TOTAL LARINGEKTOMI
Pengangkatan seluruh laring, termasuk kartilago tiroid dan krikoid, serta
os hyoid.
Indikasi
1. Karsinoma laring T3 dan T4
2. T2 yang tidak cocok untuk laringektomi parsial
3. Karsinoma laring subglotis atau glotis dengan ekstensi subglotis > 1,5
cm
4. Karsinoma laring yang tidak memberikan respons dengan radioterapi
Kontraindikasi
1. Metastasis jauh
2. Usia lanjut atau kondisi kesehatan yang buruk
Perhatian khusus
1. Konsultasi pekerja sosial terkait perawatan di rumah
2. Rekonstruksi trakeostoma yang cermat, menghindarkan tension saat
aproksimasi kulit ke mukosa trakea dan menghindari terpaparnya
kartilago trakea.
3. Penutupan mukosa faring yang cermat menggunakan Connel stitch
4. Insidensi rekurensi stoma dapat meningkat jika trakeostomi untuk
mengatasi obstruksi lesi dilakukan sebagai prosedur terpisah atau
laringektomi tertunda > 48 jam.
Persiapan Pre-Op
1. Konsultasi masalah suara post-op, pertemuan dengan support group
akan sangat membantu.
2. Pemeriksaan labpratorium rutin
3. CT-scan untuk melihat ekstensi penyakit dan status KGB leher
4. Antibiotik pre dan post-op
Peralatan khusus, posisi, dan anestesi
1. Intubasi via oral sebagai awal, dapat dilakukan bila lesi tidak besar
2. Trakeostomi/LA sebelum induksi anestesi jika lesi yang besar dan
menyumbat
3. Posisi supine, dengan ganjal punggung untuk menjaga leher tetap
ekstensi
4. Sterile scalpel blades no : 15
5. Scalpel handle
6. Surgical scissors blunt/blunt, curved (Cooper)
7. Dissecting scissor, curved (Metzenbaum)/dissecting scissor for plastic
surgery Gorney/scissor, delicate (Chadwick)
8. Vessel and tendon scissors, curved and straight (Stevens)
9. Standard tissue forcep
10. Dissecting forcep, delicate (Adson); dissecting, nontraumatic forcep
12. Penutupan defek hipofaring dan esofagus yang mengikuti garis vertikal
dan horisontal akan membentuk huruf T.
15. Menutup luka operasi dengan menjahit kulit lapis demi lapis.
16. Operasi selesai
DISEKSI LEHER
DISEKSI LEHER SUPRAOMOHIOID
Diseksi leher selektif yang terdiri dari pengeluaran en bloc regio
nodal I, II, dan III.
Indikasi:
1. Penatalaksanaan bedah leher dengan karsinoma sel skuamosa
di rongga mulut stadium T2-T4N0 atau TxNl jika nodal yang
masih dapat di palpasi kurang dari 3 cm, mobile, dan terletak
pada level I atau II. Operasi tersebut harus dilakukan pada kedua
sisi leher pada penderita dengan tumor ganas di anterior lidah
dan dasar mulut.
2. Penatalaksanaan elektif pada leher pasien dengan karsinoma sel
skuamosa di bibir atau kulit bagian tengah wajah dan bilamana
lesi tersebut berkaitan secara klinis dengan metastasis tunggal
pada nodal submental dan submandibular. Maka diseksi bilateral
6
10
3.
4.
5.
6.
7.
8.
12
2.
3.
14
4.
7.
15
13.
A. Karotis eksterna dipastikan dengan mengidentifikasi
paling sedikit ditemukan 2-3 cabang (A. Tiroid superior, A. Lingualis,
A. Faringeal ascendens).
14.
A. Karotis eksterna dibebaskan dari jaringan sekitarnya
kemudian diikat dengan silk permanen.
15.
Carotid sheath dijahit.
16.
Menutup luka operasi dengan menjahit kulit lapis demi
lapis.
Komplikasi:
1.
Perdarahan yang persisten akibat adanya aliran kolateral dan
anastomosis
2.
Cedera struktur sekitarnya (N.X, V. Jugularis, atau A. Karotis)
3.
Lepasnya trombus pada arteri yang sudah sklerotik
EKSTIRPASI ANGIOFIBROMA NASOFARING
(TRANSPALATAL)
Definisi
Ekstirpasi angiofibroma nasofaring adalah operasi pengangkatan
pengangkatan tumor pembuluh darah di daerah nasofaring dengan
pendekatan transpalatal. Dengan pendekatan ini, pterigomaksilaris space
dapat dijangkau.
16
17
2.
3.
4.
18
Up
Belajar makan dan minum dengan terpasang tampon posterior
Tampon anterior dilepas sedikit-sedikit pada hari ke-2
Tampon posterior mulai dilonggarkan hari ke-3
Hari ke-5 tampon posterior dilepas
MAKSILEKTOMI
Rinotomi Lateral
Insisi sepanjang satu sisi hidung, dikombinasi dengan divisi nasal ala,
memberikan akses terbatas ke rongga anterior
Indikasi
1. Eksposur untuk pengangkatan lesi yang terbatas pada rongga hidung
anterior dan sepertiga medial dari maksila dan sinus etmoid.
2. Eksposur untuk memperbaiki perforasi nasal septum anterior
Kontraindikasi
1. Eksposur yang membutuhan lateral dari forumen infraorbita
2. Eksposur yang membutuhkan reseksi dari tumor yang melibatkan
palatum, fossa infratemporal, nasofaring, atau fosa anterior kranial
3. Eksposur pembedahan penyelamatan setelah iradiasi dosis tinggi yang
gagal pada area nasal dan paranasal, dimana insisi wajah harus
dihindari.
Persiapan preoperasi
1. Pemeriksaan laboratorium
2. CT Scan dan MRI pada nasal dan paranasal
Pertimbangan Khusus
1. Eksposur yang diperlukan lateral kesinambungan infraorbital foramen
2. Eksposur yang diperlukan untuk reseksi tumor-tumor yang melibatkan
palate intratemporal fosa, nasopharynx, atau anterior cranial fossa
3. Eksposur untuk pembedahan salvage setelah gagalnya irradiasi dosisstinggi terhadap daerah hidung atau paranasal, dimana case facial
incisions hendaknya dihindari.
Alat Khusus, Posisi, dan Anestesia
1. Lampu kepala
2. Intubasi orotracheal di garis tengah untuk menghindari penutupan
yang tidak sejajar
19
20
Teknik operasi
1. Penderita diletakkan dalam posisi terlentang di atas meja operasi,
kemudian dilakukan anestesi umum melalui endotracheal tube yang
dipasang di rongga mulut. Pemasangan doek steril, dilanjutkan
evaluasi rongga hidung menggunakan spekulum hidung. Setelah
membuat garis insisi (marker) dengan biru metilen atau spidol dan
penyuntikan larutan lidokain 1% yang mengandung adrenalin 1 :
200.000., dilakukan insisi kulit di mulai sisi medial dari ligamen kantus
medialis terus kebawah menyusuri tepi lateral hidung, lalu melingkari
ala nasi di bagian lateral pada lipatan nasolabial (nasolabial crease)
menuju filtrum bibir atas, kemudian membelok keatas. Alternatif yang
lebih disukai, tidak melakukan insisi memotong ala nasi tetapi insisi
dilanjutkan kearah kolumela, sekitar 2-3 mm dibawah tepi vestibulum
nasi bagian inferior.
2. Insisi kulit diperdalam sampai jaringan lunak dan perios. Jaringan dan
lipatan kulit nasolabial di preparer, kearah ke atas sampai prosesus
nasalis maksila dan os nasal; dan ke arah lateral sampai fosa kanina,
rima orbita dan foramen infra orbita. Dilakukan insisi mukosa dinding
lateral rongga hidung tepat di tepi apertura piriformis. Ala nostril di
21
4.
Struktur yang di
reseksipada
maksilektomi medial
Teknik operasi
1. Mula-mula dilakukan marker dengan biru metilen atau spidol.
2. Setelah infiltrasi, dilanjutkan insisi kulit (Moure, kadang diperpanjang
kebawah membelah bibir atas) sesuai marker. Jaringan dan kulit hidung
24
25
Pemotongan
tulang
dengan
menggunakan pahat atau cutting burr ukuran 2mm. Pemotongan
tulang dengan cutting burr atau bor kipas (Stryker saw) diperoleh hasil
pemotongan yang lebih baik (rapi) dibandingkan dengan pahat.
5. Selanjutnya melakukan pemotongan jaringan lunak di bagian atas
dinding lateral rongga hidung dengan arah anterior ke posterior
setinggi kavum nasi dan masuk ke sinus maksilaris tepat dibawah
konka inferior menggunakan gunting, dilanjutkan pemotongan bagian
posterior dengan gunting bengkok (right-angled) dituntun palpasi
menggunakan jari telunjuk. Dengan demikian, seluruh dinding lateral
rongga hidung beserta tumornya dapat dikeluarkan secara en bloc.
