Anda di halaman 1dari 18

OLEH : ATIKAH ULI SYAFITRI

PENGERTIAN JUJUR,
AMANAH DAN ISTIQOMAH.

1. Pengertian Jujur

Dalam bahasa Arab, Jujur merupakan terjemahan dari kata shidiq yang artinya
benar, dapat dipercaya. Dengan kata lain, jujur adalah perkataan dan perbuatan
sesuai dengan kebenaran. Jujur merupakan induk dari sifat-sifat terpuji
(mahmudah). Jujur juga disebut dengan benar, memberikan sesuatu yang benar
atau sesuai dengan kenyataan[1].
Jujur adalah mengatakan sesuatu apa adanya. Jujur lawannya dusta. Ada pula
yang berpendapat bahwa jujur itu tengah-tengah antara menyembunyikan dan
terus terang[2]. Dengan demikian, jujur berarti keselarasan antara berita dengan
kenyataan yang ada. Jadi, kalau suatu berita sesuai dengan keadaan yang ada,
maka dikatakan benar atau jujur, tetapi kalau tidak, maka dikatakan dusta.
Kejujuran itu ada pada ucapan, juga ada pada perbuatan, sebagaimana seorang
yang melakukan suatu perbuatan, tentu sesuai dengan yang ada pada batinnya.
Seorang yang berbuat riya tidaklah dikatakan sebagai orang yang jujur karena dia
telah menampakkan sesuatu yang berbeda dengan apa yang dia sembunyikan (di
dalam batinnya). Begitu pula orang munafik tidaklah dikatakan sebagai seorang
yang jujur karena dia menampakkan dirinya sebagai seorang yang bertauhid,
padahal sebaliknya. Hal yang sama berlaku juga pada pelaku bidah; secara
lahiriah tampak sebagai seorang pengikut Nabi, tetapi hakikatnya dia berbeda
dengan Nabi. Jelasnya, kejujuran merupakan sifat seorang yang beriman,
sedangkan lawannya dusta, merupakan sifat orang yang munafik.

- Urgensi Sifat Jujur dan Kedudukannya dalam Islam


Kejujuran merupakan sifat terpuji dan kunci sukses dalam kehidupan sehari-hari.
Banyak contoh yang menunjukkan bahwa orang jujur selalu disenangi oleh orang
lain. Bahkan orang yang jujur dengan mudah dapat meningkatkan martabatnya.
Salah satu contoh misalnya sikap Nabi Muhammad SAW sebelum menjadi nabi,
ketika Beliau diserahi tugas oleh Siti Khodijah untuk menjalahkan usaha dagang.
Karena kejujuran Beliau dalam berdagang, maka usaha tersebut berhasil dengan

meraih keuntungan yang besar. Di samping itu nama Beliau sebagai seorang yang
jujur semakin terkenal di mana-mana.
Kejujuran dapat mengantarkan kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan
kepada surga. Seseorang yang biasa berlaku jujur maka ia disebut shiddiq (orang
yang senantiasa jujur). Sedangkan dusta mengantarkan kepada perilaku
menyimpang (dzalim) dan perilaku menyimpang mengantarkan kepada neraka.
Sesungguhnya orang yang biasa berlaku dusta, maka ia akan mendapat gelas
pendusta. Oleh karena itu, jujur memiliki peranan penting dalam kehidupan
seseorang baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial. Kejujuran
merupakan kunci sukses dalam segala hal termasuk dalam bekerja.
Orang yang jujur akan mendapatkan amanah baik berupa harta, hak-hak dan juga
rahasia-rahasia. Kalau kemudian melakukan kesalahan atau kekeliruan,
kejujurannya -dengan izin Allah- akan dapat menyelamatkannya. Sementara
pendusta, sebiji sawipun tidak akan dipercaya. Jikapun terkadang diharapkan
kejujurannya itupun tidak mendatangkan ketenangan dan kepercayaan.
Dengan kejujuran maka sah-lah perjanjian dan tenanglah hati. Barang siapa jujur
dalam berbicara, menjawab, memerintah (kepada yang maruf), melarang (dari
yang mungkar), membaca, berdzikir, memberi, mengambil, maka ia disisi Allah
dan sekalian manusia dikatakan sebagai orang yang jujur, dicintai, dihormati dan
dipercaya. Kesaksiaannya merupakan kebenaran, hukumnya adil, muamalahnya
mendatangkan manfaat, majlisnya memberikan barakah karena jauh dari riya
mencari nama. Tidak berharap dengan perbuatannya melainkan kepada Allah,
baik dalam salatnya, zakatnya, puasanya, hajinya, diamnya, dan pembicaraannya
semuanya hanya untuk Allah semata, tidak menghendaki dengan kebaikannya
tipu daya ataupun khianat. Tidak menuntut balasan ataupun rasa terima kasih
kecuali kepada Allah. Menyampaikan kebenaran walaupun pahit dan tidak
mempedulikan celaan para pencela dalam kejujurannya. Dan tidaklah seseorang
bergaul dengannya melainkan merasa aman dan percaya pada dirinya, terhadap
hartanya dan keluarganya. Maka dia adalah penjaga amanah bagi orang yang
masih hidup, pemegang wasiat bagi orang yang sudah meninggal dan sebagai
pemelihara harta simpanan yang akan ditunaikan kepada orang yang berhak.

