Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti dorongan atau daya penggerak.
Motivasi ini sangat diperlukan seseorang dalam menjalankan segala aktivitasnya. Dalam
menjalankan hidup, seseorang memerlukan banyak motivasi agar ia dapat menjalankan
segala sesuatu yang dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Motivasi dapat diertikan
sebagai faktor pendorong yang berasal dalam dirimanusia, yang akan mempengaruhi cara
bertindak seseorang. Dengan demikian, motivasikerja akan berpengaruh terhadap
performansi pekerja
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai teori dalam motivasi yaitu teori proses yang
meliputi eori proses terdiri dari Teori Penguatan, Teori Harapan, Teori Keadilan dan Teori
Penetapan Tujuan.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan Teori Penguatan, Teori Harapan, Teori Keadilan dan Teori
Penetapan Tujuan?
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui Teori Penguatan, Teori Harapan, Teori Keadilan dan Teori Penetapan
Tujuan.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

TEORI PROSES
Teori proses mencoba menguraikan bagaimana perilaku tersebut digerakkan,
diarahkan, didukung dan dihentikan. Teori proses terdiri dari Teori Penguatan, Teori
Harapan, Teori Keadilan dan Teori Penetapan Tujuan. Teori penguatan (reinforsement
theory) berfokus pada lingkungan kerja. Gagasan tentang kebutuhan dan sikap
individu sebenarnya diabaikan oleh teori ini. Teori harapan (expectancy theory)
menempatkan tekanan atas individu, pekerjaan dan variabel linngkungan. Teori itu
mengakui perbedaan kebutuhan, persepsi, dan keyakinan. Teori itu mengakui
perbedaan kebutuhan, persepsi dan keyakinan. Teori keadilan (equity theory) terutama
membahas hubungan antara sikap terhadap masukan dan keluaran serta praktek
pemberian imbalan (penghargaan). Teori penetapan tujuan (goal setting theory)
menekankan proses kognitif dan peranan perilaku yang disengaja dalam motivasi.
Teori ini juga terdiri dari empat teori pendukung, yaitu:
a. Reinforcement Theory ( B.F. Skinner)
Teori ini didasarkan atas hukum pengaruh. Tingkah laku dengan
konsekuensi positif cenderung untuk diulang, sementara tingkah laku dengan
konsekuensi negatif cenderung untuk tidak diulang. Rangsangan yang didapat
akan mengakibatkan atau memotivasi timbulnya respon dari seseorang yang
selanjutnya akan menghasilkan suatu konsekuensi yang akan berpengaruh pada
tindakan selanjutnya. Konsekuensi yang terjadi secara berkesinambungan akan
menjadi suatu rangsangan yang perlu untuk direspon kembali dan mengasilkan
konsekuensi lagi. Demikian seterusnya sehingga motifasi mereka akan tetap
terjaga untuk menghasilkan hal-hal yang positif.
b. Expectancy Theory ( Victor Vroom)
Victor Vroom (1964) mengembangkan sebuah teori motivasi berdasarkan
kebutuhan infernal, tiga asumsi pokok Vroom dari teorinya adalah sebagai
berikut :
1) Setiap individu percaya bahwa bila ia berprilaku dengan cara tertentu, ia akan
memperoleh hal tertentu. Ini disebut sebuah harapan hasil (outcome
expectancy) sebagai penilaian subjektif seseorang atas kemungkinan bahwa
suatu hasil tertentu akan muncul dari tindakan orang tersebut.

