Anda di halaman 1dari 23

BERAGAMA DITENGAH MASYARAKAT MAJEMUK

PERGESERAN NILAI DIATASI DENGAN PEMANTAPAN IMAN DAN TAQWA


CABARAN TERHADAP GENERASI MUDA DALAM MEMASUKI ALAF
BARU.

Oleh : H. Mas’oed Abidin.*

PENDAHULUAN

Zaman senantiasa mengalami perubahan Begitulah Sunatullah. Yang


Kekal hanyalah Sunnatullah, aturan yang telah ditetapkan oleh Allah,
Maha pencipta.

Menjelang berakhirnya alaf kedua dan memasuki abad baru, abad dua
puluh satu sebagai awal millenium ketiga, ditemui suatu kenyataan,
terjadinya lonjakan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
dengan pesat.

Ditandai dengan lajunya teknologi komunikasi dan informasi (information


technology)1. Suatu gejala yang disebut-sebut sebagai arus globalisasi2,
"perdagangan bebas, dengan persaingan yang tinggi dan tajam. Era
globalisasi akan terjadi perubahan-perubahan cepat.

Dunia akan terasa sempit, dan seakan tanpa batas. Hubungan


komunikasi, informasi, transportasi menjadikan satu sama lain menjadi
dekat, sebagai akibat dari revolusi industri, hasil dari pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.

Perubahan oleh Arus globalisasi

1. Menggeser Pola Hidup Masyarakat. Dari agraris tradisional menjadi


masyarakat industri modern. Dari kehidupan berasaskan kebersa-
maan, kepada kehidupan individualis. Dari lamban kepada serba
cepat. Dari berasas nilai sosial menjadi konsumeris materialis. Dari
tata kehidupan tergantung dari alam kepada kehidupan menguasai
alam. Dari kepemimpinan formal kepada kepemimpinan kecakapan
(profesional).
2. Pertumbuhan Ekonomi. Globalisasi menyangkut langsung
kepentingan sosial masing-masing negara. Masing-masing akan
berjuang memelihara kepentingannya, dan cenderung tidak akan
memperhatikan nasib negara-negara lain. Kecenderungan ini bisa
melahirkan kembali "Social Darwinism"3.

Kondisi ini mirip dengan kehidupan sosial budaya masyarakat jahiliyah,


*
Makalah Ketua Dewan Dakwah Islamiah Indonesia Sumbar Padang, disampaikan pada pelatihan
Sarjana Pelopor Penggerak Pembangunan Desa (SP3D), di BLKP Lubuk Selasih, Selasa 13 Juli 1999.
1
Catatan
Perkembangan cyber space, internet, informasi elektronik dan digital, walaupun kenyataannya sering
terlepas dari sistim nilai dan budaya sangat cepat terkesan oleh generasi muda yang cenderung cepat
dipengaruhi oleh elemen-elemen baru yang merangsang.
2
Globalisasi sebenarnya dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau proses menjadikan sesuatu
mendunia (universal), baik dalam lingkup maupun aplikasinya, the act of process or policy making
something worldwide in scope or application menurut pengertian The American Heritage Dictionary.
3
Dimana dalam persaingan bebas bentuk apapun, yang kuat akan bisa bertahan dan yang lemah akan
mati sendiri (Wardiman, 1997).
sebagaimana diungkapkan sahabat Ja'far bin Abi Thalib kepada Negus,
penguasa Habsyi abad ke-7, yang nota bene berada di alaf pertama.
Prilaku masyarakat Jahili itu antara lain mengagungkan materi (berhala),
mengabaikan kaedah-kaedah halal-haram, memutus hubungan
silaturrahim, berbuat anarkis dan kegaduhan terhadap masyarakat
(tetangga, bangsa,negara), yang kuat menelan yang lemah.4

DAMPAK GLOBALISASI

1. Globalisasi membawa banyak tantangan (sosial, budaya,


ekonomi, politik dan bahkan menyangkut setiap aspek kehidupan
kemanusiaan.
2. Globalisasi juga menjanjikan harapan-harapan dan kemajuan.
Harapan dan kemajuan yang menjanjikan, adalah pertumbuhan
ekonomi yang pesat, sebagai alat untuk menciptakan kemakmuran
masyarakat. Indonesia sebagai bagian dari Asia Tenggara. 5 Apa
artinya semua ini? Kita akan menjadi pasar raksasa yang akan
diperebutkan oleh orang-orang di sekeliling. Bangsa kita akan
dihadapkan pada "Global Capitalism". Kalau kita tidak hati-hati
keadaan akan bergeser menjadi "Capitalism Imperialism"
menggantikan "Colonialism Imperialis" yang sudah kita halau 50
tahun silam. Dengan "Capitalism Imperialism" kita akan terjajah di
negeri sendiri tanpa kehadiran fisik si penjajah.
3. Globalisasi membawa perubahan prilaku, terutama pada
generasi muda (para remaja).
3.1. Masalah Remaja
Dunia remaja kita akhir-akhir ini digoncangkan oleh
fenomena kurang menggembirakan.
a. Banyaknya tawuran pelajar, pergaulan a-susila
dikalangan pelajar dan mahasiswa. Pornografi yang
susah dibendung. Kalangan remaja dijangkiti
kebiasaan bolos sekolah.
b. Kesukaan terhadap minuman keras.

4
Ungkapan Ja’far Bin Abi Thalib, lihat Al Islam Ruhul Madaniyah, Musthafa al Ghulayaini, terungkap
sebagai berkiut, "Kunna nahnu jahiliyyah, na’budul ashnam, wa na’kulul maitah, wa nuqat-ti’ul
arham, wa nusi-ul-jiwaar, wa nakkul ul qawiyyu minna dha'ifun minna," artinya: "Kami masyarakat
jahiliyyah, yang kuat dari kami berkemampuan menelan yang lemah di antara kami."
Kehidupan sosial jahiliyyah itu telah dapat diperbaiki dengan kekuatan Wahyu Allah, dengan aplikasi
syari'at Islam berupa penerapan ajaran tauhid ibadah dan tauhid sosial (Tauhidic Weltanschaung). Ini
suatu bukti tamaddun pendekatan historik yang merupakan keberhasilan masa lalu (the glory of the
past), sesuai Firman Allah, "Demikian itulah umat sebelum kamu. Bagi mereka amal usahanya, dan
bagi kamu amal usahamu." (Q.S. 2: 141)
5
Sebelum terjadinya krisis ekonomi, 1997-dampaknya masih terasa hingga hingga sekarang), dalam
tiga dasawarsa (1967-1997) ini telah menikmati pertumbuhan ekonomi yang pesat. Bank Dunia
menyebut sebagai "The Eight East Asian Miracle" yang berkembangan menjadi macan Asia bersama:
Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Hong Kong, Thailand, Singapura, Malaysia.
Dalam bidang ekonomi ini, negara-negara Asean menikmati pertumbuhan rata-rata 7-8 %
pertahun, sementara Amerika dan Uni Eropa hanya berkesempatan menikmati tingkat
pertumbuhan ekonomi rata-rata 2,5 sampai 3 % pertahun.
Populasi Asean sekarang 350 juta, diperkirakan tahun 2003 saat memasuki AFTA, populasi ini akan
mencapai 500 juta (Adi Sasono, Cides, 1997).
Bila pertumbuhan ekonomi ini dapat dipelihara, Insya Allah pada tahun 2019, saat skenario APEC,
maka kawasan ini akan menguasai 50,7 % kekayaan dunia, Amerika dan Uni Eropa hanya 39,3% dan
selebihnya 10 % dikuasai Afrika dan Amerika Latin (Data Deutsche Bank, 1994).
c. Kecanduan terhadap ectasy (XTC), menjadi
budak kokain dan morfin.
d. Kesukaan judi dalam urban popular
culture, musro, world-wide sing, dan sejenisnya.

Para remaja cenderung bergerak menjadi generasi buih


terhempas dipantai menjadi dzurriyatan dhi’afan suatu generasi
yang bergerak menjadi “X-G” the loses generation dan tidak berani
ikut serta didalam perlombaan ombak gelombang samudera
globalisasi.

Penyimpangan prilaku menjadi ukuran atas kemunduran moral dan


akhlak. Hilangnya kendali para remaja, berakibat ketahanan bangsa akan
lenyap dengan lemahnya remaja. Penyebab utama karena;
a. rusaknya sistim, pola dan politik pendidikan.
b. diperparah oleh hilangnya tokoh panutan,
c. berkembangnya kejahatan orang tua,
d. luputnya tanggung jawab lingkungan
masyarakat,
e. impotensi dikalangan pemangku adat,
f. hilangnya wibawa ulama,
g. bergesernya fungsi lembaga pendidikan
menjadi bisnis,
h. profesi guru dilecehkan.

3.2. Prilaku Umat.


Terjadi interaksi dan ekspansi kebudayaan secara meluas. Di
tandai dengan semakin berkembangnya pengaruh budaya,
a. pengagungan materia secara berlebihan
(materialistik),
b. pemisahan kehidupan duniawi dari
supremasi agama (sekularistik),
c. pemujaan kesenangan indera mengejar
kenikmatan badani (hedonistik).

Penyimpangan jauh dari budaya luhur, akan memunculkan ;


a. Kriminalitas,
b. Sadisme,
c. Krisis moral secara meluas.

Terjadinya dis-equilibrium, (hilangnya keseimbangan moral), dalam


tatanan kehidupan bermasyarakat menyebabkan lahir krisis-krisis,
a. krisis nilai, menyangkut etika individu dan sosial
berubah drastik, pada mulanya berpandangan luhur
bergeser kencang kearah tidak acuh, dan lebih parah
mentolerir.
b. krisis konsep pergeseran pandang (view) cara
hidup, dan ukuran nilai jadi kabur. Sekolahan yang
merupakan cerminan idealitas masyarakat tidak bisa
dipertahankan.
c. krisis kridebilitas dengan erosi kepercayaan.
Pergaulan orang tua, guru dan muballig dimimbar
kehidupan mengalami kegoncangan wibawa.
d. krisis beban institusi pendidikan terlalu
besar.Tuntutan tanggung jawab moral sosial kultural
dikekang oleh sisitim dan aturan birokrasi.
Kesudahannya, membelenggu dinamika institusi,
akhirnya impoten memikul beban tanggung jawab.
e. krisis relevansi program pendidikan yang
mendukung kepentingan elitis non-populis, tidak
demokratis. Orientasi pendidikan beranjak dari
mempertahankan prestasi kepada orientasi prestise,
keijazahan.
f. krisis solidaritas, dan membesarnya
kesenjangan miskin kaya, dan kesempatan
mendapatkan pendidikan tidak merata, kurangnya
idealisme generasi remaja tentang peran dimasa
datang.

Pergeseran budaya dan mengabaikan nilai-nilai agama me-lahirkan


tatanan hidup berpenyakit sosial kronis,
a. kegemaran berkorupsi.
b. Aqidah bertauhid namun akhlaknya tidak
mencerminkan akhlak Islami.
c. Melalaikan ibadah.

3.3. Prilaku kehidupan non-science, Diantaranya tampak pada


prilaku;
a. Sangat berminat terhadap kehidupan non-science,
b. asyik mencari kekuatan gaib belajar sihir.
c. Mencari jawaban paranormal,
d. menguasai kekuatan jin, bertapa ketempat
angker.
e. Menyelami black-magic, mempercayai mistik.
f. Tidak terkecuali menghinggapi juga para
cendekiawan. Mencari dukungan melalui pedukunan.
Prilaku sedemikian banyak melahirkan split personalities, pribadi yang
terbelah “too much science too little faith”, lebih banyak ilmu dengan
tipisnya kepercayaan keyakinan agama, berkembangnya paham
nihilisme budaya senang lenang (culture contenment). Diperparah
oleh limbah budaya, antara lain;
a. sensate-c ulture6 yang selalu bertalian dengan
hedonistik.

6
Budaya sensate memuja nilai rasa panca indera, menonjolkan keindahan sebatas yang di lihat
(tonton), di dengar, dirasa, di sentuh, dicicipi, dengan tumpuan kepada sensual, erotik, seronok,
kadang-kadang ganas, mengutamakan kesenangan badani (jasmani). Orientasinya hiburan melulu,
terlepas dari kawalan agama, adat luhur, moral akhlak, ilmu dan filsafat, dan tercerabut dari budaya dan
nilai-nilai normatif lainnya. Seni dibungkus selimut art for art’s sake, sensual, eksotik, erotik, horor,
ganas, yang lazimnya melahirkan klub malam, night club, kasino dan panti pijat.
Budaya sensate ini dipertajam dampaknya dalam kehidupan remaja oleh budaya popular kekota (urban
popular culture) yang hedonistik (mulai berkembang 1960), dan berkembang lagi US culture
imperialisme (uncle Sam Culture) dan the globalization of lifestyle gaya hidup global, world wide sing
(Madonna, Michael Jakson, dll) sejak tahun 1990 di pra kondisi globalisasi.
b. Orientasi hiburan berselera rendah,
c. 3-S tourisme sun-sea-sex.
d. Gaya hidup konsumeristis, rakus, boros, cinta
mode.
e. Pergaulan bebas sex, ittiba’ syahawat
(memperturutkan hobi nafsu syahawat).
f. Kebebasan salah arah.
g. Lepas dari kawalan agama dan adat luhur.
h. Tampil dengan sikap permissif dan anarkis.
Pada hakekatnya semua prilaku a-moral tersebut lahir karena lepas
kendali dari nilai-nilai agama dan menyimpang jauh terbawa arus deras
keluar dari alur budaya luhur bangsa.
Kondisi seperti itu telah memberikan penilaian buruk terhadap dunia
pendidikan pada umumnya.

MEMBENTUK GENERASI MASA DEPAN

Generasi muda akan menjadi aktor utama dalam pentas kesejagatan


(millenium ketiga). Karena itu, generasi muda (remaja) harus dibina
dengan budaya yang kuat berintikan nilai-nilai dinamik yang relevan
dengan realiti kemajuan di era globalisasi. Generasi masa depan (era
globalisasi) yang diminta lahir dengan
a. budaya luhur (tamaddun),
b. berpaksikan tauhidik,
c. kreatif dan dinamik,
d. memiliki utilitarian ilmu berasaskan epistemologi
Islam yang jelas,
e. tasawwur (world view) yang integratik dan
ummatik sifatnya (bermanfaat untuk semua, terbuka dan
transparan).

Perkembangan kedepan banyak ditentukan oleh peranan remaja


sebagai generasi penerus dan pewaris dengan kepemilikan ruang
interaksi yang jelas menjadi agen sosialisasi guna menggerakkan
kelanjutan survival kehidupan kedepan. Kita memerlukan generasi
yang handal, dengan beberapa sikap;
a. daya kreatif dan innovatif, dipadukan dengan kerja
sama berdisiplin,
b. kritis dan dinamis, memiliki vitalitas tinggi,
c. tidak mudah terbawa arus, sanggup menghadapi
realita baru di era kesejagatan.
d. memahami nilai-nilai budaya luhur,
e. siap bersaing dalam knowledge based society,
f. punya jati diri yang jelas, hakekatnya adalah generasi
yang menjaga destiny,
g. individu yang berakhlak berpegang pada nilai-nilai
mulia iman dan taqwa,
h. motivasi yang bergantung kepada Allah, yang patuh
dan taat beragama akan berkembang secara pasti menjadi
agen perubahan,
i. memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran Islam
sebagai kekuatan spritual, yang memberikan motivasi
emansipatoris dalam mewujudkan sebuah kemajuan
fisik-material, tanpa harus mengorbankan nilai-nilai
kemanusiaan.

Sangat dipahami, bahwa kekuatan hubungan ruhaniyah spiritual


emosional dengan iman dan taqwa akan memberikan ketahanan bagi
umat. Hubungan ruhaniyah ini akan lebih lama bertahan daripada
hubungan struktural fungsional.

Generasi kedepan wajib digiring menjadi taat hukum. Upaya ini


dapat dilakukan dengan cara ;
a. memulai dari lembaga keluarga dan rumah tangga,
memperkokoh peran orang tua, ibu bapak ,
b. fungsionalisasi peranan ninik mamak dan unsur
masyarakat secara efektif,
c. memperkaya warisan budaya dengan setia mengikuti
dan mempertahankan, bertumpu kepada cita rasa patah
tumbuh hilang berganti
d. menanamkan aqidah shahih (tauhid), dan
istiqamah pada agama yang dianaut,
e. menularkan ilmu pengetahuan yang segar dengan
tradisi luhur.
f. Apabila sains dipisah dari aqidah syariah dan akhlaq
akan melahirkan saintis tak bermoral agama,
konsekwensinya ilmu banyak dengan sedikit
kepedulian.
g. Menanamkan kesadaran tanggung jawab terhadap hak
dan kewajiban asasi individu secara amanah,
h. penyayang dan adil dalam memelihara hubungan
harmonis dengan alam,
i. teguh politik, kukuh ekonomi,
j. melazimkan musyawarah dengan disiplin dan
k. bijak memilih prioritas pada yang hak sebagai nilai
puncak budaya Islam yang benar. Sesuatu akan selalu
indah selama benar.

BUDAYA ADALAH WAHANA KEBANGKITAN BANGSA.

Maju mundurnya suatu bangsa ditentukan oleh kekuatan budayanya.


Generasi yang mampu mencipta akan menjadi syarat utama keunggulan.
Keutuhan budaya bertumpu kepada individu dan masyarakat yang
mampu mempersatukan seluruh potensi yang ada.

ALAF BARU

Alaf Baru diawali abad keduapuluh satu, ditandai oleh;


a. mobilitas serba cepat dan modern,
b. persaingan keras dan kompetitif,
c. komunikasi serba efektif, dunia tak ada jarak seakan
global village,
d. akan banyak ditemui limbah budaya kebaratan
westernisasi.
Alaf baru itu diyakini bahwa kehadirannya tak bisa di cegah.
Bahkan sudah berada didepan mata. Pertanyaan yang perlu dijawab
segera: Sudahkah kita siap menghadapi perubahan zaman yang cepat dan
penuh tantangan ini?
Di antara jawabnya adalah, kita berkewajiban sesegeranya mem-
persiapkan generasi baru yang siap bersaing dalam era global tersebut.
Kita berkewajiban membentuk Sumber Daya Manusia (SDM) yang masih
berkecenderungan individual menjadi Sumber Daya Umat (SDU) yang
bercirikan kebersamaan dengan nilai asas "gotong royong", berat sepikul
ringan sejinjing, atau prinsip ta'awunitas.
Proses pembangunan SDM-SDU yang mesti ditempuh,
1. Tahap kesadaran tinggi (to create the high level awareness),
kesadaran tentang perlunya perubahan dan dinamik yang futuristik.
Langkahnya perlu dengan penggarapan secara sistematik dan pen-
dekatan proaktif mendorong terbangunnya proses pengupayaan
(the process of empowerment).
2. Tahap perencanaan dengan rangka kerja yang terarah,
terencana mewujudkan keseimbangan dan minat (motivasi) dan
gita kepada iptek, keterampilan dan pemantapan siyasah.
Aspek pendidikan dan latihan adalah faktor utama dalam peng-
upayaan. Konsep-konsep visi, misi, selalu terbentur dalam pen-
capaian oleh karena lemahnya metodologi dalam operasional
pencapaiannya.
3. Tahap aktualisasi secara sistematis (the level of actualization).
Bila pendidikan ingin dijadikan modus operandus disamping
kurikulum ilmu terpadu dan holistik, sangat perlu
pembentukan kualita pendidik (murabbi) yang sedari awal
mendapatkan pembinaan. Pendekatan integratif dengan
mempertimbangkan seluruh aspek metodologis berasas kokoh
tamaddun yang holistik dan bukan utopis.

ANTISIPASI UMAT.

Umat mesti mengantisipasi dengan penyesuaian-penyesuaian agar tidak


menjadi kalah. Dalam persaingan dimaksud, beberapa upaya semestinya
disejalankan dengan ;
a. Memantapkan watak terbuka,
b. Pendidikan moral berpaksikan tauhid,
c. mengamalkan nilai-nilai amar makruf nahi munkar seperti
tertera dalam QS.31, Lukman:13-17.
d. Integrasi moral yang kuat, berakhlak dan memiliki
penghormatan terhadap orang tua,
e. mempunyai adab percakapan ditengah pergaulan,
f. pendalaman ajaran agama tafaqquh fid-diin,
g. berpijak pada nilai-nilai ajaran Islam yang universal,
tafaqquh fin-naas,
h. perhatian besar terhadap masalah sosial atau
umatisasi, teguh memilih kepentingan bersama
dengan ukuran moralitas taqwa,
i. responsif dan kritis terhadap perkembangan zaman,
j. mengenal kehidupan duniawi yang bertaraf perbedaan,
k. memacu penguasaan ilmu pengetahuan,
l. kaya dimensi dalam pergaulan mencercahkan rahmatan lil
‘alamin menampilkan kecerahan bagi seluruh alam.
m. iman dan ibadah, menjadi awal dari ketahanan
bangsa.
Ketahanan umat bangsa terletak pada kekuatan ruhaniyah keyakinan
agama dengan iman taqwa dan siasah kebudayaan.
‫ن‬
َ ‫م‬ِ ‫ت‬ َ ‫م ب ََر‬
ٍ ‫كا‬ ْ ‫ه‬ َ َ ‫حَنا‬
ِ ْ ‫علي‬ َ َ ‫وا ل‬
ْ َ ‫فت‬ ْ ‫ق‬ َ ّ ‫وات‬
َ ‫مُنوا‬ َ ‫ءا‬
َ ‫قَرى‬ ُ ْ ‫ل ال‬ َ ‫ه‬ْ َ‫ن أ‬ َ َ ‫ول‬
ّ ‫وأ‬ ْ َ
‫ن‬ ‫بو‬ ‫س‬ ْ ‫ك‬‫ي‬ ‫نوا‬ َ
‫كا‬ ‫ما‬ ‫ب‬ ‫م‬ ‫ه‬ ‫نا‬ ْ ‫ذ‬ ‫خ‬ َ ‫أ‬ َ
‫ف‬ ‫بوا‬ ّ ‫ذ‬َ ‫ك‬ ‫ن‬ ‫ك‬َ ‫ل‬ ‫و‬ ‫ض‬ ‫ر‬َ ‫ل‬ْ ‫وا‬ ‫ء‬
ِ ‫ما‬
َ ُ ِ َ ُ َ ِ ْ ُ َ َ ُ ْ ِ َ ِ ْ َ َ ّ ‫ال‬
‫س‬
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan
bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka
berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-
ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya.” (QS.7,al-A’raf:96).

LEWAT PINTU PENDIDIKAN.

Pendidikan yang akan dikembangkan adalah pendidikan akhlak, budi


pekerti.
Akhlak merupakan,
- jiwa pendidikan,
- inti ajaran agama
- buah dari keimanan.

Maka akhlak karimah (budi pekerti sempurna) adalah tujuan


sesungguhnya dari proses pendidikan, dan menjadi wadah diri dalam
menerima ilmu-ilmu lainnya.
Ilmu yang benar membimbing umat kearah amal karya, kreasi, inovasi,
motivasi yang shaleh (baik). Untuk itu, beberapa model perlu
dikembangkan;
1. pemurnian wawasan fikir disertai kekuatan zikir,
2. penajaman visi,
3. perubahan melalui ishlah atau perbaikan,
4. mengembangkan keteladanan uswah hasanah,
5. sabar, benar, dan memupuk rasa kasih sayang melalui
pengamalan warisan spiritual religi.
6. Menguatkan solidaritas beralaskan pijakan iman dan
adat istiadat luhur, “nan kuriak kundi nan sirah
sago, nan baik budi nan indah baso”
7. Intensif menjauhi kehidupan materialistis, “dahulu
rabab nan batangkai kini langgundi nan
babungo, dahulu adat nan bapakai kini pitih nan
paguno”.

Setiap Muslim harus jeli ('arif) dalam menangkap setiap pergeseran yang
terjadi karena perubahan zaman ini. Harus mampu menjaring
peluang-peluang yang ada, sehingga memiliki visi jauh ke depan.
‫ن الدّن َْيا‬
َ ‫م‬
ِ ‫ك‬ َ َ ‫صيب‬ َ ْ ‫وَل ت َن‬
ِ َ‫س ن‬ َ َ‫خَرة‬ ِ ‫داَر اْل‬ ّ ‫ه ال‬ُ ّ ‫ك الل‬َ ‫ءاَتا‬َ ‫ما‬ َ ‫في‬ِ ‫غ‬ ِ َ ‫وا َب ْت‬
َ
‫ه‬ ّ َ ْ َ ْ َ َ َ ّ َ َ
َ ‫ن الل‬ ّ ِ‫ض إ‬
ِ ‫في الْر‬ ِ َ‫ساد‬
َ ‫غ الف‬ ِ ْ ‫ول ت َب‬ َ ‫ه إ ِلي ْك‬ُ ‫ن الل‬ َ ‫س‬َ ‫ح‬ ْ ‫ما أ‬ َ ‫نك‬ ْ ‫س‬ ِ ‫ح‬ ْ ‫وأ‬ َ
‫ن‬
َ ‫دي‬ِ ‫س‬ِ ‫مف‬ْ ْ
ُ ‫ب ال‬ ّ ‫ح‬ ِ ُ ‫َل ي‬
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (keni`matan) duniawi dan berbuat baiklah
(kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan., maknanya adalah "jangan sampai kamu
melupakan nasib/peranan kamu dalam percaturan hidup dunia (Q.S. 28:
77).

LANGKAH-LANGKAH KEDEPAN;
a. pembinaan human capital melalui keluasan ruang gerak
mendapatkan pendidikan,
b. pembinaan generasi muda yang akan mewarisi pimpinan
berkualiti, memiliki jati diri, padu dan lasak,
integreted inovatif.
c. Mengasaskan agama dan akhlak mulia sebagai dasar
pembinaan generasi muda.
d. Langkah drastik mencetak ilmuan Muslim yang benar-
benar beriman taqwa.
e. Pembinaan minda wawasan generasi muda kedepan
yang bersatu dengan akidah, budaya dan bahasa bangsa.
f. Secara sungguh-sungguh mewujudkan masyarakat
madani yang berteras kepada prinsip keadilan (equity)
sosial yang terang.

Sungguh suatu nikmat yang wajib disyukuri. "Lain syakartum la


adzidannakum", bila kamu mampu menjaga nikmat Allah (syukur), niscaya
nikmat itu akan ditambah.
Disini peran yang amat crusial dari Agama Islam. Wallahu a'lam.

GENERASI PELOPOR

Masa depan ditentukan oleh umat yang memiliki kekuatan budaya yang
dominan.7 Generasi pelopor penyumbang dibidang pemikiran (aqliyah),
dan pembaruan (inovator), perlu dibentuk di era pembangunan. 8

Keunggulan generasi pelopor akan di ukur ditengah masyarakat dengan


pengetahuan dan pemahaman (identifikasi) permasalahan yang
dihadapi umat, dengan equalisasi mengarah kepada kaderisasi (patah
tumbuh hilang berganti). Keunggulan ini di iringi dengan kemampuan
penswadayaan kesempatan-kesempatan. Pentingnya menumbuhkan
generasi pelopor menjadi relevansi tuntutan agama dalam menatap
kedepan.9

Mantapnya pemahaman agama dan adat budaya (tamaddun) dalam


perilaku seharian jadi landasan dasar kaderisasi re-generasi.
Usaha kearah pemantapan metodologi pengembangan melalui program
pendidikan dan pelatihan, pembinaan keluarga, institusi serta lingkungan
mesti sejalin dan sejalan dengan pemantapan Akidah Agama pada
generasi mendatang 10.

7
Masyarakat Minang ber paradigma “adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah”
8
QS.3:139, menyiratkan optimisme besar penguasaan masa depan. Masa depan ditentukan oleh
aktivitas amaliyah (QS.6:135) bandingkan QS.11:93 dan QS.11:121, juga QS.6:132, Kemuliaan
(darjah) sesuai dengan sumbangan hasil usaha.
9
Lihat QS.9:105, amaliyah khairiyah menjadi bukti kehidupan manusia (dunia).
10
Sesuai QS.3:102, kemuliaan hanya pada bangsa yang bertaqwa (QS.49:13).
Political action berkenaan pengamalan ajaran Agama menjadi sumber
kekuatan besar menopang proses pembangunan melalui integrasi aktif,
dimana umat berperan sebagai subjek dalam pembangunan bangsa itu
sendiri.11

Pemberdayaan lembaga adat, agama, perguruan tinggi, untuk meraih


keberhasilan, mesti sejalan dengan kelompok umara’ yang adil (kena
pada tempatnya).

Pertemuan pendapat ilmuan dan para pengamat melalui dialog,


penekanan amanah kepada pemegang kendali ekonomi, menyatukan
gerak masyarakat disertai do’a (harapan) sebagai perpaduan usaha,
menjadi pekerjaan mendesak meniti pengembangan pembangunan
(development). Peran da’i ilaa Allah 12 aktif menyokong
mempertahankan nilai-nilai ruhaniyah sebagai modal dalam menghasilkan
yang belum dimiliki.

Generasi pelopor (inovator) pembangunan harus dipersiapkan supaya


tidak lahir generasi pengguna (konsumptif) yang tidak produktif, yang
merupakan benalu bagi bangsa dan negara.13.

MELEMAHNYA JATI DIRI

Kelemahan mendasar ditengah perkembangan zaman adalah


melemahnya jati diri, dan kurangnya komitmen kepada nilai luhur
agama yang menjadi anutan bangsa 14.

Isolasi diri karena tidak berkemampuan menguasai “bahasa dunia”


(politik, ekonomi, sosial, budaya, iptek), berujung dengan hilangnya
percaya diri. Kurangnya kemampuan dalam penguasaan teknologi dasar
yang akan menopang perekonomian bangsa, dipertajam oleh kurangnya
minat menuntut ilmu, menjadikan isolasi diri masyarakat bertambah
tertutup. Kondisi ini akan menjauhkan peran serta di era-kesejagatan
(globalisasi), dan akhirnya membuka peluang menjadi anak jajahan di
negeri sendiri.15

Sosialisasi pembinaan jati diri bangsa mesti disejalankan dengan


pengokohan lembaga keluarga (extended family), dan peran serta
masyarakat pro aktif menjaga kelestarian adat budaya (hidup beradat, di
masyarakat Minangkabau adat bersendikan syarak, syarak
bersendikan Kitabullah).
11
Silahkan teliti wahyu Allah “wa man yattaqillaha yaj’allahuu makhrajan”(QS.65:2-3), dan juga
QS.3:160, QS.47:7.
12
Da’I Ilaa Allah, artinya orang yang mengajak kejalan Allah, mengajarkan agama, memelihara
terlaksananya ajaran agama dengan baik.
13
(silahkan lihat QS.28:83 )
14
Melemahnya jati diri karena lupa kepada Allah atau hilangnya Akidah tauhid, lihat QS.9:67, lihat
juga QS:59:19.
15
Lihat QS.9:122, berisi anjuran mendalami ilmu pengetahuan dan peringatan supaya bisa menjaga diri
(antisipatif).
Setiap generasi yang di lahirkan dalam satu rumpun bangsa wajar tumbuh
menjadi kekuatan yang peduli dan pro-aktif menopang pembangunan
bangsa.

