Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN TUTORIAL

LBM 1
BLOK 4.2 EMERGENCY AND CRITICAL NURSING

KELOMPOK 3:
Martina

(13017)

Dedi Kurniawan

(13053)

Tania Yasmin

(13075)

Agile Ruri Saputra

(13076)

Novita Kristiyanti

(13113)

Gandhi Adityaningrum

(13278)

Nimas Asri Sihcahyanti

(13285)

Nuzul Sri Hertanti

(13290)

Aravatia Rafsanjani

(13272)

Dian Andriani

(13303)

Boby Kurniawan

(13408)

Prilli Femita Dwi Kirana

(13401)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2012

AGENDA TUTORIAL
Bus yang Malang

Tutor

: Anita Kustanti, S. Kep., Ns

PERTEMUAN KE 1
Hari, tanggal

: Selasa, 16 Oktober 2012

Hadir

: 11 orang

Tidak hadir

: Gandhi Adityaningrum

PERTEMUAN KE 2
Tanggal

: Jumat, 19 Oktober 2012

Hadir

: 11 orang

Tidak hadir

: Gandhi Adityaningrum

Ketua

: Aravatia Rafsanjani

Sekretaris papan

: Nuzul Sri Hertanti

Sekretaris buku

: Prili Femita Dwi Kirana

Skenario 1
Bus yang Malang
Ners A adalah seorang perawat yang bekrja di sebuah ruang gawat darurat RS. Pada suatu
hari terjadi kecelakaan bus yang masuk jurang dengan korban 30 orang. Ners A adalah
seorang perawat triase di RS tersebut. Ners A kemudian berangkat ke TKP. Selama
perjalanan, Ners A melakukan komunikasi demgan polisi di tempat kejadian. EMS di kota
tersebut sudah berjalan baik sehingga beberapa pasien sudah dilakukan transportasi dan
stabilisasi di pre hospital. Di tempat kejadian ternyata ada banyak korban sehingga Ners A
selain melakuka triase juga langsung melakukan initial assesment. Jumlah pasien yang
banyak menyebabkan Ners A tidak sempat melakukan dokumentasi karena format
doukumentasi dianggap terlalu banyak dan susah.
STEP 1
1. Initial Assesment

Teknik gawat darurat yang digunakan saat triase


Proses penilaian awal pada pasien gawat darurat disertai pengelolaan yang tepat
2. Triase
Tindakan pemilahan pasien berdasarkan prioritas
3. EMS (Emergency Medical Service)
Merupakan program pemerintah untuk melayani kasus gawat darurat (layanan
ambulan)
4. Prehospital
Tahap triase di TKP atau penanganan yang diberikan pada pasien gawat darurat
sebelum di rumah sakit
5. Stabilisasi dan Transportasi
Stabilisasi : Penanganan yang diberikan pada pasien gawat darurat sebelum dilakukan
transportasi ke rumah sakit
Transportasi : pemindahan korban ke rumah sakit
STEP 2
1. Cara melakukan initial assesment

2. Tahap pertolongan pertama kegawatdaruratan


3. Macam triase
4. Prinsip triase

5. Proses triase
6. Hal yang dilakukan saat prehospital
7. Kompetensi yang harus dimiliki perawat gadar
8. Tujuan triase
9. Pihak yang terlibat dalam EMS
10. Perbedaan tugas EMS dan RS
11. Pada saat kondisi darurat apakah tetap dilakukan triase dengan prioritas?
12. Kriteria gawat darurat
13. Dokumentasi kegawatdaruratan
14. Komponen EMS dan apa yang dilakukan tiap komponen?
15. Perkembangan EMS di Indonesia dan perbandingan dengan LN
16. Syarat ambulance
STEP 3
1. Initial assesment

Persiapan
Prehospital : koordinasi lapangan dengan RS
Hospital : mempersiapkan peralatan dan petugas

