Anda di halaman 1dari 15

MANAJEMEN OPERASI

Supply Chain Management + Just In Time

Disusun oleh:
Rendy Febrian (133010057)
Herin Septian (133010059)
Cepi Supriadi (133010070)
Adhiya Kandiana (133010089)

KELAS : TI-B

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2015

Manajemen Rantai Pasokan yaitu menggambarkan koordinasi dari keseluruhan kegiatan rantai
pasokan, dimulai dari bahan baku dan diakhiri dengan pelanggan yang puas.
Rantai Pasokan mencakup:
1. Pemasok
2. Perusahaan manufaktur/ perusahaan penyedia jasa
3. Perusahaan distirbutor, grosir/pengecer yang mengantarkan produk atau jasa ke konsumen
akhir
Tujuan Supply Chain Management :
Untuk mengkoordinasi kegiatan dalam rantai pasokan untuk memaksimalkan keunggulan kompetitif
dan manfaat dari rantai pasokan bagi konsumen akhir.
Manajemen Rantai Pasokan/ SCM
Manajemen Rantai Pasokan atau disebut Supply Chain Management merupakan pengelolaan
rantai siklus yang lengkap mulai bahan mentah dari para supplier, ke kegiatan operasional di
perusahaan, berlanjut ke distribusi sampai kepada konsumen. Istilah supply chain management
pertama kali dikemukakan oleh Oliver dan Weber pada tahun 1982. Supply chain adalah jaringan
fisiknya, yakni perusahaanperusahaan yang terlibat dalam memasok bahan baku, memproduksi
barang, maupun mengirimkannya ke pemakai akhir, supply chain management adalah metode, alat,
atau pendekatan pengelolaannya. Definisi Supply Chain Management juga diberikan oleh James A.
dan Mona J. Fitzsimmons, yang menyatakan bahwa supply chain management adalah sebuah sistem
pendekatan total untuk mengantarkan produk ke konsumen akhir dengan menggunakan teknologi
informasi untuk mengkoordinasikan semua elemen supply chain dari mulai pemasok ke pengecer, lalu
mencapai tingkat berikutnya yang merupakan keunggulan kompetitif yang tidak tersedia di sistem
logistik tradisional. Sedangkan definisi Supply Chain Management menurut Chase, Aquilano, Jacobs
adalah sistem untuk menerapkan pendekatan secara total untuk mengelola seluruh aliran informasi,
bahan, dan jasa dari bahan baku melalui pabrik dan gudang ke konsumen akhir. Oleh Robert J.
Vokurka, Gail M. Zank dan Carl M. Lund III supply chain management didefinisikan sebagai, all the
activities involved in delivering a product from raw material through the customer including sourcing
raw material and parts, manufacturing and assembly, warehousing and inventory tracking, order entry
and order management, distribution across all channels, delivery to the customer, and the information
system necessary to monitor all of the activities . Stevenson mendefinisikan supply chain
management sebagai suatu koordinasi strategis dari rantai pasokan dengan tujuan untuk
mengintegrasikan manajemen penawaran dan permintaan. Russell dan Taylor mendefinisikan bahwa
supply chain management adalah mengelola arus informasi, produk dan pelayanan di seluruh jaringan
baik itu pelanggan, perusahaan hingga pemasok .

Dengan demikian, berdasarkan berbagai definisi supply chain management sebagaimana telah
disampaikan, dapat ditarik hal umum bahwa supply chain management adalah semua kegiatan yang
terkait dengan aliran material, informasi dan uang di sepanjang supply chain. Lebih jauh cakupan
supply chain management akan meliputi hal-hal berikut:
Bagian Cakupan kegiatan antara lain

Pengembangan produk Melakukan riset pasar, merancang produk baru, melibatkan supplier dalam
perancangan produk baru
Pengadaan
Memilih supplier, mengavaluasi kinerja supplier, melakukan pembelian bahan baku
dan komponen, memonitor supply risk, membina dan memelihara hubungan dengan supplier
Perencanaan & Pengendalian Demand planning, peramalan permintaan, perencanaan kapasitas,
perancanaan produksi dan persediaan
Operasi / Produksi

Eksekusi produksi, pengendalian kualitas

Pengiriman / Distribusi Perencanaan jaringan distribusi, penjadwalan pengiriman, mencari dan


memelihara hubungan dengan perusahaan jasa pengiriman, memonitor service level di tiap pusat
distribusi
Sumber: I Nyoman Pujawan (2005)

Hal penting yang menjadi dasar pemikiran pada konsep ini adalah focus pada pengurangan kesiasiaan dan mengoptimalkan nilai pada rantai pasokan yang berkaitan. Dengan demikian Manajemen
Rantai Pasokan atau Supply Chain Management dapat didefinisikan sebagai pengelolaan berbagai
kegiatan dalam rangka memperoleh bahan mentah, dilanjutkan kegiatan transformasi sehingga
menjadi produk dalam proses, kemudian menjadi produk jadi dan diteruskan dengan pengiriman
kepada konsumen melalui sistim distribusi. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan mencakup pembelian
secara tradisional dan berbagai kegiatan penting lainnya yang berhubungan dengan supplier dan
distributor. Supply Chain Management meliputi penetapan:

Pengangkutan.

pembayaran secara tunai atau kredit (proses transfer)

supplier

distributor dan pihak yang membantu transaksi seperti Bank

Hutang maupun piutang

Pergudangan

Pemenuhan pesanan

Informasi mengenai ramalan permintaan, produksi maupun pengendalian persediaan.

Komponen Supply Chain Management

Komponen dari supply chain management menurut Turban (2004) terdiri dari tiga komponen utama
yaitu:

1. Upstream Supply Chain


Bagian upstream (hulu) supply chain meliputi aktivitas dari suatu perusahaan manufacturing dengan
para penyalurnya (yang mana dapat manufacturers, assemblers, atau kedua-duanya) dan koneksi
mereka kepada para penyalur mereka (para penyalur second-tier). Hubungan para penyalur dapat
diperluas kepada beberapa strata, semua jalan dari asal material (contohnya bijih tambang,
pertumbuhan tanaman). Di dalam upstream supply chain, aktivitas yang utama adalah pengadaan.
2. Internal Supply Chain
Bagian dari internal supply chain meliputi semua proses inhouse yang digunakan dalam
mentransformasikan masukan dari para penyalur ke dalam keluaran organisasi itu. Hal ini meluas dari
waktu masukan ke dalam organisasi. Di dalam internal supply chain, perhatian yang utama adalah
manajemen produksi, pabrikasi dan pengendalian persediaan.
3. Downstream supply chain
Downstream (hilir) supply chain meliputi semua aktivitas yang melibatkan pengiriman produk kepada
pelanggan akhir. Di dalam downstream supply chain, perhatian diarahkan pada distribusi,
pergudangan transportasi dan after-sale service.

Strategi Rantai Pasokan

Terdapat lima strategi yang dapat dipilih perusahaan untuk melakukan pembelian kepada supplier
yaitu adalah sebagai berikut:

1. Banyak Pemasok (Many Supplier)


Strategi ini memainkan antara pemasok yang satu dengan pemasok yang lainnya dan membebankan
pemasok untuk memenuhi permintaan pembeli. Para pemasok saling bersaing secara agresif.
Meskipun banyak pendekatan negosiasi yang digunakan dalam strategi ini, tetapi hubungan jangka
panjang bukan menjadi tujuan. Dalam pendekatan ini, tanggung jawab dibebankan pada pemasok
untuk mempertahankan teknologi, keahlian, kemampuan ramalan, biaya, kualitas dan pengiriman.

2. Sedikit Pemasok (Few Supplier)


Dalam strategi ini, perusahaan mengadakan hubungan jangka panjang dengan para pemasok yang
komit. Karena dengan cara ini, pemasok cenderung lebih memahami sasaran-sasaran luas dari
perusahaan dan konsumen akhir. Penggunaan hanya beberapa pemasok dapat menciptakan nilai
denganmemungkinkan pemasok mempunyai skala ekonomis dan kurva belajar yang menghasilkan
biaya transaksi dan biaya produksi yang lebih rendah. Dengan sedikit pemasok maka biaya
mengganti partner besar, sehingga pemasok dan pembeli menghadapi resiko akan menjadi tawanan
yang lainnya. Kinerja pemasok yang buruk merupakan salah satu resiko yang dihadapi pembeli

sehingga pembeli harus memperhatikan rahasia-rahasia dagang pemasok yang berbisnis di luar bisnis
bersama.

3. Vertical Integration
Artinya pengembangan kemampuan memproduksi barang atau jasa yang sebelumnya dibeli, atau
dengan benar-benar membeli pemasok atau distributor. Integrasi vertical dapat berupa:

Integrasi ke belakang (Backward Integration) berarti penguasaan kepada sumber daya,


misalnya Perusahaan Mobil mengakuisisi Pabrik Baja.

Integrasi kedepan (Forward Integration) berarti penguasaan kepada konsumennya,


misalnya Perusahaan Mobil mengakuisisi Dealer yang semula sebagai distributornya.
4. Kairetsu Network.
Kebanyakan perusahaan manufaktur mengambil jalan tengah antara membeli dari sedikit pemasok
dan integrasi vertical dengan cara misalnya mendukung secara financial pemasok melalui kepemilikan
atau pinjaman. Pemasok kemudian menjadi bagian dari koalisi perusahaan yang lebih dikenal dengan
kairetsu. Keanggotaannya dalam hubungan jangka panjang oleh sebab itu diharapkan dapat berfungsi
sebagai mitra, menularkan keahlian tehnis dan kualitas produksi yang stabil kepada perusahaan
manufaktur. Para anggota kairetsu dapat beroperasi sebagai subkontraktor rantai dari pemasok yang
lebih kecil.

5. Perusahaan Maya (Virtual Company)


Perusahan Maya mengandalkan berbagai hubungan pemasok untuk memberikan pelayanan pada saat
diperlukan. Perusahaan maya mempunyai batasan organisasi yang tidak tetap dan bergerak sehingga
memungkinkan terciptanya perusahaan yang unik agar dapat memenuhi permintaan pasar yang
cenderung berubah. Hubungan yang terbentuk dapat memberikan pelayanan jasa diantaranya meliputi
pembayaran gaji, pengangkatan karyawan, disain produk atau distribusinya. Hubungan bisa bersifat
jangka pendek maupun jangka panjang, mitra sejati atau kolaborasi, pemasok atau subkontraktor.
Apapun bentuk hubungannya diharapkan akan menghasilkan kinerja kelas dunia yang ramping.
Keuntungan yang bisa diperoleh diantaranya adalah: keahlian manajemen yang terspesialisasi,
investasi modal yang renadh, fleksibilitas dan kecepatan. Hasil yang diharapkan adalah efisiensi.

