Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN

PRAKTIKUM
LAPORAN
AKHIR
PRAKTIKUM
UNIT OPERASI PROSES - 2
DISTILASI BATCH PROSES II
UNIT DAN OPERASI

Distilasi Batch

Disusun Oleh :

Kelompok 09
Muchtazam Mulyansah
(1206221643)
Muhammad Fatah
Paramita Dona Fitria
Yoshua Reynaldo

(1206263370)
(1206263383)
(1206263414)

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2015

LAPORAN PRAKTIKUM UOP 2

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...............................................................................................................................i
BAB 1 - PENDAHULUAN.......................................................................................................1
1.1.

Tujuan Percobaan........................................................................................................1

1.2.

Teori Dasar..................................................................................................................1

1.2.1.

Kesetimbangan Uap-Cair.....................................................................................3

1.2.1.1.

Diagram Fasa Tekanan-Suhu-Konsenterasi..................................................3

1.2.1.2.

Kesetimbangan Tekanan Konstan.................................................................3

1.2.1.3.

Volatilitas Relatif..........................................................................................4

1.2.1.4.

Kesetimbangan Suhu Konstan......................................................................5

1.2.1.5.

Hukum Larutan Ideal Raoult........................................................................5

1.2.2.

Distilasi Diferensial atau Sederhana....................................................................6

1.2.2.1.

Campuran Biner............................................................................................8

1.2.2.2.

Kondensasi Diferensial.................................................................................9

1.2.2.3.

Volatilitas Relatif Konstan............................................................................9

1.2.3.

Metode McCabe-Thiele.......................................................................................9

BAB 2 - DATA PERCOBAAN................................................................................................14


2.1.

Data Awal..................................................................................................................14

2.2.

Data saat Total Reflux (100%)..................................................................................14

2.3.

Data saat Reflux 50%................................................................................................14

2.4.

Data saat Reflux 40%................................................................................................14

2.5.

Data saat Reflux 33%................................................................................................15

BAB 3 - PENGOLAHAN DATA.............................................................................................16


3.1.

Persamaan Persamaan yang Digunakan.................................................................16

3.2.

Hasil Perhitungan......................................................................................................20

3.2.1.

Menentukan Hubungan Waktu dan Fraksi Mol Aseton.....................................20

3.2.2.

Menentukan Jumlah dan Efisiensi Tray menggunakan Diagram McCabe-Thiele.


22

3.2.3.

Menentukan Laju Alir Molar Tiap Reflux.........................................................26

3.2.4.

Menentukan Hubungan Jumlah Produk terhadap Waktu untuk Tiap Reflux.....27

BAB 4 - ANALISIS.................................................................................................................29
4.1.
1

Analisis Hubungan Fraksi Mol untuk tiap Reflux.....................................................29


Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia | [Type the company
name]

LAPORAN PRAKTIKUM UOP 2


4.2.

Analisis Diagram McCabe-Tiele untuk tiap Reflux..................................................31

4.3.

Analisis Efisiensi Tray...............................................................................................35

4.4.

Analisis Laju Alir Molar untuk tiap Reflux...............................................................36

4.5.

Analisis Hubungan Jumlah Produk terhadap Waktu untuk tiap Reflux....................37

4.6.

Analisis Kesalahan....................................................................................................40

4.7.

Analisis Alat dan Bahan............................................................................................41

BAB 5 - KESIMPULAN.........................................................................................................42
BAB 6 - DAFTAR PUSTAKA................................................................................................43

Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia | [Type the company


name]

LAPORAN PRAKTIKUM UOP 2

Batch

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.

Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini adalah:


1. Mempelajari efek dari rasio reflux terhadap kemurnian dari produk.
2. Mendapatkan jumlah stage yang diperlukanuntuk memisahkan aseton dari
campuran aseton-air pada kondisi operasi tertentu (rasio reflux dan waktu
operasi).
3. Menentukan efisiensi tray dari alat distilasi yang digunakan.
4. Mengetahui hubungan dari jumlah produk dan laju air uap dengan rasio reflux dan
waktu operasi.
1.2.

Teori Dasar

Kolom distilasi (distillation column) merupakan peralatan proses yang banyak


digunakan dalam industri proses termasuk kilang minyak. Kolom distilasi digunakan untuk
memisahkan suatu bahan yang mengandung dua atau lebih komponen bahan menjadi
beberapa komponen berdasarkan perbedaan volatility (kemudahan menguap) dari masingmasing komponen bahan tersebut. Kolom distilasi merupakan serangkaian peralatan proses
yang terdiri dari preheater, column, condenser, accumulator, reboiler serta peralatan
pendukungnya, dengan konfigurasi seperti pada gambar berikut. Kolom (column) atau sering
disebut tower memiliki dua kegunaan; yang pertama untuk memisahkan feed (material yang
masuk) menjadi dua porsi, yaitu vapor yang naik ke bagian atas (top/overhead) kolom dan
porsi liquid yang turun ke bagian bawah (bottom) kolom; yang kedua adalah untuk menjaga
campuran kedua fasa vapor dan liquid (yang mengalir secara counter-current) agar seimbang,
sehingga pemisahannya menjadi lebih sempurna.
Overhead vapor akan meninggalkan bagian atas kolom dan masuk ke condenser,
vapor yang menjadi liquid akan dikumpulkan di accumulator. Sebagian liquid dari
accumulator dikembalikan ke kolom sebagai reflux, sedangkan sebagian lainnya sebagai
overhead product atau distillate. Bottom liquid keluar dari bagian bawah kolom dan
dipanaskan ke reboiler. Sebagian liquid menjadi vapor dan dikembalikan ke kolom, dan
sebagian lainnya akan dikeluarkan sebagai bottom product atau residue. Ini adalah
konfigurasi kolom yang relative sederhana, pada aplikasi yang lebih kompleks, sebagian
1

Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia

LAPORAN PRAKTIKUM UOP 2

Batch

vapor atau liquid ditarik dari beberapa titik di bagian samping kolom (sidestream) sebagai
intermediate product dan/atau sebagai reflux.
Pada praktikum ini akan dilakukan dengan menggunakan proses batch, di mana tidak
ada aliran masuk ataupun keluar dari dalam sistem selama proses berlangsung. Distilasi
dengan proses batch secara sederhana biasanya tidak akan memberikan hasil pemisahan yang
baik kecuali bila perbedaan penguapan komponen sangat tinggi. Dalam banyak kasus, kolom
rektifikasi dan dengan refluks digunakan untuk meningkatkan performa dari distilasi.
Untuk membedakan secara jelas perbedaan antara proses distilasi dan proses separasi
lainnya, kita dapat melihat ke beberapa contoh yang lebih spesifik. Dalam proses separasi
larutan yang umum antara garam dan air, larutan akan dipanaskan hingga air menguap
seluruhnya tanpa menguapkan garam karena air bersifat jauh lebih volatil dibanding garam.
Proses ini adalah proses evaporasi. Di sisi lain, distilasi adalah proses yang memisahkan dua
zat yang sama-sama volatil, seperti amoniak dan air. Dengan mengkontakkan amoniak-air
dengan udara secara langsung ketika dipanaskan seperti pada proses evaporasi, amoniak akan
terpisahkan dari air karena terjadi penguapan, namun amoniak kemudian akan kembali
tercampur dengan uap air dan udara sehingga tidak dapat diambil amoniak murni. Dengan
mengatur perlakuan panas yang diberikan, kita dapat menguapkan secara terpisah larutan
amoniak-air dan membuat fasa gas yang mengandung hanya air dan amoniak. Dan karena
pada fasa gas akan lebih banyak mengandung amoniak daripada yang dikandung cairan
residu, proses separasi dengan kandungan tertentu dapat kita lakukan. Dengan memanipulasi
fasa atau mengulangi penguapan dan pengembunan yang dilakuakn pada proses ini maka
sangat memungkinkan untuk membuat sebuah proses separasi selengkap mungkin sesuai
yang kita harapkan, mengambil komponen-komponen murni dari campuran sesuai dengan
yang kita harapkan.
Dalam praktiknya, distilasi dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode.
Metode pertama didasarkan pada penghasilan uap dengan memanaskan campuran cairan
hingga terpisah kemudian mengkondensasikan uap tersebutdan tidak membiarkan adanya
cairan kondensat yang kembali ke kolom, metode ini dinamakan distilasi tanpa refluks. Cara
kedua dapat dilakukan dengan mengembalikan sebagian uap yang telah dikondensasikan
sehingga dapat melakukan kontak kembali dengan uap yang menuju kondenser atau dengan
kata lain dilakukan refluks pada distilasi ini sehingga produk yang didapatkan dapat lebih
murni. Kedua metode tersebut dapat dilakukan pada proses yang kontinu ataupun batch.

Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia

LAPORAN PRAKTIKUM UOP 2

Batch

Keuntungan dari proses ditilasi adalah dalam proses ini perbedaan fasa baru yang
terbentuk dari asalnya bergantung dari kandungan panas yang diberikan, sementara panas
dapat ditambahkan atau dikurangi sesuai kemampuan dan biaya yang kita miliki. Sementara
proses absorbsi atau desorbi sangat bergantung pada larutan awalnya, kita harus mengatur
larutan awal tersebut karena proses tidak akan bisa dikembalikan.
Terdapat beberapa batasan dalam distilasi sebagai sebuah proses separasi. Dalam
absorbsi atau operasi serupa, kita dapat memilih banyak variasi solvent sehingga
menghasilkan kemungkinan yang besar efek separasi terjadi. Sebagai contoh, karena aior
tidak berfungsi dalam mengabsorbsi gas hidrokarbon dari sebuah campuran gas, kita dapat
memilih minyak hidrokarbon yang memiliki solubilitas tinggi. Tapi pada distilasi, tidak ada
pilihan seperti itu. Gas yang bisa dibentuk dari cairan yang akan didistilasi dengan perlakuan
panas pasti hanyalah gas yang terkandung pada cairan tersebut. Karena gas secara kimiawi
mirip dengan cairan, perubahan komposisi yang dihasilkan dari distribusi komponen antara
dua fasa tidaklah sangat besarr. Dalam beberapa kasus perubahan komposisi sangat kecil
sehingga proses tidak dapat dipraktikkan, hal tersebut dapat terjadi karena tidak ada
perubahan komposisi apa pun.
1.2.1.

Kesetimbangan Uap-Cair

Keberhasilan proses distilasi sangat bergantung pada pemahaman terhadap adanya


kesetimbangan antara fasa uap dan cairan dari campuran yang terbentuk.
1.2.1.1.

Diagram Fasa Tekanan-Suhu-Konsenterasi

Komponen cairan yang terlarut dalam seluruh proporsi larutan homogen yang tidak
ideal dan bukan komplikasi dari titik didih maksumum atau minimum yang terjadi. Dengan
anggapan komponen A dari campuran biner A-B sebagai yang lebih volatil, tekanan uap dari
komponen murni A pada setiap temperatur akan menjadi lebih tinggi dari teknan uap
komponen B. Kesetimbangan uap-cair dari senyawa murni dari campuran tersebut tentunya
merupakan hubungan antara tekanan uap dan suhu. Untuk campuran biner, konsenterasi harus
dipertimbangkan dengan baik. Fraksi mol adalah konsenterasi yang paling cocok untuk
digunakan, dengan x sebagai fraksi mol dari komponen A dan y* sebagai kesetimbangan
sesuai fraksi mol A dalam uap.

Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia

LAPORAN PRAKTIKUM UOP 2


1.2.1.2.

Batch

Kesetimbangan Tekanan Konstan

Simpangan antara permukaan ganda pada Gambar 1.1 dengan tekanan konstan
menghasilkan sebuah lengkungan kurva tanpa

memperluas titik didih maksimum atau

minimum dari senyawa murni B terhadap senyawa murni A pada teknanan tertentu. Kurva
bagian atas memperlihatkan hubungan temperatur dan komposisi uap (t-y*), bagian bawah
memperlihatkan hubungan suhu dan komposisi cairan (t-x).

Gambar 1. 1 Kesetimbangan Uap-Cair Biner

Gambar 1. 2 Kesetimbangan Tekanan Uap-Cair Konstan

Hubungan besaran dari kesetimbanhan fasa pada grafik adalah,


Moles of D line EF
=
Moles of F line DE

Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia

LAPORAN PRAKTIKUM UOP 2


1.2.1.3.

Batch

Volatilitas Relatif

Semakin besar jarak antara kurva kesetimbangan dan garis diagonal dari gambar 1.2,
semakin besar pula perbedaan komposisi uap dan cair dan semakin mudah pula proses
distilasi dilakukan. Salah satu pengukuran numeriknya disebut faktor separasi atau volatilitas
relatif . Perbandingan ini berasal dari perbandingan konsenterasi A dan B dalam satu fasa ke
fasa lainnya dan pengukurnnya dilakukan pada kemampuan pemisahan,
1 y

x
y
1 y y( 1x )
=

x
1x

=
Nilai dari akan berubah sesuai variasi x dari 0 hingga 1. Jika y* = x (kecuali x=0
atau 1), jika = 1 dan tidak ada pemisahan yang mungkin terjadi. Semakin besar , semakin
besar pula derajat pemisahannya.
1.2.1.4.

Kesetimbangan Suhu Konstan

Gambar 1. 3 Grafik Kesetimbangan Temperatur Konstan Uap-Cair

V adalah kesetimbangan uap yang bergantung pada T. Jika tekanan berkurang pada
temperatur konstan, uap pertama yang terbentuk pada U, penguapan sempurna terlihat pada
S, pengurangan tekanan yang lebih jauh akan menghasilkan uap lewat jenuh pada R.

Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia

LAPORAN PRAKTIKUM UOP 2


1.2.1.5.

Batch

Hukum Larutan Ideal Raoult

Dalam menghitung kesetimbangan dari campuran uap dan cairan ideal, kita
menggunakan tekanan p* sebagai satuan pada suhu yang sebanding dengan produk dari
tekanan uap p saat kemurnian pada suhu ini dan fraksi mol dalam cairan.
pA =p A X

pB =p B (1x)

Jika fasa uap juga ideal, maka


pt =p A + pB = p A X + p B (1x )
Total dari tekanan parsial adalah linear dalam x pada suhu tetap. Hubungannya
dijelaskan pada gambar 1.4.

Gambar 1. 4 Larutan Ideal

Jarak antara FG dan EG adalah


y

p A
p x
= A
pt
pt

( )( )
( )(

p
p (1x )
1 y B = B
pt
pt

Sehingga volatilitas relatif adalah


=

pA
pB

1.2.2.

Distilasi Diferensial atau Sederhana

Distilasi diferensial adalah sejumlah cairan yang didorong ke dalam tungku dengan
pemanasan seperti tampak pada Gambar 1.5. Dorongan tersebut berlangsung perlahan dan
6

Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia

LAPORAN PRAKTIKUM UOP 2

Batch

uap yang diambil dengan cepat dicairkan oleh kondensor dan dikumpulkan didalam tangki
pengumpul. Porsi pertama dari distilat akan menjadi yang paling kaya dalam senyawa yang
lebih volatil, dan seterusnya hasilnya akan terus berkurang. Distilat dapat dikumpulkan pada
beberapa tangki terpisah, disebut juga sebagai cuts, untuk mendapatkan variasi produk
dengan kemurnian berbeda. Misalkan untuk senyawa A yang paling volatil dikumpulkan pada
cuts tertinggi, B yang lebih rendah volatilitasnya dikumpulkan pada cuts pertengahan, dan C
yang volatilitasnya paling rendah dikumpulkan di cuts terbawah.

Gambar 1. 5 Distilasi Diferensial Batch

Secara umum sebuah kolom distilasi terdiri dari :


Vessel atau kolom itu sendiri, dimana pada kolom ini lah terjadi pemisahan, aliran

yang terjadi didalamnya secara countercurrent, uap yang berasal dari reboiler naik
kebagian atas kolom, sedangkan liquid yang disupplai dari reflux turun kebawah.
Didalam kolom terdapat plate atau piring (disebut juga dengan stage) pada plate ini lah

terjadi proses pemisahan yang efektif.


Condenser, berfungsi untuk mengkondensasikan uap (V) yang berasal dari kolom,
condenser dapat mengkondensasikan seluruh uap yang berasal dari kolom (disebut juga
dengan total kondenser, tidak dihitung sebagai 1 stage), atau dapat pula

mengkondensasikan sebagaian uap (partial kondenser, dihitung sebagai 1 stage)


Accumulator, berfungsi sebagai penyedia reflux (R)

Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia

LAPORAN PRAKTIKUM UOP 2

Batch

Reboiler, menguapkan kembali liquid yang berasal dari kolom distilasi (L) dan

(umumnya dihitung sebagai 1 stage)

Gambar 1. 6 Skema Kolom Distilasi

1.2.2.1.

