Anda di halaman 1dari 67

.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ekologi berhubungan dengan sistem kehidupan sehingga dalam
perkembangannya erat kaitannya dengan perkembangan biologi. Sejak
abad yang lalu biologi diperkenalkan melalui Natural History atau sejarah
alam (populer dengan istilah kajian alam) pada saat manusia sadar akan
pentingnya alam sekitarnya (hutan dieksploitasi dan padang dibuka
menyebabkan banyak hewan yang punah). Gerakan konservasi mulai
dibentuk pada tahun 1930-an, kajian tentang alam masuk dalam kurikulum
sekolah (meskipun hanya konsep sederhana misalnya mewarnai gambar
burung dan membuat paragraf singkat tentang alam). Pada saat itu ditulis
buku-buku tentang kehidupan di alam (The Reed Bird Guides dan The
Camstock Handbook of Natural Study). Namun, ternyata daerah urban
lebih banyak dan daerah rural terbatas, demikian halnya dengan perhatian
biologis terhadap alam menurun dan lebih fokus pada fungsi dari
organisme dari pada hubungannya dengan alam sekitar. (Nontji, 2005).
Adanya kesalahan pola pikir seperti itu, sebagian dikarenakan oleh biologi
itu sendiri. Pandangan dalam biologi tradisional selalu memulai dan
mengakhiri dengan penamaan organisme hidup (bersifat deskriptif dan
lemah dalam data kuantitatif sehingga tidak memiliki konsep dasar yang
kuat seperti pada fisika, kimia dan matematika). Misalnya, pencinta alam
amatir, pengamat burung atau insekta melakukan kegiatan tidak sampai
pada tahapan identifikasi yang mendalam (kurang memahami bagaimana
organisme hidup dan apa fungsinya di alam). Pada saat itu pula biologi
kehilangan posisinya dalam kedudukannya sebagai ilmu (Barnes, 1987).
Ekologi adalah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang
hubungan makluk hidup dan lingkungannya. Bumi memiliki banyak sekali
jenis-jenis mahkluk hidup, mulai dari tumbuhan dan binatang yang sangat
kompleks hingga organisme yang sederhana seperti jamur, amuba dan
bakteri. Meskipun demikian semua mahkluk hidup tanpa kecuali, tidak bisa
hidup sendirian. Masing-masing tergantung pada mahkluk hidup yang lain
ataupun benda mati di sekelilinganya. Misalnya seekor kijang
membutuhkan tumbuh-tumbuhan tertentu untuk makanan, jika tumbuhan di
lingkungan sekitarnya dirusak maka kijang tersebut harus berpindah atau

mati kelaparan. Sebaliknya tumbuhan agar bisa hidup juga tergantung


pada binatang untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya. Kotoran binatang,
bangkai binatang maupun tumbuhan, menyediakan berbagai nutrisi yang
bermanfaat bagi tanaman (Anonymous, 2011).
Mempelajari ekologi sangat penting, karena masa depan kita sangat
tergantung pada hubungan ekologi di seluruh dunia. Meskipun perubahan
terjadi di tempat lain di bumi ini, namun akibatnya akan kita rasakan pada
lingkungan di sekitar kita. Meskipun ekologi adalah cabang dari biologi,
namun seorang ahli ekologi harus menguasai ilmu lain seperti kimia, fisika,
dan ilmu komputer. Ekologi juga berhubungan dengan bidang ilmu-ilmu
tertentu seperti geologi, meteorologi, dan oseanografi, guna mempelajari
lingkungan dan hubungannya antara tanah, air, dan udara. Pendekatan
dari berbagai ilmu membantu ahli ekologi untuk memahami bagaimana
lingkungan nonhidup mempengaruhi mahkluk hidup. Hal ini juga bisa
membantu untuk memperkirakan atau meramalkan dampak dari masalah
lingkungan seperti hujan asam atau efek rumah kaca (Anonymous, 2011).
Jika suatu organisme mempunyai batas toleransi yang lebar untuk suatu
faktor yang relatif mantap dan dalam jumlah yang cukup, maka faktor tadi
bukan merupakan faktor pembatas. Sebaliknya apabia organisme diketahui
hanya mempunyai batas-batas toleransi tertentu untuk suatu faktor yang
beragam, maka faktor tadi dapat dinyatakan sebagai faktor pembatas.
Beberapa keadaan faktor pembatas, termasuk diantaranya adalah
temperatur, cahaya, air, gas atmosfir, mineral, arus dan tekanan, tanah,
dan api. Masing-masing dari organisme mempunyai kisaran kepekaan
terhadap faktor pembatas (Hutagalung dan Riyono, 1992).
Dengan adanya faktor pembatas, dapat dianggap faktor ini bertindak
sebagai ikut menseleksi organisme yang mampu bertahan dan hidup pada
suatu wilayah. Sehingga seringkali didapati adanya organisme-organisme
tertentu yang mendiami suatu wilayahtertentu.pula. Organisme ini
disebut sebagai indikator biologi (indikator ekologi) pada wilayah tersebut
(Sahriany, 1992).

Danau Maninjau terbentuk akibat letusan gunung berapi pada masa


kwarter, yang terletak 450 m diatas permukaan laut kecamatan Tanjung
Raya Kabupaten Agam. Letak geografis 0`1510 sampai 02410 lintang
selatan dan100845 sampai 1031337 bujur timur. Panjang maksimum
danau Maninjau 12 km lebar maksimum 6,5 km kedalaman maksimum
150 km, dan luas permukaan air danau 9950 ha. Dari penelitian PSLH
(1978) dan Mayunar (1985) danau ini digolongkan kedalam danau
mesotropik (Anonimous, 2011).
Keadaan lingkungan suatu daerah tertentu bisa saja berubah, termasuk
daerah di sekitar danau Maninjau, sehingga perlu dilakukan pengamatan
terhadap lingkungan ekologi yang ada disana, sehingga ada data lengkap
mengenai perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu
Adapun faktor lingkungan yang penting adalah : (1) Iklim yang terdiri dari
suhu, udara, cahaya, kelembaban udara, penguapan air, curah hujan dan
angin. (2) Fisika kimia tanah yang terdiri dari warna tanah, suhu tanah,
kadar air tanah, kadar organic tanah, struktur tanah dan pH tanah. (3)
Fisika- kimia air yang terdiri dari suhu air, kekeruhan air, kecerahan air,
kecepatan arus, daya hantar listrik, zat padat tersuspensi, salinitas,
pH,O2, CO2, BOD, COD, nitrogen, pospat, Ca, Mg, silica dan TDS (Tim
Ekologi, 2011).
Suhu atau temperatur udara adalah derajat panas dari aktivitas molekul
dalam atmosfer. Alat untuk mengukur suhu atau temperatur udara atau
derajat panas disebut Thermometer. Biasanya pengukuran suhu atau
temperatur udara dinyatakan dalam skala Celcius (C), Reamur (R), dan
Fahrenheit (F). Udara timbul karena adanya radiasi panas matahari yang
diterima bumi. Tingkat penerimaan panas oleh bumi dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain : (1) Sudut datang sinar matahari, yaitu sudut
yang dibentuk oleh permukaan bumi dengan arah datangnya sinar
matahari. Makin kecil sudut datang sinar matahari, semakin sedikit panas
yang diterima oleh bumi dibandingkan sudut yang datangnya tegak lurus;
Lama waktu penyinaran matahari, makin lama matahari bersinar, semakin
banyak panas yang diterima bumi, (2) Keadaan muka bumi (daratan dan
lautan), daratan cepat menerima panas dan cepat pula melepaskannya,

sedangkan sifat lautan kebalikan dari sifat daratan, (3) Banyak sedikitnya
awan, ketebalan awan mempengaruhi panas yang diterima bumi. Makin
banyak atau makin tebal awan, semakin sedikit panas yang diterima bumi
(Anonymuos, 2011).
Faktor-faktor lingkungan mengendaliakan laju berfungsinya berbagai
proses hidup dalam suatu organisme. Setiap proses mempunyai batas atas
an batas bawah toleransi untuk masing-masing faktor lingkungan. Faktorfaktor udara, tanah dan beberapa faktor stabil yang mempengaruhi
diantaranya kemiringan, arah-hadapan, ketinggian, lintang, letak dan pH,
mempengaruhi tanaman dan hewan, yang secara tidak langsung melalui
pengaruhnya terhadap faktor tanah dan udara (Michael, 1994).
Minimal area adalah suatu metode dasar dalam menyelidiki ekologi
tumbuhan dengan memakai plot. Ukuran plot dibuat sedemikian rupa
sehingga merupakan representative untuk mengambil data-data dalam
ekologi tumbuhan. Metode ini sangat objektif bila dipergunakan untuk
daerah-daerah padang rumput karena vegetasinya homogeny. Di daerah
negara-negara maju minimal area ini mempunyai fungsi yang sangat
penting pada daerah peternakkan atau tidak karena dalam hal ini dapat
ditentukan apakah baik secara kuantitatif atau baik secara kualitatif
maupun pada suatu areal tertentu.
Bentos adalah hewan yang sebagian atau seluruh siklus hidupnya berada
didasr perairan, baik yang sesil merayap maupun menggali lubang
(Goldman and Horne, 1983, cit, Putra 2002). Berdasarkan ukuran
tubuhnya, hewan bentos dibedakan atas tiga kelompok, yaitu
mikrozoobentos, mesozoobentos dan makrozoobentos. Mikrozoobnetos
mempunyai ukuran tubuh yang kecil dari 0,045mm, mesozoobentos ukuran
tubuhnya berkisar antara 0,045-0,425 mm dan makrozoobentos 0,0425
mm (Cole, 1984, cit Putra, 2002) .
Plankton merupakan organisme yang hidup melayang di dalam air tawar
atau air laut. Plankton dapat dibedakan atas zooplankton dan fitoplankton
(Djuanda, 1980). Fitoplankton adalah plankton yang bersifat fotosintesis
atau disebut juga plankton dari kelompok tumbuh-tumbuhan. Zooplankton