Tujuan Strategis Supply Chain Management

Rantai pasokan bagaikan darah dari setiap organisasi bisnis karena menghubungkan pemasok,
produsen, dan pelanggan akhir di jaringan yang sangat penting untuk penciptaan dan pengiriman
barang dan jasa. Dalam mengelola rantai pasokan memerlukan suatu proses yaitu, proses
perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian operasi rantai pasokan. Tujuan manajemen rantai

pasokan adalah dengan menyelaraskan permintaan dan penawaran seefektif dan seefisien mungkin.
Masalah-masalah utama dalam rantai pasokan terkait dengan (Stevenson, 2009):
1.

Menentukan tingkat outsourcing yang tepat

2.

Mengelola pembelian / pengadaan suatu barang

3.

Mengelola pemasok

4.

Mengelola hubungan terhadap pelanggan

5.

Mengidentifikasi masalah dan merespon masalah dengan cepat

6.

Mengelola risiko

Sedangkan menurut I Nyoman Pujawan, supply chain memiliki tujuan strategis yang perlu dicapai
untuk membuat supply chain menang atau setidaknya bertahan dalam persaingan. Untuk bisa
memenangkan persaingan pasar maka supply chain harus bisa menyediakan produk yang,
1.

Murah

2.

Berkualitas

3. Tepat waktu
4.

Bervariasi

Menurut Hitt, Ireland dan Hoskisson (2001), semua tindakan yang diambil oleh perusahaan ini
dimaksudkan untuk membantu perusahaan mencapai daya saing strategisnya dan menghasilkan laba
di atas rata-rata. Daya saing strategis dicapai ketika sebuah perusahaan berhasil memformulasikan dan
menerapkan strategi penciptaan nilai. Ketika perusahaan mengimplementasikan suatu strategi yang
tidak dapat ditiru oleh perusahaan lain atau terlalu mahal untuk menirunya, perusahaan ini memiliki
keunggulan persaingan bertahan atau dapat bertahan (sustained atau sustainable competitive
advantage, selanjutnya disebut sebagai keunggulan persaingan). Setelah perusahaan mendapatkan
daya saing strategis dan sukses mengeksploitasi keunggulan persaingannya, suatu perusahaan mampu
mencapai tujuan utamanya: mendapatkan laba diatas rata-rata, yaitu kelebihan penghasilan yang
diharapkan oleh seorang investor dari investasi.

Proses Supply Chain Management

Proses supply chain management adalah proses saat produk masih berbahan mentah, produk
setengah jadi dan produk jadi diperoleh, diubah dan dijual melalui berbagai fasilitas yang terhubung
oleh rantai sepanjang arus produk dan material. Bila digambarkan dalam bentuk bagan akan nampak
sebagaio berikut:

Sumber: I Nyoman Pujawan (2005)


Bagan di atas menunjukkan bahwa supply chain management adalah koordinasi dari material,
informasi dan arus keuangan diantara perusahaan yang berpartisipasi.

Arus material melibatkan arus produk fisik dari pemasok sampai konsumen melalui rantai,
sama baiknya dengan arus balik dari retur produk, layanan, daur ulang dan pembuangan

Arus informasi meliputi ramalan permintaan, transmisi pesanan dan laporan status pesanan

Arus keuangan meliputi informasi kartu kredit, syarat-syarat kredit, jadwal pembayaran,
penetapan kepemilikan dan pengiriman
Salah satu faktor kunci untuk mengoptimalkan supply chain adalah dengan menciptakan alur
informasi yang bergerak secara mudah dan akurat diantara jaringan atau mata rantai tersebut, dan
pergerakan barang yang efektif dan efisien yang menghasilkan kepuasan maksimal pada para
pelanggan (Indrajit dan Djokopranoto, 2003). Dengan tercapainya koordinasi dari rantai supply
perusahaan, maka tiap channel dari rantai supply perusahaan tidak akan mengalami kekurangan
barang juga tidak kelebihan barang terlalu banyak. Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2003) dalam
supply chain ada beberapa pemain utama yang merupakan perusahaan-perusahaan yang mempunyai
kepentingan didalam arus barang, para pemain utama itu adalah:
1.

Supplier

2.

Manufacturer

3.

Distributor / wholesaler

4.

Retail outlets

5.

Customers

Proses mata rantai yang terjadi antar pemain utama itu adalah sebagai berikut:
Chain 1: Supplier
Jaringan yang bermula dari sini, yang merupakan sumber yang menyediakan bahan pertama, dimana
mata rantai penyaluran barang akan dimulai. Bahan pertama ini bisa dalam bentuk bahan baku, bahan
mentah, bahan penolong, bahan dagangan, subassemblies, suku cadang dan sebagainya. Sumber
pertama ini dinamakan suppliers. Dalam arti yang murni, ini termasuk juga suppliers suppliers atau
sub-suppliers. Jumlah supplier bisa banyak atau sedikit, tetapi suppliers suppliers biasanya berjumlah
banyak sekali.

Chain 1 2: Supplier Manufacturer


Rantai pertama dihubungkan dengan rantai yang kedua, yaitu manufacturer atau plants atau assembler
atau fabricator atau bentuk lain yang melakukan pekerjaan membuat, memfabrikasi, meng-

assembling, merakit, mengkonversikan, atau pun menyelesaikan barang (finishing). Hubungan dengan
mata rantai pertama ini sudah mempunyai potensi untuk melakukan penghematan. Misalnya
inventories bahan baku, bahan setengah jadi, dan bahan jadi yang berada di pihak suppliers,
manufacturer dan tempat transit merupakan target untuk penghematan ini. Tidak jarang penghematan
sebesar 40%-60%, bahkan lebih, dapat diperoleh dari inventory carrying cost di mata rantai ini.
Dengan menggunakan konsep supplier partnering misalnya, penghematan tersebut dapat diperoleh.`
Chain 1 2 3: Supplier Manufactures Distributor
Barang sudah jadi yang dihasilkan oleh manufacturer sudah mulai disalurkan kepada pelanggan.
Walaupun tersedia banyak cara untuk menyalurkan barang ke pelanggan, yang umum adalah melalui
distributor dan ini biasanya ditempuh oleh sebagian besar supply chain. Barang dari pabrik melalui
gudangnya disalurkan ke gudang distributor atau wholesaler atau pedagang dalam jumlah yang besar,
dan pada waktunya nanti pedagang besar menyalurkan dalam jumlah yang lebih kecil kepada retailer
atau pengecer.

Chain 1 2 3 4: Supplier Manufacturer Distributor Retail Outlet


Pedagang besar biasanya mempunyai fasilitas gedung sendiri atau dapat juga menyewa dari pihak
lain. Gudang ini digunakan untuk menimbun barang sebelum disalurkan ke pihak pengecer. Sekali
lagi disini ada kesempatan untuk memperoleh penghematan dalam bentuk jumlah inventories dan
biaya gudang, dengan cara melakukan desain kembali pola-pola pengiriman barang baik dari gudang
manufacturer maupun ke toko pengecer (retail outlet).

Chain 1 2 3 4 5: Supplier Manufacturer Distributor Retail Outlet Customer


Dari rak-raknya, para pengecer atau retailer ini menawarkan barangnya langsung kepada para
pelanggan, pembeli atau pengguna barang tersebut. Yang termasuk outlet adalah toko, warung, toko
serba ada, pasar swayalan, atau koperasi dimana konsumen melakukan pembelian. Walaupun secara
fisik dapat dikatakan ini adalah mata rantai terakhir, sebetulnya masih ada satu mata rantai lagi, yaitu
dari pembeli (yang mendatangi retail outlet) ke real customer dan real user, karena pembeli belum
tentu pengguna akhir. Mata rantai supply baru benar-benar berhenti setelah barang yang bersangkutan
tiba di real customers dan real user.

JUST-IN-TIME ( JIT )
1. Pengertian JIT
Dalam pengertian luas, JIT adalah suatu filosofi tepat waktu yang memusatkan pada
aktivitas yang diperlukan oleh segmen-segmen internal lainnya dalam suatu organisasi.
JIT mempunyai empat aspek pokok sebagai berikut:
1. Semua aktivitas yang tidak bernilai tambah terhadap produk atau jasa harus di
eliminasi.Aktivitas yang tidak bernilai tambah meningkatkan biaya yang tidak
perlu,misalnya persediaan sedapat mungkin nol.
2. Adanya komitmen untuk selalu meningkatkan mutu yang lebih tinggi.Sehingga produk
rusak dan cacat sedapat mungkin nol,tidak memerlukan waktu dan biaya untuk
pengerjaan kembali produk cacat, dan kepuasan pembeli dapat meningkat.
3. Selalu diupayakan penyempurnaan yang berkesinambungan (Continuous
Improvement)dalam meningkatkan efisiensi kegiatan.

4. Menekankan pada penyederhanaan aktivitas dan meningkatkan pemahaman terhadap


aktivitas yang bernilai tambah.
JIT dapat diterapkan dalam berbagai bidang fungsional perusahaan seperti misalnya
pembelian, produksi, distribusi, administrasi dan sebagainya.
A. Pembelian JIT
Pembelian JIT adalah sistem penjadwalan pengadaan barang dengan cara sedemikian
rupa sehingga dapat dilakukan penyerahan segera untuk memenuhi permintaan atau
penggunaan. Pembelian JIT dapat mengurangi waktu dan biaya yang berhubungan dengan
aktivitas pembelian dengan cara:
1. Mengurangi jumlah pemasok sehingga perusahaan dapat mengurangi sumber-sumber
yang dicurahkan dalam negosiasi dengan pamasoknya.
2. Mengurangi atau mengeliminasi waktu dan biaya negosiasi dengan pemasok.
3. Memiliki pembeli atau pelanggan dengan program pembelian yang mapan.
4. Mengeliminasi atau mengurangi kegiatan dan biaya yang tidak bernilai tambah.
5. Mengurangi waktu dan biaya untuk program-program pemeriksaan mutu.
Penerapan pembelian JIT dapat mempunyai pengaruh pada sistem akuntansi biaya dan
manajemen dalam
beberapa cara sebagai berikut:
1. Ketertelusuran langsung sejumlah biaya dapat ditingkatkan.
2. Perubahan cost pools yang digunakan untuk mengumpulkan biaya.
3. Mengubah dasar yang digunakan untuk mengalokasikan biaya sehingga banyak biaya
tidak langsung dapat diubah menjadi biaya langsung.
4. Mengurangi perhitungan dan penyajian informasi mengenai selisih harga beli secara
individual
5. Mengurangi biaya administrasi penyelenggaraan sistem akuntansi.
B. Produksi JIT
Produksi JIT adalah sistem penjadwalan produksi komponen atau produk yang tepat
waktu, mutu, dan jumlahnya sesuai dengan yang diperlukan oleh tahap produksi
berikutnya atau sesuai dengan memenuhi permintaan pelanggan.
Produksi JIT dapat mengurangi waktu dan biaya produksi dengan cara:
1. Mengurangi atau meniadakan barang dalam proses dalam setiap workstation (stasiun
kerja) atau tahapan pengolahan produk (konsep persediaan nol).
2. Mengurangi atau meniadakan Lead Time (waktu tunggu) produksi (konsep waktu
tunggu nol).
3. Secara berkesinambungan berusaha sekeras-kerasnya untuk mengurangi biaya setup
mesin-mesin pada setiap tahapan pengolahan produk (workstation).
4. Menekankan pada penyederhanaan pengolahan produk sehingga aktivitas produksi
yang tidak bernilai tambah dapat dieliminasi.
Perusahaan yang menggunakan produksi JIT dapat meningkatkan efisiensi dalam bidang:
1. Lead time (waktu tunggu) pemanufakturan
2. Persediaan bahan, barang dalam proses, dan produk selesai
3. Waktu perpindahan
4. Tenaga kerja langsung dan tidak langsung
5. Ruangan pabrik
6. Biaya mutu
7. Pembelian bahan
Penerapan produksi JIT dapat mempunyai pengaruh pada sistem akuntansi biaya dan
manajemen dalam beberapa cara sebagai berikut:
1. Ketertelusuran langsung sejumlah biaya dapat ditingkatkan

2. Mengeliminasi atau mengurangi kelompok biaya (cost pools) untuk aktivitas tidak
langsung
3. Mengurangi frekuensi perhitungan dan pelaporan informasi selisih biaya tenaga kerja
dan overhead pabrik
secara individual
4. Mengurangi keterincian informasi yang dicatat dalam work tickets
2. Pemanufakturan JIT dan Penentuan Biaya Produk
Pemanufakturan JIT menggunakan pendekatan yang lebih memusat daripada yang
ditemui dalam pemanufakturan tradisional.Penggunaan sistem pemanufakturan JIT
mempunyai dampak pada:
1. Meningkatkan Keterlacakan (Ketertelusuran) biaya.
2. Meningkatkan akurasi penghitungan biaya produk.
3. Mengurangi perlunya alokasi pusat biaya jasa (departemen jasa)
4. Mengubah perilaku dan relatif pentingnya biaya tenaga kerja langsung.
5. Mempengaruhi sistem penentuan harga pokok pesanan dan proses.
Dasar-dasar pemanufakturan JIT dan perbedaannya dengan pemanufakturan tradisional:
2.1. JIT Dibandingkan dengan Pemanufakturan Tradisional.
Pemanufakturan JIT adalah sistem tarikan permintaan (Demand-Pull). Tujuan
pemanufakturan JIT adalah memproduksi produk hanya jika produk tersebut dibutuhkan
dan hanya sebesar jumlah permintaan pembeli (pelanggan). Beberapa perbedaan
pemanufakturan JIT dengan Tradisional meliputi:
a. Persediaan Rendah
b. Sel-sel Pemanufakturan dan Tenaga Kerja Interdisipliner
c. Filosofi TQC (Total Quality Control)
2.2. JIT dan Ketertelusuran Biaya Overhead
Dalam lingkungan JIT, beberapa aktivitas overhead yang tadinya digunakan bersama
untuk lebih dari satu lini produk sekarang dapat ditelusuri secara langsung ke satu
produk tunggal. Manufaktur yang berbentuk sel-sel, tanaga kerja yang terinterdisipliner,
dan aktivitas jasa yang terdesentralisasi adalah karakteristik utama JIT.
JIT TRADISIONAL
Sistem Pull-through
Persediaan tidak signifikan
Sel-sel pemanufakturan
Tenaga kerja terinterdisipliner
Pengendalian mutu (TQC)
Dsentralisasi jasa
Sistem Push-through
Persediaan signifikan
Berstruktur departemen
Tenaga kerja terspesialisasi
Level mutu akseptabel (AQL)
Sentralisasi jasa
2.3. Keakuratan Penentuan Biaya Produk dan JIT
Salah satu konsekuensi dari penurunan biaya tidak langsung dan kenaikan biaya
langsung adalah meningkatkan keakuratan penentuan biaya (Harga Pokok Produk).
Pemanufakturan JIT, dengan mengurangi kelompok biaya tidak langsung dan mengubah
sebagian besar dari biaya tersebut menjadi biaya langsung maupun sebaliknya, dapat
menurunkan kebutuhan penaksiran yang sulit.
2.4. JIT dan Alokasi Biaya Pusat Jasa

Dalam manufaktur tradisional, sentralisasi pusat-pusat jasa memberikan dukungan


pada berbagai departemen produksi. Dalam lingkungan JIT, banyak jasa
didesentralisasikan.Hal ini dicapai dengan membebankan pekerja dengan keahlian
khusus secara langsung ke lini produk dan melatih tenaga kerja langsungyang ada dalam
sel-sel untuk melaksanakan aktivitas jasa yang semula dilakukan oleh tenaga kerja
tidaklangsung.
2.5. Pengaruh JIT pada Biaya Tenaga Kerja Langsung
Sebagai perusahaan yang menerapkan JIT dan otomatisasi, biaya tenaga kerja
langsung tradisional dikurangi secara signifikan.Oleh sebab itu ada dua akibat:
1. Persentasi biaya tenaga kerja langsung dibandingkan total biaya produksi menjadi
berkurang
2. Biaya tenaga kerja langsung berubah dari biaya variabel menjadi biaya tetap.
2.6. Pengaruh JIT pada Penilaian Persediaan
Salah satu masalah pertama akuntansi yang dapat dihilangkan dengan penggunaan
pemanufakturan JIT adalah kebutuhan untuk menentukan biaya produk dalam rangka
penilaian persediaan. Jika terdapat persediaan, maka persediaan tersebut harus dinilai,
dan penilaiannya mengikuti aturan-aturan tertentu untuk tujuan pelaporan keuangan.
Dalam JIT diusahakan persediaan nol (atau paling tidak pada tingkat yang tidak
signifikan), sehingga penilaian persediaan menjadi tidak relevan untuk tujuan pelaporan
keuangan.Dalam JIT, keberadaan penentuan harga pokok produk hanya untuk
memuaskan tujuan manajerial. Manajer memerlukan informasi biaya produk yang akurat
untuk membuat berbagai keputusan misalnya: (a) penetapan harga jual berdasar costplus, (b) analisis trend biaya, (c) analisis profitabilitas lini produk, (d) perbandingan
dengan biaya para pesaing, (e) keputusan membeli atau membuat sendiri, dsb.
2.7. Pengaruh JIT pada Harga Pokok Pesanan
Dalam penerapan JIT untuk penentuan order pesanan, pertama, perusahaan harus
memisahkan bisnis yang sifatnya berulang-ulang dari pesanan khusus.Selanjutnya, selsel pemanufakturan dapat dibentuk untuk bisnis berulang-ulang. Dengan mereorganisasi
tata letak pemanufakturan, pesanan tidak membutuhkan perhatian yang besar dalam
mengelompokkan harga pokok produksi. Hal ini karena biaya dapat dikelompokkan pada
level selular. Lagi pula, karena ukuran lot sekarang lebih sangat kecil,maka tidak praktis
untuk menyusun kartu harga pokokpesanan untuk setiap pesanan. Maka lingkungan
pesanan akan menggunakan sifat sistem harga pokok proses.
2.8. Penentuan Harga Pokok Proses dan JIT
Dalam metode proses, perhitungan biaya per unit akan menjadi lebih rumit karena
adanya persediaan barang dalam proses. Dengan menggunakan JIT, diusahakan
persediaan nol, sehingga penghitungan unit ekuivalen tidak terlalu dibutuhkan, dan tidak
perlu menghitung biaya dari periode sebelumnya. JIT secara signifikan mengarah pada
penyederhanaan.
2.9. JIT dan Otomasi
Sejak sistem JIT digunakan, biasanya hanya menunjukkan kemungkinan otomasi
dalam beberapa hal. Karena tidaklah umum bagi perusahaan yang menggunakan JIT
untuk mengikutinya dengan pemilikan teknologi pemenufakturan maju. Otomasi
perusahaan untuk : (a) menaikkan kapasitas produksi, (b) menaikkan efisiensi, (c)
meningkatkan mutu dan pelayanan, (d) menurukan waktu pengolahan, (e) meningkatkan
keluaran. Otomasi meningkatkan kemampuan untuk menelusuri biaya pada berbagai
produk secara individual. sebagai contoh sel-sel FMS, merupakan rekan terotomasi dari
sel-sel pemanufakturan JIT. Jadi. beberapa biaya yang merupakan biaya yang tidak
langsung dalam lingkungan tradisional sekarang menjadi biaya langsung.
2.10. Penentuan Harga Pokok Backflush

Penentuan harga pokok backflush mengeliminasi rekening barang dalam proses dan
membebankan biaya produksi secara langsung pada produk selesai. Perusahaan
menggunakan backflush costing jika terdapat kondisikondisisebagai berikut :
1. Manajemen ingin sistem akuntansi yang sederhana.
2. Setiap produk ditentukan biaya standarnya.
3. Metode ini menghasilkan penentuan harga pokok produk yang kira-kira mengasilkan
informasi keuangan
yang sama dengan penelusuran secara berurutan.
Ada dua perubahan relatif pada sistem konvensional yaitu :
1. Perubahan Akuntansi Bahan
2. Perubahan Akuntansi Biaya Konversi
Contoh perusahaan yang memakai Supply Chain Management:

PT POS Indonesia
PT POS Indonesia menggunakan supply chain management dalam pendistribusian, penyimpanan,
pengiriman sesuai keinginan pelanggan. Jadi supply chain ini menyangkut dalam hal proses
penyampaian barang sampai ketangan yang ditujukan. Begitu juga PT POS indonesia juga memberi
jasa layanan supply chain manajemen terhadap mitra usahanya. Dalam melakukan supply chain itu
mereka menyediakan layanan antar melaui darat, laut dan udara.
Skripsi ini adalah hasil penelitian mengenai tentang Implementasi Supply Chain Management Pada
Integrated Postal Operations di PT. Pos Indonesia (Persero) Bandung 40000. Latar belakang
penelitian ini, penulis menemukan adanya indikasi masalah mengenai supply chain management pada
intergrated postal system yaitu proses pelaksanaan SCM yang belum optimal pada IPOS seperti
sumber daya manusia sebagai penggerak, teknologi yang belum memadai, serta pengawasan yang
kurang efektif. PT. Pos Indonesia (Persero) Bandung 40000 merupakan Badan Usaha Milik Negara
yang mampu bersaing dengan sektor swasta dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dengan
pelayanan jasa kirim yang berkualitas sehingga penulis tertarik meneliti implementasi supply chain
management pada intergrated postal system (IPOS) di PT. Pos Indonesia (Persero) Bandung 40000.
Untuk menganalisis permasalahan di atas penulis menggunakan teori dari Dale S. Rogers, Richard L.
Dawe, and Patrick Guerra yang menyatakan bahwa proses order dan sistem informasi sangat penting
bagi pertumbuhan perusahaan dengan stategik management ada lima unsur yaitu Order Preparation
(Persediaan atau persiapan), Order Transmittal (Pengiriman), Order Entry (Pembukuan/Pencatatan),
Order Filling (Pola Distribusi), dan Order Status Report (Laporan status Barang). Adapun metode
yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode deskriptif melalui pendekatan kualitatif.
Data yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan dan studi lapangan melalui observasi dan
wawancara kepada responden (Manager Teknologi Sistem Informasi PT. Pos Indonesia (Persero)
Bandung 40000, Asisten Manager Kirim Terima PT. Pos Indonesia (Persero) Bandung 40000, Staf
Pelayanan Pelanggan PT. Pos Indonesia (Persero) Bandung 40000, Manager Collecting dan Proses
Paket PT. Pos Indonesa (Persero) Bandung 40000, Manager Pelayanan Jasa Surat Pos PT. Pos
Indonesia (Persero) Bandung 40000 dan pelanggan PT. Pos Indonesia (Persero) Bandung 40000).
Dalam penelitian ini penulis melakukan uji keabsahan data dengan cara tringulasi dengan sumber.
Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam implementasi supply chain management pada integrated
postal system (IPOS) di PT. Pos Indonesia (Persero) Bandung 40000 belum terlaksana dengan optimal
dikarenakan masih ada beberapa unsur dari dimensi supply chain management yang kurang
diantaranya dari segi sumber daya manusia yaitu profesionalitas kerja, masih ada pegawai yang tidak

sesuai dengan SOP dan kurangnya pengawasan yang optimal. Teknologi sistem yang belum dapat
berintegrated secara efektif dan efesien.

Baru baru ini PT Pos Indonesia telah membentuk anak perusahaan logistik, dengan
nama PT Pos Indonesia Logistik. Langkah ini adalah langkah yang tepat mengingat potensi
pasar logistik yang sangat besar dan kedepan akan terus tumbuh, sedangkan distribusi dan
transportasinya tak tergantikan oleh teknologi.
Pembentukan anak perusahaan logistik di PT Pos Indonesia bukan kali ini saja
dilakukan tapi sudah dilakukan berulangkali 10 tahun yang lalu, tapi kurangnya komitmen
yang konsisten dan berkesinambungan maka rencana anak perusahaan ini tak pernah
terwujud dengan baik sampai saat ini.
Dari pengamatan saya kali ini insyaallah akan terwujud melihat allokasi sumberdaya
yang diperlukan sudah dicukupi dan modal kerja operasi (operation expenditure) telah
diberikan sehingga tidak ada alasan perusahaan ini tidak dapat bekerja dengan baik untuk
mendapatkan pasar/pelanggan untuk kelangsungan hidup perusahaan tersebut kedepan
Dari evaluasi dan analisa saya masih ada 1 lagi kebijakan yang sangat penting yang
belum diputuskan yaitu bisnis logistik exsisting yang dikelola oleh PT Pos Indonesia yang
belum diserahkan.
Kenapa bisnis logistik eksisting harus diserahkan dan mata rantai proses mana yang
akan diserahkan? karena kalau tidak maka akan terjadi duplikasi bisnis, selanjutnya akan
terjadi persaingan dan rebutan pasar di internal perusahaan, selanjutnya akan terjadi duplikasi
struktur organisasi, selanjutnya akan terjadi pemborosan sumberdaya, dan seterusnya.
Timbul pertanyaan berikut, yang disebut bisnis logistik eksisting itu yang mana?
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut maka mindset/persepsi harus disamakan dulu. Yang
disebut bisnis logistik itu apa? yang disebut bisnis kurir (suratpos dan paketpos) itu apa?
karena selama 10 tahun hal ini tak terjelaskan dengan baik sehingga terjadi tarik menarik
antara bisnis kurir dan bisnis logistik yang merupakan salah satu penyebab pembentukan
anak perusahaan tidak terwujud karena konfik internal.
Pembeda antara bisnis logistik dengan bisnis kurir adalah diproses, bukan di ukuranbentuk-berat-isi (product design) karena pada hakikatnya kedua bisnis ini adalah bisnis jasa
(services) bukan bisnis manufacture yang menghasilkan produk (goods).
Bisnis kurir model proses operasinya C-P-T-D-T&T sedangkan bisnis logistik
menangani supply chain management dengan model proses operasinya C-P(WH+IS)-T-D,
dimana pada bisnis logistik ada aktivitas warehouseing dan inventory system
Dengan penjelasan diatas maka kita telusuri pelanggan PT Pos Indonesia exsisting
yang dilayani dengan jasa layanan supply chain management/ C-P(WH+IS)-T-D apakah ada
atau tidak ada. Menurut saya pelanggan bisnis logistik exsisting ada, yaitu Dirjen Pajak
dengan benda meterai dan perusahaan2 konsinyasi bendapos (bukan perangko).
Bisnis ini sebenarnya bisnis retail PT Pos Indonesia (induk perusahaan) yaitu
penjualan diloket plus pengelolaan supply chain manajemen (SCM) yang kedepan agar
masalah SCM dikelola oleh PT Pos Indonesia Logistik. Jadi PT Pos Indonesia dapat fee
pendapatan dari aktifitas penjualan diloket sedangkan PT Pos Indonesia Logistik dapat fee
pendapatan dari pengelolaan supply chain management (prinsip sinergi)
Selain itu PT Pos Indonesia harus menjadi pelanggan pertama yang memakai jasa PT
Pos Indonesia untuk supply chain management milik sendiri yaitu perangko, barang
pemakaian pendukung operasi, formulir/model pendukung operasi.
Kalau itu dilakukan maka struktur organisasi berikut sumberdaya yang ada di tingkat
pusat, tingkat area, dan tingkat kantorpos yang menangani supply chain management (SCM)
dapat dikurangi tinggal hanya mengelola manejemen pengendalian dan pengawasan saja.

Sedangkan untuk bisnis kurir (mail and parcel) tetap bisnis PT Pos Indonesia,
sedangkan peran yang akan dimainkan oleh PT Pos Indonesia Logistik adalah penggalan
proses operasi C-P-T-D, yang menurut saya kemungkinan besar diserahkan adalah P-T. Tapi
ini semua kembali ke strategi dan kebijakan Direksi dalam menterjemahkan hasil konsultan
booze & co, apakah seluruh tahapan end to end process akan dikelola sendiri atau sebagian
proses di outsource.
Kalau di outsource maka struktur organisasi berikut sumberdaya yang ada di tingkat
pusat, tingkat area, dan kantorpos yang menangani P-T dapat disederhanakan tinggal hanya
mengelola manejemen pengendalian dan pengawasan saja. Outsourcing harus dilakukan
totally tidak boleh setengah setengah P-T.
Baru kelihatan transformasi di PT Pos Indonesia terjadi secara signifikan tidak seperti
selama ini hanya nampak dikonsep, diimplementasi tidak ada apa apanya (no changes, only
the name change)
Kalau saran ini dilakukan, selain PT Pos Indonesia Logistik punya sumberdaya dan
modal kerja maka ia punya referensi implementasi dan pengalaman mengelola SCM yang riil
yang bisa jadi added value pada saat melakukan pemasaran untuk mendapatkan pelanggan
baru.

Analisa
Adanya indikasi masalah mengenai supply chain management pada intergrated postal system
yaitu proses pelaksanaan SCM yang belum optimal pada IPOS seperti sumber daya manusia sebagai
penggerak, teknologi yang belum memadai, serta pengawasan yang kurang efektif. PT. Pos Indonesia
(Persero) Bandung 40000 merupakan Badan Usaha Milik Negara yang mampu bersaing dengan
sektor swasta dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dengan pelayanan jasa kirim yang berkualitas
Untuk menganalisis permasalahan di atas berdasarkan teori dari Dale S. Rogers, Richard L.
Dawe, and Patrick Guerra yang menyatakan bahwa proses order dan sistem informasi sangat penting
bagi pertumbuhan perusahaan dengan stategik management ada lima unsur yaitu Order Preparation
(Persediaan atau persiapan), Order Transmittal (Pengiriman), Order Entry (Pembukuan/Pencatatan),
Order Filling (Pola Distribusi), dan Order Status Report (Laporan status Barang).

PT Pos Indonesia telah membentuk anak perusahaan logistik, dengan nama PT Pos
Indonesia Logistik. Langkah ini adalah langkah yang tepat mengingat potensi pasar logistik
yang sangat besar dan kedepan akan terus tumbuh, sedangkan distribusi dan transportasinya
tak tergantikan oleh teknologi.
Pembentukan anak perusahaan logistik di PT Pos Indonesia bukan kali ini saja
dilakukan tapi sudah dilakukan berulangkali 10 tahun yang lalu, tapi kurangnya komitmen
yang konsisten dan berkesinambungan maka rencana anak perusahaan ini tak pernah
terwujud dengan baik sampai saat ini. (operation expenditure) telah diberikan sehingga tidak
ada alasan perusahaan ini tidak dapat bekerja dengan baik untuk mendapatkan
pasar/pelanggan untuk kelangsungan hidup perusahaan tersebut kedepan
Hal yang sangat penting yang belum diputuskan yaitu bisnis logistik exsisting yang dikelola
oleh PT Pos Indonesia yang belum diserahkan.

Bisnis kurir model proses operasinya C-P-T-D-T&T sedangkan bisnis logistik


menangani supply chain management dengan model proses operasinya C-P(WH+IS)-T-D,
dimana pada bisnis logistik ada aktivitas warehouseing dan inventory system
Dengan penjelasan diatas maka PT Pos Indonesia exsisting dilayani dengan jasa
layanan supply chain management/ C-P(WH+IS)-T-D. Bisnis logistik exsisting, yaitu Dirjen
Pajak dengan benda meterai dan perusahaan-perusahaan konsinyasi bendapos (bukan
perangko).
Bisnis ini sebenarnya bisnis retail PT Pos Indonesia (induk perusahaan) yaitu
penjualan diloket plus pengelolaan supply chain manajemen (SCM) yang kedepan agar
masalah SCM dikelola oleh PT Pos Indonesia Logistik. Jadi PT Pos Indonesia dapat fee
pendapatan dari aktifitas penjualan diloket sedangkan PT Pos Indonesia Logistik dapat fee
pendapatan dari pengelolaan supply chain management (prinsip sinergi)
Selain itu PT Pos Indonesia harus menjadi pelanggan pertama yang memakai jasa PT
Pos Indonesia untuk supply chain management milik sendiri yaitu perangko, barang
pemakaian pendukung operasi, formulir/model pendukung operasi.

Anda mungkin juga menyukai