- Bentuk-Bentuk Kejujuran
Ada beberapa bentuk kejujuran yang sudah semestinya dimiliki oleh setiap
muslim, yaitu:
1.

Kejujuran lisan (shidqu al lisan)

Kejujuran lisan yaitu memberitakan sesuatu sesuai dengan realita yang terjadi,
kecuali untuk kemaslahatan yang dibenarkan oleh syariat seperti dalam kondisi
perang, mendamaikan dua orang yang bersengketa atau menyenangkan istri, dan
semisalnya. Rasulullah saw. Bersabda yang artinya: Jaminlah kepadaku enam
perkara dari diri kalian, niscaya aku menjamin bagi kalian surga: jujurlah jika
berbicara, penuhilah jika kalian berjanji, tunaikan jika kalian dipercaya, jagalah
kemaluan kalian, tundukkanlah pandangan kalian, dan tahanlah tangan kalian.
(HR Hakim)
2.

Kejujuran niat dan kemauan (shidqu an niyyah wa al iradah)

Yang dimaksud dengan kejujuran niat dan kemauan adalah motivasi bagi setiap
gerak dan langkah seseorang dalam semua kondisi adalah dalam rangka
menunaikan hukum Allah Taala dan ingin mencapai ridhaNya. Dalam hal ini Rasul
saw. Bersabda yang berarti: Barang siapa menginginkan syahid dengan penuh
kejujuran maka dia akan dikaruninya, meski tidak mendapatkannya. (HR Muslim)
3.

Kejujuran tekad dan amal Perbuatan

Jujur dalam tekad dan amal berarti melaksanakan suatu pekerjaan sesuai dengan
yang diridhai oleh Allah Swt. dan melaksanakannya secara kontinyu.

Keutamaan Jujur
Nabi menganjurkan umatnya untuk selalu jujur karena kejujuran merupakan
mukadimah akhlak mulia yang akan mengarahkan pemiliknya kepada akhlak
tersebut. Terdapat beberapa keutamaan jujur, diantaranya:

1.
Menentramkan hati. Rasulullah SAW bersabda: Jujur itu merupakan
ketentraman hati.
2.
Membawa berkah. Rasulullah SAW bersabda: Dua orang yang jual beli itu
boleh pilih-pilih selama belum berpisah. Jika dua-duanya jujur dan terus terang,
mereka akan diberkahi dalam jual belinya. Dan jika dua-duanya bohong dan
menyembunyikan, hilanglah berkah jual beli mereka.
3.
Meraih kedudukan yang syahid. Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa
yang meminta syahid kepada Allah dengan sungguh-sungguh (jujur), maka Allah
akan menaikkannya ke tempat para syuhada meskipun mati di tempat tidurnya.
4.
Mendapat keselamatan[3]. Dusta juga dalam hal-hal tertentu
diperbolehkan, jika jujur ketika itu bisa menimbulkan kekacauan.
Jujur dalam kehidupan sehari-hari; merupakan anjuran dari Allah dan Rasulnya.
Banyak ayat Al Qur'an menerangkan kedudukan orang-orang jujur antara lain: QS.
Ali Imran (3): 15-17, An Nisa' (4): 69, Al Maidah (5): 119. Begitu juga secara
gamblang Rasulullah menyatakan dengan sabdanya: "Wajib atas kalian untuk
jujur, sebab jujur itu akan membawa kebaikan, dan kebaikan akan menunjukkan
jalan ke sorga, begitu pula seseorang senantiasa jujur dan memperhatikan
kejujuran, sehingga akan termaktub di sisi Allah atas kejujurannya. Sebaliknya,
janganlah berdusta, sebab dusta akan mengarah pada kejahatan, dan kejahatan
akan membewa ke neraka, seseorang yang senantiasa berdusta, dan
memperhatikan kedustaannya, sehingga tercatat di sisi Allah sebagai pendusta"
(HR. Bukhari-Muslim dari Ibnu Mas'ud).
Realisasi dari kejujuran itu membutuhkan kerja keras. Terkadang pada kondisi
tertentu dia dapat berbuat jujur, tetapi di tempat lainnya sebaliknya. Salah satu
tanda kejujuran adalah menyembunyikan ketaatan dan kesusahan, dan tidak
senang orang lain mengetahuinya. Kejujuran senantiasa mendatangkan berkah,
sebagaimana disitir dalam hadist yang diriwayatkan dari Hakim bin Hizam dari
Nabi, beliau bersabda,
Penjual dan pembeli diberi kesempatan berfikir selagi mereka belum berpisah.
Seandainya mereka jujur serta membuat penjelasan mengenai barang yang

