Lapsus Plasenta Previa
Lapsus Plasenta Previa
PLASENTA PREVIA
Disusun Oleh:
Maretha Primariayu (0510710086)
Tisnalia Merdya A. (0510710136)
Pembimbing :
Dr. dr. Siti Chandra W, Sp. OG (K)
dr. Agustinus Sugiarto
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Angka kematian maternal masih menjadi tolok ukur untuk menilai baik
buruknya keadaan pelayanan kebidanan dan salah satu indikator tingkat
kesejahteraan ibu. Angka kematian maternal di Indonesia tertinggi di Asia
Tenggara. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1992 yaitu
421 per 100.000 kelahiran hidup, SKRT tahun 1995 yaitu 373 per 100.000
kelahiran hidup dan menurut SKRT tahun 1998 tercatat kematian maternal yaitu
295 per 100.000 kelahiran hidup. Diharapkan PJP II (Pembangunan Jangka
Panjang ke II) (2019) menjadi 60 - 80 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab
terpenting kematian maternal di Indonesia adalah perdarahan (40- 60%), infeksi
(20-30%) dan keracunan kehamilan (20-30%), sisanya sekitar 5% disebabkan
penyakit lain yang memburuk saat kehamilan atau persalinan (Rosaningtyas,
2009).
Perdarahan dapat terjadi baik selama kehamilan, persalinan maupun
masa nifas. Prognosis dan penatalaksanaan kasus perdarahan selama
kehamilan dipengaruhi oleh umur kehamilan, banyaknya perdarahan, keadaan
fetus, dan sebab perdarahan. Perdarahan pada kehamilan harus selalu dianggap
sebagai kelainan yang berbahaya. Perdarahan pada kehamilan muda disebut
abortus, sedangkan pada kehamilan tua disebut perdarahan antepartum.
Di AS pada tahun 1997 terdapat 2,8 kasus perdarahan dari 1000
persalinan. Di RSCM (1971-1975) terdapat 1 kasus perdarahan dari 125
persalinan terdaftar. Di RSSA (2003-2004) terdapat 1 kasus dari 33 persalinan
terdaftar. Penyebab utama perdarahan antepartum yaitu plasenta previa dan
solusio plasenta yang menyebabkan kehilangan darah lebih dari 800 ml. Dari 12
kematian langsung yang disebabkan perdarahan, 3 diantaranya oleh karena
plasenta previa. Penyebab lainnya biasanya disebabkan oleh lesi lokal pada
vagina atau serviks (Cuningham, 2007).
Angka kejadian plasenta previa sekitar 1 dari 200 persalinan. Insiden
pada multipara berkisar 1 dari 20 proses kelahiran. Di AS resiko terjadinya
placenta previa meningkat 1,5 sampai 5 kali lipat pada wanita dengan riwayat SC
(sectio cesaria). Pada wanita dengan faktor kehamilan pada usia lebih dari 35
tahun, multipara, riwayat dilatasi dan kuretase, dan merokok akan meningkatkan
resiko terjadinya placenta previa (Miller, 2009).
Oleh karena angka kematian yang cukup tinggi dan juga kejadian yang
cukup sering akibat perdarahan antepartum khususnya plasenta previa, maka
penulis merasa perlu untuk membahas lebih lanjut mengenai plasenta previa,
disesuaikan dengan kasus yang kami angkat terkait dengan pemahaman dan
penatalaksanaan dalam tindak lanjut terapinya, sehingga diharapkan hal ini
dapat menurunkan angka kematian dan angka kejadian akibat plasenta previa.
1.2 Rumusan masalah
-
1.3 Tujuan
Penulisan laporan ini bertujuan untuk mengetahui :
-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi dan Klasifikasi
Plasenta previa adalah suatu kelainan dimana plasenta berimplantasi
pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh
ostium uteri internum. Implantasi plasenta yang normal ialah pada dinding
depan, dinding belakang rahim, atau di daerah fundus uteri (Ohio State
University, 2003).
