II
Identitas Pasien
Nama
Umur
JenisKelamin
Pekerjaan
Tanggal Masuk
RM
: Tn. F
: 17 Th
: Laki-Laki
: Pelajar
: 20 November 2014
: 42 59 55
Riwayat Penyakit
Keluhan Utama : Benjolan pada lengan kanan
Anamnesis Tambahan :
Pasien masuk dengan keluhan benjolan di lengan kanan yang dialami sejak
3 tahun yang lalu. Benjolan tersebut awalnya kecil seperti kelereng, dan dalam
jangka waktu 3 tahun, benjolan tersebut semakin membesar hingga sekarang
seperti bola kasti. Pasien merasa nyeri kadang-kadang muncul ketika sedang
beraktifitas, nyeri yang dirasakan seperti kram pada benjolan. Ada keluhan
demam hilang timbul 1 bulan terakhir, tidak ada keluhan mual, maupun muntah,
nafsu makan baik dan berat badan dirasakan menurun.
Riwayat sebelumnya: Pasien mengatakan 5 tahun yang lalu pasien pernah
mengalami kecelakaan dan tangan kanan mengalami keseleo. Namun pasien tidak
berobat ke dokter, hanya berobat ke dukun dan tangan yang sakit sering diurut.
Riwayat keluhan yang sama pada keluarga tidak ada.
III
Pemeriksaan Fisis
Keadaan umum : Sakit sedang
Tanda vital :
TD
: 120/80 mmHg
Nadi
: 78 x/menit, kuat angkat
Pernapasan : 16 x/menit
Suhu
: 37,0 0C
Kepala
: Tidak ada kelainan
Mata
: Konjunctiva anemis -| Hidung
:Tidak ada kelainan
Telinga: Tidak ada kelainan
Leher
: Tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening
Thorax
: Dalam batas normal
Abdomen
: Dalam batas normal
Ekstremitas:
Ekstremitas superior :
o Regio. Antebrahii Dextra
Inspeksi : Tampak benjolan di proksimal antebrahii, warna sama
dengan warna kulit, venektasi (+), deformitas (+),
Palpasi : Teraba benjolan ukuran 14x10x6 cm, konsistensi padat
keras, permukaan tidak berbenjol, tepi rata, terfiksir
dengan jaringan dibawahnya, dan tidak terfiksir dengan
IV
Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan Motorik (Kekuatan)
o Ekstremitas superior : 5/5
o Ekstremitas inferior : 5/5
Pemeriksaan Sensorik
: Dalam batas normal
Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin
WBC : 7.24 x 103/uL
RBC : 5.53 x 106/uL
HGB: 16,2 g/dL
HCT : 47.3 %
PLT : 248 x 103/uL
Biopsi
Sediaan hapusan terdiri dari sel-sel radang limfosit yang cukup padat pada
satu focus tampak sel-sel maligna, pleomorfik, terdapat area nekrosis
diantaranya.
Kesan : Radang granulomatous dd Soft tissue sarkoma
CT Scan Antebrachii
VI
Resume
Laki-laki 17 tahun, masuk dengan keluhan benjolan di tangan kanan
yang dialami sejak 3 tahun yang lalu. Benjolan tersebut awalnya kecil seperti
kelereng, lama-kelamaan membesar seperti bola kasti. Nyeri kadang-kadang
muncul saat beraktifitas, hilang timbul dan terasa seperti kram pada benjolan.
Ada keluhan demam hilang timbul 1 bulan terakhir, nafsu makan baik namun
berat badan dirasakan menurun. Riwayat sebelumnya : Pasien mengatakan 5
tahun yang lalu pasien pernah mengalami kecelakaan dan tangan kanan
mengalami keseleo dan tangan yang sakit sering diurut. Dari hasil
Diagnosis
Soft Tissue Tumor Antebrachii dekstra
VIII
Penatalaksanaan
- Terapicairan
- Antibiotik
- Rencanakan operasi
II. DISKUSI
SOFT TISSUE TUMOR
A DEFINISI
Soft tissue atau jaringan lunak merupakan semua jaringan nonepitel
selain tulang, tulang rawan, otak dan selaputnya, sistem saraf pusat, sel
hematopoietik, dan jaringan limfoid. Tumor jaringan lunak umumnya
diklasifikasikan berdasarkan jenis jaringan yang membentuknya, termasuk
lemak, jaringan fibrosa, otot dan jaringan neurovaskular. Namun, sebagian
tumor jaringan lunak tidak diketahui asalnya. 1 Tumor (berasal dari tumere
bahasa Latin, yang berarti "bengkak"), merupakan salah satu dari lima
karakteristik inflamasi. Namun, istilah ini sekarang digunakan untuk
menggambarkan
pertumbuhan
jaringan
biologis
yang
tidak
normal.
dengan
organ visceral.
