Anda di halaman 1dari 35

prosedur Krikotiroidotomi

Posted on March 23, 2015 by septialesmana


BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Krikotiroidotomi merupakan tindakan insisi kulit, fasia, dan membrane
krikotiroidea yang memungkinkan pemasangan pipa kedalam trachea.trachea
dipegang satu tangan dan insisi dibuat transversal. (John A. Boswick,Ir,MD,1988)
Tindakan ini dilakukan untuk penyelamatan pada pasien dalam keadaan gawat
napas dan Memperlancar jalan nafas pada klien yang mengalami sumbatan jalan
nafas bagian atas. Demikian tindakan ini juga harus dikerjakan dengan cepat
walau dengan persiapan darurat. Untuk itu kelompok kami membuat makalah
tentang prosedur kortikotiroidotomi agar kita semua yang membaca maupun yang
menulis dapat lebih memperhatikan tahap-tahap prosedur jika ingin melakukan
krikotiroidotomi pada pasien darurat.

1. Tujuan
1. Tujuan Umum :
Untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Kegawat daruratan
2. Tujuan Khusus :
3. agar bisa mengerti dan memahami konsep dasar Krikotiroidotomi
4. agar bisa mengerti dan memahami Prosedure Krikotiroidotomi
1. Sistematika
Makalah ilmiah ini terdiri dari tiga bab yang disusun berdasarkan sistematika
sebagai berikut:
Bab I
: Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan,
dan sistematika penulisan.
Bab II

: Tinjauan teoritis, yang berisikan konsep dasar Krikotiroidotomi

Bab III
Bab IV

: Prosedur Krikotiroidotomi
: Penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORI
KRIKOTIROIDOTOMI

1. Definisi
Krikotirodotomi merupakan tindakan penyelamat pada pasien dalam keadaan
gawat napas. Dengan cara membelah membrane krikotiroid untuk dipasang kanul.
Membrane ini terletak dekat kulit, tidak terlalu kaya darah sehingga lebih mudah
dicapai. Tindakan ini harus dikerjakan cepat walaupun persiapannya darurat
(Hadiwikarta, dkk, 2010).
Krikotiroidotomi merupakan tindakan insisi kulit, fasia, dan membrane
krikotiroidea yang memungkinkan pemasangan pipa kedalam trachea.trachea
dipegang satu tangan dan insisi dibuat transversal. (John A. Boswick,Ir,MD,1988)
1. Klasifikasi
Krikotiroidotomi dibagi menjadi 2 macam yaitu needle cricothyroidotomy dan
surgical cricothyroidotomy.
1. Needle cricothyroidotomy
1. Pada needle cricothyroidotomy,sebuah semprit dengan jarum digunakan
untuk melubangi melewati membran krikoid yang berada sepanjang trach
Setelah jarum menjangkau trakea, kateter dilepaskan dari jarumnya dan
dimasukkan ke tenggorokan dan dilekatkan pada sebuah kantung berkatup.
To perform a cricothyroidotomy, the surgeon makes an incision into the
cricoid cartilage of the throat (B). The incision is held open while an
endotracheal tube is inserted (C). The tube is secured in the trachea to
maintain an airway for the patient (D). (Illustration by GGS Inc.)
1. Surgical cricothyroidotomy
Pada surgical cricothyroidotomy, dokter dan tim medis lainnya membuat insisi
melewati membran krikoid sampai ke trakea dengan tujuan memasukkan pipa
untuk ventilasi pasien. ialah suatu tindakan dan hanya boleh dilakukan oleh
personil yang terlatih serta dalam keadaan yang sangat darurat.tusukan krikotiroid
terdiri dari pemasangan jarum ukuran 13 14 yang melekat pada spuit kedalam

trachea. Jari-jari satu tangan digunakan untuk memfiksasi kartilago tiroidea serta
tangan lain mempalpasi cekungan di bawah tiroid dan diatas kartilago krikoidea.
Jarum dipasang melalui kulit, fasia, dam membrane krikotiroidea. Kemudian
dibuat tekanan yang selalu negative pada semprit sampai udara menghilangkan
tekanan negative ini, dan kemudian semprit dilepaskan.
1. Teknik Krikotirodotomi
Pasien tidur telentang dengan kepala ekstensi pada artikulasio atlanto oksipitalis.
Puncak tulang rawan tiroid (Adams apple) mudah diidentifikasi difiksasi dengan
jari tangan kiri. Dengan telunjuk jari tangan kanan tulang rawan tiroid diraba ke
bawah sampai ditemukan kartilago krikoid. Membrane krikotiroid terdapat
diantara kedua tulang rawan ini. Daerah ini diinfiltrasi dengan anestetikum
kemudian dibuat sayatan horizontal pada kulit. Jaringan dibawah sayatan
dipisahkan tepat pada garis tengah. Setelah tepi bawah kartilago tiroid terlihat,
tusukkan pisau dengan arah ke bawah. Kemudian, masukkan kanul bila tersedia.
Jika tidak, dapat dipakai pipa plastic untuk sementara.
Krikotirodotomi merupakan kontraindikasi pada anak dibawah 12 tahun,
demikian juga, pada tumor laring yang sudah meluas ke subglotik dan terdapat
laryngitis. Stenosis subglotik akan timbul bila kanul dibiarkan terlalu lama karena
kanul yang letaknya tinggi akan mengiritasi jaringan-jaringan disekitar subglotis,
sehingga terbentuk jaringan granulasi dan sebaiknya segera diganti dengan
trakeostomi dalam waktu 48 jam.
1. Indikasi
1. Indikasi Absolut krikotiroidotomi :
o gagal intubasi, tidak terjadi ventilasi, atau pasien tidak bias tenang
terhadap pemasangan alat bantu nafas.
2. Indikasi relative krikotiroidotomi :
o trauma wajah atau orofaringeal yang massif
o pembengkakan wajah atau orofaringeal yang masif.
1. Kontraindikasi
1. Kontraindikasi absolute : tidak ada kontraindikasi absolute untuk
dilakukan krikotiroidotomi
2. Kontrainsokasi relative :

Transeksi trakea dengan retraksi trakea ke mediastinum

Fraktur laring atau trauma pada kartilago krikoid

Tumor laring

Anak usia < 8 tahun karena anatomi kecil dan jaringannya sangat lembut

Gangguan perdarahan

Edema leher yang masif

Inflamasi laring yang berat (laringotrakeitis, difteri, inflamasi kimia, TB).

1. Komplikasi
Komplikasi dari krikotiroidotomi :

Gagal napas

Perdarahan local dan hematoma

Emfisema subkutis

Infeksi

Perforasi esophageal

Mediastinitis

Pneumotoraks

Pneumomediastinum

Trauma pita suara

Trauma laring

Trauma kelenjar tiroid

Trauma arteri karotis, vena jugularis, dan nervus vagus

Stoma persisten

Stenosis subglotik

BAB III
PROSEDUR KRIKOTIROIDOTOMI

Krikotiroidotomi dengan jarum


1. Indikasi
2. Apabila pembedahan jalan nafas merupakan indikasi pada pasien yang
usianya kurang dari 8 tahun
3. Untuk penanggulangan semetara terhadap hipoksemia sekunder terhadap
obstruksi jalan nafas
4. Sebagaia petunjuk semetara untuk krikotiroidotomi standar
5. Mana kala inkubasi orotrakea atau inkubasi nasotrakea tidak dapat
dilaksanakan dengan aman dan cepat
6. Tindakan ini merupakan suatu tindakan penyelamatan hidup untuk pasien
pasien yang dalam kedaan sangat kritis
7. Kontraindikasi
Kemampuan untuk melaksanakan pengelolaan jalan nafas non bedah secara aman
dan cepat
1. Peralatan
2. Larutan betadine,lampu untuk menarangi,asisten
3. Obat anastesi lokal
4. Katerter ukuran 14 G yang lebih besar dari jarum yang terpasang pada
semprot 10 ml (diisi dengan larutan garam fisiologis yang streril)
5. Kewaspadaan umum
6. Pakailah masker
7. Gunakan pelindung mata
8. Pakailah sarung tangan steril

1. Teknik
2. Jika status pasien dan situasinya memungkinkan ( yang hampir selalu tidak
memungkinkan ) , jelaskan tindakan tersebut kepada pasien dan mintalah
ijinkannya
3. Temukan memebran krikotiroid yang terletak disebelah inferior kartilago
tiroid dan disebelah superior tepi krikoid.
4. Lakukan persiapan untuk pembedahan dan anastesia (bila waktu
memeungkinkan)
5. Tusukkan jarum melalui kulit dan kemudian melalui bagian inferior
membran krikotiroid dengan penghisapan yang konstan dan posisi jarum
membentuk sudut 45 derajat terhadap kulit serta mengarah ke kaudal.
6. Begitu gelembung udara diaspirasi,kurang sudut terhadap kulit sampai
kira-kira 15 derajat,kemudian tusukan lebih lanjut 1-2mm,dan pastikan
kembali aspirasi udara kedalam semprit.
7. Segera dorong kateter mengikuti jarum kedalam trakea hingga pangkal
kateter mengenai kulit
8. Pastikan lagi aspirasi udaranya dengan semprit anda
9. Lakukan oksigenasi dan ventilasi dengan menggunakan salah satu dari
tehnik berikut ini :
10. Oksigenasi difusi secara pasif pda keadaan apnea;kalau jalan nafas pasien
tersumbat total sehingga tidak terjadi ekspirasi,maka Pa02 dapat
dipertahankan mengalirkan oksigen 100% kedalam paru dengan kecepatan
kira-kira 5 L / menit. PaCO2 akan terus mengalammi penaikan denga
tehnik ini,dan biasanya dalam kecepatan rata-rata 2-3mmHg/menit namun
sering sudah dapat mempertahankan jiwa pasien utnuk waktu yang cukup
lama guna menyelasaikan permaslahan jalan nafas secara pasti.
11. Adapter dari pipa endotrakea pediatri berukuran 3 mm dihubungkan
dengan pangkal keteter sehingga memeungkinkan ventilasi dengan alat
kantong resusitasi yang dapat mengembang sendiri. Sebagi pilihan
lain,adapter dari pipa endotrakea berukuran 8 mm dapat dihubungkan
dengan tabung smprit 3 Ml,lalu ujung semperit dimasukan kedalam
kateter,dan alat bag valve yang dipegang tangan disambung keadapter,dan
dengan demikian tindakan ventilasi pasien dapat dilakukan
12. Dipasaran tersedia alat hand trigger valves yang memungkinkan oksigen
dari sumber bertekanann tinggi untuk ditiupkan langsung melalui kateter.
Dengan teknik ini,katup akan terbuka sampai pengembangan dada yang
memadai terlihat dan kemudia ditutup untuk memungkinkan ekshalasi

13. Lakukan ventilasi terhadap pasien selama 1 sddetik dan biarkan selama 2
detik untuk ekshalasi. Ekshalasi harus melaui jalan nafas pasien itu sendiri
karena adanya tahanan terhadap aliran udara melauui kateter yang sempit.
Kompresi dada dapat dilakukan untuk meningkatkan ekspirasi dan aliran
melalui jalan nafas yang melalui obstruksi parsial
14. Komplikasi
Komplikasi tindakan tersebut pada dasarnya identik denga konplikasi
pembedahan krikotiriodotomi standar keculi tidak dilakukannya insisi dan resiko
terjadinya cedera vaskuler lebih kecil. Resiko yang bertambah besar adalah resiko
terjadinya baro trauma (sebagi contoh,emvsema subcutan,pneumotoraks,dan
pnemomediastinum) bila dibandingkan dengan krikotiroidotomi.
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Krikotirodotomi merupakan tindakan penyelamat pada pasien dalam keadaan
gawat napas. Dengan cara membelah membrane krikotiroid untuk dipasang kanul.
Membrane ini terletak dekat kulit, tidak terlalu kaya darah sehingga lebih mudah
dicapai. Tindakan ini harus dikerjakan cepat walaupun persiapannya darurat
(Hadiwikarta, dkk, 2010).
Krikotiroidotomi merupakan tindakan insisi kulit, fasia, dan membrane
krikotiroidea yang memungkinkan pemasangan pipa kedalam trachea.trachea
dipegang satu tangan dan insisi dibuat transversal. (John A. Boswick,Ir,MD,1988)
Adapun prosedur yang harus diperhatikan adalah
1. Jika status pasien dan situasinya memungkinkan ( yang hampir selalu tidak
memungkinkan ) , jelaskan tindakan tersebut kepada pasien dan mintalah
ijinkannya
2. Temukan memebran krikotiroid yang terletak disebelah inferior kartilago
tiroid dan disebelah superior tepi krikoid.
3. Lakukan persiapan untuk pembedahan dan anastesia (bila waktu
memeungkinkan)
4. Tusukkan jarum melalui kulit dan kemudian melalui bagian inferior
membran krikotiroid dengan penghisapan yang konstan dan posisi jarum
membentuk sudut 45 derajat terhadap kulit serta mengarah ke kaudal.

5. Begitu gelembung udara diaspirasi,kurang sudut terhadap kulit sampai


kira-kira 15 derajat,kemudian tusukan lebih lanjut 1-2mm,dan pastikan
kembali aspirasi udara kedalam semprit.
6. Segera dorong kateter mengikuti jarum kedalam trakea hingga pangkal
kateter mengenai kulit
7. Pastikan lagi aspirasi udaranya dengan semprit anda
Lakukan oksigenasi dan ventilasi dengan menggunakan salah satu dari tehnik
berikut ini :
1. Oksigenasi difusif.
2. Adapter dari pipa endotrakea pediatri berukuran 3 mm dihubungkan
dengan pangkal keteter sehingga memeungkinkan ventilasi dengan alat
kantong resusitasi yang dapat mengembang sendiri.
3. tersedia alat hand trigger valves yang memungkinkan oksigen dari sumber
bertekanann tinggi untuk ditiupkan langsung melalui kateter.
4. Lakukan ventilasi terhadap pasien selama 1 sddetik dan biarkan selama 2
detik untuk ekshalasi. Ekshalasi harus melaui jalan nafas pasien itu sendiri
karena adanya tahanan terhadap aliran udara melauui kateter yang sempit.
Kompresi dada dapat dilakukan untuk meningkatkan ekspirasi dan aliran
melalui jalan nafas yang melalui obstruksi parsial
1. Saran
Makalah sangat jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami sebagai kelompok
mengharapkan kritikan dan saran dari dosen pembimbing dan teman teman
sesama mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA
Hadiwikarta, dkk. 2010. Penanggulangan Sumbatan Laring. In: Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Edisi 6. Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Hadiwikarta, dkk. 2010. Penanggulangan Sumbatan Laring. In: Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Edisi 6. Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta
Chest trust

TERDAPAT TEKNIK TEKNIK CARA MENGATASI SUMBATAN JALAN


NAFAS OLEH BENDA ASING
Tujuannya ialah membuat keluar benda asing sehingga jalan nafas tak terhalang
karena benda asing
Metode
1. Abdominal Thrust
2. Chest Thrust
3. Back Blow
Indikasi
Buat menghilangkan obstruksi di jalan napas atas yg dikarenakan karena benda
asing & yg ditandai karena beberapa / semua dari gejala & gejala-gejala berikut
ini:
1. Secara tiba-tiba tak bisa berbicara.
2. Gejala-gejala umum tercekikrasa leher tercengkeram
3. Bunyi berisik selama inspirasi.
4. Penggunaan otot asesoris selama bernapas & peningkatan kesulitan bernapas.
5. Sukar batuk / batuk tak efektif / tak mampu utk batuk.
6. Tak terjadi respirasi spontan / sianosis
7. Bayi & anak dg distres respirasi tiba-tiba diikuti dg batuk, stidor / wizing.
Kontraindikasi & Perhatian
1. Pada klien sadar, batuk volunter menghasilkan aliran udara yg besar & bisa
menghilangkan obstruksi.
2. Chest thrust hendaknya tak diberdayakan pada klien yg mengalami cedera dada,
seperti flail chest, cardiac contusion, / patah tulang sternal (Simon & Brenner,
1994).
3. Pada klien yg sedang hamil tua / yg sangat obesitas, disarankan dikerjakan
chest thrusts.
4. Posisi tangan yg tepat mewujudkan/adalah hal penting buat menghindari cedera
pada organ-organ yg ada dibawahnya selama dikerjakan chest thrust.
Peralatan
1. Suction oral, jika tersedia.
2. Magill / Kelly forcep & laryngoscope (utk membuat keluar benda asing yg bisa
dilihat di jalan napas atas).
Persiapan Klien
1. Posisi klienduduk, berdiri / supine.
2. Suction semua darah/mukus yg terlihat dimulut klien.
3. Keluarkan semua gigi yg rusak/tanggal.
4. Siapkan utk dikerjakan penanganan jalan napas yg definitif, misalnya
cricothyrotomi.
Tahapan Prosedur Abdominal Thrust
1. Jika pasien dlm keadann berdiri/duduk:

a. Anda berdiri di belakang klien


b. Lingkarkan lengan kanan anda dgn tangan kanan terkepal, lalu pegang lengan
kanan tsb dg lengan kiri. Posisi lengan anda pd abdomen klien yakni dibawah
prosesus xipoideus & diatas pusat/umbilikus.
c. Dorong secara cepat (thrust quickly), dgn dorongan pada abdomen ke arah dlmatas.
d. Jika dibutuhkan, ulangi abdominal thrust beberapa kali utk menghilangkan
obstruksi jalan napas.
e. Kaji jalan napas secara kerap kali utk memastikan keberhasilan tindakan ini.
2. Jika pasien dlm keadann supine/unconcious:
a. Anda mengambil posisi berlutut/mengangkangi paha klien.
b. Tempatkan lengan kiri anda diatas lengan kanan anda yg menempel di abdomen
tepatnya di bawah prosesus xipoideus & diatas pusat/umbilikus.
c. Dorong secara cepat (thrust quickly), dgn dorongan pada abdomen ke arah dlmatas.
d. Jika dibutuhkan, ulangi abdominal thrust beberapa kali utk menghilangkan
obstruksi jalan napas.
e. Kaji jalan napas secara kerap kali utk memastikan keberhasilan tindakan ini.
3. Jika mungkin, lihat secara langsung mulut & paring klien dgn laringoskopi &
jika tampak utamakan mengekstraksi benda asing tersebut memanfaatkan Kelly /
Megil forcep.
Tahapan Prosedur Chest Thrust
1. Jika posisi klien duduk/ berdiri:
a. Anda berdiri di belakang klien
b. Lingkarkan lengan kanan anda dgn tangan kanan terkepal di area midsternal di
atas prosesus xipoideus klien (sama seperti pada posisi saat kompresi jantung
luar).
c. Lakukan dorongan (thrust) lurus ke bawah ke arah spinal. Jika butuh ulangi
chest thrust beberapa kali utk menghilangkan obstruksi jalan napas.
d. Kaji jalan napas secara kerap kali utk memastikan keberhasilan tindakan ini.
2. Jika posisi klien supine:
a. Anda mengambil posisi berlutut/mengangkangi paha klien.
b. Tempatkan lengan kiri anda diatas lengan kanan anda & posisikan bagian
bawah lengan kanan anda pada area midsternal di atas prosesus xipoideus klien
(sama seperti pada posisi saat kompresi jantung luar).
c. Lakukan dorongan (thrust) lurus ke bawah ke arah spinal. Jika butuh ulangi
chest thrust beberapa kali utk menghilangkan obstruksi jalan napas.
d. Kaji jalan napas secara kerap kali utk memastikan keberhasilan tindakan ini.
3. Jika mungkin, lihat secara langsung mulut & paring klien dgn laringoskopi &
jika tampak utamakan mengekstraksi benda asing tersebut memanfaatkan Kelly /
Megil forcep.
Tahapan Prosedur Back Blow & Chest Thrust (buat Bayi <>
1. Bayi diposisikan prone diatas lengan bawah anda, dimana kepala bayi lebih
rendah dari pada badannya.
2. Topang kepala bayi dgn memegang rahang bayi.
3. Lakukan 5 kali back blow dgn kuat antara tulang belikat memanfaatkan tumit
tangan anda.
4. Putar bayi ke posisi supine, topang kepala & leher bayi & posisikan di atas

paha.
5. Tentukan lokasi jari setingkat dibawah nipple bayi. Tempatkan jari tengah anda
pada sternum dampingi dgn jari manis.
6. Lakukan chest thrust dgn cepat.
7. Ulangi langkah 1-6 hingga benda asing keluar / hilangnya kesadaran.
8. Jika bayi kehilangan kesadaran, buka jalan napas & buang benda asing jika ia
terlihat. Hindari melakukan usapan jari secara membuta pada bayi & anak,
karena benda asing bisa terdorong lebih jauh ke dlm jalan napas.
Tahapan Prosedur Back Blow & Chest Thrust (buat Anak 1-8 th)
1. Buat klien yg berdiri/duduk:
a. Posisi anda dibelakang klien.
b. Tempatkan lengan anda dibawah aksila, melingkari tubuh korban
c. Tempatkan tangan anda melawan abdomen klien, sedikit di atas pusar &
dibawah prosesus xipoideus.
d. Lakukan dorongan ke atas (upward thrusts) hingga benda asing keluar / pasien
kehilangan kesadaran.
2. Utk klien pada posisi supine:
a. Posisi anda berlutut disamping klien / mengangkangi paha klien.
b. Tempatkan lengan anda di atas pusar & dibawah prosesus xipoideus.
c. Lakukan thrust ke atas dgn cepat, dgn arah menuju tengah-tengah & tak
diarahkan ke sisi abdomen.
d. Jika benda asing terlihat, keluarkan dgn memanfaatkan sapuan jari tangan.
Attention !!!
? Back blow tak direkomendasikan pada pasien diatas usia bayi.
? Sapuan jari membuta wajib dihindari pada bayi & anak, sebab kemungkinan
bisa mendorong benda asing lebih kebelakang ke dlm jalan napas.
Komplikasi
1. Nyeri abdomen, ekimosis
2. Mual, muntah
3. Patah tulang iga
4. Cedera/trauma pada organ-organ dibawah abdomen/dada.
Pendidikan Kesehatan buat Klien
1. Makan perlahan
2. Potong makanan menjadi kecil-kecil
3. Kunyah mkanan hingga halus
4. Jangan mengobrol & tertawa saat mengunyah
5. Pastikan gigi/gigi palsu anda baik
6. Duduk saat makan
7. Jaga makanan/mainan yg berukuran kecil/keras seperti kacang, agar jauh dari
jangkauan anak di bawah 3 tahun
8. Larang anak berjalan / lari saat makan utk menurunkan kemungkinan aspirasi
Daftar Pustaka
Proehl, J.A. (1999). Eemergency nursing procedures. (2nd ed.). Philadelphia:
W.B. Saunder Company.
Further Reading:
American Heart Association. (1994). Basic life support for healthcare providers.
Dallas: Author.

Simon, R., & Brenner, B. (1994). Emergency procedures and techniques. (3rd
ed.). Baltimore: William & Wilkins.

MENGATASI SUMBATAN JALAN NAPAS OLEH BENDA ASING


Oleh: Rohman Azzam

Metode
1. Abdominal Thrust
2. Chest Thrust
3. Back Blow
Indikasi
Untuk menghilangkan obstruksi di jalan napas atas yang disebabkan oleh benda
asing & yg ditandai oleh beberapa atau semua dari tanda dan gejala berikut ini:
1. Secara mendadak tidak dapat berbicara.
2. Tanda-tanda umum tercekikrasa leher tercengkeram
3. Bunyi berisik selama inspirasi.
4. Penggunaan otot asesoris selama bernapas dan peningkatan kesulitan
bernapas.
5. Sukar batuk atau batuk tidak efektif atau tidak mampu utk batuk.
6. Tidak terjadi respirasi spontan atau sianosis
7. Bayi dan anak dg distres respirasi mendadak disertai dg batuk, stidor atau
wizing.
Kontraindikasi dan Perhatian
1. Pada klien sadar, batuk volunter menghasilkan aliran udara yg besar dan
dapat menghilangkan obstruksi.

