Anda di halaman 1dari 19

Skizofrenia

Disusun oleh :
Nadia Resha Rahestha
Liana Puspitasari
Pembimbing : dr. Ni Wayan Ani P., Sp.KJ

ILMU KEDOKTERAN JIWA


RUMAH SAKIT JIWA ISLAM KLENDER
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
JAKARTA

DEFINISI
Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik
yang mempengaruhi berbagai area, fungsi
individu, termasuk berpikir dan berkomunikasi,
menerima dan menginterpretasikan realita,
merasakan dan menunjukkan emosi dan
berperilaku dengan sikap yang tidak dapat
diterima secara sosial.

EPIDEMIOLOGI

Prevalensi skizofrenia secara umum berkisar antara 0,2 %


hingga 2 %

Angka insidensi penyakit ini diperkirakan mendekati 1 per


10.000 per tahun.

Di Indonesia sendiri angka penderita skizofrenia 25 tahun


yang lalu diperkirakan 1/1000 penduduk dan proyeksi 25
tahun mendatang mencapai 3/1000 penduduk.

Di Indonesia angka yang tercatat di departemen kesehatan


berdasarkan survei di Rumah Sakit (1983) adalah antara
0,05 % sampai 0,15 %.

Di Amerika serikat terutama di kalangan penduduk


perkotaan menunjukkan angka yang lebih tinggi hingga 2 %.

Insiden laki-laki = perempuan, tetapi laki-laki


memiliki onset lebih awal daripada perempuan.

Puncak insidensi antara usia 15-24 tahun pada lakilaki dan pada perempuan lebih terlambat.

Diperkirakan 2 juta orang Amerika didiagnosis


skizofrenia dan lebih dari 1 juta mendapatkan terapi
psikiatrik setiap tahunnya.

ETIOLOGI
Faktor genetik
Faltor biokimia
Faktor biologis

Klasifikasi skizofrenia

Skizofrenia paranoid : Memenuhi kriteria umum diagnosis


skizofrenia, adanya waham dan atau halusinasi yang
menonjol, adanya gangguan afektif, dorongan kehendak
dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif
tidak nyata/tidak menonjol.

Skizofrenia hebefrenik : memenuhi kriteria umum


diagnosis skizofrenia, onset biasanya mulai 15-24 tahun,
adanya gejala yang mencolok yaitu bicara kacau,
gangguan kebiasaan, afek yang datar dan tidak sesuai,
kriteria tidak ditemukan pada tipe katatonik

Skizofrenia katatonik : memenuhi kriteria umum


diagnosis skizofrenia, terdapat satu atau lebih yang
mendominasi gambaran klinisnya yaitu stupor,
gaduh gelisah, menampilkan posisi tubuh tertentu,
negativisme, rigiditas, flexibilitas cerea/ waxy
flexibility, dan gejala lain seperti command
automatism.

Skizofrenia residual: Tidak adanya waham menetap,


halusinasi, gangguan bicara, gangguan yang nyata
atau perilaku katatonik, adanya gejala negative
atau adanya dua atau lebih gejala yang ada pada
kriteria umum skizofrenia.

Skizofrenia Simplek: Diagnosis skizofrenia simplek sulit


dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada
pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan
progresif dari gejala negatif yang khas dari skizofrenia
residual tanpa didahului riwayat halusinasi, waham atau
manifestasi lain dari episode psikotik dan disertai dengan
perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna,
bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok,
tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup dan penarikan
diri secara sosial. Gangguan ini kurang jelas gejala
psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia lainnya.

Skizofrenia undifferented: tidak memenuhi kriteria untuk


diagnosis skizofrenia paranoid, hebrefenik, atau katatonik

Gejala klinis
Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi dua
kelompok menurut Bleuler,yaitu primer dan sekunder.
Gejala-gejala primer:

Gangguan proses pikiran

Gangguan afek dan emosi

Gangguan kemauan
Gejala-gejala sekunder :

Waham

Halusinasi

Diagnostik skizofrenia
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas
thought echo
thought insertion or withdrawl
thought broadcasting
- delusion of control
- delusion of influence
- delusion of passivity
- delusional perception

Halusinasi Pendengaran

Waham-waham menetap

Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu
ada secara jelas:

Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila


disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang
setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas
ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-value ideas)
yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu atau berbulan-bulan terus menerus.

Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami


sisipan (interpolation), yang berakibat inkoherensi atau
pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme.

Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah


(excitement), posisi tubuh tertentu (posturing) atau
fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme dan stupor

Gejala-gejala negatif seperti sikap sangat apatis,


bicara yang jarang, dan respon emosional yang
menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial
dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas
bahwa hal tersebut tidak disebabkan depresi atau
neuroleptika

Penatalaksanaan

Psikofarmaka

ECT

Psikoterapi

Psikososial

Psikoreligius

Rehabilitasi

prognosis

Lebih dari periode 5 sampai 10 tahun setelah perawatan


psikiatrik pertama kali di rumah sakit karena skizofrenia,
hanya kira-kira 10-20 % pasien dapat digambarkan memliki
hasil yangbaik.

Lebihdari 50% pasien dapat digambarkan memiliki hasil


yang buruk, dengan perawatan di rumah sakit yang
berulang, eksaserbasi gejala, episode gangguan mood berat,
dan usaha bunuh diri.

Rentang angka pemulihan yang dilaporkan didalam


literatur adalah dari 10-60% dan perkiraan yang
beralasan adalah bahwa 20-30% dari semua pasien
skizofrenia mampu untuk menjalani kehidupan yang
agak normal. Kira-kira 20-30% dari pasien terus
mengalami gejala yang sedang,dan 40-60% dari
pasien terus terganggu secara bermakna oleh
gangguannya selama seumur hidupnya.

Secara umum prognosis skizofrenia tergantung pada:

Usia pertama kali timbul ( onset): makin muda makin


buruk.

Mula timbulnya akut atau kronik: bila akut lebih baik.

Tipe skizofrenia: episode skizofrenia akut dan katatonik


lebih baik.

Cepat, tepat serta teraturnya pengobatan yang didapat.

Ada atau tidaknya faktor pencetusnya: jika ada lebih baik.

Ada atau tidaknya faktor keturunan: jika ada lebih jelek.

Kepribadian prepsikotik:
introvred lebih jelek.

Keadaan sosial ekonomi: bila rendah lebih jelek.

jika

skizoid,

skizotim

atau

Komplikasi

Orang dengan gangguan jiwa khususnya depresi


dan skizofrenia memiliki risiko tinggi melakukan
bunuh diri. Risiko bunuh diri pada penderita
skizofrenia yaitu sebesar 46,3 % sedangkan pada
pasien depresi risiko bunuh diri sebesar 26,8 %.

Daftar pustaka

Maslim Rusdi, (2001). Buku Saku Diagnosa


Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas Dari PPDGJ III. Nuh
Jaya. Jakarta

Raboch. (2011). Schizophrenia, Call of Paper.


Prague: Raboch Department of Psychiatry

Siswanto, (2007). Kesehatan Mental; Konsep,


Cakupan dan Perkembangannya. Penerbit Andi.
Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai