Anda di halaman 1dari 37

Tugas Mata Kuliah Pengetahuan Bahan AgroIndustri (PBA)

Kelapa Sawit

DI SUSUN OLEH:
Dose

: DR. IR. KURNIA HERLINA DEWI, M.SI

n
Nama
NPM
Hari
Jam
Judul

:
:
:
:
:

Muhammad Vyirnando
E1G013026
Kamis dan selasa
10.00-11.40
SNI INDUSTRI KELAPA SAWIT

JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2015
KATA PENGANTAR
1 | E1G 013 026

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan limpahan rahmatnyalah maka saya boleh menyelesaikan tugas mata kuliah
pengetahuan bahan agroindustri ini dengan tepat waktu.
Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul Pengetahuan
Bahan Agroindustri Kelapa Sawit, semoga dapat memberikan manfaat yang besar dan
menambah pengetahuan tentang bahan agroindustri terutama bagi saya penulis dan semua
pembaca, untuk mempelajari standar Nasional Indonesia (SNI), dimulai dari buah segar
kelapa sawit (TBS), minyak mentah kelapa sawit/crude palm oil (CPO) serta minyak goreng
kelapa sawit.
Apabila ada kesalahan, kekurangan dan terlalu berlebihan baik dalam penulisan
maupun penyusunan, saya sebagai penulis sangat mengharapkan saran dan masukan dari
pembaca sekalian demi kemajuan karya tulis kami berikutnya.
Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa syukur dan
semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.
Bengkulu,

24

Penulis

DAFTAR ISI
2 | E1G 013 026

Februari

2015

Halaman

Cover/ halaman sampul .............................................................................................


Kata pengantar ..........................................................................................................

Daftar isi.....................................................................................................................

ii

BAB I Pendahuluan ...................................................................................................

BAB II Pembahasan ..................................................................................................

2.1. Standar industri TBS.........................................................................................

2.2. Metode pengamatan TBS..................................................................................

2.3. SNI CPO............................................................................................................

2.4. Metode pengamatan CPO.................................................................................

2.5. SNI minyak goreng sawit..................................................................................

15

2.6. Metode pengamatan minyak goreng.................................................................

16

Daftar pustaka............................................................................................................

36

BAB III penutup.........................................................................................................

35

3.1. Kesimpulan......................................................................................................

35

3.2. Saran.................................................................................................................

35

Tabel.1 Hasil Pengamatan SNI Industri Kelapa Sawit...............................................

3 | E1G 013 026

BAB I PENDAHULUAN
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis) berasal dari Guinea di pesisir Afrika Barat,
kemudian diperkenalkan ke bagian Afrika lainnya, Asia Tenggara dan Amerika Latin
sepanjang garis equator (antara garis lintang utara 15 o dan lintang selatan 12o). Kelapa sawit
tumbuh baik pada daerah iklim tropis, dengan suhu antara 24 oC - 32 oC dengan kelembaban
yang tinggi dan curah hujan 200 mm per tahun. Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80%
perikarp dan 20% buah yang dilapisi kulit yang tipis. Kandungan minyak dalam perikarp
sekitar 30% 40%.Kelapa sawit menghasilkan dua macam minyak yang sangat berlainan
sifatnya, yaitu, Minyak sawit (CPO), yaitu minyak yang berasal dari sabut kelapa sawit, dan
Minyak inti sawit (CPKO), yaitu minyak yang berasal dari inti kelapa sawit
Minyak sawit kasar (CPO) mengandung sekitar 500-700 ppm karoten, dimana
komponen utamanya adalah dan -Karoten(90 %) dan merupakan bahan pangan karoten
alami terbesar. Oleh karena itu CPO berwarna merah kekuningan/oranye. Minyak sawit ini
diperoleh dari ekstraksi mesokarp buah kelapa sawit dan mengandung sedikit air serta serat
halus yang berwarna kuning sampai merah dan berbentuk semi solid pada suhu ruang.
Dengan adanya air dan serat halus tersebut menyebabkan minyak sawit mentah tidak dapat
langsung digunakan sebagai bahan pangan maupun non pangan. Minyak sawit mentah atau
Crude Palm Oil (CPO) yang dihasilkan dapat dimanfaatkan di berbagai industri karena
memiliki susunan dan kandungan gizi yang cukup tinggi.
Minyak goreng umumnya berasal dari minyak kelapa sawit. Minyak kelapa sawit
dapat digunakan untuk menggoreng karena struktur minyaknya yang memiliki ikatan rangkap
sehingga minyaknya termasuk lemak tak jenuh yang sifatnya stabil. Selain itu pada minyak
kelapa sawit terdapat asam lemak esensial yang tidak dapat disintesis oleh tubuh. Kelebihan
minyak kelapa sawit sebagai bahan baku minyak goreng adalah kandungan asam oleat yang
relatif tinggi yaitu sekitar 40 %. Asam oleat merupakan asam lemak yang mengandung satu
ikatan rangkap sehingga selama proses penggorengan relatif lebih stabil dibandingkan dengan
minyak yang mengandung asam lemak dengan ikatan rangkap lebih dari satu seperti minyak
kedelai.
Parameter yang akan diamati yaitu stadar industri buah sawit segar (TBS) dan Standar
Nasional Indonesia (SNI) dari:
1. Buah segar kelapa sawit (standar TBS pada industri).
2. SNI minyak mentah kelapa sawit/crude palm oil (CPO).
3. SNI minyak goreng kelapa sawit.

2 | E1G 013 026

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Standar Industri Buah Segar Kelapa Sawit/ Grading ( Sortasi Tandan Buah Segar
kelapa sawit pada industri).
2.1.1. Ukuran Buah
Buah yang diterima pada industri kelapa sawit yaitu buah dengan bobot lebih dari 7
kg. TBS yang kurang dari 7 kg sering disebut buah pasir atau juga buah sawit belajar pada
umur 3 3,5 tahun. Buah-buah abnormal berupa buah kartasi dan buah sawit jantan adalah
Buah yang berat nya dibawah 7kg/janjang sehinnga tidak di produksi karena tingkat
persentase minyaknya sangat rendah, akan mngakibatkan loses (kerugian) yang tinggi pada
industri.
2.1.2. Warna Buah
Warna buah sawit yang diterima pabrik yaitu warna daging buahnya/(mesocarbnya),
berwarnakuning oranye sampai oranye tua. Jika sawit berwarna putih sampai kuning muda
maka digolongkan masih mentah, dan Buah mentah (unripe) merupakan tandan buah segar
(TBS) dengan kriteria tidak ada fraksi yang membrondol dan biasanya kulit buah luar
(eksocarp) berwarna hitam sedikit coklat atau hitam keungu-unguan, buah seperti ini akan
dikembalikan kepada petani atau toke sawit, jika buah berasal dari pabrik maka pemanen akan
di potong bonus bulanannya/(preminya). Dan juga buah busuk yang ditandai dengan warna
hitam baik daging buah (mesocarb) dan kulit buah (eksokarp) sawit jenis ini mengandung
asam lemak bebas (ALB) sangat tinggi dan tidak mengandung minyak, selain itu bau khas
dari buah sawit akan semakin menyengat. Buah seperti ini juga tidak diterima di pabrik
karena juga menyebabkan loses. Buah mentah dan buah busuk keduanya sama-sama memiliki
rendemen minyak yang sedikit, dan mengandung (asam lemak bebas) ALB yang tinggi yang
dapat mencemari minyak sawit yang baik (TBS yang matang sempurna).
2.1.3. Kadar Kotoran
Kadar kotoran pada tandan buah sawit standar industri adalah 0 sampai 0,015% atau
hampir tidak terdapat kotoran sama sekali, yang dimaksud kotoran yaitu seperti, tanah,
rumput kering, kayu, lumpur, dll, yang menempel pada TBS. Tangkai buah sawit yang terlalu
panjang dihitung sebagai kadar kotoran juga yang dapat menyebabkan loses, oleh karena itu
tangkai tandan buah sawit tidak boleh terlalu panjang.
2.1.4. Kadar Air
Kadar air yang masih di toleransi oleh pabrik adalah 0,15% yang merupakan kadar air
alami yang terkandung dalam buah sawit, apabila kadar air melebihi standar, maka
kemungkinan buah sawit telah di basahi atau di siram dengan air tujuannya adalah menambah
3 | E1G 013 026

berat TBS atau kehujanan sewaktu TBS di perjalanan jadi bobot TBS akan di potong
persentase bobot air. Kadar air yang terlalu tinggi dapat menyebabkan loses karena pabrik
tidak memperoleh CPO sesuai dengan pembelian TBS dan juga kadar air yang tinggi dapat
meningkatkan ALB Minyak mentah kelapa sawit CPO. Kadar air dapat diukur dengan alat
pengukur (Ka)/tester kadar air.
2.1.5. Waktu simpan (limit)
Buah sawit yang sudah di panen sebaiknya langsung di timbang dan diolah di pabrik
karena jika ditimbun atau disimpan lebih dari 48 jam akan meningkatkan kandungan ALB
pada CPO dan juga mengurangi rendemen minyak sawit yang menimbulkan loses perusahaan.
2.1.6. Buah dura
Buah dari pohon dura tidak diterima pabrik karena bercangkang tebal dan rendemen hasil
minyaknya kurang.
Pengelompokan TBS di pabrik dibagi menjadi beberapa tingkat kematangan (fraksi),
yaitu:
Fraksi
Jumlah brondolan
00
Tidak ada
0
1 s.d 2 butir/kg tandan
1
> 2 butir/kg tandan s.d 25 % buah lapisan luar
2
25 50 % buah lapisan luar
3
50 75 % buah lapisan luar
4
75 100 % buah lapisan luar
5
100 % buah lapisan luar dan dalam ikut rontok
Sumber: Pt Nadenggan, Medan

Nilai
-5
-1
1
2
3
1/3
1/3

2.2. Metode Pengamatan / Prosedur Analisa Tandan Buah Segar Kelapa


Sawit Pada Industri
2.2.1. Ukuran Buah

4 | E1G 013 026

Sortasi buah dilakukan pada stasiun penerimaan atau loading ramp. Setelah buah
ditimbang lalu akan disortasi oleh kariawan yang telah terlatih di pabrik. Sortasi dilakukan
secara manual oleh karawan pabrik, jika ditemukan buah pasir atau TBS yang bobotnya
kurang dari 7 kg akan dinaikan lagi ke mobil dan akan ditimbang kembali beserta dengan
mobil untuk dibawa pulang kembali oleh toke sawit.
2.2.2.

