Anda di halaman 1dari 30

BAB II

ISI

A. KOSMOLOGI DAN MITOLOGI JEPANG: Sumber Penegas Matsuri


Kosmologi1 dan Mitolgi2 Jepang
Kosmologi Jepang memperlihatkan bagaimana orang Jepang memahami
asal-usul dan struktur alam semesta sampai sejauh ke dalam proses dan makna
fungsi keberadaan manusia sendiri dan objek serta gejala alam yang terdapat di
sekitar kehidupan dan lingkungan serta hubungan yang saling terkait satu sama
lain, untuk dapat dimanfaatkan demi kepentingan

manusia sendiri. Cerita

tradisional tentang pahlawan dan yang sakral menjelaskan tentang asal-usul dunia
dan menyampaikan aspek pola tidakan yang diyakini oleh orang Jepang.
Kosmologi dan kosmogini3Jepang diungkapkan dalam Kojiki Tahun 712
yang mendeskrepsikan tentang asal-usul dan penciptaan alam semesta. Sumber
Kojiki disesuaikan dengan Nihonshinwajiten (ensiklopedia tentang dewa Jepang)
yang menguraikan tentang genesis alam semesta dalam masyarakat Jepang awal.
Ide penciptaan dunia menekankan bahwa makhluk organik tidak dapat
membentuk dirinya tanpa hubungan laki-laki dan perempuan. Hal utama yang
ingin disampaikan dalam asal-usul dan penciptaan alam semesta adalah
peneympurnaan penciptaan. Kosmogini dalam mitos Jepang berujung pada
kemisteriusan mengenai unsur dewa dan manusia yang bercampur aduk di dalam
transisi yang tidak dapat diterima. Misalnya ada dewa

yang lahir dengan

disemburkan seperti sebuah tunas bambu, timbulnya sebuah pulau yang disebut
onogoro karena serpihan serbuk bunga yang jatuh, penciptaan dewa-dewa yang

Kosmologi adalah ilmu yang mempelajari struktur dan sejarah alam semesta berskala besar.
Mitologi adalah ilmu tentang bentuk sastra yang memuat dongeng suci mengenai perikehidupan
para dewa dan makhluk gaib.
3
Kosmogini adalah teori tentang asal mula terjadinya benda langit dan alam semesta.
2

lahir dari Izanagi termasuk Amaterasuoomikami yang lahir dari basuhan mata kiri
Izanagi dan lain-lain hingga terbentuknya alam beserta isinya.
Interpretasi mitos tentang dewa dan dunia dewa tercakup dalam penjelasan
kosmologi dan kosmogini Jepang. Mitos menjelaskan gejala-gejala tertentu,
keyakinan, atau kebiasaan terkait dengan agama. Penjelasan dan ilustrasi tentang
alam semesta dan karakter dewa atau kekuatan lain membantu manusia untuk
terus berhubungan dengan mereka. Hubungan mitos dan ritual sangat dekat
karena ritual menyediakan makna-makna yang ingin diraih berkaitan dengan
definisi agama. Makna-makna tersebut bergantung pada kekuatan yang ingin
dipuja atau diagungkan.
Mitos bermaksud menjelaskan ekspresi yang ingin disampaikan simbolsimbol dalam bentuk yang kental. Mitos ingin menjawab pertanyaan asal-usul
manusia, mengapa manusia bertindak dalam cara-cara tertentu, mengapa manusia
tumbuh dan mati. Nihonshoki dan Kojiki disampaikan dari generasi ke generasi
melalui

bentuk

dan cara mengikuti

perkembangan mansyarakat

untuk

menanamkan dan menegaskan bahwa dewa Jepang adalah kekuatan, kehidupan


dan seimeiryoku jiwa.
Matsuri Sebagai Keyakinan Keagamaan
Matsuri dalam masyarakat Jepang berawal dari matsuri sebagai ekspresi
keyakinan keagamaan yang dialakukan agar dapat berhubungan dengan yang
sakral untuk meraih tujuan praktikal. Fungsi matsuri adalah merawat struktur,
peran, dan otoritas yang diyakini oleh pendiri perusahaan sebagai keyakinannya,
juga diyakini oleh seluruh pegawai bahwa perusahaan memenuhi kebutuhahan
hidupnya tanpa bukti logis sehingga memupuk kesetiaan pada pemimpin dan
perusahaan.
Matsuri yang dialakukan juga diselimuti oleh unsur magis. Magis
mendominasi proses matsuri dengan tujuan dan meraih hal gaib tertentu yang
diyakini dapat memenuhi keinginan pelaksananya. Melalui perantara pendeta lah
yang mengendalikan magis untuk dapat menguasai dewa-dewa yang diyakini.

Magi dapat dilihat manfaatnya melalui ritual yang dialakukan untuk kepentingan
pelakunya. Magi adalah tindakan yang spesifik ingin meraih tujuan yang kongkrit
serta jelas, sedangkan agama merupakan sesuatu yang lebih abstrak dan lebih
samar, sebuah wadah yang berisi tindakan tindakan-tindakan yang ada sebagai
pemenuhan kepuasan bagi setiap tindakan (Malinowski). Magi menurut Frazer,
adalah magi yang tidak dapat berdiri sendiri melainkan bersama dengan upacara
(sairei) supaya hasil yang diharapkan oleh pelakunya dapat diraih. Sebagai sebuah
situasi, ekspresi, dari sebuah pengharapan dalam bentuk simbolik, maka magi itu
sendiri adalah cara melakukan sesuatu.
Upacara matsuri yang dilakukan oleh perusahaan dilakukan tidak hanya
untuk menghilangkan bayangan gelap atau bahaya dalam produktifitas perusahaan
saja melainkan terutama untuk menakut-nakuti pengaruh jahat mistis dari menusia
yang masih hidup dan yang gaib. Sebab manusia percaya bahwa tindakan yang
bersumber dari upacara (saigi) dapat menghalau kesialan. Akan tetapi, upacara
dan prosedu-prosedur di dalamnya terkadang juga memberi efek menakutkan,
karena simbol-simbol dalam upacara juga memperlihatkan persekutuan unsur
magis, kekuatan gaib yang berbahaya. Orang Jepang sendiri pada umunya tidak
akan mengatakan bahwa matsuri memiliki sifat magi dan agama. Sehingga orang
Jepang sendiri tidak memperdulikan makna agama melainkan sudah tertanam
dalam bentuk keyakinan keagamaan yang terwujud dalam pola tindakan seharihari.
Dalam pelaksaan matsuri perusahaan Hitachi seperti pada matsuri
peringatan pendirian perusahaan (souritsukinensai) juga diselimuti oleh unsur
magis. Tujuannya juga untuk dapat memenuhi hal-hal tertentu yang berkaitan
dengan kebutuhan perusahaan dan seluruh orang-orang Hitachi.
a)

Penyebaran Dewa (Obunshin)

Bagi orang Jepang, yang bekerja di perusahaan menghadiri matsuri tertentu


seperti soritsukinensai yang diselenggarakan oleh perusahaan adalah untuk
berpartisipasi dalam pelaksanaannya sebagai tugas dan mandat yang diberikan

oleh perusahaan untuk mereka. Mereka hanya menaati tugas tanpa memahami
makna matsuri yang sebenarnya, karena mereka tidak bisa mangkir untuk tidak
hadir karena akan dikenai sangsi oleh pimpinan mereka. Matsuri yang
dilaksanakan memberi makna menjaga hubungan sosial bagi anggota kerabatketurunannya sebagai pelakunya, dan menghindari untuk konflik melestarikan
nilai-nilai matsuri dalam masyarakat.
Pola tindakan manusia sebagian besar ditentuka olah apa yang mereka anggap
penting sehingga penyelenggaraan matsuri memiliki konsekuensi sosial yang
penting juga. Radcliffe-Brown menyamapikan bahwa fungsi utama ritual adalah
mengekspresikan sentimen sosial utama disebut nilai-nilai: kepentingan untuk
saling mendukung dan solidaritas di antara anggota suatu komunitas.
Jinja Kumano Hitachi milik perusahaan Hitachi selalu memberikan doa
keselamatan yang banyak hanya untuk perusahaan Hitachi, serta perusahaan lain
yang memiliki afiliansi dan kepentingan dengan Hitachi juga memperoleh doa
(obunshin). Sehingga tercapainya persatuan diantara perusahaan inti dengan
cabang secara terus-menerus dan menciptakan keakraban atas keyakinan pada satu
leluhur (senso). Pernyataan keimanan seseorang terhadap kelompok atau
perusahaan dimana tempat ia mengabdi untuk bekerja, sejak awal masuk sudah
diikrarkan. Di perusahaan Hitachi setiap pegawai baru diharuskan untuk berikrar
wa makoto keitakuseishin (ikrar dari keimanan pekerja terhadap perusahaan).
Kesatuan yang sakral menjadi dasar spiritualitas korporasi 4 perusahaan dan
menjadi upaya untuk merealisasikan kesatuan ini dalam kehidupan seseorang dan
masyarakat.
b)

