 kali pada waktu yang terpisah, jika terdapat perbedaan
persentil sistolik dan diastolik, kategorikan berdasarkan nilai yang lebih tinggi.
Tabel persentil menurut jenis kelamin, umur dan tinggi badan dapat dilihat pada
lampiran 1 dan 2.
Usia
Penyebab
Renovaskuler; trombosis a.renalis, penyakit congenital,
Infant
coartasio aorta, BPD
< 1 tahun Stenosis a.renalis
1 - 6 tahun Penyakit parenkim ginjal; penyakit vaskuler ginjal; penyebab
endokrin; coarcatio aorta; hipertensi esensial
6-12 tahun Penyakit parenkim ginjal; hipertensi esensial; penyakit vaskuler
ginjal; penyebab endokrin; coartatio aorta; penyakit iatrogenik
Patogenesis
30
takikardi hipertensi
Faktor yang meningkatkan tahanan total pembuluh darah
adalah
Sekresi hormon katekolamin vasokonstriksi perifer
(Feokromositoma).
Ekses glukokortikoid kerja enzim catekol ortometil transferase
dihambat pelepasan norepinefrin oleh vesikel ke ujung saraf otot
pembuluh darah meningkat vasokonstriksi (Pemberian
kortikosteroid jangka lama).
Sintesa zat vasodepressor (prostaglandin E2, kinin) yang dihasilkan
oleh medula ginjal menurun (pada GGK).
3) Gangguan sistem renin angiotensin aldosteron (SRAA)
Pada penyakit parenkim ginjal unilateral atau stenosis arteri renalis
Tekanan perfusi ginjal menurun aktifitas SRAA meningkat
renin
plasma dan angiotensin-2 vasokonstriksi perifer
TTPT, Angiotensin-2 korteks adrenal aldosteron meningkat
reabsorbsi Na dan air di tubulus distal meningkat retensi Na dan
air ginjal meningkat ekspansi ke dalam intravaskuler meningkat
hipervolemia.
Penyakit-penyakit lain yang berhubungan dengan peningkatan
SRAA antara lain: Hiperaldosteronism primer, Sindroma Cushing,
Glomerulonefritis Akut, Sindroma Hemolitik Uremik
2)
Klasifikasi
A. Berdasarkan etiologi
1. Hipertensi primer (esensial), penyebab tidak diketahui.
Biasanya dalam derajat ringan dan lazimnya tidak memberikan gejala
(asimptomatik)
2. Hipertensi sekunder, penyebabnya diketahui.
Gejala biasanya berasal dari penyakit yang mendasarinya :
- Penyakit parenkim ginjal
- Penyakit pembuluh darah ginjal
- Vaskulitis
- Penyakit kardiovaskuler
- Penyakit endokrin seperti feokromositoma,
hipertiroid
- Penyakit vaskular
- Kelainan neurologik
B. Berdasarkan timbulnya:
1. Hipertensi akut, hipertensi yang timbul mendadak dan dalam waktu
cepat
2. Hipertensi kronik, keadaan hipertensi menetap >3 bulan
C. Berdasarkan Kegawatan:
1. Hipertensi krisis : Peningkatan tekanan darah dalam derajat berat
yang dapat menimbulkan gangguan fungsi/kerusakan akut/sedang
berlangsung dari organ target (nilai TD S/D berkisar antara 1,3-1,5 x
31
Anamnesis
persentil 95 menurut umur, jenis kelamin dan tinggi badan atau TD S/D
180/120 mmHg). Hipertensi krisis ini di bagi menjadi :
a. Hipertensi urgensi : Hipertensi berat yang belum menimbulkan
kerusakan akut pada organ target.
b. Hipertensi emergensi : Hipertensi berat yang menimbulkan
kerusakan akut atau sedang berlangsung dari organ target (otak,
jantung dan ginjal).
Contoh hipertensi emergensi adalah :
- Hipertensi ensefalopati
- Hipertensi dengan gagal jantung kongestif
Nama lain dari hipertensi emergensi adalah Hipertensi
akselerasi maligna hipertensi kronik/esensial yang
mengalami perburukan akut akibat hipertensi yang tidak
terkontrol, tidak makan obat secara teratur, atau karena
perburukan penyakit yang mendasarinya.
Ciri utama hipertensi akselerasi-maligna bila dilihat dengan
funduskopi :
- Hipertensi akselerasi : eksudat dan perdarahan pada retina
- Hipertensi maligna : papil oedem.
Pada hipertensi akselerasi-maligna ini disertai ensefalopati,
gangguan fungsi akut atau nefropati.
2. Hipertensi non krisis: Hipertensi yang belum menimbulkan kegawatan.
Contoh : - Pra-hipertensi
- Hipertensi stadium I.
Hal-hal yang perlu ditanyakan dapat dilihat pada tabel 1
Tabel. 1 Anamnesis Pada Anak dan Remaja Hipertensif
INFORMASI
RELEVANSI
Riwayat hipertensi dalam keluarga, Hipertensi essensial
riwayat
kehamilan
preeklampsi.
Komplikasi hipertensi dalam anggota
keluarga (stroke infark miokard, gagal
ginjal).
