Anda di halaman 1dari 2

Laporan Bacaan Teori Justifikasi/Pembenaran

Fajar Bayu Aji


1406537262

Jika berkaca pada pembahasan-pembahasan sebelumnya mengenai apa itu ilmu


pengetahuan, maka secara otomatis kebanyakan dari kita akan menjawab jawaban awal
dari apa itu ilmu pengetahuan, yaitu justified true belief atau bisa diartikan sebagai
kepercayaan yang sudah dibenarkan atau dijustifikasi. Akan tetapi, pada pelaksanaannya seringkali kita menemukan banyak hal yang tidak muncul melalui proses justifikasi
namun bernilai benar. Kemudian hal ini, mungkin bisa saja membuat kita berpikir
bahwa pada akhirnya tidak semua justified true belief merupakan ilmu pengetahuan, tapi
ilmu pengetahuan sudah pasti justified true belief.
Dalam hal ini, saya coba gunakan contoh sebagai berikut, ada seseorang yang
selalu tepat dalam memprediksikan per-tandingan sepakbola tanpa melakukan analisis
terhadap strategi-strategi yang telah digunakan manejer kedua tim sebelumnya, tidak
melakukan analisis terhadap pemain-pemain dan lain sebagainya dengan bermodalkan
penglihatan sesaat terhadap kedua tim sebelum bertanding ia dengan benar
memprediksikan siapakah pemenang pertandingan tersebut. Hal ini bisa saja membuat
banyak orang di sekitarnya yang menganggap orang itu sakti, atau bahasa lainnya
memiliki indera keenam yang kemudian bisa membuatnya memprediksikan apa yang
akan terjadi secara tepat tanpa melalui proses yang menurut orang awam akan sangat
merepotkan. Inilah yang disebut kemudian sebagai natural knowledge.
Kemudian dalam kasus yang dijelaskan sebelumnya, kita dapat mempertanyakan
manusia yang tidak memiliki organ tambahan dalam menjustifikasikan sesuatu seperti
organ kita biasanya melakukan persepsi pada sesuatu kemudian bisa menjustifikasi atau
membenarkan suatu hal?
Selain pengambilan pengetahuan berdasarkan natural knowledge, kemudian
muncul penjelasan-penjelasan tentang darimanakah penentuan justifikasi itu berasal.
Ada yang kemudian berpendapat bahwa hal tersebut bersifat internal, sudah ada pada
manusia sejak dahulu, dan ada juga yang berpendapat bahwa proses justifikasi tersebut
berasal dari persepsi yang kemudian bersifat eksternal. Dapat dikatakan juga pendapat
ini kembali kepada permasalahan rasionalisme yang menganggap manusia sudah
memiliki pengetahuan bahkan sebelum manusia lahir dan empirisme yang menganggap
pengetahuan berasal dari sensasi manusia akan suatu hal yang berujung pada persepsi
manusia itu sendiri.
Dalam perjalanannya, pada proses penjustifikasian munculah pendapat fondasionalisme, menurut mereka pada proses tersebut perlulah pembangunan fondasi yang
kokoh agar nantinya proses tersebut bisa dipertanggungjawabkan secara rasional, yang
kemudian dimaksud fondasi bisa disebut juga sebagai proses melalui persepsi inderawi,
kemudian fondasionalis membedakan dua belief, ada basic belief dan inference belief.
Basic belief yang kemudian saya artikan sebagai kepercayaan dasar adalah kepercayaan
yang ada sebelumnya dan sudah terjelaskan yang kemudian bisa digunakan sebagai
fondasi bagi kepercayaan-kepercayaan lain. Lalu inference belief yang kemudian saya

artikan juga sebagai kepercayaan simpulan adalah kepercayaan yang muncul sebagai
hasil dari simpulan kepercayaan-kepercayaan dasar. Yang kemudian saya contohkan
dalam permainan sepakbola bahwa untuk mencapai kemenangan sebuah tim diharuskan
untuk memiliki jumlah skor atau gol yang lebih banyak disbanding tim lawan,
pengetahuan akan hal tersebut merupakan pengetahuan dasar akan sepakbola, akan
tetapi untuk mendapatkan jumlah skor yang banyak dibutuhkan pengetahuan akan
kemampuan pemain yang kemudian bisa dijadikan pengetahuan simpulan yang berupa
strategi permainan yang akan digunakan manajer tim.
Lalu muncul pemikiran koherentisme yang mengkritik pemikiran fondasionalisme, bagi koherentis, proses penjustifikasian tidak membutuhkan fondasi karena
pengetahuan sudah jelas dengan sendirinya dan benar adanya, yang kemudian tidak
menimbulkan keraguan. Kepercayaan dengan sendirinya bisa dipertanggungjawabkan
jika kepercayaan tersebut sudah koheren dengan sistem kepercayaan sebelumnya yang
sudah diterima kebenarannya Menurut koherentis kebenaran ditentukan melalui keselarasan proposisi dalam suatu sistem, dan dapat dikatakan dalam koherentisme tidak
dibutuhkan pembedaan kepercayaan dasar dan kepercayaan simpulan.

Anda mungkin juga menyukai