Pembentukan Ruang Sakral

Pembentukan ruang sakaral sebelum upacara merupakan keyakian utama


berdasarkan pemikiran mitos, kosmologi, dan struktur. Proses simbolik
menegkspresikan alur dari yang tidak dapat dilihat menjadi yang dapa dilihat.
Upacara pemebentukan ruang sakral di depan jinja sebelum upacara dalam jinja
4

badan hukum

adalah upacara penarikan dari dunia profan

disebut juga jo. Proses ini

menyampaikan cara melakukan kerja dalam pengkultusan pimpinan pimpinan


dengan menghormati, memohon perlindungan dan menjadi setia. Fungsi pendeta
adalah sebagian untuk berpihak kekuatan gaib dan sebagian untuk kekuatan dalam
status dari seluruh peserta upacara. Setiap orang dalam proses upacara (saigi)
dipercaya memiliki kekuatan yang dapat ditransmisi ke orang atau objek lain,
karena bersifat menular, sehingga membutuhkan upacara (saigi)

untuk

menjaganya.
Tahapan upacara yang pertama seperti dalam soritsukinensai dimulai dari
urutan perserta upacara secara urut kedudukannya dalam perusahaan memasuku
daerah upacara diawali oleh para pendeta yang memimpin oleh pendeta kepala
(guji). Peserta upacara seolah-olah seperti pegawai baru yang dibimbing untuk
memahami dan menjalankan tugasnya. Jika ada kerjaan yang tak terlaksana
sebalumnya karena kealpaan, karena pengaruh kutukan akan dikerjakan ulang
meskipun dengan cara yang tidak sama, karena krisis kehidupan tidak dapat
diulang mundur. Krisis kehidupan berlanjut terus dalam analogi.
Seluruh adegan kegiatan upacara menciptakan ruang sakral yang dalam waktu
seketika meraih struktur dan menanggalkannya. Cara ini menciptkan keteraturan
sebuah dunia kecil yang tidak berbentuk.
c)

Klasifikasi Struktur

Struktur soritsukinensai terdiri dari seperangkat hubungan segitiga, yaitu yang


gaib-nyata-gaib dalam yang nyata, muncul di antara dan memiliki sifat keduanya.
Yang gaib terdiri dari unsur magis (majinai), kekuatan jahat (arashigami), dan
leluhur pendiri (senso) yang secara nyata adalah pimpinan, manajemen, buruh.
Unsur manajer merupakan penghubung antara pimpinan dan pekerja dalam
hubungan yang tidak dapat disatukan dan mematikan. Buruh merepresentasikan
ketidakberuntungan. Pemimpin adalah penghubung antara dunia gaib dan dunia
5

tidak bersangkutan dengan agama; tidak kudus, tidak suci (sakral) karena sudah dinodai atau
tercemar

nyata sehingga tidak dapat bersentuhan dan bersatu dengan pekerja. Manajemen
dan pimpinan memiliki hungan ikatan yang dekat sehingga diyakini menurunkan
kekerabatan patrilinear

dan menurunkan hubungan berdasarkan keturunan.

Keterikatan hubungan antara manajemen dan pimpinan dengan pekerja


mensimbolkan kejayaan tertinggi kehidupan atas kematian. Struktur lain yang
ditampilkan dalam upacara berdasarkan oposisi binari 7 (on-yo), terutama pada
oposisi antara tempat sakral dan kehidupan di luar seperti kosmos8 dan kekacauan.
Oposisi lain yang muncul dalam hubungan segitiga adalah:
yang sakaral - yang profan

leluhur pendiri - pekerja

kehidupan - kematian

pendeta - peserta

pusat - pinggir

jinja - perusahaan

atas - bawah

manajer - pekerja

dalam - luar

perusahaan utama - cabang

kejayaan - kejatuhan

laki-laki - perempuan

Leluhur pendiri (senso) adalah dewa-dewa yang dipuja oleh para anggotanya
untuk keselamatan keturunan dan kerabat pendiri berdasarkan garis keturunan
anak laki-laki (chonan) atau pengganti melalui adopsi. Jinja dan soritsukinensai
menempatkan kesakralan pimpinan perusahaan sama dengan kesakralan pendeta
kepala, dan dalam hierarki diperlihatkan dalam upacara.

berkenaan dengan hubungan keturunan melalui garis lelaki kerabat saja


oposisi binari atau biner adalah iartikan sebagai sebuah sistem yang berusaha membagi dunia
dalam dua klasifikasi yang berhubungan secara struktural.
8
alam sekitar jagat raya
7

d)

Keberadaan Simbol Matsuri

Pendekatan simbol-simbol matsuri dimulai dari

kosmologi Jepang yang

diekspresikan melalui mitos, keberadaan dan struktur dewa (shinwa) terkait


dengan setiap matsuri yang ingin disampaikan. Simbol matsuri mencontohkan
dan mengekspresikan model yang struktural, bahwasannya keberadaan seseorang
dalam sebuah kelompok tergantung pada kontrol masyarakat. Kontrol dapat
dipegang oleh seseorang, sedangkan orang yang tidak memiliki kontrol akan
dikontrol dalam kekuasaan orang tersebut. Argumentasi ini melahirkan klasifikasi
kosmologi yang terkait dengan kebudayaan orang Jepang: uchi (dalam) - soto
(luar), hito (manusia) - kami (yang gaib), perempuan - laki-laki, atas - bawah.
Kategori yang muncul dari pandangan dunia ini, bergerak dari klasifikasi umum
ke klasifikasi pribadi. Berasal dari hubungan sosial kemudian mencipatkan sistem
kontrol pada masyarakat yang terbentuk melalui kosmologi dan ritual.
e)

Darmawisata Pegawai (Shainryoko)

Shainryoko dilakukan pada setiap musim semi dan musim gugur selama dua
hari satu malam. Ada perusahaan yang mengadakan shainryoko dengan cara
seluruh pegawai perusahaan tersebut serentak pergi secara bersama-sama. Tetapi,
kebanyakan perusahaan dewasa ini melakukannya secara kelompok di dalam
bagian atau seksi masing-masing. Lokasi tujuannya biasanya tempat pemandian
air panas atau objek wisata terkenal. Perjalanan dilakukan menggunakan kereta
atau bus yang disewa perusahaan. Tempat menginapnya adalah hotel atau ryokan
atau mes perusahaan. Kegiatan yang dilakukan adalah jalan-jalan bersama,
melihat pemandangan, pada tempat yang sudah ditentukan dalam perjalanan
tersebut dilakukan kegiatan olahraga seperti main golf skala mini. Pada malam
harinya dilaksanakan pesta perjamuan yang disertai makanan lengkap (teishoku)
dan minuman alkohol (sake). Pesta dilakukan di ruang pertemuan hotel, mes
perusahaan yang luas sehingga dapat juga melakukan kegiatan lain seperti
pertunjukan oleh pegawai, menyanyi karaoke, atau menari. Acara yang tak

terlewatkan adalah bersulang (kanpai) dengan mengikutsertakan semua orang,


Yang tidak minum alkohol pun paling tidak haruse minum sedikit.
Makna yang dapat diperoleh dari shainryoko bagi pekerja, staf, dan pimpinan
adalah hubungan antara pegawai menjadi lebih akrab daripada sebelumnya.
f)

Pemberian Hadian di Musm Panas dan Musim Dingin (Oseibo dan


Ochugen)

Saling memberi hadiah yang dilakukan oleh pegawai disebut oseibo dan
ochugen. Merupakan ekspresi berterima kasih atas segala bantuan yang telah
diperoleh pada waktu sebelumnya. Pemberian bantuan berlangsung dalam
hubungan atas bawah lalu pemberian hadiah oseibo dan ochugen berlangsung dari
bawah ke atas sebagai bentuk penghormatan terhadap orang yang menerimanya
sebagai representasi kehidupan.
Pemberian hadiah ke orang yang lebih tinggi menegaskan struktur dalam
hubungan kekuatan atasan dan bawahan. Pemberian ini dilakukan pada bulan Juli
saat musim panas (ochugen), dan bulan Desember saat musim dingin (oseibo).
Pemberian dilakukan pada waktu-waktu tersebut untuk mengimplikasikan dari
pola pemujaan leluhur (obon) pada bulan Juli-Agustus dan pemujaan leluhur pada
akhir tahun (bonenkai).
Seluruh pusat penjualan sudah menyediakan barang-barang terkait oseibo dan
ochugen. Dan hadiah yang dipilih biasanya dalam bentuk kupon pembelian
barang atau makanan, barang atau makanan yang dapat bertahan lama seperti
kanzume, shoyu, abura, handuk, sabun. Untuk orang yang menerima pemberian
harus mengucapkan terima kasih dengan mengirim kartu ucapan reijo, sehingga
hubungan kerjasama dapat terus berlangsung.

g)

Shaso

Shaso adalah upacara persembahan yang didedikasikan bagi seorang


pemimpin perusahaan atau administrator tingkat atas perusahaan yang meninggal
dunia. Perusahaan bertanggung jawab penuh dalam keuangan dan sumber daya
manusia untuk mengorganisasikan upacara dan seremoni. Shaso dilakukan di
seluruh Jepang, tidak hanya oleh perusahaan besar di kota tapi juga perusahaan
kecil maupun lokal daerah. Makna internal dan eksternal shaso yang
direpresentasikan terkait dengan hubungan bisnis dengan pelanggan, pemegang
saham, perusahaan lain dalam industri yang sama, dan politikus. Pelaksanaan
shaso dihadiri oleh orang-orang terkait yang sengaja datang, meskipun mereka
tidak pernah bertemu dengan yang meninggal sebelumnya. Olehkarena itu,
perusahaan memberikan prioritas untuk pengaturannya.
Informasi kematian disampaikan dengan memasang penguman di surat kabar
dan penguriman surat undangan beserta dengan jadwal upacaranya. Pada saat
pelaksanaan upacara, para peserta berpakaian jas gelap mengikuti arahan dan
prosesi upacara dengan serius tidak melakukan percakapan satu sama lain.
Pakaian berwarna gelap menempatkan peserta dalam situasi dan kondisi dalam
rahim atau sedang mati. Peserta merepresentasikan dirinya sebagai bayi atau
mayat.
Shaso merupakan proses perusahaan melakukan penghormatan dan perpisahan
dengan almarhum pemimpin perusahaan. Nakamaki menyebutkan bahwa shaso
memperlihatkan prestise perusahaan (ijin) (1999:24). Sehingga pelaksanaan shaso
yang besar-besaran dalam kaitan ruang dan waktu akan menaikkan prestise
perusahaan. Prestise menginterpretasikan tingkat kejayaan dan berarti juga
kejayaan pemimpin-pendiri yang sudah almarhum. Penjamuan perusahaan besar
dilakukan dengan mengundang pimpinan perusahaan besar lain, orang-orang
terkenal, dan pejabat tinggi pemerintahan yang mengindikasikan jaringan
perusahaan tersebut dalam tingkat tinggi, bahkan dengan klasifikasi tamu
VIP/VVIP dan tempat pelaksanaanya seperti di dome dengan memakan biaya

ratusan juta yen. Sehingga shaso merupakan sebuah arena penanaman prestise
sebagai modal tertinggi perusahaan untuk memperoleh pengakuan dari
perusahaan-perusahaan lainya dan masyarakat luas sebagai sebuah perusahaan
yang jaya. Salah satu pelaksanaan sasho yang besar adalah pada pendiri National
Panasonic, Matsushita Kinosuke yang mengundang orang-orang penting dari
seluruh dunia dari Tennoheika sampai George Bush menghadiri acara tersebut.
h)

Jinja

Jinja merupakan pusat untuk melakukan pertemuan antara dunia nyata dan
gaib melalui kegiatan pelaksanaan matsuri.

Peran dan fungsi adalah

menghubungkan manusia dengan dewa dan menyampaikan informasi serta


komunikasi agar keinginan dan maksud masing-masing pihak dapat dipertemukan.
Hubungan manusia dan dewa bertujuan untuk keselamatan hidup atau keberadaan
kedua pihak dalam hubungan pengkultusan yang timbal balik. Jinja adalah pusat
acuan dalam kehidupan orang Jepang yang berkaitan dengan dunia dan sistem
berorganisasi, menyediakan makna dan arah bagi manusia melakukan tindakan,
dan merupakan titik untuk manusia mengambil sikap serta membuat segala
sesuatu dapat diterima.
Bangunan yang ada di jinja mempunyai makna dan berlatar belakang sakral.
Fasilitas pemujaan dewa disebut himorogi yaitu tempat memuja dewa yang telah
ditetapkan bersama-sama. Torii adalah pintu masuk menuju ke perbatasan dunia
sakral, temizuya adalah fasilitas pensakralan dan purifikasi menuju dewa, haiden
adalah tempat orang-orang menyembah dewa. Fasilitas unutk pelasanaan matsuri
juga ada, seperti heiden (ruang kertas putih zig-zag digantung), noritoden (ruang
formula), himorogisho (ruang menggantungkan tali), saiguko (ruang penyimpanan
perlengkapan matsuri), kaguraden (ruang menari kagura), emaden (ruang
menempatkan simbol kuda), gaishikiden (ruang upacara), shamusho (ruang
admistrasi jinja), saikan (ruang benda-benda milik jinja), sanshusho (ruang
berkumpul).

Pada sisi kanan jinja terdapat tempaut untuk menyucikan tangan dan mulut
sebelum masuk ke dalam jinja (temiuzuya), di sudut ada bangunan tempat tarian
sakral (kagura) dilaksanakan. Mulai dari torii ada jalan setapak yang dibuat dari
batu (ishidatami), kemudian ada lampu besar dari batu di kanan-kiri jalan diikuti
oleh singa dengan mulut terbuka terbuat dari batu (shishiinu) untuk menjaga jinja
dari ruh jahat. Dalam bangunan tempat pemujaan (haiden), terdapat tempat doa
(noritoden) dan pusat penyembahan (honden). Di luar bangunan sejajar dengan
honden diletakkan toro di sisi kanan-kiri dan ada batasnya. Di dekatnya terdapat
sumur (idoya). Di sekeliling area jinja dipagari tembok (tamagaki).
Jinja dimiliki oleh hampir selutuh perusahaan Jepang. Jinja dan perusahaan
berhubungan satu sama lain dalam konteks kesakralan dan pusat. Kesakralan jinja
menjaga kemurnian pusat perusahaan, dan sebaliknya kekuasaan pusat disahkan
oleh keyakinan keagamaan. Ada jinja yang dibangun di kantor pusat atau toko
pusat seperti Asahijinja di toko Asahibiru, Seikoinari di kantor Shiseido. Jinja
yang dibangun di pabrik dekat dengan produk dan produksi, ada juga jinja yang
dibangun di atap luar rumah sakit. Jinja Kumano Hitachi pada perusahaan Hitachi
memuja dewa Izanaginomikoto yang merupakan dewa surga yang pertamakali
berada di bumi, diciptakan bersama Izanaminomikoto istrinya.