Penyakit ginjal keturunan
Penyakit ginjal/tumor ginjal dalam
keluarga
Riwayat pemakaian kateter arteri Kelainan renovaskuler
umbilikalis pada masa neonatus
Sakit kepala, pusing, epistaksis, Gejala
tidak
khas
dapat
gangguan penglihatan
menunjukkan derajat hipertensi
Sakit perut/pinggang, disuria, enuresis Penyakit parenkim ginjal
hematuria, panas dalam
Palpitasi, sering berkeringat, muka Feokromositoma
kemerahan, berat badan turun,
poliuria, polidipsia, sering sakit kepala
Pembengkakan/nyeri sendi, sembab Bentuk
nefritis
yang
kelopak mata tungkai ruam kulit
berhubungan dengan penyakit
multi sistemik
Kejang otot, lemas, konstsipasi
Hiperaldosteronisme/hipokalemia
Badan lemas, parestesia, retardasi Sindrom Cushing
pertumbuhan,
perubahan
habitus
32
Pemeriksaan fisik
Kriteria diagnosis
Pemeriksaan
penunjang
tubuh
Teraba masa oleh orang tua dalam Tumor ginjal
rongga abdomen, demam
Riwayat
trauma
di
daerah Trauma
perut/punggung,
nyeri
perut,
hematuria, demam
Minum pil kontrasepsi, amfetamin, Hipertensi karena obat
kokain, koritkosteroid, pemakaian obat
tetes
hidung
(golongan
simpatomimetik)
Pemeriksaan fisik perlu dilakukan secara cermat. dan sistematis oleh karena
ada beberapa kelainan yang dapat ditemukan dan merupakan tanda-tanda
etiologi dari hipertensi (tabel 2).
Tabel. 2 Tanda-tanda kelainan yang perlu diamati pada pemeriksaan fisik
PEMERIKSAAN FISIK
RELEVANSI
Tensi tungkai rendah dibandingkan dengan Koarktasio aorta
tensi lengan. Denyut nadi femoralis tibialis
dan dorsum pedis lemah, murmur (+)
Edema pada muka atau pretibia
Penyakit ginjal
Pucat, muka kemerahan, banyak keringat, Feokromositoma
takikardia
Bercak caf au lait neurofibroma
Penyakit vonreekling hausen
Moon facies, buffalo-hump hirsutisme, Sindrom Cushing
stria, truncal obesity
Weeb neck, dasar rambut rendah, jarak Sindrom Turner
puting susu melebar
Facies elfin, pertumbuhan terlambat
Sindrom Williams
Pembesaran kelenjer tiroid, eksofthalmus
Hipertiroid
Bruit di daerah epigastrium/punggung
Penyakit renovaskuler
Bruit diatas pembuluh darah besar
Sindrom William/artritis
Tumor abdomen unilateral atau bilateral
Tumor Wilms neurofibroma,
ginjal polikistik, hidronefrosis
Pembesaran jantung
Hipertensi kronik
Kelainan fundus
Hipertensi kronik dan derajat
berat
Palsi bell
Hipertensi kronik
Hemparesis
Hipertensi kronik/akut berat
dengan stroke
Tentukan apakah anak hipertensi atau tidak, sesuai dengan batasan
hipertensi
Bila anak hipertensi maka langkah yang dilakukan sebagai berikut:
a) Cari penyebabnya, tentukan derajat berat dan timbulnya
b) Cari komplikasinya
c) Pemeriksaan yang dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang.
Bila anak dengan prahipertensi, maka untuk mencari etiologi dan faktor
resikonya cukup dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
33
34
Tatalaksana
35
c. Hipertensi Krisis
Pada penderita dengan hipertensi urgensi biasanya digunakan obatobatan oral, sedangkan pada penderita hipertensi emergensi digunakan
obat-obatan parenteral.
Adapun obat-obatan yang biasa dipakai di Bagian IKA RSMH dapat dilihat pada
tabel dibawah ini :
Kelas
Obat-obatan
Dosis Awal
Dosis Maksimal
ACE inhibitor Enalapril
0,08 mg/kgbb/hari
0,6 mg/kgbb/hari
Dibagi 2 dosis
Sampai 40
mg/hari
Lisinopril
0,07 mg/kgbb/hari
0,6 mg/kgbb/hari
Dbagi 2 dosis
Sampai
40
mg/hari
Captopril
0,36 mg/kgbb/hari
0,5mg/kgbb/kali
Diberikan 2-3x/hari
Beta blocker
Propanolol
0,5-1 mg/kgbb/hari 5 mg/kgbb/hari
Dibagi 2-3 dosis
Diuretik
Hidroklortiazid
1 mg/kgbb/hari
3 mg/kgbb/hari
Dibagi 2 dosis
Sampai
50
mg/hari
Furosemid
1-2 mg/kgbb/hari
6 mg/kgbb/hari
Dibagi 2 dosis
Efek samping yang perlu diperhatikan:
Kelas
Obat-obatan
Efek Samping
ACE inhibitor
Enalapril
Diare, mual, sakit kepala, rash,
batuk, hipotensi
Lisinopril
Diare, mual, muntah, dispepsia,
sakit
kepala,
vertigo,
batuk,
hipotensi
Captopril
Batuk, diare, sakit kepala, mual,
muntah,
rash,
hiperkalemia,
netropenia
Beta blocker
Propanolol
Vertigo,
rash,
akral
dingin,
bradikardi
Diuretik
Hidroklortiazid
Hipotensi, konstipasi, anoreksia,
rash,
purpura,
hipokalemia,
hipomagnesia.
Furosemid
Hipotensi, pankreatitis, jaundice,
anemia, mual, rash.
Pengobatan Hipertensi Krisis (emergensi)
Prinsip: tekanan darah harus diturunkan secepatnya dengan menggunakan
obat antihipertensi yang poten, guna mencegah kerusakan berlanjut dari organ
36
target.
Obat-obat : klonidin (Catapres) dan furosemide. Klonidin diberikan secara infus
tetes dengan dosis 0,002 mg/kgBB dilarutkan dalam 100 ml larutan glucosa 5%
dengan kecepatan XII tetesan mikro/menit, dinaikkan 6 tetes tiap 30 menit,
sampai tekanan darah diastolik < 100 mmHg. Dosis maksimal 36 tetes/menit
atau 0,006 mg/kgBB. Bila terdapat over load atau anak tidak dehidrasi
diberikan furosemid secara IV dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari. Bila tekanan
darah diastolik belum turun, tambah kaptopril, dosis awal 0,3 mg/kg/kali, dosis
maksimal 2 mg/kali, diberi 2-3 kali/hari. Bila Td D Turn di bawah 100 mgHg,
tetesan klonidin diturunkan secara bertahap, sedangkan kaptopril terus
diberikan seperti dosis diatas (gambar 1).
Prinsip pengobatan hipertensi kronik hampir sama dengan hipertensi akut,
hanya saja perbedaan interval penambahan dosis dan jenis obat lebih panjang
yaitu 2-4 minggu. Pengobatan hipertensi akselerasi, penurunan tekanan darah
dengan menggunakan obat parenteral tidak boleh terlalu cepat seperti pada
hipertensi akut yang mengalami krisis. Tekanan darah diturunkan 30% dalam 6
jam pertama, untuk mencegah iskemia otak, lalu 1/3 lagi 12-36 jam dan sisanya
2-4 hari.
37
Indikasi pulang
Keadaan umum, tekanan darah normal (< persentile ke-90), penyakit
penyebabnya (pada anak-anak) terbanyak penyebab hipertensi adalah
GNA, gejala-gejala dari penyakit penyebab cenderung menghilang.
Penderita dinasehatkan untuk kontrol berobat ke poli khusus ginjal anak.
Edukasi
Komplikasi
Prognosis
Lain-lain (algoritma,
protokol, prosedur,
standing order)
Hipertensi bila terjadi akut atau dalam derajat berat dapat menimbulkan
ancaman terhadap kehidupan atau kerusakan akut yang sedang berlangsung
dari organ target.
Hipertensi bila berlangsung kronil (misalnya hipertensi esensial) tanpa diobati
bisa menyebabkan faktor resiko terhadap penyakit:
Penyakit kardiovaskuler
Penyakit serebrovaskuler
Gagal ginjal kronik
Bila terjadi perburukan akut akan timbul komplikasi berupa hipertensi akselerasi
maligna.
Prognosis tergantung dari derajat beratnya hipertensi, kecepatan penanganan
komplikasi dan penyakit yang mendasarinya.
Gambar 1. Skema pengobatan hipertensi krisis dengan Klonidin
Klonidin drip 0,002 mg/kgBB/8 jam
Dalam 100 ml glukosa 5 % (12 tetes mikro)
Maksimal 0,006 mg/kgBB/8 jam
38
STABIL
Klonidin stop
Kaptopril terus
Referensi :
1. Dahler Bahrun, Hipertensi Sistemik. Dalam Buku Ajar Nefrologi Anak ;
FK UI, Jakarta, 2002: 242-289
39
40
41
DEPARTEMEN IKA
RSMH PALEMBANG
No. Revisi
Halaman:
Ditetapkan oleh,
Panduan Praktek
Klinis
Definisi
Etiologi
Patogenesis
Klasifikasi
Anamnesis
Tanggal revisi
25 Juni 2011
Dr. Dahler Bahrun, SpA(K)
Gagal ginjal akut (GGA) adalah suatu sindroma yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang mendadak dengan akibat terjadinya
penimbunan hasil metabolit senyawa nitrogen seperti ureum dan kreatinin.
1) GGA pre renal akibat hipovolemia, hipotensi dan hipoperfusi ginjal,
sebagai akibat:
Kehilangan darah: trauma, pendarahan
Kehilangan air dan elektrolit: gastroenteritis akut
Kehilangan plasma: luka bakar, peritonitis
Hipoalbuminemia berat pada sindroma nefrotik
Dekompensasio kordis: infark miokard
Pada neonatus akibat sepsis/asfiksia berat
2) GGA rena1, sebagai akibat:
a. Kerusakan epitel tubulus: Nekrosis tubular akut
o Tipe iskemik: kelanjutan dari GGA pra-renal
o Tipe nefrotoksik: obat-obatan seperti aminoglikosida, zat
kontras radioopak, pigmen (hemoglobinuria / mioglobinuria),
logam berat, hiperurisemia
b. Kerusakan glomerulus
o GNA
o Sindroma hemolitik uremik
c. Penyakit vaskuler
d. Anomali ginjal (ginjal polikistik, multikistik/displastik)
3) GGA paska renal
Obstruksi: valvula uretra posterior, batu, bekuan darah, tumor, kristal
(asam jengkol, asam urat)
Lampiran 1
1) Gagal ginjal akut non oligurik: produksi urine normal, akan tetapi terdapat
peningkatan kadar ureum dan keratin serum. Biasanya timbul akibat
pemakaian obat bersifat nefrotoksik (gol. aminoglikosid).
2) Gagal ginjal akut oliguria: ditandai dengan volume urine < 240 ml/m 2/24
jam atau 0,5 - 1 ml/kgBB/jam. Pada neonatus < 1ml/kgBB/jam.
Tentukan penyebab GGA
1) GGA pra renal: riwayat kekurangan cairan (diare, muntah), kehilangan
darah/plasma (trauma, luka bakar), pembedahan, sakit jantung dll.
2) GGA pasca renal: riwayat ISK berulang, nyeri pinggang, hematuria,
riwayat batu, bila berkemih sering mengedan dan tidak lancar, terasa
nyeri yang hebat pada waktu berkemih, ada riwayat makan jengkol.
3) Bila penyebab GGA pra-renal/paska renal dapat disingkirkan langkah
42
Pemeriksaan fisik
1)
2)
3)
Kriteria diagnosis
Pemeriksaan penunjang
1)
2)
3)
43
Tatalaksana
44
2.
3.
4.
5.
0 10 kg : 100 kal/kgBB
45
6.
Hiperfosfatemia
Diatasi dengan aluminium hidroksida 60 mg/kgBB dibagai 3
dosis, atau dengan calcium karbonas 500 1 gram/hari.
7. Anemia
Jika kadar Hb turun di bawah 6 g/dl, diberikan darah segar atau
PRC.
8. Kongesti vaskuler
Gejala edema paru/gagal jantung kongesti diatasi dengan
furosemid IV dosis 1-2 mg/kgBB/kali, oksigen, tourniquet atau
plebotomi, pemberian morfin 0,1 mg/kgBB. Bila tidak berhasil
dalam waktu 20 menit segera dilakukan dialisis.
9. lnfeksi
Harus ditanggulangi. Dosis obat harus disesuaikan dengan
derajat penurunan faal ginjal
10. Hipertensi
Diatasi sesuai dengan standard profesi
11. Hiperurisemia
Kadar asam urat dapat meningkatkan sampai 50 mg/dl. Bila
terjadi peningkatan diberikan alopurinol dengan dosis 100-200
mg untuk anak usia < 8 tahun dan 200-300 mg untuk usia diatas
8 tahun, dibagi 2 dosis.
b. Terapi pengganti
Dialisis:
Dilakukan atas indikasi:
a. Kadar Ureum darah > 200 mg/dl.
b. Hiperkalemia berat (K>7,5 meq/l) yang tidak menunjukkan respon
dengan pengobatan konservatif.
c. Bikarbonas plasma 12 meq/ l.
d. Gejala-gejala kongesti vaskuler yang tidak dapat diatasi dengan
terapi medikamentosa.
e. Perburukan keadaan umum dengan gejala uremia berat seperti
pendarahan penurunan kesadaran sampai koma.
Fase diuresis:
Pada fase ini harus diawasi jumlah diuresis/hari. Bila terjadi diuresis
yang masif harus mendapat penggantian cairan dan elektrolit yang
sesuai.
4. Tindak lanjut
1) Selama perawatan perlu dilakukan pengawasan terhadap tanda-tanda
vital: tensi, nadi, pernafasan, ritme jantung, suhu tubuh.
2) Pemeriksaan Hb/Ht/trombosit secara berkala
3) Pemeriksaan ureum/kreatinin dan elektrolit serum secara berkala
4) Analisis gas darah bila ada
5) Masukan cairan dan jumlah diuresis/24 jam
6) EKG secara serial
46
Prognosis
Lain-lain (algoritma,
protokol, prosedur,
standing order)
47
Lampiran 1.
Pathogenesis Gagal Ginjal Akut
Faktor pencetus:
Perfusi ginjal
Total aliran darah ginjal
Konsumsi O2
Reabsorpsi Na tubular
Proximal
Oliguria BUN
Konsentrasi Na pada
cairan tubulus distal
Stimulasi pada apparatus
jukstaglomerular
Pelepasan rennin dan
aktivasi local
48
Lampiran 2.
Algoritma Diagnosis dan Penatalaksanaan GGA
Gambaran urinalisis: urine nephritis (hematuria, proteinuria, selindernuria) +
Oliguria serta azotemia
GGA
Tentukan faktor penyebab
Anamnesis
Pemeriksaan . Fisik
Pemeriksaan Penunjang
- Urinalisis
- Profit biokimiawi
- Darah tepi lengkap
- Petunjuk pem. urine
Diare/muntah/pendarahan
Hipotensi/curah jantung
Petunjuk urinalisis
BUN/kreatinin>20
Osmolalitas urine>500
FE Na, 1%
Overload cairan
Hipertensi
Keterlibatan multisistemik
Gambaran apusan darah abnormal
Trombositopenia
Sedimen urine aktif
Osmol urine < 350
FE Na > 2%
Rehidrasi
Transfusi
Obat inotropik
Pemeriksaan pencitraan
Biopsi ginjal
Diuresis
Oliguria
menetap
Membaik
Diuretik/
dopamin
Riwayat ISK
Riwayat makan jengkol
Riwayat batu
Kandung kencing penuh
GGA yang tidak dapat
dinyatakan dengan anamnesis
dan PF
Koreksi Bedah
Membaik
Oliguria
DIALISIS
49
DEPARTEMEN IKA
RSMH PALEMBANG
No. Revisi
Ditetapkan oleh,
Panduan Praktek
Klinis
Definisi
Etiologi
Patogenesis
Klasifikasi
Tanggal revisi
25 Juni 2011
Dr. Dahler Bahrun, SpA(K)
GGK adalah suatu keadaan gangguan yang kompleks, baik
klinis, kimiawi maupun metabolisme tubuh sebagai akibat
menurunnya fungsi ginjal yang kronik dan progresif dalam hal ini
kecepatan glomerulus (KFG)
Kriteria diagnosis
Pemeriksaan
penunjang
50
Tatalaksana
1) Pengobatan konservatif
Pengobatan ini masih dapat dilakukan bila klirens kreatinin
> 5 ml/mnt/1,73 m2
Tujuan pengobatan ini untuk memperbaiki keadaan umum,
sehingga bila penderita jatuh dalam stadium terminal dari
perjalanan GGK, maka untuk mendapatkan dialisis dan
transplantasi ginjal, kondisi fisiknya tetap dalam keadaan
optimal.
a. Kebutuhan Kalori
Anak dengan GGK harus mendapat masukan kalori
minimal 40-120 kcal/kgBB/hari. Dapat dipakai patokan
minimum RDA seperti terlihat pada tabel 1.
Tabel-1. Rekomendasi Pemberian Kalori sehari-sehari pada
anak dengan insufesiensi Ginjal Kronik sesuai Umur
Usia
Tinggi
Energi
Protein
Kalsiu Fosfor
(Cm)
(kcal)
minimal
m (gr)
(gr)
(gr)
0-2 bln
55
120/kg
2,2/kg
0,4
0,2
2-6 bln
63
110/kg
2 /kg
0,5
0,4
6-12 bln
72
100/kg
1,8/kg
0,6
0,5
1-2 th
81
1100
18
0,7
0,7
2-4 th
98
1300
22
0,8
0,8
4-6 th
110
1600
29
0,9
0,9
6-8 th
121
2000
29
0,9
0,9
8-10 th
131
2100
31
1,0
1,0
10-12 th
141
2450
36
1,2
1,2
12-14 th L
151
2700
40
1,4
1,4
12-14 th P
154
2300
34
1,3
1,3
14-16 th L
170
3000
45
1,4
1,4
14-16 th P
159
2350
35
1,3
1,3
16-22 th L
175
2800
42
0,8
0,8
16-22 th P
163
2200
33
0,8
0,8
b. Kebutuhan protein
Pada anak dengan GGK pembatasan protein dimulai
pada klirens kreatinin di antara 15-20 ml/men/1,73
m2. Protein sebaiknya protein hewani. Pembatasan
protein dapat disesuaikan dengan usia dan KFG
seperti terlihat pada tabel 2.
Tabel 2. Anjuran Intake Protein untuk anak dengan insufesiensi
ginjal Sesuai dengan Umur dan LFG
Usia
50-20
20-10
10-5
(120%
(100% RDA)
(100%
51
RDA)
RDA)
0-2 bln
2,6 g/kg
2,2 g/kg
1,6 g/kg
2-6 bln
2,4 g/kg
2 g/kg
1,5 g/kg
6-12 bln
2,1 g/kg
1,8 g/kg
1,5 g/kg
1-3 th
28 g
28 g
18 g
3-6 th
38 g
30 g
23 g
6-8 th
43 g
36 g
27 g
8-10 th
48 g
40 g
30 g
10-12 th L
54 g
45 g
34 g
12-14 th L
60 g
50 g
38 g
14-18 th L
72 g
60 g
45 g
10-14 th P
60 g
50 g
38 g
14-18 th P
66 g
55 g
41 g
c. Natrium
Pada penderita GGK tanpa hipertensi umumnya
diberikan diet rendah garam yaitu natrium 1
meq/kgBB/hari. Retriksi ketat natrium dilakukan bila
terdapat hipertensi dan oliguria berat yaitu 0,5
meq/kgBB/hari (1 gram garam dapur mengandung
400 mg natrium atau 17 meq natrium)
d. Air
Pembatasan cairan dilakulkan bila terdapat edema
dan hipertensi atau LFG turun dibawah 10
ml/men/l,73 m2, untuk mencegah intoksikasi air dan
hiponatremia. Jumlah air yang diperlukan adalah
IWL + volume urin 1 hari sebelumnya
e Kalium
Bila kadar kalium dalam serum antara 5,5-6,5 meq/L,
semua jenis makanan yang mengandung kalium
harus dihindari: sayur-mayur yang berwarna hijau,
buah-buah, kacang-kacangan, coklat dll. Bila kadar
kalium 6,5 meq/l disertai dengan perubahan EKG
maka harus segera diatasi seperti pada GGA
f . Asidosis
Obat yang digunakan adalah natrium bikarbonat
dengan dosis 0.5-1 meq/kgBB/hari atau berdasarkan
hasil analisa gas darah.
g. Osteodistrofi renal
Dalam usaha pencegahan osteodistrofi renal pada
anak dengan GGK Tindakan yang perlu dilakukan
adalah:
Pemberian kalsium yang cukup. Dosis kalsium
yang dianjurkan adalah 500 1000
52
meq/kgBB/hari
Mengurangi masukan protein dan produk susu
yang kaya akan fosfat, menghambat absorbsi
fosfat dari dalam usus dengan pemberian
aluminium gel. Kadar fosfat dalam serum
harus diperiksa dan dipertahankan antara 4 5
mg/dl.
h. Pemberian vitamin D
Tergantung pada derajat gagal ginjal dan kecurigaan
pada tulang berdasarkan hasil pemeriksaan
radiologis. Vitamin D diberikan dengan dosis 4000
40.000 U/hari.
Selama pemberian obat kadar
kalsium harus diperiksa untuk mendeteksi timbulnya
hiperkalsemin akibat efek samping vitamin D.
i. Hipertensi
Pada hipertensi ringan diberikan diuretika seperti
furosemid dan membatasi masukan air dan garam.
Pada hipertensi moderat-berat diberikan obat
antihipertensi secara oral. Bila hipertensi berat
sampai menimbulkan kerusakan organ target,
diberikan antihipertensi secara intravena. Obat
antihipertensi yang digunakan seperti terlihat pada
tabel 3.
j. Anemia
Bila Hb < 6 g/dl dan timbul gejala-gejala anemia.
perlu diberikan transfusi darah dengat jumlah 5 - 10
m1/kgBB dalam bentuk "fresh packed cells. Bila
anemia disebabkan oleh kekurangan zat besi atau
asam folat, diberikan zat besi 6 mg/kgBB/hari dan
asam folat 0,25- 1 mg/hari.
k. Gangguan Pertumbuhan
Pengobatan terhadap gangguan pertumbuhan ini sulit
karena banyak faktor yang berperan. Faktor yang
dapat memberikan respon terhadap pengobatan ini
adalah koreksi asidosis dan gangguan keseimbangan
elektrolit. Pengelolaan terhadap malnutrisi harus
diusahakan sebaik mungkin, anoreksia harus
diberantas, untuk itu perlu bantuan ahli gizi untuk
menyusun diet yang cocok untuk selera anak.
l. Infeksi
Bila ada infeksi harus segera ditanggulangi. Sambil
menunggu hasil biakan dan sensitifitas dapat
diberikan obat antibiotik yang berspektrum luas.
53
dengan
derajat
Referensi :
1. Nanan Sekarwana,Dedi Rachmadi, Dany Hilmanto, Gagal
ginjal Kronik. Dalam Buku Ajar Nefrologi Anak ; FK UI,
Jakarta, 2002:509-530
DEPARTEMEN IKA
RSMH
PALEMBANG
No.Dokumen
No. Revisi
Halaman:
Ditetapkan oleh,
Panduan Praktek
Klinis
Tanggal revisi
25 Juni 2011
Dr. Dahler Bahrun, SpA(K)
Definisi
Etiologi
Patogenesis
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Kriteria diagnosis
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
54
1. Kortikosteroid
Sangat berguna untuk mengontrol manifestasi inflamasi
akut LES. Penggunaan kortikosteroid mungkin secara
adekuat dapat mengobati NL yang ringan dengan risiko
rendah atau disfungsi ginjal yang progresif seperti NL
mesangial, NL proliferatif fokal dini atau NL membranosa.
Glukokortikoid yang biasa dipakai adalah prednison atau
metilprednisolon,
yang
masih
merupakan
terapi
imunosupresif yang efektif dan bekerja secara cepat untuk
episode awal dan rekurensi dari penyakit ginjal yang aktif.
Obat ini digunakan sebagai imunosuopresif pada pengobatan
gangguan autoimun. Aktivitasnya dengan melawan
peningkatan premeabilitas kapiler dan menekan aktivitas
PMN.
Prednison dengan dosis awal 60 mg/m2/hari atau 2
mg/kgbb (maksimum 80 mg/hari) dengan dosis terbagi ( 3
kali sehari) diberikan sampai terdapat perbaikan klinis
(remisi) yang bisa dilihat dari menurunnya derajat proteinuria
(<1 gr/hari atau +), berkurangnya hematuria (< 10/LPB),
mambaiknya fungsi ginajl, normalisasi komplemen darah dan
penurunan titer anti ds DNA. Pemberian dosis penuh
biasanya berlangsung 4-6 minggu, kemudian dosis
diturunkan perlahan-lahan. Penurunan dosis secara cepat
biasanya mengakibatkan rekurensi dari aktivitas penyakit.
