Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

PLASENTA PREVIA

Disusun Oleh:
Maretha Primariayu (0510710086)
Tisnalia Merdya A. (0510710136)

Pembimbing :
Dr. dr. Siti Chandra W, Sp. OG (K)
dr. Agustinus Sugiarto

LABORATORIUM OBSTETRI & GINEKOLOGI

LABORATORIUM OBSTETRI & GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN / RSUD Dr. SAIFUL ANWAR
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2010

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Angka kematian maternal masih menjadi tolok ukur untuk menilai baik
buruknya keadaan pelayanan kebidanan dan salah satu indikator tingkat
kesejahteraan ibu. Angka kematian maternal di Indonesia tertinggi di Asia
Tenggara. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1992 yaitu
421 per 100.000 kelahiran hidup, SKRT tahun 1995 yaitu 373 per 100.000
kelahiran hidup dan menurut SKRT tahun 1998 tercatat kematian maternal yaitu
295 per 100.000 kelahiran hidup. Diharapkan PJP II (Pembangunan Jangka
Panjang ke II) (2019) menjadi 60 - 80 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab
terpenting kematian maternal di Indonesia adalah perdarahan (40- 60%), infeksi
(20-30%) dan keracunan kehamilan (20-30%), sisanya sekitar 5% disebabkan
penyakit lain yang memburuk saat kehamilan atau persalinan (Rosaningtyas,
2009).
Perdarahan dapat terjadi baik selama kehamilan, persalinan maupun
masa nifas. Prognosis dan penatalaksanaan kasus perdarahan selama
kehamilan dipengaruhi oleh umur kehamilan, banyaknya perdarahan, keadaan
fetus, dan sebab perdarahan. Perdarahan pada kehamilan harus selalu dianggap
sebagai kelainan yang berbahaya. Perdarahan pada kehamilan muda disebut
abortus, sedangkan pada kehamilan tua disebut perdarahan antepartum.
Di AS pada tahun 1997 terdapat 2,8 kasus perdarahan dari 1000
persalinan. Di RSCM (1971-1975) terdapat 1 kasus perdarahan dari 125
persalinan terdaftar. Di RSSA (2003-2004) terdapat 1 kasus dari 33 persalinan
terdaftar. Penyebab utama perdarahan antepartum yaitu plasenta previa dan
solusio plasenta yang menyebabkan kehilangan darah lebih dari 800 ml. Dari 12
kematian langsung yang disebabkan perdarahan, 3 diantaranya oleh karena
plasenta previa. Penyebab lainnya biasanya disebabkan oleh lesi lokal pada
vagina atau serviks (Cuningham, 2007).
Angka kejadian plasenta previa sekitar 1 dari 200 persalinan. Insiden
pada multipara berkisar 1 dari 20 proses kelahiran. Di AS resiko terjadinya
placenta previa meningkat 1,5 sampai 5 kali lipat pada wanita dengan riwayat SC
(sectio cesaria). Pada wanita dengan faktor kehamilan pada usia lebih dari 35

tahun, multipara, riwayat dilatasi dan kuretase, dan merokok akan meningkatkan
resiko terjadinya placenta previa (Miller, 2009).
Oleh karena angka kematian yang cukup tinggi dan juga kejadian yang
cukup sering akibat perdarahan antepartum khususnya plasenta previa, maka
penulis merasa perlu untuk membahas lebih lanjut mengenai plasenta previa,
disesuaikan dengan kasus yang kami angkat terkait dengan pemahaman dan
penatalaksanaan dalam tindak lanjut terapinya, sehingga diharapkan hal ini
dapat menurunkan angka kematian dan angka kejadian akibat plasenta previa.
1.2 Rumusan masalah
-

Apa tanda-tanda plasenta previa pada pasien kasus ini?


Apa faktor resiko yang menyebabkan terjadinya plasenta previa pada
pasien kasus ini?

1.3 Tujuan
Penulisan laporan ini bertujuan untuk mengetahui :
-

Tanda-tanda plasenta previa pada pasien kasus ini


Faktor resiko yang menyebabkan terjadinya plasenta previa pada pasien
kasus ini

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi dan Klasifikasi
Plasenta previa adalah suatu kelainan dimana plasenta berimplantasi
pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh
ostium uteri internum. Implantasi plasenta yang normal ialah pada dinding
depan, dinding belakang rahim, atau di daerah fundus uteri (Ohio State
University, 2003).

Gambar 1. Implantasi Normal Plasenta

Klasifikasi plasenta previa tidak didasarkan pada keadaan anatomik


melainkan fisiologik. Sehingga klasifikasinya akan berubah setiap waktu.
Umpamanya, plasenta previa total pada pembukaan 4 cm mungkin akan
berubah menjadi plasenta previa pada pembukaan 8 cm. Plasenta previa
dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Hanafiah, 2004) :
a. Menurut de Snoo, berdasarkan pembukaan 4-5 cm :
1. Plasenta previa sentralis (totalis), bila pada pembukaan 4-5 cm teraba
plasenta menutupi seluruh ostea.
2. Plasenta previa lateralis; bila mana pembukaan 4-5 cm sebagian
pembukaan ditutupi oleh plasenta, dibagi 2 :
2.1 Plasenta previa lateralis posterior; bila sebagian menutupi ostea
bagian belakang.
2.2 Plasenta previa lateralis anterior; bila sebagian menutupi ostea bagian
depan.
2.3 Plasenta previa marginalis; bila sebagian kecil atau hanya pinggir
ostea yang ditutupi plasenta.
b. Menurut Cunningham (2007) :

1. Plasenta previa totalis, yaitu seluruh ostium uteri internum tertutupi


oleh plasenta
2. Plasenta previa parsialis, yaitu sebagian ostium uteri internum
tertutupi oleh plasenta
3. Plasenta previa marginalis, yaitu bila pinggir plasenta tepat berada
di pinggir ostium uteri internum
4. Low-laying placenta (Plasenta letak rendah), yaitu tepi plasenta
terletak pada 3-4 cm dari tepi ostium uteri internum

Gambar 2. Klasifikasi plasenta previa. A. Implantasi plasenta yang normal B. Lowlaying placenta (Plasenta letak rendah) C. Plasenta previa parsialis
D. Plasenta previa totalis

2.2 Epidemiologi
Plasenta previa terjadi sekitar 1 dalam 200 kelahiran, tetapi hanya 20%
termasuk dalam plasenta previa totalis. Insiden meningkat 20 kali pada
grande multipara. Dari seluruh kasus perdarahan antepartum, plasenta previa
merupakan penyebab yang terbanyak. Oleh karena itu, pada kejadian
perdarahan antepartum, kemungkinan plasenta previa harus dipikirkan lebih
dahulu (Miller, 2009).

