Anda di halaman 1dari 17

IV.

MORFOMETRIK DAN MERISTIK


A. Sasaran Pembelajaran
1. Agar

mahasiswa

mampu

memahami

dan

menjelaskan

pengertian

morfometrik
2. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pengertian meristik
B. Morfometrik
Setiap ikan mempunyai ukuran yang berbeda-beda, tergantung pada umur,
jenis kelamin, dan keadaan lingkungan hidupnya. Faktor-faktor lingkungan yang
dapat mempengaruhi kehidupan ikan di antaranya adalah makanan, derajat
keasaman (pH) air, suhu, dan salinitas. Faktor-faktor tersebut, baik secara sendirisendiri maupun secara bersama-sama, mempunyai pengaruh yang sangat besar
terhadap pertumbuhan ikan. Dengan demikian, walaupun dua ekor ikan
mempunyai umur yang sama namun ukuran mutlak di antara keduanya dapat
saling berbeda.
Morfometrik adalah ukuran bagian-bagian tertentu dari struktur tubuh ikan
(measuring methods). Ukuran ikan adalah jarak antara satu bagian tubuh ke
bagian tubuh yang lain. Karakter morfometrik yang sering digunakan untuk diukur
antara lain panjang total, panjang baku, panjang cagak, tinggi dan lebar badan,
tinggi dan panjang sirip, dan diameter mata (Hubbs dan Lagler, 1958; Parin,
1999).
Satuan ukuran yang digunakan di dalam morfometrik sangat bervariasi. Di
Indonesia, satuan ukuran yang umum digunakan adalah sentimeter (cm) atau
milimeter (mm), tergantung kepada keinginan peneliti. Ukuran-ukuran ini disebut
ukuran mutlak.

Untuk memperoleh pengukuran yang lebih teliti, sebaiknya

menggunakan jangka sorong (calipper). Adalah suatu hal yang tidak mungkin
untuk memberikan ukuran bagian-bagian ikan dalam ukuran mutlak (misalnya cm)
pada saat melakukan identifikasi. Ukuran yang digunakan untuk identifikasi
hanyalah merupakan ukuran perbandingan. Seekor ikan yang memiliki panjang
total 25 cm dan panjang kepala 5 cm, maka perbandingan yang dinyatakan di
dalam buku-buku identifikasi adalah panjang kepala sama dengan seperlima
panjang total tubuhnya.

57

Berbagai ukuran bagian tubuh ikan yang sering digunakan di dalam


identifikasi ikan adalah (Gambar 21 dan 22):
a. Panjang baku (panjang biasa), yaitu jarak garis lurus antara ujung bagian
kepala yang paling depan (biasanya ujung salah satu dari rahang yang
terdepan) sampai ke pelipatan pangkal sirip ekor.
b. Panjang cagak (fork length), adalah panjang ikan yang diukur dari ujung
kepala yang terdepan sampai ujung bagian luar lekukan cabang sirip ekor.
c. Panjang total, adalah jarak garis lurus antara ujung kepala yang terdepan
dengan ujung sirip ekor yang paling belakang.
d. Tinggi badan, diukur pada tempat yang tertinggi antara bagian dorsal
dengan ventral, dimana bagian dari dasar sirip yang melewati garis
punggung tidak ikut diukur.
e. Tinggi batang ekor, diukur pada batang ekor di tempat yang mempunyai
tinggi terkecil.
f. Panjang batang ekor, merupakan jarak miring antara ujung dasar sirip
dubur dengan pangkal jari-jari tengah sirip ekor.
g. Panjang dasar sirip punggung dan sirip dubur, merupakan jarak antara
pangkal jari-jari pertama dengan tempat selaput sirip di belakang jari-jari
terakhir bertemu dengan badan. Jarak ini diukur melalui dasar sirip.
h. Panjang di bagian depan sirip punggung, merupakan jarak antara ujung
kepala terdepan sampai ke pangkal jari-jari pertama sirip punggung.
i. Tinggi sirip punggung dan sirip dubur, diukur dari pangkal keping pertama
sirip sampai ke bagian puncaknya.
j. Panjang sirip dada dan sirip perut, adalah panjang terbesar menurut arah
jari-jari dan diukur dari bagian dasar sirip yang paling depan atau terjauh
dari puncak sirip sampai ke puncak sirip ini. Sambungan sirip berupa
rambut atau benang halus, oleh beberapa ahli juga ikut diukur, sehingga
harus lebih waspada. Pengukuran panjang sirip dada hanya dilakukan jika
bentuk sirip dada itu tidak simetris.
k. Panjang jari-jari sirip dada yang terpanjang, pengukuran ini hanya
dilakukan jika jari-jari yang terpanjang terletak di tengah-tengah atau di
bagian tengah sirip. Pengukuran dilakukan mulai dari pertengahan dasar
sirip sampai ke ujung jari-jari tersebut. Jika jari-jari lain yang dimaksudkan
dan bukan jari-jari tengah maka hal ini harus dinyatakan.
58

l. Panjang jari-jari keras dan jari-jari lemah. Panjang jari-jari keras adalah
panjang pangkal yang sebenarnya sampai ke ujung bagian yang keras,
walaupun ujung ini masih disambung oleh bagian yang lemah atau
sambungan seperti rambut. Panjang jari-jari lemah diukur dari pangkal
sampai ke ujungnya.
m. Panjang kepala, adalah jarak antara ujung termuka dari kepala hingga
ujung terbelakang dari keping tutup insang. Beberapa peneliti melakukan
pengukuran sampai ke pinggiran terbelakang selaput yang melekat pada
tutup insang (membrana branchiostega) sehingga diperoleh panjang kepala
yang lebih besar.
n. Tinggi kepala, merupkan panjang garis tegak antara pertengahan pangkal
kepala dan pertengahan kepala di sebelah bawah.
o. Lebar kepala, merupakan jarak lurus terbesar antara kedua keping tutup
insang pada kedua sisi kepala.
p. Lebar / tebal badan, adalah jarak lurus terbesar antara kedua sisi badan.
q. Panjang hidung, merupakan jarak antara pinggiran terdepan dari hidung
atau bibir dan pinggiran rongga mata sebelah ke depan.
r. Panjang ruang antar mata, merupakan jarak antara pinggiran atas dari
kedua rongga mata (orbita).
s. Panjang bagian kepala di belakang mata, adalah jarak antara pinggiran
belakang dari orbita sampai pinggir belakang selaput keping tutup insang
(membrana branchiostega).
t. Tinggi bawah mata, merupakan jarak kecil antara pinggiran bawah orbita
dan rahang atas.
u. Tinggi pipi, merupakan jarak tegak antara orbita dan pinggiran bagian
depan keping tutup insang depan (os preoperculare).
v. Panjang antara mata dan sudut keping tutup insang depan (os
preoperculare), adalah panjang antara sisi rongga mata dengan sudut os
preoperculare. Pada saat pengukuran, senantiasa juga turut diukur panjang
duri yang mungkin ada pada sudut os preoperculare tersebut.
w. Panjang atau lebar mata, adalah panjang garis menengah orbita (rongga
mata).
x. Panjang rahang atas, adalah panjang tulang rahang atas yang diukur mulai
dari ujung terdepan sampai ujung terbelakang tulang rahang atas.
59

Gambar 21.

Berbagai ukuran pada tubuh ikan. PT. Panjang total; PB. Panjang
baku; PC. Panjang cagak; PK. Panjang kepala; A. Sirip dubur; C.
Sirip ekor; D1. Sirip punggung depan; D2. Sirip punggung
belakang; P. Sirip dada; V. Sirip perut; 1. Moncong; 2. Sungut; 3.
Tutup insang; 4. Sisik pada linea lateralis; 5. Scute batang ekor; 6.
Sisik di atas linea lateralis; 7. Sisik di bawah linea lateralis; 8. Sisik
tambahan (auxillary scales); 9. Scute pada bagian perut; 10.
Filamen (rambut) yang dapat bergerak sendiri; 11. Kell; 12. Sirip
lemak; 13. Filamen (Affandi et al., 1992)

60

Gambar 22.