Mula-mula prednison atau sejenisnya dikurangi 5-10 mg dari
dosis awal dengan pemberian dosis tunggal pada pagi hari
setiap hari selama 4-6 minggu. Selanjutnya dosis diturunkan
lagi 5-10 mg dari dosis sebelumnya setiap 4 minggu dengan
pemberian selang sehari secara tunggal pada pagi hari
sampai mencapai 5-10 mg/hari (0,1-0,2mg/kgbb/hari) dan
dipertahankan 1-2 tahun baru dipertimbangkan untuk
dihentikan. Tujuan dari diturunkan dosis secara perlahan
adalah utnuk mengurangi efek toksisitas dari steroid. Bila
timbul relaps dosis dinaikkan lagi menjadi 60mg/m2/hari.
Pada NL berat yaitu penurunan fungsi ginjal yang
progresif serta dari gambaran biopsi ginjal memperlihatkan
glomerulonefritis proliferatif difusa dan kresen epitelial,
dianjurkan pemberian terapi pulse dengan metil prednisolon
55
56
57
2.3. Siklosporin
Siklosporin dapat digunakan untuk mengobati NL. Basis
penggunaannya berhubungan dengan produksi limfokin yang
diproduksi oleh aktivasi limfosit T. Dengan menghambat
produksi interleukin-2, rekruitmen sel T sitotoksik dihentikan
mengurangi
respon
inflamsi
dan
mempresipitasi
pengendapan kompleks imun di ginjal. Pada individu dengan
NL berat, penggunan siklosporin bersama dengan
kortikosteroid, telah ditunjukan untuk mengurangi proteinuria
dan menstabilisasi fungsi ginjal.
3. Plasma exchange
Walaupun terdapat korelasi yang jelas tentang plasma
exchange pada lupus, tetapi pada beberapa penelitian pada
NL belum jelas. Pada penelitian uji terkontrol menunjukkan
tidak ada manfaat dengan penambahan 3 kali seminggu
plasma exchange selama kombinasi dengan terapi sitostatik
dan dengan terapi kortikosteroid. Pada penelitian lainnya
menunjukkan tidak ada manfaatnya ketika pemberian
siklofosfamid iv bersama dengan plasma exchange untuk
mengurangi rebound antibody
4.Imunoglobulin intravena
Dosis tinggi imnoglobulin intravena digunakan untuk LES
khususnya jika dijumpai adanya trombositopenia. Belum ada
peneliti yang melaporkan penggunaannya pada NL anak.
Imunoglobulin intravena dihubungkan dengan terjadinya
gagal ginjal akut dan penggunaannya pada individu dengan
insufisiensi ginjal terbatas.
Edukasi
58
Komplikasi
Prognosis
Lain-lain
(algoritma,
protokol,
prosedur,
standing order)
DEPARTEMEN IKA
RSMH
PALEMBANG
Referensi :
1. Husein Alatas, Nefritis Lupus. Dalam Buku Ajar
Nefrologi Anak ; FK UI, Jakarta, 2002:366-380
KERACUNAN JENGKOL
No.Dokumen
No. Revisi
Ditetapkan oleh,
Panduan Praktek
Klinis
Definisi
Etiologi
Patogenesis
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Kriteria diagnosis
Tanggal
25 Juni 2011
Dr. Dahler Bahrun, SpA(K)
Keracunan jengkol adalah keracunan yang memakan
buah jengkol yang menimbulkan gejala-gejala klinis
Buah jengkol (phitecolobium lobatum) termasuk golongan
polong-polongan
Patogenesis yang pasti tentang terjadinya keracunan
jengkol masih belum jelas. Hingga saat ini diperkirakan
gejala keracunan jengkol disebabkan oleh pengendapan
kristal jengkol yang menyumbat saluran kemih.
Buah jengkol asam jengkol tubulus ginjal proses
pemekatan dan penurunan pH (pH mencapai titik isoelektrik 5,5) pembentukan kristal jengkol
Secara klinis keracunan jengkol dapat dibagi dalam 3
tingkatan yaitu:
Ringan, bila terdapat keluhan ringan seperti sakit
pinggang, kencing berwarna merah
Berat, bila disertai oliguria
Sangat berat, bila terjadi anuria atau tanda-tanda gagal
ginjal akut yang nyata.
Dasar diagnosis
Adanya riwayat makan jengkol, keluhan sakit perut,
muntah, disuria, pernafasan dan urin berbau jengkol yang
khas, hematuria, disuria atau anuria, serta ditemukan
59
Tatalaksana
Laboratorium:
Pada pemeriksaan urin dengan mikroskop terdapat kristal
asam jengkol
USG/Pielogravi intravena (PIV): ditemukan pelebaran
ureter atau tanda-tanda hidronefrosis akibat obstruksi
Penanganan Medis
Ringan : diberikan minum yang banyak dengan
penambahan air soda atau tablet sodium
bikarbonat kira-kira 1-2 meq/kgbb/hari atau
sebanyak 1-2 gram/hari .
Berat : ditandai dengan oligouria/anuria maka
penderita harus dirawat dan ditangani sebagai
kasus gagal ginjal akut.
Bila ditandai dengan retensi urin maka
dilakukan kateterisasi urin, buli-buli dibilas
dengan larutan sodium bikarbonat 1,5%.
Sodium bikarbonat diberikan 2-5 mEq/kgbb,
sebaiknya disesuaikan dengan hasil analisis
gas darah.
Diuretik diberikan 1-2 mg/kgBB/hari.