26
6. Hemostasis,
lalu
rongga
di
pasang tampon. Luka operasi dijahit dengan benang absorble 3/0, kulit
dijahit dengan benang non absorble 5/0.
Perawatan pasca bedah
Tampon hidung dipertahankan selama lima hari dan selama itu
diberikan antibiotik. Mukosalisasi kavum nasi biasanya terjadi minggu
berikutnya,. Selama masa pemulihan akan terjadi pembentukan krusta
yang cukup banyak, ini dapat diatasi dengan seringkali melakukan irigasi
nasal. Secara periodik dilakukan monitoring ketat dengan nasal
endoskopi.
27
MAKSILEKTOMI PARSIAL
PENDEKATAN
WEBER-FERGUSON
DENGAN
SUBTOTAL
MAKSILEKTOMI DAN MAKSILEKTOMI TOTAL DENGAN PRESERVASI
ORBITAL
Pendekatan Weber-Ferguson
Suatu perluasan insisi lateral rhinotomy yang meliputi upaya membelah
bibir atas.
Indikasi :
Eksentrasi maxilla untuk maxillatomy total atau subtotal maxillatomy
(membelah bibir atas melepaskan facial flap untuk retraksi lateral yang
memadai dan menambah eksposur transoral dari palate an gigi.
Alat Khusus, Posisi, dan Anestesia
1. Headlight
2. Alat-alat bedah plastik
Tips :
Staiur-stepping torehan pada batas vermilion dan melaksanakan Z-plasty
sebagai bagian dari torehan mucosal mereduksi kontraktur.
Komplikasi :
Necrosis dari flap tersebut lebih mungkin bila pembedahan
dilaksanakan/dilakukan terhadap suatu kegagalan irradiasi dosis-tinggi.
Perawatan pasca-bedah
Pembersihan rutin dan aplikasi salep antibiotik .
Subtotal (Partial) Maxillectomy Reseksi en bloc dari segmen maksila,
yang memeertahankan satu atau lebih tulang penyangga yang normalnya
direseksikan dalam suatu maksilektomi total.
Indikasi :
Tumor jinak atau ganas yang terkungkung terhadap dinding medial atau
dasar sinus maxillary.
Kontraindikasi :
1. Tumor dengan keterlibatan pterygoid atau tulang orbital ekstensif
2. Tumor dengan perluasan intrakranial
3. Tumor dengan ekstensi/perluasan lateral atau keterlibatan palatal
4. Tumor dengan dasar orbital atau keterlibatan malar
Pertimbangan Khusus
Medial subtotal maxillectomy dapat dikombinasikan dengan reseksi
craniofacial untuk tumor-tumor yang melibatkan dinding hidung lateral
28
29
30
3. Elevasi flap pipi akan tampak ujung akhir nervus infraorbital dan jalan
masuknya ke dalam jaringan di pipi. Apabila tumor kecil di dasar
antrum, sebaiknya nervus infraorbital dipertahankan. Bila tumornya
besar (dekat atap sinus maksila), maka n. infra orbitalis di klem lalu
dipotong dan ligasi. Preparasi jaringan lunak pipi diteruskan sampai
mencapai permukaan posterolateral maksila. Dengan bantuan retaktor
yang ditarik ke lateral akan tampak tepi bawah zigoma, sekaligus
akses ke fisura pterigomaksilaris.
31
6.
Selanjutnya
dipasang
alat
pembuka mulut
(mouth gag), rongga
mulut
dibuka
selebar mungkin guna
memberi
visualisasi
prosesus
alveolar
dan
palatum durum yang
adekuat. Dilakukan evaluasi deretan gigi atas. Jika terdapat celah
diantara kedua gigi di garis transeksi, maka dilakukan pemotongan di
antara kedua gigi tersebut. Namun jika gigi tampak padat (tidak ada
celah sama sekali), dilakukan pencabutan salah satu gigi di garis
transeksi processus alveolar.
7. Insisi vertikal ditengah pada mukosa palatum durum dengan
menggunakan kauter listrik yang ujungnya kecil (needlepoint). Insisi
mukosa diperdalam sampai mencapai mukoperiosteum dan tulang.
