Patofisiologi Riketsia
Patofisiologi Riketsia
memproduksi kalsidol, yang beredar dalam plasma Sebagai metabolit vitamin D dan dianggap
sebagai indicator yang baik terhadap status vitamin D secara keseluruhan. Fase kedua terjadi
hidroksilasi di ginjal., dimana kalsidol mengalami hidroksilasi menjadi metabolit aktif kalsitriol.
Kalsitriol bekerja dengan mengatur metabolism kalsium dengan meningkatkan asupan
ataupun penyerapan kalsium dan fosfor dari reabsorpsi di usus, serta melepaskan kalsium dan
fosfat pada tulang. Kalsitriol juga dapat langsung memfasilitasi kalsifikasi tulang. Tindakan ini
meningkatkan konsentrasi kalsium dan fosfor dalam cairan ekstraseluler. Peningkatan kalsium
dan fosfor dalam cairan ekstraseluler pada gilirannya akan mengarah pada kalsifikasi osteoid,
terutama pada ujung tulang metapysela dan juga seluruh osteoid pada tulang rangka. Hormone
paratiroid memfasilitasi langkah hidroksilasi dalam metabolism vitamin D.
Dalam keadaan kekurangan vitamin D, hipokalsemia berkembang, yang meransang
kelebihan hormone paratiroid, yang merangsang kehilangan fosfor ginjal lebih lanjut mengurangi
deposisi kalsium dalam tulang. Kelebihan hormone paratiroid juga menghasilkan perubahan di
tulang serupa dengan yang terjadi pada hiperparatiroidisme. Pada awal perjalanan rakatis,
konsentrasi kalsium dalam serum menurun. Setelah respon paratiroid, konsentrasi kalsium
biasanya kembali ke kisaran normal., meskipun tingkat fosfor tetap rendah. Alkalin fosfatase
yang dihasilkan oleh sel osteoblas terlalu aktif diproduksi, kondisi ini memberikan manifestasi
kebocoran pada cairan ekstraseluler sehingga konsentrasi alkaline fosfat meningkat.
Malabsorpsi lemak di usus dan penyakit hati atau ginjal dapat menghasilkan gambaran
klinis dan biokimia sekunder riketsia. Obat antikonvulsan (misalnya: fenobarbital, fenitoin) dapat
mempercepat metabolism kalsidiol, sehingga menyebabkan kekurangan dan rakitis, terutama
pada anak-anak yang mengalami terapi anti kejang dalam jangka waktu lama.