Triase

Primary survey

Resusitasi Stabilisasi sebelum transportasi

Secondary survey : head to toe

Monitory lanjutan

Devinitife care

Stabilisasi sebelum transportasi

2. Tahapan
-

Safety

Cek respon

Cek nadi

Bila tak ada nadi langsung RJP 30:2 100x/menit kedalaman 5cm (5x siklus)

Cek airway

Rescue breathing

Cek nadi

Cek nafas

3. Macam triase

SIT (single triase) pasien tunggal

START (Simple Triage and rapid Treatment) korban banyak

SAVE

Multople Triase

Mass triase

Penggolongan :
-

Merah : segera

Kuning : cepat tidak segera

Hijau : bisa menunggu

Hitam : meninggal

4. Prinsip triase
-

Cepat akurat

Pemeriksaan adekuat akurat

Kepuasan pasien tercapai

Menyelamatkan jiwa

5. Proses Triase
-

Berteriak yang bisa berjalan ke arah suara---hijau

Cek ABC
Bila

ada

nafas

10-30x/menit---cek

perfusi---<2dt---cek

satus

mental---

mengikuti---kuning
Bial nafas <10 atau >30x/menit---merah
Bila tidak ada nafas buka jalan nafas---cek lagi---bila ada nafas---merah
Bila tidak ada nafas---hitam
6. Hal yang dilakukan saat prehospital
-

Triase---METAG

Resusitasi

Stabilisasi---kontrol pendarahan, pembidaian

7. Kompetensi perawat gadar


-

Cepat

Tepat

Kuat

Memiliki pengetahuan fisiologi dan patofisiologi yang baik

8. Tujuan triase

Menghindari melakukan hal yang sia-sia

Mempermudah memberi intervensi (efektif efisien)

Menyelamatkan banyak nyawa dengan jumlah penolong yang minim

9. Pihak yang terlibat EMS


-

Tenaga kesehatan (perawat dokter)

Polisi, pemadam kebakaran

10. EMS pemerintah


-

Domisili di semua RS

Tidak selalu di RS bisa mendirikan spot saat event tertentu misal lebaran

EMS RS
-

Domisili di RS tersebut

11. Tetap harus dilakukan triase karena prinsip triase akan menyelamatkan korban dengan

keadaan yang paling gawat dengan kemungkinan hidup yang lebih terlebih dahulu
12. Kriteria gadar
-

Gawat darurat : Keadaaan yang mengancam nyawa/adanya gangguan ABC dan


perlu tindakan segera, misalnya cardiac arrest, penurunan kesadaran , trauma
mayor dengan perdarahan hebat

Gawat tidak darurat : Keadaan mengangancam nyawa tetepi tidak memerlukan


tindakan darurat. Setelah dilakukan resusitasi maka ditindak lanjuti oleh dokter
specialis. Misalnya : pasien kanker tahap lanjut, fraktur, sickle cell dan lainya.

Darurat tidak gawat : Keadaan yang tidak mengancam nyawa tetapi memerlukan
tindakan darurat. Pasien sadar, tidak ada gangguan ABC dan dapat langsung
diberikan terapi definitif. Untuk tindak lanjut dapat ke poliklinik, misalnya:
laserasi, fraktur minor/tertutup,sistitis, otitis media dan lainya.

Tidak gawat tidak darurat : Keaadaan yang tidak mengancam nyawa tetapi tidak
memerlukan tindakan gawat. Gejala dan tanda klinis ringan/asimptomatis.
Misalnya penyakit kulit, batuk, flu, dan sebagainya

13. Dokumentasi gadar


-

Identitas pasien

Tanda vital

Hasil triase

Diagnosa singkat

Waktu kejadian

Mekanisme trauma

14. Sudah terjawab


15. Di jogja 118

Program pemerintah
Memberikan pelayanan cepat tepat
Kerjasama

dengan

PMI,

RS,

kantor

polisi

Di LN
Komunikasi dan teknologi sudah sangat canggih
Transportasi canggih
16. Syarat ambulance
-

Peralatan medis lengkap (airway, resusitasi, dll)

Waktu merah : 0-10 menit, kuning : 10-30 menit, hijau : maksimal 1jam, hitam :
2jam

Peralatan non medis (AC, radio komunikasi)

Dragbar dll (alat stabilisasi)

STEP 4
Kriteria
Gadar

EMERGENCY
AREA

Prehospit
al
EMS
Initial
Assesment
Triase

Secondary
Assesment

Kompon
en
Pihak
Perbeda
an Prinsip
Macam
Prosedu
r

Dokumen
tasi
Transportasi dan
Stablisiasi

Emergency
Care

UGD

Kompetensi
Perawat

ASKEP

STEP 5
1. Initial Assesment
2. Tahap pertolongan pertama
3. Kriteria gadar
4. Dokumentasi gadar

5. Perkembangan EMS
6. ASKEP
7. Etik legal prehospital
8. Emergency intrahospital
9. SIT
10. Sistem komunikasi gadar
11. Syarat ambulance
12. Cara transportasi dan stabilisasi
13. Cara membawa korban

Step 7
1. Konsep initial assessment (bagaimana cara dan tahapannya)?
Initial Assessment
Penderita dalam keadaan krisis (emergensi) memerlukan penilaian yang cepat dan
pengelolaan yang tepat guna menghindari kematian. Karena desakan waktu dibutuhkan suatu
sistem penilaian yang mudah (initial assesment). Initial assessment adalah proses evaluasi
secara cepat pada penderita gawat darurat yang langsung diikuti dengan tindakan resusitasi
dan dikerjakan secara sistematis. Kegiatannya meliputi :
1. Persiapan
2. Triase
3. Primary survey
4. Resusitasi
5. Secondary survey
6. Pemantauan dan re-evaluasi: Gunakan AED bila diperlukan

7. Penanganan definitive
1. PERSIAPAN
a. Fase pra rumah sakit
Fokus penanganan penderita yaitu di lokasi kejadian. Ada koordinasi petugas lapangan
dengan rumah sakit. Penanganan dititik beratkan pada :
1) Jalan napas
2) Nadi
3) Kontrol perdarahan
4) Penanganan syok
5) Imobilisasi
6) Kumpulkan keterangan yang dibutuhkan : Waktu kejadian; penyebab; Riwayat

penderita;
b. Fase rumah sakit
Petugas rumah sakit melakukan perencanaan sebelum penderita tiba; Persiapan pealatan;
Pemberian cairan; Diagnostik; Terapi lanjutan
2. TRIASE
Triase adalah tindakan untuk mengelompokkan penderita berdasarkan pada beratnya
cedera yang diprioritaskan berdasarkan ada tidaknya gangguan pada airway, breathing

dan circulation (A B C). Triase juga mencakup pengertian mengatur rujukan sedemikian
rupa sehingga penderita mendapatkan tempat perawatan yang selayaknya. Tindakan triase
dapat dikerjakan pada sekelompok penderita, misal pada keadaan bencana atau korban
massal atau pada penderita tunggal yang berarti menentukan diagnostik. Prioritas utama
adalah penderita dengan survival hidup yang terbesar.
3. PRIMARY SURVEY
Primary survey adalah pemeriksaan secara cepat fungsi vital pada penderita dengan
cedera berat dengan prioritas pada ABCE dimana pada kasus trauma prioritas tersebut
disertai tindakan lain yang sesuai sebagai berikut :
a. A : Airway : adalah mempertahankan jalan napas bersamaan dengan menjaga

stabilitas tulang servikal / cervical protection. Pemeriksaan airway bisa dimulai


dengan membuka mulut dengan chin lift atau jaw thrust manover untuk mengetahui
ada tidaknya sumbatan oleh benda asing/darah dll. Selama melakukan hal tersebut
harus dijaga stabilitas tulah leher. Khususnya pada multiple trauma atau trauma di
bagian atas tubuh. Cidera pada tulang leher harus diantisipasi dengan benar sampai
terbukti tidak ada. Pada keadaan tertentu dimana airway sukar dipertahankan dengan
tindakan biasa, maka harus segera disiapkan untuk membuat surgical airway (punksi
cricothyroid, cricothyroidotomy, tracheostomy).
b. B : Breathing : adalah pernapasan yang disertai dengan ventilasi (oksigenasi).

Breathing (pernafasan) dan ventilation (ventilasi=proses pertukaran gas) yang baik


memerlukan kerja dinding dada, paru dan diafragma yang baik pula. Gangguan pada
salah satu organ tersebut dapat menyebabkan gangguan pada pernafasan dan ventilasi.
Beberapa keadaan akut akibat trauma yang dapat menyebabkan gangguan pernafasan
yang fatal adalah : tension pneumothoraks, flail chest yang disertai kontusio
pulmonum, hemothoraks massive dan pneumothoraks terbuka. Keadaan tersebut
memerlukan tindakan segera berupa pemasangan drain thoraks untuk tujuan
dekompresi.
c. C : Circulation : adalah mempertahankan sirkulasi bersamaan dengan tindakan untuk

menghentikan perdarahan ( control of hemorrarghie). Penilaian fungsi sirkulasi secara


cepat dapat dilakukan dengan menilai kesadaran, warna kulit dan nadi. Menghentikan
perdarahan luar dapat dikerjakan selama survey primer. Reaksi tubuh terhadap
hilangnya cairan (perdarahan) dapat berbeda :

1) Pada orang tua kemampuan kompensasi sudah jauh berkurang sehingga

resusitasi harus diberikan secara tepat


2) Pada usia dini kompensasi sangat besar sehingga tanda kegagalan sirkulasi

muncul lambat.
3) Pada olah ragawan daya kompensasi lebih besar dari pada orang biasa dengan

ciri khas lebih jarang timbul tackhicardia pada keadaan hipovolemia.


Resusitasi cairan diberikan berdasarkan pada derajat shock dan responya terhadap
resusitasi cairan, dapat diprediksi apakah suatu perdarahan dalam (internal bleeding)
memerlukan tindakan operatif (surgical resuscitation) atau tidak.
d. D : Disability : adalah pemeriksaan untuk mendapatkan kemungkinan adanya

gangguan neurologist. Pemeriksaan neurologist secara cepat dapat dilakukan dengan


metode AVPU (Allert, Voice respons, Pain respons dan Uniresponsive). Pemeriksaan
dengan CGS secara periodic dapat dilakukan untuk hasil yang lebih detail pada survey
secunder. Bila hipoksia dan hipovolemia pada penderita dengan gangguan kesadaran
dapat disingkirkan, pikirkan adanya kerusakan CNS sampai terbukti lain.
e. E : Environment atau Exposure : adalah pemeriksaan pada seluruh tubuh penderita

dengan menjaga supaya tidak terjadi hipotermi. Pemeriksaan seluruh bagian tubuh
harus dilakukan disertai tindakan untuk mencegah hipotermia. Pemasangan bidai atau
vacuum matras untuk menghentikan perdarahan dapat juga dilakukan pada fase ini.
Pemeriksaan penunjang pada umumnya tidak dilakukan pada survey primer. Yang
dapat dilakukan pada survey primer adalah ; pemeriksaan saturasi oksigen dengan
pulse oksimetri, foto cervical, foto thoraks dan foto polos abdomen. Tindakan lainnya
yang dapat dilakukan pada survey primer adalah pemasangan monitor EKG, kateter
dan NGT. Pemeriksaan dikerjakan tanpa menunda / menghentikan proses survey
primer. Untuk dapat melakukan evaluasi lebih baik, perlu diketahui kejadian (ever)
dari traumanya.
NB: Prioritas penanganan kegawatan dilakukan berdasarkan urutan di atas, namun bila
memungkinkan dapat juga dilakukan secara simultan. Prioritas penanganan untuk penderita
usia muda maupun usia lanjut adalah sama, salah satu perbedaannya adalah bahwa pada usia
muda ukuran organ relatif lebih kecil dan fungsinya belum bekerja maksimal. Pada ibu hamil,
prioritas tetap sama hanya pada proses persalinan membuat beberapa proses fisiologi berubah
karena adanya janin Pada orangtua karena proses penuaan fungsi tubuh menjadi lebih rentan
terhadap trauma karena kurangnya daya adaptasi.

4. SECONDARY SURVEY PEMERIKSAAN PENUNJANG


Prinsip pada pemeriksaan sekunder adalah memeriksa ulang tubuh dengan lebih teliti
mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki (head to toe), baik pada tubuh bagian depan
maupun belakang. Dimulai dengan anamnesa singkat yang meliputi SAMPLE :
S: Signs and symptoms
A: Allergies,
M: Medication,
P: Past illness,
L: Last meal
E: Event of injury
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan dapat dilakukan pada fase ini, diantaranya
adalah pemeriksaan lab darah rutin, darah kimia, photo thoraks, dll..
5. PEMANTAUAN DAN RE EVALUASI
6. TERAPI DEFINITIF
Terapi definitive pada umumnya merupakan porsi dari dokter spesialis bedah. Tugas
dokter yang melakukan penanganan pertama adalah melakukan resusitasi dan stabilisasi
serta menyiapkan penderita untuk tindakan definitive atau untuk di rujuk.
2. Urutan Pertolongan Pertama pada Kegawatdaruratan?

3. Kriteria atau karakteristik kondisi kegawat-daruratan?


Penderita gawat darurat adalah penderita yang oleh karena suatu penyebab (penyakit, trauma,
kecelakaan, tindakan anestesi) yang bila tidak segera ditolong akan mengalami cacat,
kehilangan organ tubuh atau meninggal. Kondisi emergensi yang sebenarnya adalah setiap
kondisi yang secara klinik memerlukan penanganan medik segera. Karakteristik kondisi
kegawat-daruratan yaitu:
a. Tingkat kegawatan dan jumlah pasien sulit diprediksi
b. Keterbatasan waktu, data dan sarana; pengkajian, diagnosis dan tindakan
c. Keperawatan diberikan untuk seluruh usia
d. Tindakan memerlukan kecepatan dan ketepatan yang tinggi
e. Saling ketergantungan yang tinggi antara profesi kesehatan
Klasifikasi pasien:
a. Pasien Gawat Darurat
Pasien yang tiba-tiba dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam
nyawanya dan atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapatkan
pertolongan secepatnya. Bisanya di lambangkan dengan label merah. Misalnya AMI
(Acut Miocart Infac).
b. Pasien Gawat Tidak Darurat
Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat.
Bisanya di lambangkan dengan label Biru. Misalnya pasien dengan Ca stadium akhir.
c. Pasien Darurat Tidak Gawat
Pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak mengancam nyawa dan
anggota badannya. Bisanya di lambangkan dengan label kuning. Misalnya : pasien
Vulnus Lateratum tanpa pendarahan.
d. Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat
Pasien yang tidak mengalami kegawatan dan kedaruratan. Bisanya di lambangkan
dengan label hijau. Misalnya : pasien batuk, pilek.
e. Pasien Meninggal
Label hitam ( Pasien sudah meninggal, merupakan prioritas terakhir. Adapun petugas
triage di lakukan oleh dokter atau perawat senior yang berpengalaman dan petugas
triage juga bertanggung jawab dalam operasi,pengawasan penerimaan pasien dan
daerah ruang tunggu. Selain dari penjelasan di atas di butuhkan pemahaman dampak
atau psikologis pada saat keadaan gawat darurat.

