Anda di halaman 1dari 43

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Nodul thyroid sangat sering ditemukan, dengan angka kejadian berkisar

antara 4-8% setiap tahunnya. Menurut data WHO 2004, angka kejadian
carcinoma thyroid sebesar 1,5% dari keganasan seluruh tubuh. Carcinoma
thyroid ini merupakan penyakit keganasan tersering yang ditemukan pada sistem
endokrin, yaitu 90% dari seluruh carcinoma endokrin (Cobin et al, 2001).
Carcinoma thyroid digolongkan menjadi empat jenis berdasarkan
gambaran mikroskopiknya, yakni papiler, folikular, meduler, dan anaplastik. Tipe
papiler, folikular, dan anaplastik berasal dari epitel folikel thyroid, sedangkan tipe
meduler berasal dari sel-sel sekretoir, yaitu kalsitonin dan parafolikular (sel C).
Campuran antara carcinoma papiler dan folikular dapat juga terjadi, tetapi
bersifat persis menyerupai carcinoma papiler murni. Selain carcinoma,
keganasan komponen non epitelial dan metastasis dari organ lain juga dapat
ditemukan pada thyroid (National Comprehensive Cancer Network, 2006).
Pada daerah endemik insidensi carcinoma thyroid folikuler dan anaplastik
lebih sering, terutama pada usia lanjut. Sedangkan di daerah yang kaya akan
yodium, tipe papiler lebih menonjol. Golongan umur terutama pada usia 7-20
tahun dan 40-65 tahun, dimana wanita lebih sering dari pada pria dengan
perbandingan 3:1 (Cobin et al, 2001).
Carcinoma thyroid jarang menyebabkan pembesaran kelenjar dan lebih
sering menyebabkan pertumbuhan kecil (nodul) di dalam kelenjar. Pertanda awal
dari carcinoma thyroid biasanya adalah benjolan yang tidak terasa nyeri di leher.
Selain itu gambaran klinis lain yang sering ditemukan berupa nodul tunggal (70-

75%), sesak nafas, perubahan suara, sulit menelan, dan pembesaran kelenjar
limfe leher (National Comprehensive Cancer Network, 2006).
Sebagian besar nodul thyroid bersifat jinak dan biasanya carcinoma
thyroid bisa disembuhkan, namun tidak ada gambaran klinis yang khas untuk
menyatakan suatu nodul thyroid ganas sehingga perlu multi modalitas
pemeriksaan agar tidak terjadi keterlambatan terapi atau terapi yang berlebihan
(Lukitto dkk, 2004).
Terdapat tiga jenis pengobatan carcinoma thyroid, berupa pembedahan,
penggunaan obat-obatan, dan radioterapi (Lukitto dkk, 2004). American Cancer
Society memperkirakan bahwa sekitar 17.000 kasus baru muncul setiap
tahunnya di Amerika Serikat dan sekitar 1.300 diantaranya mengakibatkan
kematian. Tetapi dengan pengobatan yang adekuat, sekitar 190.000 penderita
tetap dapat hidup normal dan beberapa dapat bertahan lebih dari 40 tahun
(Cobin et al, 2001).
Berdasarkan latar belakang tersebut, pengetahuan mengenai carcinoma
thyroid dan peran pemeriksaan radiologis untuk menentukan diagnosis dan
terapi carcinoma thyroid merupakan hal yang penting, yang selanjutnya akan
dibahas dalam referat ini.

1.2

Rumusan Masalah
1. Apa definisi dan klasifikasi carcinoma thyroid?
2. Bagaiman insiden dan epidemiologi carcinoma thyroid?
3. Bagaimana patogenesis carcinoma thyroid?
4. Apa manifestasi klinik carcinoma thyroid?
5. Bagaimana gambaran radiologis carcinoma thyroid?
6. Bagaimana terapi carcinoma thyroid?
7. Bagaimana prognosis carcinoma thyroid?

1.3

Tujuan
1. Mengetahui definisi dan klasifikasi carcinoma thyroid.
2. Mengetahui insiden dan epidemiologi carcinoma thyroid.
3. Mengetahui patogenesis carcinoma thyroid.
4. Mengetahui manifestasi klinik carcinoma thyroid.
5. Mengetahui gambaran radiologis carcinoma thyroid.
6. Mengetahui terapi carcinoma thyroid
7. Mengetahui prognosis carcinoma thyroid.

1.4

Manfaat
Menambah pengetahuan mengenai carcinoma thyroid dan peran

pemeriksaan radiologis dalam proses diagnosis dan terapi kasinoma thyroid.

BAB 2
CARCINOMA THYROID

2.1

Anatomi
Thyroid adalah suatu organ yang terdapat di regio coli bagian depan.

Thyroid pada orang dewasa memiliki lebar kurang lebih 5 cm dalam jarak
kraniokaudal sebagai struktur yang simetris dan homogen. Thyroid terdiri dari 2
lobus, berbentuk seperti baji pada kedua sisi trakea. Volume normal rata-rata
adalah sampai 18 ml pada wanita dan 25 ml pada pria. Antar kedua lobus thyroid
dihubungkan oleh isthmus thyroid. Isthmus thyroid biasanya menyilang anterior
dari cincin trakea yang ke dua dan ke tiga.
Gangguan pada kelenjar thyroid dapat memiliki presentasi gangguan
fungsi, atau dengan nodul atau benjolan abnormal secara anatomi lokal pada
leher.

2.2

Gambaran Radiologi Thyroid Normal


Gambaran skintigrafi thyroid normal adalah didapatkan lobus kiri dan

kanan

kurang

lebih

memiliki

ukuran

yang

sama,

meskipun

sedikit

ketidaksimetrisan dapat diterima. Setiap lobus berukuran sampai 7 cm pada


panjang kraniokaudal dan sampai 3 cm pada lebarnya. Pengambilan tracernya
sebanding. Pada kasus-kasus tertentu lobus piramidalis yang kecil dapat terlihat
dan berlokasi dekat dengan garis tengah (Sutton, et al; 2003).

2.1

Definisi dan Klasifikasi


Carcinoma thyroid adalah suatu penyakit dimana sel maligna (carcinoma)

terbentuk di jaringan kelenjar thyroid (National Cancer Institute, 2011).


Carcinoma thyroid dibagi menjadi carcinoma papiler, carcinoma folikuler,

carcinoma meduler, carcinoma anaplastik, limfoma thyroid primer, dan sarkoma


thyroid primer (Sharma, 2011).

2.1.1 Carcinoma Thyroid Papiler


Tumor ini biasanya muncul pada usia dewasa muda dan berupa nodul
soliter. Carcinoma ini kemudian menyebar lewat kelenjar limfe intraglandular
dalam kelenjar thyroid, kemudian ke kelenjar limfe subkapsular dan perikapsular.
Pada 8% anak dan 20% dewasa didapatkan kelenjar limfe yang terpalpasi.
Tumor mungkin bermetastase ke paru atau tulang. Secara mikroskopis, tumor ini
terdiri atas proyeksi papiler dari epitel kolumner. Badan psammoma didapatkan
pada 60% kasus. Kecepatan tumbuhnya dapat distimulasi oleh TSH (Way,
2003).

Gb. 2.1 Gambaran Makroskopis Ca Thyroid Papilare


(SpringerImages, 2009)

2.1.2 Carcinoma Thyroid Folikuler


Carcinoma folikuler biasanya muncul lebih lambat daripada tipe papilare.
Pada palpasi konsistensinya elastis atau bahkan lunak. Tumor folikuler
berkapsul. Secara mikroskopis, carcinoma folikuler mungkin agak sulit dibedakan
dari jaringan thyroid normal. Carcinoma folikuler memiliki kecenderungan
menyebar secara hematogen ke paru, tulang, dan liver. Metastase dari tumor ini

sering

menunjukkan

gambaran

aviditas

radioaktif

iodine

setelah

total

thyroidektomi (Way, 2003).

2.1.3 Carcinoma Thyroid Meduler


Carcinoma meduler berisi amyloid dan tumornya padat, keras, dan
noduler yang tidak menangkap radioiodine serta mensekresi kalsitonin.
Carcinoma meduler berasal dari sel badan ultimobranchial. Carcinoma meduler
familial didapatkan pada sekitar 25% pasien (Way, 2003).

2.1.4 Carcinoma Thyroid Anaplastik


Ca anaplastik merupakan tumor dengan pertumbuhan cepat terutama
pada wanita usia pertengahan. Tumor ini berasal dari neoplasma papiler atau
folikuler. Tumor solid, cepat membesar karena mitosis selnya sangat cepat,
keras, massa ireguler difus meliputi kelenjar dan meluas ke trakea, otot, dan
struktur awal neurovaskuler. Tumor dapat nyeri, tidak bergerak saat menelan,
dan menyebabkan gejala obstruksi laryngeal atau esophageal. Secara
mikroskopis terdapat 3 tipe utama, yaitu giant cell, spindle cell, dan small cell.
Pada ca anaplastik ini sering terjadi limfadenopati cervical dan metastase paru
(Way, 2003).

2.1.5 Limfoma Thyroid Primer


Hampir semua limfoma thyroid merupakan tipe non Hodgkin sel B. Jenis
histologis tersering berikutnya ialah limfoma maligna low grade dari mucosaassociated lymphoid tissue (MALT). Limfoma Hodgkin, limfoma sel Burkitt, dan
limfoma sel T juga pernah ditemukan. Tumor ini berhubungan erat dengan
chronic lymphocytic thyroiditis (Hashimoto thyroiditis). Hampir semua pasien

dengan limfoma thyroid primer memiliki riwayat penyakit atau bukti histologis
chronic lymphocytic thyroiditis (Sharma, 2011).

2.1.6 Sarkoma Thyroid Primer


Sarkoma yang tumbuh pada kelenjar thyroid sangatlah jarang. Tumor ini
bersifat agresif, kebanyakan tumbuh dari jaringan stroma atau vaskuler pada
kelenjar. Malignansi yang nampak sebagai sarkoma harus dibedakan dari
carcinoma anaplastik yang bisa nampak dengan gambaran sarcomatous.

