PENDAHULUAN
BAB II
1
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
DHF atau Dengue Haemorraghic Fever adalah penyakit trombositopenia infeksius
akut yang parah, dan sering bersifat fatal, disebabkan oleh infeksi virus dengue. Pada DHF
terjadi hemokonsentrasi atau penumpukan cairan tubuh, abnormalitas hemostasis dan pada
kondisi yang parah dapat timbul kehilangan protein yang masif (Dengue Shock Syndrome),
yang dipikirkan sebagai suatu proses imunopatologik.
2.2. Epidemiologi
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah asia tenggara, pasifik barat dan karibia.
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden
DBD di indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995), dan pernah
meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998,
sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2 % pada tahun 1999.
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama
Aedes aegypti dan Aedes albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan
sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana
yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya).
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu:
1. Vektor : perkembang biakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di
lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain.
2. Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan / keluarga, mobilisasi dan paparan
terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin.
3. Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.
2.3. Etiologi
Demam dengue dan DHF disebabkan oleh salah satu dari 4 serotipe virus yang
berbeda antigen.Virus ini adalah kelompok Flavivirus dan serotipenya adalah :
2
DEN-1
DEN-2
DEN-3
DEN-4.
Infeksi oleh salah satu jenis serotipe ini akan memberikan kekebalan seumur hidup
tetapi tidak menimbulkan kekebalan terhadap serotipe yang lain. Sehingga seseorang yang
hidup di daerah endemis DHF dapat mengalami infeksi sebanyak 4 kali seumur
hidupnya.Dengue adalah penyakit daerah tropis dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti.
2.4. Patofisiologi
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih diperdebatkan.
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis
berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue. Respon
imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DD adalah :
a. Respon imun humoral
proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang di
mediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat
replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut sebagai antibody
dependent enhanchement (ADE).
b. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun
seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan memproduksi
interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6,
dan IL-10.
c. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi
namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi
sitokin oleh makrofag.
d. Selain itu aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a
dan C5a.
konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi
trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar btromboglobulin dan PF4 merupakan pertanda degranulasi trombosit.
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endothel yang menyebabkan
disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya koagulopati konsumtif pada
demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue
terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan
melalui aktivasi faktor XIa namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor
complex).
2.5. Manifestasi klinis
1. Demam dengue
Periode inkubasi adalah 1-7 hari. Manifestasi klinis bervariasi dan dipengaruhi usia
pasien. Pada bayi dan anak anak, dikarakteristikkan sebagai demam selama 1-5 hari,
peradangan faring, rinitis dan batuk ringan. Pada remaja dan dewasa mengalami
demam secara mendadak, dengan suhu meningkat cepat hingga 39,4-41,1 oC,
biasanya disertai nyeri frontal atau retro-orbital khususnya ketika mata di tekan.
Kadang kadang nyeri punggung hebat mendahului demam. Ruam transien dapat
terlihat selama 24-48 jam pertama demam. Denyut nadi dapat relatif melambat sesuai
derajat demam. Mialgia dan artalgia segera terjadi setelah demam.
Pada hari kedua sampai hari ke enam demam, mual muntah terjadi dan limfadenopati
generalisata, hiperestesia atau hiperalgesia kutan, gangguan pengecapan, dan
anoreksia dapat berkembang. Sekitar 1-2 hari kemudian, ruam mukopapular terlihat,
terutama di telapak kaki dan telapak tangan, kemudian menghilang selama 1-5 hari.
Kemudian ruam kedua terlihat, suhu tubuh yang sebelumnya sudah menurun ke
normal, meningkat dan mendemonstrasikan karakteristik pola suhu bifasik.
deteriorasi dan pemburukan klinis. Pada fase kedua, pasien umumnya pilek,
ekstermitas basah oleh keringat, badan hangat, wajah kemerah merahan, diaforesis,
kelelahan, iritabilitas dan nyeri epigastrik.
Sering dijumpai petekie menyebar di kening dan ekstermitas, ekimosis spontan dan
memar serta perdarahan dapat dengan mudah terjadi di lokasi pungsi vena. Ruam
makular atau mukopapular dapat dengan mudah terjadi di lokasi pungsi vena. Ruam
makular atau makulopapular dapat terlihat. Respirasi cepat dan melelahkan, denyut
nadi lemah dan cepat, suara jantung melemah. Hati dapat membesar 4-6 dan biasanya
keras dan sulit digerakkan.
Sekitar 20-30% kasus demam berdarah dengue akan timbul syok (sindrom syok
dengue). Kurang dari 10% pasien mengalami ekimosis hebat atau perdarahan
gastrointestinal, biasanya sesudah periode syok yang tidak diobati. Setelah krisis 2436 jam, pemulihan terjadi dengan cepat pada anak yang diobati. Temperatur dapat
kembali normal sebalum atau selama syok. Bradikardia dan ekstrasistol ventrikular
umumnya terjadi saat fase pemulihan.
a) Leukosit
Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relatif (> 45%
dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total
leukosit yang pada fase syok akan meningkat.
b) Trombosit
Umumnya terdapat trombositopenia < 100.000 pada hari ke-3 sampai hari ke-8
c) Hematokrit
Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit > 20%
dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.
d) Hemostasis
Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, fibrinogen, D-dimer, atau FDP pada keadaan yang
dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
e) Protein/albumin
Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma
f) SGOT/SGPT (Serum alanin aminotransferase) : Dapat meningkat
g) Elektrolit
Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan
h) Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi)
Bila akan diberikan transfusi darah atau komponen darah.
i) Imunoserologi
Dilakukan pemeriksaan IgG dan IgM terhadap dengue.
IgM : terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang
setelah 60-90 hari.
IgG : pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder
IgG mulai terdeteksi pada hari ke-2.
7
2. Pemeriksaan Radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi apabila
terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks.
Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi dekubitus kanan. Asites dan
efusi pleura dapat pula di deteksi dengan pemeriksaan USG.
2.6. Diagnosis
Belum ada panduan yang dapat diterima untuk mengenal awal infeksi virus dengue
(WHO scientific working group, 2006). Perbedaan utama antara demam dengue dan DBD
adalah pada DBD ditemukannya adanya kebocoran plasma.
1. Demam dengue
Ditegakkan bila terdapat dua atau lebih manifestasi klinis (nyeri kepala, nyeri
retroorbital, mialgia/artralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan, leukopenia) di
tambah pemeriksaan serologis dengue positif atau ditemukan pasien demam dengue/
demam berdarah dengue yang telah dikonfirmasi pada waktu dan lokasi yang sama.
2. Demam berdarah dengue
Berdasarkan kriteria WHO 1999 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal di bawah
ini terpenuhi.
a) Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik
b) Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
Penurunan hematokrit
>20% setelah
mendapat
terapi
cairan,
Derajat
DD
DBD
Gejala
Demam disertai 2 atau lebih tanda :
Laboratorium
Leukopenia
Sakit kepala
Trombisitopenia
Nyeri retroorbital
Mialgia
Artralgia
DBD
II
DBD
III
IV
2.8. Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi
suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga
kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling
penting dalam penanganan kasusDBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama
cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan
suplemen cairan melaui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi bermakna.
Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersama dengan divisi
penyakit tropik dan infeksi dan Divisi Hematologi dan Onkologi Medik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia telah menyusun protokol penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa
dengan kriteria :
Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan dan tindakan yang dibuat sesuai atas
indikasi
10
Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk
dirawat.
Observasi dan pemberian cairan suspek DBD dewasa tanpa renjatan di UGD
2. Protokol 2 : Penanganan cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat
Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa syok maka
di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus berikut :
Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan :
1500 + ( 20 x ( BB dalam kg 20 ) )
11
Bila dalam pemantauan keadaan tetap membaik maka pemberian cairan dapat
dihentikan 24-48 jam kemudian.
cairan
infus
dinaikkan
menjadi
15ml/kgBB/jam
dan
bila
dalam
perkembangannya kondisi menjadi memburuk dan didapatkan tanda tanda syok maka
pasien ditangani sesuai dengan protokol tatalaksana sindrom syok dengue pada
dewasa. Bila syok telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi
pemberian cairan awal.
4. Protokol 4 : Pelaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa
Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah : perdarahan
hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan tampon hidung,
perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau hematoskesia), perdarahan
13
syok dengue sepuluh kali lipat dibandingkan dengan penderita DBD tanpa renjatan,
dan renjatan dapat terjadi karena keterlambatan penderita DBD mendapatkan
pertolongan dan pengobatan, penatalaksanaan yang tidak tepat termasuk kurangnya
kewaspadaan terhadap tanda tanda renjatan dini, dan penatalaksanaan renjatann yang
tidak adekuat.
Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan sesuai
resusitasi cairan, penderita juga diberikan oksigen 2-4 liter per menit. Pemeriksaan
pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL),
hemostasis, analisis gas darah, kadar natrium, kalium dan klorida, serta ureum dan
kreatinin.
Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20 ml/kgBB dan dievaluasi
setelah 15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi (ditandai dengan tekanan darah
sistolik 100mmHg dan tekanan nadi lebih dari 20 mmHg, frequensi nadi kurang dari
100 kali per menit dengan volume yang cukup, akral teraba hangat, dan kulit tidak
pucat serta diuresis 0,5 1 ml/kgBB/jam) jumlah cairan dikurangi menjadi 7
ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120 menit keadaan tetap stabil pemberian cairan
menjadi 5 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120 menit kemudian keadaan tetap
stabil maka pemberian cairan menjadi 3 ml/kgBB/jam.
Bila 24-48 jam setelah renjatan teratasi dan tanda tanda vital dan hematokrit tetap
stabil serta diuresis cukup maka pemberian cairan perinfus harus dihentikan (karena
jika reabsorpsi cairan plasma yang mengalami ekstravasasi telah terjadi, ditandai
dengan turunnya hematokrit, cairan infus terus diberikan maka keadaan hipervolemia,
edema paru atau gagal jantung dapat terjadi).
Pengawasan dini kemungkinan terjadinya renjatan berulang harus dilakukan terutama
dalam waktu 48 jam pertama sejak terjadi renjatan (karema selain proses patogenesis
penyakit
masih
berlangsung,
ternyata
cairan
kristaloid
hanya
sekitar
20
% saja yang menetap dalam pembuluh darah setelah 1 jam saat pemberian). Oleh
karena itu untuk mengetahui apakah renjatan telah teratasi dengan baik, diperlukan
pemantauan tanda vital yaitu status kesadaran, tekanan darah, frekuensi nadi,
frekuensi jantung dan napas, pembesaran hati, nyeri tekan daerah hipokondrium
kanan dan epigastrik, serta jumlah diuresis.
15
16
BAB III
17
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN PENYAKIT DALAM
CATATAN REKAM MEDIK PASIEN
1. IDENTITAS PASIEN
Nama Lengkap
: Zikri Maulana
Jenis kelamin
: Laki laki
Umur
: 17 tahun
Alamat
: Rantau panjang
Pekerjaan
: Pelajar
Tanggal masuk RS
: 17 Agustus 2017
: Demam
2) Keluhan Tambahan
18
bintik kemerahan di bagian ekstermitas dan tidak gatal. Nyeri sendi dijumpai,
nyeri kepala dijumpai, BAK (+), BAB (+) normal.
6) Riwayat Pengobatan
Pasien hanya mengkonsumsi paracetamol
7) Riwayat Alergi
Riwayat asma (-)
Riwayat alergi obat (-)
8) Riwayat Kebiasaan Pribadi
Riwayat merokok (-)
Riwayat konsumsi alkohol (-)
19
3. STATUS PRESENT
1) Keadaan umum
2) Kesadaran
: Compos mentis
3) Tekanan darah
: 100/70 mmHg
4) Nadi
: 70x / menit
5) Respirasi
: 22x/ menit
6) Suhu
: 39,0 oC
4. PEMERIKSAAN FISIK
KEPALA
Bentuk
: Normal, simetris
Rambut
Mata
Telinga
Mulut
Hidung
LEHER
THORAX
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
20
Auskultasi
JANTUNG
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Batas jantung atas sejajar garis horizontal setinggi ICS III garis parasternal sinistra.
Batas jantung kiri di ICS IV garis midclavicularis sinistra.
Batas jantung kanan di garis sternalis dextra ICS III,IV dan V.
Auskultasi
ABDOMEN
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
EKSTERMITAS
Superior :Bintik merah (+/+), akral dingin, sianosis (-/-), ikterik (-/-)
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah Rutin ( tanggal 17 September 2014, pukul 19.38 WIB)
21
Hemoglobin
: 13,1 mg/dl
Leukosit
: 2,400 mm3
Trombosit
: 90.000 mm3
Hematokrit
: 40,7 %
Hemoglobin
: 12,9 mg/dl
Leukosit
: 3.100 mm3
Trombosit
: 110.000 mm3
Hematokrit
: 40,7 %
6. DIAGNOSA BANDING
1) Demam berdarah dengue derajat II
2) Morbili
3) Chikungunya hemorraghic fever
4) Malaria
7. DIAGNOSA KERJA
1) Demam berdarah dengue
8. PENATALAKSANAAN
1) Non Medikamentosa
Tirah baring
Konsumsi cairan yang banyak : Air Putih, jus buah, Air kelapa dll.
Diet tinggi kalori tinggi protein
Observasi tanda vital (TD, suhu, frekuensi pernafasan, nadi)
2) Medikamentosa
Infus IVFD RL 10 gtt/menit
Cefotaxime 1g/12 jam
22
DAFTAR PUSTAKA
23
1. Suhendro, Nainggolan,L, Chen,K, dan Pohan, H.T. 2006. Demam Berdarah Dengue.
Dalam: Sudoyo, A.W. Setiyohadi, B, alwi,I, Simadibrata,M dan Setiati, S,eds. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI,
1709-1713.
2. Sudarmono,dkk.2010. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Edisi Kedua. Jakarta :
Badan Penerbit IDAI.
3. World Health Organization 1999. Guidelines for Treatment of Dengue Fever/ Dengue
Haemorrhagic
Fever
in
Small
Hospitals.
Available
http://www.searo.who.int/LinkFiles/Dengue_Guideline-dengue.pdf
4. www.repository.usu.ac.id Demam Berdarah Dengue
24
from