2.3 Etiologi
Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan-keadaan yang
endometriumnya kurang baik, misalnya karena atrofi endometrium atau
kurang baiknya vaskularisasi desidua. Keadaan ini bisa ditemukan pada :
1. Multipara, terutama jika jarak antara kehamilannya pendek
2. Mioma uteri
3. kuretase yang berulang
4. Umur lanjut
5. Bekas seksio sesarea
6. Perubahan inflamasi atau atrofi, misalnya pada wanita perokok atau
pemakai kokain. Hipoksemi yang terjadi akibat karbon monoksida
akan dikompensasi dengan hipertrofi plasenta. Hal ini terjadi terutama
pada perokok berat (lebih dari 20 batang sehari) (. Martaadisoebrata,
2005).
Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta
harus tumbuh menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan janin. Plasenta yang
tumbuh meluas akan mendekati atau menutupi ostium uteri internum.
Endometrium yang kurang baik juga dapat menyebabkan zigot mencari
tempat implantasi yang lebih baik, yaitu di tempat yang rendah dekat ostium
uteri internum (. Martaadisoebrata, 2005).
Ketika plasenta harus tumbuh membesar untuk mengkompensasi
penurunan fungsinya (penurunan untuk mengantarkan oksigen dan nutrisi
lain), ada kemungkinan untuk pertumbuhan plasenta previa. Beberapa
contoh

situasi yang membutuhkan fungsi plasenta yang besar dan hasil

peningkatan dari resiko plasenta previa termasuk kehamilan multiple,


merokok, dan hidup di dataran tinggi. Plasenta previa juga dapat terjadi pada
plasenta yang besar dan yang luas, seperti pada eritoblastosis, diabetes
melitus atau kehamilan multipel (Stoppler, 2005).
Menurut Sarwono (2005), plasenta previa tidak selalu terjadi pada
penderita dengan paritas yang tinggi akibat vaskularisasi yang berkurang
atau terjadinya atrofi pada desidua akibat persalinan yang lampau. Plasenta
yang letaknya normal dapat memperluas permukaannya sehingga menutupi
sebagian atau seluruh ostium uteri internum, seperti pada kehamilan kembar.
Plasenta previa berhubungan dengan paritas dan umur penderita. Hal ini

dapat dilihat pada tabel dan grafik 1 tentang hubungan plasenta previa
dengan umur ibu dan paritasnya (Wiknjosastro, 2005).

Tabel 1. Hubungan frekuensi plasenta previa dengan umur ibu dan paritasnya di
RS Dr. Cipto Managunkusumo Jakarta tahun 1971-1975
UMUR
15-19
20-24
25-29
30-34
>35
JUMLAH

PRIMIGRAVIDA
(%)
1,7
2,3
2,9
1,7
5,6
2,2

MULTIGRAVIDA
(%)
1,6
6,9
7,9
9,7
9,5
7,7

Grafik 1. Insiden plasenta previa dan solusio plasenta di Parkland Hospital


dari tahun1988 sampai 1999
2.4 Patofisiologi
Menurut DeCherney dan Nathan (2003), perdarahan pada plasenta
previa mungkin berhubungan dengan beberapa mekanisme sebagai berikut :
a. Pelepasan plasenta dari tempat implantasi selama pembentukan segmen
bawah rahim atau selama terjadi pembukaan ostium uteri internum atau
sebagai akibat dari manipulasi intravagina (Vaginal Touchae)
b. Infeksi pada plasenta (Plasentitis)
c. Ruptur vena desidua basalis
2.5 Gejala klinik

1. Perdarahan tanpa nyeri


Pasien mungkin berdarah sewaktu tidur dan sama sekali tidak
terbangun. Baru waktu ia bangun, ia merasa bahwa kainnya basah.
Biasanya perdarahan karena plasenta previa baru timbul setelah bulan
ketujuh dan perdarahan sebelum bulan ketujuh memberi gambaran yang
tidak berbeda dari abortus (Martaadisoebrata, 2005).
Perdarahan pada plasenta previa disebabkan pergerakan antara
plasenta dan dinding rahim. Setelah bulan ke-4 terjadi regangan pada
dinding rahim karena isi rahim lebih cepat tumbuhnya dari rahim sendiri.
Akibatnya ismus uteri tertarik menjadi bagian dinding korpus uteri yang
disebut segmen bawah rahim (Martaadisoebrata, 2005).
Pada plasenta previa, perdarahan tidak mungkin terjadi tanpa
pergeseran antara plasenta dan dinding rahim. Saat perdarahan
bergantung pada kekuatan insersi plasenta dan kekuatan tarikan pada
istmus uteri. Dalam kehamilan tidak perlu ada his untuk menimbulkan
perdarahan. Sementara dalam persalinan, his pembukaan menyebabkan
perdarahan karena bagian plasenta di atas atau dekat ostium akan
terlepas dari dasarnya. Perdarahan pada plasenta previa terjadi karena
terlepasnya plasenta dari dasarnya (Martaadisoebrata, 2005).
Pada plasenta previa, perdarahan bersifat berulang-ulang karena
setelah terjadi pergeseran antara plasenta dan dinding rahim, regangan
dinding rahim dan tarikan pada serviks berkurang. Namun, dengan
majunya

kehamilan

regangan

bertambah

lagi

dan

menimbulkan

perdarahan baru (Martaadisoebrata, 2005).


