1. Menurut Durkheim
Mengemukakan agama merupakan sistem kepercayaan dan amalan yang
bersepadu yang berkaitan dengan benda – benda yang kudus, yaitu benda-benda
yang diasingkan dan dianggap memiliki kuasa yang dapat menyatukan semua ahli
masyarakat ke dalam komunitas moral atau gereja. Dari pembaruan tersebut agama
di pandang menjadi suatu yang kolektif dan secara nyata merupakan produk sosial
yang mempunyai tujuan menjadi pemersatu ahli masyarakat ke dalam suatu komuniti
moral. Dalam ajaran agama menurut Durkheim ada yang kudus dan profane. Kudus
disucikan dan dianggap sebagai ekspresi simbolik dari realitas sosial dan memiliki
suatu kualitas transsendental, sedangkan profane adalah kebalikan dari sakral yaitu
sesuatu yang biasa saja.
2. Geertz
Agama menurutnya adalah fenomena lintas sejarah (transhistoris) dan lintas
budaya (transkultur). Ia ada dalam sistem ruang dan waktu serta sistem kebudayaan
manapun. Tidak hanya itu, esensi agama juga sama antara satu dengan yang
lainnya, sistem simbol yang menciptakan suasana hati dan motivasi yang kuat,
meresap, dan tahan lama pada manusia. [Hal tersebut dilakukan] dengan
menciptakan konsepsi tentang tatanan umum tentang kehidupan dan menyelimuti
konsepsi tersebut dengan aura faktualitas sehingga seolah-olah suasa hati dan
motivasi tersebut bersifat nyata. Geertz menjelaskan tentang apa yang ia maksud
sebagai simbol. Simbol adalah “apa saja yang bisa melahirkan dan menciptakan
makna dan konsep (symbol is a bearer of meaning and conception)”. Simbol bisa
berbentuk objek fisik (misalnya kubah masjid, tiang salib, patung Buddha), tindakan
(misalnya berbicara, berjalan, berkedip, atau bahkan diam), peristiwa (misalnya
hijrah nabi, penyaliban Yesus) dan hubungan (misalnya antara ayah dan anak, nabi
dengan umatnya).
3. Koentjaraningrat
konsep bahwa tiap-tiap agama merupakan suatu sistem yang terdiri dari empat
komponen, yaitu :
1. Emosi keagamaan yang menyebabkan manusia menjadi religious
2. Sistem kepercayaan yang mengandung keyakinan serta bayang-bayangan
manusia tentang sifat Tuhan, serta tentang wujud dari alam ghaib (supernatural)
3. Sistem upacara religius yang bertujuan mencari hubungan manusia dengan
Tuhan, dewa-dewa atau makhluk halus yang mendiami alam ghaib.
4. Kelompok-kelompok religius atau kesatuan-kesatuan sosial yang menganut sistem
kepecayaan, dan yang melakukan sistem upacara-upacara keagamaan.
REFERENSI
ISIP4210 Pengantar Antropologi