Gambar 2. Klasifikasi plasenta previa. A. Implantasi plasenta yang normal B. Lowlaying placenta (Plasenta letak rendah) C. Plasenta previa parsialis
D. Plasenta previa totalis
2.2 Epidemiologi
Plasenta previa terjadi sekitar 1 dalam 200 kelahiran, tetapi hanya 20%
termasuk dalam plasenta previa totalis. Insiden meningkat 20 kali pada
grande multipara. Dari seluruh kasus perdarahan antepartum, plasenta previa
merupakan penyebab yang terbanyak. Oleh karena itu, pada kejadian
perdarahan antepartum, kemungkinan plasenta previa harus dipikirkan lebih
dahulu (Miller, 2009).
2.3 Etiologi
Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan-keadaan yang
endometriumnya kurang baik, misalnya karena atrofi endometrium atau
kurang baiknya vaskularisasi desidua. Keadaan ini bisa ditemukan pada :
1. Multipara, terutama jika jarak antara kehamilannya pendek
2. Mioma uteri
3. kuretase yang berulang
4. Umur lanjut
5. Bekas seksio sesarea
6. Perubahan inflamasi atau atrofi, misalnya pada wanita perokok atau
pemakai kokain. Hipoksemi yang terjadi akibat karbon monoksida
akan dikompensasi dengan hipertrofi plasenta. Hal ini terjadi terutama
pada perokok berat (lebih dari 20 batang sehari) (. Martaadisoebrata,
2005).
Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta
harus tumbuh menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan janin. Plasenta yang
tumbuh meluas akan mendekati atau menutupi ostium uteri internum.
Endometrium yang kurang baik juga dapat menyebabkan zigot mencari
tempat implantasi yang lebih baik, yaitu di tempat yang rendah dekat ostium
uteri internum (. Martaadisoebrata, 2005).
Ketika plasenta harus tumbuh membesar untuk mengkompensasi
penurunan fungsinya (penurunan untuk mengantarkan oksigen dan nutrisi
lain), ada kemungkinan untuk pertumbuhan plasenta previa. Beberapa
contoh
dapat dilihat pada tabel dan grafik 1 tentang hubungan plasenta previa
dengan umur ibu dan paritasnya (Wiknjosastro, 2005).
Tabel 1. Hubungan frekuensi plasenta previa dengan umur ibu dan paritasnya di
RS Dr. Cipto Managunkusumo Jakarta tahun 1971-1975
UMUR
15-19
20-24
25-29
30-34
>35
JUMLAH
PRIMIGRAVIDA
(%)
1,7
2,3
2,9
1,7
5,6
2,2
MULTIGRAVIDA
(%)
1,6
6,9
7,9
9,7
9,5
7,7
kehamilan
regangan
bertambah
lagi
dan
menimbulkan
pembuluh
darah
plasenta
yang
lebih
besar
terbuka
(Martaadisoebrata, 2005).
2. Bagian terendah anak masih tinggi karena plasenta terletak pada kutub
bawah rahim sehingga bagian terendah tidak dapat mendekati pintu atas
panggul (Martaadisoebrata, 2005).
3. Pada plasenta previa, ukuran panjang rahim berkurang maka pada
plasenta previa lebih sering disertai kelainan letak (Martaadisoebrata,
2005).
4. Perdarahan pasca persalinan
Pada
plasenta
previa
mungkin
sekali
terjadi
perdarahan
Pemeriksaan fisik :
Inspeksi : Terlihat perdarahan pervaginam berwarna merah segar.
Palpasi abdomen : Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri
masih rendah; Sering disertai kesalahaan letak janin; Bagian bawah
janin belum turun, apabila letak kepala, biasanya kepala masih dapat
digoyang atau terapung; Bila pemeriksa sudah cukup pengalaman
dapat dirasakan suatu bantalan pada segmen bawah rahim, terutama
pada ibu yang kurus.
Inspekulo : Dengan pemeriksaan inspekulo dengan hati-hati dapat
diketahui asal perdarahan, apakah dari dalam uterus, vagina, varises
yang pecah atau lain-lain.
Pemeriksaan dalam hanya boleh dilakukan di meja operasi (PDMO /
Pemeriksaan Dalam di Meja Operasi) karena dengan pemeriksaan
dalam, akan menyebabkan perdarahan pervaginam yang lebih deras.
Pemeriksaan penunjang :
Plasenta previa hampir selalu dapat didiagnosa dengan menggunakan
USG abdomen, yang 95% dapat dilakukan tiap saat.
2.7 Diagnosa Banding (Hanafiah, 2004)
Faktor predisposisi
* multipara
* mioma uteri
* usia lanjut
*kuretase berulang
* bekas SC
* merokok
* Hipertensi
* versi luar
*Trauma abdomen
* Polihidramnion
* gemelli
* defisiensi gizi
*
Perdarahan
intraabdominal
dan/atau
vaginal
* Nyeri hebat sebelum
perdarahan dan syok, yg
kemudian hilang setelah
terjadi regangan hebat
pada perut bawah (kondisi
ini tidak khas)
* Riwayat seksio
sesarea
*Partus lama atau
kasep
*Disproporsi
kepala /fetopelvik
*Kelainan
letak/presentasi
*Persalinan
traumatik
*Perdarahan
berwarna
merah segar.
* Uji pembekuan darah
tidak menunjukkan adanya
bekuan darah setelah 7
menit
*
Rendahnya
faktor
pembekuan
darah,
fibrinogen,
trombosit,
fragmentasi sel darah
* solusio plasenta
* janin mati dalam
rahim
* eklamsia
*
emboli
air
ketuban
Penyulit lain
* Syok
* perdarahan setelah
koitus
* Tidak ada kontraksi
uterus
* Bagian terendah
janin tidak masuk PAP
*Bisa terjadi gawat
janin
* Syok yang tidak
sesuai dengan jumlah
darah (tersembunyi)
* anemia berat
*
Melemah
atau
hilangnya
denyut
jantung janin
* gawat janin atau
hilangnya
denyut
jantung janin
* Uterus tegang dan
nyeri
*Syok atau takikardia
*Adanya cairan bebas
intraabdominal
*Hilangnya gerak atau
denyut jantung janin
*Bentuk
uterus
abnormal
atau
konturnya tidak jelas.
* Nyeri raba/tekan
dinding
perut
dan
bagian2 janin mudah
dipalpasi
* perdarahan gusi
* gambaran memar
bawah kulit
*
perdarahan
dari
tempat suntikan jarum
infus
Diagnosis
Plasenta
previa
Solusio
plasenta
Ruptur uteri
Gangguan
pembekuan
darah
2.8 Penanganan
Setiap ibu hamil dengan perdarahan antepartum harus segera dirujuk
ke rumah sakit yang memiliki fasilitas transfusi darah dan operasi, tanpa
Perdarahan sedikit
Kemungkinan
terjadi
perdarahan
berulang
yang
dapat
Keadaan umum pasien tidak baik ibu anemis Hb < 8 gr % (Hanafi, 2005)
Jenis persalinan apa yang kita pilih untuk penanganan plasenta
previa dan kapan melaksanakannya bergantung pada faktor-faktor
sebagai berikut :
Besarnya pembukaan
Paritas
Ada 2 pilihan cara persalinan, yaitu persalinan pervaginam dan
seksio sesarea. Persalinan pervaginam bertujuan agar bagian terbawah
janin menekan bagian plasenta yang berdarah selama persalinan
berlangsung, sehingga perdarahan berhenti. Seksio sesarea bertujuan
mengangkat sumber perdarahan, memberikan kesempatan pada uterus
untuk berkontraksi menghentikan perdarahannya, dan menghindari
perlukaan servik dan segmen bawah uterus yang rapuh apabila dilakukan
persalinan pervaginam (Wiknjosastro, 2005).