Mesoderm : berkembang menjadi jaringan ikat, jaringan lemak, tulang
rawan, tulang, otot polos, otot serat lintang, jaringan hematopoietik (sumsum tulang dan jaringan limfoid), pembuluh darah, dan pembuluh limfe.2
Jaringan lemak
Jaringan lemak adalah jenis jaringan ikat khusus yang terutama
terdiri atas sel lemak (Adiposit). Pada pria dewasa normal, jaringan lemak
merupakan 15-20% dari berat badan, pada wanita normal 20-25% dari
berat badan.3
b Jaringan fibrosa
Otot
Otot adalah sebuah jaringan dalam tubuh dengan kontraksi sebagai
tugas utama. Otot diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu otot lurik, otot
polos dan otot jantung. Otot menyebabkan pergerakan suatu organisme
maupun pergerakan dari organ dalam organisme tersebut.5
- Otot lurik
Otot lurik bekerja di bawah kehendak (otot sadar) sehingga
disebut otot volunteer. Pergerakannya diatur sinyal dari sel saraf
motorik. Otot ini menempel pada kerangka dan digunakan untuk
-
pergerakan.
Otot polos
Otot yang ditemukan dalam intestinum dan pembuluh darah
bekerja dengan pengaturan dari sistem saraf tak sadar, yaitu saraf
otonom.
Otot jantung
Kontraksi otot jantung bersifat involunter, kuat dan berirama.6
d Pembuluh darah
Terdapat 3 jenis pembuluh darah, yaitu:
a. Arteri
Suatu rangkaian pembuluh eferen yang setelah bercabang akan
mengecil dengan fungsi mengangkut darah bersama nutrient dan
oksigen ke jaringan.
b. Kapiler
Jalinan difus saluran-saluran halus yang beranastomosis secara
luas dan melalui dinding pembuluh inilah terjadi pertukaran darah dan
jaringan.
6
c. Vena
Bagian konvergensi dari kapiler ke dalam system pembuluhpembuluh yang lebih besar yang menghantar produk metabolism (CO2
dan lain-lain) kea rah jantung.5
e
Saraf perifer
Komponen utama dari susunan saraf tepi adalah serabut saraf,
ganglia, dan ujung saraf. Serabut saraf adalah kumpulan serat saraf yang
dikelilingi selubung jaringan ikat. Tumor pada serabut saraf neurofibroma.
Pada serat saraf tepi, sel penyelubung yaitu sel schwann. Tumor pada
penyeluubung sel saraf tepi yaitu schwannoma.5
C EPIDEMIOLOGI
Secara umum, tumor jinak jaringan lunak terjadi 10 kali lebih sering
daripada keganasan. Kejadian soft tissue sarcoma antara usia 15-35 tahun per
1 juta populasi. Angka ini meningkat seiring bertambahnya usia dan lebih
sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan. Secara umum angka
kejadiannya adalah 1% dari keganasan pada orang dewasa dan 15 % dari
keganasan pada anak-anak. Sarcoma dapat berkembang pada setiap tempat,
namun secara anatomis kurang lebih setengahnya terjadi di ekstremitas,
dengan prevalensi 45% ekstremitas bawah dan 15% ekstremitas atas, 10%
pada regio kepala dan leher, 15% di retroperitoneum, dan 15% pada dinding
abdomen dan thoraks.
Tipe soft tissue tumor dapat terjadi pada perbedaan usia yaitu;
-
D ETIOLOGI
7
neurofibroma
dan
memiliki
kecenderungan
mengalami
tranformasi keganasan.
2 Radiasi
Mekanisme yang patogenik adalah munculnya mutasi gen radiasi induksi
yang mendorong transformasi neoplastik.
3 Lymphedema Kronik
Telah dilaporkan bahwa pasien dengan karsinoma mammae yang disertai
dengan pembesaran kelenjar limfe kronik dapat menjadi predisposisi
4
terjadinya lymphangiosarcoma.
Lingkungan karsinogen
Sebuah hubungan antara eksposur ke berbagai karsinogen dilaporkan
meningkatnya insiden tumor jaringan lunak. Sebagai contoh, kejadian
angiosarkoma hepatik berhubungan dengan paparan arsen, thorium
dioxide, dan vinyl chloride.
Infeksi
Infeksi
virus
Epstein-Barr
pada
pasien
yang
mengalami
umumnya
tumor-tumor
jaringan
lunak
atau Soft
Tissue
Lipoma
Liposarkoma
Fasilitis Nodularis
Fibromatosis
2.
Fibromatosis
Superfisialis
Fibromatosis Profunda
Fibrosarkoma
3.
Tumor Fibriohistiositik
Histiositoma Fibrosa
Dermatofibrosarkoma
Protuberans
Histiositoma Fibrosa
Maligna
4.
Rabdomioma
Rabdomiosarkoma
Leiomioma
Leiomiosarkoma
5.
6.
Tumor Vaskular
Hemangioendotelioma
Hemangioperisitoma
Angiosarkoma
Neurofibroma
7.
Schwannoma
Tumor ganas selubung
saraf perifer
Tumor Sel Granular
Sarkoma Sinovium
8.
10
Fat
Lipoma
Liposarkoma
Fibrous tissue
Fibroma
Fibrosarkoma
Skeletal muscle
Rabdomioma
Rabdomiosarkoma
Smooth muscle
Leiomioma
Leiomyosarkoma
Synovium
Synovioma
Sarkoma sinovial
Blood vessel
Hemangioma
hemangiopericytoma
Angiosarkoma; malignant
Lymphatics
Lymphangioma
Lymphangiosarkoma
Nerve
Neurofibroma
Neurofibrosarkoma
Mesothelium
Benign mesothelioma
Malignant mesothelioma
Tissue histiocyte
Benign fibrous
histiocytoma
Malignant fibrous
histiocytoma
Pluripotent
None recognized
Malignant
mesenchymoma
Uncertain
Ewing's sarkoma;
alveolar soft parts
G STAGING
Klasifikasi TNM :
Primary tumour (T)
Tx
T0
T1
T2
11
Nx
N0
N1
M0
M1
G Histopathologic grade
Stage IA
Low grade
T1a
N0
M0
Stage IB
Low grade
Low grade
T1b
T2a
N0
N0
M0
M0
Stage IIA
Low grade
High grade
T2b
T1a
N0
N0
M0
M0
Stage IIB
Stage III
Stage IV
High grade
High grade
High grade
Any
T1b
T2a
T2b
Any T
N0
N0
N0
N1
M0
M0
M0
M0
Any
AnyT
AnyN
M1
12
H MANIFESTASI KLINIK
Gejala dan tanda tumor jaringan lunak tidak spesifik, tergantung pada
lokasi di mana tumor berada, umumnya gejalanya berupa adanya suatu
benjolan dibawah kulit yang tidak terasa sakit. Hanya sedikit penderita yang
mengeluh sakit, yang biasanya terjadi akibat pendarahan atau nekrosis dalam
tumor, dan bisa juga karena adanya penekanan pada saraf-saraf tepi.
Tumor jinak jaringan lunak biasanya tumbuh lambat, tidak cepat
membesar, bila diraba terasa lunak dan bila tumor digerakan relatif masih
mudah digerakan dari jaringan di sekitarnya dan tidak pernah menyebar ke
tempat jauh.
13
dan
tumor
jinak
jaringan
lunak.
Untuk
SJL
lokasi
di
metastasis regional.
Data Epidemiologi di Sweden menyatakan bahwa pembesaran tumor
lebih dari 5 cm dan lebih dalam dari jaringan subkutan dapat menyokong
diagnosis sebagai suatu malignansi dari soft tissue tumor.
1. Jaringan Lemak
Lipoma dapat single dapat pula multiple. Bentuk lipoma bila masih
kecil bulat atau oval, bila sudah besar berbenjol-benjol atau lobuler, karena
adanya sekat-sekat jaringan ikat yang masuk ke dalam tumor. Lipoma
dapat mencapai ukuran yang sangat besar 10 kg atau lebih dan dapat
14
lain
yang
menyertai.
Umumnya
lunak,
dapat
kisteus
Beberapa piloleiomyomas
Solitary piloleiomyoma
Angioleiomyoma (soliter)
Piloleiomyomas
berasal
dari
otot
pili
arrector
unit
15
neoplastik
dan
hamartoma.
Hamartoma
dibagi
menjadi
16
a. Hemangioma arteriale
Hemangioma arteriale
berbentuk
tumor
berwarna
merah.
17
a) Limfangioma capilaris
Disebut juga limfangioma simpleks. Ini berupa vesikel atau kutil kecilkecil di kulit atau mukosa dengan warna yang sama dengan kulit
normal di sekitarnya, yang berisi cairan limfe.
b) Limfangioma cavernosum
Limfangioma cavernosum berbentuk tumor di kulit, subkutan atau
mukosa atau berupa pembesaran organ yang bersangkutan yang
konsistensinya lunak seperti spons, dengan warna yang normal seperti
jaringan di sekitarnya. Misalnya limfangioma pada lidah berupa
lidahnya besar (macroglosi), pada bibirnya besar (macrocheili).
c) Limfangioma kistikum
Disebut juga Hygroma. Ini berupa kista yang berisi cairan limfe di
subkutan atau di tempat yang dalam. Sering terdapat di leher (hygroma
colli), di axilla (hygroma axillare).(1)
5. Jaringan Saraf Perifer (10)
Neurofibroma adalah tumor jinak selubung saraf dalam sistem
saraf perifer. Biasanya ditemukan pada individu dengan neurofibromatosis
tipe I (NF1), sebuah autosomal dominan penyakit genetik yang
diturunkan. Neurofibroma muncul dari non-myelin jenis sel Schwann yang
menunjukkan inaktivasi dari gen NF1 yang kode untuk protein
neurofibromin.
Neurofibroma dibagi menjadi tipe yaitu dermal dan plexiform.
neurofibroma kulit berhubungan dengan saraf tepi tunggal, sementara
plexiform neurofibroma berhubungan dengan berkas saraf ganda. Menurut
sistem klasifikasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Neurofibroma
dermal dan plexiform adalah kelas I tumor. Plexiform neurofibroma lebih
sulit untuk diobati dan bisa berubah menjadi tumor ganas. Neurofibroma
dermal tidak menjadi ganas.
a. Neurofibroma Dermal. Kadang-kadang disebut sebagai neurofibroma
kulit berasal dari saraf di kulit . Tiga jenis yang dibedakan:
1) Diskrit kulit neurofibroma: massa sessile atau pedunkulata pada
kulit, tidak nyeri tekan, dan dapat bervariasi dalam ukuran.
18
tetapi
sebaliknya
menyerupai
kulit
dan
subkutan
neurofibroma.
b. Neurofibroma Plexiform: Dapat tumbuh dari saraf di kulit atau dari
berkas saraf internal, dan bisa sangat besar. Internal plexiform
neurofibroma sangat sulit untuk menyembuhkannya karena tumor
tersebut dapat bertambah besar melalui lapisan jaringan dan dapat
merusak jaringan sehat atau organ sekitarnya.
6. Jaringan Penyambung
Sinovial Sarcoma adalah salah satu tumor jaringan lunak yang
paling umum terjadi pada remaja dan pasien muda, dengan sekitar 1 dari 3
kasus yang terjadi dalam 2 dekade pertama kehidupan. Rata-rata pasien
yang didiagnosa adalah sekitar 30 tahun. Lokasi tumor dibagi berdasarkan:
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1 Pemeriksaan Laboratorium
19
biopsi eksisi.
Pemeriksaan Radiologi
MRI merupakan modalitas diagnostik terbaik untuk mendeteksi,
karakterisasi, dan menaikkan stadium tumor jaringan lunak. MRI mampu
membedakan jaringan tumor dengan otot di sekitarnya dan dapat menilai
terkena tidaknya komponen neurovaskular yang penting dalam limb
salvage surgery. MRI juga biasa digunakan untuk mengarahkan biopsi,
merencanakan teknik operasi, mengevaluasi respons kemoterapi,
penentuan ulang stadium, dan evaluasi jangka panjang terjadinya
kekambuhan lokal. Foto Roentgen juga bisa menunjukkan reaksi tulang
akibat invasi tumor jaringan lunak seperti destruksi, reaksi periosteal atau
remodeling tulang. Peran CT-scan telah lama digantikan oleh MRI, tetapi
CT-scan memiliki keunggulan dalam mendeteksi kalsifikasi dan osifikasi,
melihat metastasis di tempat lain (biasanya paru-paru), dan mengarahkan
FNAB (biopsi tertutup) tumor jaringan lunak.
PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya prinsip penatalaksanaan untuk tumor jinak jaringan
lunak adalah eksisi yaitu pengangkatan seluruh jaringan tumor. Tapi
penatalaksanaan berbeda pada sarkoma jaringan lunak. Prosedur terapi untuk
sarkoma jaringan lunak yaitu dibedakan atas lokasinya, antara lain :
1 Ekstremitas
Pengelolaan SJL di daerah ekstremitas sedapat mungkin haruslah dengan
tindakan the limb-sparring operation dengan atau tanpa terapi
adjuvant (radiasi/kemoterapi). Tindakan amputasi harus ditempatkan
sebagai pilihan terakhir. Tindakan yang dapat dilakukan selain tindakan
20
disamping
pemberian
radioterapi
brakhiterapi.
SJL Pada Ekstremitas yang Tidak Resektabel
Ada 2 pilihan yang dapat dilakukan, yaitu :
Sebelum tindakan eksisi luas terlebih
eksterna
dahulu
atau
dilakukan
kali.
Pilihan lain adalah dilakukan terlebih dahulu eksisi kemudian
21
amputasi.
SJL Pada Ekstremitas yang Residif
Bila masih resektabel dilakukan eksisi luas dilanjutkan terapi ajuvan
radioterapi/kemoterapi. Bila sebelumnya pernah mendapat terapi
ajuvan, perlu dipertimbangkan kembali apakah masih mungkin untuk
kemoterapi ajuvan dengan regimen yang berbeda atau radiasi dengan
modalitas yang lain. Untuk kasus residif yang tidak resektabel
dilakukan amputasi, bila pasien menolak dapat dipertimbangkan
pengelolaan seperti kasus primer yang tidak resektabel.
Viseral/Retroperitoneal
Jenis histopatologi yang sering ditemukan adalah liposarkoma dan
leiomiosarkoma. Bila dari penilaian klinis/penunjang ditegakkan
diagnosis SJL viseral/retroperitoneal harus dilakukan pemeriksaan tes
fungsi ginjal dan pemeriksaan untuk menilai pasase usus. Sebelum
operasi dilakukan persiapan kolon untuk kemungkinan dilakukan
reseksi kolon. Modalitas terapi yang utama untuk SJL viseral/
retroperitoneal adalah tindakan operasi.
Bila SJL telah menginfiltrasi ginjal dan dari tes fungsi ginjal
diketahui ginjal kontralateral dalam kondisi baik, maka tindakan eksisi
luas harus disertai dengan tindakan nefrektomi. Dan bila telah
menginfiltrasi kolon, maka dilakukan reseksi kolon.
Seringkali tindakan eksisi luas yang dilakukan tidak dapat
mencapai reseksi radikal karena terbatas oleh organ-organ vital seperti
aorta, vena cava, dan sebagainya, sehingga tindakan yang dilakukan tidak
radikal dan terbatas pada pseudo kapsul. Untuk kasus yang demikian
perlu dipikirkan terapi ajuvan, berupa kemoterapi dan atau radioterapi.
Setelah
dilakukan
pemeriksaan
laboratorium/pemeriksaan
penunjang ditegakkan diagnosis SJL viseral/retroperitoneal, kemudian
22
minggu.
Doxorubicin + Ifosfamide + Mesna + Dacarbazine
Mesna 2,5 g/m2/hari IV pada hari 1-4 plus doxorubicin 20
mg/m2/hari/IV pada hari 1-3 plus Ifosfamide 2,5 g/m2/hari/IV pada hari
23
Lokasi serta besar dari tumor: tumor yang berada di superfisial memiliki
prognosis yang relatif lebih baik, dan semakin besar tumor, semakin
buruk prognosisnya.
24
III. OSTEOMIELITIS
A. DEFINISI
Ostemomielitis adalah suatu proses inflamasi akut maupun kronik pada
tulang dan struktur disekitarnya yang disebabkan oleh organisme pyogenik
(Randall, 2011). Dalam kepustakaan lain dinyatakan bahwa osteomielitis adalah
radang tulang yang disebabkan oleh organisme piogenik, walaupun berbagai agen
infeksi lain juga dapat menyebabkannya. Ini dapat tetap terlokalisasi atau dapat
tersebar melalui tulang, melibatkan sumsum, korteks, jaringan kanselosa dan
periosteum. (Dorland, 2002).
B. INSIDENS
1 Morbiditas
Prevalensi keseluruhan adalah 1 kasus per 5.000 anak. Prevalensi
neonates adalah sekitar 1 kasus per 1.000 kejadian. Sedangkan kejadian pada
pasien dengan anemia sel sabit adalah sekitar 0,36%. Prevalensi osteomielitis
setelah trauma pada kaki sekitar 16% (30-40% pada pasien dengan DM).
insidensi osteomielitis vertebral adalah sekitar 2,4 kasus per 100.000
penduduk. (Randall, 2011).
Morbiditas dapat signifikan dan dapat termasuk penyebaran infeksi
lokal ke jaringan lunak yang terkait atau sendi; berevolusi menjadi infeksi
kronis,
dengan
rasa
nyeri dan
kecacatan;
amputasi
ekstremitas
vertebral
mengembangkan
temuan
neurologis
atau kompresi corda spinalis. Sebanyak 30% dari pasien anak dengan
25
umum
dijumpai
dengan
Methicillin-Resistant
Staphylococcus
Mortalitas
Tingkat mortalitas rendah, kecuali yang berhubungan dengan sepsis
Ras
Tidak ada peningkatan kejadian osteomielitis dicatat berdasarkan ras.
(Randall, 2011).
4
Jenis kelamin
Pria memiliki resiko relatif lebih tinggi, yang meningkatkan melalui
Usia
Secara
distribusi
usia
bimodal.
26
Infeksi pada osteomyelitis dapat terjadi lokal atau dapat menyebar melalui
periosteum, korteks, sumsum tulang, dan jaringan retikular. Jenis bakteri bevariasi
berdasarkan pada umur pasien dan mekanisme dari infeksi itu sendiri.
Terdapat dua kategori dari osteomyelitis akut:
1. Hematogenous osteomyelitis, infeksi disebabkan bakteri melalui darah.
Acute hematogenous osteomyelitis, infeksi akut pada tulang disebabkan
bakteri yang berasal dari sumber infeksi lain. Kondisi ini biasanya terjadi
pada anak-anak. Bagian yang sering terkena infeksi adalah bagian yang
sedang bertumbuh pesat dan bagian yang kaya akan vaskularisasi dari
metaphysis. Pembuluh darah yang membelok dengan sudut yang tajam
pada distal metaphysis membuat aliran darah melambat dan menimbulkan
endapan dan trombus, tulang itu sendiri akan mengalami nekrosis lokal
dan akan menjadi tempat berkembang biaknya bakteri. Mula-mula terdapat
fokus infeksi didaerah metafisis, lalu terjadi hiperemia dan udem. Karena
tulang bukan jaringan yang bisa berekspansi maka tekanan dalam tulang
ini menyebabkan nyeri lokal yang sangat hebat.
Infeksi dapat pecah ke subperiost, kemudian menembus subkutis dan
menyebar menjadi selulitis atau menjalar melalui rongga subperiost ke
diafisis. Infeksi juga dapat pecah kebagian tulang diafisis melalui kanalis
medularis.
Penjalaran subperiostal kearah diafisis akan merusak pembuluh
darah yang kearah diafisis, sehingga menyebabkan nekrosis tulang yang
disebut
sekuester.
Periost
akan
membentuk
tulang
baru
yang
27
klasifikasi
mengkategorisasikan
lainnya
infeksi
dikembangkan
muskuloskeletal
oleh
Waldvogel
berdasarkan
etiologi
yang
dan
28
infeksi lokal jaringan lunak yang sudah ada sebelumnya seperti ulkus diabetikum.
(Anonym, 1992)
Cierny-Mader mengembangkan suatu sistem staging untuk osteomielitis
yang diklasifikasikan berdasarkan penyebaran anatomis dari infeksi dan status
fisiologis dari penderitanya. Stadium 1 medular, stadium 2 korteks superfisial,
stadium 3 medular dan kortikal yang terlokalisasi, dan stadium 4 medular dan
kortikal difus. (Anonim,1992).
1.
terjadi pada tulang yang sedang tumbuh. Penyakit ini disebut sebagai
osteomielitis primer karena kuman penyebab infeksi masuk ke tubuh secara
langsung dari infeksi lokal di daerah orofaring, telinga, gigi, atau kulit secara
hematogen. Berbeda dengan osteomielitis primer, infeksi osteomielitis
sekunder berasal dari infeksi kronik jaringan yang lebih superfisial seperti
ulkus dekubitum, ulkus morbus hensen ulkus tropikum, akibat fraktur terbuka
yang mengalami infeksi berkepanjangan, atau dari infeksi akibat pemasangan
protesis sendi. (Adam,2004)
Pada awalnya terjadi fokus inflamasi kecil di daerah metafisis tulang
panjang. Jaringan tulang tidak dapat meregang, maka proses inflamasi akan
menyebabkan peningkatan tekanan intraoseus yang menghalangi aliran darah
lebih lanjut. Akibatnya jaringan tulang tersebut mengalami iskemi dan
nekrosis. Bila terapi tidak memadai, osteolisis akan terus berlangsung
sehingga kuman dapat menyebar keluar ke sendi dan sirkulasi sistemik dan
menyebabkan sepsis. Penyebaran ke arah dalam akan menyebabkan infeksi
medula dan dapat terjadi abses yang akan mencari jalan keluar sehingga
membentuk fistel. Bagian tulang yang mati akan terlepas dari tulang yang
hidup dan disebut sebagai sekuester. Sekuester meninggalkan rongga yang
secara perlahan membentuk dinding tulang baru yang terus menguat untuk
29
30
31
2.
Osteomielitis Subakut.
Infeksi subakut biasanya berhubungan dengan pasien pediatrik. Infeksi
ini biasanya disebabkan oleh organisme dengan virulensi rendah dan tidak
memiliki gejala. Osteomielitis subakut memiliki gambaran radiologis yang
merupakan kombinasi dari gambaran akut dan kronis. Seperti osteomielitis
akut, maka ditemukan adanya osteolisis dan elevasi periosteal. Seperti
osteomielitis kronik, maka ditemukan adanya zona sirkumferensial tulang
yang sklerotik. Apabila osteomielitis subakut mengenai diafisis tulang
panjang, maka akan sulit membedakannya dengan Histiositosis Langerhans
atau Ewings Sarcoma. (Hidiyaningsih, 2012)
Brodie Abses.
Lesi ini, awalnya ditemukan oleh Brodie pada tahun 1832, merupakan
bentuk
lokal
osteomielitis
subakut,
dan
sering
disebabkan
oleh
32
33
nekrotik
akan
menjadi
tempat
yang
menguntungkan
untuk
E. MANIFESTASI KLINIS
Osteomielitis hematogeneus biasanya memiliki progresivitas gejala yang
lambat.osteomielitis langsung (direct osteomyelitis) umumnya lebih terlokalisasi
dengan tanda dan gejala yang menonjol. Gejala umum dari osteomielitis meliputi :
1. Osteomielitis hematogenus tulang panjang
Kelelahan
Irritabilitas
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap:
Jumlah leukosit mungkin tinggi, tetapi sering normal.
Adanya
Tingkat
dan nonspesifik;
penelitian
C-reaktif
ini
protein
mungkin
biasanya
tinggi
lebih berguna
kronis seringkali
35
sekitar
50%
pasien
aspirasi memiliki
hasil
edema jaringan
Perubahan
tulang tidak
awalnya bermanifestasi
setelah
sebagai
elevasi
hari dan
periosteal
hari,
terinfeksi.
diikuti
90%
pada
oleh
pasien
polos, CT,
Sensitivitas berkisar
antara 90-
pada
orang
dewasa
dengan temuan
dramatis
normal
menurun dalam
67
gallium
dan /
Hal
ini
tidak direkomendasikan
untuk
36
penggunaan
rutin
untuk
sejak
1-2 hari
gejala.
Kelainan
kumpulan cairan
tulang.
G. DIAGNOSIS BANDING
Osteomielitis mudah didiagnosis secara klinis, pemeriksaan radiologis dan
tambahan seperti CT dan MRI jarang diperlukan. Namum demikian,
seringkali osteomielitis memiliki gejala klinis yang hampir sama dengan yang
lain. Khususnya dalam keadaan akut, gejala klinis yang muncul sama seperti
pada histiocytosis sel Langerhans atau sarkoma Ewing. Perbedaan pada
setiap masing-masing kondisi dari jaringan lunak. Pada osteomielitis, jaringan
lunak terjadi pembengkakan yang difus. Sedangkan pada sel langerhan
histiocytosis tidak terlihat secara signifikan pembengkakan jaringan lunak
atau massa. Sedangkan pada ewing sarkoma pada jaringan lunaknya terlihat
sebuah massa. Durasi gejala pada pasien juga memainkan peranan penting
untuk diagnostik. Untuk sarkoma ewing dibutuhkan 4-6 bulan untuk
menghancurkan tulang sedangkan osteomielitis 4-6 minggu dan histiocytosis
sel langerhans hanya 7-10 hari. (Adam, 2004)
- Selulitis.
- Gangren gas.
- Gout dan Pseudogout.
- Neoplasma, pada tulang belakang.
- Kelumpuhan pada masa anak-anak.
- Osteosarkoma.
- Tumor Ewing.
- Infeksi pada saraf spinal.
37
H. TERAPI
Osteomielitis akut harus diobati segera. Biakan darah diambil dan
pemberian antibiotika intravena dimulai tanpa menunggu hasil biakan. Karena
Staphylococcus merupakan kuman penyebab tersering, maka antibiotika yang
dipilih harus memiliki spektrum antistafilokokus. Jika biakan darah negatif, maka
diperlukan aspirasi subperiosteum atau aspirasi intramedula pada tulang yang
terlibat. Pasien diharuskan untuk tirah baring, keseimbangan cairan dan elektrolit
dipertahankan, diberikan antipiretik bila demam, dan ekstremitas diimobilisasi
dengan gips. Perbaikan klinis biasanya terlihat dalam 24 jam setelah pemberian
antibiotika. Jika tidak ditemukan perbaikan, maka diperlukan intervensi bedah.
(Skinner,2003)
Terapi antibiotik biasanya diteruskan hingga 6 minggu pada pasien dengan
osteomielitis. LED dan CRP sebaiknya diperiksa secara serial setiap minggu
untuk memantau keberhasilan terapi. Pasien dengan peningkatan LED dan CRP
yang persisten pada masa akhir pemberian antibiotik yang direncanakan mungkin
memiliki infeksi yang tidak dapat ditatalaksana secara komplit. C-Reactive
Protein (CRP) Adalah suatu protein fase akut yang diproduksi oleh hati sebagai
respon adanya infeksi, inflamasi atau kerusakan jaringan. Inflamasi merupakan
proses dimana tubuh memberikan respon terhadap injury . Jumlah CRP akan
meningkat tajam beberapa saat setelah terjadinya inflamasi dan selama proses
inflamasi sistemik berlangsung. Sehingga pemeriksaan CRP kuantitatif dapat
dijadikan petanda untuk mendeteksi adanya inflamasi/infeksi akut. Berdasarkan
penelitian, pemeriksaan Hs-CRP dapat mendeteksi adanya inflamasi lebih cepat
dibandingkan pemeriksaan Laju Endap Darah (LED). Terutama pada pasien anakanak yang sulit untuk mendapatkan jumlah sampel darah yang cukup untuk
pemeriksaan LED. (Hidiyaningsih, 2012)
Sedangkan LED adalah merupakan salah satu pemeriksaan rutin untuk
darah. Proses pemeriksaan sedimentasi (pengendapan) darah ini diukur dengan
memasukkan darah kita ke dalam tabung khusus selama satu jam. Makin banyak
38
sel darah merah yang mengendap maka makin tinggi LED-nya. Tinggi ringannya
nilai pada LED memang sangat dipengaruhi oleh keadaan tubuh kita, terutama
saat terjadi radang. Nilai LED meningkat pada keadaan seperti kehamilan ( 35
mm/jam ), menstruasi, TBC paru-paru ( 65 mm/jam ) dan pada keadaan infeksi
terutama yang disertai dengan kerusakan jaringan. Jadi pemeriksaan LED masih
termasuk pemeriksaan penunjang yang tidak spesifik untuk satu penyakit. Bila
dilakukan secara berulang laju endap darah dapat dipakai untuk menilai
perjalanan penyakit seperti tuberkulosis, demam rematik, artritis dan nefritis. LED
yang cepat menunjukkan suatu lesi yang aktif, peningkatan LED dibandingkan
sebelumnya menunjukkan proses yang meluas, sedangkan LED yang menurun
dibandingkan sebelumnya menunjukkan suatu perbaikan. (Hidiyaningsih, 2012).
Perbedaan pemeriksaan CRP dan LED:
Hs-CRP meningkat tajam saat terjadi inflamasi dan menurun jika terjadi
perbaikan sedang LED naik kadarnya setelah 14 hari dan menurun secara
lambat sesuai dengan waktu paruhnya.
Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibiotika, tulang yang
terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik diangkat dan
daerah itu diiringi secara langsung dengan larutan salin fisiologis steril. Tetapi
antibiotik dianjurkan. Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan adjuvan
terhadap
debridemen
bedah.
Dilakukan
sequestrektomi
(pengangkatan
39
Adanaya sequester.
Adanya abses.
Rasa sakit yang hebat.
Bila mencurigakan adanya
perubahan
kearah
keganasan
(karsinoma Epidermoid).
Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau
dipasang tampon agar dapat diisi oleh jaringan granulasi atau dilakukan grafting
dikemudian hari. Dapat dipasang drainase berpengisap untuk mengontrol
hematoma dan mebuang debris. Dapat diberikan irigasi larutan salin normal
selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi samping dengan pemberian irigasi
ini. (Canale, 2007)
Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan graft tulang kanselus untuk
merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi
dengan transfer tulang berpembuluh darah atau flup otot (dimana suatu otot
diambil dari jaringan sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh).
Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan darah; perbaikan asupan darah
kemudian akan memungkinkan penyembuhan tulang dan eradikasi infeksi.
Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan
40
antibiotik
yang
tidak
cocok
dengan
mikroorganisme
penyebabnya
2. Dosis yang tidak adekuat
3. Lama pemberian tidak cukup
4. Timbulnya resistensi
5. Kesalahan hasil biakan
6. Pemberian pengobatan suportif yang buruk
7. Kesalahan diagnostik
8. Pada pasien yang imunokempremaise
I. KOMPLIKASI
1 Kematian tulang (osteonekrosis) : Infeksi pada tulang dapat menghambat
sirkulasi darah dalam tulang, menyebabkan kematian tulang. Jika terjadi
nekrosis pada area yang luas, kemungkinan harus diamputasi untuk
mencegah terjadinya penyebaran infeksi.
41
5
6
7
8
J. PROGNOSIS
Prognosis bevariasi, tergantung pada kecepatan dalam mendiagnosa dan
melakukan penanganan.
42
DAFTAR PUSTAKA
Adam, Greenspan. Orthopedic Imaging: A Practical Approach, 4th Edition.
Lippincott Williams & Wilkins. USA. 2004.
Anonym,
Osteomyelitis.2011.
Available
from:
http://www.mayoclinic.com/health/ osteomyelitis/DS00759
Anonym, OSTEOMIELITIS : Perkembangan 10 tahun Terakhir. Available
from: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_023_sendi_&_tulang.pdf
Daniel, Lew, et al. 2012. Review Article Current Concepts OSTEOMYELITIS
available
from
http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/nejm199704033361406
David R, Barron BJ, Madewell JE. Osteomyelitis, acute and chronic. Radio Clin
North Am 1987;25:1171-1201.
David C. Dugdale, 2009. http://www.umm.edu/imagepages/9712.htm
Hidyaningsih, Referat Osteomielitis. Jakarta:2012. h : 10-24.
Randall W King, MD, FACEP; Chief Editor: Rick Kulkarni. Osteomyelitis in
Emergency
Medicine.
Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/785020-overview#showall
Robin, Cotrans. Pathologic Basis of Disease 7th Edition. 2007
Sjamsuhidajat, Wim de jong. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi revisi
Song, Kit M ; Sloboda, John F. Journal of the American Academy of Orthopaedic
Surgeons. 2001.
43