merupakan hewan yang sebagian atau seluruh hidupnya melayang-layang


di dalam air (Odum, 1971; Michael, 1984).
Berdasarkan ukurannya plankton dibagi atas: Ultraplankton, ukurannya 2
mikron, nanoplankton, ukurannya antara 2-20 mikron, mikroplankton,
ukurannya antara 20-200 mikron, makroplankton, ukurannya 200-2000
mikron, megaplankton, ukurannya diatas 2000 mikron. Berdasarkan
lingkungannya ada 5 golongan plankton diantaranya: Limnoplankton, di
danau, heleoplankton, di kolam, halioplankton, pada air mengalir,
hypalmiriplankton, di air payau (Herawati cit Syaaf, 1997).
Di lapangan hewan tanah juga dapat dikumpulkan dengan cara memasang
perangkap jebak (pitfalltrap). Pengumpulan hewan permukaan tanah
dengan memasang perangkap jebak juga tergolong pada pengumpulan
hewan tanah secara dinamik (Suin, 1989).
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dilaksanakan kuliah lapangan ini adalah untuk memperluas
pengetahuan mahasiswa bagaimana kondisi lingkungan tempat tinggal dari
hewan serta mengetahui tingkat keragaman jenis hewan.
1.3 Tinjauan Pustaka
Faktor lingkungan menentukan makhluk hidup yang hidup/tinggal di
dalamnya dan juga vegetasi yang tumbuh di sekitarnya. Hal tersebut
mencakup semua faktor eksternal, yaitu lingkungan biotik dan abiotik.
Lingkungan biotik meliputi produsen, konsumen, dan dekomposer.
Sedangkan lingkungan abiotik termasuk suhu, cahaya matahari, air, tanah,
dan juga iklim. Faktor lingkungan tersebut mempengaruhi pertumbuhan,
perkembangan, serta reproduksi organisme (Suin, 2004 ).
Faktor abiotik merupakan faktor fisik yang sangat berpengaruh terhadap
kehidupan tumbuhan dan hewan. Faktor abiotik meliputi : Iklim (klimatik),
iklim berpengaruh besar terhadap kehidupan. Unsur-unsur iklim sebagai
berikut: Suhu,
kondisi suhu udara sangat berpengaruh terhadap tumbuh-tumbuhan dan
hewan, karena jenis spesies tertentu memiliki persyaratan suhu lingkungan
yang ideal atau suhu optimum bagi kehidupannya, serta batas suhu

maksimum dan minimum untuk tumbuh yang dinamakan tolerensi spesies


terhadap suhu. Suhu bagi tumbuh-tumbuhan merupakan faktor pengontrol
bagi persebarannya sesuai dengan letak lintang, ketinggian dan
sebagainya. Penamaan habitat tumbuhan biasanya sama dengan namanama wilayah berdasarkan lintang buminya, seperti vegetasi hutan tropik,
vegetasi lintang sedang, dan sebagainya. Kelembaban udara, kelembaban
berpengaruh langsung terhadap kehidupan tumbuhan. Ada tumbuhan yang
sangat cocok hidup di daerah kering, daerah lembab bahkan ada yang
dapat hidup di daerah yang sangat basah.
Berdasarkan tingkat kelembaban lingkungan habitatnya, dunia tumbuhan
dapat dikelompokan: Xerophyta (Xerofit), yaitu tumbuhan yang sangat
tahan terhadap lingkungan kering atau kondisi kelembaban udara yang
sangat rendah, misalnya kaktus, mesophyta (Mesofit), yaitu tumbuhan
yang sangat cocok hidup di lingkungan yang lembab tetapi tidak basah,
seperti anggrek dan cendawan. Hygrophyta (Higrofit), yaitu tumbuhan yang
sangat cocok hidup di daerah basah, seperti teratai, eceng gondok, dan
selada air. Tropophyta (Tropofit), yaitu jenis tumbuh-tumbuhan yang
mampu beradaptasi terhadap perubahan musim hujan dan musim
kemarau. Tropophyta merupakan tumbuhan khas iklim muson tropik.
Komponen-komponen yang ada di dalam lingkungan hidup merupakan
satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan membentuk suatu sistem
kehidupan yang disebut ekosistem. Suatu ekosistem akan menjamin
keberlangsungan kehidupan apabila lingkungan itu dapat mencukupi
kebutuhan minimum dari kebutuhan organisme (Ramli, 1989).
Menurut Odum (1993), lingkungan (environment) adalah salah satu faktor
penting dalam interaksi makhluk hidup dalam sistem ekologi. Lingkungan
adalah suatu sistem yang kompleks yang terdiri dari sejumlah faktor
lingkungan yang dapat dikategorikan menjadi 2 kelompok, yaitu : (1)
lingkungan abiotik, seperti tanah/lahan, cahaya matahari, suhu udara, air,
nutrien, hara, dan mineral dan (2) Lingkungan biotik yaitu makhluk hidup di
sekitarnya. Lingkungan merupakan sistem kompleks yang dapat
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup
dan merupakan ruang tiga dimensi, dimana makhluk hidupnya sendiri

merupakan salah satu bagiannya. Lingkungan bersifat dinamis berubah


setiap saat. Perubahan yang terjadi dari faktor lingkungan akan
mempengaruhi makhluk hidup dan respon makhluk hidup terhadap faktor
tersebut yang akan berbeda-beda menurut skala ruang dan waktu, serta
kondisi makhluk hidup.
Faktor-faktor lingkungan mempengaruhi suatu organisme secara sendirisendiri atau kombinasi dari berbagai faktor. Pengaruhnya dapat
menentukan kehadiran atau keberadaan dan proses kehidupan makhluk
hidup. Terdapat berbagai prinsip yang mendasari hubungan makhluk hidup
dengan lingkungannya, seperti makhluk hidup tidak dapat hidup pada
lingkungan yang hampa udara; segala sesuatu yang dapat mempengaruhi
makhluk hidup akan membentuk lingkungan atau faktor lingkungan yang
terdiri dari faktor lingkungan abiotik dan lingkungan biotik. Setiap jenis,
individu, kelompok atau umur makhluk hidup dipengaruhi atau
membutuhkan faktor lingkungan yang berbeda-beda. Komponenkomponen lingkungan terdiri dari faktor-faktor lingkungan fisiko-kimiawi dan
biologi, seperti energi, tanah, gas-gas atmosfir, tumbuhan hijau, manusia
atau dekomposer. Dari analisis faktor-faktor lingkungan berdasarkan aspek
factor lingkungan yang penting, terdapat macam-macam factor lingkungan,
seperti faktor iklim, geografis dan edafis (lingkungan abiotik) dan faktor
tumbuhan, hewan, dekomposer, dan manusia sebagai lingkungan
biotik. Berkaitan dengan sifat-sifat toleransi dan adaptasi makhluk hidup
terhadap lingkungannya, terdapat beragam jenis, sifat, keanekaragaman,
kelimpahan, dan pola sebaran makhluk hidup (Anonymous, 2011).
Dalam kajian ekologi mengenai ekosistem dibagi menjadi 2 yaitu,
ekosistem daratan dan ekosistem perairan, mencakup organisme yang
hidup didalamnya. Salah satu contoh dalam ekosistem perairan termasuk,
hewan akuatik yaitu plankton. Kehadiran plankton didalam ekosistem
perairan adalah sangat penting. Hal ini berkaitan dengan perannya yang
cukup penting, baik sebagai produsen (Peterson,1990) komponen dasar
rantai kehidupan dalam ekosistem perairan atau sebagai sumber pakan
alami bagi ikan atau hewan kecil lainnya (Lammen,1990). Selain itu

plankton dipakai sebagai indikator ekologis untuk kualitas perairan (Van


Huet, 1990, dan Goldman and Horne, 1983).
Fitoplankton merupakan mata rantai utama dalam penyediaan energi bagi
zooplankton, melalui proses fotosintesis yang dilakukannya, yang
selanjutnya zooplankton merupakan sumber energi bagi ikan atau
karnivora kecil, berikutnya ikan atau karnivora kecil merupakan sumber
energi bagi ikan karnivora besar (Djuanda, 1980).
Nybakken (1988) menyatakan bahwa kestabilan populasi fitoplankton
sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor biotik. Faktor biotik yang sangat
mempengaruhi adalah zooplankton, yang merupakan hewan herbivora
yang kelangsungan hidupnya secara biologis tergantung pada herbivora
fitoplankton.
Bagi kebanyakan makhluk laut, plankton adalah makanan utama mereka.
Plankton terdiri dari sisa-sisa hewan dan tumbuhan laut. Ukurannya kecil
saja. Walaupun termasuk sejenis benda hidup, plankton tidak mempunyai
kekuatan untuk melawan arus, air pasang atau angin yang
menghanyutkannya. Plankton hidup di pesisir pantai di mana ia mendapat
bekal garam mineral dan cahaya matahari yang mencukupi. Ini penting
untuk memungkinkannya terus hidup. Mengingat plankton menjadi
makanan ikan, tidak mengherankan bila ikan banyak terdapat di pesisir
pantai. Itulah sebabnya kegiatan menangkap ikan aktif dijalankan di
kawasan itu (Arinardi, 1997).
Selain sisa-sisa hewan, plankton juga tercipta dari tumbuhan. Jika dilihat
menggunakan mikroskop, unsur tumbuhan alga dapat dilihat pada
plankton. Beberapa makhluk laut yang memakan plankton adalah seperti
batu karang, kerang, dan ikan paus. Plankton adalah organisme yang
menyumbang 80% kebutuhan oksigen yang ada di bumi ini. Dengan
kemampuannya berespisari menghasilkan gelembung-gelembung oksigen
yang terdapat di dalam laut, oksigen tersebut terlepas ke udara dan
menjadi gas yang bisa kita nikmati sekarang (Sachlan, 1972).

Para ilmuwan dari Amerika Serikat menemukan plankton secara tidak


langsung dapat membuat awan yang dapat menahan sebagian sinar
matahari yang merugikan. Sehingga plankton bisa membantu
memperlambat proses pemanasan bumi. Ketika matahari menyinari lautan,
lapisan atas laut (sekitar 25 meter dari permukaan laut) memanas, dan
menyebabkan perbedaan suhu yang cukup tinggi dengan lapisan laut di
bawahnya. Lapisan atas dan bawah tersebut terpisah dan tidak saling
tercampur (Gosari, 2002).
Plankton hidup di lapisan atas, tapi nutrisi yang diperlukan oleh plankton
terdapat lebih banyak di lapisan bawah laut. Karenanya, plankton
mengalami malnutrisi. Akibat kondisi malnutrisi ditambah dengan suhu air
yang panas, plankton mengalami stress sehingga lebih rentan terhadap
sinar ultraviolet yang dapat merusaknya. Karena rentan terhadap sinar
ultraviolet, plankton mencoba melindungi diri dengan menghasilkan zat
dimethylsulfoniopropionate (DMSP) yang berfungsi untuk menguatkan
dinding sel mereka (Odum, 1998).
Zat ini jika terurai ke air akan menjadi zat dimethylsulfide (DMS). DMS
kemudian terlepas dengan sendirinya dari permukaan laut ke udara. Di
atmosfer, DMS bereaksi dengan oksigen sehingga membentuk sejenis
komponen sulfur. Komponen sulfur DMS itu kemudian saling melekat dan
membentuk partikel kecil seperti debu. Partikel-partikel kecil tersebut
kemudian memudahkan uap air dari laut untuk berkondensasi dan
membentuk awan (Odum, 1998).
Jadi, secara tidak langsung plankton membantu menciptakan awan. Awan
yang terbentuk menyebabkan semakin sedikit sinar ultraviolet yang
mencapai permukaan laut, sehingga plankton pun terbebas dari gangguan
sinar ultraviolet. Proses ini sebenarnya telah beberapa tahun dipelajari di
laboratorium oleh para ilmuwan, tetapi proses alamiahnya baru kali ini
dapat dipelajari. Awan yang disebabkan oleh plankton ini, dipercaya dapat
memperlambat proses pemanasan bumi, serta memiliki efek besar tehadap
iklim bumi. Namun, untuk membuktikan hal tersebut, masih harus
dilakukan penelitian lanjutan yang seksama (Odum, 1998).