Persalinan per vaginam dapat berupa :
Pemecahan ketuban
Cunam Willet-Gauss
Pemecahan selaput ketuban merupakan cara pilihan untuk
melangsungkan persalinan pervaginam, karena (1) bagian terbawah janin
akan menekan plasenta dan bagian plasenta yang berdarah; dan (2)
bagian plasenta yang berdarah dapat bebas mengikuti regangan segmen
bawah uterus, sehingga pelepasan plasenta dari segmen bawah uterus
lebih lanjut dapat dihindarkan (Wiknjosastro,2005).
Apabila pemecahan selaput ketuban tidak berhasil menghentikan
perdarahan, maka dapat dilakukan pemasangan cunam Willet dan versi
Braxton-Hicks. Dalam dunia kebidanan kedua cara ini telah ditinggalkan
karena seksio sesaria dinilai lebih aman bagi ibu dan janin. Akan tetapi
pada keadaan darurat cara ini masih dilakukan sebagai pertolongan
pertama untuk mengatasi perdarahan yang banyak atau apabila seksio
sesaria tidak mungkin dilakukan (Wiknjosastro, 2005).
Cara ini mungkin dapat menolong ibu dengan menghentikan
perdarahan, tetapi tidak selalu menolong janinnya. Tekanan yang
ditimbulkan terus menerus pada plasenta dapat mengurangi sirkulasi
darah uteroplasenta, sehingga mengakibatkan anoksia sampai kematian
janin. Oleh karena itu, cara ini biasanya dilakukan pada janin yang telah
mati, janin yang prognosis untuk hidup di luar uterus kurang baik, atau
pada multipara yang persalinannya lebih lancar sehingga tekanan pada
plasenta tidak terlalu lama (Nathan, 2003).
cukup
banyak
dapat
dipertimbangkan
dilanjutkan
dengan
Perdarahan antepartum
2.
3.
Hipovolemik
4.
Infeksi
5.
Abortus
6.
Prolaps plasenta
7.
8.
9.
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas
3.1.1 Identitas Pasien
Nama
: Ny. K
Usia
: 24 tahun
Alamat
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Pendidikan
: 6 tahun
Pekerjaan
: Swasta
Tinggi Badan
: 147 cm
Berat Badan
: 57 Kg
Paritas
: G2P1001Ab000
: 8 th
: 10918843
Ruang
: R. 8
MRS tanggal
: 17 Agustus 2010
: Tn. R
Usia
: 26 tahun
Alamat
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Pendidikan
: 6 tahun
Pekerjaan
: Petani
Lama menikah
: 8 tahun
3.2 SOAP
Anamnesa (17 Agustus 2010)
Keluhan Utama: keluarnya darah dari jalan lahir
Pasien adalah kiriman dari Rumah Sakit Paru-paru Batu Malang dengan G2P1001
Ab000 UK 36-37 minggu dengan plasenta previa. Pada tanggal 17 Agustus 2010
pukul 05.30, pasien mengeluh keluar darah dari jalan lahir disertai dengan
kenceng-kenceng. Pasien pergi ke bidan karena perdarahan banyak namun tidak
disertai rasa nyeri. Bidan tidak melakukan pemeriksaan dalam namun langsung
membawa ke RS Paru Batu. Pada pukul 07.30 kemudian pasien dikonsulkan ke
SPOG di RS Batu, pasien dianjurkan untuk untuk SC, tapi karena anastesi tidak
ada, pasien dirujuk ke RSSA. Pasien memiliki riwayat inisial bleeding saat usia
kehamilan 7 bulan. Hasil pemeriksaan USG dikatakan plasenta berada di bawah.