diperjualbelikan, mereka akan mendapat berkah dalam jual beli mereka.


Sebaliknya, jika mereka menipu dan merahasiakan mengenai apa-apa yang harus
diterangkan tentang barang yang diperjualbelikan, maka akan terhapus
keberkahannya.
Tidaklah kita dapati seorang yang jujur, melainkan orang lain senang dengannya,
memujinya. Baik teman maupun lawan merasa tentram dengannya. Berbeda
dengan pendusta. Temannya sendiripun tidak merasa aman, apalagi musuh atau
lawannya. Alangkah indahnya ucapan seorang yang jujur, dan alangkah buruknya
perkataan seorang pendusta.
Orang yang jujur akan mendapat kebahagiaan sebagai ganjarannya, baik di dunia
maupun diakhirat. Kebahagiaan di dunia diantaranya:
1.
Dipercaya orang, sehingga dengan dipercayanya oleh orang mudah untuk
mendapat amanah baik harta, tahta maupun amanah lainnya.
2.
Dengan kejujuran hidup tidak akan banyak mendapat masalah, karena
dengan kejujuran semua pekerjaan dan kepercayaan akan terjamin.
3.
Mudah untuk mendapatkan kepercayaan lagi dari berbagai kalangan, baik
dari teman, orang tua maupun masyarakat.
Adapun kebahagiaan di akhirat diantaranya adalah:
1.

Surga yang telah disediakan bagi orang yang jujur.

2.
Pemeriksaan di alam kubur oleh Malaikat Munkar dan Nakir akan lancar,
karena tidak banyak masalah di alam dunia[4].

1. Pengertian Amanah
Amanah secara etimologis (pendekatan kebahasaan/lughawi) dari bahasa Arab
dalam bentuk mashdar dari (amina- amanatan)yang berarti jujur atau dapat
dipercaya. Sedangkan dalam bahasa Indonesia amanah berarti pesan, perintah,
keterangan atauwejangan.

Amanah menurut pengertian terminologi (istilah) terdapat beberapa pendapat,


diantaranya menurut Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Amanah adalah sesuatu yang
harus dipelihara dan dijaga agar sampai kepada yang berhak memilikinya.
Amanah adalah kata yang sering dikaitkan dengan kekuasaan dan materi. Namun
sesungguhnya kata amanah tidak hanya terkait dengan urusan-urusan seperti itu.
Secara syari, amanah bermakna: menunaikan apa-apa yang dititipkan atau
dipercayakan. Itulah makna yang terkandung dalam firman Allah swt.:
Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menunaikan amanah-amanah
kepada pemiliknya; dan apabila kalian menetapkan hukum di antara manusia
hendaklah kalian menetapkan hukum dengan adil. (An-Nisa: 58)
Ayat di atas menegaskan bahwa amanah tidak melulu menyangkut urusan
material dan hal-hal yang bersifat fisik. Kata-kata adalah amanah. Menunaikan
hak Allah adalah amanah. Memperlakukan sesama insan secara baik adalah
amanah. Ini diperkuat dengan perintah-Nya: Dan apabila kalian menetapkan
hukum di antara manusia hendaklah kalian menetapkan hukum dengan adil. Dan
keadilan dalam hukum itu merupakan salah satu amanah besar.