Darah yang keluar terutama berasal dari ibu, yakni dari ruangan
intervilosa. Akan tetapi dapat juga berasal dari anak jika jonjot terputus
atau

pembuluh

darah

plasenta

yang

lebih

besar

terbuka

(Martaadisoebrata, 2005).
2. Bagian terendah anak masih tinggi karena plasenta terletak pada kutub
bawah rahim sehingga bagian terendah tidak dapat mendekati pintu atas
panggul (Martaadisoebrata, 2005).
3. Pada plasenta previa, ukuran panjang rahim berkurang maka pada
plasenta previa lebih sering disertai kelainan letak (Martaadisoebrata,
2005).
4. Perdarahan pasca persalinan

Pada

plasenta

previa

mungkin

sekali

terjadi

perdarahan

pascapersalinan karena kadang-kadang plasenta lebih erat melekat pada


dinding rahim (plasenta akreta), daerah perlekatan luas dan kontraksi
segmen bawah rahim kurang sehingga mekanisme penutupan pembuluh
darah pada insersi plasenta tidak baik.
5. Infeksi nifas
Selain itu, kemungkinan infeksi nifas besar karena luka plasenta
lebih dekat pada ostium dan merupakan port d entree yang mudah
tercapai. Lagi pula, pasien biasanya anemia karena perdarahan sehingga
daya tahannya lemah.
2.6 Diagnosa
Diagnosa dapat ditegakkan dari anamnesa dan pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang (Wiknjosastro, 2005) :

Anamnesa yang sesuai dengan gajala klinis, yaitu terjadi


perdarahan spontan dan berulang melalui jalan lahir tanpa ada rasa nyeri.

Pemeriksaan fisik :
Inspeksi : Terlihat perdarahan pervaginam berwarna merah segar.
Palpasi abdomen : Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri
masih rendah; Sering disertai kesalahaan letak janin; Bagian bawah
janin belum turun, apabila letak kepala, biasanya kepala masih dapat
digoyang atau terapung; Bila pemeriksa sudah cukup pengalaman
dapat dirasakan suatu bantalan pada segmen bawah rahim, terutama
pada ibu yang kurus.
Inspekulo : Dengan pemeriksaan inspekulo dengan hati-hati dapat
diketahui asal perdarahan, apakah dari dalam uterus, vagina, varises
yang pecah atau lain-lain.
Pemeriksaan dalam hanya boleh dilakukan di meja operasi (PDMO /
Pemeriksaan Dalam di Meja Operasi) karena dengan pemeriksaan
dalam, akan menyebabkan perdarahan pervaginam yang lebih deras.

Pemeriksaan penunjang :
Plasenta previa hampir selalu dapat didiagnosa dengan menggunakan
USG abdomen, yang 95% dapat dilakukan tiap saat.
2.7 Diagnosa Banding (Hanafiah, 2004)

Gejala dan tanda


* Perdarahan tanpa nyeri,
usia gestasi >22 minggu
*
Darah
segar
atau
kehitaman dengan bekuan
*Perdarahan dapat terjadi
setelah miksi atau defekasi,
aktivitas fisik, kontraksi
braxton hicks atau koitus

Faktor predisposisi
* multipara
* mioma uteri
* usia lanjut
*kuretase berulang
* bekas SC
* merokok

* Perdarahan dengan nyeri


intermitten atau menetap
* Warna darah kehitaman
dan cair, tapi mungkin ada
bekuan jika solusio relatif
baru
* Jika ostium terbuka,
terjadi
perdarahan
berwarna merah segar.

* Hipertensi
* versi luar
*Trauma abdomen
* Polihidramnion
* gemelli
* defisiensi gizi

*
Perdarahan
intraabdominal
dan/atau
vaginal
* Nyeri hebat sebelum
perdarahan dan syok, yg
kemudian hilang setelah
terjadi regangan hebat
pada perut bawah (kondisi
ini tidak khas)

* Riwayat seksio
sesarea
*Partus lama atau
kasep
*Disproporsi
kepala /fetopelvik
*Kelainan
letak/presentasi
*Persalinan
traumatik

*Perdarahan
berwarna
merah segar.
* Uji pembekuan darah
tidak menunjukkan adanya
bekuan darah setelah 7
menit
*
Rendahnya
faktor
pembekuan
darah,
fibrinogen,
trombosit,
fragmentasi sel darah

* solusio plasenta
* janin mati dalam
rahim
* eklamsia
*
emboli
air
ketuban

Penyulit lain
* Syok
* perdarahan setelah
koitus
* Tidak ada kontraksi
uterus
* Bagian terendah
janin tidak masuk PAP
*Bisa terjadi gawat
janin
* Syok yang tidak
sesuai dengan jumlah
darah (tersembunyi)
* anemia berat
*
Melemah
atau
hilangnya
denyut
jantung janin
* gawat janin atau
hilangnya
denyut
jantung janin
* Uterus tegang dan
nyeri
*Syok atau takikardia
*Adanya cairan bebas
intraabdominal
*Hilangnya gerak atau
denyut jantung janin
*Bentuk
uterus
abnormal
atau
konturnya tidak jelas.
* Nyeri raba/tekan
dinding
perut
dan
bagian2 janin mudah
dipalpasi
* perdarahan gusi
* gambaran memar
bawah kulit
*
perdarahan
dari
tempat suntikan jarum
infus

Diagnosis
Plasenta
previa

Solusio
plasenta

Ruptur uteri

Gangguan
pembekuan
darah

2.8 Penanganan
Setiap ibu hamil dengan perdarahan antepartum harus segera dirujuk
ke rumah sakit yang memiliki fasilitas transfusi darah dan operasi, tanpa

dilakukan pemeriksaan dalam terlebih dahulu. Perdarahan yang pertama kali


jarang mengakibatkan kematian dengan syarat tidak dilakukan pemeriksaan
dalam sebelumnya, sehingga masih cukup waktu untuk mengirimkan
penderita ke rumah sakit. Bila pasien dalam keadaan syok karena
perdarahan yang banyak, harus segera diperbaiki keadaan umumnya dengan
pemberian infus atau tranfusi darah (Hanafiah, 2005).
Selanjutnya penanganan plasenta previa bergantung kepada :

Keadaan umum pasien, kadar Hb

Jumlah perdarahan yang terjadi

Umur kehamilan/taksiran BB janin

Jenis placenta previa

Paritas dan kemajuan persalinan (Hanafiah, 2004)


Penanganan pasien dengan plasenta previa ada 2 macam, yaitu:

1. Penanganan Pasif / Ekspektatif


Dahulu ada anggapan bahwa kehamilan dengan plasenta previa harus
segera diakhiri untuk menghindarkan perdarahan yang fatal. Namun
sekarang ternyata terapi ekspektatif dapat dibenarkan dengan alasan
sebagai berikut:

Perdarahan pertama pada plasenta previa jarang fatal

Untuk menurunkan kematian bayi karena prematuritas


Kriteria penanganan ekspektatif:

Umur kehamilan kurang dari 37 minggu

Perdarahan sedikit

Belum ada tanda-tanda persalinan

Keadaan umum baik, kadar Hb 8 % atau lebih


Perdarahan pada plasenta previa pertama kali terjadi biasanya

sebelum paru-paru janin matur sehingga penanganan pasif ditujukan


untuk meningkatkan survival rate dari janin. Langkah awal adalah
transfusi untuk mengganti kehilangan darah dan penggunaan agen
tokolitik untuk mencegah persalinan prematur sampai usia kehamilan 36
minggu. Sesudah usia kehamilan 36 minggu, penambahan maturasi
paru-paru janin dipertimbangkan dengan beratnya resiko perdarahan
mayor.

Kemungkinan

terjadi

perdarahan

berulang

yang

dapat

mengakibatkan IUGR harus dipertimbangkan. Sekitar 75% kasus

plasenta previa diterminasi pada umur kehamilan 36-38 minggu (Hanafi,


2005).
Dalam memilih waktu yang optimum untuk persalinan, dilakukan
tes maturasi janin meliputi penilaian surfaktan cairan amnion dan
pengukuran pertumbuhan janin dengan USG. Penderita dengan umur
kehamilan antara 24-34 minggu diberikan preparat tunggal betamethason
(12 mg im 2x1) untuk meningkatkan maturasi paru janin. Berdasarkan
data evidence based medicine didapatkan pemakaian preparat ganda
steroid sebelum persalinan meningkatkan efek samping yang berbahaya
bagi ibu dan bayi (Hanafi, 2005).
Pada terapi ekspektatif, pasien dirawat di rumah sakit sampai
berat anak 2500 gr atau kehamilan sudah sampai 37 minggu. Selama
terapi ekspektatif diusahakan untuk menentukan lokasi plasenta dengan
pemeriksaan USG dan memperbaiki keadaan umum ibu. Penderita
plasenta previa juga harus diberikan antibiotik mengingat kemungkinan
terjadinya infeksi yang besar disebabkan oleh perdarahan dan tindakantindakan intrauterin. Setelah kondisi stabil dan terkontrol, penderita
diperbolehkan pulang dengan pesan segera kembali ke rumah sakit jika
terjadi perdarahan ulang (Nathan, 2003).
2. Penanganan aktif / terminasi kehamilan
Terminasi kehamilan dilakukan jika janin yang dikandung telah
matur, IUFD atau terdapat anomali dan kelainan lain yang dapat
mengurangi kelangsungan hidupnya, pada perdarahan aktif dan banyak.
Kriteria penanganan aktif/terminasi kehamilan:

Umur kehamilan >/= 37 minggu, BB janin >/= 2500 gram

Perdarahan banyak 500 cc atau lebih

Ada tanda-tanda persalinan

Keadaan umum pasien tidak baik ibu anemis Hb < 8 gr % (Hanafi, 2005)
Jenis persalinan apa yang kita pilih untuk penanganan plasenta
previa dan kapan melaksanakannya bergantung pada faktor-faktor
sebagai berikut :

Perdarahan banyak atau sedikit

Keadaan ibu dan anak

Besarnya pembukaan

Tingkat plasenta previa

Paritas
Ada 2 pilihan cara persalinan, yaitu persalinan pervaginam dan
seksio sesarea. Persalinan pervaginam bertujuan agar bagian terbawah
janin menekan bagian plasenta yang berdarah selama persalinan
berlangsung, sehingga perdarahan berhenti. Seksio sesarea bertujuan
mengangkat sumber perdarahan, memberikan kesempatan pada uterus
untuk berkontraksi menghentikan perdarahannya, dan menghindari
perlukaan servik dan segmen bawah uterus yang rapuh apabila dilakukan
persalinan pervaginam (Wiknjosastro, 2005).
Persalinan per vaginam dapat berupa :

Pemecahan ketuban

Versi Braxton Hicks

Cunam Willet-Gauss
Pemecahan selaput ketuban merupakan cara pilihan untuk
melangsungkan persalinan pervaginam, karena (1) bagian terbawah janin
akan menekan plasenta dan bagian plasenta yang berdarah; dan (2)
bagian plasenta yang berdarah dapat bebas mengikuti regangan segmen
bawah uterus, sehingga pelepasan plasenta dari segmen bawah uterus
lebih lanjut dapat dihindarkan (Wiknjosastro,2005).
Apabila pemecahan selaput ketuban tidak berhasil menghentikan
perdarahan, maka dapat dilakukan pemasangan cunam Willet dan versi
Braxton-Hicks. Dalam dunia kebidanan kedua cara ini telah ditinggalkan
karena seksio sesaria dinilai lebih aman bagi ibu dan janin. Akan tetapi
pada keadaan darurat cara ini masih dilakukan sebagai pertolongan
pertama untuk mengatasi perdarahan yang banyak atau apabila seksio
sesaria tidak mungkin dilakukan (Wiknjosastro, 2005).
Cara ini mungkin dapat menolong ibu dengan menghentikan
perdarahan, tetapi tidak selalu menolong janinnya. Tekanan yang
ditimbulkan terus menerus pada plasenta dapat mengurangi sirkulasi
darah uteroplasenta, sehingga mengakibatkan anoksia sampai kematian
janin. Oleh karena itu, cara ini biasanya dilakukan pada janin yang telah
mati, janin yang prognosis untuk hidup di luar uterus kurang baik, atau
pada multipara yang persalinannya lebih lancar sehingga tekanan pada
plasenta tidak terlalu lama (Nathan, 2003).

Di rumah sakit yang lengkap, seksio sesarea merupakan cara


persalinan terpilih. Di rumah sakit dr. Cipto Mangunkusumo antara tahun
1971-1975, seksio sesarea dilakukan pada kira-kira 90% dari semua
kasus plasenta previa. Gawat janin bukan merupakan kontraindikasi
dilakukan seksio sesarea demi keselamatan ibu. Akan tetapi, gawat ibu
mungkin terpaksa menunda seksio sesarea sampai keadaannya dapat
diperbaiki misalnya penanganan syok hipovolemik dengan resusitasi
cairan intravena dan darah (Nathan, 2003).
Plasenta previa totalis merupakan indikasi mutlak untuk seksio
sesarea. Plasenta previa parsialis pada primigravida sangat cenderung
untuk seksio sesarea. Perdarahan banyak dan berulang merupakan
indikasi mutlak seksio sesarea karena perdarahan itu biasanya
disebabkan oleh plasenta previa yang lebih tinggi derajatnya dari pada
yang ditemukan pada pemeriksaan dalam, atau vaskularisasi yang hebat
pada servik dan segmen bawah uterus. Multigravida dengan plasenta
letak rendah, plasenta previa marginalis atau plasenta previa parsialis
pada pembukaan lebih dari 5 cm dapat ditanggulangi dengan pemecahan
selaput ketuban. Tetapi jika dengan pemecahan selaput ketuban tidak
mengurangi perdarahan yang timbul, maka seksio sesaria harus
dilakukan (Hanafiah, 2004).
Pada kasus yang terbengkalai dengan anemia berat karena
perdarahan atau infeksi intrauteri, baik persalinan pervaginam maupun
seksio sesaria sama-sama tidak aman bagi ibu dan janin. Akan tetapi
dengan bantuan transfusi darah dan antibiotik yang adekuat, seksio
sesaria masih lebih aman dibanding persalinan pervaginam untuk semua
kasus plasenta previa totalis dan kebanyakan kasus plasenta previa
parsialis. Seksio sesaria pada multigravida yang telah mempunyai anak
hidup

cukup

banyak

dapat

dipertimbangkan

dilanjutkan

dengan

histerektomi untuk menghindari terjadinya perdarahan postpartum yang


sangat mungkin akan terjadi, atau sekurang-kurangnya dipertimbangkan
dilanjutkan dengan sterilisasi untuk menghindari kehamilan berikutnya
(Hanafiah 2004).
Persiapan untuk resusitasi janin perlu dilakukan. Kemungkinan
kehilangan darah harus dimonitor sesudah plasenta disayat. Penurunan
hemoglobin 12 mg/dl dalam 3 jam atau sampai 10 mg/dl dalam 24 jam

membutuhkan transfusi segera. Komplikasi post operasi yang paling


sering dijumpai adalah infeksi masa nifas dan anemia (Nathan, 2003).
Tindakan seksio sesarea pada plasenta previa, selain dapat
mengurangi kematian bayi, terutama juga dilakukan untuk kepentingan
ibu. Oleh karena itu, seksio sesarea juga dilakukan pada plasenta previa
walaupun anak sudah mati (Nathan, 2003).
2.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu hamil dengan plasenta previa,
adalah:
1.

Perdarahan antepartum

2.

Perdarahan post partum

3.

Hipovolemik

4.

Infeksi

5.

Abortus

6.

Prolaps plasenta

7.

Plasenta melekat, sehingga harus dikeluarkan manual dan kalau perlu


dibersihkan dengan kerokan

8.

Robekan jalan lahir

9.

Bayi prematur atau lahir mati (Peedicayil,1992)


2.10 Prognosis
Dengan penanggulangan yang tepat kematian ibu karena plasenta previa
seharusnya dapat ditanggulangi. Sejak dilakukan penanganan pasif pada tahun
1945, kematian perinatal berangsur-angsur dapat diperbaiki. Walaupun demikian,
hingga kini kematian perinatal yang disebabkan prematuritas tetap memegang
peranan utama. Dengan persalinan seksio sesarea, fasilitas transfusi darah, dan
metode anestesi yang benar kematian ibu dapat diturunkan sampai kurang dari
1%. Sedang kematian perinatal yang dihubungkan dengan plasenta previa
sekitar 10% (Peedicayil, 1992).

BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas
3.1.1 Identitas Pasien
Nama

: Ny. K

Usia

: 24 tahun

Alamat

: Desa Maron RT 29/3 Moroto Pujon Malang

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

Pendidikan

: 6 tahun

Pekerjaan

: Swasta

Tinggi Badan

: 147 cm

Berat Badan

: 57 Kg

Paritas

: G2P1001Ab000

Usia Anak Terakhir

: 8 th

No Reg Rawat Inap

: 10918843

Ruang

: R. 8

MRS tanggal

: 17 Agustus 2010

3.1.2 Identitas Suami


Nama

: Tn. R

Usia

: 26 tahun

Alamat

: Desa Maron RT 29/3 Moroto Pujon Malang

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

Pendidikan

: 6 tahun

Pekerjaan

: Petani

Lama menikah

: 8 tahun

3.2 SOAP
Anamnesa (17 Agustus 2010)
Keluhan Utama: keluarnya darah dari jalan lahir
Pasien adalah kiriman dari Rumah Sakit Paru-paru Batu Malang dengan G2P1001
Ab000 UK 36-37 minggu dengan plasenta previa. Pada tanggal 17 Agustus 2010

pukul 05.30, pasien mengeluh keluar darah dari jalan lahir disertai dengan
kenceng-kenceng. Pasien pergi ke bidan karena perdarahan banyak namun tidak
disertai rasa nyeri. Bidan tidak melakukan pemeriksaan dalam namun langsung
membawa ke RS Paru Batu. Pada pukul 07.30 kemudian pasien dikonsulkan ke
SPOG di RS Batu, pasien dianjurkan untuk untuk SC, tapi karena anastesi tidak
ada, pasien dirujuk ke RSSA. Pasien memiliki riwayat inisial bleeding saat usia
kehamilan 7 bulan. Hasil pemeriksaan USG dikatakan plasenta berada di bawah.
Umur
Kehamilan
Aterm
Hamil ini

Berat

Persalinan

Penolong

Jenis Kelamin

Badan
3000gr

Spontan B

Bidan

Laki-laki

Usia
8 tahun

Ante Natal Care


Bidan

: 5x (kontrol terakhir 1 minggu yang lalu)

Riwayat Persalinan Sekarang


Pada tanggal 17 Agustus 2010 pukul 05.30 mulai timbul his dan keluar
darah/lendir.
Kontrasepsi sebelum hamil ini: KB suntuk selama 5 tahun, stop selama 1 tahun
Tidak ada kegagalan kontrasepsi.
Obyektif
Pemeriksaan Fisik
KU