Umur
Kehamilan
Aterm
Hamil ini
Berat
Persalinan
Penolong
Jenis Kelamin
Badan
3000gr
Spontan B
Bidan
Laki-laki
Usia
8 tahun
: Cukup
Kesadaran
: Compos Mentis
Tekanan Darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 88 x/menit
Respiration rate
: 22 x/menit
Temperatur rectal
: 36,8 C
Temperatur axilar
: 36,7 C
Kepala
: anemia - / - icterus - / -
Thorax
Abdomen
Inspekulo
Ekstremitas
Laboratorium
Leukosit/Hemoglobin/PCV/Trombosit : 7100 / 11,0 / 26,3 / 239.000
Faal hemostatis: 10,3 (11,9) / 28,4 (28,7)
USG
-
T/H
Letak kepala
AC : 304
FU : 66,4
NST : Normal
Assesment
GIIP1001A000 gr 36-37 minggu T / H dengan :
-
fluksus aktif
Planning
-
SP/KIE
Cara kelahiran
: SCTP
Indikasi
Berat
: 2920 gr
Panjang
: 50 cm
Bayi
: hidup, laki-laki
AS
: 7/9
Kelainan kongenital
: (-)
Keadaan Plasenta : lengkap, tali pusat 50 cm, kalsifikasi (-), infark (-).
TFU
Vital Sign
Perdarahan
: + 50 cc
Pindah ke
: RR Obg
Instruksi Dokter :
-
Puasa
Cek Hb post sc
Injeksi Ceftriaxone 2 x 1 mg IV
Injeksi Alinamin F 3 x 1 gr IV
Injeksi Ulsicur 3 x 1 gr IV
Injeksi Forbion 3 x 1 gr IV
KIE
Lapor senior
: 9.600 L
Hb
: 9,1 gr/dl
Hematokrit
: 27,1 %
Trombosit
: 196.000 l
: SCTP
Tanggal
: 18 Agustus 2010
Pukul
9) Dilakukan jahitan sudut kanan/kiri SBR dilanjutkan dengan jahit jelujur feston
2 lapis, dilanjutkan reperitonealisasi, kasa laparatomi dikeluarkan.
10) Evaluasi:
- Perdarahan aktif: tidak ada
- Adnexa D/S dalam batas normal
- Kontraksi uterus baik
15) Sisa darah dibersihkan
16) Luka operasi ditutup lapis demi lapis
17) Operasi selesai
3.4 Follow Up
18 Agustus 2010
Subyektif
-
Flatus (+)
Obyektif
Pemeriksaan Fisik
-
Keadaan umum
: Cukup
Kesadaran
: Compos Mentis
Tekanan Darah
: 110/70 mmHg
Nadi
: 86 x/menit
Respiration rate
: 20 x/menit
Kepala
: Anemia - / - icterus - / -
Thorax
Abdomen
bising usus (+)N, tinggi fundus uteri 2 jari di bawah pusat, kontraksi uterus
baik
-
Genitalia eksterna
Assesment
P2002Ab000 Post SCTP hari 0 atas indikasi plasenta previa totalis dan fluxus aktif
Planning
-
12 jam post SC
Cek darah lengkap 2 jam post SC, jika Hb <8 gr% pro transfuse PRC 2
19 Agustus 2010
Subyektif
-
Flatus (+)
Obyektif
Pemeriksaan Fisik
-
Keadaan umum
: Cukup
Kesadaran
: Compos Mentis
Tekanan Darah
: 110/70 mmHg
Nadi
: 86 x/menit
Respiration rate
: 20 x/menit
Kepala
: Anemia - / - icterus - / -
Thorax
Abdomen
bising usus (+)N, tinggi fundus uteri 2 jari di bawah pusat, kontraksi uterus
baik
Genitalia eksterna
Assesment
P2002Ab000 Post SCTP hari I atas indikasi plasenta previa totalis dan fluxus aktif
Planning
-
Aff DC
Terapi oral:
Amoxicillin tab 3x500 mg
Asam mefenamat 3x500 mg
Methyl ergometrin 3x1 tab
Rob 1x1
Observasi tanda-tanda vital, keluhan subyektif, kontraksi uterus, fluxus,
luka operasi
KIE
Konsul senior
20 Agustus 2010
Subyektif
-
Flatus (+)
Obyektif
Pemeriksaan Fisik
-
Keadaan umum
: Cukup
Kesadaran
: Compos Mentis
Tekanan Darah
: 110/60 mmHg
Nadi
: 88 x/menit
Respiration rate
: 20 x/menit
Kepala
: Anemia - / - icterus - / -
Thorax
Abdomen
bising usus (+)N, tinggi fundus uteri 2 jari di bawah pusat, kontraksi
uterus baik
Genitalia eksterna
Assesment
P2002Ab000 Post SCTP hari II atas indikasi plasenta previa totalis dan fluxus aktif
Planning
-
Aff Infus
Terapi oral :
Amoxiclaf 3 x 500 mg
Asam mefenamat 3 x 1
Metherinal 3 x1
Roborantia 1 x 1
Observasi vital sign, keluhan subyektif, fluxus, kontraksi uterus, diet MPB
I-II dan mobilisasi bertahap
KIE
21 Agustus 2010
Subyektif
Flatus (+)
Obyektif
Pemeriksaan Fisik
-
Keadaan umum
: Cukup
Kesadaran
: Compos Mentis
Tekanan Darah
: 110/80 mmHg
Nadi
: 80 x/menit
Respiration rate
: 20 x/menit
Kepala
: Anemia - / - icterus - / -
Thorax
Abdomen
bising usus (+)N, tinggi fundus uteri 3 jari di bawah pusat, kontraksi
uterus baik
-
Genitalia eksterna
Assesment
P2002Ab000 Post SCTP hari III atas indikasi plasenta previa totalis dan fluxus aktif
Planning
-
Mobilisasi
KIE
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Faktor Resiko Plasenta Previa
Plasenta previa merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang sering
menyebabkan perdarahan selama kehamilan. Menurut Cunningham (2001)
insiden plasenta previa meningkat dengan meningkatnya paritas dan umur,
serta
riwayat
partus
perabdominal.
Hal
ini
berhubungan
dengan
menyebabkan
perdarahan
pervaginam
yang
lebih
banyak
(Wiknjosastro, 2005). Pada pasien ini, terlihat fluxus yang minimal berwarna
merah segar dan juga clot. Sedangkan lewat inspekulo tampak fluksus
minimal pada vulvo vagina, clot di fornix posterior, tidak ditemukan laserasi
maupun varises yang pecah dan portio multipara tertutup licin. Pada pasien
tidak dilakukan pemeriksaan dalam (vaginal touch).
Dari tanda-tanda yang ditemukan pada pasien yaitu adanya perdarahan
tanpa rasa nyeri setelah usia kehamilan lebih dari 7 bulan, dari pemeriksaan
fisik inspeksi terlihat fluksus minimal berwarna merah segar, dari inspekulo
tampak fluksus minimal pada vulvo vagina, clot di fornix posterior dan tidak
ditemukan laserasi maupun varises yang pecah. Dan pada pasien kasus ini
tidak dilakukan pemeriksaan dalam. Hal di atas menunjukkan bahwa
terdapat kesesuaian tanda-tanda yang ditemukan pada pasien ini dengan
literatur.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
-
5.2 Saran
Sebaiknya petugas medis di daerah lebih berhati-hati dalam menghadapi
pasien-pasien dengan perdarahan pada akhir kehamilan, terutama pada
kehamilan di atas usia 7 bulan, terutama pada kasus-kasus plasenta previa
totalis, karena sifat perdarahan yang bisa terjadi sewaktu-waktu yang dapat
membahayakan keselamatan ibu dan janinnya. Kontrol ANC secara berkala
dan penanganan yang tepat pada kasus plasenta previa diharapkan dapat
mengurangi angka kematian ibu dan janin.
DAFTAR PUSTAKA
Online,