- Dalil-dalil Yang Berkaitan Dengan Amanah


Ada beberapa dalil yang berkaitaan dengan amanah diantaranya:
1. Dalam surat
Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di
antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah
Maha mendengar lagi Maha melihat. (Q.S. An-Nisa [4]:58)

2. Dalam surat Al Ahzab ayat 72

Artinya : Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi


dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan
mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia.
Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh( QS. Al-Ahzab [33]:72)

3. Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang
kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu
mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan persaksian. dan
Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang
yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS.
Al-Baqarah [2]:283)

Macam-macam Amanah

Amanah terbagi menjadi 3 macam, yaitu :


1. Amanah Fitrah
Dalam fitrah ada amanah. Allah menjadikan fitrah manusia senantiasa cenderung
kepada tauhid, kebenaran, dan kebaikan. Karenanya, fitrah selaras betul dengan
aturan Allah yang berlaku di alam semesta.
Allah swt. berfirman: Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan
anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa
mereka (seraya berfirman): Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab,
Betul, (Engkau Tuhan kami) kami menjadi saksi. (Kami lakukan yang demikian
itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: Sesungguhnya kami (bani Adam)
adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan). (Al-Araf: 172)

Akan tetapi adanya fitrah bukanlah jaminan bahwa setiap orang akan selalu
berada dalam kebenaran dan kebaikan. Sebab fitrah bisa saja terselimuti
kepekatan hawa nafsu dan penyakit-penyakit jiwa (hati). Untuk itulah manusia
harus memperjuangkan amanah fitrah tersebut agar fitrah tersebut tetap menjadi
kekuatan dalam menegakkan kebenaran.

2. Amanah Taklif Syari


Allah swt. telah menjadikan ketaatan terhadap syariatnya sebagai batu ujian
kehambaan seseorang kepada-Nya. Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya
Allah telah menetapkan fara-idh (kewajiban-kewajiban), maka janganlah kalian
mengabaikannya; menentukan batasan-batasan (hukum), maka janganlah kalian
melanggarnya; dan mendiamkan beberapa hal karena kasih sayang kepada kalian
dan bukan karena lupa. (hadits shahih)
3. Amanah Menjadi Bukti Keindahan Islam
Setiap muslim mendapat amanah untuk menampilkan kebaikan dan kebenaran
Islam dalam dirinya. Rasulullah saw. bersabda: Barangsiapa yang menggariskan
sunnah yang baik maka dia mendapatkan pahalanya dan pahala orang-orang rang
yang mengikutinya tanpa mengurangi pahalanya sedikit pun. (Hadits shahih)
4. Amanah Dakwah
Selain melaksanakan ajaran Islam, seorang muslim memikul amanah untuk
mendakwahkan (menyeru) manusia kepada Islam itu. Seorang muslim bukanlah
orang yang merasa puas dengan keshalihan dirinya sendiri. Ia akan terus berusaha
untuk menyebarkan hidayah Allah kepada segenap manusia. Amanah ini tertuang
dalam ayat-Nya: Serulah ke jalan Rabbmu dengan hikmah dan nasihat yang
baik. (An-Nahl: 125)
Rasulullah saw. juga bersabda, Jika Allah memberi petunjuk kepada seseorang
dengan usaha Anda, maka hal itu pahalanya bagi Anda lebih dibandingkan dengan
dunia dan segala isinya. (al-hadits)

5. Amanah Untuk Mengukuhkan Kalimatullah Di Muka Bumi


Tujuannya agar manusia tunduk hanya kepada Allah swt. dalam segala aspek
kehidupannya. Tentang amanah yang satu ini, Allah swt. menegaskan: Allah telah
mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada
Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami
wahyukan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa, yaitu: Tegakkanlah agama dan
janganlah kalian berpecah-belah tentangnya. (Asy-Syura: 13)
6. Amanah Tafaqquh Fiddin (Mendalami Agama)
Untuk dapat menunaikan kewajiban, seorang muslim haruslah memahami Islam.
Tidaklah sepatutnya bagi orang-orang yang beriman itu pergi semuanya (ke
medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama. (AtTaubah: 122).

2. Pengertian Istiqomah
Istiqomah menurut bahasa adalah pendirian yang teguh atas jalan
yang lurus. Sedangkan menurut istilah, istiqomah adalah bentuk kualitas batin
yang melahirkan sikap konsisten (taat asas) dan teguh pendirian untuk
menegakkan dan membentuk sesuatu menuju pada kesempurnaan atau kondisi
yang lebih baik, sebagaimana kata taqwim merujuk pula pada bentuk yang
sempurna.

Tunjukilah kami jalan yang lurus


Mustaqiim adalah ragkaian kata dari istiqomah. Kalau jalan yang lurus,
shirotha mustaqiim telah diberikan, tercapailah sudah istiqomah.

Mengenai pengertian istiqomah itu sendiri, para ulama berbeda


pendapat. Menurut Abu al-Qasim al-Qusyairi, istiqomah adalah sebuah tingkatan
yang menjadi pelengkap dan penyempurna segala urusan. Lantaran istiqomahlah
segala kebaikan berikut aturannya dapat terwujud. Orang yang tidak istiqomah
dalam melakukan urusannya pasti akan sia-sia dan mengalami kegagalan.
Adapula yang berpendapat, istiqomah hanya mampu dilakukan oleh
orang-orang besar karena istiqomah itu keluar dari kebiasaan, bertentangan dari
tradisi, dan melakukan hakikat kejujuran di hadapan Allah SWT. Berangkat dari
inilah Nabi bersabda, istiqomahlah, sekalipun kalian tetap tidak akan mampu.
(HR. Ahmad)
Lain halnya dengan al-Wasithi, menurut beliau istiqomah adalah sifat
yang bisa menjadikan sempurnanya kebaikan. Apabila ia hilang, kebaikankebaikan menjadi buruk.
Para ulam berbeda pendapat dalam menentukan istiqomah. Abu Bakar
menafsirkan bahwa meraka adalah orang-orang yang tidak menyekutukan Allah
SWT dengan sesuatupun. Ada yang menafsirkan bahwa mereka adalah yang
masuk Islam lalu tidak menyekutukan Allah SWT dengan susuatupun hingga
mereka menghadap kepada-Nya. Yang lainnya menafsirkan bahwa mereka
istiqomah di atas kalimat syahadat, dan tafsiran yang lainnya bahwa mereka
istiqomah dalam melakukan ketaatan kepada-Nya.
Menurut Abu Ali ad-Daqqaq, ada tiga derajat pengertian istiqomah,
yaitu menegakkan atau membentuk sesuatu (taqwiim), menyehatkan dan
meluruskan (iqomah), dan berlaku lurus (istiqomah). Taqwim menyangkut disiplin
jiwa, iqomah berkaitan dengan penyempurnaan, dan istiqomah berhubungan
dengan tindakan mendekatkan diri pada Allah SWT.
Sikap istiqomah menunjukkan kekuatan iman yang merasuki seluruh
jiwa, sehingga seseorang tidak akan mudah goncang atau cepat menyerah pada
tantangan atau tekanan. Mereka yang memiliki jiwa istiqomah itu adalah tipe
manusia yang merasakan ketenangan luar biasa walau penampakkannya di luar
bagai seorang yang gelisah. Dia merasa tenteran karena apa yang dia lakukan

merupakan rangkaian ibadah sebagai bukti mahabbah. Tidak ada rasa takut
apalagi keraguan.
Kegelisahan yang dimaksud janganlah ditafsirkan sebagai resah. Ia
adalah metafora (tamsil) dari sikap dinamis atau sebuah obsesi kerinduan untuk
mengerahkan seluruh daya dan akal budinya agar hasil pekerjaannya berakhir
dengan baik atau sempurna.
Dengan demikian, istiqomah bukanlah berarti sebuah sikap yang
jumud, tidak mau adanya perubahan, namun sebuah kindisi yang tetap konsisten
menuju arah yang diyakininya dengan tetap terbuka terhadap gagasan inovatif
yang akan menunjang atau memberikan kontribusi positif untuk pencapaian
tujuannya. Mengomentari masalah ini, Dr. Nurcholis Madjid berkata, Kesalahan
itu timbul antara lain akibat persepsi bahwa istiqomah mengandung makna yang
statis. Memang istiqomah mengandung arti kemantapan, tetapi tidak berarti
kemandekkan, namun lebih dekat kepada arti stabilitas yang dinamis, maka
itulah yang disebut istiqomah.
Pribadi muslim yang profesional dan berakhlak memiliki sikap konsisten
yaitu kemampuan untuk bersikap pantang menyerah, mampu mempertahankan
prinsip serta komitmennya walau harus berhadapan dengan resiko yang
membahayakan dirinya. Mereka mampu memngendalikan diri dan mengelola
emosinya secara efektif. Sikap konsisten telah melahirkan kepercayaan diri yang
kuat dan memiliki integritas serta mampu mengelola stres dengan tetap penuh
gairah. Seorang yang istiqomah tidak mudah berbelok arah betapapun godaan
untuk mengubah tujuan begitu memikatnya. Dia tetap pada niat semula.
Istiqomah berarti berhadapan dengan segala rintangan, konsisten
berarti tetap menapaki jalan yang lurus walaupun sejuta halangan menghadang.
Iman dan istiqomah akan membuahkan keselamatan dari segala macam
keburukan dan meraih segala macam yang dicintai. Orang yang istiqomah juga
akan dianugerahi kekokohan dan kemenangan, serta kesuksesan memerangi
hawa nafsu. Beruntunglah orang yang mampu istiqomah dalam melakukan
ketaatan kepada Allah SWT. Khususnya pada zaman seperti ini, saat cobaan, ujian,
dan godaan selalu menghiasi kehidupan. Siapa saja yang kuat imannya akan

menuai keberuntungan yang besar. Dan siapa saja yang lemah imannya akan
tersungkur di tengah belantara kehidupan dan mengecap pahitnya kegagalan.
Maka mari kita senantiasa meningkatkan iman dan memohon kepada
Allah SWT agar bisa istiqomah dalam beramal shaleh. Terlebih dalam dua hal,
yaitu istiqomah dalam keikhlasan dan mengikuti ajaran Allah SWT dan Rasul-Nya.

Dalil-dalil Istiqomah
QS. Huud (11): 112

Artinya: Maka konsisitenlah sebagaimana telah diperintahkan kepadamu dan


juga orang yang telah taubat bersamamu, dan janganlah kamu melalampaui
batas. Sesungguhnya dia menyangkut apa yang kamu lakukan, maha melihat.
Ayat ini memerintahkan Nabi Muhammmad SAW untuk konsisten dalam
melaksanakan dan menegakkan tuntunan wahyu-wahyu Illahi sebaik mungkin
sehingga terlaksana secara sempurna sebagaimana mestinya. Tuntuna wahyu
bermacam-macam, ia mencakup seluruh persoalan agama dan kehidupan dunia
maupun akhirat. Denagn demikian, perintah tersebut mencakup perbaikan
kehidupan dunia dan ukhrowi, pribadi, masyarakat dan lingkungan. Karena itu,
perintah ini sungguh sangat berat. Itu sebabnya sahabat Nabi Ibnu Abbas ra.
berkomentar, tidak ada ayat yang turun kepada Nabi Muhammd SAW lebih berat
dari ayat ini dan agaknya itu pula sebabnya sehingga Nabi Muhammad SAW
bersabda bahwa surah Huud menjadikan beliau beruban. Ketika ditanya apa yang
terdapat pada surah Huud yang menjadikan beliau beruban, beliau menjawab,
Perintah-Nya, fastaqim kamaa umirta. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa
ketika turunnya ayat ini beliau bersabda, Bersunggguh-sungguhlah,
Bersunggguh-sungguhlah. Dan sejak itu beliau tidak pernah lagi terlihat tertawa
terbahak. (HR. Ibn Abi Hatim dan Abu asy-Syaikh melalui al-Hasan)
Ayat sebelum ini berbicara tentang kitab Nabi Musa as dan pertikaian
umatnya tentang kitab suci Taurat. Ayat ini melarang umat Islam bertikai seperti
halnya pertikaian itu dan memerintahkan untuk konsisten memelihara dan

mengamalkan kitab suci. Semua sepakat tentang Al-Quran yang dimulai dengan
surah al-Fatihah dan berakhir dengan surah an-Naas

QS. Fushilat (41): 30-32

Artinya: 30. Sesungguhnya orang-orang yang berkata, Tuhan kami adalah Allah
kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka maka malaikat-malaikat akan
turun kepada mereka (dengan berkata) Janganlah kamu merasa takut dan
janganlah kanu bersedih hati dan bergembiralah kamu dengan memperoleh surga
yang telah dijanjikan kepadamu.
31. Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidpan dunia dan akhirat di
dalamnya surga kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh apa
yang kamu minta.
32. Sebagai penghormatan (bagimu) dari Allah yang Maha Pengampun,
Maha Penyayang.
Inilah lanjutan dari bisikan malaikat yang disampaikan kedalam jiwa orang
yang telah mengakui Allah SWT sebagai Tuhannya dan tetap teguh memegang
pendirian, tidak berubah dan tidak beranjak, sebab hanyalah Allah tempat
berlindung, tidak ada yang lain. Allahlah tempat memohonkan pertolongan, yang
lain tidak. Maka selain dari ketenteraman hati diatas dunia ini sebagai alat paling
penting untuk pertahanan jiwa dalam menghadapi serba-serbi gelombang
kehidupan, dijanjikan pula bahwa kelak akan dimasukkan ke dalam surga.
Sambungan bujukan malaikat-malaikat itu yakni bahwasanya dengan izin
dan perintah dari Allah mereka memberikan jaminan perlindungan bagi orang
yang teguh memegang pendirian bertuhan kepada Allah itu, baik semasa
hidupnya di dunia terutama di akhirat kelak. Maka bertambah condonglah kita
kepada pendapat yang telah kita kemukakan diatas tadi, yaitu bahwa malaikat
datang bukanlah semata-mata dikala orang yang teguh pendirian itu akan
meninggal saja bahkan pada masa hidup dalam kondisi apapun. Fahruddin
menulis dalam tafsirnya tentang maksud ayat ini, malaikat memberikan
perlindungan atau pimpinan ialah bahwa kekuatan malaikat itu ada pengaruhnya
atas orang yang beriman denagn membukakan keyakinan yang penuh dalam

suatu pendirian, dan memberikan ketegakkan yang hakiki, yang tidak meragukan
lagi, sehingga jiwa itu berani menghadapi segala kemungkinan apapun.
Segala kepayahan dan penderitaaan mempertahankan pendirian itu dikala
hidup di dunia terobatlah pada masa itu. Tercapaiklah sudah apa yang telah
diperingatkan oleh Allah SWT bahwa Dia adalah Maha Pengampun. Sehingga
orang yang telah terlanjur berbuat dosa selama inin asalkan dia betul-betul
taubat, dosanya diampuni dan amalnya diterima. Dia Maha Penyayang, yaitu lebih
senang dan memberikan ganjaran yang penuh kasih sayang terhadap hambanya
yang patuh dan taat.

QS. Al-Ahqaaf (46): 13-14

Artinya: 13. Sesungguhnya orang yang mengatakan Tuhan kami ialah Allah
kemudian mereka tetap istiqomah, maka tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan mereka tiada pula berduka cita.
14. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya. Sebagai
balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.
Orang-orang yang mengaku bahwa Allah SWT adalah Tuhannya dan
menjadikan Allah SWT sebagai sentral dalam segala sesuatu. Lalu mereka
istiqomah, teguh, yang merupakan derajat tinggi. Derajat itu berupa ketenangan
jiwa dan ketenteraman hati serta keistiqomahan perasaan. Sehingga tidak galau
dan ragu-ragu karena adnya berbagai pengaruh yang keras, bervariasi dan
banyak. Derajat itu berupa keistiqomahan perbuatan dan perilaku yang bersifat
stabil dan dinamis meskipun banyak bisikan.

QS. Al-Furqon (25): 32

Artinya: Dan orang-orang kafir berkata, Mengapa tidak diturunkan Al-Quran


itu kepada Muhammasd dengan sekaligus?. Diturunkan Al-Quran dengan cara
demikian karena menetapkan hatimu (wahai Muhammad) dengannya, dan kami
nyatakan bacaannya kepadamu dengan teratur satu persatu.
Ayat ini berkaitan dengan istiqomah hati, yakni senantiasa teguh dalam
mempertahankan kesucian iman dengan cara menjaga kesucian hati daripada

sifat syirik, menjauhi sifat-sifat cela seperti riya dan hendaknya menyuburkan hati
dengan sifat terpuji, terutamanya ikhlas, dengan kata-kata lain istiqomah hati
mempunyai maksud keyakinan yang kukuh terhadap kebenaran.

QS. Ibrahim (14): 27

Artinya: Allah menetapakan (pendirian) orang-orang yang beriman dengan


kalimat yang tetap teguh dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.
Ayat ini berkaitan dengan istiqomah lisan, yaitu dengan memelihara lisan
atau tutur kata daripada kata-kata supaya senantiasa berkata benar dan jujur
setepat kata hati yang berpegang pada prinsip kebenaran dan jujur, tidak
berpura-pura, tidak bermuka-muka, dan tidak berdolak-dalik. Istiqomah lisan
terdapat pada orang yang beriman berani menyatakan dan mempertahankan
kebenaran dan hanya takut kepada Allah SWT.

- Karakteristik Perilaku Istiqomah


a. Mempunyai Tujuan
Sikap istiqomah hanya mungkin memasuki jiwa seseorang bila
mereka mempunyai tujuan atau ada sesuatu yang ingin dicapai, mereka
mempunyai visi yang jelas dan dihayatinya dengan penuh kebermaknaan.
Merekapun sadar bahwa pencapaian tujuan tidaklah datang begitu saja,
melainkan harus diperjuangkan dengan penuh kesabaran, kebijakan,
kewaspadaan dan perbuatan yang memberikan kebaikan semata dengan
menetapkan tujuan, mereka mampu merencanakan setiap tindakannya serta
mengelola aset dirinya agar bekerja lebih efisien dan efektif. Dalam bidang
pekerjaan, mereka menghayati benar apa yang menjadi batas tugas dan
tanggungjawabnya dan mereka harus berperan melaksanakan tugas-tugasnya
tersebut. Mereka tidak pernah menunda atau membengkalaikan tugas-tugasnya
karena merasa ada tenggang waktu yang harus dikejar, karena hal itu akan
menghambat bahkan menyimpang dari arah tindakan untuk mencapai tujuan
yang telah direncanakan.

b. Kreatif
Orang yang memiliki istiqomah akan tampak dari kreatifitasnya,
yaitu kemampuan untuk menghasilakan sesuatu melalui gagasan-gagasannya
yang segar dan mempunyai rasa ingin tahu yang sangat besar serta tidak takut
terhadap kegagalan, melainkan ia takut terhadap kemalasannya untuk mencoba.
Ciri-ciri orang yang kreatif diantaranya memiliki kekuatan motivasi
untuk berprestasi, komitmen, serta inisiatif dan optimis.
c. Menghargai Waktu
Waktu adalah aset Illahiah yang paling berharga, bahkan merupakan
kehidupan yang tidak dapat disia-siakan, sebagaimana yang difirmankan dalam
QS. Al-Ashr.
Ciri-ci orang yang menghargai waktu diantaranya tanggungjawab
dan disiplin dan tidak menunda-nunda waktu. Kedua tanda tersebut adalah salah
satu ciri orang yang mempunyai kecerdasan ruhaniyah dan etos kerja yang
mengillahi, menepati waktu dengan penuh rasa waspada dan hati-hati,
mempunyai tanggungjawab dengan tidak menyia-nyiakan waktu melaikan ia
menjadikan waktu sebagai lapangan untuk berbuat kebaikan sebanyak-banyaknya
karena suatu saat hak pakai akan segera dicabut oleh Sang Pemilik Waktu.
e. Bersikap Sabar
Sabar merupakan suasana batin yang tetap tabah, istiqomah pada awal dan
akhir ketika menghadapi tantangan dan mengemban tugas dengan hati yang
tabah dan optimis, sehinnga dalam jiwa orang yang sabar terkandung beberapa
hal, yaitu menerima dan menghadapi tantangan dengan tetap konsisten dan
berpengharapan, tetap mampu mengendalikan dirinya, tidak monoton dalam
menilai sesuatu.

Contoh Perilaku Istiqomah

Kita harus mampu mengambil sikap sikap keteladanan dari Rasulullah


SAW dalam hal keteguhan beliau membawa misi risalah dakwahnya. Suatu saat
Abu Thalib membujuk Rasulullah SAW agar berhenti berdakwah. Rsulullah SAW
dengan percaya diri dan teguh pendirian menjawab, Wahai pamanku, demi
Allah, kalau mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan rembulan di
tangan kiriku agar aku meninggalkan urusan agama ini (dakwah) tidaklah aku akan
meninggalkannya sehingga Allah memberi kemenangan agama ini atau aku
hancur di dalamnya.
Istiqomah berarti konsisten pada jalan yang lurus walaupun sejuta
halangan menghadang. Ini bukan idealisme, tetapi sebuah karakter yang melekat
pada jiwa pribadi seorang muslim yang memiliki semangat tauhid laa ilaaha
illallahu. Sebagaimana Bilal seorang muadzin yang tetap mengucapkan,
Ahad..Ahad..Ahad..! walaupun dicambuk dan klitnya melepuh karena dibakar di
atas pasir panas dan ditindih batu yang besar di atas perutnya. Istiqomah tangguh
menghadapi badai berjalan sampai ke batas, berlayar sampai ke pulau. Kuliah
sampai diwisuda dan kalau perlu berdagang sampai menjadi konglomerat,
mengapa tidak?

Anda mungkin juga menyukai