: Cukup

Kesadaran

: Compos Mentis

Tekanan Darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 88 x/menit

Respiration rate

: 22 x/menit

Temperatur rectal

: 36,8 C

Temperatur axilar

: 36,7 C

Kepala

: anemia - / - icterus - / -

Thorax

: Cardiac dalam batas normal


Pulmo dalam batas normal

Abdomen

: Tinggi fundus uteri 28 cm


Letak bujur

Bunyi Jantung janin 12-11-12


Taksiran Berat Janin 2325 gram
His (+) jarang
Genitalia eksterna

: Fluxus (+) minimal


Clot (+)

Inspekulo

: Vulvovagina fluxus (+) minimal


Clot (+) di fornix posterior
Laserasi (-)
Varises (-)
Portio multipara tertutup licin

Ekstremitas

: Dalam batas normal

Laboratorium
Leukosit/Hemoglobin/PCV/Trombosit : 7100 / 11,0 / 26,3 / 239.000
Faal hemostatis: 10,3 (11,9) / 28,4 (28,7)
USG
-

Tampak janin intrauterin

T/H

Letak kepala

Biparietal Diameter : 84,6 mm

AC : 304

Estimated Fetal Weight : 2426 gram

FU : 66,4

Plasenta implantasi di corpus anterior meluas ke bawah menutupi ostium


urethra interna grade II

Amniotic Fluid Index 5,6

Tidak tampak gambaran vesica urinaria

Tampak ginjal ukuran 37,9 x 24,5 mm

NST : Normal
Assesment
GIIP1001A000 gr 36-37 minggu T / H dengan :
-

antepartum bleeding et causa plasenta previa totalis

fluksus aktif

Planning
-

Infus RL 28 tetes/menit (1000 cc)

Usul terminasi dengan SCTP cito

SP/KIE

Observasi tanda-tanda vital, keluhan subyektif, his, denyut jantung janin

Kala II bayi tunggal (18 Agustus 2010 pukul 13.15 WIB)


-

Cara kelahiran

: SCTP

Indikasi

: Antepartum Bleeding e.c Plasenta Previa Totalis +


fluksus aktif

Berat

: 2920 gr

Panjang

: 50 cm

Bayi

: hidup, laki-laki

AS

: 7/9

Kelainan kongenital

: (-)

Kala III (18 Agustus 2010 pukul 13.18 WIB)


-

Cara plasenta lahir : tarikan ringan

Keadaan Plasenta : lengkap, tali pusat 50 cm, kalsifikasi (-), infark (-).

Kala IV (2 jam post SC) (18 Agustus jam 15.15)


-

TFU

: 2 jari di bawah pusar

Vital Sign

: T: 110/70 mmHg; Nadi :80 x/menit; RR: 20 x/menit

Perdarahan

: + 50 cc

Pindah ke

: RR Obg

Instruksi Dokter :
-

Puasa

Cek Hb post sc

Protransfusi PRC 2 labu/hari jika Hb post op kurang dari 8

Injeksi Ceftriaxone 2 x 1 mg IV

Injeksi Alinamin F 3 x 1 gr IV

Injeksi Ulsicur 3 x 1 gr IV

Injeksi Forbion 3 x 1 gr IV

Injeksi Toradol Supp. 3 x II

Drip Oksitosin 10 IU dalam D5% 500 cc 28 tetes/menit sampai 12 jam


post op

Observasi vital sign, keluhan subyektif, kontraksi uterus, fluxus, bising


usus dan reaksi transfusi

KIE

Lapor senior

Pemeriksaan Laboratorium post SCTP


DL (19 Agustus 2010, 05.58):
Leukosit

: 9.600 L

Hb

: 9,1 gr/dl

Hematokrit

: 27,1 %

Trombosit

: 196.000 l

3.3 Laporan Tindakan Persalinan


Tindakan

: SCTP

Tanggal

: 18 Agustus 2010

Pukul

: 13.10 s/d 13.15

1) Penderita tidur terlentang di meja operasi dengan SAB.


2) Antisepsis lapangan operasi dengan savlon dan bethadine. Demarkasi
lapangan operasi dengan duk steril
3) Dilakukan incisi pada linea mediana,incisi diperdalam secara tajam kecuali
otot secara tumpul, sampai cavum peritoneum terbuka
4) Tampak uterus gravidarum, pasang kasa laparotomi
5) Dibuat bladder flap, dilebarkan ke lateral, dijauhkan ke caudal dengan hak
besar untuk melindungi VU
6) Dilakukan incisi pada SBR, dilebarkan ke lateral secara tumpul dengan jari,
dan dengan menembus plasenta, keluar cairan ketuban, warna jernih, jumlah
cukup
7) Bayi dilahirkan dengan meluksir kepala. Lahir bayi laki-laki, BB: 2920 gr, PB:
50 cm, AS: 7/9 pukul 13.15, kemudian bayi dirawat
8) Plasenta dilahirkan dengan tarikan ringan, ukuran diameter 20 cm, panjang
tali pusat: 50 cm, evaluasi perdarahan aktif dan sisa plasenta tidak ada

9) Dilakukan jahitan sudut kanan/kiri SBR dilanjutkan dengan jahit jelujur feston
2 lapis, dilanjutkan reperitonealisasi, kasa laparatomi dikeluarkan.
10) Evaluasi:
- Perdarahan aktif: tidak ada
- Adnexa D/S dalam batas normal
- Kontraksi uterus baik
15) Sisa darah dibersihkan
16) Luka operasi ditutup lapis demi lapis
17) Operasi selesai
3.4 Follow Up
18 Agustus 2010
Subyektif
-

Flatus (+)

Obyektif
Pemeriksaan Fisik
-

Keadaan umum

: Cukup

Kesadaran

: Compos Mentis

Tekanan Darah

: 110/70 mmHg

Nadi

: 86 x/menit

Respiration rate

: 20 x/menit

Kepala

: Anemia - / - icterus - / -

Thorax

: Cardiac dalam batas normal


Pulmo dalam batas normal

Abdomen

: Flat, supel, luka operasi tertutup kasa kering,

bising usus (+)N, tinggi fundus uteri 2 jari di bawah pusat, kontraksi uterus
baik
-

Genitalia eksterna

: Lochea (+) rubra


Produksi urine 80cc/jam

Assesment
P2002Ab000 Post SCTP hari 0 atas indikasi plasenta previa totalis dan fluxus aktif
Planning
-