Warna Buah

Warna buah diamati oleh kariawan pabrik jika daging buah mesocarb berwarna putih
atau masih mentah maka buah di kembalikan pada petani.
2.2.3. Kadar Kotoran
pengamatan kadar kotoran pada buah sawit dilakukan secara manual oleh kariawan
jika buah secara visual terlihat kotor melebihi standar yang telah ditentukan, jika ditemukan
maka buah dikembalikan pada petani atau dipotong sejumlah persentase kadar kotoran.
2.2.4. Kadar Air
kadar air pada tandan buah sawit dilakukan menggunakan alat penguji kadar air,
dengan cara menguji secara acak sampel tandan segar buah kelapa sawit. Jika kadar air
melebihi parameter yang telah ditentukan oleh pabrik maka TBS dikembalikan kepada petani
atau dipotong dengan persentase kandungan air pada TBS.
2.2.5. Waktu simpan (limit)
Buah yang telah disimpan lebih dari 48 jam maka tangkai akan berwarna hitam dan
buah semakin layu bahkan banyak yang memberondol selain itu bau khas dari buah sawit
akan semakin menyengat. Jika kariawan menemukan buah yang telah ditimbun selama lebih
dari 48 jam, maka buah dikembalikan lagi kepada petani.
2.2.6. Buah dura
Buah dura memiliki ciri-ciri daging buah mesocarb tipis tetapi ukuran kernel sangat
besar. jika ditemkan buah dura oleh kariawan maka buah akan di kembalikan lagi kepada
petani.

2.3.Standar Nasional Indonesia (SNI) Minyak Mentah Kelapa Sawit


(CPO)
2.3.1. Kadar Asam Lemak Bebas (ALB)
Kadar asam lemak bebas (sebagai asam palmitat) maksimum 0,5 (% fraksi masa). Kadar
asam lemak bebas dihitung sebagai persentase berat (b/b) dari asam lemak bebas yang
5 | E1G 013 026

terkandung dalam minyak sawit mentah (CPO) dimana berat molekul asam lemak bebas
tersebut dianggap sebesar 256 (sebagai asam palmitat).
2.3.2. Warna
warna yang ditetapkan oleh SNI adalah Jingga kemerah-merahan. Pengujian penetuan
warna dilakukan secara fisual oleh panelis yang terlatih dengan kasat mata.
2.3.3. Kadar air
Kadar air maksimum yang di tetapkan oleh SNI adalah 0,5 (% fraksi masa) dalam ilmu
kimia, fraksi massa
campuran total

adalah rasio dari suatu substansi dengan massa

terhadap massa

, yang didefinisikan sebagai:

Penentuan kadar air dapat dilakukan dengan 2 metode, yaitu metode pemanasan dengan oven
atau dengan hot plate. Prinsip perhitungan persentase kandungan air adalah selisih berat
contoh sebelum dan sesudah pemanasan
2.3.4. Kadar kotoran
SNI menetapkan kadar kotoran maksimum 0,5 (% fraksi masa). Kadar kotoran dihitung
sebagai bahan yang terkandung dalam minyak sawit mentah yang tidak larut dalam n-heksan
atau light protalium.
2.3.5. Bilangan yodium
SNI menetapkan bilangan yodium yaitu dari 50 sampai 55 (gram yodium/100 gram).
Bilangan

yodium

dinyatakan

sebagai

gram

yodium

yang

di

serap/100

gram

minyak/CPO.Bilangan yodium adalah ukuran derajat ketidakjenuhan. Lemak yang tidak jenuh
dengan mudah dapat bersatu dengan yodium (dua atom yodium ditambahkan pada setiap
ikatan rangkap dalam minyak). Semakin banyak yodium yang digunakan semakin tinggi
derajat ketidakjenuhan. Biasanya semakin tinggi titik cair semakin rendah kadar asam lemak
tidak jenuh dan demikian pula derajat ketidakjenuhan (bilangan yodium) dari minyak.
2.3.6. Pengemasan
Minyak kelapa sawit mentah (CPO) dikemas dalam bentuk curah (bulk) atau mobil
tengki (road tangker). SNI menetapkan wadah yang dipakai harus terbuat dari bahan yang
tidak mempengaruhi isi dan melindungi produk dari kontaminasi luar.
2.4. Metode Pengamatan / Prosedur Analisa stadarisasi CPO
2.4.1. Penentuan kadar asam lemak bebas
2.4.1.1 Prinsip
Kadar asam lemak bebas dihitung sebagai presentase berat (b/b) dari asam lemak bebas yang
terkandung dalam minyak sawit mentah (CPO) dimana berat molekul asam lemak bebas
tersebut dianggap sebesar 256 (sebagai asam palmitat).
6 | E1G 013 026

2.4.1.2 Bahan kimia


a. Larutan titar terdiri dari :
1. Larutan natrium hidroksida (NaOH) 0,1 N Larutkan 40 gram natrium hidroksida dalam 1
liter air suling. Standardisasi.
2. Larutan kalium hidroksida (KOH) 0,1 N Larutkan 56 gram kalium hidroksida dalam 1 liter
air suling. Standardisasi.
3. Larutan natrium hidroksida (NaOH) 0,25 N Larutkan 100 gram natrium hidroksida dalam 1
liter air suling. Standardisasi. Standardisasi larutan titar NaOH 0,1 N / NaOH 0,25 N /
KOH 0,1 N / dilakukan dengan menggunakan Kalium hidrogen pfalate sebagai berikut :
Keringkan Kalium hidrogen ptalate dalam oven pada suhu sekitar 120C selama 2 jam,
kemudian masukkan dalam desikator, diamkan sampai dingin.
Timbang 0,4 gram 0,02 gram untuk 0,1 N NaOH dan 0,1 N KOH atau 1,0 gram untuk
0,25 N NaOH ke dalam Erlenmeyer 250 ml, tambah 50 ml air suling dan beberapa tetes
larutan indkator fenolftalein.
Panaskan di atas penangas air sambil digoyang-goyang samapi larut semua. Titrasi
dengan larutan titar hingga timbul warna merah muda (merah jambu) yang stabil.
Normalitas larutan NaOH / KOH =

W x 1000
V x 204,2

dengan :
W adalah berat kalium hidrogen ftalat (g)
V adalah volume larutan titar yang digunakan (ml)
204,2 adalah berat equvalen kalium hidrogen ftalat.
b. Pelarut : Isopropanol atau etanol 95 % yang dinetralkan. Isopropanol atau etanol 95 %
dipanaskan diatas pemanas (hot plate) sampai mendidih Tambahkan kira-kira 0,5 ml indikator
fenolftalein, kemudian titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N hingga timbul warna meah muda
(merah jambu) yang stabil.
c. Larutan indikator fenolftalein 1 % dalam isopropanol atau alkohol 95 %.
d. Air suling.
2.4.1.3. Peralatan
a. Erlenmeyer 250 ml;
b. Gelas ukur 50 ml;
c. Penangas air atau pemanas dengan pengatur suhu;
d. Buret dengan skala pembacaan 0,05 ml sampai 0,1 ml;
e. Neraca analitik dengan ketelitian 0,1 mg;
f. Desikator.
7 | E1G 013 026

2.4.1.4.

Cara kerja

a. Panaskan contoh uji pada suhu 60C sampai 70C, aduk hingga homogen.
b. Timbang contoh uji sesuai tabel dibawah ini ke dalam Erlenmeyer 250 ml :
Tabel 2 Berat contoh uji yang ditimbang berdasarkan % asam lemak bebas.
% Asam lemak bebas
< 1,8
1,8 6,9
> 6,9

Berat contoh 10 % (g)


10 0,02
5 0,01
2,5 0,01

c. Tambahkan 50 ml pelarut yang sudah dinetralkan.


d. Panaskan di atas penangas air atau pemanas dan atur suhunya pada 40C sampai contoh
minyak larut semuanya.
e. Tambahkan larutan indikator fenolftalein sebanyak 1-2 tetes.
f. Titrasi dengan larutan titar sambil digoyang-goyang hingga mencapai titik akhir yang
ditandai dengan perubahan warna menjadi merah muda (merah jambu) yang stabil untuk
minimal selama 30 detik.
g. Catat pengunaan ml larutan titar.
h. Lakukan analisa sekurang-kurangnya duplo, perbedaan antara kedua hasil uji tidak boleh
melebihi 0,05 %.
2.4.1.5.

Penyajian hasil uji

Persentase asam lemak dihitung sebagai asam palmitat berdasarkan rumus di bawah ini dan
dinyatakan dalam 2 desimal.
% Asam lemak bebas =

2,56 x N x V
W

dengan :
V adalah volume larutan titar yang digunakan (ml);
N adalah normalitas larutan titar;
W adalah berat contoh uji (g);
25,6 adalah konstanta untuk menghitung kadar asam lemak bebas sebagai asam palmitat.
2.4.2. Penentuan warna
Penentuan warna secara visual dengan kasat mata.
2.4.3. Penentuan kadar air
2.4.3.1.
Metode oven
2.4.3.1.1. Prinsip
Kadar air dihitung sebagai berat yang hilang setelah contoh uji dipanaskan pada suhu 103C
2C selama 3 jam atau 130C 2C selama 30 menit.
2.2.3.1.2.
8 | E1G 013 026

Peralatan

a. Wadah
Wadah adalah cawan aluminium atau gelas bertutup dengan diameter 8 cm sampai 9 cm,
tinggi 4 cm sampai 5 cm atau gelas piala (breaker glass) 100 ml dengan diameter 5,5 cm
sampai 7,0 atau cawan petri dengan diameter 9,0 cm;
b. Desikator;
c. Oven pengering dengan pemanas listrik dilengkapi dengan termometer;
d. Neraca analitik dengan ketelitian 0,1 mg.
2.2.3.1.3. Cara kerja
a. Keringkan wadah yang akan dipakai dalam oven pada suhu 103C untuk sedikitnya 15
menit, dinginkan dalam desikator, lalu timbang.
b. Lelehkan contoh minyak dengan pemanasan pada suhu 50C sampai 20C, dan aduk rata.
c. Timbang 5 gram sampai 10 gram contoh uji minyak yang sudah dilelehkan tersebut ke
dalam wadah yang sudah dikeringkan tadi. Masukkan wadah dengan contoh uji tersebut ke
dalam desikator hingga suhu minyak mencapai suhu ruang, kemudian timbang.
d. Panaskan dalam oven pada suhu 130C 2C selama 30 menit, kemudian segera masukkan
ke dalam desikator, dinginkan selama 15 menit, lalu timbang.
e. Ulangi pemanasan dalam oven selama 30 menit, pendingin dalam desikator dan
penimbangan beberapa kali, sampai selisih berat antara 2 penimbangan berturut-turut tidak
melebihi 0,02 % dari berat contoh uji.
2.4.3.1.4.

Penyajian hasil uji

Kadar air dihitung berdasarkan rumus dibawah ini dan dinyatakan dalam 3 desimal.
% Kadar air =

W XW 1
W2

dengan :
W adalah berat wadah (g)
W1 adalah berat wadah dengan contoh (g)
W2 adalah berat wadah contoh uji setelah dikeringkan (g)
2.2.3.2.
Metode pemanasan (Hot plate)
2.2.3.2.1. Peralatan
a. Pemanas (Hot plate) dilengkapi dengan pengatur panas;
b. Wadah
Wadah adalah cawan aluminium atau gelas dengan kapasitas 300ml atau gelas
piala(breaker glass) 100 ml dengan diameter 5,5 cm sampai 7,0;
c. Desikator;
d. Neraca analitik dengan ketelitian 0,1 mg.
9 | E1G 013 026

2.2.3.2.2. Cara kerja


a. Timbang dengan teliti 10 gram sampai 20 gram contoh uji ke dalam wadah yang telah
diketahui beratnya.
b. Panaskan wadah tersebut sambil digoyang-goyang perlahan-lahan sampai tidak ada
percikaan air lagi. Suhu pemanasan tidak boleh lebih dari 130C.
c. Bila titik akhir telah tercapai, panaskan sebentar hingga mengeluarkan asap.
d. Masukkan dan diamkan lagi dalam desikator selama 15 menit, lalu timbang beratnya.
e. Ulangi perlakuan pada butir c dan d beberapa kali sampai selisih berat antara 2 x
penimbangan berturut-turut tidak melebihi 0,02 % dari berat contoh uji.
2.4.3.2.3. Penyajian hasil uji
Kadar air dihitung berdasarkan rumus dibawah ini dan dinyatakan dalam 3 desimal.
% Kadar air =

W XW 1
W2

dengan :
W adalah berat wadah (g)
W1 adalah berat wadah dengan contoh (g)
W2 adalah berat wadah contoh uji setelah dikeringkan (g)
2.4.4.

Penentuan kadar kotoran


2.4.4.1. Prinsip

Kadar kotoran dihitung sebagai bahan yang terkandung dalam minyak sawit mentah yang
tidak larut dalam n-heksan atau light petroleum.
2.4.4.2.Bahan kimia
Pelarut n-heksan atau petroleum ether dengan titik didih 40C sampai 60C.
2.4.4.3.Peralatan
a. Alat penyaring;
1. Kertas saring Whatman No. 41 atau No. 1, atau kertas Barcham Green No. 801;
2. Cawan Gooch dan fiber glass, cawan silica atau cawan kaca masir.
b. Gelas piala (breaker glass) 100 ml;
c. Oven pengering dengan pemanas listrik dilengkapi dengan termometer;
d. Desikator;
e. Penangas air dengan pengatur suhu;
f. Neraca analitik dengan ketelitian 0,1 mg;
g. Corong gelas;
h. Pompa vacum.
2.4.4.4.Cara kerja
10 | E1G 013 026

a. Gunakan contoh uji hasil penentuan kadar air yang sudah diketahui beratnya.
b. Cuci alat penyaring yang akan dipakai dengan pelarut, keringkan dalam oven pada suhu
103C selama 30 menit, dinginkan dalam desikator selama 15 menit, timbang.
c. Tambahkan 50 ml pelarut ke dalam contoh tesebut dan panaskan pada penangas air sambil
digoyang-goyang sampai minyak larut semua.
d. Saring melalui alat penyaring yang telah disiapkan sebelumnya
e. Lakukan pencucian beberapa kali dengan menggunakan pelarut setiap kalinya 10 ml sampai
alat penyaringnya bersih dari minyak.
f. Keringkan alat penyaring dengan seluruh isinya dalam oven pada suhu 103C 2C selama
30 menit. Dinginkan dalam desikator selama 15 menit, timbang beratnya.
g. Ulangi pengeringan, pendinginan dan penimbangan seperti di atas hingga selisih 2 x
penimbangan berturut-turut tidak melebihi 0,01 % dari berat contoh uji.
2.4.4.5.Penyajian hasil uji
Hasil uji dihitung berdasarkan rumus dibawah ini dan dinyatakan dalam 3 desimal.
% Kadar kotoran = 100

W 1W 2
W 1W

Keterangan :
W adalah berat wadah (g)
W1 adalah berat wadah dengan contoh (g)
W2 adalah berat wadah contoh uji setelah dikeringkan (g)
2.4.5. Penentuan bilangan Yodium
2.4.5.1.
Prinsip
Bilangan yodium dinyatakan sebagai gram yodium yang diserap per 100 gram minyak.
2.4.5.2.

Bahan kimia

a. Sikloheksan, proanalisis;
b. Asam Asetat glasial;
c. Air suling;
d. Larutan kalium yodida (KI) 10 % (w/v)
Larutkan 10 gram kalium yodida, pa dalam 100 ml air suling;
e. Larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N
Timbang ke dalam labu ukur 1 liter 24,8 gram natrium tiosulfat pentahidrat, larutkan dengan
air suling sampai tanda garis (tera)
Standardisasi larutan natrium tiosulfat 0,1 N
Keringkan kalium dikromat (K2Cr2O7) dalam oven pada suhu 103C 2C selama 2 jam,
dinginkan dalam desikator.
11 | E1G 013 026

Timbang 0,16 gram sampai 0,2 gram ke dalam Erlenmeyer bertutup asah 250 ml.
Larutkan dengan 25 ml air suling, tambahkan 5 ml hidrogen klorida (HCl) pekat dan 10 ml
larutan kalium yodida 10 %. Kocok dan simpan dalam tempat gelap selama 5 menit.
Tambahkan 50 ml air suling, titrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N sampai warna
kuning muda.
Tambahkan 1 sampai 2 tetes larutan indikator kanji, lanjutkan titrasi sampai warna biru
hilang.
Normalias larutan Na2S2O3 =

20, 394 X N x V
v

Keterangan :
N adalah normalitas larutan natrium tiosulfat;
W adalah berat kalium dikromat (ml);
V adalah volume larutan natrium tiosulfat yang digunakan (ml);
20,394 adalah konstanta
f. Indikator larutan kanji 1 % (w/v)
1 gram serbuk kanji dididihkan dengan 100 ml air suling selama 3 menit, simpan
dalambotol berwarna coklat dan diamkan sampai dingin.
g. Larutan wijs (siap pakai atau dibuat sendiri)

Siap pakai

Dapat dibeli dari chemical supplier.

Buat sendiri
Timbang ke dalam botol gelas berwarna coklat 1,5 liter sebanyak 9 gram yodium
triklorida (ICl3). Larutkan dengan pelarut yang terdiri dari campuran700 ml asam

asetat glasial dan 300 ml cyclohexan.


Ambil 5 ml larutan tersebut ke dalam Erlenmeyer, tambahkan 5 ml larutan kedalam
yodida 10 % dan 30 ml air suling. Tambahkan beberapa tetesindikator kanji, lalu titrasi

dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N. Catatvolume penggunaan larutan titar.


Tambahkan 10 gram yodium ke dalam botol berwarna coklat tersebut, kocokkuat-kuat
hingga yodium larut semua. Lakukan titrasi sesuai butir 2Volume pemakaian larutan
titar natrium tiosulfat 0,1 N ini harus samadengan 1,5 kali pemakaian larutan titar pada
butir 2. Bila tidak,tambahkan sedikit lagi yodium ke dalam botol coklat, sehingga
volumepemakaian larutan titar melebihi sedikit 1,5 kalinya. Diamkan lalu tuanglarutan

wijs yang jernih itu ke dalam botol gelas berwarna coklat.


2.4.5.3.
Peralatan
a. Neraca analitik dengan ketelitian 0,1 mg;
b. Erlenmeyer bertutup asah 250 ml atau 500 ml;
12 | E1G 013 026

c. Pipet gondok 10 ml, 25 ml;


d. Labu ukur 1 liter;
e. Gelas ukur 25 ml, 50 ml;
f. Buret 50 ml dengan skala pembacaan 0,1 ml.
2.4.5.4.

Cara kerja

a. Lelehkan contoh uji pada suhu 60C sampai 70C, dan aduk hingga rata.
b. Timbang 0,4 gram sampai 0,6 gram contoh uji tersebut ke dalam Erlenmeyer bertutup asah
250 ml atau 500 ml.
c. Tambahkan 15 ml sikloheksan untuk melarutkan contoh uji tersebut.
d. Tambahkan 25 ml laruan Wijs dengan menggunakan pipet gondok (jangan di pipet dengan
mulut), tutup Erlenmeyer tersebut dengan penutupnya. Kocok kemudian simpan dalam
tempat/ruang gelap selama 30 menit atau 3 menit bila ditambahkan merkuri asetat.
e. Tambahkan 10 ml larutan KI 10 % dengan pipet gondok dan 50 ml air suling.
f. Tutup Erlenmeyer tersebut, kocok, kemudian lalukan titrasi dengan larutan natrium tiosulfat
0,1 N sampai terjadi perubahan warna dari biru tua menjadi kuning muda.
g. Tambahkan 1-2 ml indikator kanji, lanjutkan titrasi sampai warna birunya hilang setelah
dikocok kuat-kuat.
h. Lakukan penetapan sekurang-kurangnya duplo. Perbedaan antara kedua hasil uji tidak
boleh lebih besar dari 0,5.
i. Lakukan penetapan blanko dengan cara yang sama
2.4.5.5.

Penyajian hasil

Bilangan yodium dihitung berdasarkan rumus di bawah ini dan dinyatakan dalam 1 desimal :
Bilangan Yodium =

12,69 x N x V
W

Keterangan :
N adalah normalitas larutan natrium tiosulfat 0,1 N;
V2 adalah volume natrium tiosulfat yang digunakan pada penetapan blanko (ml);
V1 adalah volume natrium tiosulfat yang digunakan pada penetapan contoh (ml);
W adalah berat contoh uji (g);
12,69 adalah konstanta untuk menghitung bilangan yodium.
2.4.6. Pengemasan
Minyak kelapa sawit mentah (CPO) dikemas dalam bentuk curah (bulk) atau mobil
tangki (road tanker). Wadah yang dipakai harus dibuat dari bahan yang tidak mempengaruhi
isi dan melindungi produk dari kontaminasi luar.
13 | E1G 013 026

2.4.7. Syarat penandaan


Pada setiap pengriman, dilengkapi dengan dokumen berisi keterangan sebagai berikut :
2.4.8.

Nama dan alamat perusahaan ;


Nama barang;
Tempat tangki timbun di pelabuhan (Shore tank);
Tanggal pengiriman;
Berat bersih;
Tempat/negara tujuan;
Keterangan-keterangan lain yang diperlukan.
Rekomendasi

Rekomendasi suhu minyak CPO pada waktu akan dimuat/dibongkar (loading/dicharge)


adalah 45C sampai 55C, suhu selama perjalanan (voyage) adalah maksimum 40C.

2.7.

Standar Nasional Indonesia (SNI) Minyak Goreng Kelapa Sawit

2.7.4. Hiegene
Cara

memproduksi

produk

yang

higienis

termasuk

cara

penyiapan

dan

penanganannyasesuai dengan ketentuan yang berlaku tentang Pedoman Cara Produksi Pangan
Olahanyang Baik.
2.7.5. Pengemasan
Produk dikemas dalam wadah yang tertutup rapat, tidak dipengaruhi atau
mempengaruhi isi,aman selama penyimpanan dan pengangkutan.
2.7.6. Syarat penandaan
Syarat penandaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku tentang label dan iklan pangan.
2.7.7. Bau
14 | E1G 013 026

Jika tercium bau khas minyak goreng sawit, maka hasil dinyatakan normal; dan jika
tercium selain bau khas minyak goreng sawit, maka hasil dinyatakan tidak normal
2.7.8. Rasa
Jika terasa khas minyak goreng sawit, maka hasil dinyatakan normal; dan jika tidak
terasa khas minyak goreng sawit, maka hasil dinyatakan tidak normal..
2.7.9. Warna
Jika terlihat warna kuning hingga kuning pucat atau warna lain sesuai dengan jenis
minyaknya maka hasil dinyatakan normal; Jika terlihat warna lain selain warna diatas, maka
hasil dinyatakan tidak normal,
2.7.10. kadar air dan bahan penguap
Kadar air yang ditentuka oleh standar SNI yaitu maksimal 0,15 % (b/b).
2.7.11. Cemaran logam
Kadium (Cd) maksimal 0,2 miligram/kilogram minyak goreng, timbal (Pb) maksimal
0,1 miligram/kilogram, timah (Sn) masimal 40 miligram / 250 kilogram, merkuri maksimal
0,05 miligram/kilogram, cemaran arsen (As) maksimal 0,1 miligram/kilogram.
2.7.12. Bilangan asam
Bilangan adalah kandungan KOH dalam minyak goreng. Maksimal bilangan asam
dalam minyak goreng adalah 0,6 mg KOH setiap gram minyak goreng.
2.7.13. Asam linolenat (C:18:3)
Asam linolenat (C 18: 3) dalam komposisi asam lemak minyak maksimal 2 %.

2.8. Metode Pengamatan/Prosedur Analisa/Cara Uji Standarisasi Minyak


Goreng Kelapa Sawit
2.8.4. Persiapan contoh
Persiapan contoh terdiri atas persiapan contoh untuk uji organoleptik dan uji kimia.
Pengambilan contoh uji organoleptik dilakukan pertama, kemudian dilanjutkan dengan
pengambilan contoh untuk uji kimia.
2.8.5. Persiapan contoh untuk uji organoleptik
Buka kemasan contoh minyak goreng dan ambil contoh secukupnya kemudian
tempatkan dalam botol contoh yang bersih dan kering.
2.8.6. Persiapan contoh untuk uji kimia
15 | E1G 013 026

Buka kemasan contoh minyak goreng dan ambil contoh sebanyak 250 g sampai dengan
500 g kemudian tempatkan dalam botol contoh yang bersih dan kering.
2.8.7. Bau
2.8.7.1.

Prinsip

Pengamatan contoh uji dengan indera penciuman yang dilakukan oleh panelis yang
terlatih atau kompeten untuk pengujian organoleptik.
2.8.7.2.

Cara kerja

a) Ambil contoh uji secukupnya dan letakkan di atas gelas arloji yang bersih dan kering;
b) Cium contoh uji untuk mengetahui baunya; dan
c) Lakukan pengerjaan minimal oleh 3 orang panelis yang terlatih atau 1 orang tenaga ahli.
2.8.7.3.

Cara menyatakan hasil

a) Jika tercium bau khas minyak goreng, maka hasil dinyatakan normal; dan
b) Jika tercium selain bau khas minyak goreng, maka hasil dinyatakan tidak normal.
2.8.8. Warna
2.8.8.1.
Prinsip
Pengamatan contoh uji dengan indera penglihatan yang dilakukan oleh panelis yang
terlatih atau kompeten untuk pengujian organoleptik.
2.8.8.2.

Cara kerja

a) Ambil contoh uji secukupnya dan letakkan di atas gelas arloji yang bersih dan kering;
b) Amati contoh uji untuk mengetahui warnanya; dan
c) Lakukan pengerjaan minimal oleh 3 orang panelis yang terlatih atau 1 orang tenaga ahli.
2.8.8.3.

Cara menyatakan hasil

a) Jika terlihat warna kuning hingga kuning pucat atau warna lain sesuai dengan jenis
minyaknya maka hasil dinyatakan normal;
b) Jika terlihat warna lain selain warna pada huruf a) di atas, maka hasil dinyatakan tidak
normal.
2.8.9. Kadar air dan bahan menguap
2.8.9.1.
Prinsip
Kadar air dan bahan menguap dihitung berdasarkan bobot yang hilang selama
pemanasan dalam oven pada suhu (130 1) C.
2.8.9.2.

Peralatan

a) Oven terkalibrasi dengan ketelitian 1 C;


b) neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian 0,1 mg;
c) desikator yang berisi desikan; dan
d) pinggan alumunium bertutup diameter 50 mm, tinggi 20 mm.
2.8.9.3.

Cara kerja

16 | E1G 013 026

a) Panaskan pinggan beserta tutupnya dalam oven pada suhu (130 1) C selama kurang
lebih 30 menit dan dinginkan dalam desikator selama 20 menit sampai dengan 30 menit,
kemudian timbang dengan neraca analitik (W0);
b) Masukkan 5 g contoh ke dalam pinggan, tutup, dan timbang (W1);
c) Panaskan pinggan yang berisi contoh tersebut dalam keadaan terbuka dengan meletakkan
tutup pinggan disamping pinggan di dalam oven pada suhu (130 1) C selama 30 menit
setelah suhu oven (130 1) C;
d) Tutup pinggan ketika masih di dalam oven, pindahkan segera ke dalam desikator dan
dinginkan selama 20 menit sampai dengan 30 menit sehingga suhunya sama dengan suhu
ruang kemudian timbang (W2);
e) Lakukan pekerjaan c) dan d) hingga diperoleh bobot tetap; dan
f) Hitung kadar air dan bahan menguap dalam contoh.
2.8.9.4.

Perhitungan
Kadar air dan bahan penguap (%) =

W 1W 2
x 100
W 1W 0

Keterangan:
W0 adalah bobot pinggan kosong dan tutupnya, dinyatakan dalam gram (g);
W1 adalah bobot pinggan, tutupnya dan contoh sebelum dikeringkan, dinyatakan dalam gram (g);
W2 adalah bobot pinggan, tutupnya dan contoh setelah dikeringkan, dinyatakan dalam gram (g).

2.8.9.5.

Ketelitian
Kisaran hasil dua kali ulangan maksimal 10 % dari nilai rata-rata hasil kadar air dan

bahan menguap. Jika kisaran lebih besar dari 10 %, maka uji harus diulang kembali.

2.8.10. Bilangan asam


2.8.10.1.

Prinsip

Pelarutan contoh dalam pelarut organik dan dinetralkan dengan larutan basa (kalium
hidroksida atau sodium hidroksida).
2.8.10.2.

Peralatan

a) Neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian 0,1 mg;


b) buret 10 mL atau 50 mL, terkalibrasi; dan
c) Erlenmeyer kapasitas 250 mL.
2.8.10.3.

Pereaksi

a) Etanol 95 % netral; etanol 95 % ditambah dengan beberapa tetes indikator fenolftalein dan
di titar dengan NaOH 0,1 N sampai terbentuk warna merah muda;
17 | E1G 013 026

b) Indikator fenolftalein (pp) 1 % dalam etanol 95 %; larutkan 1,0 g fenolftalein dengan


etanol 95 % ke dalam labu ukur 100 mL kemudian tepatkan sampai tanda garis; dan
c) Larutan standardisasi Kalium Hidroksida, KOH 0,1 N atau larutan Natrium Hidroksida,
NaOH 0,1 N.
2.8.10.4.

Cara kerja

a) Timbang 10 g sampai dengan 50 g contoh (W) ke dalam Erlenmeyer 250 mL.


b) Larutkan dengan 50 mL etanol hangat dan tambahkan 5 tetes larutan fenolftalein sebagai
indikator;
c) Titrasi larutan tersebut dengan Kalium Hidroksida atau Sodium Hidroksida 0,1 N (N)
sampai terbentuk warna merah muda. (Warna merah muda bertahan selama 30 detik.)
d) Lakukan pengadukan dengan cara menggoyangkan Erlenmeyer selama titrasi.
e) Catat volume larutan KOH atau NaOH yang diperlukan (V).
2.8.10.5.

Perhitungan

Bilangan asam mgKOH/g =

56,1 x V x N
W

Keterangan:
V adalah volume larutan KOH atau NaOH yang diperlukan, dinyatakan dalam mililiter
(mL);
N adalah normalitas larutan KOH atau NaOH, dinyatakan dalam normalitas (N)
W adalah bobot contoh yang diuji, dinyatakan dalam gram (g).
2.8.10.6.

Ketelitian

Kisaran hasil dua kali ulangan maksimal 10 % dari nilai rata-rata hasil bilangan asam. Jika
kisaran lebih besar dari 10 %, maka uji harus diulang kembali.
2.8.11. Bilangan peroksida
2.8.11.1. Prinsip
Kalium iodida yang ditambahkan berlebih ke dalam contoh akan bereaksi dengan
peroksida yang ada pada lemak atau minyak. Banyaknya iod yang dibebaskan dititrasi dengan
larutan standar tiosulfat menggunakan indikator kanji.
2.8.11.2. Peralatan
a) Neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian minimal 0,1 mg;
b) Erlenmeyer 250 mL bertutup asah;
c) pipet gondok 25 mL, terkalibrasi;
d) labu takar 100 mL, terkalibrasi;dan
e) pipet volume 1 mL.
18 | E1G 013 026

2.8.11.3. Pereaksi
a) Larutan asam asetat-Isooktan
buat campuran asam asetat glasial dan isooktan 3:2 (v/v)
b) Larutan kalium iodida jenuh
larutkan kalium iodida p.a dalam air suling yang baru mendidih hingga kondisi jenuh (adanya
kristal KI yang tidak larut). Larutan ini harus disiapkan setiap kali akan melakukan
pengujian.
c) Larutan standar natrium tiosulfat 0,1 N timbang 24,9 gram natrium tiosulfat kemudian
larutkan dengan air suling bebas CO2 dalam gelas piala. Masukkan ke dalam labu ukur 1 L
kemudian tera dan impitkan, tetapkan normalitas larutan tersebut.
d) Penetapan larutan standar natrium tiosulfat 0,1 N
- Timbang 0,05 sampai dengan 0,1 gram kalium iodat (KIO3) kering, larutkan ke dalam
Erlenmeyer 250 mL dengan air suling sebanyak 50 mL, tambahkan 10 mL kalium iodida
20 % dan 2,5 mL HCl 4 N, iod yang dibebaskan dititar dengan natium tiosulfat0,1 N yang
akan distandardisasi sampai larutan berwarna kuning, tambahkan 2 sampai dengan 3 mL
larutan kanji 1 % dan titrasi dilanjutkan sampai warna biru hilang.Kerjakan duplo.
Hitung normalitas natrium tiosulfat sampai 4 desimal dengan menggunakan rumus :
N (gram ek/L) =

w
V x Eq

Keterangan:
N adalah normalitas natrium tiosulfat, dinyatakan dalam gram ekivalen per liter (gram ek/L)
W adalah bobot kalium iodat, dinyatakan dalam miligram (mg)
V adalah volume larutan natrium tiosulfat yang digunakan untuk titrasi, dinyatakan dalam
milliliter (mL)
Eq adalah berat equivalen dari kalium iodat
Timbang 0,16 sampai dengan 0,22 g kalium dikromat (K2Cr2O7) yang sudah dihaluskan dan
dikeringkan (pada suhu 110 C) ke dalam Erlenmeyer 500 mL, dan larutkan dengan 25 mL air
suling.Tambahkan 5 mL HCl pekat dan 20 mL larutankalium iodida jenuh kemudian
diaduk.Titar dengan natrium tiosulfat 0,1 N yang akan distandardisasi sampai warna kuning
larutan hampir hilang. Tambahkan 1 sampai dengan 2 mL larutan kanji 1% dan titrasi
dilanjutkan sampai warna biru hilang. Kerjakan duplo.
N=

20,394 x W
V

Keterangan:
N adalah konsentrasi natrium tiosulfat, dinyatakan dalam normalitas (N)
W adalah bobot kalium dikromat, dinyatakan dalam miligram (mg)
19 | E1G 013 026

V adalah volume larutan natrium tiosulfat yang digunakan untuk titrasi, dinyatakan dalam
mililiter (mL)
20,394 adalah konstanta.
Apabila perbedaan hasil diantara dua penetapan lebih dari 0,0004 maka lakukan triplo.
e) larutan standar natrium tiosulfat 0,01 N; lakukan pengenceran larutan standar natrium
tiosulfat 0,1 N untuk mendapatkan konsentrasi 0,01 N;
f) indikator larutan kanji 1 %; 1 g serbuk kanji dididihkan dengan 100 mL air suling dalam
gelas piala.
2.8.11.4. Cara kerja
a) Timbang dengan teliti (5 0,05) g contoh (W) kedalam Erlenmeyer asah 250 mL yang

mkering;
b) Tambahkan 50 mL larutan asam asetat glasial-isooktan, tutup erlenmeyer dan aduk hingga
larutan homogen;
c) Tambahkan 0,5 mL larutan kalium iodida jenuh dengan menggunakan pipet ukur, kemudian
kocok selama 1 menit;
d) Tambahkan 30 mL air suling kemudian tutup Erlenmeyer dengan segera. Kocok dan titar
dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N hingga warna kuning hampir hilang, kemudian
tambahkan indikator kanji 0,5 mL dan lanjutkan penitaran, kocok kuat untuk melepaskan
semua iod dari lapisan pelarut hingga warna biru hilang;
e) Lakukan penetapan duplo;
f) Lakukan penetapan blanko;dan
g) Hitung bilangan peroksida dalam contoh.
2.8.11.5.

Perhitungan

Bilangan peroksida dinyatakan sebagai milliekivalen O2 per kg lemak yang dihitung


menggunakan rumus :
Bilangan peroksida (mek O2/kg) =

1000 x N x (V 0V 1)
W

Keterangan:
N adalah normalitas larutan standar natrium tiosulfat 0,01 N, dinyatakan dalam normalitas,
(N);
Vo adalah volume larutan natrium tiosulfat 0,1 N yang diperlukan pada penitaran contoh,
dinyatakan dalam mililiter (mL);
V1 adalah volume larutan natrium tiosulfat 0,1 N yang diperlukan pada penitaran
blanko,dinyatakan dalam mililiter (mL);
20 | E1G 013 026

W adalah bobot contoh, dinyatakan dalam gram (g).


2.8.12. Minyak pelikan
2.8.12.1.Prinsip
minyak mineral bersifat tidak dapat disabunkan dalam larutan basa alkohol-air.
2.8.12.2.Peralatan
a) Erlenmeyer;
b) penangas air;
c) pendingin tegak, dan
d) pipet.
2.8.12.3.Pereaksi
a) Etanol 95 %; dan
b) Larutan KOH 0,5 N dalam etanol.
2.8.12.4.Cara kerja
a) Ambil dengan seksama 1 mL contoh dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer, kemudian
tambahkan 1 mL KOH 0,5 N dan 25 mL etanol 95 %, didihkan dengan menggunakan
pendingin tegak, kocok sekali-kali hingga terbentuk penyabunan (lebih kurang 5 menit);
b) tambahkan 25 mL air, jika larutan menjadi keruh menandakan adanya minyak pelikan.
2.8.12.5.Cara menyatakan hasil
a) Jika larutan menjadi keruh, maka hasil dinyatakan positif; dan
b) jika larutan tidak menjadi keruh, maka hasil dinyatakan negatif.

2.8.13. Asam lemak linolenat (C18:3)


2.8.13.1.
Prinsip
Penentuan komposisi asam lemak dalam minyak dengan cara pemisahan masing-masing
komponen secara gas kromatografi dengan menggunakan FID detektor.
2.8.13.2.

Peralatan

a) Kromatografi gas dengan detektor nyala api (FID) dan integrator;


b) Kolom kapiler INNOWAX dengan : isi biscynopropil polusiloxane dengan ketebalanmlapisan: 0.2
m, panjang 30 m, dan diameter 0,25 m fused silica;
c) timbangan analitik;
d) pipet ukur 1 mL dan 5 mL;
e) pear Shape Glass (botol contoh);
f) syringe 10 L;
g) vial tertutup;

21 | E1G 013 026

h) pipet tetes; dan


i) kertas saring Whatman no. 41
2.8.13.3.

Pereaksi

a) n - Heptan/n - Heksan khusus untuk kromatografi gas;


b) KOH 2 N dalam methanol; timbang 11,2 g KOH dan larutkan sampai 100 mL dengan metanol
c) Pereaksi BF3 Metanol;
d) Natrium hidroksida (NaOH) 0,5 N dalam metanol; timbang 20 gram NaOH, larutkan dalam 1 liter
metanol
e) Natrium klorida (NaCl), jenuh dalam air; Larutkan NaCl kedalam 100 mL air aduk hingga larut,
lakukan penambahan NaCl berulang-ulang hingga larutan tidak dapat melarutkan lagi NaCl
f) Petroleum eter 40 C - 60 C;
g) Natrium Sulfat (Na2SO4) Anhidrat; Panaskan pada suhu 100 C selama 1 jam
h) Standar mixed Asam Lemak; dan
i) Larutan Indikator MM-1 % dalam alkohol 60 %

2.8.13.4.

Prosedur

Suhu detektor : 250 C


Suhu injektor : 200 C
Suhu oven :
Rate (C / menit)
0
3,00
3,00
0.00
Suhu FID : 250 C

Suhu (C)
100,00
150,00
250,00
0,0

Hold Time (menit)


0,00
0,00
0,00
0,00

Gas pembawa : Helium


Kecepatan Alir : 30 ml/menit
Gas pembakar : Udara tekan dan hidrogen
2.8.13.5. Persiapan contoh cara 1
Penimbangan contoh jumlahnya tidak ditentukan, tetapi perlu diketahui untuk
menentukan ukuran labu dan jumlah yang akan digunakan seperti tabel berikut ini :
Contoh (mg)
100 - 250
250 - 500
500 - 750
750 1 000

Kapasitas labu (mL)


50
50
125
125

NaOH 0,5 N (mL)


4
6
8
10

BF3 Metanol (mL)


5
7
9
12

a) Timbang contoh, masukan ke dalam labu didih 250 mL;


b) tambahkan pereaksi NaOH 0,5 N-Metanol dan BF3-Metanol sesuai tabel diatas, kemudian
didihkan di atas penangas air selama 2 menit dengan kondensor atau pendingin tegak;
22 | E1G 013 026

c) tambahkan 5 mL Heptan melalui kondensor, kemudian didihkan kembali selama 1 menit,


lepaskan labu didih dari kondensor, kemudian pada saat masih hangat tambahkan 30 mL
larutan NaCl jenuh, labu didih ditutup dan larutan digoyangkan dengan hati-hati selama 1
menit. Penambahan larutan NaCl jenuh harus cukup untuk mendapatkan proses pemisahan
yang sempurna;
d) masukan larutan ke dalam labu kocok, tambahkan 50 mL petroleum eter kemudian kocok
selama 3 menit;
e) lakukan penambahan petroleum eter dengan penambahan 3 x 50 mL;
f) pisahkan lapisan bagian atas (larutan petroleum yang mengandung asam lemak), dan cuci
larutan petroleum eter dengan air suling hingga bebas basa;
g) masukan larutan petroleum eter yang mengandung metil ester ke dalam labu didih berdasar
bulat, kemudian uapkan larutan dengan vakum evaporator hingga kering;
h) larutkan residu dengan 1 ml petroleum eter;
i) larutan siap untuk diinjeksikan ke dalam alat KG.
2.8.13.6.

Persiapan contoh cara 2 (Bilangan asam <2)

a) Panaskan contoh minyak sampai cair, lalu saring dengan Whatman No. 41;
b) timbang dengan teliti 0,2 g contoh dalam botol contoh;
c) tambahkan 5 ml n-Heptan/n-Heksan, kocok hingga contoh larut sempurna;
d) tambahkan 0,2 ml KOH 2 N dalam metanol, tutup botol contoh, lalu kocok selama 1 menit;
e) diamkan selama kurang lebih 30 menit hingga terbentuk dua lapisan yang terpisah;
f) ambil dengan syringe lapisan bagian atas sebanyak 1 L, kemudian injeksikan contoh
tersebut ke dalam kromatograf gas sesudah dikondisikan.
2.8.13.7. Cara perhitungan
Berdasarkan % Iuas puncak
2.8.14. Kadmium (Cd) dan timbal (Pb)
2.8.14.1.
Prinsip
Destruksi contoh dengan cara pengabuan kering pada suhu 450 C yang dilanjutkan
dengan pelarutan dalam larutan asam. Logam yang terlarut dihitung menggunakan alat
Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) dengan panjang gelombang maksimal 228,8 nm untuk
Cd dan 283,3 nm untuk Pb.
2.8.14.2.

Peralatan

a) Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) beserta kelengkapannya (lampu katoda Cd dan Pb)
terkalibrasi (sebaiknya menggunakan SSA tungku grafit);
b) tanur terkalibrasi dengan ketelitian 1 C;
23 | E1G 013 026

c) neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian 0,1 mg;


d) pemanas listrik;
e) penangas air;
f) pipet ukur berskala 0,05 mL atau mikro buret terkalibrasi;
g) labu ukur 1 000 mL, 100 mL, dan 50 mL terkalibrasi;
h) gelas ukur 10 mL;
i) gelas piala 250 mL;
j) botol polipropilen;
k) cawan porselen/platina/kuarsa 50 mL sampai dengan 100 mL; dan
l) kertas saring tidak berabu dengan spesifikasi particle retention liquid 20 m sampai dengan
25 m.
2.8.14.3.

Pereaksi

a) Asam nitrat, HNO3 pekat;


b) Asam klorida, HCl pekat;
c) Larutan asam nitrat, HNO3 0,1 Ngaris.
d) Larutan asam klorida, HCl 6 N; encerkan 500 mL HCl pekat dengan aquabides dalam labu
ukur 1 000 mL sampai tanda garis.
e) Larutan baku 1 000 g/mL Cd; larutkan 1,000 g Cd dengan 7 mL HNO3 pekat dalam gelas
piala 250 mL dan masukkan ke dalam labu ukur 1000 mL kemudian encerkan dengan
aquabides sampai tanda garis, atau bisa digunakan larutan baku Cd 1000 g/mL siap pakai.
f) Larutan baku 200 g/mL Cd; pipet 10 mL larutan baku 1000 g/mL Cd ke dalam labu ukur
50 mL kemudian encerkan dengan aquabides sampai tanda garis kemudian dikocok.
Larutan baku kedua ini memiliki konsentrasi 200 g/mL Cd.
g) Larutan baku 20 g/mL Cd; pipet 10 mL larutan baku 200 g/mL Cd ke dalam labu ukur
100 mL kemudian encerkan dengan aquabides sampai tanda garis kemudian dikocok.
Larutan baku ketiga ini memiliki konsentrasi 20 g/mL Cd.
h) larutan baku kerja Cd; pipet ke dalam labu ukur 100 mL masing-masing sebanyak 0 mL,
0,5 mL, 1 mL; 2 mL; 4 mL; 7 mL dan 9 mL larutan baku 20 g/mL kemudian tambahkan 5
mL larutan HNO3 1 atau HCl 6 N, dan encerkan dengan aquabides sampai tanda garis
kemudian kocok. Larutan baku kerja ini memiliki konsentrasi 0 g/mL; 0,1 g/mL; 0,2
g/mL; 0,4 g/mL; 0,8 g/mL; 1,4 g/mL dan 1,8 g/mL Cd.
i) Larutan baku 1000 g/mL Pb; larutkan 1,000 g Pb dengan 7 mL HNO3 pekat dalam gelas
piala 250 mL dan masukkan ke dalam labu ukur 1 000 mL kemudian encerkan dengan
aquabides sampai tanda garis, atau bisa digunakan larutan baku Pb 1 000 g/mL siap pakai.
24 | E1G 013 026

j) Larutan baku 50 g/mL Pb; dan pipet 5,0 mL larutan baku 1 000 g/mL Pb ke dalam labu
ukur 100 mL dan encerkan dengan aquabides sampai tanda garis kemudian kocok. Larutan
baku kedua ini memiliki konsentrasi Pb 50 g/mL.
k) Larutan baku kerja Pb; pipet ke dalam labu ukur 100 mL masing-masing sebanyak 0 mL,
0,2 mL; 0,5 mL; 1 mL; 2 mL; 3 mL dan 4 mL larutan baku 50 g/mL kemudian tambahkan
5 mL larutan HNO3 1 N atau HCl 6 N, dan encerkan dengan aquabides sampai tanda garis
kemudian kocok. Larutan baku kerja ini memiliki konsentrasi 0 g/mL; 0,1 g/mL; 0,25
g/mL; 0,5 g/mL; 1,0 g/mL; 1,5 g/mL dan 2,0 g/mL Pb.
2.8.14.4.

Cara Kerja

a) Timbang 10 g sampai dengan 20 g contoh (W) dengan teliti dalam cawan porselen/ platina/
kuarsa;
b) tempatkan cawan berisi contoh uji di atas pemanas llistrik dan panaskan secara bertahap
sampai contoh uji tidak berasap lagi;
c) lanjutkan pengabuan dalam tanur (450 5) C sampai abu berwarna putih, bebas dari
karbon;
d) apabila abu belum bebas dari karbon yang ditandai dengan warna keabu-abuan, basahkan
dengan beberapa tetes air dan tambahkan tetes demi tetes HNO3 pekat kirakira 0,5 mL
sampai dengan 3 mL;
e) keringkan cawan di atas pemanas llistrik dan masukkan kembali ke dalam tanur pada suhu
(450 5) C kemudian lanjutkan pemanasan sampai abu menjadi putih. Penambahan
HNO3 pekat dapat diulangi apabila abu masih berwarna keabu-abuan;
f) larutkan abu berwarna putih dalam 5 mL HCl 6 N, sambil dipanaskan di atas pemanas
llistrik atau penangas air sampai kering, kemudian larutkan dengan HNO3 0,1 N 20 mL
30 mL dan masukkan ke dalam labu ukur 50 mL kemudian tepatkan hingga tanda garis
dengan aquabides (V), jika perlu, saring larutan menggunakan kertas saring ke dalam botol
polipropilen;
g) siapkan larutan blanko dengan penambahan pereaksi dan perlakuan yang sama seperti
contoh;
h) baca absorbans larutan baku kerja dan larutan contoh terhadap blanko menggunakan SSA
pada panjang gelombang maksimal sekitar 228,8 nm untuk Cd dan 283,3 nm untuk Pb;
i) buat kurva kalibrasi antara konsentrasi logam (g/mL) sebagai sumbu X dan absorbans
sebagai sumbu Y;
j) plot hasil pembacaan larutan contoh terhadap kurva kalibrasi (C); dan
k) hitung kandungan logam dalam contoh.
25 | E1G 013 026

2.8.14.5.

Perhitungan

Kandungan logam (mg/kg) =

C
W

xV

Keterangan:
C adalah konsentrasi logam dari kurva kalibrasi, dinyatakan dalam mikrogram per
milliliter (g/mL);
V adalah volume larutan akhir, dinyatakan dalam mililiter (mL); dan
W adalah bobot contoh, dinyatakan dalam gram (g).
2.8.14.6.

Ketelitian

Kisaran hasil dua kali ulangan maksimal 16 % dari nilai rata-rata hasil kandungan logam. Jika
kisaran lebih besar dari 16 %, maka uji harus diulang kembali.
2.8.15. Timah (Sn)
2.8.15.1. Prinsip
Contoh didestruksi dengan HNO3 dan HCl kemudian tambahkan KCl untuk
mengurangi gangguan. Sn dibaca menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) pada
panjang gelombang maksimal 235,5 nm dengan nyala oksidasi N2O-C2H2.
2.8.15.2.

Peralatan

a) Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) beserta kelengkapannya (lampu katoda Sn)


terkalibrasi;
b) tanur terkalibrasi dengan ketelitian 1 C;
c) neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian 0,1 mg;
d) pemanas llistrik;
e) penangas air;
f) labu ukur 1 000 mL, 100 mL, dan 50 mL terkalibrasi;
g) pipet ukur 10 mL dan 5 mL berskala 0,1 mL, terkalibrasi;
h) Erlenmeyer 250 mL;
i) gelas ukur 50 mL; dan
j) gelas piala 250 mL.
2.8.15.3.

Pereaksi

a) Larutan kalium klorida, 10 mg/mL K; larutkan 1,91 g KCl dengan air menjadi 100 mL.
b) Asam nitrat pekat, HNO3 pekat;
c) Asam klorida pekat, HCl pekat;
26 | E1G 013 026

d) Larutan baku 1 000 g/mL Sn; dan larutkan 1,000 mg Sn dengan 200 mL HCl pekat dalam
labu ukur 1 000 mL, tambahkan 200 mL air suling, dinginkan pada suhu ruang dan
encerkan dengan air suling sampai tanda garis.
e) larutan baku kerja Sn. pipet 10 mL HCl pekat dan 1,0 mL larutan KCl ke dalam masingmasing labu ukur 100 mL. Tambahkan masing-masing 0 mL; 0,5 mL; 1,0 mL; 1,5 mL;
2,0 mL dan 2,5 mL larutan baku 1000 g/mL Sn dan encerkan dengan air suling sampai
tanda garis. Larutan baku kerja ini memiliki konsentrasi 0 g/mL; 5 g/mL; 10 g/mL;
15 g/mL; 20 g/mL dan 25 g/mL Sn.
2.8.15.4.

Cara kerja

a) Timbang 10 g sampai dengan 20 g (W) dengan teliti ke dalam Erlenmeyer 250 mL,
tambahkan 30 mL HNO3 pekat dan biarkan 15 menit;
b) panaskan perlahan selama 15 menit di dalam lemari asam, hindari terjadinya percikan yang
berlebihan;
c) lanjutkan pemanasan sehingga sisa volume 3 mL sampai dengan 6 mL atau sampai contoh
mulai kering pada bagian bawahnya, hindari terbentuknya arang;
d) angkat Erlenmeyer dari pemanas llistrik, tambahkan 25 mL HCl pekat, dan panaskan
selama 15 menit sampai letupan dari uap Cl2 berhenti;
e) tingkatkan pemanasan dan didihkan sehingga sisa volume 10 mL sampai dengan 15 mL;
f) tambahkan 40 mL air suling, aduk, dan tuangkan ke dalam labu ukur 100 mL, bilas
Erlenmeyer tersebut dengan 10 mL air suling (V);
g) tambahkan 1,0 mL KCl, dinginkan pada suhu ruang, tepatkan dengan air suling sampai
tanda garis dan saring;
h) siapkan larutan blanko dengan penambahan pereaksi dan perlakuan yang sama seperti
contoh;
i) baca absorbans larutan baku kerja dan larutan contoh terhadap blanko menggunakan SSA
pada panjang gelombang maksimal 235,5 nm dengan nyala oksidasi N2O-C2H2;
j) buat kurva kalibrasi antara konsentrasi logam (g/mL) sebagai sumbu X dan absorbans
sebagai sumbu Y;
k) plot hasil pembacaan larutan contoh terhadap kurva kalibrasi (C);
l) lakukan pengerjaan duplo; dan
m) hitung kandungan Sn dalam contoh.
2.8.15.5.

Perhitungan

Kandungan timah (Sn) (mg/kg) = =


Keterangan:
27 | E1G 013 026

C
W

xV

C adalah konsentrasi logam dari kurva kalibrasi, dinyatakan dalam mikrogram per mililiter
(g/mL)
V adalah volume larutan akhir, dinyatakan dalam mililiter (mL);
W adalah bobot contoh, dinyatakan dalam gram (g).
2.8.15.6.

Ketelitian

Kisaran hasil dua kali ulangan maksimal 16 % dari nilai rata-rata hasil kandungan timah (Sn).
Jika kisaran lebih besar dari 16 %, maka uji harus diulang kembali.
2.8.16. Merkuri (Hg)
2.8.16.1.
Prinsip
Reaksi antara senyawa merkuri dengan NaBH4 atau SnCl2 dalam keadaan asam akan
membentuk gas atomik Hg. Jumlah Hg yang terbentuk sebanding dengan absorbans Hg yang
dibaca menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) tanpa nyala pada panjang
gelombang maksimal 253,7 nm.
2.8.16.2.

Peralatan

a) Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) yang dilengkapi lampu katoda Hg dan generator
uap hidrida (HVG);
b) microwave digester;
c) neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian 0,1 mg;
d) pemanas llistrik;
e) pendingin terbuat dari borosilikat, diameter 12 mm sampai dengan 18 mm, tinggi 400 mm
diisi dengan cincin Raschig setinggi 100 mm, dan dilapisi dengan batu didih berdiameter
4 mm di atas cincin setinggi 20 mm;
f) tabung destruksi;
g) labu destruksi 250 mL berdasar bulat;
h) labu ukur 1 000 mL, 500 mL, 100 mL dan 50 mL terkalibrasi;
i) gelas ukur 25 mL;
j) pipet ukur berskala 0,05 mL atau mikro buret terkalibrasi; dan
k) gelas piala 500 mL
2.8.16.3.

Pereaksi

a) Larutan asam sulfat, H2SO4 9 M;


b) larutan asam nitrat, HNO3 7 M;
c) campuran HNO3 : HClO4 (1:1);
d) hidrogen peroksida, H2O2 pekat;
e) larutan natrium molibdat, NaMoO4.7H2O 2 %;

28 | E1G 013 026

f) larutan pereduksi; campurkan 50 mL H2SO4 dengan 300 mL air suling dalam gelas piala
500 mL dan dinginkan sampai suhu ruang kemudian tambahkan 15 g NaCl, 15 g
hidroksilamin sulfat, dan 25 g SnCl2. Pindahkan kedalam labu ukur 500 mL dan
encerkan dengan air suling sampai tanda garis.
g) larutan natrium boronhidrida, NaBH4; larutkan 3 g serbuk NaBH4 dan 3 g NaOH dengan
air suling dalam labu ukur 500 mL.
h) larutan pengencer; masukkan 300 mL sampai dengan 500 mL air suling kedalam labu ukur
1 000 mL dan tambahkan 58 mL HNO3 kemudian tambahkan 67 mL H2SO4. Encerkan
dengan air suling sampai tanda garis dan kocok.
i) larutan baku 1 000 g/mL Hg; larutkan 0,135 4 g HgCl2 dengan kira-kira 25 mL air suling
dalam gelas piala 250 mL dan masukkan ke dalam labu ukur 100 mL kemudian encerkan
dengan air suling sampai tanda garis.
j) larutan baku 1 g/mL Hg; pipet 1 mL larutan baku 1 000 g/mL Hg ke dalam labu ukur 1
000 mL dan encerkan dengan larutan pengencer sampai tanda garis kemudian kocok.
Larutan baku kedua ini memiliki konsentrasi 1 g/mL.
k) larutan baku kerja Hg; dan pipet masing-masing 0,25 mL; 0,5 mL; 1 mL; dan 2 mL larutan
baku 1 g/mL ke dalam labu ukur 100 mL terpisah dan encerkan dengan larutan
pengencer sampai tanda garis. Larutan baku kerja ini memiliki konsentrasi 0,002 5
g/mL; 0,005 g/mL; 0,01 g/mL; 0,02 g/mL Hg. Dan batu didih.
2.8.16.4.
Cara kerja
2.8.16.4.1. Pengabuan basah
a) Timbang 5 g contoh (W) dengan teliti ke dalam labu destruksi dan tambahkan 25 mL
H2SO4 9 M, 20 mL HNO3 7 M, 1 mL larutan natrium molibdat 2 %, dan 5 butir sampai
dengan 6 butir batu didih;
b) hubungkan labu destruksi dengan pendingin dan panaskan di atas pemanas llistrik selama 1
jam. Hentikan pemanasan dan biarkan selama 15 menit;
c) tambahkan 20 mL campuran HNO3 : HClO4 (1:1) melalui pendingin;
d) hentikan aliran air pada pendingin dan panaskan dengan panas tinggi hingga timbul uap
putih. Lanjutkan pemanasan selama 10 menit dan dinginkan;
e) tambahkan 10 mL air suling melalui pendingin dengan hati-hati sambil labu digoyanggoyangkan;
f) didihkan lagi selama 10 menit;
g) matikan pemanas dan cuci pendingin dengan 15 mL air suling sebanyak 3 kali kemudian
dinginkan sampai suhu ruang;

29 | E1G 013 026

h) pindahkan larutan destruksi contoh ke dalam labu ukur 100 mL secara kuantitatif dan
encerkan dengan air suling sampai tanda garis (V);
i) pipet 25 mL larutan di atas ke dalam labu ukur 100 mL dan encerkan dengan larutan
pengencer sampai tanda garis;
j) siapkfan larutan blanko dengan penambahan pereaksi dan perlakuan yang sama seperti
contoh;
k) tambahkan larutan pereduksi ke dalam larutan baku kerja Hg, larutan contoh, dan larutan
blako pada alat HVG;
l) baca absorbans larutan baku kerja, larutan contoh, dan larutan blanko menggunakan SSA
tanpa nyala pada panjang gelombang 253,7 nm;
m) buat kurva kalibrasi antara konsentrasi logam (g/mL) sebagai sumbu X dan absorbans
sebagai sumbu Y;
n) plot hasil pembacaan larutan contoh terhadap kurva kalibrasi (C);
o) lakukan pengerjaan duplo; dan
p) hitung kandungan Hg dalam contoh.
2.8.16.4.2. Destruksi menggunakan microwave digester atau destruksi sistem tertutup
a) Timbang 1 g contoh (W) ke dalam tabung destruksi dan tambahkan 5 mL HNO3, 1 mL
H2O2 kemudian tutup rapat;
b) masukkan ke dalam microwave digester dan kerjakan sesuai dengan petunjuk pemakaian
alat;
c) pindahkan larutan destruksi contoh ke dalam labu ukur 50 mL secara kuantitatif dan
encerkan dengan air suling sampai tanda garis (V);
d) siapkan larutan blanko dengan penambahan pereaksi dan perlakuan yang sama seperti
contoh;
e) tambahkan larutan pereduksi ke dalam larutan baku kerja, larutan contoh, dan larutan
blanko pada alat HVG;
f) baca absorbans larutan baku kerja, larutan contoh, dan larutan blanko menggunakan SSA
tanpa nyala pada panjang gelombang 253,7 nm;
g) buat kurva kalibrasi antara konsentrasi logam (g/mL) sebagai sumbu X dan absorbans
sebagai sumbu Y;
h) plot hasil pembacaan larutan contoh terhadap kurva kalibrasi (C);
i) lakukan pengerjaan duplo; dan
j) hitung kandungan Hg dalam contoh.
2.8.16.5.
30 | E1G 013 026

Perhitungan

Kandungan merkuri (Hg) (mg/kg) =

C
W

V x Fp

Keterangan:
C adalah konsentrasi logam dari kurva kalibrasi, dinyatakan dalam mikrogram per
mililiter (g/mL);
V adalah volume larutan akhir, dinyatakan dalam mililiter (mL);
W adalah bobot contoh, dinyatakan dalam gram (g);
fp adalah faktor pengenceran.
2.8.16.6.

Ketelitian

Kisaran hasil dua kali ulangan maksimal 16 % dari nilai rata-rata hasil kandungan
merkuri (Hg). Jika kisaran lebih besar dari 16 %, maka uji harus diulang kembali.
2.8.17. Cemaran arsen (As)
2.8.17.1.
Prinsip
Contoh didestruksi dengan asam menjadi larutan arsen. Larutan As5+ direduksi
dengan KI menjadi As3+ dan direaksikan dengan NaBH4 atau SnCl2 sehingga terbentuk
AsH3 yang kemudian dibaca dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) pada panjang
gelombang maksimal 193,7 nm.
2.8.17.2.

Peralatan

a) Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) yang dilengkapi dengan lampu katoda As dan
generator uap hidrida (HVG) terkalibrasi;
b) tanur terkalibrasi dengan ketelitian 1 C;
c) microwave digester;
d) neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian 0,1 mg;
e) pemanas listrik;
f) burner atau bunsen;
g) labu Kjeldahl 250 mL;
h) labu berbahan borosilikat berdasar bulat 50 mL;
i) labu ukur 50 mL, 100 mL, 500 mL, dan 1 000 mL terkalibrasi;
j) gelas ukur 25 mL;
k) pipet volumetrik 25 mL terkalibrasi;
l) pipet ukur berskala 0,05 mL atau mikro buret terkalibrasi;
m) cawan porselen 50 mL; dan
n) gelas piala 200 mL.
2.8.17.3. Pereaksi
31 | E1G 013 026

a) Asam nitrat, HNO3 pekat;


b) asam sulfat, H2SO4 psekat;
c) asam perklorat, HClO4 pekat;
d) ammonium oksalat; (NH4)C2O4 jenuh
e) hidrogen peroksida, H2O2 pekat;
f) larutan natrium borohidrida, NaBH4 4%; larutkan 3 g NaBH4 dan 3 g NaOH dengan air
suling sampai tanda garis kedalam labu ukur 500 mL.
g) larutan asam klorida, HCl 8 M; larutkan 66 mL HCl pekat kedalam labu ukur 100 mL dan
encerkan dengan air suling sampai tanda garis.
h) larutan timah (II) klorida, SnCl2.2H2O 10%; timbang 50 g SnCl2.2H2O ke dalam gelas
piala 200 mL dan tambahkan 100 mL HCl 37%. Panaskan hingga larutan jernih dan
dinginkan kemudian tuangkan ke dalam labu ukur 500 mL dan encerkan dengan air
suling sampai tanda garis.
i) larutan kalium iodida, KI 20%; timbang 20 g KI ke dalam labu ukur 100 mL dan encerkan
dengan air suling sampai tanda garis (larutan harus dibuat langsung sebelum digunakan).
j) larutan Mg(NO3)2 75 mg/mL; Larutkan 3,75 g MgO dengan 30 mL H2O secara hati-hati,
tambahkan 10 mL HNO3, dinginkan dan encerkan hingga 50 mL dengan air suling;
k) larutan baku 1 000 g/mL As; larutkan 1,320 3 g As2O3 kering dengan sedikit NaOH 20 %
dan netralkan dengan HCl atau HNO3 1:1 (1 bagian asam : 1 bagian air). Masukkan ke
dalam labu ukur 1 000 mL dan encerkan dengan air suling sampai tanda garis.
l) larutan baku 100 g/mL As; pipet 10 mL larutan baku As 1 000 g/mL ke dalam labu ukur
100 mL dan encerkan dengan air suling sampai tanda garis. Larutan baku kedua ini
memiliki konsentrasi 100 g/mL As.
m) larutan baku 1 g/mL As; dan pipet 1 mL larutan baku As 100 g/mL ke dalam labu ukur
100 mL dan encerkan dengan air suling sampai tanda garis. Larutan baku ketiga ini
memiliki konsentrasi 1 g/mL As.
n) larutan baku kerja As. pipet masing-masing 1,0 mL; 2,0 mL; 3,0 mL; 4,0 mL dan 5,0 mL
larutan baku 1 g/mL As ke dalam labu ukur 100 mL terpisah dan encerkan dengan air
suling sampai tanda garis kemudian kocok. Larutan baku kerja ini memiliki konsentrasi
0,01 g/mL; 0,02 g/mL; 0,03 g/mL; 0,04 g/mL dan 0,05 g/mL As.
2.8.17.4.
Cara kerja
2.8.17.4.1. Pengabuan basah
a) Timbang 5 g sampai dengan 10 g contoh (W) kedalam labu Kjeldahl 250 mL, tambahkan 5
mL sampai dengan 10 mL HNO3 pekat dan 4 mL sampai dengan 8 mL H2SO4 pekat
dengan hati-hati;
32 | E1G 013 026

b) setelah reaksi selesai, panaskan dan tambahkan HNO3 pekat sedikit demi sedikit sehingga
contoh berwarna coklat atau kehitaman;
c) tambahkan 2 mL HClO4 70 % sedikit demi sedikit dan panaskan lagi sehingga larutan
menjadi jernih atau berwarna kuning (jika terjadi pengarangan setelah penambahan
HClO4, tambahkan lagi sedikit HNO3 pekat),
d) dinginkan, tambahkan 15 mL H2O dan 5 mL (NH4)2C2O4 jenuh;
e) panaskan sehingga timbul uap SO3 di leher labu;
f) dinginkan, pindahkan secara kuantitatif ke dalam labu ukur 50 mL dan encerkan dengan air
suling sampai tanda garis (V);
g) pipet 25 mL larutan diatas dan tambahkan 2 mL HCl 8 M, 0,1 mL KI 20 % kemudian
kocok dan biarkan minimal 2 menit;
h) siapkan larutan blanko dengan penambahan pereaksi dan perlakuan yang sama seperti
contoh;
i) tambahkan larutan pereduksi (NaBH4) ke dalam larutan baku kerja As, larutan contoh, dan
larutan blanko pada alat HVG;
j) baca absorbans larutan baku kerja, larutan contoh, dan larutan blanko menggunakan SSA
tanpa nyala pada panjang gelombang maksimal 193,7 nm;
k) buat kurva kalibrasi antara konsentrasi logam (g/mL) sebagai sumbu X dan absorbans
sebagai sumbu Y;
l) plot hasil pembacaan larutan contoh terhadap kurva kalibrasi (C);
m) lakukan pengerjaan duplo; dan
n) hitung kandungan As dalam contoh.
2.8.13.4.2. Destruksi menggunakan microwave digester atau destruksi sistem tertutup
a) Timbang 0,5 g contoh (W) ke dalam tabung destruksi dan tambahkan 5 mL HNO 3, 1 mL
H2O2 kemudian tutup rapat;
b) Masukkan ke dalam microwave digester dan kerjakan sesuai dengan petunjuk pemakaian
alat;
c) Setelah dingin, pindahkan larutan destruksi ke dalam labu ukur 25 mL secara kuantitatif
dan encerkan dengan air suling sampai tanda garis (V);
d) Pipet 10 mL larutan destruksi ke dalam labu borosilikat berdasar bulat 50 mL, tambahkan 1
mL larutan Mg(NO3)2, Uapkan di atas pemanas llistrik hingga kering dan arangkan.
Abukan dalam tanur dengan suhu 450 C ( 1 jam);
e) Dinginkan, larutkan dengan 2,0 mL HCl 8 M, 0,1 mL KI 20 % dan biarkan minimal 2
menit. Tuangkan larutan tersebut ke dalam tabung contoh pada alat;
f) Siapkan NaBH4 dan HCl dalam tempat yang sesuai dengan yang ditentukan oleh alat;
33 | E1G 013 026

g) Tuangkan larutan baku kerja As 0,01 g/mL; 0,02 g/mL; 0,03 g/mL; 0,04 g/mL; 0,05
g/mL serta blanko ke dalam 6 tabung contoh lainnya. Nyalakan burner atau bunsen
serta tombol pengatur aliran pereaksi dan aliran contoh;
h) Baca nilai absorbans tertinggi larutan baku kerja As dan contoh dengan blanko sebagai
koreksi; Buat kurva kalibrasi antara konsentrasi As (g/mL) sebagai sumbu X dan
absorbans sebagai sumbu Y; Plot hasil pembacaan larutan contoh terhadap kurva
kalibrasi (C); Lakukan pengerjaan duplo; dan Hitung kandungan As dalam contoh.
2.8.17.5.

Perhitungan

Kandungan cemaran arsen (As) (mg/kg) =

C
W

V x Fp

Keterangan:
C adalah konsentrasi cemaran As dari kurva kalibrasi, dinyatakan dalam mikrogram per
milliliter (g/mL)
V adalah volume larutan akhir, dinyatakan dalam mililiter (mL);
W adalah bobot contoh, dinyatakan dalam gram (g);
fp adalah faktor pengenceran.
.8.17.6.

Ketelitian

Kisaran hasil dua kali ulangan maksimal 16 % dari nilai rata-rata hasil kandungan
arsen (As). Jika kisaran lebih besar dari 16 %, maka uji harus diulang kembali.
BAB III PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Untuk meningkatkan pendapatan industri, kualitas dari bahan baku sangatlah
menentukan oleh karena itu perlunya kita mempelajari pengetahuan bahan agroindustri, agar
kita dapat meningkatkan atau menambah fungsi suatu bahan yang dapat memberikan nilai
tambah kepeda industri. Pemilihan input sangat penting dilakukan karena akan mempengaruhi
atau berdampak terhadap output dan juga pendapatan industri. Untuk mendapatkan Kualitas
dan kuantitas output yang baik, perlu dilakukan pemilihan bahan industri kelapa sawit, bahan
mentah (tandan buah segar kelapa sawit) bahan setengah jadi (minyak sawit mentah CPO)
sampai menentukan mutu dari bahan jadi (minyak goreng kelapa sawit) yang akan di
pasarkan.
3.2. SARAN
Bagi para pembaca, saya harapkan apabila ada kesalahan, kekurangan atau terlalu
berlebihan agar dapat memberikan masukan dan saran demi kemajuan penulisan berikutnya.
34 | E1G 013 026

Saran dapat disalurkan melalui e-mail M.Vyirnando@yahoo.com, dan nomor handphone yaitu
08789470946. Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca.
Apabila ada saran dan kritik yang ingin di sampaikan, silahkan sampaikan kepada kami.

DAFTAR PUSTAKA
Barus, Morina. 2000. Kajian Pengendalian Mutu Minyak Sawit Pada Pt Nadenggan, Medan:
Masters Thesis, IPB.
Budiyanto.

2013.

Pengelolahan

Minyak

Nabati,

Bengkulu:

Fakultas

Petanian,

UNIVERSITAS BENGKULU.
Standar Nasional Indonesia, Minyak Goreng (SNI 3741:2013).
Standar Nasional Indonesia, Minyak Sawit Mentah/Crude Palm Oil CPO (SNI 01-29012006).

35 | E1G 013 026

Anda mungkin juga menyukai