2.2 Epidemologi
Setiap tahunnya kasus baru carcinoma thyroid sekitar 1% dari diagnosa
kasus baru. Pada hampir semua negara, insidensi carcinoma thyroid setiap
100.000 individu bevariasi dari 0,9-2,6 pada pria dan 2,0-5,9 pada wanita.
Insidensi malignansi thyroid tiga kali lebih tinggi pada wanita daripada pria.
Insidensinya paling tinggi pada dekade ke tiga dan empat (Biersack, 2005;
Sharma, 2011).
Carcinoma papilare merupakan 80% dari semua neoplasma thyroid.
Carcinoma folikuler merupakan yang tersering ke dua, sekitar 10% dari semua
kasus. Carcinoma medulare sekitar 5-10% dari neoplasma. Carcinoma
anaplastik sekitar 1-2%. Limfoma thyroid primer hanya sekitar 2-5% dari semua
malignansi thyroid. Sedangkan sarkoma pada kelenjar thyroid sangat jarang
(Sharma, 2011).

2.3

Patofisiologi Carcinoma Thyroid

2.3.1

Patofisiologi Ca Thyroid Tipe Folikuler


Penyebab utama dari adenoma dan carcinoma tipe folikuler adalah

adanya titik mutasi pada ras onkogen terutama pada tipe poorly differentiated

(55%) dan anaplastic carcinoma (52%). Sebagai akibat dari adanya mutasi
tersebut, p21-RAS menjadi terkunci pada konformasi aktif, yang menyebabkan
aktivasi dan pertumbuhan tumor. Proses biokimia pertumbuhan tumor ini dapat
dijadikan sebagai dasar terapi untuk Ca thyroid folikuler. Paparan x-ray dapat
mempengaruhi kejadian dan pola mutasi ras (Santacore, 2011).

2.3.2

Patofisiologi Ca Thyroid Tipe Papiler


Carcinoma thyroid papiler berkaitan erat dengan aktivasi TRK dan ret

proto-onkogen, keduanya melalui mekanisme amplifying dan rearranging. Kode


proto-onkogen TRK untuk reseptor tirosin kinase; ret menunjukkan inversi
kromosom parasentrik 10 dan 11 dalam 30-35% kasus. Namun, proto-onkogen
met diekspresikan berlebih dan/atau diperkuat dalam 3 dari 4 pasien (Santacore,
2011).
Selain itu, bukti menunjukkan bahwa beberapa molekul yang fisiologis
mengatur pertumbuhan thyrocytes, seperti interleukin-1 dan interleukin-8, atau
sitokin lainnya (yaitu, insulin-like growth factor-1, transforming growth factor-beta,
epidermal growth factor) dapat berperan dalam patogenesis carcinoma ini
(Santacore, 2011).

2.3.3

Patofisiologi Ca Thyroid Meduler


Carcinoma

thyroid

meduler

(MTC)

biasanya

didiagnosis

pada

pemeriksaan fisik sebagai nodul soliter leher, dan umumnya menyebar pada
kelenjar limfe regional pada awalnya. Metastasis jauh terjadi di hati, paru-paru,
tulang, dan otak (Konstantakos, 2011).
MTC sporadis biasanya unilateral. Dalam hubungan dengan sindroma
neoplasia endokrin multipel (MEN), selalu bilateral dan multisentris. MTC

biasanya adalah kelainan pertama kali diamati baik sindroma MEN 2A dan 2B
(Konstantakos, 2011).
Selain memproduksi kalsitonin, sel-sel MTC dapat memproduksi hormon
lainnya, termasuk kortikotropin, serotonin, melanin, dan prostaglandin, sehingga
sindrom paraneoplastik (misalnya, sindrom karsinoid, sindrom Cushing) dapat
terjadi pada pasien ini (Konstantakos, 2011).
Mutasi pada proto-onkogen RET (REarranged during Transfection),
protein reseptor tirosin kinase yang dikodekan pada kromosom 10, memberikan
berbagai tingkat risiko (Kloss, 2009); sehingga thyroidektomi profilaksis sekarang
dapat ditawarkan untuk pasien tipe tertentu pasien dengan kelainan genetik
(Konstantakos, 2011).

2.3.4

Patofisiologi Ca Thyroid Anaplastik


Carcinoma thyroid anaplastik (ATC) umumnya terjadi pada orang di

daerah defisiensi iodium dan pada pasien dengan patologi thyroid sebelumnya
(misalnya, riwayat goiter sebelumnya, follicular thyroid cancer, papillary thyroid
cancer). Invasi lokal dari struktur yang berdekatan (misalnya, trakea, esofagus)
umum terjadi (Konstantakos, 2011).
ATC memiliki program yang cepat dan penyebaran awal. Organ umum
pada metastase jauh termasuk paru-paru, tulang, dan otak. Metastasis, terutama
di paru-paru, terjadi lebih dari 50% kasus (Konstantakos, 2011).

2.4

Diagnosis

2.4.1

Anamnesa
Ca thyroid biasanya tidak menampakkan gejala kinis. Pada penelitian

dengan 835 pasien yang dioperasi dengan nodular goiter, 31% juga memiliki Ca

10

thyroid (tumor dengan diameter kurang dari 10 mm, yang secara klinis tidak
diketahui pada 46% pasien tersebut) (Reiners, 2005).
Anamnesa memegang peranan penting dalam membedakan Ca thyroid
dengan penyebab lain nodul, terkait faktor resiko yang diketahui. Diantaranya
usia kurang dari 20 tahun, atau lebih dari 70 tahun, riwayat radiasi eksternal
pada leher selama masa anak-anak dan remaja, riwayat keluarga dengan Ca
thyroid. Adanya suara serak, disfagia, nyeri leher, pembesaran nodul yang cepat,
tanda adanya kompresi seperti stridor dan dispnea, atau pembesaran kelenjar
limfe merupakan tanda adanya potensi invasi carcinoma pada struktur di
sekitarnya (Mitchell & Leight, 2006).
Riwayat yang mengurangi peluang carcinoma thyroid diantaranya:
riwayat keluarga dengan thyroiditis hashimoto atau penyakit thyroid autoimun,
riwayat keluarga dengan nodul thyroid jinak atau goiter, gejala hipothyroidism
atau hiperthyroidism (Mitchell & Leight, 2006).
Tanda dan gejala klinis carcinoma thyroid telah dievaluasi oleh German
Patient Care Evaluation Study of Thyroid Cancer (PCES) dan dibandingkan
dengan PCES di USA. Antara lain adanya riwayat paparan radioiodine, adanya
pembesaran thyroid, serta adanya nodul yang terpalpasi. Pada penelitian lain
didapatkan 40% pasien carcinoma thyroid dengan gejala awal ditemukannya
nodul soliter intrathyroidal (Reiners, 2005).
Selain gejala di atas, disfagia, nyeri leher, suara serak, dan stridor
ditemukan pada pasien dengan carcinoma thyroid. Namun, gejala klinis seperti
suara serak akibat paresis nervus laringeus (0,6%) ataupun metastase jauh
(0,8%) jarang ditemukan sebagai tanda awal carcinoma thyroid. Pembesaran
kelenjar limfe cervical merupakan gejala awal yang lebih sering ditemukan pada
pria (21%) dibanding pada wanita (10%). Pada pasien kurang dari 40 tahun,

11

pembesaran kelenjar limfe ditemukan tiga kali lebih sering dibandingkan pada
pasien usia lebih dari 50 tahun (Reiners, 2005).

2.4.2

Pemeriksaan Fisik

2.4.2.1 Inspeksi Anterior


Inspeksi dilakukan dengan teknik berikut (Santacroce et al, 2011):

Pasien duduk atau berdiri dengan posisi yang nyaman, dengan leher
sedikit ektensi. Pemeriksa melakukan inspeksi dari bagian depan.

Pengaturan arah cahaya untuk membantu mendeteksi massa.

Untuk meningkatkan visualisasi massa dapat dilakukan :


o

Mengekstensi leher pasien

Meminta

pasien

menelan

segelas

air,

dan

pemeriksa

memperhatikan pergerakan thyroid

Gb. 2.2 Gambaran Pembesaran Thyroid


(SpingerImages, 2009)

2.4.2.2 Palpasi
Palpasi dilakukan dengan teknik sebagai berikut (Santacroce et al, 2011):

Pasien dapat berdiri atau duduk

12

Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan mencari lokasi dari kelenjar


thyroid dengan teknik palpasi

Melakukan pemeriksaan massa yang teraba

Meminta pasien menelan ludah atau air untuk merasakan pergerakan dari
kelenjar thyroid

Palpasi dilakukan pada leher penderita untuk mengevaluasi ukuran dan


konsistensi dari thyroid dan mencari apakah terdapat nodul thyroid. Biasanya
nodul soliter memiliki konsistensi yang keras, rata-rata ukurannya kurang dari 5
cm, terfiksasi dengan jaringan sekitar, dan ikut bergerak jika pasien menelan
(Santacroce et al, 2011).
Tanda-tanda dari keganasan thyroid adalah teraba massa kenyal dan
tidak nyeri pada daerah thyroid. Massa yang terfiksasi pada otot atau trakea
menunjukan kecenderugan adanya keganasan. Nyeri dan pembengkakan yang
tiba-tiba mengarah pada perdarahan pada nodul ataupun keganasan yang
invasif. Suara serak dapat muncul sebagai akibat dari penekanan atau infiltrasi
pada saraf laring dan biasanya dihubungan dengan keganasan. Beberapa
pasien juga mengalami tanda-tanda pendesakan trakea ataupun esofagus,
seperti sesak napas atau sulit menelan (Santacroce et al, 2011).
Selain nodul, terkadang dapat ditemukan pembesaran thyroid yang difus,
kenyal, ireguler seperti pada thyroiditis kronis, lobus piramidal yang teraba, serta
tes antibodi yang positif yang merupakan tanda dari thyroiditis, namun tidak
menyingkirkan kemungkinan keganasan. Hal ini disebabkan sekitar 14-20 % dari
keganasan thyroid disertai adanya thyroiditis difus maupun fokal (Anonim, 2007).

2.4.3

Pemeriksaan Penunjang

13

2.4.3.1 Pemeriksaan Histopatologi


Berdasarkan rekomendasi terbaru dari American Papanicolaou Society
for Cytopathology, klasifikasi massa pada thyroid dibagi menjadi benigna (lesi
non-neoplastik), suspicious (lesi folikular selularitas tinggi atau onkositik) dan
malignansi (Reiners, 2005).
Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) dengan panduan ultrasonografi
direkomendasikan untuk menegakkan diagnosa pada nodul thyroid soliter dan
solid dengan echogenisitas rendah yang menunjukkan penurunan uptake
(Reiners, 2005).
Pada gambaran histologi Ca thyroid papiler dapatkan bentukan khas yaitu
sel thyroid yang bermacam-macam terorganisasi dalam lapisan monolayer dan
membentuk kelompok papiler yang disebut badan psamomma, pembesaran
nukleus dengan gambaran ground-glass yang mengandung kromatin dan
nukleolus yang besar dan irregular, serta didapatkan nuclear grooves dan
cytoplasmic inclusions (Reiners, 2005).

Gb.2.3 Gambaran Sitologi (pengecatan May-Grunwald-Giemsa) pada FNAB


Ca Thyroid Papilare
(Reiners, 2005)

2.4.3.2 Pemeriksaan Radiologi


Pada pasien dengan nodul thyroid yang dicurigai merupakan keganasan,
foto polos leher berguna untuk mengukur deviasi trakea atau melihat restriksi

14

pada lumen. Untuk melihat keterkaitan dengan organ sekitar (mediastinum) dan
staging, lebih disarankan penggunaan CT atau MRI. Pada kasus ca thyroid
dengan keterkaitan sternum, MRI direkomendasikan untuk dilakukan sebelum
operasi. Namun, CT dan MRI tidak dapat digunakan untuk membedakan apakah
lesi thyroid tersebut ganas ataupun jinak. Penggunaan kontras mengandung
iodine pada CT dikontraindikasikan pada dugaan keganasan thyroid (Reiners,
2005).

2.4.3.3 Pemeriksaan Tumor Marker


Pengunaan tumor marker spesifik thyroid, yaitu thyroglobulin, biasanya
tidak terlalu informatif pada kasus preoperatif dugaan keganasan thyroid karena
level thyroglobulin yang relatif tinggi, hingga 500 ng/ml, dapat ditemukan pada
cold nodule jinak (misalnya follicular adenoma atau oncocytic adenoma).
Didapatkan peningkatan serum thyroglobulin >500 ng/ml pada 72% pasien
dengan ca thyroid folikular dan 56% pada pasien dengan ca thyroid onkositik.
Pada pasien dengan metastase dari carcinoma primer yang belum diketahui,
kadar thyroglobulin yang tinggi mengindikasikan keganasan thyroid walaupun
tidak didapatkan gambaran abnormalitas yang besar pada pencitraan thyroid.
Potensi thyroglobulin sebagai tumor marker paling efektif jika digunakan setelah
operasi pengambilan thyroid dan terapi radioiodine (Reiners, 2005).
Pengukuran serum calcitonin rutin disarankan untuk screening carcinoma
thyroid medular pada pasien dengan nodul thyroid. Pada pasien dengan
penemuan yang mencurigakan (misalnya nodul dengan kalsifikasi, pembesaran
kelenjar

limfe),

pengukuran

serum

calsitonin

dapat

dilakukan

pemeriksaan penunjang bersama dengan FNAB (Reiners, 2005).

2.5

Pemeriksaan Radiologi Pada Ca Thyroid

sebagai

15

2.5.1

Foto Polos Regio Colli

2.5.2

USG (Ultrasonography) Thyroid

2.5.2.1 Gray Scale


Saat ini USG sering digunakan dalam pemeriksaan thyroid. Selain murah,
USG juga mudah digunakanan dan tidak memiliki efek radiasi. USG dapat
menentukan volume thyroid, ukuran nodul, struktur (difus, uni, atau multinodular),
echogenitas (iso-, hiper-, hipo-echogenik) dan juga dapat mengevaluasi struktur
leher di sekitar thyroid. USG yang disarankan adalah USG dengan frekuensi
tranduser tinggi (7,5-10 MHz) karena dapat mendeteksi lesi thyroid yang sangat
kecil (2-3 mm). Tanda keganasan thyroid yang sering ditemukan (90% kasus)
adalah dengan lesi hipoechoic yang solid. Jarang sekali ditemukan keganasan
thyroid dengan lesi isoechoic atau hiperechoic (Biersack and Grnwald; 2005)..
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui apakah adanya
halo sign (pada tepi nodul), degenerasi kistik, atau kalsifikasi dapat digunakan
untuk membedakan antara nodul thyroid yang jinak dan yang ganas. Hasilnya,
indikator yang dapat digunakan untuk membedakan nodul thyroid jinak atau
ganas adalah adanya invasi pada struktur sekitar thyroid dan adanya metastase
pada pembuluh limfe cervical (gambar 1). Ke depannya, penggunaan USG 3dimensi diharapkan lebih membantu dalam penegakan nodul thyroid secara
akurat (Biersack and Grnwald; 2005).

16

Gb. 2.4 Gambaran USG pada Ca Thyroid Papilare:


Tampak gambaran kontur yang ireguler dan deformasi kapsul thyroid
(Biersack and Grnwald; 2005)

2.5.2.2 Color Doppler


Lebih dari 10 tahun ini sudah digunakan colour Doppler dalam membantu
penegakan diagnosis nodul thyroid. Walaupun demikian belum ada penelitian
lebih lanjut apakah ada tanda spesifik pada keganasan thyroid. Pada penelitian
yang dilakukan Rago et al, vaskularisasi intra nodular meningkat 67% pada
kasus keganasan dan meningkat 50% pada kasus tumor thyroid yang jinak.
Tetapi Hegedues dan Kastrup berpendapat bahwa setidaknya 60-70% cold nodul
thyroid dapat diklasifikasikan sebagai nodul koloid jinak berdasarkan sonografi
konvensional dan FNAB dengan bantuan USG (Biersack and Grnwald; 2005).

2.5.3 CT (Computed Tomography) Scan Thyroid


CT dan MRI dalam pengelolaan carcinoma thyroid dapat digunakan
dalam dua situasi: penilaian pra operasi dan perkembangan penyakit yang
diobati. Pada pasien ini fungsi pencitraan bukan untuk menegakkan diagnosis
tetapi untuk penentuan staging tumor, khususnya untuk memberitahu ahli bedah
tentang perluasan ke daerah kritis dan struktur sekitarnya, terutama yang

17

berdekatan otot, arteri karotis, trakea, laring, faring, kerongkongan, dan


mediastinum. Tumor kecil yang terlihat pada USG (kurang dari diameter 10 mm)
dapat terabaikan pada CT dan MRI, oleh karena itu USG lebih disukai pada
kasus tumor multifokal.

Gb. 2.5 Gambaran CT scan Aksial Carcinoma Thyroid Tanpa Kontras:


Potongan aksial pada leher menunjukkan massa besar pada lobus kiri tiroid yang
meluas hingga isthmus (panah oranye), perluasan massa pada manubrium
(panah kuning), metastase paru multipel (panah merah)
(Lee, 2009)
Gambaran keganasan thyroid sering kali bervariasi tapi umumnya
menunjukkan sinyal intermediet pada T1 atau sinyal tinggi pada T2. Pemeriksaan
imaging sendiri tidak bisa menentukan jenis keganasan thyroid, namun imaging
dapat membantu membuat diagnosa banding pada beberapa tumor yang
memberi gambaran spesifik.

Gb. 2.6 Gambaran Beberapa Jenis Tumor Thyroid pada CT scan


(Biersack and Grnwald, 2005)
Carcinoma papiler biasanya relatif kecil, berbatas tegas, dan terlokalisir.
Sebagian kecil walaupun terlokalisir namun invasif dan dapat menyerang seluruh
lobus dari thyroid atau keluar dari thyroid ke dalam struktur yang berdekatan,

18

termasuk laring dan trakea dan, lebih sering, esofagus. Wilayah nekrosis kistik
sering muncul dalam tumor. Pungtat atau area klasifikasi berkabut (psammoma
bodies) dan deposit multifokal sering tidak terlihat pada CT. Metastase pada
kelenjar limfe sering terjadi (50% kasus) dan bilateral. Gambaran kelenjar limfe
sering kali bervariasi, dapat muncul gambaran kalsifikasi, bentukan solid,
hipervaskular, ataupun berbentuk kistik.

Gambar 2.7 Gambaran Ca Thyroid Papiler pada CT Scan dengan Kontras:


Tampak gambaran carcinoma thyroid bilateral berukuran kecil, perubahan
substansi kistik di bagian sentral, fokus berukuran kecil yang terkalsifikasi
(gambar anak panah)
(Biersack and Grnwald, 2005)

Carcinoma folikuler umumnya bersifat agresif dan invasif secara lokal.,


jarang kistik, dan jarang bermetastasis ke kelenjar limfe (sekitar 10%).
Carcinoma anaplastik sering mengadakan invasi lokal ke berbagai struktur
termasuk ke pembuluh darah leher, trakea, dan laring. Ca thyroid anaplastik ini
sering menunjukkan substansi kistik nekrosis dan perdarahan. Kalsifikasi amorf
sering muncul dan lebih dari seperempat kasus disertai metastase kelenjar limfe
mediastinum. Carcinoma medullare biasanya padat, kasar, serta menunjukkan
kalsifikasi dan invasi lokal. Lebih dari 50% kasus berhubungan dengan kelenjar
limfe leher dan kelenjar limfe mediastinum. Sekitar sepertiga dari tumor ini
mungkin terkait dengan beberapa neoplasma endokrin, sehingga seringkali

19

bilateral. Limfoma thyroid hampir selalu primer dan sering dikaitkan dengan
penyakit Hashimoto.
Limfoma thyroid biasanya muncul sebagai massa soliter, kadang-kadang
sebagai nodul ganda, dan jarang nekrosis.

2.5.3

MRI (Magnetic Resonance Imaging)


Hingga saat ini, hanya terdapat sedikit literatur tentang MRI (magnetic

resonance imaging) thyroid. Semula diharapkan teknik ini dapat membedakan


berbagai macam kelainan patologis dari jaringan thyroid, tetapi sampai saat ini
harapan tersebut tidak terpenuhi. Akibatnya, penggunaan MRI untuk memeriksa
thyroid berkembang jauh lebih lambat dibandingkan area tubuh lainnya.
Secara umum, peran dari pencitraan cross-sectional area ini telah
dikurangi pada tahun-tahun belakangan, karena fungsi kedokteran nuklir lebih
berguna bagi organ endokrin. Secara morfologi, organ berukuran kecil dan
terletak superficial secara anatomi lebih cocok untuk sonografi frekuensi tinggi,
sehingga biasanya tidak dibutuhkan penggunaan CT(computed tomography)
atau MRI. Hal ini juga berkaitan dengan efisiensi dari segi biaya (Biersack and
Grnwald; 2005).
Sampai akhir 1980-an, tiga pengecualian telah diterima: pemeriksaan
morfologi dari perluasan dan hubungan anatomi dengan goiter intratorakal,
carcinoma, dan carcinoma rekuren. Tetapi, sampai akhir-akhir ini penggunaan
klinis dari MRI untuk dua alasan awal diatas jarang direkomendaskan, walaupun
terkadang digunakan untuk mengetahui invasi ke jaringan sekitar oleh carcinoma
thyroid, tetapi untuk penentuan

staging awal penelitian

akhir-akhir ini

mengatakan bahwa ultrasonografi lebih superior dibandingkan dengan MRI.


Tetapi untuk follow-up MRI tetap merupakan alat yang berguna (Biersack and
Grnwald; 2005).

20

Thyroid

normal

dapat

dibedakan

dari

otot

sternothyroid

dan

sternocleidomastoideus oleh intensitas sinyalnya yang lebih hebat pada


gambaran T2-weighted. Pada gambaran T1-weighted, kelenjar adalah isointens
sampai sedikit hiperintens dibandingkan otot sekitar. Pada STIR gambarannya
adalah isointens. Kelenjar parathyroid normal terletak dibelakangnya, tetapi tidak
dapat dibedakan dari thyroid (Biersack and Grnwald; 2005)
Dibandingkan

dengan

jaringan

thyroid

normal,

hampir

semua

abnormalitas thyroid memiliki kecenderungan memanjang waktu relaksasinya


pada T1 dan T2 dengan variabilitas antar invividu yang luas. Hal ini dikarenakan
komposisi campuran dari koloid, fibrosis, nekrosis dan perdarahan. Lesi
hiperintens

pada

gambar

T1-weighted

biasanya

merupakan

hasil

dari

perdarahan atau kista koloid; pada gambar T2-weighted, hamper semua


perubahan

patologikal

mendemonstrasikan

peningkatan

intensitas

yang

homogeny atau heterogen. Sayangnya, terdapat kemiripan yang bermakna dan


saling tumpang tindih antara gambaran MR pada berbagai keadaan patologis
dari thyroid, termasuk carcinoma. Klinisi tidak mampu membedakan lesi jinak
dari ganas dengan menggunakan waktu relaksasi T1 dan T2, nilai difusi atau
berbagai usaha akhir-akhir ini dengan menggunakan pemeriksaan konras
dinamik. Terdapat laporan pendahuluan yang menjanjikan penggunaan MR
spektroskopi

untuk

tujuan

ini,

tetapi

sayangnya kemampuan dari MR

spektroskopi untuk memprediksi lesi jinak folikuler belum dikonfirmasi dengan


follow-up jangka panjang. Tetapi bagaimanapun skar dapat dibedakan degan
jelas dari carcinoma thyroid rekuren pada gambar T2-weighted karena jaringan
fibrous adalah hipointens terhadap otot (Biersack and Grnwald; 2005).
Gambar lesi hiperintens muncul jauh lebih menonjol pada gambaran
STIR. Biasanya protocol pemeriksaan thyroid pada literature MRI saat ini
termasuk T1 dan T2-weighted standar dengan atau tanpa pemeriksaan kontras

21

intravena. Hanya terdapat satu penelitian terakhir yang mana peulis melaporkan
penggunaan

sequence

STIR.

Biersack

and

Grnwald

(2005)

sendiri

menyebutkan penggunaan sequence penekan lemak (biasanya STIR) yang


menunjukkan semua perubahan patologis yang berhubungan pada pandangan
pertama dan memungkinkan mendeteksi bahkan penemuan yang sangat kecil
(Biersack and Grnwald; 2005).

Gb. 2.8 Gambaran MRI pada Carcinoma Thyroid:


Tampak gambaran fokus hiperintens di antara lobus thyroid
(SpringerImages, 2009)

Peran MRI sendiri sejauh ini pada carcinoma primer adalah memeriksa
morfologi dari luas jaringan masa juga keterlibatan jaringan sekitar seperti
pembuluh dan otot. Invasi tumor ke jaringan sekitar dapatdisingkirkan dengan
mendemonstrasikan garis lemak yang berkesinambungan dan intermediate,
yang paling baik terlihat pada gambaran T1-weighted. Tetapi bagaimanapun,
garis lemak ini tidak selalu ada dan mungkin akan sulit untuk membedakan invasi
tumor pada jaringan sekitar. Invasi tumor pada otot paling baik ditunjukkan

22

sebagai hiperintens pada STIR dan Gd-DTPA (gadolinium diethylene triamine


pentaacetic acid)-enhanced t1-weighted sequence, dimana gambaran otot
normal yang berbatasan dengan tumor mungkin menyingkirkan invasi otot
(Biersack and Grnwald; 2005).
Kemudian setelah thyroidektomi, terapi radioiodine (radioiodine therapy;
RIT) biasanya dilakukan sampai tidak lagi terdapat pengambilan patologis yang
terlihat. Jika setelah siklus RIT multiple dilakukan masih terdapat ambilan pada
daerah thyroid, maka menjadi penting untuk mengetahui berapa banyak masa
jaringan thyroid persisten dan apakah eksplorasi bedah kedua diperlukan. Sisa
thyroid ini terkadang susah didemonstrasikan dengan penggunaan sonografi,
terutama pada pasien dengan obesitas atau jika terdapat pada mediastinum
atas. Berdasarkan Biersack and Grnwald (2005) sisa ini sering teramati pada
MRI setelah satu sampai dua kali siklus RIT dan kemudian muncul sebagai
jaringan hiperintens pada STIR atau gambar T2 TSE-weighted meskipun sampai
saat ini kebanyakan literatur menyebutkan kebanyakan sisa thyroid ini tidak
tampak. Kemudian, setelah RIT yang berhasil sisa thyroid akan menjadi fibrous
yang memiliki waktu ralksasi T2 yang singkat dan konsekuensinya adalah
intensitas yang rendah pada gambaran T2. Hal ini menyebabkan skar dapat
dibedakan dari sisa yang masih vital, terutama pada STIR sequence. Sebagai
tambahan, kjaringan skar (fibrosis stabil) idak menyangat setelah Gd-DTPA
(Biersack and Grnwald; 2005).
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa terdapat persetjuan
penggunaan MRI untuk mendeteksi carcinoma thyroid rekuren dan terkadang
lebih baik dibandingkan pemeriksaan follow-up lainnya seperti skintigrafi dengan
131

I atau

201

Tl, atau sonografi, terutama bila serum tiroglobulin adalah negative.

Diagnosis banding paling penting dari carcinoma rekuren adalah skar; seperti
yang disebutkan diatas adalah hipointens pada T2-weighted atau gambaran

23

STIR, sedangkan carcinoma thyroid rekuren akan menghasilkan intensitas yang


tinggi dan menyangat setelah Gd-DTPA. Kesulitan dengan diagnosis banding ini
adalah ketika carcinoma muncul kembali awal, yaitu pada jangka waktu selama
jaringan sisa menjadi seperti skar. Hal ini dikarenakan keduanya sama-sama
hiperintens pada T2-weighted atau gambaranSTIR dan menyangat setelah
pemberian Gd-DTPA. Permasalahan ini dapat diatasi dengan membandingkan
dengan hasil MRI sebelumnya, yaitu lesi bari pada region jaringan thyroid yang
muncul sebagai tambahan terhadap sisa thyroid yang sudah diketahui, dan yang
tidak tampak sebagai nodus limfe tipikal yang tidak mencurigakan adalah sangat
mungkin merupakan carcinoma rekuren (Biersack and Grnwald; 2005).
Untuk metastase jauh dari carcinoma thyroid dapat muncul di hamper
semua region tubuh, terutama pada paru-paru dan tulang, dan dapat
didemonstrasikan dengan pemeriksaan MRI yang cukup (Biersack and
Grnwald; 2005).

2.5.4

Scintigrafi
Pencitraan radionuklida digunakan untuk mendemonstrasikan fungsi dari

jaringan yang secara anatomi normal maupun abnormal pada leher dan untuk
jaringan thyroid abnormal di tempat lain (Sutton, et al; 2003).
Anion tertentu memiliki selektivitas sehingga akan ditanggkap oleh thyroid
(dan juga oleh kelenjar air liur, mukosa gaster dan kolon, dan pleksus koroid dari
otak). Setelah penangkapan, hanya iodida yang akan mengalami organifikasi,
anion lainnya akan dilepaskan oleh kelenjar tanpa mengalami metabolisme lebih
lanjut, dan pelepasan ini dapat diperkuat dengan pemberian kalium perklorate.
Iodine memiliki 2,5 isotop, hanya satu yang stabil (I127), isotop lainnya bersifat
radioaktif (Sutton, et al; 2003).

24

I131 dipilih untuk tujuan terapi karena emisi beta dan waktu paruhnya
adalah 8 hari. Untuk pencitraan, I123 memiliki sifat yang paling menguntungkan,
termasuk waktu paruh berkisar 13 jam, tidak adanya emisi beta dan emisi dasar
gamma pada 159 KeV (Sutton, et al; 2003). Sehingga skintigrafi radioiodine
dapat digunakan sebagai metode yang sangat spesifik untuk memvisualisasi
jaringan tumor.
Tetapi

pada

banyak

kasus,

terutama

pada

carcinoma

yang

berdiferensiasi jelek dan pada carcinoma sel Hrthle, pengambilan radioiodine


menurun atau tidak sama sekali, akibat beberapa mekanisme, sebagian akibat
perubahan DNA, pengkodean Na+/I- symporter untuk dipertimbangkan. Maka,
sensitivitas dari skintigrafi radioiodine menurun dari sekitar 70% sampai kurang
dari 50% selama perjalanan klinis.
Meskipun pilihan terapi sering terbatas sampai pada batasan tertentu
pada pasien dengan metastase dengan radioiodine negatif, penentuan staging
yang tepat adalah penting untuk perencanaan langkah diagnostik dan terapeutik
selanjutnya. Tetapi, pada kasus dengan jaringan tumor dengan radioiodine
positif, teknik fungsional lainnya berguna secara klinis untuk membuktikan atau
menyingkirkan lokasi tumor yang radioiodine negatif, yang tidak dapat
dipengaruhi lebih lanjut oleh terapi radioiodine. Pada beberapa kasus, bila
rekurensi atau metastase dicurigai selama follow-up, meskipun tidak terdapat
peningkatan tiroglobulin yang teramati, karena mungkin terdapat tiroglobulin
patologis atau keberadaan dari sel yang berdiferensiasi sangat jelek yang telah
kehilangan kemampuan untuk mensintesa tiroglobulin. Maka, dibutuhkan teknik
pencitraan fungsional yang tumor spesifik untuk evaluasi pada pasien-pasien ini
(Biersack and Grnwald; 2005).
Salah satu anion yang mengalami perlakuan seperti diatas adalah
pertechnetate (TcO4). Jadi,

99m

Tc

dalam bentuk natrium pertechnetate cocok

25

untuk pencitraan thyroid, sebagai pengganti iodine. Saat ini, Tc-99mpertechnetate digunakan secara rutin (Biersack and Grnwald; 2005 dan Sutton,
et al; 2003) untuk skintigrafi thyroid karena

99m

Tc telah tersedia dan tidak mahal,

dan dosis radiasi yang ditimbulkan relatif rendah. Walaupun demikian,


Pertechnetate kurang cocok untuk memerkirakan fungsi thyroid dibandingkan
dengan pencitraan iodide, karena pengukuran pengambilannya tidak dapat
diandalkan untuk memisahkan kelenjar yang normal dan hipofungsi, meskipun
kelenjar dengan hiperfungsi dapat dikenali.
Maka untuk indikasi spesifik (contohnya, rekurensi atau metastase dari
carcinoma thyroid dengan diferensiasi baik setelah pembedahan)
merupakan

pilihan

radiofarmaseutikal

(Biersack

and

131

Grnwald;

I-NaI

2005).

Sedangkan I123 dipilih untuk pencitraan dari jaringan thyroid retrosternal atau
ektopik pada neonatus atau hipothyroidisme anak, dan pada follow-up dari
pasien yang telah menjalani operasi untuk keganasan thyroid (Sutton, et al;
2003).

Gb. 2.9 Gambaran Thyroid Scan dengan I-123 pada Carcinoma Thyroid:
Tampak uptake pada thyroid dan massa di inferior sternal notch. Poorly
differentiated thyroid carcinoma terletak di lobus kiri bawah dan isthmus
(Lee, 2009)
Selain tracer yang disebutkan diatas juga terdapat Tl201 (thalium klorida),
yang saat ini penggunaan klinisnya telah berkurang karena adanya energi
gamma rendah yang dikeluarkan dan meningkatnya kepentingan dari

99m

Tc

26

seperti

yang

disebutkan

diatas

yang

dilabel

dengan

hexakis

2-

methoxyisobutylisonitrile (MIBI) dan 1,2-bis [bis(2-ethoxyethyl)phosphino] ethane


(tetrofosmin), juga dengan peningkatan ketersediaan dari 18F-fluorodeoxyglucose
(FDG) positron emission tomography (PET) (Biersack and Grnwald; 2005).
Bahkan pada diagnosis primer dari carcinoma thyroid, Tl201,
dan

99m

Tc -MIBI,

18

F -FDG telah diajukan sebagai agen pencitraan untuk menentukan

keganasan dari nodul thyroid yang dicurigai. Tetapi dengan Kresnick et al (1997)
menyimpulkan bahwa akumulasi dan retensi MIBI tidak spesifik untuk keganasan
thyroid, maka pernyataan ini dapat dikembangkan dalam usaha untuk
menentukan keganasan nodul thyroid sebelum operasi dengan Tl201 atau PET
dengan 18F FDG (Biersack and Grnwald; 2005).
Untuk gambaran keganasan tanda tipikal pada skintigrafi adalah cold
nodul (Biersack and Grnwald; 2005). carcinoma thyroid dapat muncul sebagai
cold nodul soliter dalam kelenjar yang secara umum normal, atau sebagai cold
nodul dominan pada goter multinodular, sebagai penurunan atau hilangnya
fungsi dari seluruh lobus, atau sebagai penurunan fungsi secara difus yang
mengenai seluruh kelenjar (Sutton, et al; 2003).
Borner et al yang mempublikasikan penelitian mendetail pada awal 1965
tentang pemeriksaan skintigrafi pada 2.237 thyroid penderita. Ditunjukkan bahwa
frekuensi dari cold nodul meningkat dari 21% pasien dengan usia 15-16 tahun
sampai 44% pada pasien yang berumur diatas 65 tahun. Pada pasien yang lebih
muda dari 35 tahun, keganasan jarang didapatkan pada kasus hipofungsi.
Kontrasnya, carcinoma thyroid secara histology diverifikasi pada 11% dari cold
nodul pasien berusia 45-65 tahun dan 25% pada pasien dengan usia diatas 65
tahun (Biersack and Grnwald; 2005).

27

Gb. 2.10 Gambaran Cold Nodule pada Scintigrafi Menggunakan 99m


Technetium
(Heron, 2009)
Carcinoma terutama harus dicurigai ketika cold nodul thyroid muncul
secara soliter (dikatakan memiliki inisidensi lebih tinggi untuk keganasan
dibandingkan dengan nodul multipel), bertumbuh secara cepat, keras pada
palpasi, melibatkan laring, yang menimbulkan suara serak dan berhubungan
dengan pembesaran kelenjar limfe daerah leher. Juga perlu diperhatikan bahwa
keganasan muncul lebih sering pada pasien laki-laki, pada pasien dengan usia
dibawah 20 atau lebih dari 60 tahun, atau pada mereka dengan riwayat keluarga
dengan carcinoma thyroid, dan pada pasien yang sebelumnya menjalani
prosedur iradiasi pada kepala dan leher (Sutton, et al; 2003).
Pada keganasan thyroid tipe medular (Medullary thyroid cancer; MTC),
tumor yang jarang ini, yang menyumbang sampai 10% dari seluruh keganasan
thyroid,

timbul

dari

sel

thyroid.

Pada

kebanyakan

kasus

mereka

mensekresikan kalsitonin tetapi terkadang memproduksi ACTH, somatostatin,


substansi P atau antigen karsinoembrionik. Pada sekitar 20% kasus MTC
merupakan bagian dari familial multiple endocrine neoplasiea (MEN2) syndrome,
bersama dengan peokromositoma dan hiperparathyroidisme. Skintigrafi dengan
iodide atau pertechnetate menunjukkan satu atau lebih nodul yang tidak

28

berfungsi, mirip dengan penampilan dari adenocarcinoma. Walaupun demikian,


skintigrafi reseptor somatostatin telah digunakan secara dominan untuk
pencitraan MTC ini (Biersack and Grnwald; 2005). Pencitraan dengan analog
somatostatin,

111

ln-ocreotide

menunjukkan peningkatan aktivitas dari MTC

(Sutton, et al; 2003). reseptor somatostatin memediasi efek antiploriferatif dari


somatostatin dan terdapat pada jaringan normal juga pada berbagai jenis tumor
endokrin seperti MTC. Pada jaringan tumor, densitas reseptor somatostatin
biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan jaringan bukan tumor. Untuk
memvisualisasikan tumor yang mengandung reseptor somatostatin, analaog
kerja lama dari somatostatin diperlukan, karena waktu paruh dari somatostatin
dalam sirkulasi pendek; hanya berkisar 3 menit, akibat degradasi enzymatik.
Peptide sintetik (analog somatostatin) ocreotide dikembangkan oleh Bauer et al.
(1982) memenuhi kriteria ini. Tetapi, bagaimanapun proses pelabelan dari
ocreotide tidak cocok untuk penggunaan rutin. Oleh karenanya derivat
berkonjugasi-diethylenetriaminepentaacetic acid (DTPA) dari ocreotide yang
dilabel dengan

111

ln telah dikembangkan untuk penggunaan klinis rutin. Derivat

creotide yang dilabel

99m

Tc juga telah diperkenalkan untuk beberapa aplikasi

klinis rutin, dengan beberapa limitasi pada abdomen, tetapi sebanding pada
daerah leher dan mediastinum (Biersack and Grnwald; 2005).

Gb. 2.11 Gambaran Scintigrafi pada Carcinoma Thyroid Medullare


(Buscombe et al, 2008)

29

Seperti disebutkan diatas, untuk follow-up pada carcinoma thyroid yang


berdiferensiasi,

prosedur

skintigrafi

yang

berbeda

dengan

sejumlah

radiofarmaseutikal yang lebih atau kurang spesifik dapat digunakan. Prosedur


yang paling relevan adalah pemeriksaan seluruh tubuh (whole body scan)
dengan aktivitas diagnostik maupun terapeutik dari

131

I Nal, yang sering

menunjukkan metastae regional atau jauh yang tidak dapat dideteksi oleh
prosedur pencitraan lainnya. Peran dari skintigrafi seluruh tubuh dengan Tl201 dan
99m

Tc -MIBI atau tetrofosmin pada follow-up pasien dengan carcinoma thyroid

berdiferensiasi

setelah

pembedahan

dan

atau

terapi

radioiodine

juga

berkembang dengan baik (terutama pada tumor yang tidak mengambil


radioiodine).
Akhir-akhir ini, PET (positron emission tomography) dengan

18

F -FDG

merupakan prosedur pencitraan yang menjanjikan terutama pada pasien dengan


hasil negatif pada pemeriksaan radioiodine (Biersack and Grnwald; 2005).
Whole body scan juga dapat dilakukan dengan I123 dengan aktivitas yang
ditingkatkan pada metastase dari carcinoma thyroid berdiferensiasi baik yang
mengambil radioiodine sampai dosis diagnosis, dapat dilanjutkan dengan terapi
dengan dosis yang jauh lebih besar dari I131. Disebutkan lebih lanjut, bahwa pada
kasus seperti ini adalah penting untuk mengkonfirmasi bahwa seluruh jaringan
thyroid normal telah dibersihkan, jika tidak maka seluruh dosis diagnostik
maupun terapeutik akan berakumulasi pada jaringan normal yang tersisa dan
sensitivitas untuk diagnostik metastasenya akan berkurang (Sutton, et al; 2003).
Terakhir, beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pelaksanaan
prosedur diatas adalah mengingat sensitivitas yang lebih besar pada thyroid
anak terhadap radiasi, penelitian pada anak menunjukkan beberapa peringatan,
yaitu iodide dan pertechnetate menembus plasenta dan keduanya disekresikan
kedalam ASI, jadi pencitraan thyroid memiliki kontraindikasi relatif selama

30

kehamilan dan menyusui. Kemudian, pencitraan dapat sangat tergangu bila


pasien menjalani pengobatan dengan suplemen thyroid atau menerima
pemberian iodine yang tinggi. Penggunaan media kontras radiografi dapat
menekan pengambilan iodine oleh thyroid sampai satu bulan, sehingga
pencitraan harus dijadwalkan dengan tepat. Pasien dalam pengobatan tiroksine
harus diganti dengan T3 sebulan sebelum pencitraan dijadwalkan, dan T3 harus
dihentikan beberapa hari secepatnya beberapa hari sebelum dilakukan
pencitraan. Carbimazole dan obat antithyroid yang berhubungan tidak harus
dihentikan, karena meraka tidak mengganggu proses pengambilan iodide, hanya
mempengaruhi organifikasinya. Pengobatan jangka panjang dengan amiodaron
juga dapat mengganggu pencitraan thyroid karena menginduksi pemberian
iodide (Sutton, et al; 2003)

2.6

Terapi
Terdapat beberapa terapi untuk seluruh pasien dengan carcinoma thyroid.

Empat jenis modalitas terapi yang biasa digunakan, yaitu:

2.6.1.1 Terapi Pembedahan


Pembedahan adalah terapi tersering dari keganasan thyroid. Operasi yang
sering dilakukan (Thyroid Cancer Survivors' Association, 2011)
a. Lobectomy yaitu hanya mengambil daerah thyroid yang ditemukan
carcinoma.
b. Subtotal thyroidectomy yaitu mengangkat semua thyroid kecuali hanya
sebagian kecil saja.
c. Total thyroidectomy yaitu mengangkat seluruh organ thyroid.
d. Diseksi limfonodi yaitu mengangkat limfonodi pada leher yang
mengandung carcinoma.

31

2.6.1.2 Terapi Radiasi


Terapi radiasi menggunakan x-ray energi tinggi untuk membunuh sel
carcinoma dan tumor yang mengkerut. Radiasi untuk carcinoma thyroid dapat
menggunakan suatu mesin di luar tubuh (external radiation therapy) atau dengan
meminum cairan yang mengandung radiactive iodine. Karena thyroid mengambil
iodine, radioaktif yodium mengumpulkan di jaringan thyroid lainnya dalam tubuh
dan membunuh sel carcinoma (Thyroid Cancer Survivors' Association, 2011).
Meskipun sebagian besar carcinoma thyroid dapat diangkat dengan
pembedahan, tetapi modalitas terapi tersebut memiliki beberapa kesulitan karena
adanya nervus recurrent laryngeal dan kelenjar the parathyroid, yang berada
pada sekitar kelenjar thyroid. Konsekuensi dari pembedahan yang agresif justru
menimbulkan morbiditas yang signifikan, terkadang menyebabkan terjadinya
hypoparathyroidsm atau paralisis dari nervus recurrent laryngeal. Karena itulah
subtotal thyroidectomy sering digunakan sebagai terapi standar. Sebaran
jaringan residual thyroid dapat menjadi jaringan normal tanpa ada tanda-tanda
keganasan. Laporan pertama mengenai terapi radioiodine dalam kasus
metastase carcinoma thyroid adalah pada tahun 1945. Efikasi dari terapi
radioiodine adalah berkaitan langsung pada pengambilan tumor dan retensi
(Parthasarathy dan Crawford, 2002).
Penggunaan radioiodine untuk pengobatan hyperthyroidsm, ablasio
thyroid, atau metastase thyroid adalah berdasarkan pada indusi radiasi pada
jaringan yang rusak yang disebabkan oleh energi sinar radiasi yang
dipancarkan. Hanya jaringan carcinoma thyroid yang well-differentiated mampu
mengarahkan radioiodine pada beberapa derajat yang signifikan. Ini termasuk
carcinoma papillary, follicular, dan mixed papillary-follicular. Carcinoma thyroid
anaplastic merupakan kasus yang jarang sekali dapat mengarahkan radioiodine.
Carcinoma thyroid medullary tidak sesuai untuk pengobatan dengan radioiodine

32

karena tidak radiosensitif walaupun jaringannya dapat memerangkap iodine.


Seperti yang dijelaskan pada awalnya, penggunaan terapi radioiodine pada
carcinoma medullary masih kontroversial (Parthasarathy dan Crawford, 2002).

2.6.1.3 Terapi Hormon


Terapi

hormon

menggunakan

hormon-hormon

untuk

menghentikan

pertumbuhan sel carcinoma. Dalam melakukan terapi carcinoma thyroid, hormon


dapat

digunakan

untuk

menghentikan

tubuh

membuat

hormon

dapat

meningkatkan pertumbuhan carcinoma. Hormon biasanya diberikan dalam


bentuk pil (Thyroid Cancer Survivors' Association, 2011).
Pada beberapa literatur dikatakan bahwa semua pasien dengan carcinoma
thyroid harus dilakukan terapi hormon setelah dilakukan thyroidectomy sebagai
koreksi surgically induced hypothyroidism dan untuk menekan pertumbuhan
yang terstimulasi dari carcinoma thyroid persisten maupun yang rekuren dengan
menurunkan kadar thyroid-stimulating hormone (TSH). TSH memiliki fungsi
utama dalam mengkontrol pertumbuhan dan diferensiasi dari sel folikuler thyroid
normal. Hormon ini disekresi oleh kelenjar thyroid dan mengandung glikoprotein
dari subunit alpha dan beta. Setelah berikatan dengan reseptor membran, TSH
menstimulasi proliferasi sel folikuler dan memiliki fungsi diferensiasi, termasuk
uptake iodine, sintesis thyroglobulin, dan produksi hormon thyroid. Thyrotropin
releasing hormone (TRH) menstimulasi sekresi TSH, meningkatkan hormon
thyroid (thyroxin, T4) dan menurunkan sekresi TSH sebagai mekanisme
feedback pada level pituitary (Biersack dan Grnwald, 2005).
Prinsip utama terapi hormon thyroid berdasarkan hasil penelitian yang
meunjukkan bahwa proliferasi sel thyroid merupakan TSH dependent. Selain itu,
sekresi TSH dapat dihambat via terapi hormon thyroid pada semua pasien
carcinoma thyroid yang well-differentiated. Terapi hormon thyroid dapat

33

menurunkan sekresi TSH dan memiliki karakteristik khusus yang mampu


mengekspresikan diferensiasi sel folikuler. Sebelum menggunakan radioiodine,
terapi hormon thyroid harus dihentikan terlebih dahulu (rata-rata selama 4
minggu) dengan tujuan untuk diagnosis dan terapi carcinoma thyroid. Uptake
radioiodine, sintesis thyroglobulin, dan sekresi hormon dari sel carcinoma itu
sendiri dapat distimulasi oleh peningkatan level TSH (Biersack dan Grnwald,
2005).
Pilihan terapi hormonal pada carcinoma thyroid adalah levothyroxine (LT4). L-T4 adalah hormon utama yang diproduksi oleh kelenjar thyroid dan
dikonversi menjadi bentuk aktif dari hormon thyroid, yaitu triiodothyronine (T3),
terutama di liver. Mekanisme ini juga terjadi setelah administrasi secara oral dari
L-T4. Kadar serum T3 lebih stabil setelah administrasi dari L-T4 daripada
administrasi oral dengan menggunakan hormon T3 secara langsung. Beberapa
sumber menyebutkan bahwa terapi hormonal dengan T3 tidak diindikasikan
(Biersack dan Grnwald, 2005).
Terapi hormonal (L-T4) ini dilakukan seumur hidup, namun tergantung
pada status klinis pasien. Pada pasien yang sudah sembuh, terapi hormonal ini
lebih ditujukan untuk menjaga kadar hormon thyroid dalam kadar rendah tetapi
masih dalam batas yang dapat dideteksi. Sedangkan pada pasien dengan
penyakit yang persisten atau rekuren, tujuan terapi hormonal adalah untuk
menjaga supresi dari TSH sekaligus mencegah hyperthyroidsm yang berlebihan,
sehingga diperlukan dosis minimal. Efek samping dari terapi hormonal ini
minimal, baik efek pada jantung maupun pada tulang. Meskipun demikian, L-T4
dapat memperburuk beberapa keadaan (Biersack dan Grnwald, 2005).

2.6.1.4 Kemoterapi

34

Kemoterapi menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel carcinoma.


Kemoterapi dapat dikonsumsi dengan pil, atau dapat dimasukkan ke dalam
tubuh dengan jarum melalui intravena atau intramusculer. Kemoterapi disebut
sebagai systemic treatment karena obat ini memasuki pembuluh darah,
kemudian diedarkan ke seluruh tubuh, dan dapat membunuh sel carcinoma di
luar kelenjar thyroid (Thyroid Cancer Survivors' Association, 2011).
Penelitian terkait kemoterapi pada pasien carcinoma thyroid baik jenis welldifferentiated maupun undifferentiated sangat terbatas. Hal ini dikarenakan
sebagian besar tumor berespon baik pada terapi pembedahan, terapi
radioiodine, atau external radioterapi. Cytotoxic drugs sering digunakan secara
khusus pada pasien dengan tumor yang tidak resektabel, tidak berespon pada
131I, dan sudah diterapi namun tidak berspon dengan external radioterapi.
Sebagian besar pasien dengan metastase jauh kehilangan kemampuan untuk
berspon pada 131I dan meninggal dalam 5 tahun. Meskipun demikian, sebagian
pasien mampu bertahan dalam keadaan stabil dalam beberapa bulan ataupun
tahun tanpa terapi spesifik. Kemoterapi pada differentiated thyroid cancer
seharusnya hanya dapat diberikan pada kasus metastasis yang progresif yang
refrakter pada terapi radioiodine. Hanya pada poorly differentiated dan anaplastic
carcinoma saja yang dapat dilakukan kemoterapi diikuti terapi konvensional
sebagai modalitas dini (Biersack dan Grnwald, 2005).
Modalitas terapi dengan citotoxic drugs dibagi berdasarkan jenis tumornya.
Selain itu, obat-obatan yang dipakai juga dibagi menjadi monoterapi dan terapi
kombinasi. Pada monoterapi biasa menggunakan doxorubicin, bleomycin, atau
cisplatin tergantung jenis tumornya. Sedangkan pada terapi kombinasi dapat
diberikan doxorubicin dan bleomicyn, doxorubicin dan cisplatin, atau terapi
kombinasi lainnya (Biersack dan Grnwald, 2005).
2.6.2 Terapi Berdasarkan Stadium Carcinoma Thyroid

35

Terapi dari keganasan thyroid juga tergantung pada tipe dan stadium
penyakit, serta usia dan keadaan umum pasien. Terapi standar dapat
dipertimbangkan karena keefektivan terapi tersebut pada pasien-pasien sesuai
studi sebelumnya, atau partisipasi dari penelitian klinis dapat dipertimbangkan
sebagai jenis terapi. Tidak semua pasien terobati dengan terapi standar, dan
beberapa terapi standar justru menimbulkan efek samping yang lebih besar
daripada efek terapeutik. Untuk alasan itulah, clinical trial dilakukan untuk
mencari cara terbaik dalam terapi pasien carcinoma dan menjadi dasar informasi
yang terbaru. Selain itu, clinical trial sudah digunakan pada beberapa negara
untuk pasien-pasien dengan carcinoma thyroid (Thyroid Cancer Survivors'
Association, 2011).

2.7

Prognosis
Prognosis Ca thyroid dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat

dikategorikan menjadi 2 kelompok, yakni berdasar karakteristik tumor dan


berdasar karakteristik pasien. Faktor-faktor tersebut antara lain:
2.7.1

Karakteristik Tumor

2.7.1.1 Ukuran tumor


Papillary Thyroid Carcinoma (PTC) yang ukurannya kurang dari 1 cm,
yang disebut sebagai mikrocarcinoma,

seringkali ditemukan secara tidak

sengaja selama pembedahan pada tumor thyroid jinak. Sementara pada tumor
yang tidak mengancam jiwa dan tidak membutuhkan pembedahan lebih jauh,
sebanyak 20% bersifat multifokal, dan 60% mengalami metastase ke kelenjar
limfe leher, beberapa diantaranya dapat diraba. Metastase paru jarang terjadi,
khususnya pada tumor multifokal dengan metastase cervical, yang merupakan
satu-satunya mikrocarcinoma dengan angka morbiditas dan mortalitas yang

36

signifikan. Dengan pengecualian tadi, angka rerata rekurensi dan mortalitas


carcinoma thyroid hampir mendekati nol.
Pada Differentiated Thyroid Carcinoma (DTC) yang ukurannya lebih kecil
dari 1,5 cm rerata angka rekurensi selama 30 tahun lebih rendah sepertiga kali
daripada tumor yang ukurannya lebih besar. Terdapat hubungan linear antara
ukuran tumor dan rekurensi carcinoma serta mortalitas baik pada carcinoma
papillary maupun carcinoma follicular. Meskipun demikian keputusan terapi apa
yang akan diambil terhadap pasien dengan tumor ini sangat kompleks.

2.7.1.2 Jumlah Tumor


Sekitar 20% dari PTC yang ditemukan bersifat multisenter ketika
dilakukan pemeriksaan thyroid secara rutin dan sebanyak 80% ditemukan tumor
lebih dari satu jika dilakukan pemeriksaan thyroid dengan sangat teliti. Adanya
tumor multisenter tidak dapat diprediksi dari stratifikasi faktor resiko klinis. Hal
tersebut tidak dapat dipastikan sampai dilakukannya studi klinis pada potongan
histopatologis akhir dari semua kelenjat thyroid, sehingga harus dilakukan eksisi
pada lobus kontralateral dan ablasi pada kelenjar yang masih tersisa pada
sebagian besar kasus.
Diantara pasien yang menjalani thyroidektomi total pada DTC unilateral,
separuhnya memiliki tumor pada lobus kontralateral. Ketika tumor multifokal
muncul pada lobus kelenjar thyroid yang pertama kali dieksisi atau ketika tumor
muncul kembali setelah pembedahan, maka biasanya ditemukan tumor
multifokal bilateral. Pasien dengan tumor intrathyroid multipel memiliki angka
insiden metastase nodul setidaknya dua kali lebih besar daripada jenis lainnya
dan tiga kali pada paru-paru serta metastase jauh lainnya, dan lebih sering
berkembang menjadi penyakit yang persisten dibandingkan dengan tumor soliter.

37

Rerata mortalitas carcinoma thyroid selama 30 tahun pada pasien dengan tumor
multipel dua kali lebih besar daripada pasien dengan tumor soliter.

2.7.1.3 Invasi Tumor Lokal


Sebanyak 5-10% tumor tumbuh ke jaringan di sekitarnya secara
langsung, meningkatkan baik morbiditas maupun mortalitas. Invasi tumor secara
mikroskopis maupun makroskopis dapat terjadi pada PTC dan FTC, yang
meliputi otot leher, pembuluh darah, nervus laringeus rekuren, laring, faring, dan
esofagus, atau mungkin tumor bisa mencapai korda spinalis dan pleksus
brachialis. Gejala yang muncul biasanya antara lain suara parau, batuk, disfagia,
hemoptisis, dan penyempitan jalan nafas atau gangguan fungsi neurologis.
Penyebaran tumor ekstrathyroid biasanya pada KGB sekitar dan metastase jauh.

2.7.1.4 Metastase regional


Metastase PTC pada limfonodi terjadi lebih sering dan sering pada
tempat-tempat yang tidak diprediksi. Pada satu penelitian, sebagai contoh, 60%
pasien dengan PTC yang metastase limfonodi cervical: sepertiganya bilateral
dan hampir 25% didapatkan di daerah paratrakea kontralateral. Mikrometastase
pada limfonodi cervicalis sering ditemukan ditempat-tempat yang tidak
berhubungan dengan tempat tumor thyroid, khususnya pada pasien dengan
mikrocarcinoma. Metastase KGB dapat diidentifikasi dengan cara mendeteksi
KGB sentinel menggunakan pewarna biru isosulfan atau penanda lainnya
selama pembedahan. Melakukan pemeriksaan USG leher dengan teliti sebelum
pembedahan juga sangat membantu. Pada satu penelitian, sebagai contoh USG
pre-operatif dapat mendeteksi metastase pada KGB atau jaringan lunak di
daerah kompartemen leher yang tidak diketahui saat pemeriksaan fisik pada
40% pasien, hal tersebut berpengaruh terhadap prosedur pembedahan yang

38

akan dilakukan. Sementara beberapa orang percaya bahwa metastase KGB


kurang berperan terhadap prognosis, tetapi sebagian besar metastase KGB
berperan penting dalam mempengaruhi hasilnya. Sebuah penelitian menemukan
bahwa adanya metastase pada KGB meningkatkan kejadian metastase jauh
sebanyak lebih dari 11 kali. Metastase KGB cervical, khususnya bilateral dan
letaknya di derah mediastinum, merupakan faktor resiko tersendiri untuk
terjadinya rekurensi, metastase jauh, dan angka harapan hidup.

2.7.1.5 Metastase Jauh


Sekitar 10% pasien dengan PTC dan 25% pasien dengan FTC
mengalami metastase jauh. Metastase jauh terjadi lebih sering pada HTC
dibandingkan PTC atau FTC dan pada usia lebih dari 40 tahun. Diantara 1231
pasien yang dilaporkan dalam 13 penelitian, 49% mengalami metastase ke paruparu, 25% ke tulang, 15% ke tulang dan paru-paru, dan 10% ke sistem saraf
pusat atau jaringan lunak lain. Hasil tersebut terutama dipengaruhi oleh usia
pasien, tempat metastase tumor dan kemampuan tumor berinvasi. Meskipun
beberapa pasien dengan metastase jauh dapat bertahan hidup selama beberapa
dekade, khususnya pasien dengan usia lebih muda, sekitar setengahnya
meninggal dalam 5 tahun dengan histopatologi tumor jenis apapun. Pada
penelitian yang dilakukan di Prancis, angka ketahanan hidup pasien dengan
metastase jauh sekitar 35% pada 5 tahun pertama, 38% pada 10 tahun
berikutnya, dan 30% pada 15 tahun kemudian.

2.7.2

Karakteristik Pasien

2.7.2.1 Usia Pasien


Setiap penelitian menunjukkan bahwa usia pasien saat terdiagnosa
merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan prognosis dan

39

carcinoma thyroid lebih mematikan pada usia 40 tahun atau lebih. Resiko
kematian dari keganasan meningkat dengan bertambahnya dekade dari usia
seseorang, secara dramatis akan meningkat tajam setelah usia 60 tahun. Pola
dari rekurensi tumor cukup berbeda satu sama lain. Rerata rekurensi tertinggi
(40%) pada usia ekstrim, yaitu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 60 tahun.
Terlepas dari pengaruh jelas dari usia terhadap angka ketahanan hidup, terdapat
ketidaksepahaman tentang bagaimana hal tersebut dapat dilibatkan dalam
rencana terapi, khususnya pada anak-anak dan dewasa muda. Pada anak-anak
umumnya terjadi penyakit yang lebih lanjut daripada dewasa dan memiliki
rekurensi tumor yang lebih sering setelah terapi, tetapi prognosis ketahanan
hidup

mereka baik. Beberapa orang percaya bahwa usia muda memiliki

pengaruh baik terhadap ketahanan hidup yang berkebalikan dengan prognosis


yang didasarkan pada karakteristik tumor. Mayoritas percaya bahwa stadium
tumor dan perbedaan histopatologi merupakan hal penting seperti halnya usia
pasien dalam menentukan prognosis dan penatalaksanaannya.

2.7.2.2 Jenis Kelamin


Rerata keatian carcinoma thyroid pada pria dua kali lebih tinggi daripada
wanita. Pria dengan carcinoma thyroid harus diberi perhatian khusus, terutama
pada usia lebih dari 50 tahun dimana sebagian besar terjadi tumor stadium
lanjut.

2.7.2.3 Penyakit Grave


Antibodi reseptor tirotropin bisa meningkatkan pertumbuhan tumor pada
pasien dengan penyakit Grave. Sebagian ditemukan carcinoma thyroid pada
nodul yang bisa dipalpasi pada pasien dengan penyakit Grave. Tumor tersebut
lebih besar dan menunjukkan sifat yang agresif. Carcinoma thyroid yang terjadi

40

pada pasien dengan penyakit Grave lebih invasif dan sering bermetastase ke
limfonodi regional meskipun tumor primernya berukuran kecil.

41

BAB 3
KESIMPULAN

Carcinoma thyroid adalah suatu penyakit dimana sel maligna (carcinoma)


terbentuk di jaringan kelenjar thyroid. Carcinoma thyroid dibagi menjadi
carcinoma papilare, carcinoma folikuler, carcinoma medulare, carcinoma
anaplastik, limfoma thyroid primer, dan sarkoma thyroid primer. Setiap tahunnya
kasus baru carcinoma thyroid sekitar 1% dari diagnosa kasus baru, dengan
carcinoma papilare merupakan keganasan tersering, yakni 80% dari semua
neoplasma thyroid. Sebagaimana keganasan lainnya, penyebab carcinoma
thyroid belum diketahui secara pasti, namun diduga hal ini disebabkan oleh
adanya mutasi pada gen jaringan thyroid.
Diagnosis carcinoma thyroid dapat ditegakkan melalui anamnesa
(terutama yang berkaitan dengan faktor resiko), pemeriksaan fisik (terutama
melalui inspeksi dan palpasi), dan pemeriksaan penunjang (pemeriksaan
histopatologi, pemeriksaan radiologi, pemeriksaan tumor marker). Pemeriksaan
radiologi pada carcinoma thyroid dapat dilakukan melalui USG, MRI dan
scintigrafi. USG merupakan pemeriksaan radiologi yang paling sering digunakan
dalam pemeriksaan thyroid, karena murah, mudah digunakan, dan tidak memiliki
efek radiasi.
Terapi pada carcinoma thyroid meliputi pembedahan, radiasi, hormonal,
dan kemoterapi. Pemilihan jenis terapi ini ditentukan berdasar jenis dan stadium
klinisnya. Prognosa carcinoma thyroid dipengaruhi beberapa faktor, yakni
karakteristik tumor (ukuran tumor, jumlah tumor, invasi tumor lokal, metastase
regional maupun metastase jauh) dan karakteristik pasien (usia pasien, jenis
kelamin, dan adanya penyakit Grave)

42

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Evaluation of The Thyroid Nodule : Physical Findings. Online:
http://www.medscape.com/thyroid. Diakses pada 25 Januari 2012.
Biersack, H-J, Grnwald, F. 2005. Thyroid Cancer, 2nd edition. Germany: PRO
EDIT GmbH, Heidelberg.
Buscombe, J; Hirji, H; Witney-Smith, C. 2008. Nuclear Medicine in the
Management of Thyroid Disease: Anaplastic Cancer and Medullary
Thyroid Cancer. Online: http://www.medscape.com/viewarticle580420_4.
Diakses pada 26 Januari 2012.
Cobin RH, Gharib H, et all. 2001. Endocrine Practice, in: AACE/AAES Medical/
Surgical Guidelines For Clinical Practice: Management of Thyroid
Carcinoma. Volume 7. Number 3. United States: American College Of
Endocrinology. Online:
http://www.aace.com/pub/pdf/guidelines/thyroid_carcinoma.pdf. Diakses
pada 23 Januari 2012.
Heron, P. 2009. Thyroid Cold Nodule. Online:
http://www.oncoprof.net/Generale2000/g04_Diagnostic/Scintigraphie/g0_
gb_scinti06.html. Diakses pada 26 Januari 2012.
Kloos RT, Eng C, Evans DB, Francis GL, Gagel RF, Gharib H, et al. Medullary
Thyroid Cancer: Management Guidelines Of The American Thyroid
Association. Thyroid. Jun 2009;19(6):565-612.
Konstantakos, A. 2011. Anaplastic Thyroid Karsinoma. Online:
http://emedicine.medscape.com/article/283165-overview#a0104. Diakses
tanggal 25 Januari 2012.
Konstantakos, A. 2011. Medullary Thyroid Karsinoma. Online:
http://emedicine.medscape.com/article/282084-overview#a0104. Diakses
tanggal 25 januari 2012.
Lee, Stephanie L. 2009. When a Hot Nodule is Not a Toxic Thyroid Adenoma.
Online: http://www.endocrinetoday.com/view.aspx?rid=40686. Diakses
pada 26 Januari 2012.
Lukitto, P; dkk. 2004. Protokol Penatalaksanaan Kanker Tiroid, dalam: Protokol
PERABOI 2003, hal: 18-32. Bandung: PERABOI.

43

Mazzaferri, Ernest L., Harmer, Clive, Mallick, Ujjal K., Pat Kendall-Taylor. 2006.
Practical Management of Thyroid Cancer, A Multidisciplinary Approach.
United States of America: Springer Science and Business Media.
Mitchell, G. & Leiht, D. 2006.Thyroid Cancer and the General Practitioner dalam
Practical Management of Thyroid Cancer 2006. New York: Springer.
National Cancer Institute. 2011. Thyroid Cancer Treatment. Online:
http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/thyroid/Patient/page1.
Diakses tanggal 25 Januari 2012.
National Comprehensive Cancer Network, Inc. 2006. NCCN Clinical Practice
Guidelines in Oncology. Thyroid Carcinoma. Version 2. Online:
http://www.nccn.org. Diakses pada 23 Januari 2012.
Parthasarathy, K. Laxman, Crawford, Elpida S. 2002. Treatment of Thyroid
Carcinoma: Emphasis on High-Dose 131I Outpatient Therapy. Department
of Nuclear Medicine. Journal of Nuclear Medicine. New York City: Main
St. Buffalo.
Reiners,C. 2005. The Diagnosis of Thyroid Cancer in Thyroid Cancer 2nd
Edition, editor Bierzack & Brunwald. New York: Springer.
Santacore, Luigi. 2011. Follicular Thyroid Karsinoma. Online:
http://emedicine.medscape.com/article/278488-overview#a0104. Diakses
tanggal 25 Januari 2012.
Santacore, Luigi. 2011. Papillary Thyroid Karsinoma.
http://emedicine.medscape.com/article/282276-overview#a0104. Diakses
tanggal 25 Januari 2012.
Sharma, PK. 2011. Thyroid Cancer. Online:
http://emedicine.medscape.com/article/851968. Diakses tanggal 26
Januari 2012.
Thyroid Cancer Survivors' Association. 2011. Thyroid Cancer Types, Stages and
Treatment Overview. http://www.thyca.org/types.htm. Diakses tanggal 25
Januari 2012.
Way LW, Doherty GM. 2003. Current Surgical Diagnosis and Treatment. 11th
Edition. New York: McGraw-Hill/Appleton & Lange.

Anda mungkin juga menyukai