Istilah plankton pertama kali diperkenalkan oleh Victor Hensen pada tahun
1887, yang berarti pengembara. Plankton merupakan sekelompok biota di
dalam ekosistem akuatik (baik tumbuhan maupun hewan) yang hidup
mengapung secara pasif, sehingga sangat dipengaruhi oleh arus yang
lemah sekalipun.
Menurut Hutabarat dan Evans (1985), plankton adalah suatu organisme
yang terpenting dalam ekologi laut. Kemudian dikatakan bahwa bahwa
plankton merupakan salah satu organisme yang berukuran kecil dimana
hidupnya terombang-ambing oleh arus perairan laut.
Menurut Nontji (2005), plankton adalah organisme yang hidupnya
melayang atau mengambang di dalam air. Kemampuan geraknya,
kalaupun ada, sangat terbatas hingga organisme tersebut terbawa oleh
arus namun, mempunyai peranan penting dalam ekosistem laut, karena
plankton menjadi bahan makanan bagi berbagai jenis hewan laut lainnya.
Selain itu hampir semua hewan laut memulai kehidupannya sebagai
plankton terutama pada tahap masih berupa telur dan larva.
Klasifikasi dalam biologi membedakan plankton dalam dua kategori utama
yaitu fitoplankton yang meliputi semua hubungan renik dan zooplankton
yang meliputi hewan yang umumnya renik. Fitoplankton ada yang
berukuran besar dan kecil dan biasanya yang besar tertangkap oleh
jaringan plankton yang terdiri dari dua kelompok besar, yaitu diatom dan
dinoflagellata. Diatom mudah dibedakan dari dinoflagellata karena
bentuknya seperti kotak gelas yang unik dan tidak memiliki alat gerak.
Pada proses reproduksi tiap diatom akanmembela dirinya menjadi dua.
Satu belahan dari bagian hidup diatom akan menempati katup atas
(epiteka) dan belahan yang kedua akan menempati katup bawah
(hipoteka). Sedangkan kelompok utama kedua yaitu dinoflagellata yang
dicirikan dengan sepasang flagella yang digunakan untuk bergerak dalam
air. Beberapa dinoflagellata seperti Nocticula yang mampu menghasilkan
cahaya melalui proses bioluminesens (Nybakken, 1992).
Berdasarkan ukurannya plankton dibagi atas: (1) Ultraplankton, ukurannya
2 mikron, (2) Nanoplankton, ukurannya antara 2-20 mikron, (3)
Mikroplankton, ukurannya antara 20-200 mikron, (4) Makroplankton,

ukurannya 200-2000 mikron, (5) Megaplankton, ukurannya diatas 2000


mikron. Berdasarkan lingkungannya ada 5 golongan plankton diantaranya:
(1) Limnoplankton, di danau, (2) Heleoplankton, di kolam, (3)
Halioplankton, pada air mengalir, (4) Hypalmiriplankton, di air payau
(Herawati cit Syaaf, 1997).
Anggota fitoplankton yang merupakan minoritas adalah berbagai alga hijau
biru (Cyanophyceae), kokolitofor (Coccolithophoridae, Haptophyceae), dan
silicoflagellata (Dictyochaceae, Chrysophyceae). Cyanophyceae laut hanya
terdapat di laut tropik dan sering sekali membentuk permadani filamen
yang padat dan dapat mewarnai air (Nybakken, 1992).
Fitoplankton hanya dapat dijumpai pada lapisan permukaan saja karena
mereka hanya dapat hidup di tempat-tempat yang mempunyai sinar
matahari yang cukup untuk melakukan fotosintesis. Mereka akan lebih
banyak dijumpai pada tempat yang terletak di daerah continental shelf dan
di sepanjang pantai dimana terdapat proses upwelling. Daerah ini biasanya
merupakan suatu daerah yang cukup kaya akan bahan-bahan organik
(Hutabarat dan Evans, 1985).
Salah satu kelompok hewan akuatik lainnya adalah hewan bentos (Ryadi,
1981). Hewan bentos yaitu hewan-hewan yang sebahagian atau
keseluruhan hidupnya berada di dasar suatu perairan, baik yang menggali
lubang maupun yang merayap di permukaan dasar perairan (Welch, 1952;
Kendeigt, 1980; Goldman and Horne, 1983). Sebagai hewan yang selalu
hidup di dasar suatu perairan, hewan bentos secara terus menerus akan
terkena oleh substansi-substansi yang terkandung di dalam air tersebut.
Terutama di sungai-sungai.Substansi yang dikandung oleh air dapat
berubah-ubah sepanjang sungai yang dialirinya. Karena beraneka
ragamnya bahan masukan di daerah sekitarnya. Oleh karena itu hewan
bentos dapat digunakan sebagai indikator dari kondisi suatu perairan
(Cummins, 1975; Wilhm, 1975).
Jenis dan keanekaragaman hewan akuatis yang hidup di dalam sungai
atau danau umumnya berbeda, di samping itu banyak juga yang sama
(Anwar, dkk, 1984). Tipe-tipe substrat yang terdapat di sepanjang sungai

menjadi penentu bagi jenis-jenis hewan bentos yang mendiaminya.


Misalnya pada sungai yang berarus lemah, dasar sungai yang berlumpur,
disini banyak hewan bentos penggali lubang. Sebaliknya pada sungai yang
berarus deras, banyak hewan bentos yang melekat pada bebatuan (Ross,
1965).
Semua zat yang masuk, termasuk buangan industri maupun buangan
rumah tangga akan berpengaruh terhadap sifat-sifat fisika dan kimia air
sungai (Dix, 1980). Berbedanya sifat fisika dan kimia air sungai akan
berpengaruh terhadap kehidupan organisme di sungai tersebut. Besar
kecilnya pengaruh itu tergantung kepada kepekaan dan reaksi dari tiap-tiap
organisme penyusun komunitas tersebut (Michael, 1994)
Dari 5
macam hewan vertebrata, ikan merupakan kelas terbesar dan merupakan
nenek moyang dari keempat hewan vertebrata lainnya (Amphibia, Reptil,
Aves, dan Mamalia) dan hidup lebih berjaya dari pada lainnya. Jumlah ikan
yang masih hidup sekarang hampir setengah dari jumlah vertebrata.
Sebagaimana vertebrata lain, ikan adalah hewan simetris bilateral, artinya
sisi kanan dan sisi kiri tubuhnya sama. Ikan memiliki bagian anatomi dasar
yang sederhana, yakni berbentuk tabung yang kedua ujungnya terbuka
dengan sebuah saluran makanan yang memanjang dari depan ke
belakang (Ommaney, 1982).
Salah satu ciri khas ikan adalah siripnya, yaitu struktur mirip sayap kecil
atau besar, yang menjaga keseimbangan ikan itu di dalam air dan
membantu gerak serta pengemudiannya. Kebanyakan ikan mempunyai
perangkat sirip yang kembar, sirip dada tepat di belakang insang, pada
kedua sisi kepala dan sirip perut yang terletak jauh di belakang
(Ommanney, 1982).
Kelompok hewan tanah sangat banyak dan beraneka ragam, mulai dari
Protozoa, Nematoda, Annelida, Mollusca, Arthropoda,
hingga vertebrata.Hewan tanah dapat pula dikelompokkan berdasarkan
ukuran tubuhnya, kehadirannya di tanah, habitat yang dipilihnya, dan
kegiatan makanannya.

Dari hasil penelitian, hewan permukan tanah yang paling tinggi kepadatan
populasinya di Indonesia adalah Hymenoptera, yaitu family dari
Formicidae, dan diikuti oleh Coleoptera, Oniscoidea, Myriapoda dan
Arachnida. Selain pada habitat air ada juga habitat terestrial, dimana di
lapangan hewan tanah juga dapat dikumpulkan dengan cara pit fall trap,
juga tergolong pada pengumpulan hewan tanah secara dinamik. Petangkat
lbang yang digunakan sangat sederhana, berupa bejana yang ditanam.
Permukaan bejana dibuat datar dengan tanah. Agar air hujan tidak masuk
dalam perangkap maka diberi atap dan agar air mengalir tidak masuk
maka perangkap dipasang pada tanah yang datar yang sedikit ditingikan
pada sekeliling tepi perangkap 5 cm (Suin, 2004).
Hasil penaksiran kepadatan hewan tidak tergantung pada ppulsi hewan
saja, tetapi juga pada aktifitas hewan tersebut. Jangkauan pergerakannya
dan juga tergantung pada kepandaian mmasang perangkap. Walaupun
tidak semua hewan dalam komunitas, individu populasinya dapat dihitung
atau kepadatan poplasinya dapat ditaksir (Suin, 2004).
Serangga permukaan tanah merupakan salah satu kelompok yang penting
dari organisme ekosistem tanah. Perannya sangat menonjol pada proses
dekomposisi material organik ditanah, sehingga sangat menentukan siklus
material organik di tanah. Serangga sangat penting pada hutan tropis,
seperti serangga herbivora dan berfungsi sebagai peerombak serta
penyubur tanah (Michael, 1994).
Untuk memahami banyaknya serangga adalah dengan memahami sifatsifat yang mereka warisi dan lingkungan yang khusus terhadap siklus hidup
mereka. Faktor-faktor yang menentukan kelimpahan serangga adalah
ditemukan dalam suatu sistem kehidupan spesies. Mereka terdiri dari
pewarisan sifat-sifat dari individu-individu dalam spesies dan atribut-atribut
lingkungan yang efektif. Faktor-faktor ini juga mengusahakan untuk
menurunkan atau memajukan jumlah serangga (Michael, 1994).
Karbondioksida sangat mudah larut dalam air tetapi sangat sedikit
karbondioksida berada dalam larutan biasa karena jumlahnya dalam udara