Melibatkan generasi muda secara aktif menguatkan jalinan hubungan


timbal balik antara masyarakat serumpun di desa dalam tata
kehidupan sehari-hari.
Aktifitas ini mendorong lahirnya generasi penyumbang yang
bertanggung jawab, di samping antisipasi lahirnya generasi lemah. 16

Yang diperlukan adalah generasi yang handal, dengan daya kreatif,


innovatif, kritis, dinamis, tidak mudah terbawa arus, memahami nilai-nilai
budaya luhur, siap bersaing dalam knowledge based society, punya jati
diri yang jelas, memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran Islam
sebagai kekuatan spritual.
Kekuatan yang memberikan motivasi emansipatoris dalam mewujudkan
sebuah kemajuan fisik-material, tanpa harus mengorbankan nilai-nilai
kemanusiaan.

Membiarkan diri terbawa arus deras perubahan sejagat tanpa


memperhitungkan jati diri akan menyisakan malapetaka. Globalisasi
menyisakan banyak tantangan (sosial, budaya, ekonomi, politik, tatanan,
sistim, perebutan kesempatan menyangkut banyak aspek kehidupan
kemanusiaan.17
Globalisasi juga menjanjikan harapan dan kemajuan. Setiap Muslim
harus 'arif dalam menangkap setiap pergeseran dan tanda-tanda
perubahan zaman. Kejelian dalam menangkap ruh zaman (zeitgeist)
mampu men- jaring peluang-peluang yang ada, sehingga memiliki visi
jauh ke depan.18 Diantara yang menjanjikan itu adalah pertumbuhan
ekonomi yang pesat. Pesatnya pertumbuhan ekonomi menjadi alat untuk
menciptakan kemakmuran masyarakat.19
16
Lihat QS.4:9, penanaman budaya taqwa dan perkataan (perbuatan) benar. Generasi yang tumbuh
dalam persatuan yang kokoh kuat dengan I’tisham kepada Allah dan menjauhi setiap perpecahan (lihat
QS.3:103, perbandingkan QS.4:145-146, sesuai QS.22:78).
17
Aspek globalisasi menyangkut langsung kepentingan negara-negara memelihara kepentingannya,
tanpa memperhatikan nasib negara lain, yang bisa melahirkan kembali "Social Darwinism", dimana
dalam persaingan bebas bentuk apapun, yang kuat akan bisa bertahan dan yang lemah akan mati sendiri
(Wardiman, 1997).Kondisi mirip kehidupan masyarakat jahiliyah, seperti ungkapan Ja'far bin Abi
Thalib kepada Negus, penguasa Habsyi abad ke-7, yang nota bene berada di alaf pertama: "Kunna
nahnu jahiliyyah, nakkulul qawiyyu minna dha'ifun minna," artinya: "Kami masyarakat jahiliyyah,
yang kuat dari kami berkemampuan menelan yang lemah di antara kami.".Kehidupan sosial jahiliyyah
hanya dapat diperbaiki dengan kekuatan Wahyu Allah, aplikasi syari'at Islam dengan penerapan ajaran
tauhid ibadah dan tauhid sosial (Tauhidic Weltanschaung). Ini suatu bukti tamaddun pendekatan
historik yang merupakan keberhasilan masa lalu (the glory of the past). Lihat Q.S. 2: 141.
18
"Laa tansa nashibaka minaddunya", artinya "jangan sampai kamu melupakan nasib/peranan kamu
dalam percaturan hidup dunia (Q.S. 28: 77).
19
Indonesia, bagian dari Asia Tenggara, tiga dasawarsa (1967-1997) telah menikmati pertumbuhan
ekonomi yang pesat. Bank Dunia menyebutnya "The Eight East Asian Miracle" yang berkembangan
menjadi macan-macan Asia bersama: Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Hong Kong, Thailand,
Singapura, Malaysia.
Dalam tenggang waktu itu, negara-negara Asean menikmati pertumbuhan rata-rata 7-8 % pertahun,
Amerika dan Uni Eropa hanya pada tingkat pertumbuhan rata-rata 2,5 sampai 3 % pertahun.
Populasi Asean sekarang 350 juta, diperkirakan tahun 2003 saat memasuki AFTA, mencapai 500
juta (Adi Sasono, Cides, 1997). Bila pertumbuhan ini terpelihara, Insya Allah pada tahun 2019, saat
Sungguh nikmat yang wajib disyukuri.
َ َ َ
َ ‫ع‬
‫ذاِبي‬ َ ‫ن‬
ّ ِ‫م إ‬
ْ ُ ‫فْرت‬ ْ ِ ‫ول َئ‬
َ َ‫ن ك‬ ْ ُ ‫زيدَن ّك‬
َ ‫م‬ ِ ‫مل‬ ْ ُ ‫شك َْرت‬ ْ ِ ‫م ل َئ‬
َ ‫ن‬ ْ ُ ‫ن َرب ّك‬
َ ّ‫وإ ِذْ ت َأذ‬
َ
‫د‬
ٌ ‫دي‬
ِ ‫ش‬َ َ‫ل‬
"Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu mema`lumkan: "Sesungguhnya jika
kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni`mat) kepadamu, dan jika
kamu mengingkari (ni`mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat
pedih".(QS,14, Ibrahim : 7)
Yang mampu menjaga nikmat Allah (syukur), secara ekonomis dan politis
mampu menjaga pertumbuhan ekonomi dan memelihara stabilitas
kawasan, maka nikmat itu akan ditambah.

Bila tindakan tidak terpuji menjadi kenyataan, korupsi, kolusi,


pemeliharaan lingkungan dilupakan, nikmat akan diubah menjadi bencana
seperti krisis moneter (krismon) berkembang menjadi krisis ekonomi
(krisek) seterusnya menjadi krisis total (kristal), yang telah melanda
kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia sejak tahun 1998. Namun di
kawasan ini masih tersimpan potensi besar, berbentuk natural resource,
dengan jumlah populasi penduduk yang besar dan menjanjikan
tersedianya human power resources yang tinngi dimasa depan. Apa
artinya semua ini? Kita akan menjadi pasar raksasa.20

Pertanyaan perlu jawaban segera, “sudahkah kita siap menghadapi


perubahan zaman yang cepat dan penuh tantangan ini?” Jawabannya
segera melaksanakan kewajiban mempersiapkan generasi baru yang siap
bersaing dalam era global tersebut dengan memadukan seluruh potensi
yang ada. Karena itu, perlu sekali penjalinan kerja sama lembaga-
akademik dengan penggunaan fasilitas akan mendorong penelitian
terhadap perubahan yang terjadi dan memberikan petunjuk dalam
menggali ekoteknologi yang memiliki kearifan ramah lingkungan.
Konsekwensinya wajib ditanamkan keyakinan bahwa apa yang ada
sekarang, sebenarnya menjadi milik generasi mendatang. Generasi kini
berkewajiban memelihara secara utuh nilai-warisan yang akan diserahkan
secara estafeta kepada generasi pengganti, secara yang lebih baik dan
lebih sempurna.

Tujuan yang hendak dicapai adalah terwujudnya kesejahteraan dengan


adil melalui program pembangunan merata yang perlu disertai prinsip
jelas, equiti berkesinambungan, sehingga partisipasi tumbuh dari bawah
sehingga setiap individu di dorong maju, aman dan terjamin
kesejahteraan 21.

Perancangan pembangunan arus bawah di hidupkan dengan pendekatan


holistik (holistic approach). Sasaran berikut pemantapan jati diri bangsa

skenario APEC, kawasan ini akan menguasai 50,7 % kekayaan dunia, Amerika dan Uni Eropa hanya
39,3% dan selebihnya 10 % dikuasai Afrika dan Amerika Latin (Data Deutsche Bank, 1994)
20
Kawasan ini akan diperebutkan. Bangsa akan dihadapkan pada "Global Capitalism". Kalau tidak
hati-hati keadaan akan bergeser menjadi "Capitalism Imperialism" menggantikan "Colonialism
Imperialis" yang sudah dihalau 50 tahun silam. Dengan "Capitalism Imperialism" anak negeri akan
terjajah di negeri sendiri tanpa kehadiran fisiki penjajah, tapi penjajahan ekonomi, moneter, dan
pemaksaan idea kehendak.
21
Lihat QS.30:41, dan Lihat QS.66:6 bandingkan dengan QS.5:105, dan Lihat QS.4:58, selanjutnya
dasar equiti (keadilan) adalah bukti ketaqwaan (QS.5:8), Lihat QS.66:6 bandingkan dengan QS.5:105.
dan bernegara untuk memperkuat interaksi kesejagatan.22
Pemberdayaan institusi (lembaga) kemasyarakatan yang ada (adat,
agama, perguruan tinggi), dalam meraih keberhasilan, mesti disejalankan
dengan kelompok umara’, penguasa yang adil (kena pada tempatnya.
Dari sini akan dirasakan spitrit reformasi.

Mengantisipasi perkembangan kedepan melahirkan keharusan


memelihara gerak pertumbuhan dari bawah (bottom-up). Usaha nyata di
kembangkan melalui ekonomi keluarga dengan memfungsikan kekuatan
ekonomi pasar dimulai dari pedesaan.
Yang akan memimpin orang banyak adalah yang bisa berbuat
banyak untuk orang banyak itu.

Ada pula kewajiban untuk membentuk Sumber Daya Umat (SDU) yang
bercirikan kebersamaan dengan nilai asas "gotong royong", berat
sepikul ringan sejinjing, atau prinsip ta'awunitas.

Betapapun krisis tengah melanda Indonesia sebagai bahagian dari


kawasan Asia Tenggara, namun sebagai bangsa yang besar semestinya
bersikap optimis dengan dorongan semangat besar bahwa bangsa
(kawasan) ini akan menjadi pusat kegiatan di masa datang, dalam
penguasaan ekonomi ataupun intelektual menghadapi percaturan abad ke
duapuluh satu.

Suatu kenyataan selama ini instalasi kekuatan ekonomi terpegang jumlah


terkecil (selected minority) dari pelaku ekonomi dan menguasai
kebutuhan mayoritas penduduk di pedesaan.
Apabila masyarakat pedesaan dengan kekuatan kecil ini mampu
dibangkitkan peran sertanya dalam penguasaan kebutuhan primer
terbesar masyarakat, maka adalah suatu keniscayaan semata bangsa ini
akan dapat bergerak secara pasti menjadi umat yang di perhitungkan.

Upaya intensif ini semestinya menjadi penggiring Sumber Daya Umat


dengan tetap bertumpu kepada science dengan nilai agama dan
budaya, dan secara tegas tidak terjatuh kepada sikap-sikap non-science.
Tugas ini perlu di emban secara terpadu.

Dzurriyatan dhi’aafan
The Loses Generation
Kecemasan di tengah perkembangan zaman (era globalisasi)
tampilnya generasi yang belum siap memerankan tugas di masa depan.
Gejala itu terlihat dari banyaknya generasi bangsa yang terdidik menjadi
ikut pengembang prilaku non-science seperti kecenderungan kepada hal-
hal yang berbau mistik, paranormal, pedukunan, penguasaan
kekuatan jin, budaya lucah, pergaulan bebas, free sex, kecanduan
ectacy (XTC), menjadi konsumen setia penanyangan pornografi
(VCD,Internet,booklet,majalah), ditengah-tengah berkembangnya iptek.
Gejala ini tampil kepermukaan pergaulan dan tidak jarang telah
dipermudah oleh kemajuan teknologi informasi dan produk cyber space.

Kecemasan lain adalah tumbuhnya pemenuhan keinginan non-


selektif (mubazir., wasted), peniruan gaya hidup tidak berukuran.

22
Sebagai bimbingan wahyu Allah, silahkan lihat QS.6:54, QS.16:97, dan bandingkan QS.25:70-71..
Tindakan non-ekonomis ini jangka pendek berdampak menghambat
kesiapan menatap masa depan.
Kondisi ini terjadi lebih banyak dikarenakan kurangnya interest
terhadap agama dan karena mulai meninggalkan puncak-puncak budaya
yang diwarisi. Situasi masyarakat yang mulai kehilangan ukuran
pantas dan patut, diperberat oleh tindakan para pemimpin formal dan
non-formal yang seringkali banyak terpaut pada pengamalan
tradisional dan non-science tersebut.
Problematika sosial dan prilaku ini hanya bisa diatasi dengan
memelihara kemurnian Akidah (paradigma tauhid) agar tidak terjadi
pemahaman agama yang campur aduk, dan tidak pula terjerumus kepada
pengamalan kehidupan materialis yang berakhir dengan hedonistik.

Kecemasan lain ada sebahagian generasi yang bangkit kurang


menyadari tempat berpijak.
Pada kawasan yang tengah berkembang memang lazim ditemui
pemeranan kolektivitas lebih mengedepan daripada aktivitas individu.
Solusinya dapat diatasi dengan menyatukan gerak langkah tetap
memelihara sikap harmonis guna menghindari eksploitasi dalam
hubungan bermasyarakat. Implementasi konsep aktual sangat penting
dikembangkan melalui research untuk membentuk kondisi.

Paradigma Tauhid
Paradigma tauhid, laa ilaaha illa Allah, mencetak manusia
menjadi ‘abid, hamba yang mengabdi kepada Allah dalam arti luas,
berkemampuan melaksanakan ajaran syar’iy mengikuti perintah Allah
dan sunnah Rasul Allah, untuk menjadi manusia mandiri (self help), sesuai
dengan eksistensi manusia itu di jadikan.23

Manusia pengabdi (‘abid) adalah manusia yang tumbuh


dengan Akidah Islamiah yang kokoh. Akidah Islamiah merupakan
sendi fundamental dari dinul Islam, dan titik dasar paling awal
untuk menjadikan seorang muslim.

Akidah adalah keyakinan bulat tanpa ragu, tidak sumbing dengan


kebimbangan, membentuk manusia dengan watak patuh dan ketaatan
yang menjadi bukti penyerahan total kepada Allah.

Akidah menuntun hati manusia kepada pembenaran kekuasaan


Allah secara absolut. Tuntunan Akidah membimbing hati manusia
merasakan nikmat rasa aman dan tentram dalam mencapai Nafsul
Mutmainnah dengan segala sifat-sifat utama.24
Manusia berjiwa bersih (muthmainnah) selalu memenuhi janjinya
terhadap Allah (Yang Maha Menjadikan), dan tidak pernah merusak
perjanjian dengan Allah dalam melaksanakan semua perintah Allah secara
konsekwen, serta berupaya membina diri untuk tidak mencampurkan
iman dengan kedzaliman (syirik).25

23
Lihat QS.adz-Dzariat, : 57.
24
Lihat QS.89:27, dan QS.13:20-24
25
Sesuai bimbingan dalam QS.6:82.
Konsistensi istiqamah adalah sikap yang tidak mencampur-baur
keimanan dan kemusyrikan dalam mengamalkan syari’at Islam secara
tidak terputus ibarat akar dengan pohonnya.26
Karena itu, sangat mustahil bagi muslim untuk hidup dengan tidak
memiliki iman (Akidah) secara benar. Hakikinya tanpa Akidah tidak ada
artinya seorang muslim.
Akidah Islamiah ialah Iman kepada Allah dengan mengakui
eksistensiNya (wujudNya).
Akidah adalah landasan utama (dasar) Dinul Islam yang bersifat
Abadi dan Universal (tidak berubah sepanjang masa).
Konsekwensi misi risalah, menempatkan Allah pada titik Centris
atau pusat dari segala-galanya, mewajibkan semua makhluk untuk
menempatkan kepatuhan, mono loyalitas kepada Allah semata. 27
Dengan paradigma tauhid secara mudah dapat dipahami posisi
ibadah dalam spirit penghambaan kepada Allah bukan dalam pengertian
sempit semata-mata tetapi secara konsisten penuh keikhlasan
melaksanakan semua perintah-perintah Allah tanpa reserve dengan penuh
disipilin diri mencari redha Allah.
Sikap tawakkal merupakan konsekwensi dari ikhtiar dan usaha
yang keduanya berjalin berkulindan merupakan mekanisme terpadu
dalam kerangka kekuasaan Allah Yang Maha Kuasa dan Agung. Keyakinan
tauhid mengajarkan kesadaran mendalam bahwa Allah selalu ada
disamping manusia. Karena itu keyakinan iman dan taqwa mampu
menepis rasa takut untuk berbuat dan gentar menghadapi resiko hidup.
Apabila Akidah tauhid telah hilang, dapat dipastikan akan lahir prilaku
fatalistis dengan hanya menyerah kepada nasib sambil bersikap apatis
dan pesimis. Sikap negatif ini adalah virus berbahaya bagi individu
pelopor penggerak pembangunan.
Keyakinan tauhid secara hakiki menyimpan kekuatan besar
berbentuk energi ruhaniah yang mampu mendorong manusia untuk
hidup inovatif. ***

Menuju Masyarakat Madani


Salah sekali anggapan bahwa agama Islam hanya sebatas ritual
pada hari-hari tertentu. Sesat sekali pendapat beragama hanya di batasi
ruang-ruang masjid, langgar, pesantren, majlis ta’lim semata. Terlalu
sesat memahami agama yang tidak kena mengena (relevan) dengan
gerak kehidupan riil, tatanan politik pemerintahan, sosial ekonomi,
budaya, hubungan hak asasi manusia, atau ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Agama Islam berdasar al Quran berperan multifungsi,
“mengeluarkan manusia dari sisi gelap kealam terang cahaya (nur)”28.
Bila Islam tidak diamalkan dari inti nilai-nilai dasar (basic of value)
Dinul Islam, atau hanya sebatas kulit luar berupa ritual ceremonial,
maka umat ini tidak akan berkemampuan bertarung di tengah
perkembangan dunia global pada abad keduapuluh satu mendatang.
Masyarakat yang lalai senang menerima, suka menampung dan
menagih apa-apa yang tidak diberikan orang, cenderung menjadi bangsa
pengemis yang kesudahannya membawa bangsa ini bertungkus lumus
(terjerumus) kepada penggadaian menjual diri, dan tampillah pelecehan
nilai-nilai bangsa.
26
Lihat QS.14:24-25.
27
Lihatlah dalam beberapa ayat QS. 7:65, 7:73, 7:85, 11:50, 11:61, 11:84, 16:36, 21:25.
28
Diantaranya terdapat dalam A.1:14,QS.Ibrahim.
Dinul Islam menyimpan rahasia besar “gerakkan tanganmu,
Allah akan menurunkan untukmu rezeki” 29.
Nilai ajaran dinul Islam melahirkan masyarakat proaktif menghadapi
berbagai keadaan sebagai suatu realitas perbaikan kearah peningkatan
mutu masyarakat.
Abad kedepan akan banyak berperan masyarakat berbasis ilmu
pengetahuan (knowledge base society), berbasis budaya (culture base
sociaty) dan berbasis agama (religious base society). Peran terbesar para
intelektual aktif menata ulang masyarakat dengan nilai-nilai kehidupan
berketuhanan dan bertamaddun sebagai mata rantai tadhamun al
Islami (modernisasi, pengenalan Islam ketengah peradaban manusia).
Peran ini penting untuk menggiring masyarakat Indonesia ini menuju
masyarakat madaniyah (maju, beradab). 30

Menghidupi Masyarakat Desa


(Kaum Dhu’afak)
Mengangkat taraf hidup kelompok lemah, akar serabut (grass root)
dari masyarakat alas terbawah piramida, bukan usaha mustahil
dikerjakan. Asal saja dapat merasakan nilai kepentingan, mempunyai daya
inisiatif dan imagination (daya cipta) mengangkatnya, tentu akan dapat
memulainya. 31

Kepandaian-kepandaian betapapun sederhananya, seperti


membuat tempe, tahu dan kecap, membibitkan buah-buahan, menanam
sayur mayur, merangkai dan mengatur bunga, menganyam tikar,
beternak itik ataupun ayam buras, dengan jumlah kecil, dizaman jet
supersonic dan satelit-satelit mengitari bumi seperti sekarang ini, tidak
dapat dikatakan apalah artinya. Tidak dapat dianggap rendah usaha-
usaha kecil yang mungkin oleh banyak kalangan dianggap kurang
bermakna.
Proses mempertinggi kesejahteraan hidup dhu’afak, adalah
rangkaian gerbong yang erat terkait dengan proses pembangunan
ekonomi bangsa.
Proces geraknya bisa dipercepat. Ada undang-undang bajanya
sendiri, yang tak dapat tidak, harus dijalani, yang umumnya bersifat
natuurlijk (alami dan sunnatullah), yaitu faktor manusia yang terikat erat
dengan adat kebiasaan. Karena sering dilupakan, akhir kesudahannya
menanggung akibat-akibat yang mengecewakan.
Andai kata faktor kebiasaan masyarakat sengaja dilupakan maka
nasibnya tak ubah dari nasib induk ayam menetaskan telor itik.
Akibat langsung adakalanya program tidak jalan, pemborosan disegala
sektor, malah didapati tindakan yang wasted (mubazir).
Dalam setiap proses pembangunan keumatan (umatisasi) tidak
selalu harus ditilik dari sudut efisiensi dan rendemen ekonomis
29
Ungkapan Umar bin Khattab RA, kepada seorang pemuda yang hanya mendoa dibawah naungan
Ka’bah adalah; “Harrik yadaka unzil ‘alaika ar-rizqa”. (al atsar).
30
Sebagai catatan, kata-kata madani belum ada dalam kamus bahasa Indonesia. Bukan berarti bahwa
masyarakat madani adalah “masyarakat yang belum ada dalam kamus”. Atau masyarakat guyon,
mada– ni – yee. Mada, berarti bengal, tak mau di ajar, bhs.Minang, atau “pahit” bhs Kawi. Tetapi,
masyarakat Madani adalah masyarakat maju dengan basic ilmu pengetahuan, kultur dan agama
(Akidah tauhid) yang benar.
31
Firman Allah Subhanahu wa ta’ala yang artinya; “Dan orang-orang yang bekerja sungguh-
sungguh pada (jalan) kami, sesungguhnya kami akan pimpin mereka di jalan-jalan kami: dan
sesunggunya Allah beserta orang-orang yang berbuat kebaikan” (QS. Al-Ankabut, ayat 69.).
semata, tetapi perlu ada pemahaman mendalam kedalam lubuk hati serta
kemauan pada diri umat secara individu ataupun kelompok yang akan
dibawa serta dalam proses pembangunan itu..
Daerah kita terkenal sebagai daerah yang kaya dengan sumber
alam. Sumber Daya Alam (natural resources) belum seluruhnya di olah.
Dapat dikatakan bisa mendukung suatu pertumbuhan ekonomi yang
sehat. Tetapi kecenderungan penduduknya dibidang ekonomi baru kepada
mencari nafkah dengan memindah-mindahkan barang-barang dari
satu tempat ke tempat yang lain saja.
Adapun menghasilkan barang belum cukup mendapat perhatian.
Padahal sumber kemakmuran yang asasi adalah produksi, yakni
menghasilkan barang. Peran ini seringkali “dilupakan”. Latar belakang
usaha sebenarnya adalah merombak tradisi dengan membuka pikiran
masyarakat dan merintis jalan baru, memulai dari urat masyarakat
dengan cara-cara yang praktis.

Melalui amaliyah yang sepadan dengan kekuatan yang tersedia


dalam tubuh masyarakat mestinya disertai serentak membangun jiwa
dan pribadi untuk menjadi umat yang sadar. Umat perlu dihidupkan
jiwanya menjadi satu umat yang mempunyai falsafah dan tujuan hidup
(wijhah) yang nyata, memiliki identitas (shibgah), bercorak kepribadian
terang (transparan) untuk ikut berpartisipasi aktif dalam proses
pembangunan. Suatu bentuk dan susunan hidup berjama’ah yang
diredhai Allah yang dituntut oleh “syari’at” Islam. sesuai dengan Adat
basandi Syara’ dan Syara’ nan basandi Kitabullah. Upaya ini secara
luas merupakan “satu aspek dari Social Reform”, yang tidak dapat
diabaikan. Memang begitulah hakekatnya. Karena pekerjaan ini akan
menafaskan jiwa lain, yaitu berusaha di urat masyarakat.

Menumbuhkan kekuatan yang terpendam dikalangan yang lemah


(kaum dhu’afak), di awali oleh memerankan hubungan kepedulian
terhadap kebiasaan hidup melalui program silaturrahmi yang saling
memahami dan bukan dalam bentuk sekedar “meminta atau membagi
nasi bungkus”.
Pembinaan dhu’afak di dukung oleh cita-cita hendak menjelmakan
tata-cara hidup kemasyarakatan berdasarkan
(a). hidup dan memberi hidup, (ta’awun) bukan falsafah
berebut hidup,
(b). menanam tanggung jawab atas kesejahteraan lahir
batin dari tiap anggota masyarakat sebagai suatu kesatuan
menyeluruh secara timbal balik (takaful dan tadhamun);
(c). mengajarkan keragaman serta ketertiban dan disiplin
jiwa dari dalam, bukan penggembalaan dari luar;
(d). menumbuhkan ukhuwwah yang ikhlas, bersendikan Iman
dan Taqwa;
(e). mengajarkan hidup seimbang (tawazun) antara
kecerdasan otak dan ketangkasan otot tangan, antara ketajaman
akal dan ketinggian akhlak, antara amal dan ibadah, antara ikhtiar
dan do’a.

Demikian pandangan hidup dan identitas umat yang hendak di


pancangkan.
Tentu tidak seorangpun yang berpikiran sehat di negeri ini yang
akan keberatan terhadap penjelmaan masyarakat semacam itu dengan
cara dan alat-alat sederhana tetapi dengan api cita-cita yang berkobar-
kobar dalam dada masing-masing, dengan nawaitu tertanam sejak
semula. Yang perlu dijaga adalah agar api nawaitu jangan padam atau
berubah di tengah jalan.

Besar kecilnya nilai amal terletak dalam niat yang menjadi motif untuk
melakukannya. Tinggi atau rendahnya nilai hasil yang dicapai sesuai
dengan tinggi rendahnya mutu niat dari yang mengejar hasil itu.

Amal akan kering dan hampa, tatkala kulit luarnya di lakukan, tetapi
tujuan nawaitu-nya hilang di tengah jalan. Bila kondisi ini kelihatan tanda-
tanda akan kehilangan nawaitu-nya, maka kewajiban social control
(nahyun ‘anil munkar) harus lekas-lekas dilaksanakan, agar masyarakat
jangan berserak dan terseret hanyut oleh arus pengejaran benda-benda
yang bertebaran semata, perlu pula lekas-lekas dipintasi dengan
mengemukakan social support (amar makruf) secara jelas. Insya Allah
masyarakat lemah (dhu’afak) akan kuat dan masuk shaf kembali. Itulah
inti kesatuan dan persaudaraan (ukhuwah dan badunsanak ) itu.

Sebenarnya seorang pemimpin pelopor penggerak pembangunan memikul


beban menghidupkan dapur masyarakatnya dengan sungguh-sungguh.

Kebahagiaan tertinggi seorang pemimpin tatkala dapat menghidupkan


salah satu dari ribuan dapur yang senantiasa berasap karena usahanya.
Tak ada bahagia dalam kekenyangan sepanjang malam, bila si-
jiran setiap akan tidur diiringi lapar (al Hadist).

Semestinya di pahami apa yang terkandung dalam kalimat-kalimat


sederhana, menyesuaikan ikrar dengan ucapan, menyelaraskan
perencanaan dengan pelaksanaan, menyamakan harapan dengan
kenyataan, memerlukan kesungguhan gerak disamping gagasan. Apa
yang diucapkan oleh lidah dan tergores dalam hati dapat dijadikan
bimbingan untuk menerjemahkan kesetiaan kepada kalangan bawah
(dhu’afak) kaum lemah melalaui perlakuan nyata dalam amal perbuatan.

Tujuan akhir yang lebih mulia adalah mencari keridhaan Allah jua, Moga-
moga, Amin. ***

Perankan Aktivitas Kembali Masjid


Tatkala orang partai dan masyarakat sibuk berpolitik, berorganisasi,
dan berlambang maka kalimat ajakan “Makmurkan Masjid kembali,
Tegakkan Jamaah dari sana”, sering disambut dengan sikap skeptis dan
dingin.
Sipongang seruan itu kurang menarik. Masalahnya dirasakan
kurang aktuil. Program ini dianggap tidak vital bila di banding dengan
nafas “demam perjuangan politik” atau “spirit reformasi”.
Sikap ini sebenarnya lahir karena sudah lama terkurung tanpa
sadar dalam kerangka cara berpikir konvensional dan statis. Pada hal
“Masjid sebagai pusat pembinaan potensi umat” adalah warisan tak
ternilai yang diterima umat Islam dari Rasulullah SAW. 32

32
Masjid Quba di Madinah itu adalah pusat penyusunan dan pembangunan Umat Islam yang
pertama; pembina kekuatan umat dizaman pancaroba penuh cobaan dan derita.
Masjid bukan semata-mata tempat shalat.33
Masjid adalah untuk menegakkan ibadah dan menyusun umat.
Islam tidak dapat tegak tanpa jamaah. Ajaran-ajaran Islam adalah jalinan
ibadah dan muamalah. Yang satu “mu’amalah dengan Khaliq (hablum
min Allah)”, yang lainnya “mu’amalah dengan makhluk (hablum min
an-naas)”. Ini kaji, yang sudah terang perintah wajibnya. Masyarakat Islam
memikul kewajiban membina masyarakat (jamaah) karena beban
langsung dari agamanya. Masjid dalam warisan Risalah Islam berfungsi
sebagai pangkalan Umat tempat membina jamaah, menambah
pengertian dan wawasan, mempertinggi kecerdasan,
menanamkan akhlaq, memelihara budi pekerti, mendinamika jiwa,
memberikan pegangan hidup bagi para anggota masyarakat
(jamaahnya), guna menghadapi masalah pokok dalam persoalan hidup.

Masjid dan Langgar (surau) yang hidup dan dinamis, berperan


sebagai pusat bimbingan untuk menaikkan jiwa umat (mendinamisirnya)
untuk mencapai taraf kemakmuran hidup lebih baik.34
Masjid yang hidup sebagai pusat pembinaan umat, akan meng-
hidupkan jiwa jamaahnya supaya terpelihara “Izzah”, kepribadian umat
yang sedang berkecimpung dalam masyarakat ramai dari berbagai corak,,
ibarat ikan ditengah air laut yang hidup, tetap dapat memelihara
dagingnya tetap segar dan tawar walaupun terus menerus berendam
dalam air asin.

Jamaah umat Islam dapat saling berlomba dengan masyarakat


lainnya dalam menegakkan kebenaran dan keadilan secara bersama-sama
guna menyuburkan kebajikan untuk masyarakat umum. Begitulah fungsi
Masjid secara hakiki.

Kewajiban Umat “Membina Jamaah melalui Masjid” ini tidak


boleh dilalaikan (di kucawaikan) dalam keadaan bagaimanapun.
Hidupkan Masjid kembali. Dari masjid yang hidup akan terpancar
jiwa yang memancarkan cahaya hidup kepada umat
disekelilingnya. Inilah program umatisasi.
Masjid adalah sumber kekuatan umat Islam masa lalu, sekarang
dan di masa depan.35

Alangkah meruginya Umat Islam, bila mereka tidak kunjung


mengenal dan mempergunakan modal kekayaan tak ternilai jumlahnya
yang dapat dijadikan sumber kekuatannya ini.
33
Kalau sekedar untuk shalat yang lima waktu dan sunnat bernafsi-nafsi seluruh punggung bumi yang
bundar ini adalah tempat Umat Islam bershalat, sesuai sabda Rasulullah SAW, “Ju’ilat liiyal ardhi
kulluhu masjidan” (al Hadist).
34
Para ahli (expert) yang mencintai umat, dapat menghidupkan masjid dengan menjadikan tempat
pembinaan masalah penghidupan masyarakat dan pelatihan-pelatihan. Persoalan umat sebenarnya
masalah sederhana dan elementer; soal ternak, tanaman, pupuk, mempertinggi hasil bumi,
tambak dan tebat ikan, kerajinan masyarakat agraris, soal cangkul patah dan belum berganti,
masalah sapi yang belum berobat, atap tiris yang belum disisip, anak yang belum sekolah. Hal
yang elementer tidak kunjung dapat dipecahkan oleh teori ekonomi yang hebat-hebat dan menurut
sistim cyberspace, sistem hightec, sistem jet yang naik turun tanpa landasan.
35
“Hitunglah beberapa betullah jumlah gedung-gedung,(kebudayaan, markas-markas organisasi,
stadion-stadion dengan lapangannya), dinegeri ini. Bandingkan dengan milyunan masjid besar kecil
langgar dan surau milik umat Islam yang bertebar-tabur dinegeri ini. Tinggal mengisi dan
menghidupkannya. Bukan sekedar memperindahnya untuk dilagakkan, ibarat orang menghias kuburan
cina dengan marmer berukir-ukir, didalamnya hanya tersimpan mayat tak bernyawa.
Kepada Umat Muhammad SAW, di amanatkan, Masjid yang hidup
berfungsi untuk “mencetak” manusia yang hidup yang tidak kenal
gentar selain hanya kepada Allah..
Apakah kita sudah lupa bahwa, hanya yang akan
memakmurkan masjid-masjid Allah :
َ ِ ‫ن ِبالل ّهِ َوال ْي َوْم ِ اْل‬
‫م‬َ ‫خرِ وَأَقا‬ َ ‫م‬
َ ‫ن َءا‬ ْ ‫م‬َ ِ‫جد َ الل ّه‬ ِ ‫سا‬
َ ‫م‬َ ‫مُر‬ ُ ْ‫ما ي َع‬ َ ّ ‫إ ِن‬
َ ُ
َ ِ ‫سى أول َئ‬
ُ َ‫ن ي‬
‫كوُنوا‬ ْ ‫كأ‬ َ َ‫ه فَع‬ َ ّ ‫ش إ ِّل الل‬
َ ‫خ‬ ْ َ‫م ي‬ْ َ ‫كاة َ وَل‬
َ ‫صَلة َ وََءاَتى الّز‬ ّ ‫ال‬
‫دين‬
َ ِ َ ‫مهْت‬ُ ْ ‫ن ال‬َ ‫م‬ ِ
“ orang-orang yang beriman kepada Allah,
“ dan kepada hari kemudian,
“ serta menegakkan shalat dan mengeluarkan zakat,
“ dan tidak takut melainkan (hanya) kepada Allah,
“ maka mudah-mudahan, mereka termasuk orang yang
terpimpin” (QS..9,at-Taubah:18).

Ini tuntutan yang mesti di terima Umat Islam dari Syariat Islam
yang tidak dapat disangkal wajib berlakunya atas pemeluknya di negeri
ini. Kembali ke Masjid.

‫في اْل َْر‬ َ


‫ن‬
َ ‫ذي‬ ِ ّ ‫ة ال‬ ُ َ ‫قب‬ ِ ‫عا‬ َ ‫ن‬ َ ‫كا‬ َ ‫ف‬ َ ْ ‫في َن ْظُُروا ك َي‬ َ ‫ض‬ ِ ِ ‫سيُروا‬ ِ َ‫م ي‬ ْ َ ‫ول‬ َ ‫أ‬
‫ها أ َك ْث ََر‬ َ ‫مُرو‬ َ ‫ع‬ َ ‫و‬ َ ‫ض‬
َ
َ ‫وأَثاُروا اْلْر‬
َ ً‫قوة‬
َ ّ ُ ‫م‬ ْ ‫ه‬ُ ْ ‫من‬ ِ ّ ‫شد‬ َ َ ‫كاُنوا أ‬ َ ‫م‬ ْ ‫ه‬ ِ ِ ‫قب ْل‬َ ‫ن‬ ْ ‫م‬ ِ
‫م‬
ْ ‫ه‬ ُ ‫م‬ َ ِ ‫ه ل ِي َظْل‬ ُ ّ ‫ن الل‬ َ ‫كا‬ َ ‫ما‬ َ ‫ف‬َ ‫ت‬ ِ ‫م ِبال ْب َي َّنا‬ ْ ‫ه‬ُ ُ ‫سل‬ ُ ‫م ُر‬ ْ ‫ه‬ ُ ْ ‫جاءَت‬ َ ‫و‬ َ ‫ها‬ َ ‫مُرو‬ َ ‫ع‬ َ ‫ما‬ ّ ‫م‬ ِ
‫ءوا‬ ُ َ‫سا‬ َ ‫أ‬ ‫ن‬ ‫ذي‬ ّ ‫ل‬‫ا‬ ‫ة‬َ ‫ب‬‫ق‬ ‫عا‬َ ‫ن‬ َ
‫كا‬ ‫م‬ ُ ‫ث‬( 9 )‫ن‬ ‫مو‬ ‫ل‬ ْ ‫ظ‬ ‫ي‬ ‫م‬ ‫ه‬ ‫س‬ ‫ف‬ُ ‫ن‬َ ‫أ‬ ‫نوا‬ َ
‫كا‬ ‫ن‬ ‫ك‬ َ ‫ل‬ ‫و‬
َ ِ َ ِ َ ّ َ ُ ِ َ ْ ُ َ ْ ُ ْ ِ َ
10)‫ن‬ ‫ئو‬ ُ ‫ز‬ ‫ه‬ ‫ت‬ ‫س‬ ‫ي‬ ‫ها‬ ‫ب‬ ‫نوا‬ َ
‫كا‬ ‫و‬ ‫ه‬ ّ ‫ل‬‫ال‬ ‫ت‬ ‫يا‬ ‫بآ‬ ‫بوا‬ ّ ‫ذ‬ َ ‫ك‬ ‫ن‬ َ ‫أ‬ ‫أى‬ َ ‫سو‬
َ ِ ْ َ ْ َ َ ِ ُ َ ِ ِ َ ِ ُ ْ ّ ‫)ال‬
“Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi dan
memperhatikan bagaimana akibat (yang diderita) oleh orang-orang yang
sebelum mereka ? (Pada hal), Orang-orang itu adalah lebih kuat dari
mereka (sendiri) dan telah mengolah bumi (tanah) serta
memakmurkannya lebih banyak dari apa yang telah mereka makmurkan.
Dan telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa
bukti-bukti yang nyata. Maka Allah sekali-kali tidak berlaku zalim kepada
mereka, akan tetapi merekalah yang berlaku zalim kepada diri mereka
sendiri. Kemudian, akibat orang-orang yang mengerjakan kejahatan
adalah (azab) yang lebih buruk, karena mereka mendustakan ayat-ayat
Allah dan mereka selalu memperolok-olokkannya” (QS.30, Ar-Rum, ayat 9-
10).

Sekarang, kita tengah menyaksikan satu kondisi terjadinya pergeseran


pandangan masyarakat dunia dewasa ini. Maka umat Islam wajib berperan
aktif kedepan diabad XXI. Dengan upaya menjadikan firman Allah sebagai
aturan kehidupan. Melaksanakan secara murni konsep agama dalam
setiap perubahan, agar peradaban kembali gemerlapan.

Berpaling dari sumber kekuatan murni, Kitabullah dan Sunnah Rasul,


dengan menanggalkan komitmen prinsip syar’i dan akhlak Islami akan
berakibat fatal untuk umat Islam, bahkan penduduk bumi. Pada gilirannya
umat Islam akan menjadi santapan konspirasi dari kekuatan asing.
Konsekwensinya adalah wilayah yang sudah terpecah akan sangat mudah
untuk dikuasai.
Kembali kepada watak Islam tidak dapat ditawar-tawar lagi. Bila
kehidupan manusia ingin diperbaiki.
1. Tuntutannya agar umat lahir kembali dengan iman dan amal nyata.
2. Tatanan masyarakat harus dibangun diatas landasan persatuan
(QS.al-Mukminun:52).
3. Mayarakat mesti ditumbuhkan dibawah naungan ukhuwwah (QS.al-
Hujurat:10).
4. Anggota masyarakatnya didorong hidup dalam prinsip ta’awunitas
(kerjasama) dalam al-birri (format kebaikan) dan ketakwaan (QS.al-
Maidah:2).
5. Hubungan bermasyarakat didasarkan atas ikatan mahabbah (cinta
kasih), sesuai sabda Rasul: “Tidak beriman seorang kamu sebelum
mencintai orang lain seperti menyayangi diri sendiri”.
6. Setiap masalah diselesaikan dengan musyawarah (QS.asy-
Syura:38).
7. Tujuan akhirnya, penjelmaan satu tatanan masyarakat yang
pantang berpecah belah (QS.Ali Imran:103).

Rahasia keberhasilan adalah “tidak terburu-buru” (isti’jal) dalam


bertindak. Tidak memetik sebelum ranum. Tidak membiarkan jatuh
ketempat yang dicela. Kepastian amalan adanya husnu-dzan (sangka
baik) sesama umat. Mengiringi semua itu adalah tawakkal kepada Allah.

Dalam tatanan berpemerintahan, kekuasaan akan berhasil jika menyentuh


hati nurani rakyat banyak, sebelum kekuasaan itu menjejak bumi.
Ukurannya adalah adil dan tanggap terhadap aspirasi yang berkembang.
Takarannya adalah kemashlahatan umat banyak. Kemasannya adalah
jujur secara transparan. Kekuatan hati (dhamir) penduduk (rakyat)
terletak pada ditanamkannya kecintaan yang tulus.
Menghidupkan energi ruhanik lebih didahulukan sebelum menggerakkan
fisik umat.

Titik lemah umat karena hilangnya akhlaq (moralitas) Islami.


Enggan memahami syari’at, berakibat hilangnya kecintaan (kesadaran)
terhadap Islam. Lahirnya radikalisme, berlebihan dalam agama,
menghapuskan watak Islam. Tidak menghormati hubungan antar
manusia, merupakan kebodohan pengertian terhadap prinsip sunnah.
Akibatnya adalah tindakan anarkis (merusak).

KEADILAN ADALAH RAJA.

Allah SWT telah memerintahkan kepada setiap orang untuk berlaku adil,
berbuat ihsan (kebajikan), dan membantu karib kerabat. Dan, Allah juga
memerintahkan untuk melakukan pencegahan terhadap perilaku keji dan
tercela (fahsya’, anarkis). Allah SWT juga memerintahkan untuk
menghindar dari kemungkaran (perbuatan terlarang) dan aniaya (anarkis),
juga dari perlakuan yang melampaui batas (bagh-ya). Semua peringatan
Allah ini harus selalu di ingat oleh manusia (QS.An Nahl,90).

Adil, adalah pakaian setiap pemimpin, tidak semata ucapan. Adil, adalah
suatu perbuatan, yang di dambakan setiap orang. Karenanya, menjadi
kewajiban setiap pribadi untuk menegakkan dan mempertahankannya.
Agama mengajarkan bahwa setiap orang adalah pemimpin. Setiap
pemimpin akan diminta pertanggungan jawab terhadap rakyat yang
dipimpinnya.

Agama menegaskan bahwa, penguasa adalah pemimpin dari rakyatnya.


Sebagai layaknya seorang suami menjadi pemimpin atas istri, keluarga
dan rumah tangganya. Seorang pekerja (khadam) adalah pemimpin atas
harta yang di amanahkan oleh majikannya. Konsekwensinya adalah,
setiap pemimpin memikul tanggung jawab berlaku adil dan amanah
menjaga rakyat yang di pemimpinannya.
Karena, setiap pemimpin akan ditanya pertanggungan jawab atas
kepemimpinannya.(Hadist di riwayatkan Al-Bukhari dari ‘Abdullah ibn
‘Umar RA).
Pemimpin yang adil, semestinyalah bersikap merendah (tawadhu’)
terhadap rakyat yang dipimpinnya (HR.Bukhari, dalam Riyadhus-Shalihin,
Imam Nawawy).
Maknanya adalah, kepentingan (aspirasi) rakyat wajib di utamakan. Hanya
ada satu kepentingan, demi kemashlahatan rakyat banyak.

Pemimpin dalam pandangan Islam tidak untuk kepentingan kelompok atau


golongan. Tetapi untuk kemashlahatan orang banyak.
Walaupun barangkali seorang pemimpin memiliki kekurangan fisik, tetapi
adil dan berpedoman kepada Kitabullah, maka Muslimin disuruh
mengikutnya. In ummira ‘alaikum ‘abdun mujadda’un yaquu-du kum bi
Kitaabillahi, fasma’uu lahu wa athii-‘uu, “Jika sekalipun kamu dipimpin
oleh seorang hamba yang cacat (‘abdun mujadda’), tetapi memimpinmu
dengan berpedoman kepada Kitabullah (al Quran), maka hendaklah kamu
mendengarkan dan menta’atinya” (Shahih Muslim).

Dalam konsep Agama pemimpin adalah amanah Allah untuk


melaksanakan pemerintahan sebagai amanah umat (rakyat).
Karena itu, sangatlah tidak pantas bila seorang meminta-minta untuk
diangkat menjadi seorang pemimpin.

Disampaikan oleh Shahabat Abu Musa RA, tatkala dua orang Bani ‘Ammi
minta diangkat menjadi gubernur disuatu daerah, maka Rasulullah SAW
berkata, “ Inna Wallahi, Laa nuwalliy ‘alaa haa-dzal ‘amali ahadan sa-alahu
wa laa ahadan harasha ‘alaihi”, artinya, “Demi Allah, sesungguhnya kami
tidak akan mengangkat seorang penguasa atas pekerjaan ini apabila ia
memintanya atau ambisius kepadanya” (HR. Muttafaq ‘alaih).

Kepemimpinan sesungguhnya adalah amanat dari Allah SWT. Wajib di


tunaikan sebagai ibadah di tengah kehidupan masyarakat (rakyat)-nya,
atau hablum min an-naas.

ADIL ADALAH PAKAIAN SETIAP PEMIMPIN..

Adil, adalah ciri taqwa. Konsep ini bukan semata teologis, melainkan
sangat humanis universal.

Dalam pandangan Islam, seorang pemimpin pemegang tampuk


kekuasaan yang melalaikan kepentingan rakyatnya adalah pemimpin
yang sangat dicela. Rasulullah SAW memperingatkan, “maa min waa-lin
yaliy ra’iyyah minal-Muslimin, fa yamuutu wa huwa gaasy-syun lahum, illa
harrama-Allahu ‘alaihil-jannah”, artinya, “Tidak seorangpun yang diberi
amanat oleh Allah untuk memimpin rakyatnya (kaum Muslimin), lalu ia
mati dalam keadaan menipu mereka, kecuali Allah mengharamkan
baginya sorga (tidak akan masuk sorga)” (HR.Muttafaqun ‘alaihi dari Abi
Ya’la (Ma’qal) bin Yasar RA).

Dalam hadist lainnya, Rasulullah SAW berkata, “ wa innamal Imamamu


junnatun, yuqaatalu min waraa-ihi wa yuttaqaa bihi, Fa-in amara bi taqwa-
Allahi wa ‘adala fa-inna lahu bi-dzalika ajran. Wa in qaala bi ghairihii fa-
inna ‘alaihi minhu”, artinya, “Sesungguhnya pemimpin itu adalah perisai.
Dibelakang perisai itulah rakyat berjuang. Maka apabila ia (pemimpin)
menyuruh kepada ketaqwaan terhadap Allah dan berlaku adil, maka ia
akan mendapat pahala dari perintah dan sikap adilnya itu. Tetapi bila ia
menyuruh selain dari itu (taqwa), maka ia akan mendapat siksa
karenanya” (HR.Muttafaq ‘alaihi, dari Abi Hurairah RA).

Dengan sikap tawadhu’ (merendah demi kepentingan umat karena taqwa


kepada Allah) akan terlihat keadilan seorang pemimpin.
Arogansi pemaksaan kehendak. akan membawa kepada kehancuran.

Konsekwensinya adalah, “as-sam’u wat-tha’ah ‘ala-al-mar-il Muslim fii ma


ahabba wa kariha, maa lam yukmar bima’shiyatin, fa idzaa umira bi-
ma’shiyatin, fa-laa sam’a wa laa thaa’ah”, artinya “Seorang Muslim harus
mendengarkan dan menta’ati segala perintah (pemimpinnya) dalam hal
yang ia sukai ataupun yang tidak disukainya, selama ia tidak
diperintahkan untuk berbuat maksiat. Dan apabila ia diperintahkan untuk
berbuat maksiat, maka ia (rakyat) tidak dibolehkan untuk mendengarkan
atau menta’ati perintahnya” (HR.Muttafaq ‘alaih dari Ibnu Umar RA).

Sungguh celakalah para pemimpin yang melupakan dan menganggap


enteng aspirasi rakyat banyak. Maka, untuk terhindar dari kecelakaan,
wajiblah di ingat selalu firman Allah; “Berlaku adillah, karena Allah kasih
terhadap orang-orang yang adil” (QS.Al-Hujurat ,9).

Lemahnya bekalan agama dilapisan umat dan tipisnya pemahaman Islam


akan berpengaruh didalam kehidupan.

Paham ‘Ashabiyah (kedaerahan), menghilangkan arti maknawi dari


ukhuwwah. Persatuan lahiriyah tidak mampu menumbuhkan kebahagiaan
mahabbah, cinta sesama. Di sinilah bermula sumber kehancuran.

Karena itu Rasulullah SAW selalu berdo’a sebagaimana disampaikan oleh


Ummul Mukminin ‘Aisyah R ’anha, “allahumma man waliya min amri
ummatiy syay-an fa syaqqa ‘alaihim fasy-quq ‘alaihi, wa man waliya min
amri ummatiy syay-an far-faqa bihim, far-fuq bihi”, artinya, “Ya Allah,
barangsiapa yang menjadi pemimpin atas umatku, lalu ia mempersulit
mereka, maka persulitlah ia, dan barangsiapa yang memimpin umatku,
lalu mengasihi mereka, maka kasihanilah ia” (HR.Shahih Muslim).

Anda mungkin juga menyukai