Berbagai ukuran pada kepala ikan. a. Panjang hidung; b. Panjang


kepala di belakang mata; c. Panjang antara mata dengan sudut os
preoperculare; d. Tinggi pipi; e. Tinggi di bawah mata; f. Lebar
mata; g. Panjang rahang atas; h. Panjang rahang bawah; i.
Panjang di depan mata; j. Tinggi kepala; 1. Maxilla; 2. Premaxilla;
3. Dentary; 4. Hidung; 5. Os interoperculare; 6. Os preoperculare;
7. Os operculare; 8. Os suboperculare; 9. Membrana
branchiostega (Affandi et al., 1992)

61

y. Panjang rahang bawah, adalah panjang tulang rahang bawah yang diukur
mulai dari ujung terdepan sampai pinggiran terbelakang pelipatan rahang.
z. Lebar bukaan mulut, merupakan jarak antara kedua sudut mulut jika mulut
dibuka selebar-lebarnya.
Selain

pengukuran

secara

langsung,

juga

dilakukan

nisbah

atau

pembandingan beberapa ukuran tubuh seperti tersebut di bawah ini dan hasilnya
ditabulasikan seperti terlihat pada Tabel 5.
(a) Indeks panjang kepala, yaitu perbandingan antara panjang total dan
panjang kepala
(b) Indeks panjang bahu, yaitu perbandingan antara panjang total dan panjang
bahu
(c) Indeks tinggi badan, yaitu perbandingan antara panjang total dan tinggi
badan
(d) Indeks sirip punggung, yaitu perbandingan antara panjang total dan
panjang dasar sirip punggung
(e) Indeks sirip dubur, yaitu perbandingan antara panjang total dan panjang
dasar sirip dubur
(f) Indeks batang ekor (1), yaitu perbandingan antara panjang total dan
panjang batang ekor
(g) Indeks batang ekor (2), yaitu perbandingan antara panjang batang ekor dan
tinggi batang ekor
(h) Indeks tinggi kepala, yaitu perbandingan antara panjang kepala dan tinggi
kepala
(i) Indeks lebar mata, yaitu perbandingan antara panjang kepala dan lebar
mata
(j) Indeks rahang atas, yaitu perbandingan antara panjang kepala dan panjang
rahang atas

62

Tabel 5. Hasil pengukuran dan perbandingan berbagai ukuran pada tubuh ikan

No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

Variabel
Panjang total
Panjang baku
Panjang cagak
Tinggi badan
Tinggi batang ekor
Panjang batang ekor
Panjang dasar sirip punggung
Panjang dasar sirip dubur
Panjang di bagian muka sirip punggung
Tinggi sirip punggung
Tinggi sirip dubur
Panjang sirip dada
Panjang sirip perut
Panjang jari-jari sirip dada yang terpanjang
Panjang jari-jari keras
Panjang jari-jari lemah
Panjang kepala
Tinggi kepala
Lebar kepala
Lebar / tebal badan
Panjang hidung
Panjang ruang antar mata
Panjang bagian kepal di belakang mata
Tinggi bawah mata
Tinggi pipi
Panjang antara mata dan sudut preoperculare
Panjang / lebar mata
Panjang rahang atas
Panjang rahang bawah
Lebar bukaan mulut

No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Variabel
Indeks panjang kepala
Indeks panjang bahu
Indeks tinggi badan
Indeks sirip punggung
Indeks sirip dubur
Indeks batang ekor (1)
Indeks batang ekor (2)
Indeks tinggi kepala
Indeks lebar mata
Indeks rahang atas

Ukuran (mm)

Nisbah

63

C. Meristik
Berbeda dengan karakter morfometrik yang menekankan pada pengukuran
bagian-bagian

tertentu

tubuh

ikan,

karakter

meristik

berkaitan

dengan

penghitungan jumlah bagian-bagian tubuh ikan (counting methods). Variabel yang


termasuk dalam karakter meristik antara lain jumlah jari-jari sirip, jumlah sisik,
jumlah gigi, jumlah tapis insang, jumlah kelenjar buntu (pyloric caeca), jumlah
vertebra, dan jumlah gelembung renang (Hubbs dan Lagler, 1958; Parin, 1999).
1. Menghitung jari-jari sirip
Untuk menentukan rumus suatu sirip tertentu, terlebih dahulu harus
dicantumkan huruf kapital yang menentukan sirip yang dimaksud. Sirip punggung
disingkat dengan D, sirip ekor dengan C, sirip dubur dengan A, sirip perut dengan
V, dan sirip dada dengan P.
Menghitung jari-jari sirip yang berpasangan dilakukan pada sirip yang
terletak pada sisi sebelah kiri, kecuali jika ada ketentuan khusus. Pada saat
melakukan pemeriksaan, harus diingat bahwa ikan diletakkan dengan kepala
menghadap ke sebelah kiri dan perut mengarah ke bawah.
Jari-jari sirip dapat dibedakan atas dua macam, yaitu jari-jari keras dan jarijari lemah. Jari-jari keras tidak berbuku-buku, pejal (tidak berlubang), keras, dan
tidak dapat dibengkokkan. Jari-jari keras ini biasanya berupa duri, cucuk, atau
patil, dan berfungsi sebagai alat untuk mempertahankan diri.
Jari-jari lemah bersifat agak cerah, seperti tulang rawan, mudah
dibengkokkan, dan berbuku-buku atau beruas-ruas. Bentuknya berbeda-beda
tergantung pada jenis ikannya. Jari-jari lemah ini mungkin sebagian keras atau
mengeras, pada salah satu sisinya bergigi-gigi, bercabang, atau satu sama lain
saling berlekatan.
Perumusan jari-jari keras digambarkan dengan angka Romawi, walaupun
jari-jari itu pendek sekali atau rudimenter. Sirip punggung ikan yang terdiri dari 10
jari-jari keras maka rumusnya ditulis D.X.
Untuk jari-jari lemah, perumusan digambarkan dengan memakai angka
Arab (angka biasa). Jari-jari lemah yang mengeras, seperti yang terdapat pada
ikan mas (Cyprinus carpio carpio Linnaeus, 1758), harus digambarkan tersendiri
(Gambar 23-A). Jika pada ikan mas terdapat 4 jari-jari lemah yang mengeras dan
sekitar 16 22 jari-jari lemah, maka rumusnya harus ditulis D. 4.16 22.
64

Gambar 23. Jari-jari sirip (Andy Omar, 1987)

65

Cara perumusan semacam ini juga dipergunakan untuk menggambarkan


jumlah cabang jari-jari yang bersatu menjadi satu jari-jari keras. Jari-jari seperti
ini misalnya ditemukan pada ikan baung (Hemibagrus nemurus (Valenciennes,
1840)), ikan lundu (Mystus gulio (Hamilton, 1822)), dan sebagainya.
Jika pada satu sirip terdapat jari-jari keras dan jari-jari lemah maka jumlah
tiap-tiap jenis jari-jari harus digambarkan berdampingan. Pada Gambar 23-B
terlihat sirip punggung yang disusun oleh 10 12 jari-jari keras dan 12 15 jarijari lemah, maka rumusnya adalah D.X-XII.12-15.
Seandainya bagian sirip punggung pertama yang berjari-jari keras jelas
sekali terpisah dari bagian sirip punggung kedua yang berjari-jari lemah, atau
dengan kata lain terdapat dua buah sirip punggung, maka untuk ikan tersebut di
atas mempunyai rumus D1.X-XII. D2.12-15.
Pada Gambar 24 terlihat perbedaan antara jari-jari pokok dan jari-jari
cabang. Biasanya yang umum digambarkan adalah hanya jumlah pangkal jari-jari
yang nyata terlihat. Hal ini penting dilakukan karena cabang jari-jari tidak mudah
ditentukan dan jumlahnya pun berbeda-beda.
Untuk ikan-ikan dari famili Cyprinidae, jumlah jari-jari pokok senantiasa
sama dengan jumlah jari-jari bercabang ditambah dengan satu jari-jari tidak
bercabang, karena hanya satu jari-jari tidak bercabang yang begitu panjangnya
sehingga mencapai pinggiran atas dari keping sirip (Gambar 25). Jika yang
dimaksudkan hanya jumlah jari-jari yang bercabang saja, maka hal ini harus
dinyatakan pula.
Pada saat menghitung jumlah jari-jari yang tidak bercabang, harus selalu
diingat untuk menganggap satu jari-jari lemah yang secara morfologi agak
mengeras. Jari-jari bercabang adalah semua jari-jari yang mempunyai cabang,
walaupun terlihat kurang begitu jelas (Gambar 26).
Dua jari-jari yang terakhir pada sirip punggung dan sirip dubur dihitung
sebagai satu jari-jari pokok. Jari-jari pokok yang terakhir ini sering tampak sebagai
dua duri yang berdekatan. Cara menghitung seperti ini biasa dilakukan pada
penghitungan jari-jari yang nyata bercabang. Sebaliknya cara ini tidak dapat
dipakai pada ikan yang berjari-jari tidak bercabang.
Rumus sirip ekor biasanya menggambarkan jumlah jari-jari pokok. Pada
ikan yang sirip ekornya berjari-jari yang bercabang maka jumlah jari-jari sirip ini
ditetapkan sebanyak jumlah jari-jari yang bercabang ditambah dua.
66

Gambar 24. Jari-jari pokok dan jari-jari cabang (Andy Omar, 1987)

Gambar 25. Jumlah jari-jari pokok (Andy Omar, 1987)

Gambar 26. Perbedaan jari-jari pada sirip ikan (Andy Omar, 1987)

67

Pada sirip yang berpasangan, semua jari-jari dihitung, termasuk yang


terkecil dan terletak pada sisi paling bawah atau paling sebelah dalam dari
pangkal sirip. Kadang-kadang untuk keperluan ini digunakan sebuah kaca
pembesar. Seringkali jari-jari yang kecil kadang-kadang merapat pada jari-jari
yang besar, sehingga harus dipisahkan terlebih dahulu sebelum menghitung
jumlah jari-jari. Jari-jari kecil ini ikut dihitung jika kita menghitung jumlah jari-jari
sirip dada, tetapi untuk sirip perut tidak perlu.
Jika kedua sirip perut bertaut menjadi satu sirip perut maka biasanya hal ini
dapat diketahui. Kedua sirip asal masih terlihat jelas karena bersatu kurang
lengkap atau kelihatan simetri pada kedua bagian yang membentuknya. Pada
keadaan tersebut di atas ini, jumlah jari-jari sirip hanya dihitung pada salah satu
bagian saja.
Pada ikan-ikan yang bersirip perut kurang sempurna, kadang-kadang satu
jari-jari mengeras hanya ada sebagai suatu penunjang yang terletak di bawah
selaput pembungkus dari jari-jari lemah pertama. Dengan menggunakan kaca
pembesar, hal ini dapat diketahui karena adanya buku-buku pada jari-jari tersebut
dan struktur kembar secara keseluruhan.
2. Menghitung jumlah sisik
Garis rusuk dibentuk oleh sisik-sisik yang berlubang atau berpori. Di bawah
sisik ini terletak seutas urat syaraf yang disebut neuromast. Jika garis rusuk tidak
ada maka dihitung jumlah sisik pada garis dimana biasa garis rusuk berada.
Penghitungan berakhir pada permulaan pangkal ekor, atau pada ruas tulang
belakang bagian ekor yang terakhir. Tempat ini dengan mudah dapat ditetapkan
yaitu dengan cara menggoyang-goyangkan sirip ekor, dan pada pelipatan pangkal
sirip ekor itu terletak ruas tulang belakang yang dimaksud. Sisik yang berada di
atas pelipatan ini tidak ikut dihitung, demikian juga sisik pada pangkal sirip ekor,
walaupun sisik-sisik ini berlubang. Sisik garis rusuk yang paling depan ialah sisik
di belakang lengkung bahu yang sama sekali tidak menyentuh lagi lengkung bahu
ini.
Ada tiga cara yang dapat digunakan untuk menghitung sisik-sisik di atas
dan di bawah garis rusuk, yaitu:
-

dengan cara menjatuhkan garis tegak dari permulaan sirip punggung


pertama (D1) sampai ke pertengahan dasar sirip perut, kemudian
68

menghitung jumlah sisik-sisik yang dilalui oleh garis tersebut (lihat


Gambar 27-A).
-

jika cara di atas tidak mungkin dilakukan karena garis tersebut melalui
dasar sirip perut, maka harus diambil garis tegak dari ujung dasar sirip
perut sampai ke punggung dan kemudian menghitung jumlah sisik-sisik
yang dilalui oleh garis ini (lihat Gambar 27-B).

cara yang lain yaitu jumlah sisik di atas garis rusuk dihitung mulai dari
permulaan sirip punggung pertama terus ke bawah dan ke belakang,
sedangkan untuk jumlah sisik di bawah garis rusuk dimulai pada
permulaan sirip dubur dan dihitung miring naik ke atas dan ke muka
(Gambar 27-C).

Pada penghitungan jumlah sisik-sisik seperti tersebut di atas ini, jumlah


sisik pada garis rusuk sendiri tidak ikut dihitung.
Jumlah sisik di muka sirip punggung adalah jumlah semua sisik yang
dikenai oleh garis yang ditarik dari permulaan sirip punggung sampai ke belakang
kepala. Biasanya sisik ini dihitung pada ikan yang garis pangkal kepalanya
merupakan garis perbatasan antara kuduk yang bersisik dan kepala yang tidak
bersisik. Jumlah baris sisik di muka sirip punggung (biasanya lebih kecil daripada
jumlah sisik di muka sirip punggung) adalah jumlah baris sisik pada suatu sisi dari
garis antara permulaan sirip punggung dengan kuduk.
Untuk mengetahui jumlah sisik pipi, terlebih dahulu dibuat sayatan garis
yang ditarik dari mata ke sudut keping tulang insang depan atau os preoperculare.
Selanjutnya, jumlah sisik pipi adalah jumlah baris sisik yang melewati garis
sayatan tersebut (Gambar 28).
Jumlah sisik di sekeliling badan dapat diketahui dengan cara menghitung
jumlah semua sisik yang dikenai oleh suatu garis yang mengelilingi badan dan
terletak di muka sirip punggung. Jumlah sisik ini sangat penting untuk digunakan
dalam mengidentifikasi famili Cyprinidae.
Jumlah sisik batang ekor adalah jumlah sisik yang dikenai oleh suatu garis
yang mengelilingi batang ekor.

69

Gambar 27. Sisik di atas dan di bawah garis rusuk (Andy Omar, 1987)

Gambar 28. Sisik pada pipi (Andy Omar, 1987)

70

3. Jumlah finlet
Finlet merupakan sirip-sirip tambahan rudimenter yang terpisah-pisah dan
terletak di belakang sirip punggung dan sirip dubur. Contoh ikan yang mempunyai
finlet di antaranya adalah ikan tenggiri (Scomberomorus commerson (Lacepde,
1800)) dan ikan layang (Decapterus russeli (Rppel, 1830)). Jumlah finlet perlu
diketahui karena sangat penting untuk identifikasi.
4. Insang
Insang terdiri dari tapis insang, tulang lengkung insang, dan lembaran atau
daun insang. Lengkung insang terdiri dari lengkung atas dan lengkung bawah.
Untuk identifikasi biasanya digunakan jumlah tapis insang pada lengkung insang
yang pertama pada satu sisi badan, kecuali jika ada ketentuan lain. Jumlah tapis
insang ialah jumlah seluruh tapis insang pada lengkung insang pertama pada satu
sisi badan, termasuk yang rudimenter.
5. Organ-organ Dalam
Beberapa organ dalam sebagai ciri taksonomis dapat dijadikan pegangan
untuk kepentingan identifikasi. Organ-organ dalam tersebut di antaranya adalah
jumlah vertebra, jumlah pilorik kaeka (pyloric caeca), bentuk gelembung renang
(vesica natatoria), dan posisi gelembung renang.
D. Soal-soal Latihan
Setelah membaca materi di atas, bentuklah kelompok diskusi (5 orang per
kelompok), kemudian masing-masing kelompok mempresentasikan selama 10
menit tugas di bawah ini.
1. Deskripsi ikan betok (Anabas testudineus (Bloch, 1792)) adalah sebagai
berikut: jari-jari keras sirip punggung: 16 - 20; jari-jari lemah sirip punggung:
7-10; jari-jari keras sirip dubur 9 - 11; dan jari-jari lemah sirip dubur: 8 - 11.
Setiap kelompok membuat rumus jari-jari sirip ikan tersebut.
2. Rumus jari-jari sirip ikan Eleutheronema tetradactylum (Shaw, 1804) berikut
ini: D. VIII; I-II, 13-15 A. I-II, 15-17 TL 2000. Jelaskan kesimpulan kelompok
masing-masing

71

E. Daftar Pustaka
Affandi, R., D.S. Sjafei, M.F. Rahardjo, dan Sulistiono. 1992. Iktiologi. Suatu
Pedoman Kerja Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu
Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Alamsjah, Z. 1974. Ichthyologi I. Departemen Biologi Perairan. Fakultas
Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Alamsjah, Z. dan M.F. Rahardjo. 1977. Penuntun Untuk Identifikasi Ikan.
Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Allen, G.R. 1985. FAO Species Catalogue. Volume 6. Snappers of the World. An
Annotated and Illustrated Catalogue of Lutjanid Species Known to Date.
FAO Fisheries Synopsis No. 125, Volume 6. Food and Agriculture
Organization of the United Nations. Rome.
Andy Omar, S. Bin. 1987. Penuntun Praktikum Sistematika Dasar. Jurusan
Perikanan Universitas Hasanuddin, Ujungpandang.
Bond, C.E. 1979. Biology of Fishes. W.B. Saunders Company, Philadelphia.
Carpenter, K.E. and V.H. 1998. FAO Species Identification Guide for Fishery
Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific.
Volume 2. Cephalopods, Crustaceans, Holothurians and Sharks. Food
and Agriculture Organization of the United Nations, Rome.
Carpenter, K.E. and V.H. 1999. FAO Species Identification Guide for Fishery
Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific.
Volume 3. Batoid Fishes, Chimaeras and Bony Fishes Part 1 (Elopidae to
Linophrynidae). Food and Agriculture Organization of the United Nations,
Rome.
Carpenter, K.E. and V.H. 1999. FAO Species Identification Guide for Fishery
Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific.
Volume 4. Bony Fishes Part 2 (Mugilidae to Carangidae). Food and
Agriculture Organization of the United Nations, Rome.
Carpenter, K.E. and V.H. 2001. FAO Species Identification Guide for Fishery
Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific.
Volume 5. Bony Fishes Part 3 (Menidae to Pomacentridae). Food and
Agriculture Organization of the United Nations, Rome.
Carpenter, K.E. and V.H. 2001. FAO Species Identification Guide for Fishery
Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific.
Volume 6. Bony Fishes Part 4 (Labridae to Latimeriidae). Food and
Agriculture Organization of the United Nations, Rome.

72

Direktorat Jenderal Perikanan. 1979. Buku Pedoman Pengenalan Sumber


Perikanan Laut. Bagian I (Jenis-jenis Ikan Ekonomis Penting). Direktorat
Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta.
Hubbs, C.L. and K.F. Lagler. 1958. Fishes of the Great Lakes Region. University
of Michigan Press, Ann Arbor, Michigan.
Kent, G.G. 1954. Comparative Anatomy of the Vertebrates. McGraw Hill Book
Company, Inc., New York.
Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N. Kartikasari, and S. Wirjoatmodjo. 1993. Freshwater
Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Editions Limited,
Hong Kong.
Lagler, K.F., J.E. Bardach, R.R. Miller, and D.R.M. Passino. 1977. Ichthyology.
Second edition. John Wiley and Sons, Inc., New York.
Moyle, P.B. and J.J. Cech, Jr. 1988. Fishes. An Introduction to Ichthyology.
Second edition. Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.
Nikolsky, C.V. 1963. The Ecology of Fishes. Academic Press, London.
Parin, N.V. 1999. Exocoetidae, pp. 2162-2179. In Carpenter, K.E. and V.H. 1999.
FAO Species Identification Guide for Fishery Purposes. The Living Marine
Resources of the Western Central Pacific. Volume 4. Bony Fishes Part 2
(Mugilidae to Carangidae). Food and Agriculture Organization of the
United Nations, Rome.
Rahardjo, M.F. 1980. Ichthyologi. Departemen Biologi Perairan. Fakultas
Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid 1 dan 2. Bina Cipta,
Jakarta.
Scott, J.S. 1959. An Introduction to the Sea Fishes of Malaya. Ministry of
Agriculture, Federation of Malaya.
Sjafei, D.S., M.F. Rahardjo, R. Affandi, dan M. Brodjo. 1989. Bahan Pengajaran
Sistematika Ikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

73

Anda mungkin juga menyukai