sangat sedikit. Karbondioksida bergabng secara kimiawi dengan air


membentuk asam karbonat yang mempengaruhi pH air. Terdapat sekitar
0,5 ml/L karbondioksida dalam air berbentuk larutan biasa. Jumlah
karbondioksida ini disebut sebagai karbondioksida bebas. Sejumlah
karbondioksida berada dalam bentuk bikarbonat dan karbonat. Sumber
karbondioksia tersebut disebut karbondioksida gabungan, tetap atau
terikat. Dalam air yang asam dengan pH yang rendah, gabungan
karbondioksida diubah menjadi bentuk bebas. Penentuan karbondioksida
bebas dapat dilakukan dengan cara titrasi biuret, cara titrasi dengan
menggunakan NaOH maupun Na2CO3 kedua cara ini menggunakan
phenolflatein sebagai indikator (Micahel, 1994).
Oksigen adalah salah satu faktor terpenting dalam setiap sistem perairan.
Oksigen di udara diserap dengan difusi langsung atau agitasi permukaan
air oleh angin dan arus. Jumlah oksien yang terkandung dalam air
tergantung pada daerah permukaan yang terkena suhu dan konsentrasi
garam. Kenaikan dan penurunan dalam konsentrasi oksigen dalam seharihari dinyatakan sebagai pulsa oksigen, oksigen hilang, dari air, alam, oleh
adanya pernafasan biota, penguraian bahan organik, aliran masuk air
bawah tanah yang miskin oksigen, adanya besi dan kenaikan suhu.
Oksigen terlarut adalah faktor penting dalam menetapkan kualitas air. Air
yang polusinya sangat tinggi memiliki sangat sedikit oksigen terlarut. Bila
oksigen digunakan lebih cepat daripada yang digantikan, kualitas air mulai
menurun. Bila sampai batas tertentus semua oksigen dalam sistem
perairan habis digunakan, air akan menjadi kotor. Hilangnya oksigen
terlarut terutama yang disebabkan oleh penguraian, diukur dengan uji
kbutuhn oksigen biologis (BOD) yaitu membandingkan tingkat oksigen
terlarut dalam sampel air tawar dan air yang sama. Setelah beberapa
waktu penyimpanan dalam botol gelap (Michael, 1994).
Salah satu kelompok hewan akuatik lainnya adalah hewan bentos. Hewan
bentos adalah organisme yang sebagian atau seluruh siklus hidupnya
berada di dasar perairan baik yang sesil, merayap maupun yang menggali
lubang (Odum, 1971; Kendeigh, 1980; Goldman dan Horne, 1983). Hewan
bentos sebagai biota perairan, umumnya relatif tidak mudah bermigrasi

dan merupakan kelompok biota yang paling menderita akibat pencemaran


perairan. Diantara biota bentos yang relatif mudah di identifikasi dan peka
terhadap perubahan lingkungan perairan adalah jenis-jenis yang termasuk
kedalam kelompok invertebrata makro yang dikenal sebagai
makrozoobentos. Oleh karena itu para pakar seperti (James, 1979; cit.
Siswohardjono et al., 1990) menyatakan bahwa makrozoobentos dapat
digunakan sebagai indikator pencemaran perairan.
Berdasarkan ukuran tubuh zoobentos dapat dibedakan atas dua kelompok
besar, yaitu makrozoobentos dan mikrozoobentos. Makrozoobentos adalah
hewan bentos yang ukuran tubuhnya lebih besar dari 0,6 mm (Lind, 1979).
Menurut Cummins (1975) makrozoobentos dapat mencapai ukuran tubuh
sekurang-kurangnya 3-5 mm pada saat pertumbuhan maksimum.
Makrozoobentos dapat dijumpai pada berbagai tipe perairan seperti
sungai, kolam, danau, estuari dan laut. Komposisi taksa makrozoobentos
berbeda-beda dalam berairan yang berbeda-beda. Makrozoobentos sangat
banyak jenisnya umumya terdiri dari taksa crustacea, ampipoda, isopoda,
dekapoda, molusca, oligochaeta, nematoda dan annelida (Cummins, 1975;
Goldman dan Horne, 1983). Makrozoobentos yang merayap dipermukaan
dasar perairan disebut dengan epifauna, contohnya crustacea dan larva
serangga, sedangkan makrozoobentos yang hidup pada substrat lunak
atau di dalam lumpur disebut dengan infauna misalnya bivalve, polichaeta
dan lain sebagainya (Barnes, 1987; Nybakken, 1992).
Dalam komunitas perairan zoobentos memegang peranan penting seperti
dalam pendaurulangan material organik serta menduduki beberapa
tingkatan tropik dalam rantai makanan, yaitu menempati mata rantai
makanan kedua dan ketiga. Sebagai konsumen tingkat pertama,
zoobentos terdiri dari: pemakan tumbuhan air tigkat tinggi, pemakan
tumbuhan mikroskopis, dan pemakan detritus. Sebagai konsumen tingkat
kedua hewan bentos akan memangsa zooplankton dan pada giliran
selanjutnya akan dimangsa oleh tingkatan tropik yang lebih tinggi seperti
ikan dan burung (Odum, 1971; Barnes,1987).

Peranan lain dari zoobentos membantu mempercepat proses dekomposisi


material organik dan memainkan peranan dalam pembawaan bahan
beracun dalam rantai makanan. Berbagai zoobentos terutama yang
bersifat hervifor dan detrivor dapat menghancurkan makrofit akuatik yang
hidup maupun yang mati dan serasah yang masuk kedalam perairan
menjadi potongan-potongan yang lebih kecil sehingga mempermudah
mikroba untuk menguraikannya menjadi materi organik (Izmiarti, 1990).
Minimal area merupakan suatu metode dasar dalam penyelidikan ekologi
tumbuhan yang menggunakan plot. Ukuran plot dibuat sedemikian rupa
agar plot benar-benar dapat menjadi representatif untuk mengambil data.
Dengan metode ini dapat ditentukan apakah daerah ini dapat dijadikan
daerah peternakan atau tidak. Selain itu minimal area merupakan suatu
cara menentukan komposisi spesies dan struktur komunitas beberapa
fungsinya, dari suatu tempat tertentu. Proses pencapaian komunitas
kompleks umumnya dimulai oleh tumbuhan tingkat rendah sampai tingkat
tinggi dan campuran-campurannya. Proses yang terjadi tersebut sampai
terbentuk suatu komunitas yang tersebut sampai terbentuk suatu tingkat
komunitas yang disebut suksesi (Odum, 1998).
Metoda minimal area dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain adalah
jenis tumbuhan yang terdapat disekitar komunitas yang terganggu,
kehadiran pemencar biji dan benih, iklim tertama arah dan kecepatan angin
yang membawa biji, spora, dan benih lain serta hujan yang mempengaruhi
perkembangan biji dan spora serta perkembangan semai berikutnya,
macam substrat yang terbentuk dan sifat-sifat jenis tumbuhan yang ada
disekitar tempat terjadinya suksesi (Ewuse, 1980).
II. PELAKSANAAN KULIAH LAPANGAN
2.1 Waktu dan Tempat
Kuliah Lapangan ini dilaksanakan pada tanggal 26 s/d 27 Maret 2011 di
jorong Pasar Maninjau, Kenagarian Danau Maninjau, Kecamatan Tanjung
Raya, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Pengambilan sampel di lakukan
di lapangan, kemudian di analisa di Laboratorium Ekologi Perairan,
Jurusan Biologi, Universitas Andalas, Padang.

2.2 Alat dan Bahan


2.2.1 Fluktuasi Harian
Alat yang digunakan untuk Fluktuasi Harian yaitu termometer maksimum
minimum, termometer air raksa, lux meter, higrometer, ice box.
Sedangkan bahan yang digunakan yaitu MnSO4, KOHKI,
Na2S2O3 (Thiosulfat), 0,025 N, H2SO4 Pekat, Amilum, NaOH 0,02 N, PP
(Phenolpthalein), formalin, alkohol dan biuret.
2.2.2 Plankton
Alat yang digunakan pada pengambilan plankton adalah plankton net,
ember, sikat gigi bekas, botol film. Sedangkan bahan yang digunakan, yaitu
alkohol.
2.2.3 Bentos
Alat yang digunakan pada pengambilan sampel bentos adalah Surber
net, Ekman dredge. Sedangkan bahan yang digunakan, yaitu alkohol.
2.2.4 Pitfall Trap
Alat yang digunakan pada pitfall trap adalah gelas, tutup seng. Sedangkan
bahan yang digunakan adalah alkohol
2.2.5 Minimal Area
Alat yang digunakan pada minimal area adalah pancang, meteran, tali
rafia, dan alat tulis.
2.3.Cara Kerja
2.3.1. Di Lapangan
2.3.1.1 Fluktuasi harian
Hal pertama yang dilakukan adalah diukur beberapa faktor fisika kimia
pada tempat pengoleksian hewan bentos yaitu suhu air dengan
thermometer, kandungan O2 dengan titrasi Winkler, kandungan CO2 bebas
dengan metoda titrasi standar menggunakan NaOH, kecepatan arus
dilakukan dengan cara sederhana yaitu dengan menghanyutkan benda
mengapun (potongan gabus) pada jarak 1 m, kemudian dihitung berapa
waktu tempuh benda untuk sampai pada jarak yang ditentukan tersebut
(cm/s).

Untuk pengukuran Oksigen (O2) terlarut, baik itu di sungai atau kolam,
pertama sekali sampel air diambil dengan tidak adanya gelembung udara,
kemudian ditetesi dengan MnSO4 1 ml, dihomogenkan. Lalu dimasukkan 1
ml KOHKI, dihomogenkan, ditunggu selama 10 menit hingga
terbentuk endapan.Jika telah terbentuk endapan ditetesi dengan 1 ml
H2SO4 pekat.Homogenkan hingga larut.Sampel air tersebut diambil
sebanyak 100 ml, kemudian dimasukkan kedalam Erlenmeyer. Lalu dititrasi
dengan Thiosulfat hingga warnanya kuning muda,setelah itu ditambahkan
5 tetes amilum hingga berwarna biru.Dititrasi kembali dengan Thiosulfat
hingga warna biru hilang (bening). Kemudian dicatat Thiosulfat yang
terpakai.Setelah itu di cari ppm Oksigen (O2) dengan menggunakan rumus:
Ppm O2 = ml titran x N titran x 1000 x 8
ml sampel (vol.botol 2)
Vol.botol
Untuk mengukur CO2 bebas yaitu, sampel air diambil kemudian
dimasukkan sebanyak 100 ml kedalam Erlenmeyer, kemudian ditetesi
dengan pp sebanyak 10 tetes (Jika berwarna pink(C02 banyak)pengukuran
dihentikan),jika berwarna bening dititrasi dengan larutan NaOH hingga
berwarna pink muda.NaOH yang terpakai dicatat kemudian dihitung ppm
CO2dengan rumus:
Ppm CO2 = ml titran x N titran x 440000
ml sampel
Untuk pengukuran Biologycal Oxygen Demand (BOD), hanya dilakukan
pengambilan sampel air didalam botol gelap, dan didiamkan selama 5 hari
di dalam ice box, kemudian diukur kadar oksigennya di Laboratorium.
Kemudian dalam pengukuran zat padat tersuspensi, juga hanya dilakukan
pengambilan sampel air sebanyak 600 ml, dan diukur di Laboratorium.
2.3.1.2 Plankton
Adapun cara kerja dari pengambilan sampel plankton adalah, pertama
dicari lokasi yang diperkirakan memilki banyak jenis Plankton, kemudian
sampel plankton diambil dengan memakai net plankton yang sebelumnya
telah dilemparkan pada danau dengan kedalamn tertentu. Setelah itu net
Plankton ditarik dengan tarikan horizontal dan vertikal. Selain itu

pengambilan sampel plankton dapat diambil secara langsung dengan


menimba air danau menggunakan ember dan disaring dengan net
plankton. Selanjutnya sampel yang telah disaring dimasukan kedalam
botol film, dan diberi label. Setelah itu proses terakhir dari cara kerja ini
adalah pemberian alkohol 70 % pada sampel yang telah didapatkan.
2.3.1.3 Bentos
Adapun cara kerjanya adalah Surber net diletakkan di dasar sungai
kurang lebih 30 cm dengan posisi menentang arus. Alat ini ditahan dengan
kaki pada bingkainya. Semua batu yang terdapat dalam bingkai kuadrat
dipindahkan ke dalam ember dan digosok dengan sikat kawar agar hewan
bentosnya terlepas. Dasar sungai yang berada di bawah bingkai kuadrat
diaduk-aduk dengan sekop kecil agar hewan bentos yang berada di dalam
substrat terlepas dan terperangkap ke dalam net. Kemudian seluruh
sampel hewan bentos disaring dengan saringan (ukuran mesh 250
mikron). Lalu dimasukkan ke dalam botol koleksi atau kantong plastik,
diberi formalin dan diberi label. Selanjutnya, untuk koleksi hewan bentos di
danau berlumpur digunakan alat Ekman Dredge. Posisi pengeruk alat ini
harus terbuka, kemudian alat diturunkan perlahan sampai ke dasar kolam
dengan posisi tali harus tegak lurus, messenger dilepaskan sehingga alat
ini menutup lalu diangkat dan dipindahkan isinya ke dalam baskom. Lalu
sampel disaring dengan saringan mesh 0,5 mm, dimasukkan ke dalam
botol koleksi dan diawetkan dengan formalin.
2.3.1.4 Pit fall trap
Adapun cara kerjanya adalah pertama dibuat lubang dan ditanamkan
bejana didalam lubang tersebut dengan posisi harus terbenam atau sejajar
dengan permukaan tanah. Dimasukkan alkohol 70% kedalam bejana
dengan volume setengah bejana. Ditutup dengan seng bertangkai dengan
jarak lebih kurang 20 cm dari tanah. Dibiarkan perangkap selama 72 jam
atau 3 hari. Setelah 72 jam diambil dan dan dimasukkan kedalam botol
koleksi dan dibawa ke laboratorium.
2.3.1.5 Minimal area
Adapun cara kerjanya adalah pertama dibuat plot dengan ukuran 2525
cm diamati dan dicatat jenis tumbuhan yang ada. Kemudian plot diperbesar

dengan penambahan luas dua kali lipat sehingga plot berukuran 25 X 50


cm. kemudian dilakukan penambahan plot lagi sampai jenis tumbuhan
yang ditemukan kurang dari 10% baru berhentidan ukuran plot terakhir
dianggap sebagai plot yang representatif.
2.3.2. Di Laboratorium
2.3.2.1. Biologycal Oxygen Demand (BOD)
Sementara cara kerjanya adalah sampel air yang telah disimpan di dalam
inkubator selama 5 hari diambil sebanyak 100 mL, kemudian dimasukkan
ke dalam erlenmeyer. Sampel dititrasi dengan thiosulfat hingga warnanya
kuning muda. Lalu ditambah dengan amilum sebanyak 5 tetes sehingga
sampel akan berwarna biru. Titrasi kembali hingga warna biru hilang
(bening). Pengukuran dilakukan dua kali, kemudian dicari rata-ratanya.
BOD = DO awal DO akhir
2.3.2.2. Identifikasi Sampel
2.3.2.2.1. Bentos
Cara kerjanya adalah sampel yang telah disimpan dalam larutan formalin
dicuci hingga bau formalinnya hilang. Setelah itu simpan di dalam botol film
dan diberi larutan alkohol 75 %. Selanjutnya bentos diletakkan pada
mikroskop bedah/disecting microscop untuk kemudian diamati dan
diidentifikasi.
2.3.2.2.2. Plankton
Cara kerjanya sampel diletakkan di atas kaca objek dan ditutup
dengan cover glass. Amati di bawah mikroskop.
2.3.2.2.3. Pit fall Trap
Cara kerjanya sama dengan light trap. Pertama sampel diletakkan di atas
cawan petri dan identifikasi. Kemudian sampel dimasukkan kembali ke
dalam botol film dan beri alkohol 75 %.
2.3.3 Analisa Data :
2.3.3.1 Fluktuasi harian
Ppm O2 = ml titran x N titran x 1000 x 8
ml sampel (vol.botol 2)

Vol.botol
Ppm CO2 = ml titran x N titran x 440000
ml sampel
2.3.3.2 Plankton
Rumus kepadatan untuk plankton
K=
Dimana: a = jumlah individu suatu spesies
c = volume sub sampel
L = volume sampel (liter)
r = jari jari plankton net
2.3.3.3 Bentos
Rumus Kepadatan untuk hewan bentos
K = Jumlah suatu individu
Luas plot
2.3.3.4 Pit fall trap
Rumus perhitungan Pit fall trap:
Kepadatan
=
Jumlah individu suatu jenis
Jumlah botol/gelas yang digunakan
Kepadatan relatif
Kepadatan seluruh jenis

= Kepadatan suatu jenis x 100%

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan kuliah lapangan yang telah dilakukan di Danau Maninjau
didapatkan hasil-hasil sebagai berikut:
3.1 Fluktuasi harian
Dari pelaksanaan kuliah lapangan terhadap fluktuasi harian diperoleh data
sebagai berikut:
Tabel 1. Fluktuasi harian di Kawasan Danau Maninjau ppm O2

Waktu

Ppm O2

15.00

6,67

18.00

7,07

21.00

6,56

24.00

4,23

03.00

2,81

06.00

3,085

09.00

2,668

12.00

3,756

No

Grafik 1. Fluktuasi harian di Kawasan Danau Maninjau Ppm O2


Tabel 2. Fluktuasi harian di Kawasan Danau Maninjau ppm CO2
Waktu
No

Ppm CO2

15.00

18.00

0,589

21.00

0,61

24.00

0,88

03.00

0,267

06.00

0,38

09.00

0,322

12.00

0,2904

Grafik 2. Fluktuasi harian di Kawasan Danau Maninjau Ppm CO2


Tabel 3. Fluktuasi harian di Kawasan Danau Maninjau Kelembaban Udara

Waktu

Kelembaban udara

15.00

91%

No

18.00

88%

21.00

92%

24.00

77%

03.00

92%

06.00

92%

09.00

75%

12.00

72%

8
Grafik 3. Fluktuasi harian di Kawasan Danau Maninjau Kelembaban Udara
Tabel 4. Fluktuasi harian di Kawasan Danau Maninjau suhu udara
maximum-minimum

Waktu

Suhu udara maximum-min

No
15.00
1

34,18

18.00

31,16

21.00

32,16

24.00

33,16

03.00

31,15

06.00

31,15

09.00

24,28

12.00

25,3

8
Grafik 4. Fluktuasi harian di Kawasan Danau Maninjau suhu udara
maximum-minimum
.
Dari tabel diatas dapat di simpulkan bahwa pada waktu tertentu kondisi
lingkungan berubah artinya disuatu lingkukngan itu tidak stabil baik itu
kandung O2 , CO2 ,kelembaban udara dan suhu maximum-minimumFaktor
lingkungan yang paling menentukan berbeda antara kehidupan di darat
dengan perairan. Cahaya, temperatur dan air (hujan) secara ekologi
merupakan faktor lingkungan yang penting di darat. Di laut, cahaya,
temperatur dan kadar garam (salinitas) merupakan tiga faktor yang
menentukan. Di air tawar, faktor oksigen merupakan faktor yang utama.

Faktor kimia dan laju pendauran hara-hara mineral pokok sangat


menentukan baik di daratan maupun di perairan (Suin, 2004).
Pada kedua daerah tersebut dapat banyak ditemukan hewan akuatik,
seperti : bentos, plankton dan lain-lain. Keberadan hewan-hewan tersebut
tidak lepas dari faktor-faktor lingkungan yang mendukung
pertumbuhannya.
Dari data faktor fisika kimia yang didapat pada saat kuliah lapangan di
danau suhunya 240C. Sementara derajat keasamaan (pH) 7,4. Arus dapat
menguntungkan organisme akuatik karena membantu membawa
makanan, O2, dan lain sebagainya tetapi juga menyebabkan
ketidakseimbangan dasar perairan yang lunak seperti dasar perairan yang
berpasir atau berlumpur (Odum, 1993).
Berdasarkan hasil percobaan dari setiap waktu, sampel air mempunyai
nilai pH yang berbeda-beda. Sebagian besar ikan dapat beradaptasi
dengan baik pada lingkungan perairan yang mempunyai derajat keasaman
berkisar antara 5-9. Pada danau, fluktuasi sangat dipengaruhi oleh proses
respirasi karena gas karbondioksida yang dihasilkannya. Pada danau yang
banyak dijumpai alga atau tumbuhan lainnya, pH air pada pagi hari
biasanya mencapai kurang dari 6,5 sedangkan pada sore hari dapat
mencapai 7- 7,5.
Data yang didapat saat kuliah lapangan sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Irianto (2005), yang mengatakan bahwa nilai suhu di air
danau ini yaitu berkisar antara 23C sampai 27C, suhu diukur pada saat
matahari berada pada puncak dan berkisar diantara pukul 15.00 wib
sampai dengan pukul 12.00 wib dan perubahan suhu disuatu perairan
dikarenakan adanya pengaruh penyerapan dan pelepasan panas dari
teriknya matahari. Suhu pada danau ini tergolong optimum dikarenakan
suhu yang baik bagi suatu perairan untuk pertumbuhan fitoplankton dan
organisme lainnya yaitu antara 27C sampai 31C, dan suhu yang
berubah-ubah dapat mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton dan
organisme yang ada diperairan tersebut.

Pada dasarnya suhu rendah memungkinkan air mengandung oksigen lebih


tinggi, tetapi suhu rendah menyebabkan stres pernafasan pada ikan
berupa menurunnya laju pernafasan dan denyut jantung sehingga dapat
berlanjut dengan pingsannya ikan-ikan akibat kekurangan oksigen (Irianto,
2005).
Suhu dan O2 terlarut merupakan faktor yang penting bagi kehidupan
hidrobiota di dalam perairan. Suhu air secara langsung dapat
mempengaruhi konsentrasi O2 dan CO2 di dalam air dan juga
mempengaruhi metabolisme organisme (Goldman dan Horne, 1983).
Oksigen adalah salah satu faktor terpenting dalam setiap sistem perairan.
Hampir setiap tumbuhan dan binatang memerlukan oksigen untuk
bernafas. Sumber utama oksigen terlarut berasal dari atmosfir dan proses
fotosintesis tumbuhan hijau. Oksigen dari udara diserap dengan difusi
langsung atau agitasi permukaan air oleh angin dan arus. Jumlah oksigen
yang terkandung bergantung pada daerah permukaan yang terkena suhu
dan konsentrasi garam. Banyak oksigen yang berasal dari tumbuhan hijau
bergantung pada kerapatan tumbuhan, jangka waktu dan intensitas sinar
efektif (Suin, 2002).
Menurut Suin (2002), kebutuhan oksigen biologi suatu badan air adalah
banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh organisme yang terdapat di
dalamnya untuk bernafas selama 5 hari. Untuk itu perlu diukur kadar
oksigen terlarut pada saat pengambilan contoh air dan kadar oksigen
terlarut dalam contoh air yang telah disimpan selama 5 hari.
3.2. Bentos
Gambar 1. Melanoides

Gambar 2. Corbicula

Gambar 3. Thyara
Adapun hasil dari pengamatan dan pengidentifikasian terhadap sampel
bentos yang di dapat di kolam serta sungai diperoleh data sebagaimana
termuat dalam tabel 2 di bawah ini

Tabel Komunitas Bentos di danau Maninjau

No

Spesies

Corbicula
moltkiana

Jumlah

222,22

44,44

KR
(%)

31,25

6,25

Pi

Lnpi

0,3125

1,1632

0,0625

2,7726

0,3125

1,1632

0,3125

1,1632

Thyara sp

222,22

31,25

Melanostes sp

222,22

16

711,11

31,25

Turbificitae sp

Total
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa kerapatan yang terendah dari
semua jenis bentos adalah Thyara sp yaitu 44,44, dengan kerapatan
relatifnya 6,25. Sedangkan jenis bentos yang lainnya memilki kerapatan
yang sama yaitu 222,22 dengan kerapatan relatif 31,25. Pada umumnya
jenis zoobentos tersebut diatas jumlahnya sama
sedangkan Thyara spmemilki jumlah yang paling sedikit hal ini bisa
disebabkan oleh faktor lingkungan, makanan dan adanya kompetisi
dengan jenis bentos yang lain.

Pengambilan sampel menggunakan alat Ekman dredge. Alat ini


berukuran 20 x 20 x 20 cm3, sehingga volumenya berukuran 0,008 m3.
Jenis bentos yang ditemukan adalah dari ordo Nemathoda. Perairan
berarus tenang terdapat hewan-hewan bentos yang dapat membenamkan
diri seperti cacing dan beberapa jenis insekta lain. Pada tipe substrat
berlumpur dan berpasir ditemukan bentos penggali substrat seperti
Annelida dan Crustacea Pada arus deras terdapat insekta seperti Bactis
dan Centroptilum. Pada substrat berbatu-batu ditemukan bentos yang
hidup melekat serta berbentuk pipih atau ramping, biasanya dari golongan
Trichoptera dan Ephemoptera. (Michael, 1994).
Struktur dan komposiosi komunitas makrozoobentos dipengaruhi oleh
faktor biotis seperti pola siklus hidup dari masing-masing spesies. Faktor
abiotik meliputi fisika kimia air seperti DO, CO2 , pH, kecepatan arus,
kandungan organik substrat, dan tipe substrat dasar perairan. Perubahan
sifat fisika kimia terjadi karena adanyan limbah yang masuk kedalam
perairan. Hal ini akan mempengaruhi struktur dan komposisi bentos.
Kecepatan arus juga mempengaruhi penyebaran bentos. Masuknya
pencemar kedalam perairan akan mengakibatkan terjadinya perubahan
faktor fisika, kimia dan biologis dalam perairan (Michael, 1994).
3.3. Plankton

Gambar 1. Keratella
Gambar 2.Cyclops
Data identifikasi dan perhitungan terhadap komunitas plankton yang
terdapat di danau maninjau

No

Nama Spesies

Jumlah

KR (%)

Asplachna

0,004

5,2

Bracheonus

0,002

2,6

Ceriodaphnia

0,008

10,2

Cyclops

0,004

5,2

Cypris

0,006

7,7

Karatella

15

0,03

34,5

Lymbia

0,008

10,2

Monoctella

0,002

2,6

Oedogonium

0,004

5,2

10

Oscillatoria

0,004

5,2

11

Platias

0,004

5,2

12

Spyrogira

0,002

2,6

13

Sp1

0,002

2,6

40

0,078

Pengambilan sampel plankton ini adalah dengan menggunakan plankton


net yang berjari-jari 10 cm.
Jenis yang paling banyak ditemukan adalah Karatella. Kepadatan
plankton pada danau tersebut adalah 0,03 ind/L, kepadatan relatif 34,5%.
Kondisi danau pada saat pengambilan plankton: berlumpur dengan pH
7,4, hal ini disebabkan oleh keadaan lingkungan, suhu, air dan pH yang
pada saat itu dalam kondisi normal atau bagus sehingga membuat jenis
plankton banyak ditemukan khusunya untuk jenis keratell, hal ini sesuai
dengan pendapat Djuhanda (1980) plankton sangat dipengaruhi oleh
keadaan lingkungan, suhu air, kecerahan, pH, keadaan kimia dan biologi
perairan. Perairan yang kaya dengan berbagai jenis plankton dengan
jumlah individu yang banyak, merupakan perairan yang subur untuk
perikanan.
Faktor utama pengendali laju pertumbuhan fitoplankton adalah
kemampuan untuk mencapai cahaya dan nutrisi yang optimum. Semakin
meningkatnya aktifitas manusia disekitar peraiaran akan menyebabakan
perubahan terhadap komposisi dan struktur komunitas planktonnya.
Kepadatan plankton juga dipengaruhi oleh musim. Kepadatan pada musim
kemarau lebih rendah dibandingkan dengan musim hujan yang melonjak
sangat tajam (Suin, 2001).
Untuk kehidupan organisme kecil faktor air yang penting adalah turbulensi
karena biasanya merupakan substansi organik. Disamping turbulensi,
faktor perbedaaan gerakan partikel juga sangat penting dalam menambah
kehidupan organisme. Didalam air kita membedakan dua macam gerakan
air, yaitu gerakan yang horizontal yang disebut laminar flow yang
ditimbulkan oleh gerakan angin dan turbulent flow yaitu gerakan air yang
disebabkan oleh sistem turbelensi yang ada dalam air. Gerakan-gerakan
tersebut dapat dibedakan dengan jelas sekali (Reid, 1976).
Gambar 1. Monomolium sp
Gambar 2. Monopedole

99

Pada pengambilan sampel dengan metoda pit fall trap ini jenis yang
paling banyak ditemukan adalah family Formicidae dari ordo Hymenoptera
yaitu sebanyak 6 ekor. Jenis lain yang ditemukan dari ordo ini adalah
Brachonidae sebanyak 1 ekor. Menurut Suin (1989), hewan yang paling
tinggi kepadatan populasinya di Indonesia adalah Hymenoptera yaitu famili
oleh Formicidae, diikuti oleh Colleoptera, Oniscoidea, Myriapoda, dan
Arachnida.
Serangga permukaan tanah merupakan salah satu kelompok yang penting
dari organisme ekosistem tanah. Perannya sangat menonjol pada proses
dekomposisi material organik tanah, sehingga sangat menentukan siklus
material organik ditanah. Serangga sangat penting pada hutan tropis,
seperti serangga herbivora yang berfungsi sebagai perombak dan
penyubur tanah (Suhardjono, 1985).
3.5 Minimal area
3.5.1 Minimal Area Kelompok 1
Data Minimal Area Kelompok 1
Tabel 13. Minimal Area Kelompok I Pada Plot 2,52,5m

NO

1.

2.

NAMA JENIS

KR(%)

FR(%)

0,16

3,84

0,34

3,49

0,16

3,84

0,34

3,49

0,16

3,84

0,34

3,49

0,16

3,84

0,34

3,49

Arthocarpus

Alingera

3.

Ficus sp

4.

Eugenia sp

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

Homalomena
frutadoa

0,48

11,53

10,26

0,16

3,84

0,67

6,87

0,16

3,84

0,67

6,87

0,16

3,84

0,67

6,87

0,64

15,38

10,26

0,8

19,23

0,34

3,49

0,16

3,84

0,34

3,49

0,16

3,84

0,34

3,49

0,16

3,84

0,67

6,87

0,16

3,84

0,34

3,49

Lea indica

Neprolepis

Palmae

Pandanus

Piper sp

Ptenandra

Selaginela

Simplococus

Symplocos

15.

16.

17.

0,16

3,84

10,26

0,16

3,84

0,67

6,87

0,16

3,84

0,67

6,87

Sp 1

Hipterocarpus sp

Deris sp

Tabel 14. Minimal Area Kelompok I Pada Plot 2,5m x 5m

NO

NAMA JENIS

1.

Cyperus rotundus

2.

Homalomena
frutadoa

3.

4.

5.

6.

KR(%)

FR(%)

0,08

5,56

0,34

5,97

0,6

11,11

17,57

0,08

5,56

0,67

11,77

0,08

5,56

17,57

0,08

5,56

0,67

11,77

0,8

55,56

0,67

11,77

Lea indica

Pandanus

Simplococus

Sp 1

7.

8.

0,08

5,56

0,67

11,77

0,08

5,56

0,67

11,77

Hipterocarpus sp

Deris sp

Tabel 15. Minimal Area Kelompok I Pada Plot 5m x 5m

NO

1.

2.

3.

4.

5.

6.

NAMA JENIS

Homalomena
frutadoa

KR(%)

FR(%)

0,12

15,78

19,96

0,04

5,26

0,67

13,37

0,04

5,26

0,67

13,37

0,28

36,84

19,96

0,04

5,26

0,67

13,37

0,04

31,57

19,96

Neprolepis

Palmae

Pandanus

Piper sp

Sp 1

Tabel 16. Minimal Area Kelompok I Tentang Pertambahan jenis

NO

PLOT (M)

PERTAMBAHAN JENIS

PERSENT

1.

5,88%

2,5 X 2,5

2.

2,5 X 5

3.

5X5

3.5.2 Minimal Area Kelompok 6


Tabel 17. Minimal Area Kelompok 6

Plot

Spesies

Junlah
Individu

Sp 1

115

Cyperacea (Sp 2)

>47

Ukuran (m2)

>14
Imperata cylindrica
I

0,5 m x 0,5 m

10
Caladium sp

II

1 m x 0,5 m

Palmae (sp 3)

Ju
sp

Sp 4

6
Impatien balsamina
40
Mimosa sp
>50
Cyperus rotundus
Asistasia
coromandeliana

3
Davalia sp
11
Ageratum conyzoides

III

Sidingin

Sp 5

1mx1m

13
Mimosa pudica

Sp 6

Sp 7

IV

1mx2m

Sp 8

2mx2m

Kakao

3.5.3 Minimal Area Kelompok 8


Tabel 18. Minimal Area Kelompok 8

Sub plot

Ukuran(m2)

Spesies

Jumlah
individu

Jum
spe

10
15
1

0.50.5 m

10,5 m

Sp 1
Sp2
Cyperus sp

42

Amaranthus
1
3

11 m

Mimosa pudica
Sp 3

1
4

21 m

22 m

Graminae
Mimosa

Sp 6
6

24 m
Sp 7

3.5.4 Minimal Area Kelompok 3


Tabel 19. Minimal Area Kelompok 3

No

Ukuran

Spesies

0,5 x 0,5
m

Acistasia sp

Graminae a
Graminae b
Selaginellasp4
10
6
424420,5 x 1 mAgeratum conizoides
Graminae a
Graminae b

Individu

Jumlah
individu

Jum
sp

Imperata cylindrica
Selaginellasp2
11
8
4
631531 x 1 mAgeratum conizoides
Graminae a
Graminae b
Melastoma malabatricum
Mimosa sp
Rhodomirtus tomentosa5
15
10
2
2
135641 x 2 mAgeratum conizoides
Cocoa sp
Graminae a
Graminae b

Leea indica
Melastoma malabatricum
Mangifera indica
Hevea braziliensis
Sp 17
1
15
10
5
3
1
2
145952 x 2 mMimosa sp
Leea indica
Graminae
Sp 21
7
15

225462 x 4Graminae
Leea indica
Cocoa sp
Graminae b
Hevea braziliensis
Euphorbiaceae
Sp 120
7
2
15
3
2
2517

3.5.5 Minimal Area Kelompok 4


Data Minimal Area Kelompok 4
Tabel 20. Minimal Area Kelompok 4 Pada Plot 11 m

No

Spesies

Jumlah

1
2
3
4
5
6
7Acasia auriculiformis
Rhodomyrtus tomentosa
Melastoma malabathricum
Graminae
Mimosa sp.
Ixonanthes
Sp 1
36
1
1
13
3

1
1

Tabel 21. Minimal Area Kelompok 4 Pada Plot 21 m

Jumlah
No

Spesies

1
2
3
4
5
6
7
8Acasia auriculiformis
Melastoma malabathricum
Graminae
Mimosa sp
Ixonanthes
Simplocos cocunensis
Sp 2

Euphorbiaceae
18
6
8
2
2
1
1
1

Tabel 22. Minimal Area Kelompok 4 Pada Plot 22 m

Jumlah
No
1
2
3
4
5

Spesies

6
7
8
9
10Acasia auriculiformis
Rhodomyrtus tomentosa
Melastoma malabathricum
Graminae
Ixonanthes
Mimosa sp
Sp 2
Clitoria laurifolia
Euphorbiaceae
Orchidaceae
65
4
7
14
4
1

2
2
5
1

Tabel 23. Minimal Area Kelompok 4 Pada Plot 42 meter

Jumlah
No

Spesies

1
2
3
4
5Acasia auriculiformis
Melastoma malabathricum
Graminae
Euphorbiaceae
Sp 2
29
6

57
1
20

3.5.6 Minimal Area Kelompok 7


Tabel 28. Minimal Area Kelompok 7

Plot (m)

No.

0,5 x
0,5

0,5 x 1

1x1

1x2

Spesies

Piper bettle

Sp1

Sp 2

Sp 3

Sp 4

10

11

12

13

14

15

Total

10

27

34

27

30

Sp 5

Sp 6

Euchaterium sp

Asteraceae

Cyperus sp

Sp 7

Sp 8

Sp 9

Sp 10

Sp 11

3.5.7 Minimal Area Kelompok 2


Plot 1 (11) meter

Jumlah
No

Luas plot

Spesies

1
Plot (11)Sp 1
Sp 2
Paku-pakuan
Coffea sp
6
2
1
2
2Plot (21)Sp 1

Paku-pakuan
Coffea sp
Graminae
Sp 3

Sp 4
4
1
2
4
3
1
3Plot (22)Sp 1

Paku-pakuan
Sp 2
Asplenium sp
Piper aduncum
6
3
4
1
1

4Plot (23)

Pada plot pertama terdapat empat buah spesies. Pertama, sp 1 dengan


jumlah 6. Kemudian sp 2, Coffea sp, dan paku-pakuan. Untuk plot 2,
masih terdapat tumbuhan yang sama dengan jumlah yang berbeda dan
terdapat tumbuhan baru pada plot ini yaitu sp 6 dan sp 7. Pada plot ketiga
masih terdapat tanaman yang sama dengan plot pertama dan plot kedua
tetapi ada penambahan Asplenium sp dan piperaceae. Pada plot ke 4
tidak terdapat pertambahan tanaman. Plot inilah yang mengakhiri minimal
area pada kelompok 2.
Tabel pertambahan tumbuhan

No

Plot

Jumlah pertambahan

Persentase

75

50

1x1

2x1

2x2

2x3

Tabel di atas dapat disajikan dalam bentuk grafik berikut :


Dari grafik dapat dilihat pertambahan jenis yang ditemukan setiap
dilakukan penambahan luas plot haruslah semakin lama semakin kecil,

karena jika tidak plot yang akan dibuat kemungkinan akan mencapai
hitungan hektar dan akan semakin mempersulit dalam proses pendataan
jenis hingga menghasilkan data yang belum sahih dan kurang tepat. Hal ini
mungkin disebabkan pada saat pembuatan plot tidak dimulai dari tempat
yang rimbun, tempat yang kemungkinan ditemukan jenis yang lebih
banyak, tetapi dimulai dari tempat yang kurang rimbun ke tempat yang
rimbun.
Kesahihan analisis berdasarkan penggunaan petak contoh bergantung
pada tiga hal yaitu populasi dalam tiap petak contoh yang diambil harus
dapat dihitung dengan tepat, luas atau satuan tiap petak harus jelas dan
pasti dan petak contoh yang diambil harus dapat mewakili seluruh
area/daerah penelitian. (Suin, 2004)
Menentukan keadaan medan dan keadaan topografi, untuk itu terlebih
dahulu harus dilakukan survai tinjauan umum dan pendahuluan. Dari survai
tinjauan tersebut baru ditentukan bentuk penyebaran minimal area yang
akan diambil untuk dianalisis (Marsono, 1997).
Hasil dari delapan kelompok diatas di dapatkan tumbuhan yang beraneka
ragam, karena pada saat melakukan kuliah lapangan kami di bagi dua
kelompok,. Sehingga sampel yang didapaatkan berbeda dan plot yang
digunakaan juga berbeda. Pada kelompok satu, mereka mendapat sampel
minimal area yang kurang dari 10 % pada plot 2,5 x 5 M nilai nya 5,8 %.
Pada kelompok 6 mereka mendapatkan sampel minimal area yang kurang
dari 10 % pada plot 2 x 2 M, sedangkan kelompok delapan terdapat pada
plot 2 x 4 M, Kelompok tiga terdapat pada plot 2 x 4 M, kelompok empat
terdapat pada plot 2 x 4. Keragaman yang terdapat pada masing-masing
kelompok dipengaruhi oleh keadaan lokasi yang terlindung dan terbuka.
Lokasi yang terbuka cenderung memiliki keragaman vegetasi yang lebih
banyak, sedangkan pada lokasi terlindung cenderung memiliki vegetasi
yang sedikit. Ketika melakukan kuliah lapangan kelompok satu, dua, tiga,
dan empat melakukan minimal area di daerah yang agak terlindung dan
memiliki pohon-pohon yang besar. Rata-rata vegetasi yang berada pada
daerah tersebut memiliki keragaman jenis yang sedikit.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan
Dari praktikum kuliah lapangan yang telah dilakukan didapatkan beberapa
kesimpulan yaitu sebagai berikut :
1.

2.

3.

4.
5.

Pada danau didapatkan nilai-nilai dari faktor abiotik pukul


03.00 wib yaitu suhu sebesar 220 C, pH 7,4, O2 2,81 Ppm,
CO2 0,264 Ppm.
Kepadatan tertinggi bentos pada Danau Maninjau pukul
03.00 WIB ditemukan yaitu pada jenis Cepalodella sp. sebesar
0,061 ind/m2 dengan kepadatan relatif sebesar 0,48690.
Kepadatan tertinggi plankton di Danau Maninjau pukul 03.00
WIB adalah jenisKaratella yaitu sebesar 0,03 ind/m 2 dengan
Kerapatan Relatif 34,5 %.
Jenis tanaman yang banyak ditemukan pada semua plot
adalah jenis tumbuhan Sp1.
Jenis yang paling banyak ditemukan adalah family
Formicidae dari ordo Hymenoptera
5.2 Saran
Dari kuliah lapangan yang telah dilakukan maka disarankan agar peserta
kuliah lapangan harus mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan
pada saat kuliah lapangan. Peserta kuliah lapangan harus serius dalam
mengikuti kuliah lapangan. Hendaknya terjalin kerjasama yang baik antar
peserta kuliah lapangan, asisten dan dosen. Untuk kuliah lapangan
selanjutnya disarankan agar mencari daerah atau lokasi baru agar kita bisa
mendapatkan banyak koleksi sampel yang akan kita praktikumkan.

DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 2011. Ekologi.www.smartsains.com. diakses 05 Juni 2011.

Arinardi, O. H. 1997. Status Pengetahuan Plankton di


Indonesia. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. Puslitbang-LIPI.
Jakarta.
Barnes, D R. 1987. Invertebrate Zoology. USA: college publishing the
dryden press.
Cummins, K.W. 1975. Macroin vertebrates. In: whitton, B.A (eds) River
ecology. Blackwell scientific public. Oxford. London.170-198
Djuanda, T.1980. Kehidupan dalam setetes embun.ITB.Bandung.
Goldman, C.R & A.J. Horne. 1983. Limnology. Mc. Grew Hill book Int.
Student. Ed. Tokyo. Japan.
Gosari, Benny. 2002. Skripsi Komposisi Jenis Fitoplankton Berbahaya
di Sekitar Pelabuhan Soekarno Hatta. Universitas Hasanuddin.
Makassar.
Hutabarat, S. dan S.M, Evans, 1985. Pengantar
Oseanografi. Universitas Indonesia Press Jakarta.
Hutagalung, H.P., D. Setiapermana dan S.H. Riyono., 1997. Metode
Analisis Air Laut, Sedimen dan Biota. Buku 2. Puslitbang Oseanologi
LIPI. Jakarta.
Irianto, A. 2005. Probiotik Akuakultur. Gadjah Mada University Press:
Yogyakarta.
Kendeigh, S.C. 1980. Ecology with spesies reference to animal and
man. Practice hall of india. Private limited. New delhi.
Khiatuddin, M. 2003. Melestarikan Sumber Daya Air dengan
Teknologi Air dengan Teknologi Rawa Buatan. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Lind, O.T. 1979. Handbook of common methods in limnology.
C.V, mosby.St Louis.
Marsono, Dj. 1977. Potensi dan Kondisi Hutan Hujan Tropika Basah
di Indoensia. Buletin Instiper Volume.2. No.2. Institut Pertanian STIPER:
Yogyakarta.
Michael, P. 1994. Ecologycal Methods for Field and Laboratory
Investigation.Mc
Nontji, A. 2005. Laut Nusantara Djambatan. Jakarta.

Nontji, A. 2008. Plankton Laut. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia


Pusat Penelitian Osenografi: Jakarta.
Nybakken, J. W. 1988. Biologi Laut suatu Pendekatan Ekologi. PT
Gramedia.
Jakarta.
Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologi.
Gramedia: Jakarta.
Odum, E.P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Terjemahan Tjahjono
Samingan. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Odum, E.P. 1998. Dasar-Dasar Ekologi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Ommaney, F. D. 1982. Ikan edisi Kedua. TIRA Pustaka: Jakarta.
Ramli, O. 1989. Ekologi. Jakarta: Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi.
Reid, G. K & R.D. Wood. 1976. Ekologi of inland warer and estuaries. Van
nostrand company. New york. Cincinati toronto london. Melbourne.
Ross, H. 1965. A text book of Entology third
Edition.Incompany.Ltd Tokyo.
Sachlan, M. 1972. Planktonologi. Correspondense Course Center.
Jakarta.
Sahriany, S. 2001. Studi Komposisi dan Kelimpahan Fitoplankton di
Perairan Karbino Kepulauan Sembilan Kabupaten Sinjai. Skripsi.
Jurusan Perikanan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas
Hasanuddin: Makassar.
Siswohardjono. S. H. W. & S. S. Agus. 1990. Makrozoobentos sebagai
indikator biologis kaualitas air sungai cakung. Pros. Sem. Das. 1:7278
Suin, N, M. 2004. Ekologi Populasi.Unand: Padang.
Sutisna, U. T. Kalima dan Purnadja. 1998. Pedoman Pengenalan Pohon
Hutan Indonesia. Yayasan PROSEA. Bogor
Tim Ekologi. 2011. Penuntun Praktikum Ekologi. Padang; Universitas
Andalas
LAMPIRAN
1.
1. Fluktuasi Harian
Perhitungan

Ppm O2 =
Data mentah: Thiosulfat 1 = 1,5 ml
Thiosulfat 2 = 1,3 ml
Ppm O2
=

= 2,81
Ppm CO2 =
Data mentah = NaOH 1 yang terpakai = 0,02
= NaOH 2 yang terpakai = 0,04
Ppm CO2 =
= 0,264
1.

2. Plankton
Kerapatan (K) =
K Asplachna
= 0,04
KR

= x 100%

= x 100 %
= 5,2
H =
pi
= = 0,05

Pilnpi
K Bracheonus
= 0,002

= 0,05 ln 0,05 = -0,150


=

KR

= x 100%= 2,6

Pi

= = 0,025

Pilnpi

= 0,025 ln 0,025 = -0,092

K Ceriodaphnia
= 0,008

KR

= x 100% = 10,2

Pi

= = 0,1

Pilnpi

= 0,1 ln 0,1 = -2,303

K Cyclops
= 0,004
KR

= x 100% = 5,2

Pi

= = 0,05

Pilnpi

= 0,05 ln 0,05 =- 0,15

K Cypris
= 0,006

KR

= x 100% = 7,7

Pi

= 0,075

Pilnpi
K Keratella
= 0,03

= 0,075 ln 0,075 = -0,194


=

KR

= x 100% = 34,5

Pi

= = 0,375

Pilnpi

= 0,375 ln 0,375 = -0,368

K Lymbia
= 0,008

KR

= x 100% = 10,2

Pi

= = 0,1

Pilnpi

= 0,1 ln o,1 = -0,230

K Monoctella
= 0,002

KR

= x 100% = 2,6

Pi

= = 0,025

Pilnpi

= 0,025ln0,025 = -0,092

K Oedogonium
= 0,004
KR
Pi

= x 100% = 5,2
= = 0,05

Pilnpi
K Oscillatoria
= 0,004

= 0,05 ln 0,05 = -0,150


=

KR

= x 100% = 5,2

Pi

= = 0,05

Pilnpi

= 0,05 ln 0,05 = -0,150

K Platias
= 0,004

KR

= x 100% = 5,2

Pi

= = 0,05

Pilnpi

= 0,05 ln 0,05 = -0,150

K Spyrogira
= 0,002

KR

= x 100% = 2,6

Pi

= = 0,025

Pilnpi

= 0,025 ln 0,025 = 0,092

K Sp 1
= 0,002
KR
Pi

= x 100% = 2,6
= = 0,025

Pilnpi

= 0,025 ln 0,025 = 0,092

Maka,
Indeks H = (-0,150 + (-0,092) + (-0,230) + (-0,150) + (-0,194) + (-0,368) +
(-0,230) + (-0,092) + (-0,150) + (-0,150) + (-0,150) + (-0,092) + (-0,092) + (2,140)) = 2,14

3. Bentos
1. Kerapatan
K=
Corbicula moltkiana
Thyara sp.
Melanostes sp.
Turbificitae sp.
2. Kerapatan Relatif

= = 222,22 ind/m2
= = 44,44 ind/m2
= = 222,22 ind/m2
= = 222,22 ind/m2

K=
Corbicula moltkiana
Thyara sp
Melanostes sp
Turbificitae sp
3. Indeks (H)

= = 31,25 %
= = 6,25 %
= = 31,25 %
= = 31,25 %

H =
dengan,
pi =
pi Corbicula moltkiana =

= 0,31

pi Thyara sp.
=
pi Melanostes sp.
=
pi Turbificitae sp.
=
pi.lnpi Corbicula moltkiana
pi.ln pi Thyara sp.
pi.ln pi Melanostes sp.
pi.ln pi Turbificitae sp
Maka,

= 6,25
= 0,31
= 0,31
= 0,31 x ln 0.31 = 0.36
= 6,25 x ln 6,25 = 0,17
= 0,31 x ln 0.31 = 0.36
= 0,31 x ln 0.31 = 0.36

H =
= 1,26
1.
2.

4.
Pit fall Trap
Anoplolepis gracillipes pada Transek 2
K = Jumlah individu per transek / jumlah botol
K = 6/8 = 0,75
KR = K / Total individu per transek
KR = 0,75/ 7,745 = 0,09
FK = Jumlah individu per transek / total botol x transek x 100 %
FK = 6/32 x 100 % = 18,75 %
H = Pi lon Pi
= 6/ 175. -3,38
= 0,114.

1.

Coleoptera sp, Transek 3


K = Jumlah individu per transek / jumlah botol

K = 5/8 = 0,625
KR = K / Total individu per transek
KR = 0,625/ 12,49 = 0,05
FK = Jumlah individu per transek / total botol x transek x 100 %
FK = 5/32 x 100 % = 15,6 %
H = Pi lon Pi
= 5/ 175. -3,55
= 3,52
1.

Monomorium sp, transek 4


K = Jumlah individu per transek / jumlah botol
K = 4/8 = 0,5
KR = K / Total individu per transek
KR = 0,5/ 1,865 = 0,268
FK = Jumlah individu per transek / total botol x transek x 100 %
FK = 4/32 x 100 % = 12,5 %
H = Pi lon Pi
= 4/ 175. -3,77
= 0,07

1.

Odontoponera denticulata, transek 2


K = Jumlah individu per transek / jumlah botol
K = 20/8 = 2,5
KR = K / Total individu per transek
KR = 2,5/ 7,745 = 0,322
FK = Jumlah individu per transek / total botol x transek x 100 %
FK = 20/32 x 100 % = 62,5 %
H = Pi lon Pi
= 20/ 175. -2,16
= 0,23

1.

Blattria sp2, transek 3


K = Jumlah individu per transek / jumlah botol
K = 3/8 = 0,375
KR = K / Total individu per transek
KR = 0,375/ 12,49 = 0,03
FK = Jumlah individu per transek / total botol x transek x 100 %
FK = 3/32 x 100 % = 9,3 %
H = Pi lon Pi
= 3/ 175. -4,06

= 4,04
1.

Parathrecina longicornis, transek 2


K = Jumlah individu per transek / jumlah botol
K = 17/8 = 2,125
KR = K / Total individu per transek
KR = 2,125/ 7,745 = 0,274
FK = Jumlah individu per transek / total botol x transek x 100 %
FK = 17/32 x 100 % = 53,1 %
H = Pi lon Pi
= 17/ 175. -2,33
= 0,2

1.

Dorylus laevicatus, transek 4


K = Jumlah individu per transek / jumlah botol
K = 1/8 = 0,125
KR = K / Total individu per transek
KR = 0,125/ 1,865 = 0,067
FK = Jumlah individu per transek / total botol x transek x 100 %
FK = 1/32 x 100 % = 3,1 %
H = Pi lon Pi

= 1/ 175. -5,16
= 0,0258
1.

Locusta sp, transek 4


K = Jumlah individu per transek / jumlah botol
K = 1/8 = 0,125
KR = K / Total individu per transek
KR = 0,125/ 1,865 = 0,067
FK = Jumlah individu per transek / total botol x transek x 100 %
FK = 1/32 x 100 % = 3,1 %
H = Pi lon Pi
= 1/ 175. -5,16
= 0,0258
About
Sharethese
this: ads

Anda mungkin juga menyukai