Palatum durum dibelah di bagian tengah (sesuai insisi mukosa) dengan
menggunakan bor kipas (strykers saw). Alternatif cara lainnya, yaitu
menggunakan klem arteri panjang yang ujungnya bengkok (rightangled). Mula-mula klem ini dimasukkan rongga hidung, lalu menyusuri
dasar rongga hidung. Setelah sampai di perbatasan palatum durum
dengan palatum mole, ujungnya ditusukkan sehingga muncul di rongga
32
33
11.
Bagian
tulang
maksila
akan
dikeluarkan
digoyang
seluruhnya
kearah anterior sehingga terjadi fraktur dinding
posteior
sinus
maksila
Seluruh
spesimen
kemudian
dikeluarkan. Perdarahan yang terjadi tetelah pengeluaran spesimen
maksila biasanya berasal dari percabangan arteri maksilaris interna,
arteri sfenopalatina, dan pembuluh darah palatum mole yang
berukuran lebih kecil. Perdarahan yang timbul dari arteri maksilaris
interna dihentikan dengan klem lalu ligasi menggunakan benang
zeyde. Perdarahan dari arteri sfenopalatina dihentikan dengan kauter.
Sekarang defek pembedahan memperlihatkan separuh bagian atas
antrum maksila yang diliputi mukosa. Jika mukosa antrum maksila
menunjukkan perubahan inflamasi kronis sebaiknya di kuret sampai
bersih. Bagian tulang yang menonjol tajam diratakan dan dihaluskan.
Ujung potongan jaringan lunak dan mukosa dinding anterior dan
posterior palatum mole didekatkan dengan benang absorble. Setelah
perdarahan berhenti, defek operasi di irigasi dengan larutan antiseptik
atau antibiotik (Bacitracin).
12. Pengambilan tandur alih kulit yang tipis (split thickness skin-graft) di
paha, kemudian diletakkan di bagian medial flap pipi lalu tepinya
dijahit menggunakan interrrupted suture chromic catgut 3/0 atau
benang absorble lainnya. Skin graft tidak dijahit ke arah superior,
namun hanya diletakkan di permukaan tulang (separuh atas) antrum
maksila. Setelah itu, dilakukan pemasangan tampon (packing) dengan
kasa lebar yang mengandung antiseptik (iodoform, xeroform) atau
antibiotik (garamisin). Setelah itu, diletakkan tampon pita dimulai dari
atap antrum dengan menggunakan ujung jari (digital). Pemasangan
tampon pita diteruskan sampai mengisi seluruh defek operasi. Selain
34
14. Luka insisi kulit dijahit ditutup dalam 3 lapis menggunakan chromic
catgut interrupted sutures atau benang absorble lainnya untuk jaringan
subkutaneus dan benang nilon untuk kulit. Perlu perhatian khusus agar
tepi-tepi insisi kulit di bibir atas (vermillion) berada pada posisi yang
tepat sehingga kelak diperoleh hasil estetika yang baik. Luka insisi dan
jahitan kulit diolesi salep antibiotik (gentamisin, bacitracin).
Perawatan Pasca Operasi
Perawatan pasca bedah maksilektomi parsial terutama ditujukan
pada pemeliharaan higiene oral yang maksimal dan perawatan luka wajah
sampai jahitan diangkat. Bekuan darah dan krusta di atas luka jahitan
35
a
b
Struktur yang di reseksi pada maksilektomi suprastruktur.
(a) Tanpa eksenterasi orbita. (b). Dengan eksenterasi orbita
Teknik operasi
Tahapan operasi yang dilakukan hampir sama dengan maksilektomi
inferior dan maksilektomi total, tetapi disini tidak dilakukan pemotongan
tulang untuk mengeluarkan bagian bawah maksila. Dengan demikian
palatum durum tetap utuh (intak).
Komplikasi Operasi
Obstruksi jalan nafas kecuali telah dilakukan trakeotomi
Komplikasi orbita
Terpotongnya duktus nasolakrimalis
Stenosis muara sakus lakrimalis, dapat mengakibatkan epifora
36
1.
2.
3.
Perawatan Pascabedah
Penderita di rawat inap.
Antibiotik.
Perawatan luka.
Maksilektomi Total
Tumor ganas yang sudah memenuhi seluruh rongga sinus maksila
perlu tindakan operasi untuk mengeluarkan seluruh maksila (complete
removal). Maksilektomi total juga di indikasikan untuk kasus tumor ganas
sinus maksila yang sudah mengenai (ekstensi) dinding superior sinus
(tulang dasar orbita) tetapi belum menginvasi ke periorbita atau jaringan
lunak di rongga orbita (orbital involement).
Teknik Operasi
1. Insisi kulit Weber Ferguson
4. Periorbita
di
medial
orbita
di
preparer, lalu
sakus
lakrimalis
dibebaskan
dari perlekatannya di
fosa lakrimalis.
Preparasi
periorbita
diteruskanke
lateral sampai di sisi
medial fisura (nervus) infraorbitalis di rongga mata.. Bagian bawah
sakus lakrimalis dipotong dengan pisau ukuran 15. Bagian tepi irisan
dari sakus lakrimalis di jahitkan ke lateral (marsupialisasi) dengan
benang kromik catgut 4/0, agar tidak stenosis.
40
41
43
44
46
TIROIDEKTOMI
Macam operasi tiroid :
1. Lobektomi subtotal: pengangkatan lobus tiroid yang mengandung jaringan patologis
dengan meninggalkan sebagian kecil jaringan tiroid bagian distal.
2. Lobektomi total: disebut juga sebagai hemitiroidektomi atau ismulobektomi yaitu
mengangkat satu lobus tiroid.
3. Tiroidektomi (strumektomi) subtotal: yaitu mengangkat sebagian kelenjar tiroid yang
mengandung jaringan patologis, meliputi kedua lobus tiroid.
4. Tiroidektomi near total: yaitu apabila mengangkat seluruh lobus tiroid yang patologis
berikut sebagian besar lobus tiroid kontra lateral (hanya meninggalkan sedikit jaringan
tiroid)
5. Tiroidektomi total: yaitu mengangkat seluruh kelenjar tiroid.
6. Operasi tiroid yang diperluas (extended)
Persiapan Operasi
No Jenis alat
Jumla
.
h
1.
Baki instrumen
1
2.
Doek pembungkus dalam 2
& luar
3.
Klem disinfeksi
1
No
.
1.
2.
4.
4.
5.
Klem arteri
5.
6.
7.
8.
9.
10
.
11
.
12
.
13
.
14
.
15
6
4
2
2
2
6.
7.
8.
9.
Gunting jaringan
Needle holder
3.
Jenis alat
Alkohol 70%
Pehacain
dan
lidokain
Kasa
steril
2
inchi
Benang
dermalon 2.0
Benang
dexon
3.0
Hypafix
Redont drain
Spuit 10 cc
Betadine
Jumlah
2
3
10
2 bh
2 bh
1
1
1
47
Kabel diatermi
Doek klem
Baskom bengkok
Teknik Operasi :
1. Posisi telentang dengan kepala hiperekstensi, letakkan bantal di bawah
pundak. Dengan posisi tersebut maka kelenjar tiroid akan tampak lebih
jelas / menonjol.
Gambar :
48
49
6. Tiroid diluksir secara gentle (hati-hati) ke arah luar dengan jari telunjuk
(sebaiknya anestesiologis diberitahu agar diperdalam anestesinya).
Tiroid yang telah keluar dipegang asisten dan m. pretrakealis ditekan ke
lateral dengan retraktor Langenbeck.
Gambar:
7. Identifikasi arteri dan vena tiroidea superior pada kutub atas tiroid,
kemudian di klem (2 klem), dipotong dan diligasi (a. tiroidea
superior adalah cabang a. karotis eksterna). Pemotongan harus hatihati karena ada n. laringeus superior. Kutub atas tiroid dibebaskan
secara tajam dan pisahkan kelenjar para tiroid bagian atas.
50
10.
Untuk melakukan lobektomi subtotal, maka jaringan kelenjar
tiroid di bagian medial tumor diklem (untuk marker) di atas n.
rekuren, dan kelenjar paratiroid atas dan bawah. Dengan bantuan
klem bengkok dilakukan pemotongan jaringan tiroid di atas klem
tersebut ke arah horizontal menuju trakea sampai batas medial
lobus tiroid kontra lateral, perdarahan dirawat.
51
11.
Ismus kemudian diklem dan dipotong pada batas lobus kontra
lateral dan dilakukan penjahitan ikat.
12.
13.
14.
15.
Kontrol perdarahan.
Pasang drain ditembus ke kulit.
Fasia superfisialis dijahit, kemudian subkutis dijahit simpul.
Kulit dijahit jelujur subkutikuler.
LOBEKTOMI SUBTOTAL
1. Definisi
Lobektomi subtotal adalah operasi pengangkatan sebagian jaringan
dari satu sisi lobus tiroid.
Struma nodusa non toksika adalah pembesaran kelenjar tiroid yang
berbatas jelas tanpa gejala hipertiroidi.