2) Setiap hasil mempunyai nilai, atau daya tarik bagi orang tertentu. Ini disebut
valensi (valence) sebagai nilai yang orang berikan kepada suatu hasil yang
diharapkan.
3) Setiap hasil berkaitan dengan suatu persepsi mengenai seberapa sulit mencapai
hasil tersebut. Ini disebut harapan usaha (effort expectancy) sebagai
kemungkinan bahwa usaha seseorang akan menghasilkan pencapaian suatu
tujuan tertentu.
Motivasi dijelaskan dengan mengkombinasikan ketiga prinsip ini. Orang
akan termotivasi bila ia percaya bahwa :
1) Suatu perilaku tertentu akan menghasilkan hasil tertentu
2) Hasil tersebut punya nilai positif baginya
3) Hasil tersebut dapat dicapai dengan usaha yang dilakukan seseorang
Dengan kata lain Motivasi, dalam teori harapan adalah keputusan untuk
mencurahkan usaha.
c. Equity Theory (J. S. Adams)
Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk
menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi
dengan imbalan yang diterima. Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai
persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat
terjadi, yaitu:
1) Seseorang akan berusaha memperoleh imbalan yang besar.
2) Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang
menjadi tanggung jawabnya.
Dalam menumbuhkan suatu persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya
menggunakan empat macam hal sebagai pembanding, hal itu antara lain :
1) Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima
berdasarkan kualifikasi pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat
pekerjaan dan pengalamannya;
2) Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan
sifat pekerjaannnya relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri;
3) Imbalan yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan yang
sama serta melakukan kegiatan sejenis;

4) Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis


imbalan yang pada nantinya akan menjadi hak dari para pegawai yang
bersangkutan.
d. Goal Setting Theory (Edwin A. Locke)
Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki
empat macam mekanisme motivasional yakni:
1) Tujuan-tujuan mengarahkan perhatian;
2) Tujuan-tujuan mengatur upaya;
3) Tujuan-tujuan meningkatkan persistensi; dan
4) Tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan.
Teori ini juga mengungkapkan hal-hal sebagai berikut:
1) Kuat lemahnya tingkah laku manusia ditentukan oleh sifat tujuan yang hendak
dicapai.
2) Kecenderungan manusia untuk berjuang lebih keras mencapai suatu tujuan,
apabila tujuan itu jelas, dipahami dan bermanfaat.
3) Makin kabur atau makin sulit dipahami suatu tujuan, akan makin besar
keengganan untuk bertingkah laku.
2.2

TEORI PENGUATAN
Teori penguatan atau reinforcement theory of motivation dikemukakan oleh B.
F. Skinner (1904-1990) dan rekan-rekannya. Pandangan mereka menyatakan bahwa
perilaku individu merupakan fungsi dari konsekuensi-konsekuensinya (rangsangan
respons konsekuensi). Teori ini didasarkan atas semacam hukum pengaruh dimana
tingkah laku dengan konsekuensi positif cenderung untuk diulang, sementara tingkah
laku dengan konsekuensi negatif cenderung untuk tidak diulang. Teori ini berfokus
sepenuhnya pada apa yang terjadi pada seorang individu ketika ia bertindak. Teori ini
adalah alat yang kuat untuk menganalisis mekanisme pengendalian untuk perilaku
individu. Namun, tidak fokus pada penyebab perilaku individu. Menurut Skinner,
lingkungan eksternal organisasi harus dirancang secara efektif dan positif sehingga
dapat memotivasi karyawan.
Model penguatan Skinner adalah interval (tetap atau variabel) dan rasio (tetap
atau variabel).

Penguatan terus menerus pemberian secara konstan penguatan terhadap tindakan,


dimana setiap kali tindakan tertentu dilakukan diberikan terhadap subjek secara
langsung dan selalu menerima penguatan. Metode ini tidak praktis untuk digunakan,
dan perilaku diperkuat rentan terhadap kepunahan.

Interval (fixed / variabel) penguatan tetap penguatan mengikuti respon pertama


setelah durasi yang ditetapkan. Variabel-waktu yang harus dilalui sebelum respon
menghasilkan penguatan tidak diatur, tetapi bervariasi di sekitar nilai rata-rata.

2.3

TEORI HARAPAN
Teori harapan kadang disebut teori ekspektansi atau expectancy theory of
motivation dikemukakan

oleh Victor

Vroom pada

tahun

1964. Vroom

lebih

menekankan pada faktor hasil (outcomes), ketimbang kebutuhan (needs) seperti yang
dikemukakan oleh Maslow and Herzberg. Teori ini menyatakan bahwa intensitas
kecenderungan untuk melakukan dengan cara tertentu tergantung pada intensitas
harapan bahwa kinerja akan diikuti dengan hasil yang pasti dan pada daya tarik dari
hasil kepada individu. Vroom dalam Koontz, 1990 mengemukakan bahwa orangorang akan termotivasi untuk melakukan hal-hal tertentu guna mencapai tujuan
apabila mereka yakin bahwa tindakan mereka akan mengarah pada pencapaian tujuan
tersebut.
Sehubungan dengan tingkat ekspektansi seseorang Craig C. Pinder (1948)
dalam bukunya Work Motivation berpendapat bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi tingkat harapan atau ekspektansi seseorang yaitu:
a. Harga diri.
b. Keberhasilan waktu melaksanakan tugas.
c. Bantuan yang dicapai dari seorang supervisor dan pihak bawahan.
d. Informasi yang diperlukan untuk melaksanakan suatu tugas.
e. Bahan-bahan baik dan peralatan baik untuk bekerja.
Sementara teori harapan menyatakan bahwa motivasi karyawan adalah hasil
dari seberapa jauh seseorang menginginkan imbalan (Valence), yaitu penilaian bahwa
kemungkinan

sebuah

upaya

akan

menyebabkan

kinerja

yang

diharapkan

(Expectancy), dan keyakinan bahwa kinerja akan mengakibatkan penghargaan


(Instrumentality ). Singkatnya, Valence adalah signifikansi yang dikaitkan oleh
individu tentang hasil yang diharapkan. Ini adalah kepuasan yang diharapkan dan
6

tidak aktual bahwa seorang karyawan mengharapkan untuk menerima setelah


mencapai tujuan. Harapan adalah keyakinan bahwa upaya yang lebih baik akan
menghasilkan kinerja yang lebih baik. Harapan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti
kepemilikan keterampilan yang sesuai untuk melakukan pekerjaan, ketersediaan
sumber daya yang tepat, ketersediaan informasi penting dan mendapatkan dukungan
yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan.
2.4

TEORI KEADILAN
Adam Smith hanya menerima satu konsep atau teori keadilan yaitu keadilan
komutatif. Alasan Adam Smith hanya menerima satu konsep atau teori keadilan
adalah:

Menurut Adam Smith yang disebut keadilan sesungguhnya hanya punya satu arti
yaitu keadilan komutatif yang menyangkut kesetaraan, keseimbangan, keharmonisan
hubungan antara satu orang atau pihak dengan orang atau pihak yang lain.

Keadilan legal sesungguhnya sudah terkandung dalam keadilan komutatif, karena


keadilan legal sesungguhnya hanya konsekuensi lebih lanjut dari prinsip keadilan
komutatif yaitu bahwa demi menegakkan keadilan komutatif negara harus bersikap
netral dan memperlakukan semua pihak secara sama tanpa terkecuali.

Adam Smith menolak keadilan distributif sebagai salah satu jenis keadilan. Alasannya
antara lain karena apa yang disebut keadilan selalu menyangkut hak semua orang
tidak boleh dirugikan haknya atau secara positif setiap orang harus diperlakukan
sesuai dengan haknya.
Ada 3 prinsip pokok keadilan komutatif menurut Adam Smith, yaitu:

1. Prinsip No Harm
Prinsip No Harm merupakan prinsip tidak merugikan orang lain, khususnya
tidak merugikan hak dan kepentingan orang lain. Prinsip ini bertujuan agar dalam
suatu interaksi sosial apapun setiap orang harus menahan dirinya untuk tidak sampai
merugikan hak dan kepentingan orang lain, sebagaimana ia sendiri tidak mau agar hak
dan kepentingannya dirugikan oleh siapapun. Dalam bisnis, tidak boleh ada pihak
yang dirugikan hak dan kepentingannya, baik sebagai investor, karyawan, distributor,
konsumen maupun masyarakat luas.
2. Prinsip Non-Intervention

Prinsip tidak ikut campur tangan yang menuntut agar jaminan dan
penghargaan atas hak dan kepentingan setiap orang, tidak seorangpun diperkenankan
untuk ikut campur tangan dalam kehidupan dan kegiatan orang lain Campur tangan
dalam bentuk apapun akan merupakan pelanggaran terhadap hak orang tertentu yang
merupakan suatu harm (kerugian) dan itu berarti telah terjadi ketidakadilan. Dalam
hubungan antara pemerintah dan rakyat, pemerintah tidak diperkenankan ikut campur
tangan dalam kehidupan pribadi setiap warga negara tanpa alasan yang jelas, dan
campur tangan pemerintah akan dianggap sebagai pelanggaran keadilan. Dalam
bidang ekonomi, campur tangan pemerintah dalam urusan bisnis setiap warga negara
tanpa alasan yang sah akan dianggap sebagai tindakah tidak adil dan merupakan
pelanggran atas hak individu, khususnya hak atas kebebasan.
3. Prinsip Keadilan Tukar
Prinsip pertukaran dagang yang fair, terwujud dan terungkap dalam
mekanisme harga pasar yang merupakan penerapan lebih lanjut dari no harm secara
khusus dalam pertukaran dagang antara satu pihak dengan pihak lain dalam pasar.
Adam Smith membedakan antara harga alamiah dan harga pasar atau harga aktual.
Harga alamiah adalah harga yang mencerminkan biaya produksi yang telah
dikeluarkan oleh produsen, yang terdiri dari tiga komponen yaitu biaya buruh,
keuntungan pemilik modal, dan sewa. Harga pasar atau harga aktual adalah harga
yang aktual ditawarkan dan dibayar dalam transaksi dagang di dalam pasar. Jika suatu
barang dijual dan dibeli pada tingkat harga alamiah, itu berarti barang tersebut dijual
dan dibeli pada tingkat harga yang adil. Pada tingkat harga itu baik produsen maupun
konsumen sama-sama untung. Harga alamiah mengungkapkan kedudukan yang setara
dan seimbang antara produsen dan konsumen karena apa yang dikeluarkan masingmasing dapat kembali (produsen: dalam bentuk harga yang diterimanya, konsumen:
dalam bentuk barang yang diperolehnya), maka keadilan nilai tukar benar-benar
terjadi. Dalam jangka panjang, melalui mekanisme pasar yang kompetitif, harga pasar
akan berfluktuasi sedemikian rupa di sekitar harga alamiah sehingga akan melahirkan
sebuah titik ekuilibrium yang menggambarkan kesetaraan posisi produsen dan
konsumen. Dalam pasar bebas yang kompetitif, semakin langka barang dan jasa yang
ditawarkan dan sebaliknya semakin banyak permintaan, harga akan semakin naik.
Pada titik ini produsen akan lebih diuntungkan sementara konsumen lebih dirugikan.
Namun karena harga naik, semakin banyak produsen yang tertarik untuk masuk ke

bidang industri tersebut, yang menyebabkan penawaran berlimpah dengan akibat


harga menurun. Maka konsumen menjadi diuntungkan sementara produsen dirugikan.
2.5

TEORI PENETAPAN TUJUAN


Teori penetapan tujuan atau goal setting theory awalnya dikemukakan oleh Dr.
Edwin Locke pada akhir tahun 1960. Lewat publikasi artikelnya Toward a Theory of
Task Motivation and Incentives tahun 1968, Locke menunjukkan adanya keterkaitan
antara tujuan dan kinerja seseorang terhadap tugas. Dia menemukan bahwa tujuan
spesifik dan sulit menyebabkan kinerja tugas lebih baik dari tujuan yang mudah.
Beberapa tahun setelah Locke menerbitkan artikelnya, penelitian lain yang dilakukan
Dr. Gary Latham, yang mempelajari efek dari penetapan tujuan di tempat kerja.
Penelitiannya mendukung persis apa yang telah dikemukakan oleh Locke mengenai
hubungan tak terpisahkan antara penetapan tujuan dan kinerja. Pada tahun 1990,
Locke dan Latham menerbitkan karya bersama mereka, A Theory of Goal Setting
and Task Performance. Dalam buku ini, mereka memperkuat argumen kebutuhan
untuk menetapkan tujuan spesifik dan sulit.

Lima Prinsip Penetapan Tujuan:


1. Kejelasan.
Tujuan harus jelas terukur, tidak ambigu, dan ada jangka waktu tertentu yang
ditetapkan untuk penyelesaian tugas. Manfaatnya ketika ada sedikit kesalahpahaman
dalam perilaku maka orang masih akan tetap menghargai atau toleran. Orang tahu apa
yang diharapkan, dan orang dapat menggunakan hasil spesifik sebagai sumber
motivasi.
2. Tantangan.
Salah satu karakteristik yang paling penting dari tujuan adalah tingkat
tantangan. Orang sering termotivasi oleh prestasi, dan mereka akan menilai tujuan
berdasarkan pentingnya sebuah pencapaian yang telah diantisipasi. Ketika orang tahu
bahwa apa yang mereka lakukan akan diterima dengan baik, akan ada motivasi alami
untuk melakukan pekerjaan dengan baik. Dengan catatan sangat penting untuk
memperhatikan keseimbangan yang tepat antara tujuan yang menantang dan tujuan
yang realistis.

3. Komitmen.
Tujuan harus dipahami agar efektif. Karyawan lebih cenderung memiliki
tujuan jika mereka merasa mereka adalah bagian dari penciptaan tujuan tersebut.
Gagasan manajemen partisipatif terletak pada ide melibatkan karyawan dalam
menetapkan tujuan dan membuat keputusan. Mendorong karyawan untuk
mengembangkan tujuan-tujuan mereka sendiri, dan mereka menjadi berinisiatif
memperoleh informasi tentang apa yang terjadi di tempat lain dalam organisasi.
Dengan cara ini, mereka dapat yakin bahwa tujuan mereka konsisten dengan visi
keseluruhan dan tujuan perusahaan.
4. Umpan balik (feedback).
Umpan balik memberikan kesempatan untuk mengklarifikasi harapan,
menyesuaikan kesulitan sasaran, dan mendapatkan pengakuan. Sangat penting untuk
memberikan kesempatan benchmark atau target, sehingga individu dapat menentukan
sendiri bagaimana mereka melakukan tugas.
5. Kompleksitas tugas.
Faktor terakhir dalam teori penetapan tujuan memperkenalkan dua persyaratan
lebih untuk sukses. Untuk tujuan atau tugas yang sangat kompleks, manajer perlu
berhati-hati untuk memastikan bahwa pekerjaan tidak menjadi terlalu berlebihan.
Orang-orang yang bekerja dalam peran yang kompleks mungkin sudah
memiliki motivasi tingkat tinggi. Namun, mereka sering mendorong diri terlalu keras
jika tindakan tidak dibangun ke dalam harapan tujuan untuk menjelaskan
kompleksitas tugas, karena itu penting untuk memberikan orang waktu yang cukup
untuk memenuhi tujuan atau meningkatkan kinerja. Sediakan waktu yang cukup bagi
orang untuk berlatih atau mempelajari apa yang diharapkan dan diperlukan untuk
sukses. Inti dari penetapan tujuan adalah untuk memfasilitasi keberhasilan. Oleh
karena itu pastikan bahwa kondisi sekitar tujuan tidak menyebabkan frustrasi atau
menghambat orang untuk mencapai tujuan mereka.
Penentuan tujuan adalah sesuatu yang diperlukan untuk kesuksesan. Dengan
pemahaman teori penetapan tujuan, kemudian dapat secara efektif menerapkan
prinsip-prinsip untuk tujuan yang akan ditetapkan.

10

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
3.2 SARAN

11

REFERENSI
http://research.amikom.ac.id/index.php/karyailmiahdosen/article/view/2217
http://andrieardiawan1.blogspot.com/2012/01/teori-proses-process-theory-dalam.html
http://perilakuorganisasi.com/teori-penguatan.html
http://perilakuorganisasi.com/teori-harapan.html
http://hadasiti.blogspot.com/2012/11/teori-keadilan-menurut-para-ahli.html
http://nui-duniamahasiswa.blogspot.com/2012/11/teori-keadilan-adam-smith_9.html
http://perilakuorganisasi.com/teori-penetapan-tujuan.html

12

Anda mungkin juga menyukai