Izanaginomikoto,

Izanaminomikoto adalah dewa pencipta langit bumi yang menurut mitologi


diciptakan dari jiwa (mikoto).
Jinja merupakan tempat sakral adalah sebuat tempat untuk merefleksikan
ketidakpastian dan kegagalan manusia dengan kekuatan yang teratur yang ada di
surga agar rahmat dan berkah terus dilimpahkan kepada manusia. Hubungan yang
berlangsung antara pendeta, manusia, pemuja, dan yang sakral melalui simbolsimbol sakral, membentuk jinja menjadi tempat yang cocok untuk para dewa
berkunjung ke dunia nyata, menemui atau ditemui manusia yang mengikuti
persyaratan tertentu, sehingga dunia gaib dan nyata dapat berinteraksi satu sama
lain.

i)

Wadah Penghubung Dunia Sakral dan Dunia Profan

Hubungan antara yang sakral dan manusia biasa hanya dapat terlaksana
melalui perantara pendeta yang memiliki pengetahuan dan kemampuan
mentransformasikan persembahan serta memiliki kekuatan penghubung. Untuk
dapat memperoleh kesakralan dewa maka manusia harus bertapa, menjauhi dari
kehidupan dunia profan sampai dapat langsung berhubungan dengan yang sakral
diinginkan. Jinja menyediakan tempat bagi orang-orang yang ingin menjalankan
laku pertapaan.
Bangunan selain bangunan utama jinja menjadi tempat para petapa atau orang
sakit yang datang untuk memperoleh penyembuhan, gudang untuk menempatkan
pemberian yang akan dipersembahkan pada dewa, tempat persediaan barangbarang untuk kebutuhan para pemuja berupa makanan dan minuman. Bangunan di
ruang-ruang tersebut lebih berfungsi pada pemanfaatan atau peran jinja daripada
bangunan yang bersifat keagamaan.
Esensi dari matsuri adalah matsuri itu sendiri, sedangkan doa (norito) yang
ditujukan untuk dewa adalah bagian yang menciptakan esensi. Norito
menyampaikan pernyataan membujuk para dewa mau hadir. Dewa hadir dalam
dan di antara kehidupan manusia berupa kekuatan. Manusia dapat memperoleh
kekuatan dewa untuk memenuhi kehidupan dan kebutuhannya dengan memujanya.
Sehingga matsuri menyebarluaskan kehadiran dan keberadaan dewa-dewa di jinja
dalam makna, nila-nilai dan komunikasi kepada masyarakat.
j)

Organisasi Jinja dan Komunitas

Penganut dari suatu jinja menyerahkan keyakinannya terhadap jinja dan dewa
yang dipuja tidak saja dalam bentuk penghormatan dan kesetiaan, tapi juga dalam
pelaksanaan kegiatan yang membutuhkan dana besar. Semakin tinggi status
seseorang akan semakin tinggi donasi yang diberikan untuk peraihan
kepentingannya.

Di dalam jinja terdapat pendeta yang berugas melayani dewa, melaksanakan


kegiatan keagamaan pada jinja dan mengelola bisnis jinja. Jinja kebanyakan
dilayani oleh para pendeta secara turun temurun (ujiko) mengabdikan diri untuk
jinja tersebut dan memelihara warisan jinja dan keluarga luas (ie) atau kerabat
dekat (dozoku) serta mensuksesi tradisi. Pendeta harus dapat mempraktekkan doa
(norito) dan menguasai makna fungsi matsuri. Calon pendeta dari suatu jinja
menempati posisi paling bawah setelah mendapatkan pelatihan dasar sebelum
dapat bergabung.
Organisasi jinja memiliki dua sistem perangkat . Pertama, organisasi dalam
jinja yaitu melakukan promosi berdasarkan senioritas (nenchojoretsu) dan
pelayanan (shushinkocho). Jinja berhubungan kuat dengan yang akan menjadi
pewaris sebagai penanggung jawab teringgi atas jinja dan matsuri jinja. Kedua,
sistem hierarki pendeta berkaitan dengan pengalaman, peraihan dan ujian-ujian
yang diatur oleh asosiasi jinja tersebut.
Hierarki pendeta ditandai dengan simbol warna jubah pendeta (hakama).
Seorang pendeta menduduki hierarki tinggi di jinja tersebut, tetapi di dalam
sistem nasional ada kemungkinan menduduki hierarki lebih rendah daripada
keberadaan keberadaannya di jinjanya. Hierarki kedudukan pendeta dalam jinja
adalah: guji sebagai kepala pendeta, gon-guji sebagai asisten pendeta kepala, negi
yaitu pendeta senior (satu orang atau lebih), gon-negi yaitu asisten pendeta senior
(terdiri dari banyak orang), kannushi yaitu pendeta (berjumlah banyak). Miko
yaitu pembantu jinja yang bertugas membantu melaksanakan kegiatan-kegiatan
upacara (matsuri) dan melakukan tarian sakral jinja (kagura) (Pickens, 1992:190).
Hubungan antara manusia dengan dewa secara hierarkis dilakukan dalam etika
makoto dan kansha. Makoto memiliki arti ketulusan dalam jiwa yang bersih atau
bersih dalam penegrtian sederhana, jujur dan tidak terkikis oleh kehidupan profan.
Kansha bermakna syukur pada yang sakral atas rahmat yang diberikan. Etika
bersumber dari jinja ini merupakan nilai-nilai operasional dalam pelaksanaan

kegiatan-kegiatan matsuri yang menekankan pada peraihan tujuan bukan pada


sistem etika.
k)

Jinja dan Komunitas

Jinja dari sebuah komunitas atau tradisi adalah ekspresi yang jelas dan
kongkrit dari agama dalam teori agama (Pickering, 1975:210). Orang Jepang
membagi dunia secara konseptual dalam tiga bagian; bumi, langit, dan dalam
bumi. Dalam koleksi mitos Jepang Nihongi menggambarkan bumi dan langit
sebelum pemisahan sebagai sebuah massa tunggal yang kacau seperti telur, yang
menciptakan batasan-batasan yang berisi kuman. Bagian yang lebih asli dan lebih
ringan membentuk surga (ten) sedangkan unsur yang lebih berat dan tebal
membentuk bumi. Gunung yang sakral berhubungan dengan langit dan menjadi
salah satu titik tertinggi bumi dan menjadi pusat atau pintu masuk surga (ten).
Jinja memiliki fungsi tempat berdiam dewa, sebagai penguat kekuasaan
penguasa dalam kaitan memperkuat struktur keberadaannya di dalam masyarakat
dengan memanfaatkan keyakinan masyarakat melalui simbol yang sakral.
Pemikiran tentang yang sakral muncul dari kosmologi Jepang memandang dunia
dengan manusia sebagai pusat berada di tengah-tengah alam semesta dalam
jangkauan yang jauh melalui perenungan.

B. MATSURI DALAM PERUSAHAAN HITACHI


Garis hubungan dari pihak ibu, yaitu perusahaan Nikko, merupakan garis
hubungan personal antara pendiri Hitachi dengan pendiri Nikko. Hubungan
pendiri Hitachi dengan perusahaan-perusahaan dalam garis kafucho perusahaan
Nikko dan perusahaan-perusahaan gabungan Nikko berlangsung dalam hubungan
spiritual. Dan hubungan perusahaan Hitachi dengan Nikko sebagai perusahaan ibu
dipertahankan dalam ikatan personal yang murni. Hubungan antara kedua belah
pihak adalah hubungan antara 2 individu pendiri karena kepentingan mereka
dalam minat dan perhatian yang berlangsung secara timbal balik bukan
hubungan kekerabatan (en) dalam kebudayaan Jepang, melainkan semacam
hubungan eksklusif yang tidak menimbulkan persaingan antara korporasi Hitachi
dengan Nikko.
Perusahaan menjadi stabil dan berinteraksi satu dengan lainnya dalam
hubungan yang menghasilkan kesadaran bahwa garis keturunan kafucho
(patrilineal, garis keturunan laki-laki) merupakan bagian dari perusahaan untuk
menginterpretasikan peraih tujuan dan otonomi. Norma dan nilai-nilai yang
disampaikan terus menerus tanpa putus membentuk eksklusifitas dalam bentuk
kesetiaan terhadap perusahaan, yang berlangsung secara turun temurun.
Suatu perasaan ikatan sosial yang berlangsung turun temurun di antara
anggota-anggota keluarga tanpa mengindahkan status afiliasi perusahaanperusahaan anggota. Kondisi ini tercipta dari transformasi dalam fase kegare atau
fase luar structural masuk ke dalam persaudaraan luar yang sakral dan permanen.
Pemimpin perusahaan (sacho) yang diasumsi sebagai sebuah status yang tidak
berstatus serta menjadi bagian luar dari struktur, memberikannya hak untuk
mengkritik anggota dalam struktur berkaitan dengan keteraturan moral yang
mengikat mereka.
Keturunan dominan leluhur-pendiri (sensho) memiliki tanggung jawab
untuk melestarikan jinja-perusahaan. Persembahan dilakukan untuk leluhur-