Struma nodusa non toksika dapat berupa satu benjolan saja
(uninodusa) atau beberapa benjolan (multinodusa). Terjadinya
benjolan tersebut dapat karena perubahan gagalnya kompensasi tiroid
(kekurangan diet iodium, gangguan metabolisme iodium) atau karena
proses penyakit pada tiroid itu sendiri (tiroiditis kronis, neoplasma
jinak/ganas).
52
54
crossmatching
darah
tak-perlu
Petunjuk penting
1. Penggunaan stimulator syaraf wajah tidak di perlukan kecuali saat
dilakukan operasi ulang.
2. Operasi ulang kelenjar parotis harus dilakukan dengan melakukan
monitoring saraf wajah pada saat operasi berlangsung.
3. Untuk mengidentifikasi n. Facialis menggunakan landmark pointer
kartilago tip mastoid dan posterior belli dari otot Tympanomastoid
suture line pada umumnya bukanlah suatu petunjuk yang berguna
untuk mengidentifikasikan syaraf wajah tersebut.
4. Sutura timpanomastoid secara umum tidak membantu dalam
mengidentifikasi n. facialis
5. Persiapan melakukan parotidektomi retrograde jika posisi tumor
terletak pada daerah yang terisolasi dari cabang utama n. Facialis.
6. Arteri postauricula atau cabang yang melewati dari cabang utama n.
Facialis dan yang dapat menjadi sumber perdarahan jika tidak dapat
diidentifikasi dengan tepat dan sudah di ligasi; hindari kerusakan
cabang utama n. Facialis
7. Dengan observasi oleh asisten terhadap twitching dan gerakan pada
wajah secara umum lebih membantu daripada menggunakan
stimulator n. facialis.
8. Hindari pembuatan flap posterior dari daerah infra auricula yang terlalu
tipis ataupun terlalu panjang untuk menghindari nekrosis dari kulit.
9. Infeksi setelah operasi parotidectomy jarang ; pemberian antibiotik
sebelu operasi hanya di berikan jika terdapat riwayat sialadenitis
sebelumnya.
Komplikasi
1. Parese atau paralisis pada wajah seringkali terjadi pada teknik yang
buruk dan kegagalan untuk menemukan cabang dari spersarafan yang
kecil.
2. Perdarahan dan hematoma dapat secara signifikan mempengaruhi
jalan nafas
3. Kebocoran air liur yang menetap atau terbentuknya sialocele sangat
jarang terjadi
4. Syndrome Frey
5. Nekrosis pada flap
Perawatan setelah operasi
1. Drain hemovac biasanya dipertahankan selama 24 jam
2. Balut tekan pada luka, melihat kondisi luka dan penggantian verband
yang baru 1 hari setelah operasi
Teknik Operasi:
57
58
59
61
62
64
65
66
67
72
73
DAFTAR PUSTAKA
1 Lore & Medina. An Atlas of Head & Neck Surgery. Fourth Edition.
Elsevier Saunders. Philadelphia. 2005.
2 Byron S Bailey, Jonas T Johnson. Head & Neck Surgery Otolaryngology.
Fourth Edition. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia. 2006.
3 Kentjono Widodo Aryo. Petunjuk Diseksi Parotidektomi, dari Kursus &
Workshop (demo operasi dan diseksi kadaver) Kepala dan Leher:
Tiroidektomi dan Parotidektomi. Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL FK
UNAIR/RS Dr. Soetomo. Surabaya. 14-15 Juli 2007.
4 Kentjono Widodo Aryo. Keganasan Sino-nasal: Teknik Operasi
Rinotomi Lateral-Maksilektomi. Disampaikan pada Kursus & Workshop
(demo operasi & diseksi cadaver). Malang. 2006.
5 Armiyanto, Musa Zanil. Ligasi Arteri Karotis Eksterna. Dibawakan
dalam Head and Neck Course. Jakarta. 2007.
6 Modul Program Pendidikan Doketer Spesialis Ilmu Kesehatan Telinga,
Hidung, Tenggorokan, Bedah Kepala dan Leher. Kolegium Ilmu
Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorokan, Bedah Kepala dan Leher
Indonesia. 2008.
7 Dewi YA, Aroeman NA, Samiadi D. Buku Panduan Diseksi Kadaver.
Dalam 2nd Head and Neck Oncology Workshop. Bagian Ilmu
Kesehatan THT-KL FK Unpad/RS Hasan Sadikin. Bandung. 2-3
Desember 2009.
74
75
76