Kriteria pasien gawat darurat adalah mengalami kegawatan yang menyangkut:


a. Terganggunya jalan nafas seperti sumbatan benda asing
b. Terganggunya fungsi pernafasan seperti trauma thorax
c. Terganggunya fungsi sirkulasi seperti syok (hipovolemik, kardiogenik, anafilaksis,
sepsis, neurogenik)
d. Terganggunya fungsi otak dan kesadaran antara lain stroke dengan penurunan
kesadaran, koma, dll
4. Format dokumentasi kegawat-daruratan?
Model dokumentasi keperawatan di IGD berprinsip pada kemudahan dan kecepatan
pencatatan dilakukan secara cepat dan tepat. Bentuknya antara lain: grafik/flow sheet
untuk catatan yang berulang-ulang (TD, BB); Rencana dan catatan keperawatan
sebaiknya dalam bentuk check list/komputerisasi; catatan pengobatan.
5. Perkembangan EMS di Indonesia dan di luarnegeri?
Sejak tahun 2000 Kementerian Kesehatan RI telah mengembangkan konsep Sistem
Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) atau EMS dengan memadukan
penanganan gawat darurat mulai dari tingkat pra rumah sakit sampai tingkat rumah sakit
dan rujukan antara rumah sakit dengan pendekatan lintas program dan multisektoral.
Penanggulangan gawat darurat menekankan respon cepat dan tepat dengan prinsip Time
Saving is Life and Limb Saving. Sistem penanggulangan pasien gawat darurat yang terdiri
dari unsur pra RS, RS dan antar RS. Berpedoman pada respon cepat yang menekankan
time saving is life and limb saving, yang melibatkan masyarakat awam umum dan khusus,
petugas medis, pelayanan ambulans gawat darurat dan komunikasi.
Secara Umum : Sistem koordinasi berbagai unit kerja (multi sektor), didukung
berbagai kegiatan profesi (multi disiplin dan multi profesi) untuk selenggarakan
pelayanan terpadu penderita gawat-darurat, dalam keadaan bencana maupun sehari-hari.
Sistem Pra RS Sehari-hari :
a. PSC, Poskesdes. Didirikan masyarakat. Pengorganisasian dibawah Pemda.

b. BSB. Unit khusus pra RS. Pengorganisasian dijajaran kesehatan.


c. Pelayanan Ambulans. Koordinasi dengan memanfaatkan ambulans setempat.
d. Komunikasi. Koordinasi jejaring informasi.
e. Pembinaan. Pelatihan peningkatan kemampuan.
Sistem Pra RS pada bencana :

a. Koordinasi jadi komando. Efektif dan efisien bila dalam koordinasi dan komando
b. Eskalasi dan mobilisasi sumber daya. SDM, fasilitas dan sumber daya lain.
c. Simulasi. Diperlukan protap, juklak, juknis yang perlu diuji melalui simulasi.
d. Pelaporan, monitoring, evaluasi. Laporan dengan sistematika yang disepakati.
Fase Acute Response :
a. Acute emergency response.
Melaksanakan Rescue, triase, resusitasi, stabilisasi, diagnosis, terapi definitif.
b. Emergency relief.
Menyediakan makanan minuman, tenda, jamban dll. untuk korban sehat.
c. Emergency rehabilitation.
Perbaikan jalan, jembatan, sarana dasar lain untuk kelancaran pertolongan.
SPGDT Intra RS
a. Sarana, prasarana, BSB, UGD, HCU, ICU, penunjang

b. Hospital Disaster Plan, bencana dari dalam dan luar RS.


c. Transport intra RS.
d. Pelatihan, simulasi dan koordinasi untuk peningkatan kemampuan SDM.
e. Pembiayaan dengan jumlah cukup.
SOP Minimal RS : Sehari-hari dan Bencana (Hosdip, Hospital Diasater Plan) :
a. Kegawatan dengan ancaman kematian
b. True emergency
c. Korban missal
d. Keracunan missal
e. Khusus : Perkosaan, KDRT, child abused; Persalinan Tidak Normal; Kegawatan

diruang rawat
f. Ketentuan : Asuransi; Batasan tindakan medic; Etika & Hukum; Pendataan;

Tanggung jawab dokter pada keadaan gawat darurat


SPGDT Antar RS
a. Jejaring berdasar kemampuan RS dalam kualitas dan kuantitas.
b. Evakuasi. Antar RS dan dari pra RS.
c. SIM (Manajemen Sistem Informasi). Untuk menghadapi kompleksitas permasalahan

dalam pelayanan.
d. Koordinasi dalam pelayanan rujukan, diperlukan pemberian informasi keadaan pasien
dan pelayanan yang dibutuhkan.

Public Safety Care (PSC) sebagai ujung tombak safe community adalah sarana
publik/masyarakat yang merupakan perpaduan dari unsur pelayanan ambulans gawat
darurat, unsure pengamanan (kepolisian) dan unsur penyelamatan. PSC merupakan
penanganan pertama kegawatdaruratan yang membantu memperbaiki pelayanan pra RS
untuk menjamin respons cepat dan tepat untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah
kecacatan, sebelum dirujuk ke Rumah Sakit yang dituju.
Pelayanan di tingkat Rumah Sakit Pelayanan gawat darurat meliputi suatu system
terpadu yang dipersiapkan mulai dari IGD, HCU, ICU dan kamar jenazah serta rujukan
antar RS mengingat kemampuan tiap-tiap Rumah Sakit untuk penanganan efektif (pasca
gawat darurat) disesuaikan dengan Kelas Rumah Sakit. Untuk meningkatkan kemampuan
para pimpinan RS dalam manajemen penanggulangan gawat darurat dan bencana,
Kementerian Kesehatan bersama ikatan profesi dan Persatuan Rumahsakit Seluruh
Indonesia (PERSI) telah mengembangkan pelatihan HOPE (Hospital Preparedness for
Emergency and Disaster) yang sampai saat ini telah diikuti oleh 802 manajemen rumah
sakit. Dengan pelatihan tersebut maka diharapkan semua pimpinan RS dapat membuat
dokumen perencanaan dalam penanggulangan bencana yang biasa disebut Hospital
Disaster Plan (Hosdip) baik bencana di dalam rumah sakit (internal disaster) maupun
bencana di luar rumah sakit (external disaster).
EMS di Luar Negeri memiliki empat komponen utama yaitu:
a. Emergency Medical Responder
Yaitu tim yang memberikan intervensi dasar yang memerlukan peralatan minimal
b. Emergency medical Technician
Yaitu tim yang memberikan perawatan dasar dan transportasi dengan peralatan
dasar
c. Advance Emergency Medical Technician
Yaitu tim yang memberikan perawatan dasar dan transportasi dengan peralatan
yang lebih canggih
d. Paramedic
Yaitu suatu aliansi tenaga kesehatan yang memberikan perawatan lanjutan dengan
pengetahuan yang kompleks dan biasanya melakukan perawatan di sistem
pelayanan kesehatan

6. Askep UGD?
Pengkajian dengan Initial Assessment.
Diagnose keperawatan yang umumnya muncul terkait masalah pernafasan seperti
ketidakefektifan bersihan jalan nafas, resiko aspirasi, dll.
Intervensi yang dilakukan dapat berupa peran mandiri maupun kolaborasi.
Evaluasi dapat dilakukan berdasarkan tingkat kegawatdaruratan klien dapat setiap 1 menit, 5,
15, 30 menit atau 1 jam sesuai dengan kondisi klien atau kebutuhan.
7. Legal etik di emergency?
Etik dan legal keperawatan
a. Etik ditujukan untuk mengukur perilaku yang diharapka dari seseorang atau
kelompok/profesi tertentu seperti profesi keperawatan
b. Hukum dapat diartikan sebagai aturan yang disahkan pemerintah yang bertujuan
memberikan perlindungan kepada masyarakat
Prinsip etik terdiri dari autonomi, beneficence, non malfinence, veracity, justice, dan fidelity
Sumber landasan hukum
Kepmenkes No. 1239/Menkes/SK/XI/2009 tentang registrasi dan praktik perawat pasal 20
ayat 1 menyatakan dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa seseorang/pasien, perawat
berwenang untuk melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana
dimaksud pasal 15.
Pasal 15d berbunyi pelayanan tindakan medic hanya dapat dilakukan berdasarkan
permintaan tertulis dari dokter.
8. Pelayanan Intra hospital
Dilakukan di dalam rumah sakit, yaitu dengan pemeriksaan lengkap head to toe. Utamakan
pemeriksaan kondisi jalan nafas dan pernafasan pasien. Setelah itu periksa tanda-tanda syok
pada pasien yaitu
a. Denyut nadi > 100x per menit
b. Telapak tangan basah dingin pucat
c. Capilary refill >2detik
Jika pasien syok, lakukan syok position dengan mengangkat kaki pasien setinggi 45 derajat
dengan harapan sirkulasi darah akan lebih banyak ke jantung, pertahankan hingga tandatanda syok menghilang.

9. Triage tunggal
Triage tunggal seperti halnya dengan triage masal yaitu memperhatikan Airway, Breathing,
Circulation, Diability, dan Exposure.
10. Sistem komunikasi
Sistem komunikasi merupakan bagian yang penting dalam proses penanganan kegawatan.
Sistem komunikasi terbagi atas komunikasi intra sector (antar petugas RS); lintas sector
(petugas dan masyarakat) dan sistem penunjang (dengan instansi lain).
Jenis komunikasi yang digunakan terdiri atas komunikasi radio; verbal; dan interpersonal.
Komunikasi EMS dengan menekan 118 sebagai common medical emergency number untuk
seluruh Indonesia. Nantinya pusat pemberi pertolongan akan menghubungi pihak-pihak
kesehatan terdekat dengan lokasi kejadian kegawatan.
11. Syarat ambulance
a. Teknis kendaraan: kendaraan roda empat dengan suspense lunak.
b. Warna kendaraan putih modifikasi kuning.
c. Tanda pengenal kendaraan di depan gawat darurat atau emergency, di samping kanan
dan kiri tertulis ambulans dan logo star of life, bintang enam biru dan ular tongkat.
d. Pintu belakang dibuka ke arah atas.
e. Ruang penderita cukup tinggi dan luas untuk sekurangnya dua tandu lipat dan petugas
dapat berdiri tegak untuk melakukan tindakan.
f. Lampu secukupnya
g. Lemari obat
h. Sirine dua nada
i. Lampu rotator warna merah dan biru
j. Radio komunikasi dan telepon genggam di pengemudi
k. Tabung oksigen sejumlah 2 buah
l. Alat resusitasi untuk semua umur
m. Suction pump manual
n. Alat defibrillator
o. Minor surgery set
p. Obat-obat gawat darurat dan cairan infus
q. Kantong mayat
r. Sarung tangan

s. Sepatu boot
t. Satu pengemudi berkemampuan PPGD dan berkomunikasi
u. Satu perawat berkemampuan PPGD
v. Saat menuju tempat pasien boleh menghidupkan sirine dan rotator, namun saat
membawa pasien hanya menghidupkan lampu rotator.
12. Cara stabilisasi dan transportasi
Stabilisasi dengan menjaga pasien agar tidak banyak bergerak; pastikan pernafasan pasien
stabil; pastikan bidai yang ada pada pasien tidak berubah; pastikan perdarahan tidak
bertambah parah.
Transportasi dilakukan dengan bantuan manusia, hewan ataupun kendaraan dan pastikan
pasien siap, tempat tujuan siap, sarana dan peralatan tepat dan personil cukup.

Anda mungkin juga menyukai