Dermatitis Herpetiformis
Dermatitis Herpetiformis
I.
PENDAHULUAN
Dermatitis herpetiformis (DH) atau disebut juga Duhring Disease
merupakan penyakit kulit yang bersifat kronis, kambuhan, disertai rasa yang
sangat gatal dengan lesi bergerombol, lesi yang simetris pada permukaaan
ekstensor, kepala, area belakang leher dan bokong.1,2
Dermatitis herpetiformis berhubungan dengan deposit antibodi igA
sepanjang dermal epidermal junction dan berhubungan dengan celiac disease.
Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Louis Duhring (1884). Beliau
mendeskripsikan bahwa D.H adalah penyakit kronik yang ditandai dengan gatal
yang sering dan lesi kulit yang pleomorpik.3
Pada DH gejala gastrointesinal jarang terjadi. Namun, sekitar 80% dari
pasien dengan dermatitis herpetiformis memiliki atrofi vili dan sisanya
II.
EPIDEMIOLOGI
Penyakit Dermatitis herpetiformis sering ditemukan pada orang Amerika
Utara, dan sangat jarang ditemukan pada orang keturunan asia dan afrika.
Berdasarkan penelitian di Finlandia pada tahun 1978, penyakit Dermatitis
herpetiformis ini menyerang 10,4 : 100.000 dan biasanya yang telah terjangkit
adalah 1,3 : 100.000. Dermatitis herpetiformis dapat menyerang semua umur,
biasanya menyerang orang rata rata pada usia sekitar 40 tahun, tetapi penyakit
ini juga bervariasi mulai umur 2 tahun sampai 90 tahun. Remaja dan anak anak
jarang terkena. Pria lebih banyak daripada wanita, tetapi pada anak anak
perempuan lebih banyak. Terdapat 10,5% pasien dengan riwayat keluarga yang
PATOGENESIS
Dermatitis herpetiformis adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh
Rangsangan Kronis
Memicu Ig A
Kulit
Ig A+ epidermal
transglutaminase
Usus
Ig A+ gluten jaringan
transglutaminase
4
Masuk ke sirkulasi
pembuluh darah
Dermatitis herpetiformis
Bagan 1. Patogenesis Dermatitis herpetiformis
VI.
GEJALA KLINIS
Keadaan umum penderita biasanya baik dan keluhannya sangat gatal. Rasa
gatal yang hebat seperti terbakar atau tersengat yang biasanya sering mendahului
lesi sehingga cepat menimbulkan erosi, ekskoriasi atau krusta, kemungkinan tidak
akan ditemukan vesikel yang masih utuh. Rasa gatal ini merupakan tanda DH,
tetapi beratnya tidak ada hubungannya dengan tindakan penyakitnya. Penderita
dapat memperkirakan lesi baru akan muncul dengan rasa seperti terbakar, gatal
dan menyengat 8 12 jam sebelum timbulnya lesi.10,11
Lesi awal pada DH yaitu papul eritem, plak yang mirip dengan urtikaria,
dan vesikel. Bulla yang besar jarang ada. Vesikel, terutama yang berada di telapak
tangan dapat menjadi hemoragic. Lesi yang sudah sembuh dapat menjadi
hiperpigmentasi atau
terdapat
lapisan dermis memanjang dan menghasilkan vesikel vesikel. Infiltrasi sel sel
ini mengandung banyak netrofil dan sedikit eosinofil. 7
Perubahan histopatologi yang khas tidak tampak pada 20 - 40% spesimen
biopsi dan ekskoriasi yang sudah ada sebelumnya, mungkin saja menyulitkan
untuk menemukan lesi yang tepat untuk di biopsi, sehingga biopsi yang dilakukan
sebaiknya mengambil sedikit bagian yang masih normal di sekeliling lesi
eritematous yang tidak tampak adanya vesikel dan mungkin saja vesikel terbentuk
dari area ini.1
Gambar
3.Dermatitis
Mikroabses
dermal.
neutrofil
herpertiformis.
dalam
papilla
2. Serologi
Pemeriksaan serologik spesifik yaitu tampak antibodi Ig-A antiendomisium
(EMA), yang mengikat substansi otot polos (endomisium). Sardy et al
menunjukkan bahwa IgA autoantibodi memiliki spesifilitas terhadap TGase. Tes
serologi
dapat
digunakan
untuk
mengkonfirmasi
diagnosis
dermatitis
peradangan. Lebih dari 90% pasien dengan DH memiliki endapan IgA granular
atau fibrilar pada papilla dermis.11,13,15
VIII. DIAGNOSIS BANDING
DH dibedakan dengan pemfigus vulgaris, pemfigoid bullosa, dan Chronic
Bullous Diseases of Chilhood (CBDC).9
1. Pemfigus Vulgaris
Pada pemfigus vulgaris, keadaan umumnya buruk, tidak gatal, kelainan utama
ialah bula yang berdinding kendur, generalisata, dan eritema bisa terdapat atau
tidak. 10
2. Pemfigoid Bullosa
Pemfigoid Bullosa ditandai dengan adanya bulla subepidermal yang besar dan
berdinding tegang dan pada pemeriksaan imunofluoresensi terdapat IgG dan C3
tersusun seperti pita di B.M.Z (Basement Membran Zone).10
Gambar
6.Chronic
Bullous
Disease
of
Childhood 6
IX.
PENATALAKSANAAN
Pengobatan pada DH meliputi penghindaran dari gluten dengan cara tidak
mengkonsumsi
makanan
yang
mengandung
gluten
dan
farmakoterapi.8
farmakoterapi yang biasa digunakan adalah dapsone dan sulfaridin. Sulfon yang
paling efektif adalah diaminodyphenylsulfone (dapsone). 1,3
1. Dapson
Dapson merupakan obat pilihan untuk DH. Dosis dimulai dari 100 150
mg/hari, tetapi beberapa penderita mungkin memerlukan 300 400 mg/hari.
Biasanya dimakan 1 kali/hari. Peningkatan dosis dilakukan secara bertahap
hingga dapat menekan gejalanya dan tanpa menimbulkan efek samping yang
berarti dan gejalanya menghilang dalam waktu 3 jam atau beberapa hari setelah
pil pertama ditelan kemudian dosis diturunkan hingga mencapai dosis
pemeliharaan 25 50 mg/ hari yang dapat diberikan selama beberapa tahun.10
Meskipun dapson dapat menekan manifestasi kulit tetapi tidak mengurangi
gejala gastrointestinal dan tidak mengembalikan perubahan bentuk didalam
usus. Penyerapan dapson tidak terpengaruh dengan enteropati dan aman untuk
kehamilan.10
2. Sulfapiridin
Sulfapiridin jarang didapat karena jarang diproduksi sebab efek toksiknya lebih
banyak dibandingkan preparat sulfa yang lain. Obat tersebut kemungkinan
akan menyebabkan terjadinya nefrolithiasis karena sukar larut dalam air.
Khasiatnya kurang dibandingkan dapson dan dosisnya antara 1-4 gr sehari.9
3. Kortikosteroid
Saat ini penggunaan kortikosteroid oral tidak memberikan hasil yang baik.
Penggunaan steroid kuat atau paling kuat secara topikal (khususnya clobetasol
propionate) dapat berguna untuk menurunkan gatal.13
10
4. Anti-histamin
Walaupun keampuhannya tidak terlalu baik pada pengobatan dermatitis
herpetiformis, antihistamin generasi ketiga dengan aktivitas yang spesifik pada
granulosit eosinofil, digolongkan pada pilihan pengobatan level ketiga, dapat
diberguna untuk mengontrol gatal. Obat anti-histamin yang dapat digunakan
adalah Diphenhydramine (Benadryl) , Chlorpheniramine, Loratadine (Claritin)
Cetirizine (Zyrtec). 13
5. Diet bebas gluten
Diet bebas gluten adalah komitmen seumur hidup, dan kepatuhan untuk
menjalankan diet sulit untuk dicapai. Perbaikan dari penyakit kulit dengan diet
bebas gluten memakan waktu sampai beberapa bulan. Gluten terdapat dalam
berbagai macam makanan yang dikonsumsi setiap hari sebagai makanan
pokok, terutama gandum, barley dan gandum hitam. Suplemen nutrisi dengan
multivitamin dan zat besi dapat diberikan pada pasien dengan diet bebas
gluten. Dengan diet ini penggunaan obat dapat ditiadakan atau dosisnya dapat
dikurangi. Kelainan intestinal juga dapat mengalami perbaikan dengan diet ini.
Contoh makanan bebas gluten ialah sayur-sayuran seperti wortel, brokoli,
bayam, kangkung, dandelion, dan kubis, buah-buahan seperti apel, kiwi, ceri,
jambu, pisang, blueberry, blackberry, delima, jeruk, dan mangga, berbagai
produk susu yakni keju, mentega, susu, dan yoghurt, serta tepung bebas gluten
yaitu tepung amaranth , tepung garut, tepung beras merah, tepung soba, tepung
kacang ayam, tepung jagung, tepung jagung, tepung millet, tepung kentang,
tepung quinoa, tepung sorgum , tepung kedelai, tepung tapioka, tepung teff,
tepung beras putih.8,9
X.
PROGNOSIS
Sebagian besar penderita akan mengalami DH yang kronis dan residif, dan
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Andrew GC. Chronic Bullous Dermatoses. in: Andrew GC,eds Diseases of
The Skin Clinical Dermatology 7th edition. Florida : American Association;
1990. p.552-5
2. Sunarko Martodihardjo. Hari Sukanto. M.Yulianto Listyawan.Duhring
Disease. Pedoman Diagnosis Dan Terapi BAG/SMF Ilmu Penyakit Kulit
Dan Kelamin. Edisi 3. Surabaya: FK UNAIR; 2005. p. 89-93.
3. Rose C, Zillikens D. Autoimmune diseases of the skin pathogenesis,
diagnosis,management.
In:
Hertl
M,
editor.
New
York:
12
4. Reunala T,
Collin P, Holm K,
Edisi 5.
13