Campuran Biner

Uap yang terbentuk dari distilasi diferensial adalah selalu setimbang dengan cairan
yang terus berubah komposisinya. Pendekatan matematik yang digunakan adalah diferensial.
Kita misalkjan bahwa setiap waktu selama distilasi terjadi terdapat L mol cairan yang
memiliki komposisi x sebagai fraksi mol A dan bahwa dD mol dari distilat teruapjkan, dari
fraksi mol mol dari distilat teruapjkan, dari fraksi mol y* dalam kesetimbangan dengan
cairan. Maka kita akan memiliki kesetimbangan massa seperti berikut :
Tabel 1. 1 Neraca Massa

(Sumber: Treybal, 1981)

Dua persamaan terakhir menjadi :


y dL=Ldx + xdL
F

xF

F
dx
=ln
=
dL
W xW yx
W L

( )

Persamaan gabungan komposisi distilat yD,

av

dapat ditentukan dengan langkah

sederhana dari kesetimbangan massa,


8

Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia

LAPORAN PRAKTIKUM UOP 2

Batch

F xF =D y D ,av +W xW
1.2.2.2.

Kondensasi Diferensial

Operasi ini serupa di mana umpan uap secara perlahan terembunkan di bawah kondisi
setimbang dan kondensat diambil secara cepat. Hasil kondensasi dapat diperkirakan dengan
penurunan seperti berikut:
dy
y x
yD
F
ln
=
D
yF

( )

Di mana F adalah mol uap umpan dari komposisi yF dan D adalah residu uap dari
komposisi yD.
1.2.2.3.

Volatilitas Relatif Konstan

x F ( 1x W )
( 1x W )
F
1
=
ln
+ ln
W
1 x W ( 1x F )
( 1x F )
ln
Untuk menjadikan persamaan tersebut sebagai grafik maka kita jadikan persamaannya
sebagai:
log

F ( 1x F )
F xF
= log
W xW
W ( 1xW )

1.2.3.

Metode McCabe-Thiele

Salah satu metode yang sering digunakan dalam menghitung jumlah stage ideal untuk
distilasi dua komponen (binary distillation) adalah dengan menggunakan metode McCabeThiele, disamping itu terdapat metode lain yaitu metode Ponchon-Savarit. Bila dibandingkan
dengan metode Ponchon-Savarit, maka metode McCabeThiele lebih mudah digunakan
karena dengan metode McCabe-Thiele ini kita tidak memerlukan perhitungan Heat Balance
(necara panas) untuk menentukan jumlah stage yang dibutuhkan. Metode McCabe-Thiele ini
mengasumsikan bahwa laju alir molar baik liquid maupun vapour atau L/V konstant, atau
dikenal juga dengan istilah Constant Molar Overflow (CMO), namun pada keadaan
sebenarnya keadaan CMO tidaklah konstan.
9

Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia

LAPORAN PRAKTIKUM UOP 2

Batch

Dalam perhitungan theoritical stage ada beberapa tahap yang harus dilakukan , yaitu :
1.

Pembuatan kurva kesetimbangan uap cair (biasanya untuk senyawa atau komponen

2.
3.

yang lebih ringan)


Membuat garis operasi baik seksi rectifying (enriching) maupun stripping
Membuat garis umpan/feed (q-line), q-line ini akan menunjukkan kualitas dari umpan

4.

itu sendiri, apakah dalam keadaan uap jenuh, liquid jenuh dan lainlain
Membuat atau menarik garis stage yang memotong kurva kesetimbangan yang
memotong kurva kesetimbangan xy, garis operasi rectifying dan stripping yang diawali
dari XD dan berakhir pada XB.

Gambar 1. 7 Grafik McCabe-Thiele

1.2.3.1.

Membuat kurva Kesetimbangan

Dalam membuat kurva kesetimbangan xy, umumnya kurva dibuat untuk komponen
yang lebih ringan, misalkan pemisahan komponen benzene-toluene, maka kurva yang dibuat
kesetimbangan xy adalah untuk komponen benzene. jika dalam soal telah tersedia data
kesetimbangan xy, maka data tersebut dapat langsung digunakan, namun jika tidak data
tersebut harus dibuat terlebih dahulu, terdapat beberapa cara dalam membuat kurva
kesetimbangan ini:

Dengan menggunakan persamaan volatilitas relatif:


x A
y A=
1+ ( 1 ) x A

Jika diketahui tekanan operasi kolom, maka kurva kesetimbangan dapat dibuat
dengan
y A=

10

persamaan:

p Sat
x
p A

Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia

LAPORAN PRAKTIKUM UOP 2

1.2.3.2.

Batch

Membuat Garis Opersi Rectifying

Garis operasi rectifying dapat dijabarkan dengan:


y n+1=

Ln
D
xn +
x
V n +1
V n1 D

Dimana :
Ln

= laju alir molar liquid stage ke n

Vn+1 = laju alir molar uap stage ke n+1


xn

= fraksi liquid ke n+1 komponen ringan

xD

= fraksi destilat komponen ringan

= laju alir molar destilat

Garis operasi rectifying dimulai dari titik (xD,yD) atau (xD, xD), Penomoran stage
umumnya dimulai dari atas lalu diteruskan ke bawah hingga berakhir pada reboiler sebagai
stage terakhir. garis operasi rectifying juga dapat dijabarkan dalam persamaan lain yaitu :
y n+1=

x
R
x n+ D
R1
RV

Dimana :
R

= rasio refluks

Rasio refluks didefenisikan sebagai :


R=

L
D
Pada persamaan diatas (persamaan kedua), perpotongan garis tersebut terhadap sumbu

y adalah pada titik (0,) seperti pada gambar dibawah ini :

11

Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia

LAPORAN PRAKTIKUM UOP 2

Batch

Gambar 1. 8 Garis Operasi Rectifying

1.2.3.3.

Garis operasi stripping

Garis operasi stripping dapat di jabarkan dengan :


y n+1=

Lm
B
x M+
x
V m +1
V m +1 R

Dimana:
Lm

= laju alir molar liquid stage ke m

Vm+1 = laju alir molar uap stage ke m+1


xm

= fraksi liquid ke n+1 komponen ringan

xB

= fraksi bottom produk komponen ringan

= laju alir molar bottom produk

Jika slope Lm/Vm diketahui maka garis operasi stripping dapat dibuat, tetapi biasanya
mudah membuat garis operasi stripping setelah garis umpan (q-line) diketahui.

Gambar 1. 9 Garis Operasi Stripping

12

Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia

LAPORAN PRAKTIKUM UOP 2


1.2.3.4.

Batch

Garis umpan (q-line)

Feed yang masuk ke kolom distilasi dapat dalam berbagai kondisi antara lain :
Feed pada kondisi dingin , q > 1
Feed pada kondisi titik gelembung, saturated liquid, q = 1
Feed pada kondisi campuran uap cair 0 < q < 1
Feed pada kondisi titik embun, saturated vapour q = 0
Feed pada kondisi uap panas lanjut, saturated vapour q < 0

Untuk lebih jelasnya lihat gambar di bawah ini :

Gambar 1. 10 Garis Umpan (q-line)

Garis umpan menunjukkan kualitas dari umpan tersebut, jika telah terbiasa dengan
penggunaan istilah kualitas uap maka sebaiknya lebih di perhatikan lagi, mengingat pada
pembahasan di termodinamika, jika suatu komponen tunggal atau campuran pada keadaan
titik didih (saturated liquid) maka nilai kualitasnya adalah 0, sedangkan pada distilasi, q-line
sama dengan 1.
Garis umpan dapat dijabarkan dengan :
y q=(

x
q
) xq + F
q1
q1
Dimana :
q

= nilai kualitas umpan

xF

= fraksi umpan atau feed komponen ringan

Umumnya lebih mudah menggambarkan garis umpan ini dengan menggunakan slope
yaitu: q/(q-1), untuk q = 1, maka nilai slope akan menjadi tidak terhingga. Garis umpan ini
berawal dari titik (xF,yF) dan berakhir pada perpotongan dengan garis operasi rectifying,
sehingga dengan demikian alternatif lainnya untuk membuat garis umpan dapat dibuat yaitu
dengan menentukan titik perpotongan antara garis umpan dan garis operasi rectiying, adapun
titik perpotongan antara kedua garis tersebut adalah titik (Xpot,Ypot).

13

Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia

LAPORAN PRAKTIKUM UOP 2

Batch

Setelah semua grafik dan garis tersebut dibuat, kemudian jumlah theoritical stage
yang dibutuhkan dapat dibuat yaitu dimulai dari XD dan berakhir pada XD.