pendiri oleh kepala dari keturunan, dan menjelaskan niat mereka melakukan
matsuri kepada leluhur-pendiri melalui pendeta kepala (guji).
Nenchugyoji dalam Perusahaan Hitachi
Matsuri perusahaan yang biasa disebut dengan nenchugyoji mencakup
upacara keagamaan dan upacara aktual dalam manajemen perusahaan dimulai dari
menerima pegawai baru (biasanya dilakukan serentak pada tanggal 1 April).
a. Upacara Penerimaan Pegawai Baru (Nyushashiki)
Nyushashiki adalah menanamkan jalan hidup perusahaan (shafu) di dalam
kehidupan sehari-hari. Penerimaan pegawai dimulai dengan seremoni, dimana
seluruh manajer pabrik dan bahkan direktur dari kantor pusat diperkenalkan
kepada pegawai baru. Tema sebenarnya dari penerimaan pegawai baru adalah
agar tersampaikaanya keinginan perusahaan, yaitu menyampaikan dan
menegaskan kedudukan pegawai baru yang telah menjadi bagian dari
masyarakat (shakaijin). Nyushashiki merupakan pembetukan orang-orang
berkualitas untuk bekerja di perusahaan yang bersangkutan.
b. Upacara Peringatan Pendirian Perusahaan-Jinja (Soritsukinensai)
Soritsukinensai masuk ke dalam kelas Niinamenomatsuri, yaitu matsuri
musim gugur sebagai media untuk saling berhubungan antara manusia
dengan ruh leluhur melalui biji padi yang baru dituai. Upacara ini dapat
diklasifikasikan sebagai ritual laki-laki atau ritual penciptaan. Memiliki
fungsi sosial yang menyebabkan staf dan pegawai mendapatkan bayangan
gelap, dimana secara struktural masuk ke dalam garis keturunan laki-laki.

Kategori dalam Soritsukinensai :


Jo (biasa)
Kegare (liminaliti) : meliputi saigi (komunikasi dari yang sakral),
penyatuan dari beberapa proses genetic yang berbeda ususl dan
komunitas.
Hare (pencerahan struktur)

Objek sakral mengarahkan perintah dengan etika dan pola yang benar,
biasanya diikuti oleh penceritaan mitos. Setiap objek memiliki makna ganda dan
selalu terkait dengan mitos tentang pertanian, dewi matahari (Amaterasu
Omikami) dan saudara laki-lakinya, Susanoomikoto. Keanggotaan pengkultusan
diberi kesempatan untuk mengikuti upacara dan memperoleh bagian dari
pemujaan dewa (bunshin). Pendeta sebagai ahli, melakukan gerakan-gerakan
beraturan, melafalkan formula (norito) dan tarian jinja.
Pengkultusan leluhur-pendiri ditampilkan melalui seperangkat kegiatan
ekonomi dalam pola pertanian, yang tidak mudah dimengerti jika tdak memahami
simbol-simbol dalam matsuri tersebut. Akumulasi simbol-simbol tersebut
mengindikasikan kekuatan leluhur-penfiri dan sekumpulan manajer laki-laki, yang
menampilkan organisasi sosial perusahaan, menekankan pada kepentingan
jaringan hubungan patrilineal (kafuchoseido).
Matsuri dapat diartikan sebagai ritual yang memiliki arti pemujaan
manusia terhadap dewa (kami) dalam aturan yang mengikat kewajiban balas budi.
Pemikiran ini dikatkan dengan pemikiran bahwa seseorang berada dalam
kewajiban balas budi (ongaeshi) dengan leluhur-pendiri karena mereka adalah
yang menghidupkan manusia. Simbol leluhur dipertahankan untuk melestarikan
penyembahan terhadap leluhur (sosensubai). Transendensi leluhur digambarkan
sebagai kepala klan (uji) atau kepala keluarga luas (honke) yang efektif, yaitu
yang dapat member perlindungan dan pertolongan pada manusia. Kami
digambarkan sebagai kepala klan yang tidak memberikan pertolongan kepada
seluruh anggota keluarga dan keturunannya, serta dapat mendatangkan bahaya.
(Hori,1998;Yanagita,1970)
Soritsukinensai dilangsungkan pada tanggal 12 Juli mencakup proses
matsuri (matsurigoto), tarian persembahan untuk dewa (kagura) dan penyatuan
dengan dewa setelah upacara termasuk dalam minum sake (naorai). Matsuri Jinja,
yang juga matsuri perusahaan Hitachi, dihadiri oleh manajemen tengah dan
bawah Hitachi Works, kerabat asli penanggung jawab jinja (ujiko jinja) dan ujiko

perusahaan, wakil serikat buruh, dan kepala seksi, yang seluruhnya berjumlah 34
orang.
Pada upacara ini, ada runtutan yang harus dilakukan. Salah satunya adalah
pendeta membagikan ranting pohon sasaki, secara hierarki bertujuan agar leluhur
datang berkunjung ke perusahaan-perusahaan ini :
1. Grup Perusahaan Industri dan Daya Hitachi
2. Grup Sistem Industri dan Daya (wakil)
3. Laboratorium Penelitian Hitachi Pabrik Hitachi (kepala)
4. Pabrik Hitachi Kasei (k) Pabrik Yamazaki
5. Pabrik Hitachi (kepala dan wakil ujiko)
6. Ujiko luar
7. Pabrik Hitachi Sistem Informasi (bagian)
8. Pabrik Hitachi Sistem Industri dan Daya (bagian)
9. Pabrik Hitachi Sistem Bangunan Mito (bagian utama)
10. Pabrik Hitachi Media Digital (bagian)
11. Hitachi Solusi Rumah & Kehidupan (Pabrik Taga)
12. Teknologi tinggi Hitachi (Pabrik Naton)
13. Wakil Serikat Buruh
14. Wakil Pasukan Pemadam Kebakaran

C. METAFORA DALAM PERUSAHAAN SEBUAH ANTI STRUKTUR


Eksistensi

perusahaan

Jepang

dibangun

dan

ditegaskan

dengan

menggunakan simbol dan metafora matsuri. Perusahaan mengorganisir sairei


(upacara) dan saigi (perayaan) dalam rangka merayakan nyushashiki (penerimaan
pegawai baru) dan taishokubetsukai (perpisahan untuk pensiunan), kemudian ada
pula obarai (penyucian tempat), soritsukinensai (pendirian perusahaan), dan
upacara-upacara pada perayaan lainnya. Ritual perusahaan yang beragam tersebut
muncul dari adanya kesadaran atas kemiskinan, kesederhanaan, dan kepatuhan;
serta kepercayaan akan adanya bencana yang setiap saat mengancam ritme
kehidupan.
Pola ketaatan kehidupan dalam korporasi atau perusahaan di Jepang
didasarkan pada keyakinan keagamaan. Banyak perusahaan Jepang memuja Inari
(asalnya Dewa Padi kemudian dipuja sebagai Dewa Pelindung Pasar) atau dewadewa lain. Pemujaan dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh keberhasilan
dalam bisnis dan keselamatan dalam pelaksanaannya (Nakamaki,2002).
Kebanyakan kuburan perusahaan berlokasi di Gunung Koya dan Gunung Hiei,
sebagai pusat-pusat ritual agama-agama terkemuka.
Upacara-upacara rutin dan perayaan yang dilakukan di perusahaan Jepang
juga sering disebut kaishano nenchugyoji. Ini menampilkan ilustrasi aspek dari
kebudayaan bisnis. Norma perusahaan shaen, manusia dan hubungan
keorganisasian dalam asosiasi bisnis diekspresikan dan ditegaskan di dalam
proses matsuri (Nakamaki,2002:137). Matsuri perusahaan bukan sekedar
formalitas seremonial melainkan ekspresi dari kesakralan perusahaan. Matsuri
berhubungan secara simbolik dan mendalam dengan prestise dan kelahiran
kembali sebuah perusahaan. Kaishano nenchugyoji memperhatikan bagaimana
fasilitas keagamaan dan matsuri memainkan peranan penting di dalam korporasikorporasi Jepang, ditandai dengan tempat sakral dalam perusahaan, seperti jinja
dan tera.

Organisasi industri melibatkan perusahaan, bank, serikat buruh, pertukaran


peraturan, kontrak pegawai dan pasar. Bank milik perusahaan Jepang merupakan
metafora dari suatu Ie sebagai sumber. Industri beroperasi dalam kesepakatan
berdasarkan

hukum

dan

pedoman-pedoman

yang

tidak

terlepas

dari

kecenderungan terhadap cara yang berlangsung dalam instituisi Ie.


Perusahaan adalah salah satu unit dalam industri Jepang yang di dalamnya
beoperasi manajemen dan kepemilikan serikat buruh. Wacana organisasi industri
Jepang membentuk kondisi dimana terjadi kemungkinan seorang manajer tidak
mengetahui tentang aktifitas serikat buruh tetapi seorang anggota serikat buruh
umumnya menegtahui pengetahuan prinsip ekonomi. Upaya meningkatkan
pengertian dan mengurangi tekanan dalam hubungan antara organisasi dengan
menggunakan metafora dalam fungsinya.
Makna kerja bagi pegawai
Kerja merupakan sebagian lain dari ekspresi orang Jepang terhadap
perusahaannya. Kerja memiliki makna sakral berkaitan dengan aturan-aturan
keagamaan dan sosial (obligasi) dan sebagai kebenaran perusahaan bagi pegawai.
Kerja dan metafora matsuri merupakan produk dari kepercayaan perusahaan yang
diyakini oleh staf, pimpinan dan pekerja. Produk bukan menjadi fokus suatu
pekerjaan dikerjakan melainkan yang utama sejak perencanaan sampai produk
diperiksa ulang. Diawali dengan persiapan orang Jepang dari tempat tinggal
menuju tempat kerja dengan penuh perhatian pada tujuan kerja sehingga tidak ada
orang yang tidak serius. Penampilan yang baik. Mereka mengambil waktu yang
amat ketat dalam perjalanannya, bergegas dan tidak bercanda sebagai latihan awal
memulai kerja, setiap hari kerja. Ketika memasuki ruang kerja tepat waktu setiap
orang

memberi

penghormatan

atas

diri

dan

lingkungannya

untuk

mengekspresikan kemampuan dan keterampilan diri bagi dunia kehidupannya,


yaitu siap bekerjasama.
Setiap pekerjaan diawali dengan perencanaan dimulai dari pembuatan
rincian dari setiap kegiatan kerja yang akan dilakukan. Rincian dibuat atas setiap

tindakan yang harus dikerjakan dengan sempurna. Waktu merupakan refleksi


etika matsuri dalam bentuk kesadaran orang Jepang dalam simbol yang sakral.
Waktu bermakna turunnya berkah dari yang sakral untuk kehidupan manusia yang
lebih baik. Maka, waktu perlu dijaga dalam setiap pekerjaan dan kegiatan kerja
setiap orang. waktu yang tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya akan
menghilangkan kesempatan yang sakral turun pada kehidupan nyata. Ketepatan
waktu dalam kerja terkendali menciptakan pelayanan dan kepercayaan pengguna
produk. Pelayanan dan kepercayaan saling bergantung satu sama lain. Begitu
dengan keamanan atas setiap kegiatan kerja terkendali maka kerja dan pekerja
akan berlangsung secara aman.
Ie juga merupakan instuisi yang terdiri dari 4 tingkatan atas status
(shikaku), yaitu :

Pemimpin

Pimpinan

Staf

Pegawai

Sebagaimana dalam pola pendeta Shinto yang melaksanakan matsuri seperti


Hitachisoritsukinensai. Sistem sosial Ie selalu dikelilingi oleh wilayah non Ie atau
anti Ie, tempat bertumbuhnya penolakan terhadap aturan keagamaan dari orangorang dengan prinsip menolak keras status yang diyakini orang lain memang
miliknya dalam pengertian Ie dan keturunan (frita).
Namun, sistem Ie dari aspek sosial dan korporasi menerima jenjang
tertinggi tidak hanya sebagai sekedar jenjang dalam siklus hidup seseorang
melainkan merepresentasikan suatu keteraturan penolakan keagamaan dari orang
Jepang. Maka, struktur Ie dapat dibagi dalam 3 kelompok utama tanpa
mengindahkan bahwa ini merupakan penyederhanaan, yaitu :
a. Torinoyakusacho (penguasa / dunia dari pimpinan)
b. Bucho (sistem Ie / manajemen, menekankan pada jenjang kepala divisi)

c. Shacho
Saling berhubungan antara tiga kelompok ini menentukan lapangan sosial budaya
dalam kelompok orang Jepang sejak periode Tokugawa.
Ringi mempresentasikan tanggung jawab simbolik, yaitu tidak memiliki
pengaruh yang banyak dalam tanggung jawab nyata dalam membuat keputusan
melainkan lebih pada makna moral dan praktikal. Mekanisme ringi berlangsung
dalam bentuk proposal menguraikan topik perkerjaan diedarkan sebagai
sosialisasi, dimulai dari satu departemen lain dalam urutan horizontal, dan
kemudian bergerak secara vertical menuju manajer senior, direktur, dan direktur
utama (shacho). Keputusan mutlak tetap berada dalam kekuasaan dan otoritas
direktur utama.
Penerimaan pegawai baru di perusahaan Jepang pada umumnya
menekankan pada lulusan baru dan upaya penanaman nilai-nilai budaya
perusahaan. Lulusan baru memudahkan pengaturan penempatan kedudukan dan
penggajian yang ditentukan berdasarkan umur. Kualifikasi untuk penerimaan
menerapkan ujian kepada setiap pelamar berdasarkan jenjang pendidikan
mencakup ujian tertulis, esai, dan wawancara (dokinyusha). Penerimaan pegawai
pindahan dari perusahaan lain dalam kelompok industrial melalui tahapan
percobaan sebagai pegawai percobaan (rinjijyugyoin). Pegawai baru perempuan di
jenjang sarjana tidak dikenakan inisiasi seperti laki-laki. Kemajuan pandangan
terhadap pegawai perempuan lulusan pascasarjana menggeser paradigma
perempuan memiliki kesempatan menduduki jenjang manajemen tengah
(Sogojosha).
Makna perusahaan bagi pekerja
Perusahaan merupakan ekspresi keyakinan keagamaan dari kekuasaan
bercorak struktur yang berkecenderungan menempatkan kemanusiaan sebagai
nilai yang dianut, keteraturan dikendalikan oleh pimpinan dalam manajemen yang
dilihat oleh ahli-ahli pengelola kehidupan seperti ahli keagamaan. Sebaliknya,
para pekerja dan perusahaan-perusahaan sebagai anggota korporasi perusahaan

utama, misalnya Hitachi menempati status bawah, melakukan kerjanya bercorak


ritual

dengan

simbol

kekuasaan.

Perusahaan

bagi

orang

Jepang

ini

mengekspresikan pandangannya terhadap perusahaan dan dirinya dalam batasan


ruang dan waktu, menempatkan perusahaan dan kelompok di atas dirinya yang
berasal-usul dari Ie. Sebaliknya, masing-masing individu dari perusahaan masingmasing akan mengekspresikan perusahaan lain dalam bentuk penghormatan yaitu
onsha (perusahaan dalam penghormatan bermakna sakral, dari karakter on).
Shacho seperti kepala Ie (kacho)menjaga nama baik dan kelestarian Ie
(katoku) dari pendiri (kaitaku) serta melindungi pegawai (shain) serta kumpulan
keluarga (kazoku) dan produk (kasan) terkait pengelolaan Ie. Direktur perusahaan
berkaitan dengan modal perusahaan, bertanggung jawab atas stabilitas modal
utama melalui direktur (torishimariyaku) yang dipilih dari antara pegawai.
Perusahaan beroperasi secara dinamis mewujudkan keaslian perusahaan dengan
modal utama (kabushu), rapat pemilik modal utama (kabushusokai), rapat dewan
direktur (torishimariyakkai) dan shacho.
Perusahaan sebagai komunitas adalah sebuah ruang untuk melakukan
satuan kehidupan di suatu wilayah dalam batas-batas tertnetu yang tidak
ditetapkan secara hukum, dimana hubungan berlangsung melalui kekerabatan atau
perkawinan. Kecenderungan ini diikuti oleh hubungan kekeluargaan dalam
bekerja sebagai sistem yang meningkatkan pemasukan dan kemajuan dalam target
tertentu dengan pembagian peran kerja yang ketat di antara pegawai.
Ikatan hubungan berdasarkan kepercayaan dan keyakinan terhadap
perusahaan mengikat hubungan antara kemajuan perusahaan dengan peningkatan
kualitas kehidupan pegawai dalam bantuan dana serta fasilitas hidup. Kewajiban
(kenri) pimpinan memberikan dan memenuhi yang terbaik dalam seluruh fasilitas
kehidupan pegawai, sebaiknya budi baik (on) yang diterima pegawai
menempatkannya dalam kedudukan penerima kewajiban (gimu) yang harus
dikembalikan dalam budi baik perusahaan (hoon) melalui kerja sebagai yang
utama (shigoto).

Tanggung jawab terhadap pekerjaan dari setiap individu merupakan


tanggung jawab terhadap keberadaan dan kemajuan bisnis perusahaan. Opini
pegawai harus tidak ditampakkan tanpa memandang isu (tatame), berarti seluruh
pegawai menerima opini pimpinan. Ekspresi dari setiap individu (honne) yang
kontradiktif

terhadap

atasan

dianggap

menyimpang

dan

mengganggu

keharmonisan perusahaan.
Shushinkoyo merupakan bentuk pengabdian kehidupan seseorang di dalam
sebuah komunitas dan perusahaan yang muncul dalam kehidupan keluarga dan
kerabat. Pengabdian menjadi sumber ketenangan hidup individu dengan dasar
kepercayaannya pada kekuatan perusahaan. Kepentingan individu diorientasikan
untuk kepentingan hidup jangka panjang perusahaan. Sistem shushinkoyo hampir
seluruhnya beraplikasi untuk pekerja laki-laki di dalam perusahaan besar yang
berada di sektor public (Takanashi,1994).
Kaisha honI shugi merupakan faham yang dianut pekerja di suatu
perusahaan yang menempatkan perusahaan sebagai pusat kehidupan.
Kenyataan ini diperlihatkan dalam pencarian kerja oleh individu sejak
orang tersebut masih menjadi mahasiswa. Seseorang mencari sebuah
perusahaan yang sesuai untuk dirinya (shusha), bukan untuk memenuhi
kebutuja menerapkan keahlian profesionalnya (shushoku).
a.

Organisasi Perusahaan
Manajemen perusahaan Jepang dilakukan berdasarkan pada pekerjaan

seumur hidup (shushinkoyo), pekerjaan dan upah ditentukan berdasarkan


senioritas (nenkojuretsu). Keterikatan dan ketergantungan individu pada
perusahaan membuat setiap individu memandang perusahaan dimana ia bekerja
sebagai yang memiliki makna lebih bagi dirinya. Perusahaan menjadi pusat
kehidupan (honI shugi) sedangkan pegawai bersangkutan akan memperoleh
status terbaik sebagai seishain (pegawai permanen).

Corak dan hubungan-hubungan kerja dari suatu perusahaan tidak sama


terkait dengan bisnis perusahaan sedangkan individu-individu ditugaskan dalam
seperangkat jenjang, yaitu sebagai berikut :
Universal

Jenjang

President

Shacho

Vice-president

Fukushacho

Senior managing director

Senmu torishimariyaku

Managing director

Jomu torishimariyaku

Department head

Bucho

Deputy department head

Jicho

Section head

Kacho

Sub-section head

Kakaricho

Ordinary company member

Shain

Kemungkinan meraih jenjang managing director atau senior managing


director melalui persaingan dan penilian yang sangat ketat atau tetap berada
dalam jenjang tersebut sampai pension dalam usia 55 tahun atau 60 tahun.
b. Perusahaan Sebagai Kehidupan Pegawai
Pegawai mempercayai perusahaan tempat dia bekerja sebagai yang
memberikan kehidupan dan kesejahteraan, sehingga kepentingan perusahaan
berada di atas kepentingan individu (Nakamaki,1997). Kerja merupakan kerja
untuk hidup, yaitu seseorang bekerja untuk hidup, bukan hidup untuk bekerja.
Nenkojuretsu merupakan salah satu sistem kerja internal perusahaan Jepang yang
mengatur kedudukan dan perkerjaan seseorang berdasarkan umur dan masa kerja
yang muncul dalam bentuk ekspisit. Usia menjadi penentu proses promosi
seseorng dikaitkan dengan tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam kedudukan
dan tanggung jawab.

Promosi berdasarkan usia begitu juga dengan jenjang, maka atasan selalu
lebih tua dalam usia (senpai) dari bawahan. Seperti dalam keluarga, orang tua
(oya) dan anak (ko), kakak-adik melemahkan frekuensi persaingan antara individu
dan kalaupun berlangsung secara siam-diam. Penyesuaian diri berdasarkan peran
pada setiap individu guna menghormati atasan sebagai yang lebih tua, sehingga
menghindari keributan yang dapat mengganggu kehidupan perusahaan. Oleh
karena itu, suatu hal yang tidak mungkin seorang pegawai baru langsung
menduduki kedudukan kepala membawahi seniornya.
c.

Pola Korporasi Jepang


Korporasi

merupakan

menciptakan organisasi

antar-ketergantungan

yang

betujuan

untuk

berdasarkan tradisi berintegrasi dengan industri

berdasarkan pada keahlian. Organisasi (soshiki) menjadi keteraturan dalam


pembagian kerja dan sumber daya manusia, diaplikasikan dalam keluarga Jepang
(Ie) kedalam pelaksanaan industriliasasi diiringi oleh penguasaan teknologi,
produk, dan pasar baru (Nakamaki,1997:16,;Hioki dalam Nakamaki,1997:34).
Struktur korporasi yang bersifat antar-organisasi membentuk hubunganhubungan, yaitu antara perusahaan dengan perusahaan, dan perusahaan dengan
jaringan kerja. Perusahaan yang hanya melakukan bisnis, berkonsentrasi pada
pasar, sedangkan perusahaan pabrik (jigyo) mengarah pada keragaman produk
secara keseluruhan di dalam satu garis produksi. Jaringan kerja antar-perusahaan
Jepang dapat dikelompokkan ke dalam 3 tipe, yaitu :
1. Keigyoshudan, yaitu kelompok-kelompok perusahaan yang terkait secara
horizontal dalam industri.
2. Keiretsu, yaitu kelompok-kelompok perusahaan kecil yang berhubungan
secara vertical, di bawah dominasi perusahaan mayor sebagai perusahaan
yang menduduki puncak industri.
3. Kelompok-kelompok perusahaan yang berkerjasama dalam jaringan kerja
berdasarkan koordinasi jangka pendek.

Sistem interprise Jepang tidak menumpuk keuntungan hanya pada 1 kantor


pusat saja (honsha), yang menempati kedudukan orang tua dalam jaringan
organisasi perusahaan (oyagata). Seluruh perusahaan dari sebuah enterprise tidak
saling bergantung secara hokum, memperoleh hasil, dan bertanggung jawab
terhadap alokasi sumber-sumber untuk bereproduksi dan distribusi.
Dalam hubungan kerjasama dengan perusahaan luar negeri berdasarkan
kepemilikan dan control, perusahaan Jepang memiliki corak, yaitu :
1. Gaishikikeikaisha
Yaitu perusahaan asing sebagai investor sehingga membentuk
hubungan persamaan dalam pembuatan keputusan dan kebijakan. Corak
perusahaan ini antara dijalankan oleh Honda. Honda memiliki manufaktur
di Jepang, Amerika Utaram dan Eropa. Para manajer tidak berfikir dan
bertindak kalu perusahaan dibeda-bedakan antara operasional di Jepang
dan Negara lain. Dalam Honda tidak ada orang luar dala sudut peta politik,
karena perusahaan korporasi Honda melihat dirinya dari sudut pandang
pelanggan.
2. Jyungaishikaisha
Yaitu perusahaan asing memiliki kekuasaan sepenuhnya. Seperti
Coca Cola, Levis atau Guci, Mercedes Benz dan Rolls-Royce sebagai
produk universal sudah diakui keberadaannya. Perusahaan-perusahaan
tersebut sudah membangun pasarnya sendiri di setiap Negara. Perusahaan
hanya perlu membangun infrastruktur lokal yang sempurna dan melakukan
pekerjaan dengan pekerja lokal untuk membangun tuntutan kebutuhan
lokal.
3. Gaishiki onyukai
Yaitu kedua pihak perusahaan memiliki modal luar negeri yang
sama. Juga merupakan salah satu cara melakukan aliansi, seperti Nisan
mendistribusikan Volkwagens di Jepang; Volkswagens menjual kendaraan
roda empat Nissan di Eropa. Mazda dan Ford saling bertukar mobil,

General Motor dan Toyota bersama-sama berkolaborasi dan berkompetisi


di Amerika Serikat dan Australia.
4. Goben kaisha
Atau disebut juga dengan joint-ventur, yaitu pengaturan bisnis yang
memiliki banyak manfaat untuk mempertahankan keberadaannya di
Jepang melalui aliansi adalah sebuah kebutuhan, strategi bagi IBM.
Perusahaan yang berbasis di Amerika memiliki kesetaraan di dalam joint
venture Jepang. McGraw-Hill (Nikkei McGraw-Hill), General Electric
(Toshiba),

CBS

(CBS-Sony)

dan

Nabisco

(Yamazaki-Nabisco)

memperoleh modal yang baik dengan corak ini (Ohmae,1990;133).


Hubungan kooperatif antara perusahaan manufaktur dan sub-kontraktor
berlangsung melalui produk yang disediakan oleh sub-kontraktor untuk
manufaktur. Pola hubungan ini berlangsung dengan adanya kesadaran
kemanusiaan (ninjo) di antara kedua belah pihak. Kesadaran (isshiki) akan
tanggung jawab dan saling memahami kepentingan masing-masing untuk
kebaikan bersama menciptakan adanya giri.
d. Kaisha
Perusahaan Jepang (kaisha) adalah kumpulan organisasi dari sekumpulan
orang yang menanamkan modal untuk menjalankan kegiatan-kegiatan bisnis,
produksi dan distribusi dalam pola kooperasi dimana kolaborasi ekonomi muncul
di antara perusahaan-perusahaan tersebut terkait dengan konteks industri, pasar
kerja dan organisasi internal yang membentuk sebuah sistem untuk meraik
keuntungan. Manajemen dibutuhkan untuk menjaga keteraturan internal dan juga
menghadapi persaingan bisnis.
Berikut ini merupakan contoh sistem manajemen perusahaan multinasional
dari perusahaan Hitachi dari hirearki tinggi. Shacho bersama dewan administrasi
(keikekaigi) didampingi oleh kaicho dan torinoyakkai. Garis lini di bawah jenjang
teratas ada kamar (ya) dan bagian (bu). Pengawas dan dewan pengawas yang
memiliki kamar langsung di bawah komando (kansaiyakushitsu) terpisah, tidak

dalam garis komando di bawah pimpinan. Dalam garis horizontal adalah bagianbagian (bu), kelompok (grup), kantor cabang (shisha) dan rumah sakit (byoin).
Tempat kerja (shokakuba) bagi orang Jepang merupakan organisasi sosial
yang utama selain memberikan fungsi ekonomi. Orang-orang yang bekerja di
dalamnya, laki-laki dan perempuan percaya bahwa kebersamaan komunal adalah
sumber kehidupan mereka. Perkerja dijaga dalam perusahaan kesetaraan dan
perlakuan adil serta kesejahteraan dan perlakuan adil serta kesejahteraan hidup
dengan gaji dan bonus yang layak (Mito). Pembuatan keputusan tersebar dengan
luas berdasarkan consensus (ringisho) berfungsi melestarikan pemusatan
kekuasaan perusahaan pada pimpinan dan kantor pusat di Jepang serta menjaga
prinsip dasar kehidupan orang dalam (uchimono) dan orang luar (yosonomono).
Dalam masyarakat Jepang, leluhur dari garis keturunan yang sudah
almarhum sipercaya sebagai sumber kepentingan tertinggi untuk pemeliharaan
hubungan baik di antara keturunan yang masih hidup di dunia nyata. Kesulitan
atau penyakit dihubungkan dengan tidak adanya perhatian dari keturunan
melakukan kumpul bersama pada waktu yang tepat untuk member persembahan
bagi leluhur (sosen suhai). Ritual persembahan untuk leluhur ini juga
mengaharuskan para peserta untuk berada dalam kondisi nyaman, tidak sedang
gusar. Matsuri leluhur menjadi model untuk hubungan baik di antara anggota
kelompok satu keturunan.
e.

Bentuk Perusahaan (kaisha)


Perusahaan (kaisha) merupakan kelompok enterprise yang terdiri dari bank

besar, perusahaan perdagangan, perusahaan manufaktur sebagai pusat atau sumbu


kelompok, dan beberapa perusahaan manufaktur besar dalam kelompokyang
berbeda-beda; dalam bentuk piramida di tingkat paling bawah adalah keiritsusha
(Fruin,1992; Ozaki,1991;Clark,1979)
Untuk

menangkap

bentuk

organisasi

perusahaan

Jepang

secara

menyeluruh bisa dilihat pada awal perkembangannya sejak periode Tokugawa.


Pemerintahan Meiji melakukan modernisasi dengan belajar dari Ingrris untuk
pembangunan diri dan dari Jerman untuk penyatuan bangsa dengan tekad dan

semangat untuk bekerja keras yang tidak suka berpura-pura seperti rakyat
Jepang pada umumnya. Pemimpin terdiri dari orang-orang berpandangan realistis
dan pragmatis dengan fokus pada : Pembangunan Kekuatan bangsa. Mereka
adalah para pedagang yang diorientasikan masuk ke dalam birokrasi pemerintahan.
Ekspresi keyakinan orang Jepang ini muncul dari kesadaran orang per orang akan
bertanggung jawab terhadap kelompok. Pekerja mengorbankan diri dan
keluarganya untuk kepentingan kelompok dimana ia bekerja. Keyakinan,
pengetahuan, kesadaran dan ekspresi orang Jepang berlangsung dalam paradigma
persatuan bangsa yang dengan kesadaran bahwa kerja merupakan kewajiban
tertinggi untuk kaisar (Tenno) dan negara.
Dalam teori pasar Jepang (shijo), orang Jepang sangat kaku menerima
seseorang yang berpindah-pindah pekerjaan, tidak ada hubungan dengan alasan
haknya sebagai warga negara maupun penawaran gaji yang lebih. Teori pasar
umum tidak berlaku di Jepang, karena tenaga kerja Jepang berlangsung dalam
keteraturan Ie. Pola ini menghasilkan hubungan dengan menempatkan pegawai
seperti buruh keluarga. Pegawai ikur serta di dalam perencanaan dan penyatuan
pasar (Mito,1995;54). Pernyataan metaforis ada di antara kategori struktur di luar
sistem perusahaan keseluruhan. Hal ini mendorong produktifitas kerja tidak dapat
dilakukan hanya dengan kata-kata melainkan diekspresikan dengan tindakantindakan yang bercorak metafora negative, agar setiap orang bisa menghilangkan
struktur untu mengalami transdensi. Dengan demikian, ritual dan anti ritual bagi
orang Jepang diterima sebagai 2 hal yang tidak saling bertentangan melainkan
saling melengkapi.

Anda mungkin juga menyukai