Tidak boleh angkat kepala sampai dengan 12 jam post SC


Puasa 6 jam

Drip oxytosin 20 IU dalam RL/D5% 500cc, 28 tetes/menit sampai dengan

12 jam post SC
Cek darah lengkap 2 jam post SC, jika Hb <8 gr% pro transfuse PRC 2

labu/hari sampai dengan Hb 8 gr%


Terapi injeksi:
Ceftriaxone 2x1 gram iv
Ketorolac 3x5 ampul iv
Extra C 2x5 ampul iv
Ranitidine 3x5 ampul iv
Kalnex 3x5 ampul iv
Observasi tanda-tanda vital, keluhan subyektif, kontraksi, fluksus,

produksi urin, balance cairan, reaksi transfuse


KIE
Konsul senior

19 Agustus 2010
Subyektif
-

Flatus (+)

Obyektif
Pemeriksaan Fisik
-

Keadaan umum

: Cukup

Kesadaran

: Compos Mentis

Tekanan Darah

: 110/70 mmHg

Nadi

: 86 x/menit

Respiration rate

: 20 x/menit

Kepala

: Anemia - / - icterus - / -

Thorax

: Cardiac dalam batas normal


Pulmo dalam batas normal

Abdomen

: Flat, supel, luka operasi tertutup kasa kering,

bising usus (+)N, tinggi fundus uteri 2 jari di bawah pusat, kontraksi uterus
baik
Genitalia eksterna

: Lochea (+) rubra; Produksi urine 80cc/jam

Assesment
P2002Ab000 Post SCTP hari I atas indikasi plasenta previa totalis dan fluxus aktif
Planning
-

Diet nutrisi pasca bedah III-IV


Mobilisasi bertahap
Pindah ruang 8
Aff infus

Aff DC
Terapi oral:
Amoxicillin tab 3x500 mg
Asam mefenamat 3x500 mg
Methyl ergometrin 3x1 tab
Rob 1x1
Observasi tanda-tanda vital, keluhan subyektif, kontraksi uterus, fluxus,

luka operasi
KIE
Konsul senior

20 Agustus 2010
Subyektif
-

Flatus (+)

Obyektif
Pemeriksaan Fisik
-

Keadaan umum

: Cukup

Kesadaran

: Compos Mentis

Tekanan Darah

: 110/60 mmHg

Nadi

: 88 x/menit

Respiration rate

: 20 x/menit

Kepala

: Anemia - / - icterus - / -

Thorax

: Cardiac dalam batas normal


Pulmo dalam batas normal

Abdomen

: Flat, supel, luka operasi tertutup kasa kering,

bising usus (+)N, tinggi fundus uteri 2 jari di bawah pusat, kontraksi
uterus baik
Genitalia eksterna

: Lochea (+) rubra; Produksi urine 80cc/jam

Assesment
P2002Ab000 Post SCTP hari II atas indikasi plasenta previa totalis dan fluxus aktif
Planning
-

Aff Infus

Pindah ruang 8 obstetri

Terapi oral :
Amoxiclaf 3 x 500 mg
Asam mefenamat 3 x 1
Metherinal 3 x1
Roborantia 1 x 1

Observasi vital sign, keluhan subyektif, fluxus, kontraksi uterus, diet MPB
I-II dan mobilisasi bertahap

KIE

21 Agustus 2010
Subyektif
Flatus (+)
Obyektif
Pemeriksaan Fisik
-

Keadaan umum

: Cukup

Kesadaran

: Compos Mentis

Tekanan Darah

: 110/80 mmHg

Nadi

: 80 x/menit

Respiration rate

: 20 x/menit

Kepala

: Anemia - / - icterus - / -

Thorax

: Cardiac dalam batas normal


Pulmo dalam batas normal

Abdomen

: Flat, supel, luka operasi tertutup kasa kering,

bising usus (+)N, tinggi fundus uteri 3 jari di bawah pusat, kontraksi
uterus baik
-

Genitalia eksterna

: Lochea (+) rubra


Produksi urine 80cc/jam

Assesment
P2002Ab000 Post SCTP hari III atas indikasi plasenta previa totalis dan fluxus aktif
Planning
-

Terapi oral lanjut

Diet MPB IV tinggi kalori tinggi protein

Mobilisasi

Observasi vital sign, keluhan subyektif, fluxus, kontraksi uterus, dan


mobilisasi bertahap

KIE

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Faktor Resiko Plasenta Previa
Plasenta previa merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang sering
menyebabkan perdarahan selama kehamilan. Menurut Cunningham (2001)
insiden plasenta previa meningkat dengan meningkatnya paritas dan umur,
serta

riwayat

partus

perabdominal.

Hal

ini

berhubungan

dengan

vaskularisasi corpus endometrium yang berkurang, plasenta yang besar,


bentuk abnormal dari plasenta (placenta diffusa). Resiko terjadinya plasenta
previa menjadi lebih besar bila terdapat plasenta yang besar pada
multigravida. Bekas seksio sesar meningkatkan insiden plasenta previa tiga
kali lipat.
Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta harus
tumbuh menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan janin. Plasenta yang
tumbuh meluas akan mendekati atau menutupi ostium uteri internum.
Endometrium yang kurang baik juga dapat menyebabkan zigot mencari
tempat implantasi yang lebih baik, yaitu di tempat yang rendah dekat ostium
uteri internum. Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaankeadaan yang endometriumnya kurang baik, misalnya karena atrofi
endometrium atau kurang baiknya vaskularisasi desidua.
Ketika plasenta harus tumbuh membesar untuk mengkompensasi
penurunan fungsinya (penurunan untuk mengantarkan oksigen dan nutrisi
lain), ada kemungkinan untuk pertumbuhan plasenta previa. Beberapa
contoh situasi yang membutuhkan fungsi plasenta yang besar dan hasil
peningkatan dari resiko plasenta previa termasuk kehamilan multiple,
merokok, dan hidup di dataran tinggi. Plasenta previa juga dapat terjadi pada
plasenta yang besar dan yang luas, seperti pada eritoblastosis, diabetes
melitus atau kehamilan multipel.
Pada kasus ini, didapatkan faktor resiko yang dapat meningkatkan
kejadian plasenta previa, yaitu pasien perokok pasif dan hidup di dataran
tinggi. Hipoksemi yang terjadi akibat karbon monoksida dan kurangnya
oksigen akan dikompensasi dengan hipertrofi plasenta.Hal ini akan
menyebabkan plasenta harus tumbuh luas untuk mencukupi kebutuhan

janin, sehingga kemungkinan perkembangan plasenta menjadi plasenta


previa cukup tinggi.
4.2 Tanda-tanda Plasenta Previa
Tanda-tanda yang terjadi pada plasenta previa adalah adanya perdarahan
tanpa disertai rasa nyeri sehingga pasien terkadang tidak sadar bila terjadi
perdarahan. Perdarahan akan timbul setelah bulan ketujuh. Penyebab
terjadinya perdarahan karena adanya pergerakan antara plasenta dan
dinding rahim dan tidak diperlukan his untuk memicu perdarahan. Darah
yang keluar berwarna merah segar dan bau seperti darah pada umumnya
(Wiknjosastro, 2005). Pada pasien ini didapatkan keluhan utama dengan
keluarnya darah dari jalan lahir. Usia kehamilan pasien saat ini adalah 37-38
minggu. Perdarahan tidak disertai rasa nyeri namun disertai dengan
kenceng-kenceng. Pasien juga memiliki riwayat perdarahan yang terjadi
pada usia kehamilan 7 bulan.
Dari pemeriksaan fisik, bisa ditemukan saat inspeksi yaitu perdarahan
pervaginam berwarna merah segar, pada inspekulo dapat diketahui asal
perdarahan, apakah dari dalam uterus, vagina, varises yang pecah atau lainlain. Dan pemeriksaan dalam hanya boleh dilakukan di meja operasi karena
bisa

menyebabkan

perdarahan

pervaginam

yang

lebih

banyak

(Wiknjosastro, 2005). Pada pasien ini, terlihat fluxus yang minimal berwarna
merah segar dan juga clot. Sedangkan lewat inspekulo tampak fluksus
minimal pada vulvo vagina, clot di fornix posterior, tidak ditemukan laserasi
maupun varises yang pecah dan portio multipara tertutup licin. Pada pasien
tidak dilakukan pemeriksaan dalam (vaginal touch).
Dari tanda-tanda yang ditemukan pada pasien yaitu adanya perdarahan
tanpa rasa nyeri setelah usia kehamilan lebih dari 7 bulan, dari pemeriksaan
fisik inspeksi terlihat fluksus minimal berwarna merah segar, dari inspekulo
tampak fluksus minimal pada vulvo vagina, clot di fornix posterior dan tidak
ditemukan laserasi maupun varises yang pecah. Dan pada pasien kasus ini
tidak dilakukan pemeriksaan dalam. Hal di atas menunjukkan bahwa
terdapat kesesuaian tanda-tanda yang ditemukan pada pasien ini dengan
literatur.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
-

Tanda-tanda yang ditemukan pada pasien kasus ini yaitu adanya


perdarahan tanpa rasa nyeri setelah usia kehamilan lebih dari 7 bulan,
dari pemeriksaan fisik inspeksi terlihat fluksus minimal berwarna merah
segar, dari inspekulo tampak fluksus minimal pada vulvo vagina, clot di
fornix posterior dan tidak ditemukan laserasi maupun varises yang pecah.
Dan pada pasien tidak dilakukan pemeriksaan dalam. Hal di atas
menunjukkan bahwa kesesuaian tanda-tanda yang ditemukan pada

pasien ini dengan literatur.


Pada kasus ini, didapatkan faktor resiko yang dapat meningkatkan
kejadian plasenta previa, yaitu pasien perokok pasif dan hidup di dataran
tinggi. Hipoksemi yang terjadi akibat karbon monoksida dan kurangnya
oksigen akan dikompensasi dengan hipertrofi plasenta.Hal ini akan
menyebabkan plasenta harus tumbuh luas untuk mencukupi kebutuhan
janin, sehingga kemungkinan perkembangan plasenta menjadi plasenta
previa cukup tinggi.

5.2 Saran
Sebaiknya petugas medis di daerah lebih berhati-hati dalam menghadapi
pasien-pasien dengan perdarahan pada akhir kehamilan, terutama pada
kehamilan di atas usia 7 bulan, terutama pada kasus-kasus plasenta previa
totalis, karena sifat perdarahan yang bisa terjadi sewaktu-waktu yang dapat
membahayakan keselamatan ibu dan janinnya. Kontrol ANC secara berkala
dan penanganan yang tepat pada kasus plasenta previa diharapkan dapat
mengurangi angka kematian ibu dan janin.

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F. Gary; Gant, Norman F; Leveno Md. 2001. Williams Obstetrics.


21st Ed. McGraw-Hill Professional
DeCherney, AH; Nathan, L. 2003. Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis &
Treatment. Ninth Edition. The McGraw-Hill Companies, Inc.
Hanafiah,
T.M
2004.
Plasenta
Previa,
on
line,
(http://www.
Library.usu.ac.id/download/fk/obstetri-tmhanafiah2.pdf, diakses tanggal 30
Agustus 2010).
Jodi L Adam, 2001, Pregnancy, third trimester Bleeding, on line,
(http://www.emedicine.com/AAEM/topic363.htm, diakses tanggal 28 Agustus
2010)
Martaadisoebrata Djamhoer, Wijayanegara Hidayat, dkk. 2005. Obstetri Patologi.
Jakarta. EGC.
Miller, 2009. Placenta Previa. Online, (http://www.obfocus.com/highrisk/placentaprevia.htm, diakses tanggal 28 Agustus 2010).
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri :Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi.
Edisi kedua. Jakarta : EGC.
Ohio
State
University,
2003.
Placenta
Previa.
http://medicalcenter.osu.edu/PatientEd/Materials/PDFDocs/womenin/pregnancy/placent.pdf, diakses tanggal 30 Agustus 2010

Online,

Rosaningtyas, 2009. Hubungan Antara Paritas Dengan Plasenta Previa Di


Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak. Online,
http://etd.eprints.ums.ac.id/4368/1/J500050009.pdf, diakses tanggal 30
Agustus 2010.
Saifuddin, Abdul Bari.2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Jakarta.
Wiknjosastro,Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Edisi ketiga. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai