Anda di halaman 1dari 35

BAB I

KONSEP DASAR MEDIK


KARSINOMA TIROID

A. Pengertian

Nodul tiroid atau pembesaran kelenjar tiroid adalah pertumbuhan

yang berlebihan dan perubahan struktural dengan atau tanpa perubahan

fungsional pada satu atau beberapa bagian di dalam jaringan tiroid normal.

Nodul tiroid dapat bersifat jinak atau ganas (Suyatno & Emir, 2014).

Karsinoma tiroid merupakan penyakit keganasan yang sering

ditemukan pada sistem endokrin. Insidensinya meningkat seiring dengan usia

dan mendatar setelah usia 50 tahun. Kejadian pada perempuan dua kali lebih

banyak dibanding laki-laki (Tanto, Cris dkk. 2014).

Kanker tiroid dapat berdeferensiasi baik, misalnya adenokarsinoma

papiler dan folikuler, atau berdeferensiasi buruk, seperti karsinoma medularis

dan anaplastik. Kadang-kadang ditemukan dalam kelenjar getah bening atau

di tempat lain. Pada 80% kasus, tumor kelenjar tiroid terlihat sebagai suatu

nodul yang simtomatis. Tanda-tanda pertama kadang adanya metastase ke

kelenjar leher. Kelumpuhan salah satu pita suara merupakan gejala yang

terlambat (Van den Broek, 2009).

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa

karsinoma tiroid/kanker tiroid adalah penyakit keganasan yang sering


2

ditemukan pada sistem endokrin dan terlihat sebagai suatu nodul yang

simtomatis. Mayoritas kasus terjadi pada wanita.

B. Anatomi fisiologi kelenjar tiroid

Kelenjar tiroid merupakan organ yang bentuknya seperti kupu-kupu

dan terletak pada anterior dari trakea (Gambar 1.1). Kelenjar ini merupakan

kelenjar endokrin yang paling banyak vaskularisasinya, dibungkus oleh

kapsula yang berasal dari lamina pretracheal fascia profunda. Kapsula ini

melekatkan tiroid ke laring dan trakea. Kelenjar ini terdiri atas dua buah lobus

lateral yang dihubungkan oleh suatu jembatan jaringan isthmus tiroid yang

tipis dibawah kartilago krikoidea di leher, dan kadang-kadang terdapat lobus

piramidalis yang muncul dari isthmus di depan laring (Sjamsuhidajat,dkk.

2010).

Kelenjar tiroid terletak di leher depan setentang vertebra cervicalis 5

sampai thoracalis 1, terdiri dari lobus kiri dan kanan yang dihubungkan oleh

isthmus. Setiap lobus berbentuk seperti buah pear, dengan apeks di atas

sejauh linea oblique lamina cartilage thyroidea, dengan basis di bawah cincin

trakea 5 atau 6.9 Kelenjar tiroid mempunyai panjang 5 cm, lebar 3 cm, dan

dalam keadaan normal kelenjar tiroid pada orang dewasa beratnya antara 10

sampai 20 gram. Aliran darah ke dalam tiroid per gram jaringan kelenjar

sangat tinggi 5 ml/menit/gram tiroid ( Sjamsuhidajat, dkk. 2010).


3

Gambar 1.1
Anatomi Kelenjar Tiroid Manusia
(Sumber : Tresnastia22, 2015)

Jaringan tiroid memiliki dua jenis sel yang memproduksi hormon.

Sel folikuler memproduksi hormon tiroid, yang berperan untuk

mempengaruhi denyut jantung, suhu tubuh, dan tingkat energi. Sedangkan sel

C (sel parafolikuler) memproduksi kalsitonin yang membantu mengendalikan

kadar kalsium dalam darah (Suyatno & Emir, 2014).

Dua hormon tiroid utama yang dihasilkan oleh folikel-folikel adalah

tetraiodo-thyronine (T4) dan triiodotironin (T3). T4 mengandung empat atom

yodium dan T3 mengandung tiga atom yodium. T4 disekresi dalam jumlah

lebih banyak dibandingkan dengan T3, tetapi apabila dibandingkan milligram

per milligram, T3 merupakan hormon yang lebih aktif daripada T4

(Sjamsuhidajat, dkk. 2010).


4

Hormon T3 dan T4 berfungsi mengatur sistem metabolisme tubuh.

Produksi hormon tiroid diatur oleh otak melalui Thyrotropin Releasing

Hormone (TRH) yang diproduksi oleh hipofisis dan Thyroid Stimulating

Hormone (TSH) yang diproduksi hipotalamus.

Jika TSH meningkat maka kerja kelenjar tiroid dalam memproduksi

hormon T3 dan T4 meningkat. Hal sebaliknya terjadi apabila TSH menurun.

Tetapi kerja TSH juga diatur oleh kadar hormon tiroid yang beredar dalam

darah. Jika kadar T3 dan T4 berlebihan dalam darah maka akan memberikan

efek negatif terhadap hipotalamus dan hipofisis sehingga kadar TSH

menurun, sehingga sel-sel folikuler kelenjar tiroid mengurangi produksi

hormon T3 dan T4, dan sebaliknya. Inilah yang disebut negative feed back

mechanism.

(- ) = Inhibition
Hypothalamus (+) = Stimulation

TRH (+)

T3, T4 (-) Pituitari

TSH (+)
T3, T4 (-)

Thyroid

Gambar 1.2. Skema produksi dan mekanisme kerja


kelenjar tiroid dan faktor-faktor yang mepengaruhinya

(Sumber : Suyatno & Emir, 2014).


5

C. Proses Terjadinya Masalah

a. Faktor Presipitasi

Menurut Suyatno & Emir (2014) penyebab pasti karsinoma tiroid

sampai saat ini masih belum diketahui.

b. Faktor Predisposisi

1) Paparan radiasi

a) 9 % karsinoma tiroid dikarenakan paparan radiasi

b) Raadiasi pada anak-anak (15 tahun) merupakan faktor risiko

mayor untuk karsinomar tiroid.

c) Proporsi solid-varian papillary thyroid cancer lebih tinggi pada

anak dengan riwayat radiasi dibanding yang tidak pernah

diradiasi (Suyatno & Emir, 2014).

2) Genetik

Mutasi gen RET (Rearranged During Transfection) dapat

diturunkan dari orang tua ke anaknya. Hampir semua orang dengan

mutasi gen RET, terjadi kanker tiroid meduler (Suyatno & Emir,

2014).

3) Kelainan tiroid jinak: goiter, adenoma dan tiroiditis. Kondisi

hipertiroid dan hipotiroid tidak meningkatkan resiko terjadinya

keganasan tiroid (Suyatno & Emir, 2014).


6

4) Diet

Makanan yang banyak mengandung mentega, keju, dan

daging meningkatkan risiko, sedangkan buah-buahan segar,

sayuran (kubis, brokoli, bunga kol), makanan yang kurang iodium

meningkatkan risiko. Kadar iodium yang rendah dapat terjadi

karena paparan radiasi atau karena kelainan tiroid jinak (Suyatno &

Emir, 2014).

5) Pengaruh usia dan jenis kelamin

Apabila nodul tiroid terdapat pada penderita berusia

dibawah 20 tahun dan diatas 70 tahun, resiko keganasan lebih

tinggi. Umumnya penderita lebih banyak perempuan dari pada laki-

laki. Penderita laki-laki memiliki prognosa keganasan yang lebih

jelek dibandingkan dengan penderita wanita (Tanto, Chris dkk.

2014).

c. Patofisiologi

Menurut Suyatno & Emir (2014) ada empat tipe dari

karsinoma tiroid yang merupakan mayoritas kasus yaitu karsinoma

papillari tiroid, karsinoma folikuler tiroid, karsinoma medularis tiroid,

karsinoma anaplastik. Karsinoma papillari tiroid, karsinoma folikuler

tiroid, dan karsinoma anaplastik berasal dari sel folikel kelenjar tiroid
7

yang memproduksi hormon tiroid. Sedangkan karsinoma medularis

berasal dari sel-sel C (parafolikuler yang mensekresi kalsitonin).

1) Karsinoma papillari tiroid

Tipe ini merupakan golongan terbesar dari karsinoma

tiroid. Umumnya tumbuh lambat, biasanya terdapat pada usia

kurang dari 40 tahun dan jarang ditemukan pada anak-anak.

Penyerbaran terutama melalui sistem kelenjar getah bening

regional. Dapat juga bermetastasis jauh ke paru-paru atau tulang.

Biasanya terdapat multisentris atau bilateral. Tumor primer dapat

menginfiltrasi trakhea atau esofagus hingga menimbulkan gejala

obstruksi.

2) Karsinoma folikuler tiroid

Karsinoma folikuler tiroid lebih banyak ditemukan di

daerah yang kekurangan iodium . Karsinoma ini dapat ditemukan

di semua umur, tetapi lebih banyak pada usia di atas 40 tahun.

Penyebaran terutama melalui sistim vaskuler

(hematogen), metastasis jauh ke tulang, tetapi jarang menyebar ke

kelenjar getah bening regional. Kemungkinan untuk mengalami

perubahan menjadi karsinoma anaplastik dua kali lebih besar dari

tipe adenokarsinoma papiler.

Sel-sel folikel pada tumor ini tidak mempunyai

karakteristik yang khas seperti pada karsinoma papiler. Jenis


8

karsinoma folikuler didasarkan pada ada atau tidaknya invasi sel

tumor ke kapsul tiroid atau pembuluh darah.

Terdapat 3 macam invasi sel yaitu :

a) Invasi minimal : invasi hanya pada kapsul

b) Invasi moderate : ditemukan angioinvasi

c) Invasi luas : invasi pada kapsul dan pembuluh darah.

Penderita dengan adenoma folikuler benigna memerlukan

pemantauan karena ada kemungkinan bagian yang merupakan

tanda keganasan.

3) Karsinoma meduler tiroid

Sering ditemukan pada usia tua (50-60 tahun). Berasal dari

sel C (parafolikuler) yang terletak pada bagian atas dan tengan

lobus tiroid. Dari gambaran mikroskopis terlihat adanya

hiperplastik sel C yang mengandung immunoreaktif kalsitonin.

Kalsitonin dapat diukur dengan radioimmunoassay dapat

digunakan untuk screening atau follow up penyakit ini.

Kanker ini disebut juaga dengan karsinoma solidum

karena sangat keras seperti batu. Tipe ini juga bersifat herediter.

4) Karsinoma anaplastik

Perjalanan penyakit karsinoma anaplastik cepat dan

biasanya fatal. Penyebaran melalui sistem getah bening dan

bermetastasis jauh. Dalam beberapa minggu atau bulan sudah

menyebabkan keluhan akibat penekanan dan invasi karsinoma


9

berupa gejala obstruksi pernafasan atau obstruksi esofagus.

Keadaan umum cepat menurun dan tumor cepat bermetastasis jauh.

Pada beberapa keadaan jenis ini berasal dari karsinoma papiler

yang tidak diobati atau karsinoma papiler yang sudah diobati

dengan radiasi.

d. Manifestasi Klinis

Menurut Tanto, Crish dkk (2014) pasien biasanya akan mengeluhkan

benjolan di leher bagian depan yang semakin membesar dan biasanya

tidak nyeri. Pasien dapat mengeluhkan suara serak sampai kesulitan

menelan apabila sudah ada perluasan tumor ke struktur sekitarnya.

Berikut ini tanda-tanda karsinoma tiroid :

1) Nodul soliter pada anak-anak, laki-laki, atau usia tua,

2) Nodul cepat membesar,

3) Nodul berbatas tegas dan keras,

4) Nodul dengan gejala infasi lokal seperti suara serak, sesak napas,
atau susah menelan.

e. Klasifikasi Karsinoma Tiroid

Tabel 1.1
Klasifikasi TNM karsinoma tiroid menurut AJCC

Karsinoma Tiroid papiler atau folikuler


Stadium < 45 tahun >45 tahun
Stadium 1 T apapun, N apapun, M0 T1, N0, M0
Stadium 2 T apapun, N apapun, M1 T2 atau T3, N0, M0
10

Karsinoma Tiroid papiler atau folikuler


Stadium < 45 tahun >45 tahun
Stadium 3 - T4, N0, M0
T apapun, N1, M0
Stadium 4 - T apapun, N apapun, M1
Karsinoma Tiroid Anaplastik
Stadium 4 Semua kasus termasuk dalam stadium 4
Karsinoma Tiroid Medular
Stadium 1 T1, N0, M0
Stadium 2 T2-T4, N0, M0
Stadium 3 T apapun, N1, M0
Stadium 4 T apapun, N apapun, M1

Keterangan :

T : Ukuran tumor primer.

T0 : Tidak didapat tumor primer.

T1 : Tumor dengan ukuran tumor terbesar 1 cm atau kurang, masih

terbatas pada tiroid.

T2 : Tumor dengan ukuran lebih dari 1 cm atau ukuran terbesar tidak

lebih dari 4 cm, masih terbatas pada tiroid.

T3 : Tumor dengan ukuran lebih dari 4 cm, dan masih terbatas pada

tiroid.

T4 : perluasan langsung ke kapsul tiroid.

T4a : Tumor dengan ukuran 1 cm, dengan perluasan langsung ke kapsul

tiroid dan menginvasi jaringan lunak subkutas, laring, trakhea,

esofagus n.laringeus rekuren.


11

T4b : Tumor dengan ukuran 1-4 cm, tumor menginvasi fasia

prevertebra, pembuluh darah mediastinum atau arteri karotis.

N : ada (N1) atau tidaknya (N0) keterlibatan kelenjar getah bening

regional

M : ada (M1) atau tidaknya (M0) metastasis

f. Pemeriksaan Diagnostik

1) Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik, kecurigaan

adanya proses keganasan pada penderita nodul tiroid apabila

ditemukan hal sebagai berikut (Suyatno & Emir, 2014) :

Tabel 1.2
Anamnesis dan Pemeriksaan fisik

Anamnesis Pemeriksaan fisik

1) Riwayat radiasi 1) Nodul padat dan keras


2) Pertumbuhan cepat 2) Pembesaran kelenjar getah
3) Suara serak bening regional
4) Riwayat keluarga positif 3) Metastasis jauh : tulang, paru,
5) Riwayat keluarga dengan jaringan lunak
MEN 4) Terfiksasi dengan jaringan
6) Tetap membesar dengan sekitarnya
terapi tiroksin 5) Paralisis pita suara
7) Umur < 20 tahun >50 tahun 6) Penyempitan jalan nafas

2) Pemeriksaan laboratorium

Tiroid Stimulating Hormon (TSH) harus diperiksa pada

pasien untuk menentukan keadaan hipertiroid atau hipotiroid.

Serum kalsitonin harus diukur pada pasien dengan riwayat keluarga

kanker tiroid meduler. Kadar serum T3, T4 dan TSH umumnya


12

normal pada penderita kanker tiroid. Untuk skrining pada pasien

yang tidak ada gejala hipotiroid atau hipertiroid pemeriksaannya

cukup free T4 dan TSH saja.

Pemeriksaan kadar serum akan terlihat saat pemantauan

setelah terapi pembedahan total tiroidektomi. Apabila kadar

tiroglobulin meningkat diperkirakan ada metastasis (Suyatno &

Emir, 2014).

3) Pemeriksaan radiologi

a) Ultrasonografi (USG)

USG berguna untuk membedakan lesi kistik atau solid

selain itu, untuk menentukan jumlah dan letak nodul, pembesaran

kelenjar getah bening, pengerah biopsi dan menilai respon terapi

supresi. Pemeriksaan USG bukan sebagai pemeriksaan diagnostik

primer pada nodul tiroid. Tetapi pemeriksaan USG dianjurkan

sebagai pemeriksaan awal, bila hasil USG kista murni, dilakukan

aspirasi dan pemeriksaan sitologi. Dan apabila USG memberikan

gambaran solid dilakukan pemeriksaan scan tiroid (Suyatno &

Emir, 2014).

b) Scan tiroid

Prinsip dasar pemeriksaan penunjang ini adalah

pengambilan (aptek) dan distribusi yodium radioaktif pada

kelenjar gondok. Melalui pemeriksaan ini, dapat dilihat bentuk,


13

besar, letak dan distribusi dalam kelenjar. Hasil dapat berupa

cold/warm/not nodule (Tanto, Chris dkk, 2014).

c) Pemeriksaan sidik tiroid

Pemeriksaan sidik tiroid dapat memberikan beberapa

gambaran aktivitas, bentuk dan besar kelenjar tiroid. Kegunaan

pemeriksaan ini adalah untuk memperlihatkan nodul,

mengidentifikasi sisa jaringan tiroid setelah operasi tiroid dan

mencari daerah metastasis setelah total tiroidektomi (Suyatno &

Emir, 2014).

d) Pemeriksaan FNAB

Penggunaan pemeriksaan sitologi ini sebagai alat bantu

diagnostik dapat digunakan untuk menegakkan diagnostik

karsinoma tipe papilar, anapilastik, medular, tiroiditis dan

kebanyakan koloid nodul jinak. Namun demikian FNAB tidak bisa

membedakan adenoma folikular dan karsinoma folikular dan nodul

koloid yang hiperseluler (Tanto, Chris dkk, 2014).

e) Pemeriksaan Histopatologi

Merupakan pemeriksaan diagnostik utama. Jaringan

diperiksa setelah dilakukan tindakan lubektomi atau

isthmolobektomi. Kemudian diwarnai degangan Hematoksilin

Eosin (HE) dan diamati dibawah mikriskop lalu ditentukan


14

diagnosa berdasarkan gambaran pada preparat (Tanto, Chris dkk,

2014).

f) Pemeriksaan Potong Beku (Frozen Section)

Dengan pemeriksaan potong beku dapat membedakan

jinak atau ganas saat operasi berlangsung, dan sekaligus untuk

menentukan tindakan operasi definitif. Salah satu masalah yang

mungkin ditemukan dalam potong beku kelenjar tiroid adalah lesi

folikuler. Lesi folikuler adalah nodul dengan folikel berukuran

kecil tanpa pertumbuhan papiler. Istilah lesi folikuler digunakan

pada hasil potong beku tiroid apabila Ahli Patologi Anatomi tidak

dapat menentukan adanya keganasan pada suatu nodul (Manuaba,

2010).

Kekurangan dalam pemeriksaan potong beku diharapkan

dapat ditanggulangi dengan mengkombinasikannya dengan

pemeriksaan sitologi imprint. Pemeriksaan sitologi imprint adalah

pemeriksaan yang cepat dan sederhana yang dapat dilakukan

dengan dua cara :

(1) Jaringan dipotong dengan pisau lalu permukaan jaringan

dikerok dengan lembut, kemudian dipulas ke kaca benda.

(2) Menekan dengan lembut permukaan jaringan ke kaca benda,

dengan cara ini diharapkan letak sel sesuai dengan

sesungguhnya di jaringan asalnya, lalu dipulas dengan

pewarna hematoksillin eosin.


15

Kriteria adekuat apabila sediaan mengandung 5 ampai 6

kelompok folikel dimana tiap kelompok mengandung 10 sel atau

lebih (Suyatno & Emir, 2014).

g. Komplikasi Karsinoma Tiroid

Menurut Bilotta (2011) ada beberapa komplikasi yang dapat

disebabkan oleh karsinoma tiroid, yaitu:

1) Disfagia : disfagia dapat diartikan sebagai gangguan menelan

2) Stridor : merupakan respirasi bernada tinggi, berisik seperti

hembusan angin, sebuah tanda obstruksi saluran pernafasan

3) Perubahan hormon : peningkatan hormon TSH

4) Metastasis ke tempat yang jauh.

h. Penatalaksanaan medis

Ada beberapa penatalaksanaan medis untuk karsinoma tiroid, yaitu :

1) Terapi pembedahan

Menurut Ari (2010) ada 6 macam pembedahan tiroid, yaitu :

(a) Ismektomi : pengengkatan tiroid jinak yang berada pada

ismus tiroid, beserta bagian ismus dari kelenjar tiroid.

(b) Lobektomi subtotal : pengangkatan nodul tiroid beserta

jaringan tiroid sekitarnya pada satu sisi, dengan meninggalkan

sebanyak kurang lebih 5 garam jaringan tiroid normal di


16

bagian posterior dekat tempat masuk nervus rekuren ke dalam

laring. Operasi ini dilakukan pada tonjolan jinak tiroid.

(c) Lobektomi total : pengangkatan nodul tiroid beserta jaringan

tiroid seluruhnya pada satu sisi. Operasi ini dilakukan pada

tonjolan jinak tiroid yang mengenai seluruh jaringan tiroid

satu lobus, atau pada tonjolan tiroid dengan hasil pemeriksaan

FNA menunjukkan suatu hasil neoplasma folikuler.

(d) Tiroidektomi subtotal : pengangkatan nodul tiroid beserta

jaringan tiroid sekitarnya pada kedua sisi, dengan

meninggalkan kurang lebih 5 gram jaringan tiroid normal di

bagian posterior dekat tempat masuk nervus rekuren ke dalam

laring di tiap sisi. Oprasi ini dilakukan pada tonjolan jinak

tiroid yang mengenai kedua sisi.

(e) Tiroidektomi hampir total : pengangkatan tonjolan tiroid

beserta seluruh jaringan tiroid pada stu sisi disertai

pengangkatan sebagian besar jaringan tiroid sisi kontralateral

dengan menyisakan sekitar 5 gram saja pada sisi tersebut.

Operasi ini dilakukan pada tonjolan jinak tiroid yang

mengenai seluruh jaringan tiroid satu lobus dan sebagian

jaringan tiroid kontralateral. Dilanjutkan dengan pemberian

ablasi sisa jaringan tiroid menggunakan yodium radioaktif.

(f) Tiroidektomi total : pengangkatan tonjolan tiroid beserta

seluruh jaringan tiroid. Operasi ini dilakukan pada karsinoma


17

tiroid deferensiasi baik terutama bila disertai adanya faktor

prognostik yang jelek, karsinoma tiroid tipe meduler,

karsinoma tiroid tipe anaplastik yang masih operabel.

Karsinoma tiroid yang berdeferensiasi baik, sebaiknya

dilakukan pembedahan. Selain mengangkat lesi primer, juga

dilakukan penentuan stadium. Jenis pembedahan yang dilakukan

tergantung dengan jenis karsinoma yang di alami. Lubektomi dan

tiroidektomi total adalan salah satu metode pembedahan untuk

karsinoma tiroid. Lubektomi atau tiroidektomi subtotal tadak

dianjurkan karena akan meningkatkan resiko operasi selanjutnya

jika hasil operasi adalah keganasan (Tanto, Crish dkk. 2014).

Sebelum pembedahan dilakukan pemeriksaan klinis

untuk menentukan apakah nodul tiroid tersebul maligna atau

benigna. Bila nodul suspek maligna dibedakan apakah operable

atau inoperable.

Jika nodul inoperable dilakukan biopsi insisi untuk

pemeriksaan histopatologi, setelah ada hasilnya diberikan radiasi

eksterna. Pada nodul suspek maligna dan operable dilakukan

tindakan istmulobektomi dengan pemeriksaan potong beku

(Frozen Section). Hasil yang didapat :

a) Lesi ganas, maka dilakukan tiroidektomi total kecuali pada

karsinoma papiler resiko rendah. Karsinoma papiler dengan

resiko rendah dilakukan instmulobektomi saja namun bila


18

penderita tidak memungkinkan untuk kontrol rutin dianjurkan

untuk total tiroidektomi.

b) Anaplastik, jika memungkinkan dilakukan tiroidektomi total.

Bila tidak memungkinkancukup debulking dilanjutkan

dengan radiasi eksterna.

c) Lesi jinak, operasi selesai dilanjutkan observasi.

d) Lesi folikuler, operasi selesai dilanjutkan observasi, jika hasil

histopatologi pasca operasi lesi ganas, dilakukan operasi

completion total thyroidektomy (Suyatno & Emir, 2014).

Tindakan istmulobektomi ini dianjurkan dengan

pertimbangan jika nantinya penderita menolak operasi kembali,

tindakan tersebut dianggap sudah cukup. Nodul yang secara klinis

adalah suspek benigna dilakukan FNAB, bila hasilnya suspek

maligna, lesi folikuler, dan sel hurtle dilakukan istmulobektomi

dan potong beku, jika hasilnya ganas dilakukan total tiroidektomi.

Nodul yang secara klinis benigna dan hasil FNAB

benigna dengan diameter kurang dari 2 cm dilakukan observasi.

Jika diameter lebih dari 2 cm atau tumor cenderung membesar

dianjurkan untuk operasi.

Apabila tidak terdapat fasilitas potong beku, nodul secara

klinis suspek maligna dan inoperable dilakukan biopsi insisi

untuk kemudian diradiasi eksterna. Apabila operable dilakukan

lubektomi atau isthmulobektomi kemudian ditunggu hasil blok


19

paraffinnya, jika hasilnya jinak operasi di anggap selesai, jika

ganas (folikuler, meduler, dan papiler resiko tinggi dilakukan

tiroidektomi total (Suyatno & Emir, 2014).

Manifestasi klinis pasca operasi total tiroidektomi

menurut Tjakra (2010) :

a) Nyeri pada tempat insisi

b) Perdarahan / keluar cairan dari tempat insisi

c) Gangguan menelan

d) Suara serak

e) Sesak nafas karena adanya edema laring

Komplikasi pasca operasi tiroidektomi antara lain :

a) Perdarahan

Perdarahan pasca operasi merupakan komplikasi

operasi tiroid yang paling serius. Perdarahan biasanya terjadi

setelah endotracheal tube dicabut. Sumber bisa dari arteri

atau vena besar yang robek. Pasien mungkin batuk atau

muntah yang menyebabkan peningkatan tekanan vena yang

mengakibatkan ligasi vena terlepas atau perdarahan minimal

menjadi masif (Suyatno & Emir, 2014).

b) Obstruksi Jalan Nafas

Obstruksi terjadi karena perdarahan, edema laring

dan paralisis pita suara. Edema laring, pita suara dan ovula

mengakibatkan jalan nafas inadekuat. Umumnya disebabkan


20

oleh hipotiroidism berat yang tidak diterapi, namun bisa juga

disebabkan intubasi yang tidak tepat (Suyatno & Emir, 2014).

c) Cedera nervus laringeus.

Cedera nervus laringeus superior mempengaruhi

ketegangan pita suara yang mengakibatkan kelemahan suara,

perubahan timbre sehingga penderita kesulitan bernyanyi

atau bicara lama. Bila cabang sensoris dari nervus laringeus

superior cedera akan terjadi aspirasi karena anastesi mukosa

laring.

Cidera nervus laringeus inferior merupakan

komplikasi yang lebih serius karena mengakibatkan paralisis

pita suara. Paralisis ipsilateral mengakibatkan suara lemah

dan berat (serak). Paralisis bilateral mengakibatkan obstruksi

jalan nafas. Paralisis ini dapat sementara (sembuh dalam 6

bulan) atau permanen (Suyatno & Emir, 2014).

d) Hipoparatiroid

Hipoparatiroid terjadi karena terangkatnya kelenjar

paratiroid. Hipoparatiroid ini mengakibatkan hipokalsemia

dengan berbagai tanda gejala klinis. Hipokalsemia umumnya

terjadi 48 sampai 72 jam setelah operasi tapi terkadang terjadi

lebih lambat (Suyatno & Emir, 2014).


21

e) Mortalitas Pasca Bedah

Kematian pasca operasi sangat jarang terjadi setelah

tiroidektomi (Suyatno & Emir, 2014).

2) Diseksi leher

Diseksi leher profilaksis (elektif) pada karsinoma papiler

dianjurkan berupa diseksi leher sentral pada saat total

tiroidektomi. Diseksi leher sentral adalah pengangkatan struktur

limfatik dan non-limfatik (Suyatno & Emir, 2014).

3) Terapi radio-iodin

Terapi ini diberikan pada pasien yang telah menjalani

tiroidektomi total dan pada scan tiroid masih tampak sisa (Tanto,

Crish dkk. 2014).

i. Fisiologi Penyembuhan Luka

Menurut Suriadi (2004) penyembuhan luka adalah suatu

proses yang kompleks dengan melibatkan banyak sel. Proses

penyembuhan luka melalui beberapa fase. Fase tersebut meliputi

koagulasi, inflamasi, proliferasi, dan fase remodeling.

1) Fase koagulasi

Fase koagulasi merupakan fase awal penyembuhan luka

dengan melibatkan platelet. Awal pengeluaran platelet akan

menyebabkan vasokonstriksi dan terjadi koagulasi. Proses ini


22

berfungsi sebagai hemostasis dan mencegah perdarahan yang

lebih luas. Pada tahap ini terjadi adhesi, agregasi dan degranulasi

pada sirkulasi platelet di dalam pembentukan gumpalan fibrin.

Proses koagulasi ini sangat bermanfaat pada proses penyembuhan

luka, tetapi pada perlukaan yang berat seperti luka bakar yang

luas, akan berdampak negatif pada suplai darah yaitu bila terjadi

koagulasi dapat mengakibatkan iskemik pada jaringan.

2) Fase inflamasi

Fase inflamasi terjadi beberapa menit setelah luka dan

kemudian dapat berlangsung 2-4 hari. Selama fase ini sel-sel

inflammatory terikat dalam luka dan aktif melakukan

penggerakan dengan likosites. Yang pertama kali muncul dalam

luka adalah neutrofil. Kemudian neutrofil akan memfagosit

bakteri dan masuk ke matriks fibrin dalam persiapan untuk

jaringan baru.

Dalam waktu yang singkat mensekresi mediator

vasodilatasi dan sitokinin yang mengaktifkan fibroblast dan

keratinosit dan mengikat makrofag ke dalam luka. Kemuadian

makrofag memfagosit patogen, dan sekresi sitokinin dan growth

factor seperti platelet derived growth factor (PDGF) dan

transforming growth factor (TGF), granulocyte colony

stimulating factor (G-CSF), C5a, TNF, IL-1 dan IL-8. Leukosit


23

bermigrasi menuju daerah luka. Terjadi deposit matriks fibrin

yang mengawali proses penutupan luka.

3) Fase Proliferasi

Fase proliperatif terjadi dari hari ke 4-21 setelah trauma.

Keratinosit disekitar luka mengalami perubahan fenotif. Regresi

hubungan desmosomal antara keratinosit pada membran basal

menyebabkan sel keratin bermigrasi kearah lateral. Keratinosit

bergerak melalui interaksi dengan matriks protein ekstraselular.

(fibronectin, vitronectin dan kolagen tipe I). Faktor proangiogenik

dilepaskan oleh makrofag, vascular endothelial growth factor

(VEGF) sehingga terjadi neovaskularisasi dan pembentukan

jaringan granulasi.

4) Fase remodeling

Remodeling merupakan fase yang paling lama pada

proses penyembuhan luka,terjadi pada hari ke 21-hingga 1 tahun.

Terjadi kontraksi luka, akibat pembentukan aktin myofibroblas

dengan aktin mikrofilamen yang memberikan kekuatan kontraksi

pada penyembuhan luka. Pada fase ini terjadi juga remodeling

kolagen. Kolagen tipe III digantikan kolagen tipe I yang

dimediasi matriks metalloproteinase yang disekresi makrofag,

fibroblas, dan sel endotel. Pada masa 3 minggu penyembuhan,

luka telah mendapatkan kembali 20% kekuatan jaringan normal.


24

Menurut Suriadi (2004) faktor yang mempengaruhi

penyembuhan luka antara lain :

1) Usia

Pada usia lanjut proses penyembuhan luka lebih lama

dibandingkan dengan usia muda. Faktor ini karena kemungkinan

adanya proses degenerasi, tidak adekuatnya pemasukan makanan,

menurunnya kekebalan tubuh, dan menurunnya sirkulasi.

2) Nutrisi

Faktor nutrisi sangat penting dalam proses penyembuhan

luka. Pada pasien yang mengalami penurunan tingkat diantaranya

serum albumin, total limfosit dan transferin. Hal tersebut menjadi

resiko terhambatnya proses penyembuhan luka. Kekurangan

vitamin A menyebabkan berkurangnya produksi makrofag.

Kekurangan vitamin E berpengaruh terhadap produksi kolagen.

Sedangkan defisiensi vitami C dapat menyebabkan kegagalan

fibroblas dalam memproduksi kolagen, dan dapat menyebabkan

terjadinya ruptur pada kapiler dan mudah terjadi infeksi.

3) Isufisiensi vaskular

Isifisiensi vaskular menjadi salah satu faktor penghambat

pada proses penyembuhan luka. Seringkali pada kasus luka

ekstremitas bawah seperti luka diabetik dan dekubitus yang

berdampak pada penurunan sirkulasi darah.


25

4) Obat-obatan

Obat-obatan sangat berpengaruh pada proses penyembuhan luka

terutama pada pasien yang menggunakan terapi steroid,

kemoterapi, dan immunosupresi.

D. Diagnosa Keperawatan yang Muncul

Diagnosa Keperawatan Post Total Tiroidektomi menurut Heather

Herdman & Shigemi Kamitsuru (2015) :

1. Nyeri berhubungan dengan agen injury fisik (Post total tiroidektomi).

2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan program pembatasan

gerak.

3. Gangguan menelan berhubungan dengan trauma (post total

tiroidektomi).

4. Defisit perawatan diri : mandi berhubungan dengan nyeri (Post total

tiroidektomi).

5. Defisit perawatan diri : berpakaian berhubungan dengan nyeri (Post

total tiroidektomi).

6. Resiko perdarahan dengan faktor resiko trauma (Post total

tiroidektomi).

7. Resiko infeksi dengan faktor resiko prosedur invasif (Post total

tiroidektomi)
26

E. Intervensi

Menurut Gloria M Bulechek (2016), intervensi dari diagnosa

keperawatan di atas antara lain :

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (Post Total

Tiroidektomi)

Definisi : Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan

yang muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang

digambarkan sebagai kerusakan dan berlangsung kurang dari 6 bulan.

Kriteria hasil :

a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu

menggunakkan tehnik non farmakologi untuk mengurangi nyeri )

b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakkan

manajemen nyeri

c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda

nyeri)

Tabel 1.3 Intervensi dan Rasional


Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (Post total tiroidektomi)

Intervensi Rasional (Dongoes, 2014)


1. Lakukan pengkajian nyeri secara 1. Nyeri timbul karena dilakukan sayatan
komprehensif termasuk lokasi, saat pembedahan sehingga terjadilah
karakteristik, durasi, frekuensi, perlukaan yang menimbulkan nyeri.
kualitas dan faktor presipitasi Proses penyembuhan luka
membutuhkan waktu berhari-hari
sehingga perlu adanya observasi selama
proses penyembuhan luka .
2. Observasi reaksi nonverbal dari 2. Respon non verbal dapat membantu
ketidaknyamanan mengevaluasi derajat nyeri dan
3. Kontrol lingkungan yang dapat perubahannya.
mempengaruhi nyeri seperti suhu 3. Lingkungan yang mengganggu
ruangan, pencahayaan dan kenyamanan pasien dapat
meningkatkan nyeri yang dirasakan
27

Lanjutan tabel 1.3 Intervensi dan Rasional


Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (post total tiroidektomi)

Intervensi Rasional
kebisingan. pasien.
4. Ajarkan tehnik relaksasi nafas 4. Menarik nafas dalam dapat
dalam. meningkatkan dan memperbaiki
pengiriman oksigen ke seluruh organ
tubuh lalu tubuh akan mengeluarkan
hormon endorfin. Ini adalah sejenis zat
yang memberikan rasa nyaman dan
dapat merilekskan otot.
5. Kolaborasi pemberian analgetik 5. Enzim siklooksigenase berperan sebagai
sintesis mediator nyeri. Salah satunya
adalah prostaglandin. Mekanisme kerja
analgetik adalah mengeblok
pembentukan prostaglandin dengan
menginhibisi enzim siklooksigenase
pada daerah yang terluka sehingga
mengurangi pembentukan mediator
nyeri (Tan Hoan & Kirana, 2015)

2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan program pembatasan gerak

Definisi : keterbatasan dalam gerakan fisik atau satu atau lebih ekstremitas

secara mandiri dan terarah

Kriteria Hasil :

a. Kemampuan klien meningkat dalam aktivitas fisik

b. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas

c. Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan

kemampuan berpindah

d. Memperagakan penggunaan alat


28

Tabel 1.4 Intervensi dan Rasional


Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan program pembatasan gerak

Intervensi Rasional (Dongoes, 2014)


1. Monitor vital sign 1. Seseorang pasca operasi perlu untuk
melakukan mobilisasi dini. Mobilisasi
akan mempengaruhi Frekuensi nadi,
tekanan darah, dan respirasi, sehingga
perlu adanya observasi kegiatan yang
dilakukan segera setelah operasi.
2. Ajarkan pasien tentang teknik 2. Ambulasi dapat mendukung kekuatan,
ambulasi daya tahan dan fleksibilitas tubuh.
Mobilisasi dini merupakan tahapan
3. Kaji kemampuan pasien dalam 3. Untuk mencegah hipotensi, pengecilan
mobolisasi otot dan hilangnya kekuatan otot , di
anjurkan pasien sesegera mungkin
untuk mobilisasi dini. Jadi perlu adanya
observasi untuk menentukan tindakan
sebagai upaya meningkatkan kemajuan
kesehatan.
4. Latih pasien dalam pemenuhan 4. Latihan pemenuhan kebutuhan sehari-
kebutuhan aktivitas sehari hari hari secara mandiri dapat sekaligus
secara mandiri sesuai kemampuan melatih mobilisasi untuk meningkatkan
kemajuan kesehatan.
5. Berikan alat bantu jika klien 5. Mobilisasi dini dapat menurunkan
memerlukan komplikasi tirah baring dan
meningkatkan penyembuhan serta
normalisasi fungsi organ. Belajar cara
menggunakan alat penting untuk
mempertahankan mobilisasi optimal dan
keamanan pasien.

3. Gangguan menelan berhubungan dengan trauma (post operasi total

tiroidektomi)

Definisi : Gangguan menelan merupakan abnormal fungsi mekanisme

menelan yang dikaitkan dengan defisit struktur atau fungsi oral, faring atau

esofagus.

Kriteria hasil :

a. Observasi kemampuan menelan


29

b. Pasien menunjukkan penerimaan makanan

c. Pasien mampu menambah asupan makanan

d. Pasien tidak ada muntah.

Tabel 1.5
Gangguan menelan berhubungan dengan trauma (post total tiroidektomi)

Intervensi Rasional (Dongoes, 2014)


1. Observasi kemampuan pasien 1. Operasi tiroidektomi mempunyai
untuk menelan komplikasi nyeri menelan. Pasien
pasca operasi perlu mendapat
asupan nutrisi yang adekuat.
Nyeri menelan dapat
mempengaruhi nutrisi yang
masuk dalam tubuh, sehingga
perlu dilakukan observasi.
2. Berikan posisi pasien yang tepat 2. Posisi semi fowler dapat
untuk memfasilitasi kemampuan mempermudah masuknya
menelan makanan ke dalam esofagus.
3. Berikan informasi tentang 3. Asupan nutrisi yang adekuat
pentingnya asupan nutrisi yang penting untuk pemulihan
adekuat kesehatan pasca operasi, untuk itu
pasien perlu diberikan informasi
tentang pentingnya asupan nutrisi
yang baik
4. Motivasi untuk makan sedikit tapi 4. Nyeri menelan dapat menurunkan
sering keinginan pasien untuk makan.
Makan sedikit-sedikit tapi sering
dapat menjadi alternatif tindakan
agar nutrisi tetap terpenuhi.

4. Defisit perawatan diri : mandi berhubungan dengan nyeri

Definisi : Hambatan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas mandi

secara mandiri.

Kriteria hasil :

a. Menunjukkan perawatan diri mandi

b. Membersihkan dan mengeringkan tubuh

c. Melakukan perawatan mulut


30

d. Membersihkan area perinal

e. Mengungkapkan secara verbal kepuasan tentang kebersihan tubuh dan

oral hygiene.

Tabel 1.6 Intervensi dan Rasional


Defisit perawatan diri : mandi berhubungan dengan penurunan motivasi

Intervensi Rasional (Dongoes, 2014)


1. Observasi kebersihan diri pasien 1. Pasien post operasi biasanya terjadi
hambatan mobilisasi sehingga
pasien tidak dapat melakukan
kegiatan sehari-hari dengan
normal, sehingga perlu dilakukan
observasi untuk menentukan
tindakan yang diperlukan.
2. Fasilitasi pasien untuk mandi 2. Mandi dapat meningkatkan sistem
kekebalan tubuh, meningkatkan
sirkulasi darah, dan menjaga
kesehatan kulit.
3. Fasilitasi pasien untuk menyikat gigi 3. Sisa makanan yang tidak
dibersihkan akan menimbulkan
berbagai masalah seperti, karang
gigi, gigi berlubang dan bau mulut.
4. Bantu pasien memotong kuku 4. Pemotongan kuku yang teratur
dapat mencegah kuku tumbuh ke
dalam, mengurangi resiko infeksi
dari bakteri yang ada dalam kuku,
5. Bantu pasien sampai mandiri meminimalisir luka akibat kuku
yang panjang, dan dapat
memperbaiki penampilan.
5. Kemandirian penting untuk
melanjutkan kehidupan sehari-hari
pasien.

5. Deficit perawatan diri : berpakaian berhubungan dengan nyeri

Definisi : Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan

aktivitas berpakaian secara mandiri.

Kriteria Hasil :

a. Mampu untuk mengenakan pakaian dan berhias sendiri secara mandiri

atau tanpa alat bantu


31

b. Mengungkapkan kepuasan dalam berpakaian dan menata rambut

c. Menggunakan tata rias

d. Menggunakan pakaian secara rapi dan bersih

Tabel 1.7 Intervensi dan Evaluasi


Deficit perawatan diri : berpakaian
berhubungan dengan penurunan motivasi

Intervensi Rasional (Dongoes, 2014)


1. Observasi keadaan fisik yang dapat 1. Pasca operasi dapat menimbulkan
membuat kesulitan dalam berpakaian nyeri dan mengakibatkan hambatan
pada pasien dalam bergerak begitu juga dalam
perawatan biasanya pasien
terpasang infus untuk memenuhi
kebutuhan cairan. Sehingga dapat
membuat kesulitan dalam
berpakaian.
2. Tawarkan pengobatan nyeri sebelum 2. Nyeri akibat pembedahan dapat
berpakaian dan berhias mempengaruhi aktivitas sehari-hari
pasien.
3. Dukung kemandirian dalam berpakaian, 3. Latihan pemenuhan kebutuhan
berhias, bantu pasien jika hanya sehari-hari secara mandiri dapat
diperlukan sekaligus melatih mobilisasi
untuk meningkatkan kemajuan
kesehatan.

6. Resiko perdarahan dengan faktor resiko trauma (Post total tiroidektomi)

Definisi : Rentan mengalami penurunan volume darah, yang dapat

mengganggu kesehatan.

Kriteria Hasil :

1. Tidak ada kehilangan darah yang terlihat

2. Tidak ada distensi abdominal

3. Hemoglobin dan hematokrit dalam batas normal

4. Plasma, PT, PTT dalam batas normal.


32

Tabel 1.8 Intervensi dan Rasional


Resiko perdarahan dengan faktor resiko trauma

Intervensi Rasional (Arif & Kumala, 2011)


1. Monitor tanda-tanda pedarahan 1. Perdarahan merupakan salah satu
komplikasi dari pembedahan.
Perdarahan dapat menyebabkan
anemia dan syok hipovolemik.
sehingga tanda-tanda perdarahan
perlu di observasi untuk
mengetahui tindakan yang efektif
untuk mencegah perdarahan.
2. Anjurkan untuk meningkatkan 2. Makanan yang mengandung
intake makanan yang mengandung TKTP bermanfaat untuk
TKTP (tinggi kalori tinggi protein) memenuhi kebutuhan kalori dan
protein guna memperbaiki sel dan
jaringan yang rusak akibat
pembedahan.
3. Instruksikan untuk membatasi 3. Kegiatan yang terlalu berlebihan
aktivitas pasca operasi dapat menyebabkan
peregangan kembali pada area
operasi sehingga dapat
menyebabkan perdarahan.
4. Kelola pemberian obat anti 4. Obat anti perdarahan bekerja
perdarahan. dengan cara mengeblok ikatan
plasminogen dan plasmin
terhadap fibrin. Sehingga dapat
mencegah dan menghentikan
perdarahan (Tan Hoan & Kirana,
2015).

7. Risiko Infeksi dengan faktor risiko posedur Invasif

Definisi : Rentan mengalami infasi dan multiplikasi organisme patogenik

yang dapat mengganggu kesehatan.

Kriteria hasil :

1. Klien bebas dari tandadan gejala infeksi

2. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi

penularan serta pelaksanaannya.

3. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi


33

4. Jumlah leukosit dalam batas nomal

5. Menunjukkan peilaku hidup sehat

Tabel 1.9 Intervensi dan Rasional


Risiko Infeksi dengan faktor risiko posedur Invasif

Intervensi Rasional (Arif & Kumala 2011)


1. Monitor tanda dan gejala infeksi 1. Sebagian luka akan sembuh tanpa
masalah. Namun, terkadang
bakteri dapat masuk ke dalam
luka dan menyebabkan infeksi.
Deteksi dini terhadap infeksin
akan membuat pengobatannya
lebih cepat dan efektif.
2. Monitor nilai leukosit 2. Pada saat terjadi infeksi, leukosit
secara otomatis akan melakukan
fagositosis. Adanya gangguan
sistem kekebalan tubuh akan
meningkatkan jumlah sel darah
putih.
3. Ajarkan cuci tangan 6 langkah. 3. Cuci tangan yang benar dapat
mengurangi resiko infeksi
nosokomial
4. Lakukan perawatan luka 4. Secara fisiologis luka akan
sembuh dengan sendirinya.
Dalam proses penyembuhan luka
dibutuhkan waktu berhari-hari
sehingga luka perlu dirawat untuk
pencegahan infeksi selama proses
penyembuhan.
5. Kelola pemberian antibiotic 5. Membran sel bakteri berperan
dalam transpor aktif dan
34

Lanjutan tabel 1.9 Intervensi dan Rasional


Resiko infeksi dengan faktor resiko prosedur invasif

Intervensi Evaluasi
mengontrol komposisi internal sel.
Ketika fungsi integritas membran sel
dirusak maka makromolekul dan ion
akan keluar dari sel, kemudian sel
rusak dan mati. Antibiotik yang
menghambat fungsi membran sel akan
berikatan dengan sterol yang terdapat
pada membran sel bakteri (Tan Hoan
& Kirana, 2015).
DAFTAR PUSTAKA

Bilota, Kimberly A.J. 2011. Kapita Selekta Penyakit dengan Implikasi

Keperawatan (Nurse,s Qiuck Chekck: Diseases ). Edisi 2. Jakarta : EGC

Bulechek, Gloria M, dkk. 2016. Nursinga Interventions Classification (NIC) Edisi

Bahasa Indonesia. Indonesia : Elsivier Global Right.

Doenges, Marilynn E, dkk. 2014. Manual Diagnosis Keperawatan Rencana,

Intervensi & Dokumentasi Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Herdman, Heather & Shigemi Kamitsuru. 2015. Diagnosa Keperawatan Definisi

dan Klasifikasi 2015-2017. Edisi 10. Jakarta : EGC

Manuaba, Tjakra Wibawa. 2010. Panduan penatalaksanaan Kanker Solid

PERABOI 2010. Jakarta : Sagung Seto.

Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi

Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika.

Sjamsuhidajat R, Karnadiharja W, Prasetyono TOH, Rudiman R, penyunting.

2010. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-de Jong. Edisi ke-3. Jakarta :

EGC.

Suriadi. 2004. Perawatan Luka. Edisi 1. Jakarta : Sagung Seto

Suyatno & Pasaribu Emir. T. 2014. Bedah Onkologi Diagnosis dan Terapi. Edisi

ke-2. Jakarta : Sagung Seto

Tanto, Chris dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran essentials of medicine. Edisi

4. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius.

Van den Broek. P & Feenstra. L. 2009. Buku Saku Ilmu Kesehatan Tenggorok, Hidung
dan Telinga. Edisi 12. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai