Budaya Persalinan Suku Amungme & Suku Kamoro, Papua PDF
Budaya Persalinan Suku Amungme & Suku Kamoro, Papua PDF
Vol. 23 No. 4
ABSTRAK
Hasil Survei Cepat Papua tahun 2001 menunjukkan angka kematian ibu Kabupaten Mimika sebesar 1.100
per 100.000 kelahiran hidup. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang penanganan persalinan
yang bukan ditolong oleh petugas kesehatan. Studi potong silang dilakukan pada 204 ibu pasca persalinan
(antara seminggu sampai 1 tahun), di antaranya lima orang ibu yang persalinannya tidak dengan petugas kesehatan
dilakukan indepth studi. Tiga lokasi penelitian yaitu di Kota Timika dan dua desa yang berada sekitar Kota
Timika. Pengumpulan data dilakukan secara kuantitatif dengan wawancara terstruktur, dan kualitatif dengan
wawancara mendalam dan observasi di rumah responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir separuh
ibu melahirkan tidak ditolong petugas kesehatan. Bagi ibu yang melahirkan di rumah, persalinan dilakukan di
kamar mandi, kamar tidur, dan bawah rumah. Persalinan dilakukan sendiri tanpa pertolongan, dengan bantuan
keluarga perempuan atau dukun, dilakukan dengan cara-cara yang membahayakan kesehatan ibu dan bayi.
Perilaku ibu masih kuat didasari oleh beberapa tema budaya yang merugikan kesehatan ibu antara lain:
menganggap urusan persalinan adalah sepenuhnya urusan kaum perempuan, peristiwa persalinan adalah sesuatu
yang menjijikkan dan membawa penyakit berbahaya bagi laki-laki dan anak-anak, dan ibu yang meninggal
waktu persalinan karena kutukan tuan tanah (teheta).
Kata kunci : Budaya, persalinan, Suku Amungme, Kamoro
141
J Kedokter Trisakti
Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara
wawancara menggunakan kuesioner. Kuesioner
mencakup karakteristik responden (umur, tempat
tinggal, pendidikan, pendidikan suami, pekerjaan,
pekerjaan suami), frekuensi persalinan, jumlah
anak, anak meninggal, lokasi persalinan, dan ruang
tempat bersalin bagi ibu yang melakukan persalinan
tidak dengan petugas kesehatan. Untuk data
kualitatif dilakukan dengan cara wawancara
mendalam menggunakan informan inti (subyek)
sebanyak lima orang ibu (dua ibu Suku Amungme
dan tiga ibu Suku Kamoro) yang baru melakukan
persalinan satu hari sampai satu minggu. Ibu ini
adalah yang melakukan persalinan tidak ditolomg
petugas kesehatan (di rumah sendiri atau di rumah
dukun). Ada tiga fokus pertanyaan dalam
wawancara mendalam, yaitu : (i) personil atau orang
yang membantu persalinan tersebut, (ii) lokasi atau
tempat dilaksanakannya persalinan, dan (iii)
tindakan atau tahap-tahap dalam penatalaksanaan
persalinan tersebut. Untuk melengkapi data
kualitatif ini, peneliti melakukan pengamatan
dengan mengunjungi subyek sesegera mungkin
setelah persalinan dilakukan. Dengan cara itu
peneliti dapat mengamati kondisi responden dan
bayinya, kondisi ruangan atau tempat bekas
dilaksanakannya persalinan beserta lingkungannya.
Informan pendukung data kualitatif ini adalah dukun
atau personil yang berkaitan dengan penanganan
persalinan, bidan, perawat, dokter, dan kader
kesehatan.
Analisis data
Data kuantitatif dianalisis dengan program
SPSS-PC versi 10.0 dan disajikan dalam bentuk
tabel menggunakan analisis persen. Data kualitatif
dianalisis dan disajikan dalam bentuk tekstular.
Vol. 23 No. 4
HASIL
Responden terbanyak berada pada kelompok
umur 20-29 tahun, 63 (63,5%) pada Suku
Amungme dan 73 (69,5%) Suku Kamoro.
Kebanyakan responden hanya mengira-ngira umur
143
J Kedokter Trisakti
Vol. 23 No. 4
PEMBAHASAN
Sebanyak 97 (47,5%) ibu melakukan
persalinannya di rumah. Ibu-ibu kedua suku Papua
ini melakukan persalinan di rumahnya dan ruangan
yang dipakai adalah kamar mandi, dapur, dan bivak.
Ruangan tersebut tidak memenuhi syarat dan tidak
terjamin kebersihannya sehingga sangat
memungkinkan terjadi komplikasi infeksi pada ibu
dan bayi. Ibu mulai berada di dalam ruangan yang
sempit dan lembab pada awal kala 2 sampai akhir
kala 3 yaitu sekitar 40 menit sampai dengan dua
jam. Luka-luka perdarahan yang terjadi dalam
proses persalinan, sangat rentan untuk terjadinya
infeksi pada ibu dan bayi. Rasa pasrah dan tidak
waspada dikarenakan rendahnya tingkat pendidikan
dan ekonomi, membuat mereka tetap memilih cara
seperti itu. Bahkan untuk persalinan yang tak
terduga, sering terjadi di atas pasir di pinggir pantai
atau di atas rumput di pinggir hutan lokasi meramu
dengan beratapkan pohon, beralaskan rumput,
dinding semak belukar.(12)
Ibu-ibu Suku Amungme yang melakukan
persalinan di rumah dibantu oleh ibu kandung, ibu
mertua, tetangga, teman yang dianggap sudah
berpengalaman, atau tanpa bantuan siapapun. Hal
ini disebabkan budaya atau kebiasaan keluarga yang
memberikan contoh sehingga tidak merasa takut
lagi. Bahkan ada rasa malu bila tidak berani
mengikuti cara itu, dan dapat dianggap melanggar
budaya.
Suku Kamoro mempunyai dukun yang sudah
dikenal baik, kekeluargaan, ramah, hangat, tidak
formal, dan tidak perlu memikirkan pembayaran
hanya saling pengertian. Pelayanan diberikan
sampai kepada hal-hal yang bersifat pribadi dan
spritual termasuk perawatan bayi dan obat-obatan.
Keengganan mereka ditolong oleh bidan atau
petugas kesehatan lain di rumah sakit, puskesmas,
klinik, karena ada perasaan malu, segan, tegang,
kesan dingin/kaku, takut dimarahi karena tidak
punya uang, dan bidan tidak merawat bayi.(13)
Pada penanganan proses persalinan, setelah
ari-ari keluar, tali pusat dipotong dengan sebuah
silet baru yang sudah disiapkan sebelumnya. Ada
yang membiarkan tali pusat begitu saja tanpa diikat,
dan ada juga yang menutup ujung tali pusat dengan
145
J Kedokter Trisakti
Vol. 23 No. 4
2.
3.
4.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Daftar Pustaka
16.
1.
148
J Kedokter Trisakti
Vol. 23 No. 4
149