BAB 2
DATA PERCOBAAN
2.1.
Data Awal
Data yang dihasilkan dari percobaan kami adalah sebagai beriku data massa di sini sudah
termasuk berat pictometer :
Variabel
Massa Piknometer
(kosong) (g)
Massa Piknometer (isi) (g)
Volume Piknometer (ml)

2.2.

Total
Refluk
s

Refluks
50%

Refluks
40%

Refluks
33%

16.02

16.02

16.02

16.02

25.74

25.87

25.89

25.92

10

10

10

10

Data saat Total Reflux (100%)


Massa piknometer (isi) (g)
Waktu
(menit)
10
20
30

2.3.

27,44

T (oC)

Vd (ml)

md(g)

mb (g)

60
80
83

210
360
490

23.22
23.68
23.91

25.75
25.65
26.05

Data saat Reflux 50%


Massa piknometer (isi) (g)
Waktu
(menit)
10

14

27,43

T (oC)

Vd (ml)

md (g)

mb(g)

68

197

22.85

24.76

Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia

LAPORAN PRAKTIKUM UOP 2


20
30

2.4.

75
78

318
424

Waktu
(menit)
10
20
30

27,44

T (oC)

Vd (ml)

md (g)

mb (g)

81
84
88

200
315
400

23.1
23.7
24.2

25.45
25.85
25.87

Data saat Reflux 33%


Massa piknometer (isi) (g)
Waktu
(menit)
10
20
30

15

25.08
25.55

Data saat Reflux 40%


Massa piknometer (isi) (g)

2.5.

23.46
23.76

Batch

27,40

T (oC)

Vd(ml)

md (g)

mb (g)

83
85
87

130
245
380

24.9
23
22.8

25.78
25.87
25.87

Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia

LAPORAN PRAKTIKUM UOP 2

Batch

BAB 3

PENGOLAHAN DATA
3.1.

Persamaan Persamaan yang Digunakan


Persamaan persamaan yang digunakan dalam pengolahan data dan perhitungan

adalah sebagai berikut:


3.1.1.

Densitas Campuran

Persamaan untuk perhitungan densitas adalah:


=

m
V

m=m pignometer isim pignometer kosong

Dimana :

= densitas campuran (g/ml)

= massa campuran (g)

= volume campuran (ml)

3.1.2.

Fraksi Aseton

Perhitungan untuk mencari fraksi aseton dilakukan dengan menggunakan Grafik


Hubungan Densitas dengan Fraksi Aseton, yaitu:

16

Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia

LAPORAN PRAKTIKUM UOP 2

Batch

1
f(x) = - 79.98x^3 + 200.8x^2 - 170.2x + 48.66
0.8
0.6
Fraksi Mol Aseton

0.4
0.2
0
0.64

0.69

0.74

0.79

0.84

Densitas (g/ml)

Grafik 3. 1 Hubungan Densitas dan Fraksi Mol Aseton

Grafik diatas didapat dari percobaan awal dari peneliti sebelumnya, sehingga dapat
langsung digunakan.seluruh perhitungan untuk mencari besar fraksi di distilat, bottom
maupun umpan atau campuran awal dilakukan dengan menggunakan grafik tersebut.
3.1.3.

Tray Teoritis (Theoritical Tray)

Untuk melakukan perhitungan nilai dari tray teoritis, dilakukan dengan menggunakan
diagram McCabe-Thiele, dengan nilai y dan x yang berbeda dengan perhitungan tray aktual.
Untuk mendapatkan nilai x dan y dalam perhitungan ini, dilakukan penurunan rumus seperti
yang dibawah ini, yang mana dimulai dengan perhitungan neraca massa, yaitu:
Neraca Massa Total (Overall):
F=D+B

Neraca Massa komponen:


17

Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia

LAPORAN PRAKTIKUM UOP 2

Batch

F x F =D x D + B x B
Dimana:
F

= laju alir umpan

= laju alir distilat

= laju alir bottom

xF

= fraksi komponen di umpan

xD

= fraksi komponen di distilat

xB

= fraksi komponen di bottom

D merupakan selisih antara laju aliran arus yang masuk dan yang keluar dari bagian
atas kolom.
D=V a La
Dimana:
Va

= laju alir uap (masuk kondensor)

La

= laju alir cair (masuk ke kolom distilasi)

Jika kondensor diasumsikan berada pada stage ke-n+1, dan cairan dari akumulator
masuk ke dalam kolom pada stage ke-n, maka persamaan diatas akan menjadi:
D=V n +1Ln
Sehingga neraca komponennya menjadi:
D x D=V a y a La x a
D x D=V n+1 y n+1Ln x n
Hal yang sama terjadi pada aliran bottom, dimana terdapat reboiler. Neraca massa
yang terjadi:
B=LB V B
Dimana:

18

LB

= laju alir cair (masuk reboiler)

VB

= laju alir uap (masuk ke kolom distilasi)

Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia

LAPORAN PRAKTIKUM UOP 2

Batch

Jika cairan yang keluar dari bawah kolom dan masuk pada reboiler berada pada stage
ke-m, dan uap yang keluar dari reboiler dan masuk lagi ke kolom distilasi melalui stage kem+1, maka:
B=LmV m+1
Neraca komponen:
B x B =LB x B V B y B
B x B =Lm xm V m +1 y m +1
Sehingga persamaan garis operasi menjadi:
y n+1=

Ln
V y L x
x n+ a a a a
V n +1
V n+1

Substitusi persamaan pada neraca komponen D:


y n+1=

Ln
D xD
x n+
V n +1
V n+1

Substitusi nilai vn+1:


y n+1=

Ln
D xD
xn +
Ln + D
Ln + D

Rasio refluks juga berpengaruh pada percobaan ini sehingga digunakan persamaan
berikut:
R D=

L
D

R D=

V D
D

Persamaan akhir yang digunakan dalam perhitungan tray teoritis adalah:


y n+1=

RD
x
x D+ D
R D +1
R D +1

Dimana:
RD

19

= rasio refluks yang digunakan

Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia

LAPORAN PRAKTIKUM UOP 2


3.1.4.

Batch

Laju Alir Molar Uap

Untuk melakukan perhitungan laju alir molar uap, digunakan persamaan hubungan
antara waktu dengan laju alir molar uap, yaitu:
t=

R+ 1
(W 0W )
V

V=

R+1
(W 0W )
t

Dimana:

20

= laju alir molar uap yang terbentuk

= jumlah mol di dalam tangki

= rasio refluks

Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia

3.2.

Hasil Perhitungan

3.2.1.
Menentukan Hubungan Waktu dan Fraksi Mol Aseton
Hasil perhitungan didapat dengan menggunakan perhitungan Microsoft Excel untuk
kemudahan perhitungan dan pembuatan grafik. Pada bagian ini, akan digunakan
rumus massa jenis dan perhitungan fraksi mol lewat grafik fraksi mol aseton yang
sudah dijelaskan diatas.
Untuk Reflux Total :
Tabel 4.1 Hasil perhitungan data reflux total

Untuk Reflux 50% :


Tabel 4.2 : Hasil perhitungan reflux 50%

Untuk Reflux 40% :


Tabel 4.3 : Hasil Perhitungan reflux 40%

Untuk Reflux 33% :

Tabel 4.4 : Hasil perhitungan Reflux 33%

Kemudian dari hasil data tersebut, nilai waktu diplot sebagai x pada grafik, dan yd (Fraksi
distilat) sebagai y dalam grafik, sehingga :
1.2
1
0.8

Total Ref
Ref 50%

0.6

Ref 40%

0.4

Ref 33%

0.2
0
5

10

15

20

25

30

35

Gambar 4.3. Hubungan waktu dengan fraksi distilat


(Sumber : Data pribadi)

Selanjutnya, akan diplot grafik dengan waktu sebagai sumbu x dan fraksi bottoms (xb)
sebagai sumbu y, sebagai berikut :

0.6
0.5
0.4

Total
Ref 50

0.3

Ref 40

0.2

Ref 33

0.1
0
5

10

15

20

25

30

35

Gambar 4.3. Hubungan fraksi bottoms dengan waktu distillasi


(sumber : data pribadi)_

3.2.2.

Menentukan Jumlah dan Efisiensi Tray Berdasarkan Diagram McCabe-

Thiele
Dalam perhitungan ini akan dicari jumlah tray teoritikal berdasarkan grafik McCabe. Untuk
mencari jumlah tray, dibutuhkan garis enriching, stripping, dan garis Q pada masing-masing
jenis reflux. Selain garis pada data, diperlukan pula data kesetimbangan VLE Aseton
Pada Reflux Total :
Tabel 4.5. Hasil Data Reflux Total

Garis Enriching, Stripping, dan q :


enriching line
x
Y
0.581883
0.5699918
73
65
0
0.27905
q line
X

y
0.408520009 0
0.408520009 1
stripping line

y
0.263053
0.263053

0
0.263053

Grafik yang dihasilkan adalah sebagai berikut :

Rasio Reflux = 1
1
0.8

x,y
garis 45

0.6
y

garis enriching

0.4

feed line
xw

0.2
0
0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.2

Gambar 4.4 Grafik Jumlah Stage

Pada Reflux 50%


Data hasil hitungan :
Tabel 4.6. Data hasil hitungan Reflux 50%

Dan garis line enriching, stripping, dan q :


enriching
line
x

y
0.59783
0.5978334
34
0.39855
0
56

Grafik yang dihasilkan :

q line
x
y
0.3552350
58
0.3552350
58

stripping
line
x
0

0.290936

0.290936

y
0
0.2909
36

Rasio Reflux = 0.5


1
0.9
0.8
0.7

x,y

0.6

garis 45
garis enriching

y 0.5
0.4

garis feed
xw

0.3
0.2
0.1
0
0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.2

Gambar 4.5 Grafik penentuan jumlah tray

Pada Rasio Reflux 40 %


Hasil data perhitungan :
Tabel 4.7. Hasil perhitungan ref 40%

Garis yang digunakan :


enriching
line
x
y
0.567314 0.5673149
941
41
0.4052249
0
58

Grafik yang dihasilkan :

q line
x
y
0.3460858
59
0.3460858
59

stripping
line
x
0

0.355235

0.355235

y
0
0.3552
35

Rasio Reflux = 0.4


1
0.8

x,y
garis 45

0.6
y

garis enriching
0.4

garis feed
xw

0.2
0
0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.2

Gambar 4.6 Grafik penentuan jumlah tray

Pada reflux 33 %
Data yang dihitung :
Tabel 4.6. Data hasil hitungan Reflux 50%

Garis yang diperlukan :


enriching
line
x
y
0.9535861 0.9535861
07
07
0 0.7169820

q line
x

y
0.33186498
0.33186498

0
1

stripping line
x
y
0.35523
5
0
0.35523 0.3552

35

Grafik yang dihasilkan ;

Rasio Reflux = 0.33


1
0.9
0.8
0.7
0.6
y 0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0

x,y
garis 45
garis enriching
garis feed
xw

0.2

0.4

0.6

0.8

1.2

Gambar 4.7. Grafik jumlah tray

Dalam keempat jenis reflux, nilai tray yang didapatkan secara teoritik adalah 1. Jumlah tray
actual dalam proses ini adalah 9 pada tabung distillasi. Karena jumlah tray lebih banyak
aktualnya daripada teoritiknya, maka pasti terdapat ketidakefisienan. Efisiensi tray dapat
dihitung dengan cara berikut :

Efisiensi tray pada setiap reflux :


E=

3.2.3.

1
100 =11, 11
9

Menentukan Laju Alir Molar Tiap Reflux

Rumus yang digunakan :

35

Dimana, t
= waktu yang dibutuhkan
R = Rasio Refluks
W
= jumlah mol dalam tangki
V = Laju alir molar uap yang terbentuk
Tabel 4. 7 Perhitungan Hubungan Laju Alir Molar Tiap Reflux

Pada total reflux :


Waktu
10
20

F Mol
Awal
0.40852

30

Xb

Laju

0.4047885
0.439505

0.0007463
0.0030985
0.0096978
67

0.263052

Pada reflux 50% :


Waktu
10

Pada Reflux

F Mol
Awal
0.35523

Xb

Laju

0.562277

0.0414094
0.0084275
0.0061452

20

0.439505

30

0.263052

Waktu
10
20
30

F Mol
Awal
0.3461

Xb

F Mol
Awal
0.3318

Xb

Laju
0.49287
0.36412
0.35523

-0.029354
-0.001802
0.0006086
67

Pada Reflux 33 % :
Waktu
10
20
30

Laju

0.393252
0.35523
0.35523

0.0122904
-0.002343
-0.001562

40% :

3.2.4.

Menentukan Hubungan Jumlah Produk terhadap Waktu untuk Tiap

Reflux
Pada bagian ini akan dibahas hubungan antara waktu dan volume distilat yang terakumulasi
dan memprediksi volume distilat yang akan terbentuk. Prediksi dapat ditentukan dari
persamaan hubungan waktu dan volume distilat yang terakumulasi.
600
500
400

Volume Distilat (ml)

Total Ref

300

Ref 40
Ref 50

200

Ref 33
100
0
5

10

15

20

25

30

35

Waktu (menit)

Grafik 3. 2 Hubungan Volume Distilat terhadap Waktu

Pada Reflux Total :


Persamaan pada Reflux total adalah : 14x + 73.333
Sehingga nilai volume pada menit selanjutnya (menit 40) adalah : 630.33
Pada Reflux 50% :
Persamaan : 11,35x + 86
Nilai volume menit selanjutnya : 540
Pada Reflux 40% :
Persamaan : 10x + 150
Nilai volume menit selanjutnya : 505

Pada Reflux 33% :


Persamaan : 12.8x + 1.67
Nilai volume selanjutnya : 502

BAB 4

ANALISIS
4.1.

Hubungan Fraksi Mol Tiap Reflux


Langkah pertama dari praktikum ini adalah menyalakan pemanas yang ada, praktikan

tidak menyiapkan larutan aseton karena campuran larutan aseton dan air sudah terdapat pada
kolom disitilasi.Pemanasan dilakukan agar campuran tersebut mengalami pemanasan dan
aseton dapat menguap menuju ke kondensor agar dapat terjadi proses pemisahan. Namun,
sebelum melakukan proses distilasi, kita harus memastikan tangki produk tidak terdapat
larutan aseton dengan membuka valve yang berada di bagian belakang agar produk dapat
mengalir kembali dari tangki produk menuju tangki umpan. Setelah , tangki produk telah
dipastikan tidak terdapat aseton lagi, maka tutup valve tersebut, maka dapat dilakukan
percobaan distilasi. Proses distilasi dapat dimulai apabila uap dan cairan mulai mengalir
dalam kolom secara keseluruhan. Karena apabila tidak, maka kita tidak dapat menentukan
hubungan laju alir produk terhadap waktu.
Praktikan menungggu pemanasan berlangsung sampai terdapat gelembung cairan
pada kolom paling atas. Setelah uap dan cairan telah mengalir dalam kolom, maka praktikan
mengambil sampel dari tangki umpan, agar dapat menentukan massa jenis awal dari
campuran. Lalu, lakukan pengambilan sampel tiap 10 menit, 20 menit dan 30 menit. Hal ini
dilakukan agar dapat mengetahui pengaruh dari waktu terhadap kondisi larutan. Namun,
karena sampel yang diambil bersuhu tinggi, maka praktikan harus menurunkan suhu cairan
tersebut terlebih dahulu. Jika sampel telah cukup dingin, maka tes densitas cairannya lagi.
Pengambilan sampel dilakukan pada produk atas dan bawah, karena produk yang dihasilkan
oleh kondensor dan reboiler berbeda. Pada kondensor akan dihasilkan aseton. Produk bawah
akan menghasilkan air. Untuk melaukan variasi refluks dapat dilakukan dengan mengatur
potensiometer terlebih dahulu saat sebelum melakukan proses distilasi. rasio refluks yang
dgunakan adalah total (0:0), 50% (1:1). 40% (1:2), dan 33% (1:3). Rasio refluks ini
merupakan rasio antara kolom tangki dan kolom produk
Selama melaksanakan praktikum, praktikan mendapatkan data berupa suhu tangki,
massa distillate, massa produk bawah dan ketinggian larutan yang berada pada tangki produk.
Pencatatan suhu tangki dilakukan guna mengetahui kondisi campuran. Suhu tangki yang
didapat selama percobaan distilasi pada kondisi total refluks, 50% refluks, 40% refluks dan
33% refluks berada diantara range 60-70 oC . Rentang suhu tersebut dapat menunjukkan

bahwa campuran aseton-air telah mendidih dan telah menghasilkan uap. Hal ini dikarenakan
titik didih aseton berada di sekitar suhu 56oC, membuat titik didih berada diantara range
tersebut (keadaan setimbang). Berdasarkan pencatatan suhu tangki, maka dapat diketahui
bahwa zat aseton telah menguap karena suhu tangki telah berada diantara rentang titik didih
kedua komponen.
Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa fraksi mol
distillate cenderung mengalami penurunan dari total refluks hingga 33% refluks. Pada total
refluks, fraksi mol yang didapat sebesar 0.43 dan menurun hingga mencapai 0.39 pada 33%
refluks. Hal ini dikarenakan, semakin kecil refluks yang diaplikasikan pada percobaan
distilasi, maka cairan kondensasi yang diuapkan yang dikembalikan pada kolom akan
semakin sedikit juga sehingga kontak uap yang telah terdapat komponen aseton akan semakin
minim dengan uap yang terdapat pada kolom distilasi. Oleh karena itu, tingkat kemurnian
yang didapat juga akan semakin menurun. Tingkat kemurnian ini dapat disetarakan dengan
fraksi mol distillate yang didapat, karena pada fraksi mol distillate dapat menunjukkan
komposisi aseton yang dapat dipisahkan dari campuran. Selain itu, penurunan fraksi mol ini
juga disebabkan dari penurunan hasil condenser yang diuapkan kembali.
Pada hasil perhitungan juga dapat diketahui bahwa frakksi mol distillate dan produk
bawah, semakin lama semakin mengalami penurunan. Hal ini membuktikan bahwa telah
terjadi proses pemisahan larutan. Semakin lama proses pemisahan, maka komponen yang
terdapat pada campuran akan semakin berkurang juga karena komponen dalam campuran
semakin berkurang. Selain itu, fraksi mol pada distillate yang didapatkan juga lebih besar
dibandingkan dengan fraksi mol pada produk bawah. Hal ini dikarenakan aseton memiliki
kemampuan menguap lebih mudah dibandingkan dengan air sehingga aseton cenderung
menguap lebih dulu dan hasilnya akan menjadi produk atas distilasi. Penurunan produk
distillate ini dapat dibuktikan pada grafik yang telah diolah pada perhitungan data. Dari grafik
juga dapat dilihat bahwa skala fraksi produk bawah juga lebih rendah jika dibandingkan
dengan distillate. Berikut adalah kedua grafik tersebut.

1.2
1
0.8

Total Ref
Ref 50%

0.6

Ref 40%
0.4

Ref 33%

0.2
0
5

10

15

20

25

30

35

Gambar 4.3. Hubungan waktu dengan fraksi distilat


(Sumber : Data pribadi)
0.6
0.5
0.4

Total
Ref 50

0.3

Ref 40

0.2

Ref 33

0.1
0
5

10

15

20

25

30

35

Gambar 4.3. Hubungan fraksi bottoms dengan waktu distillasi


(sumber : Data Pribadi)

4.2.

Analisis Diagram McCabe-Tiele untuk tiap Nilai Rasio Reflux

Metode analisis grafik McCabe-Thiele bisanya digunakan untuk menentukan jumlah tray
teoritis. Metode analisis ini sering kali lebih mudah digunakan ketimbang menggunakan
metode Ponchon-Savarit. Seperti yang kita ketahui, dalam melakukan konstruksi diagram
McCabe-Thiele untuk mengetahui jumlah tray teoritis yang digunakan dalam proses distilasi,
maka kita memerlukan 3 buah grafik. Ketiga buah grafik tersebut adalah yang pertama adalah
grafik kesetimbangan uap cair dari aseton-air, garis bantu (garis y = x), serta garis operasi
yang dapat diperoleh dengan memanfaatkan data fraksi mol komponen dan data rasio reflux.

Untuk mendapatkan fraksi mol aseton di distillate serta memperoleh nilai fraksi mol air di
bottom, maka kita dapat memanfaatkan data tinggi distillate yang berada pada tangki produk,
yang kemudian kita dapat mengkonversi data ini menjadi densitas dari produk distillate.
Selanjutnya dengan memanfaatkan grafik yang terdapat pada modul yang menghubungakan
antara fraksi mol aseton dengan densitas produk distillate, maka kita dapat memperoleh fraksi
mol komponen aseton di distillate, selanjutnya kita juga dapat mengetahui fraksi mol
komponen air di distillate, fraksi mol komponen aseton di bottom, serta fraksi mol komponen
air di bottom
Pada analisis diagram mccabe-thiele tiap reflux, percobaan yang dilakukan sama
dengan langkah percobaan yang telah dilakukan pada analisis perbandingan fraksi mol tiap
refluks Setelah melakukan praktikum, didapatkan data berupa tinggi larutan yang berada
pada tangki produk. Tinggi larutan ini akan diolah pada pengolahan data supaya Sias
didapatkan massa jenis dari aseton. Setelah didapatkan massa jenis aseton, maka dapat
diperoleh fraksi mol distillate dengan menggunakan suatu persamaan yang telah ditetapkan.
Fraksi mol ini akan digunakan dalam pencarian garis operasi. Garis operasi ini akan
digambarkan pada diagram Mccabe-Thiele supaya dapat diketahui jumlah tray teoritis.
Berdasarkan dari hasil perhitungan, maka didapatkan jumlah tray dari tiap reflux
adalah sebanyak 1 tray. Hal ini dikarenakan garis operasi yang dihasilkan cenderung landau
sehingga membutuhkan jarak garis yang lebar untuk menggambarkan stage yang dibutuhkan
dalam proses pemisahan campuran. Garis dapat ditarik mulai dari ujung garis operasi yang
mewakili fraksi mol distillate hingga menyentuh garis kurva kesetimbangan uap-cair antara
campuran aseton-air. Berikut adalah hasil grafik yang menunjukkan jumlah tray yang
dibutuhkan untuk memisahkan campuran aseton-air.

Rasio Reflux = 1
1
0.8

x,y
garis 45

0.6
y

garis enriching

0.4

feed line
xw

0.2
0
0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.2

Rasio Reflux = 0.5


1
0.9
0.8
0.7

x,y

0.6

garis 45
garis enriching

y 0.5
0.4

garis feed
xw

0.3
0.2
0.1
0
0

0.2

0.4

0.6
x

0.8

1.2

Rasio Reflux = 0.4


1
0.8

x,y
garis 45

0.6
y

garis enriching
0.4

garis feed
xw

0.2
0
0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.2

Rasio Reflux = 0.33


1
0.9
0.8
0.7
0.6
y 0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0

x,y
garis 45
garis enriching
garis feed
xw

0.2

0.4

0.6

0.8

1.2

Dari grafik yang diperoleh, kita dapat menentukan bahwa jumlah tray teoritis untuk kondisi
full reflux adalah sebanyak 2 buah, sedangkan untuk kondisi reflux 50%, 40%, dan 33%
didapati jumlah tray teoritisnya adalah sebanyak 1 buah. Hasil perhitungan yang diperoleh
oleh praktikan tidak sesuai dengan teori yang ada, pada saat reflux yang dilakukan bernilai
maksimum jumlah tray teoritis yang dibutuhkan bernilai minimum, sedangkan untuk nilai
rasio reflux yang bernilai minimum, maka jumlah tray teoritis yang dubutuhkan akan
semakin banyak hingga mendekati tak berhingga. Hasil yang bertolak belakang dari teori

distilasi tersebut dikarenakan pada percobaan distilasi ini sulit sekali praktikan menjaga
kondisi ketinggian air di bagian atas dekanter agar tetap memiliki ketinggian yang konstan
guna menjaga stabilitas uap yang terkondensasi untuk di suplai kedalam kolom distilasi
kembali serta untuk di suplai sebagai produk distilat. Adanya inkonsistensi pada jumlah aliran
uap terkondensasi yang di reflux dan yang ditarik sebagai produk menyebabkan adanya
kesalahan dalam penentuan jumlah tray teoritis, dimana seharusnya untuk kondisi total
reflux, jumlah tray yang dibutuhkan semakin sedikit dan terus bertambah seiring dengan
semakin kecilnya nilai reflux yang ada. Inkonsistensi ini muncul kemungkinan disebabkan
karena jumlah air pendingin yang di suplai kedalam kondensor tidak cukup untuk
mengkondensasikan sejumlah uap yang dihasilkan dari proses distilasi, sehingga hal ini
menyebabkan adanya inkonsistensi jumlah cairan hasil kondensasi yang kemudian akan di
reflux maupun akan didapatkan sebagai produk distillate.

4.3.