Bila cara-cara diatas belum berhasil atau
terdapat tanda-tanda perburukan klinis maka
perlu dilakukan tindakan dialisis segera.
Tindakan Bedah
Bila terdapat obstruksi berat di uretra distal, terdapat
kesulitan pemasangan katater, pada retensi urin,
dilakukan tindakan punksi buli-buli dengan jarum
sayap ukuran besar atau jarum sistofik no. l5 F, satu
jari diatas simfisis pubis di garis tengah dengan sudut
45.
Selanjutnya dilakukan pembilasan kandung
kemih dan sebaiknya dipasang drainase secara
tertutup. Bila terdapat edema atau infiltrat urin di
daerah batang penis atau skrotum dapat dilakukan
60
Lain-lain
(algoritma,
protokol, prosedur,
standing order)
DEPARTEMEN IKA
RSMH
PALEMBANG
No. Revisi
Ditetapkan oleh,
Panduan Praktek
Klinis
Definisi
Etiologi
Patogenesis
Tanggal revisi
25 Juni 2011
Dr. Dahler Bahrun, SpA(K)
Regurgitasi urin dari kandung kemih ke dalam ureter.
Berdasarkan etiologi refluks dibagi dalam 2 golongan:
a.
Refluks primer yaitu: refluks yang
disebabkan oleh defek kongenital pada hubungan
ureter vesika (uretero vesical junction)
b.
Refluks sekunder yaitu: refluks yang
diakibatkan oleh peningkatan tekanan di dalam
kandung kemih (misalnya: katup uretra posterior,
buli-buli neurogenik, diskoordinasi detrusor
sphincter), abnormalitas ureter (ureter ektopik),
abnormalitas ISK bawah (prune belly syndrome,
bladder exstrophy, ureterocele ektopik)
Pada refluks primer, adanya defek kongenital pada
hubungan ureter vesika ditandai dengan ureter intra
vesika yang pendek, orifisium uretra lebih besar dan
bergeser ke lateral. Bila ratio antara panjang ureter
intramural dan diameter orifisium uretra berkurang
(Normal 5:1) maka mekanisme anti refluks tidak
berfungsi dengan baik.
Refluks yang berhubungan dengan ISK.
Regurgitasi akan memepermudah timbulnya ISK akibat
adanya residu dalam kandung kemih. Infeksi dapat
menjalar ke arah ureter dan ginjal. Bakteri sering
menghasilkan suatu endotoksin yang menyebabkan
respon immun selular dan humoral berupa reaksi
61
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Kriteria diagnosis
Pemeriksaan
penunjang
Tatalaksana
62
ureter)
Edukasi
Komplikasi
Prognosis
Lain-lain
DEPARTEMEN IKA
RSMH
PALEMBANG
No. Revisi
Ditetapkan oleh,
Panduan Praktek
Klinis
Definisi
Etiologi
Patogenesis
Anamnesis
Tanggal revisi
25 Juni 2011
Dr. Dahler Bahrun, SpA(K)
Terdapat pembetukan batu di ginjal dan saluran kemih
a. Beberapa keadaan yang mempermudah terjadinya
supersaturasi/kristalisasi zat-zat
yang relatif tidak larut dalam urin, sebagai berikut :
Hiperkalsemia dan hiperkalsiuria
Hiperoksalemia dan hiperoksaluria
Hiperurisemia dan hiperurikosuria
Sistinuria
Xantinuria
Perubahan pH urin
b. Dehidrasi, juga akan mempengaruhi supersaturasi
zat-zat terlarut dalam urin.
c. Stasis urin, berupa kelainan kongenital maupun yang
di dapat menyebabkan obstruksi mekanis maupun
fungsional.
d. Obstruksi aliran limfe ginjal, baik yang kongenital
maupun akibat peradangan
menyebabkan
timbulnya inti kalsifikasi batu
e. Kerusakan epitel ginjal inti presipitasi batu
f. Idiopatik (40%)
Batu ginjal memberikan keluhan bila terjadi obstruksi parsial
atau bila batu berubah
Posisi. Gejala klinik:
Nyeri abdomen umumnya terasa di pinggang
Kolik ginjal
63
Pemeriksaan fisik
Kriteria diagnosis
Pemeriksaan
penunjang
Tatalaksana
Edukasi
Komplikasi
Prognosis
Lain-lain
(algoritme,
protokol, prosedur,
64
standing order)
Jakarta, 2002:212-230
Algoritma (lampiran 1)
Lampiran 1.
Algorithm For Evaluating Possible Nephrolithiasis
Symptoms/Signs of Urinary Stone
Stone passed
No stone identified
Urinary Ca/creatinine
Stone not
recovered
Stone
recovered
Stone analysis
Complete metabolic
evaluation
Serum creatinine, calcium,
bicarbonate, uric acid,
potassium,
phosphorus
Calcium
oxalate
24 hour
urine
volume,
Calcium phosphate
calcium, creatinine,
oxalate, uric acid, sodium,
citrate OR random urine
calcium, creatinine,
Cystine
Struvite
65
Urine cystine
Urine culture
Normal
Consider
alternative
diagnoses
Elevated
Urinary citrate
and uric acid,
serum calcium
& phosporus
Uric acid
Urine and serum
Uric acid and
creatinine