Analisis Efisiensi Tray


Pada perhitungan sebelumny jumlah tray yang diperlukan dari masing-masing rasio

refluks sama, maka dapat diketahui bahwa tingkat efisiensi pada tray juga sama. Dalam
menghitung nilai efisiensi tray dapat menggunakan rumus sebagai berikut.
E=

Theoritical Tray
100
Actual Tray

berdasarkan persamaan diatas, maka didapatkan efisiensi tray pada alat distilasi dengan rasio
refluks yang berbeda sebesar 11.11%. Rendahnya tingkat efisiensi pada tray ini disebabkan
dari, adanya uap yang tidak terkondensasi kembali lagi ke kolom distilasi. Selain itu,
ketidakstablan cairan yang ada pada dekanter menyebabkan refluks yang seharusnya
ditujukan pada kolom menjadi tidak sesuai. Refluks yang tidak sesuai akan menghasilkan
tingkat kemurnian aseton yang dihasilkan menjadi kurang teliti.
Di bagian alat dekanter terdapat alat yang dapat bergeser dalam waktu tertentu.
Pergeseran ini menandakan bahwa ada cairan yang telah terkondensasi mengarah balik ke
kolom. Akan tetapi, pergeseran alat ini menyebabkan cairan yang setelah keluar dari konder
menjadi lolos masuk kembali kekolom sehingga refluks yang ditujukan kekolom jadi
semakin berlebih. Dengan efisiensi tray yang tergolong rendah ini dapat diketahui bahwa alat

distilasi kurang dapat bekerja dengan baik. Karena masih terdapat beberapa penyimpangan
selama proses pemisahan campuran.
Rendahnya nilai efisiensi tray yang didapatkan oleh praktikan, maka dapat disimpulkan
bahwa alat distilasi yang digunakan dalam percobaan kali ini dikatakan memiliki kinerja yang
tidak baik. Hal ini ditandai dengan rendahnya nilai efisiensi tray yang mengakibatkan proses
pemisahan yang terjadi antara aseton dan air di dalam kolom distilasi ini tidak berjalan secara
maksimal.
4.4.

Analisis Laju Alir Molar untuk tiap Kondisi Rasio Reflux

Pada bagian ini kita akan menganalisis pengaruh laju alir molar uap sebagai fungsi dari rasio
reflux. Seperti yang kita ketahui, tujuan dilakukannya reflux adalah untuk mendapatkan
produk yang lebih murni. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa untuk nilai reflux yang
semakin besar maka produk yang dihasilkan akan semakin murni, namun kuantitas dari
produk yang diperoleh kecil. Sebaliknya untuk rasio reflux yang kecil, produk dapat
diperoleh dengan kuantitas yang besar, namun kualitas dari produk yang dihasilkan tidak
memiliki kemurnian yang tinggi. Reflux sendiri merupakan rasio antara jumlah cairan yang
dimasukkan kembali kedalam kolom distilasi dengan cairan yang diperoleh sebagai produk
distillate (L/D). Dengan demikian untuk reflux 100% berarti perbandingan (L:D) nya adalah
1:0, untuk reflux 50% perbadingan (L:D) nya adalah 1:1, untuk reflux 40% perbadingan
(L:D) nya adalah 1:2, dan untuk reflux 33% perbadingan (L:D) nya adalah 1:3. Pada keadaan
reflux 100%, artinya seluruh cairan hasil kondensasi dikembalikan kembali kedalam kolom
distilasi, dan tidak ada produk yang diperoleh. Kondisi ini dikenal dengan nama total reflux.
Sedangkan untuk rasio reflux 50%, 40%, dan 33%, kita dapat menyebutkan sebagai partial
reflux, sebab sebagian cairan hasil kondensasi dikembalikan lagi kedalam kolom distilasi dan
sebagian lagi diperoleh sebagai produk distillate.
Dari hasil pengolahan data percobaan, diperoleh grafik hubungan antara laju alir moalr uap
sebagai fungsi dari waktu untuk setiap kondisi rasio reflux, yaitu:

Laju Alir Molar Uap vs Waktu


0.02
0.01

Laju Alir Molar Uap

0
5 10 15 20 25 30 35
-0.01
-0.02

Total Reflux
50%
40%
33%

-0.03
-0.04
-0.05
Waktu (Menit)

Pada grafik diatas, pada menit ke 10 dapat kita lihat laju alir molar uap terbesar berada pada
kondisi reflux 100%, kemudian laju alir yang lebih kecil oleh 33% 40% dan 50%. Sedangkan
pada menit ke 20, dapat kita lihat bahwa laju lair molar uap tertinggi berada pada kondisi
reflux 40%, diikuti oleh kondisi reflux 33%, 100%, dan 50%. Untuk menit ke 30, dapat kita
lihat bahwa laju alir molar uap tertinggi berada pada kondisi reflux 100%, diikuti oleh
kondisi reflux 50%, 40%, dan 33%. Hasil yang diperoleh untuk setiap waktu pada gambar
diatas, hanya pada menit ke 30 menunjukan hubungan antara rasio reflux dengan laju alir
molar uap dengan benar. Secara teori untuk rasio reflux yang semakin besar, maka akan
semakin banyak cairan hasil kondensasi yang dikembalikan lagi kedalam kolom distilasi serta
semakin sedikit cairan hasil kondensasi yang diperoleh sebagai produk distillate. Hal ini
menyebabkan laju alir molar uap yang bernilai tinggi. Sedangkan untuk nilai rasio reflux
yang semakin kecil, artinya akan semakin banyak cairan hasil kondensasi yang diperoleh
sebagai produk serta semakin sedikit cairan hasil kondensasi yang di reflux. Hal ini
menyebabkan nilai laju alir molar uap yang diperoleh akan bernilai lebih kecil untuk rasio
reflux yang kecil.

4.5.

Analisis Hubungan Jumlah Produk terhadap Waktu untuk tiap Kondisi


Reflux

Produk dari distilasi atau distilat merupakan hasil akhir dari distilasi. Kita mengetahui bahwa
distilasi akan menghasilkan dua keluaran yaitu produk distilat dan produk bottom. Pada
praktikum ini kami mempelajari bahwa pada saat pengambilan data pada tangki produk dan

tangki reaktan terdapat perbedaan yang cukup signifikan dinilai dari beberapa aspek. Dari
aspek suhu, suhu produk terasa dingin sedangkan suhu reaktan terasa sangat panas. Hal ini
dikarenakan sifat aseton sendiri yang memang memiliki titik didih lebih rendah dibanding
kan air. Ketika kita akan mengambil sample dari praktikum ini, kita harus menggunakan
sarung tangan yang tahan akan panas untuk sample pada bagian bottom. Hal ini dikarenakan
bagian bottom merupakan bagian yang mengandung cairan yang sedang dipanaskan oleh
boiler sehingga suhunya amat sangat tinggi. Sedangkan bagian distilat mengandung aseton
murni dengan suhu yang mudah turun karena titik didih yang rendah.
Seiring berjalannya waktu, maka volume distillate yang diperoleh lama kelamaan akan
semakin bertambah. Secara teori, proses distilasi dengan kondisi reflux yang semakin kecil
seharusnya dapat menghasilkan volume distillate yang semakin banyak. Hal ini dapat terjadi
sebab pengertian reflux sendiri adalah merupakan suatu rasio dari laju lair cairan yang
dikembalikan kedalam kolom distilasi dengan laju alir cairan yang diperoleh sebagai produk
distillate (R = L/D). Semakin kecil nilai rasio reflux, maka jumlah laju alir cairan yang
dikembalikan kedalam kolom distilasi akan berjumlah semakin sedikit, namun demikian laju
alir cairan yang diperoleh sebagai produk akan bernilai jauh lebih besar. Hal ini menyebabkan
untuk rasio reflux yang kecil, maka volume distillate yang diperoleh akan semakin besar,
begitu juga sebaliknya. Berikut adalah grafik yang diperoleh praktikan mengenai hubungan
antara volume distillate sebagai fungsi dari waktu untuk setiap kondisi reflux, yaitu:

Volume Disilatte vs Waktu


600
500
Total Ref

400

Ref 40

300

Ref 50

200

Ref 33

100
0
5

10

15

20

25

30

35

Waktu (Menit)

Berdasarkan gambar diatas dapat kita lihat bahwa seiring berjalannya waktu maka jumlah
distillate yang diperoleh akan semakin banyak. Hasil yang diperoleh praktikan pada gambar

diatas adalah kurang sesuai dengan teori yang ada, dimana untuk rasio reflux yang semakin
kecil, maka untuk waktu yang sama, volume distillate yang dihasilkan akan lebih banyak.
Pada gambar 8 dapat kita lihat bahwa untuk rasio reflux 40% dan 50% pada menit ke 20,
volume distillate yang diperoleh adalah sama. Sedangkan untuk kondisi reflux 33%, volume
distillate yang dihasilkan ternyata lebih sedikit daripada pada kondisi reflux yang lebih besar
yaitu pada saat reflux 50% dan total reflux. Padahal apabila menurut teori yang telah
dijabarkan diatas, urutan dari volume distillate yang diperoleh seiring dengan pertambahan
waktu dari yang bernilai paling besar hingga yang paling kecil adalah distilasi pada kondisi
reflux 33%, 40%, 50%, dan total reflux. Mengingat densitas yang dimiliki oleh aseton yang
lebih kecil ketimbang densitas dari air (densitas aseton = 0.79 g/cm3 ; air = 1 gr/cm3), maka
seiring berjalannya waktu, maka akan semakin banyak komponen aseton yang berada di
bagian distillate, sehingga hal ini menyebabkan densitas dari produk distillate lama kelamaan
akan mengalami penurunan karena semakin lama campuran yang berada pada bagian
distillate akan di dominasi oleh komponen aseton ketimbang air. Dari pemahaman tersebut,
maka kita dapat menjelaskan kebenaran yang ada dari grafik yang menggambarkan hubungan
fraksi mol aseton sebagai fungsi dari densitas produk distillate, yaitu:
Grafik Hubungan Densitas Campuran dengan Fraksi Aseton
0.9
f(x) = - 79.98x^3 + 200.8x^2 - 170.2x + 48.66
0.8
R = 1
0.7
0.6
0.5
Fraksi Aseton (x) 0.4
0.3
0.2
0.1
0
0.64 0.66 0.68 0.7 0.72 0.74 0.76 0.78 0.8 0.82
Densitas ()

Melalui grafik ini kita dapat membuktikan teori dasar yang menyatakan fungsi utama dari
refluks, yaitu menghasilkan produk yang lebih murni dibandingkan dengan sistem tanpa
reflux. Maka kita bisa melihat bahwa semakin lama proses distilasi berlangsung xd yang
dihasilkan semakin menurun, dan hal tersebut berarti semakin lama dilakukan maka akan
semakin murni produk yang kita dapatkan. Berbeda dengan fraksi mol, apabila kita melihat

grafik volume produk terhadap waktu untuk tiap-tiap reflux kita akan mendapatkan bentuk
grafik yang berbeda dengan grafik sebelumnya.

4.6.

Analisis Kesalahan

Terdapat beberapa kesalahan pada praktikum ini yang membuat hasil dari praktikum ini tidak
dapat digunakan sebagai acuan untuk pembelajaran modul distilasi. Kesalahan-kesalahan
yang terjadi kebanyakan disebabkan oleh kinerja alat yang sudah tidak berfungsi dengan baik
sehingga akan terdapat banyak analisis pada teknik percobaan yang dilakukan.
a. Pengaturan Level Cairan pada Dekanter yang Sulit Untuk Dijaga pada Level
yang
Konstan
Sulitnya pengaturan posisi cairan pada dekanter agar berada pada posisi tengah adalah
sumber dari kesalahan utama yang terjadi dalam praktikum kali ini. Seperti yang kita
ketahui, fungsi adanya dekanter pada percobaan distilasi ini adalah untuk memastikan
adanya suplai cairan hasil proses kondensasi dari kondenser untuk kemudian cairan
tersebut di reflux kembali kedalam kolom distilasi dan sebagian lagi diperoleh sebagai
produk. Namun dalam hal menjaga stabilitas posisi cairan agar berada pada posisi
tengah dekanter sangatlah sulit, karena terkadang dengan memutar knop yang berfungsi
untuk mengatur ketinggian air dalam dekanter, seringkali posisi cairan dalam dekanter
tidak mengalami perubahan seiring dengan pemutaran knop
b. Pengaturan laju alir pendingin yang tidak teliti
Kita diminta untuk menjaga laju alir pendingin untuk berada pada kondisi 2500 ml/mnt
sedangkan laju pendingin yang berada selalu berubah-ubah posisi sehingga kita perlu
mengaturnya tiap saat. Hal ini akan meimbulkan kerancuan dalam penghitungan. Air
pendingin berfungsi untuk mencairkan vapor sehingga pada produk distilat akan
didapatkan liquid. Apabila laju air pendingin terlalu tinggi, volume distilat tentunya
akan sangat banyak karena vapor didinginkan terlalu banyak. Tidak kecil kemungkinan
bahwa pada tangki produk akan terdapat zat H2O karena uap air tersebut juga ikut
terdinginkan oleh air pendingin yang terlalu banyak. Apabila laju alir pendingin terlalu
kecil, distilat akan memiliki volume yang sangat kecil karena vapor akan dikembalikan
ke kolom kembali oleh keberadaan reflux. Akan banyak embun-embun di sekitar tabuh
produk karena produk yang lulus akan berupa saturated vaour.

4.7.

Analisis Alat dan Bahan

Pada praktikum distilasi ini kita menggunakan reaktor distilasi jenis batch dimana reaktor
tersebut memiliki fungsi reflux yang dapat mengembalikan uap dari kondenser kepada
kolom. Alat distilasi batch yang kita gunakan masih dapat digunakan untuk memisahkan
produk sesuai dengan konsep distilasi yaitu pemisahan produk berdasarkan perbedaan titik
didih yang tidak terlalu besar delta-nya. Pada praktikum ini kami berhasil bendapatkan
produk dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan umpan. Alat inipun memberikan
hasil dimana untuk distilasi, semakin lama waktu operasi maka konsentrasi produk maupun
bottom akan menurun. Alat yang terdapat pada lab saat ini walaupun masih berfungsi dinilai
kurang teliti dalam menjalankan proses distilasi. Kita dapat melihat kekurangannya pada saat
melakukan praktikum total refluks. Kita mengetahui bahwa seharusnya untuk total reflux
tidak ada distilat yang akan masuk ke tangki produk, namun pada kenyataannya banyak
distilat yang masuk kembali ke tangki produk. Selain itu, terdapat kesulitan untuk membaca
volume dari tangki produk karena tidak terdapat ukuran untuk satuan volume melainkan
satuan panjang. Hal ini akan menyebabkan ketidak akuratan data yang diperoleh ketika
menghitung densitas cairan pada bagian perhitungan yang berpengaruh tentunya terhadap
analisis percobaan dari praktikum ini.
Dari segi bahan, aseton merupakan bahan yang tepat untuk digunakan sebagai reaktan
pada distilasi ini. Cairan aseton murni dan air merupakan pelarut polar yang apabila dicampur
akan menjadi larutan homogen yang tidak dapat dipisahkan karena perbedaan masa jenis. Hal
ini berarti secara kasat mata, aseton (dalam jumlah yang lebih kecil) larut sempurna didalam
air. Namun, pada praktiknya, campuran air dan aseton yang seharusnya tidak berwarna
memiliki warna kuning keruh. Hal ini berarti telah terdapat pengotor-pengotor lain yang
terdapat pada campuran di awal dan di bottom, dan mungkin juga ikut terbawa pada produk
distilat. Maka itu, akan lebih baik apabila larutan pada tangki reaktan diganti dengan larutan
yang lebih baru dan bersih.

BAB 5

KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan distilasi batch yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan yaitu:
1. Semakin tinggi rasio refluks, jumlah stage yang dibutuhkan kolom distilasi
akan semakin berkurang.
2. Semakin tinggi rasio refluks, kemurnian senyawa yang dipisahkan atau distilat
akan semakin besar.
3. Efisiensi tray pada alat yang digunakan adalah 11.11%, yang disebabkan oleh
karena karena terdapat uap yang tidak terkondensasi kembali lagi ke kolom
distilasi. Selain itu, ketidakstablan cairan yang ada pada dekanter
menyebabkan refluks yang seharusnya ditujukan pada kolom menjadi tidak
sesuai. Refluks yang tidak sesuai akan menghasilkan tingkat kemurnian aseton
yang dihasilkan menjadi kurang teliti.
4. Semakin besar rasio refluks, maka laju alir uap yang dihasilkan akan semakin
tinggi.
5. Semakin lama waktu operasi, maka fraksi mol senyawa yang dihasilkan akan
semakin kecil, sedangkan laju alir yang dihasilkan akan semakin besar.

BAB 6

DAFTAR PUSTAKA

McCabe W.L., Smith C.J., Harriod. 1976. Unit Operation of Chemical Engineering, 3rd
Edition. McGraw-Hill. Kogakusa Ltd. Tokyo.
Tim Penyusun. Buku Panduan Praktikum POT 1. 1989. Depok : Jurusan Teknik Gas &
Petrokimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia.

Treybal, Robert E. 1981. Mass Transfer Operation. Singapore: McGraw-Hill Book


Company.

Anda mungkin juga menyukai