2. Chest thrust hendaknya tidak digunakan pada klien yg mengalami cedera


dada, seperti flail chest, cardiac contusion, atau fraktur sternal (Simon &
Brenner, 1994).
3. Pada klien yg sedang hamil tua atau yg sangat obesitas, disarankan
dilakukan chest thrusts.
4. Posisi tangan yg tepat merupakan hal penting untuk menghindari cedera
pada organ-organ yang ada dibawahnya selama dilakukan chest thrust.
Peralatan
1. Suction oral, jika tersedia.
2. Magill atau Kelly forcep dan laryngoscope (utk mengeluarkan benda asing
yg dapat dilihat di jalan napas atas).
Persiapan Klien
1. Posisi klienduduk, berdiri atau supine.
2. Suction semua darah/mukus yg terlihat dimulut klien.
3. Keluarkan semua gigi yg rusak/tanggal.
4. Siapkan utk dilakukan penanganan jalan napas yg definitif, misalnya
cricothyrotomi.
Tahapan Prosedur Abdominal Thrust
1. Jika pasien dlm keadaan berdiri/duduk:
a. Anda berdiri di belakang klien
b. Lingkarkan lengan kanan anda dengan tangan kanan terkepal,
kemudian pegang lengan kanan tsb dg lengan kiri. Posisi lengan
anda pd abdomen klien yakni dibawah prosesus xipoideus dan
diatas pusat/umbilikus.
c. Dorong secara cepat (thrust quickly), dengan dorongan pada
abdomen ke arah dalam-atas.
d. Jika diperlukan, ulangi abdominal thrust beberapa kali utk
menghilangkan obstruksi jalan napas.
e. Kaji jalan napas secara sering utk memastikan keberhasilan
tindakan ini.

2. Jika pasien dlm keadaan supine/unconcious:


a. Anda mengambil posisi berlutut/mengangkangi paha klien.
b. Tempatkan lengan kiri anda diatas lengan kanan anda yg menempel
di abdomen tepatnya di bawah prosesus xipoideus dan diatas
pusat/umbilikus.
c. Dorong secara cepat (thrust quickly), dengan dorongan pada
abdomen ke arah dalam-atas.
d. Jika diperlukan, ulangi abdominal thrust beberapa kali utk
menghilangkan obstruksi jalan napas.
e. Kaji jalan napas secara sering utk memastikan keberhasilan
tindakan ini.
3. Jika mungkin, lihat secara langsung mulut dan paring klien dengan
laringoskopi dan jika tampak utamakan mengekstraksi benda asing
tersebut menggunakan Kelly atau Megil forcep.
Tahapan Prosedur Chest Thrust
1. Jika posisi klien duduk/ berdiri:
a. Anda berdiri di belakang klien
b. Lingkarkan lengan kanan anda dengan tangan kanan terkepal di
area midsternal di atas prosesus xipoideus klien (sama seperti pada
posisi saat kompresi jantung luar).
c. Lakukan dorongan (thrust) lurus ke bawah ke arah spinal. Jika
perlu ulangi chest thrust beberapa kali utk menghilangkan
obstruksi jalan napas.
d. Kaji jalan napas secara sering utk memastikan keberhasilan
tindakan ini.
2. Jika posisi klien supine:
a. Anda mengambil posisi berlutut/mengangkangi paha klien.
b. Tempatkan lengan kiri anda diatas lengan kanan anda dan
posisikan bagian bawah lengan kanan anda pada area midsternal di
atas prosesus xipoideus klien (sama seperti pada posisi saat
kompresi jantung luar).

c. Lakukan dorongan (thrust) lurus ke bawah ke arah spinal. Jika


perlu ulangi chest thrust beberapa kali utk menghilangkan
obstruksi jalan napas.
d. Kaji jalan napas secara sering utk memastikan keberhasilan
tindakan ini.
3. Jika mungkin, lihat secara langsung mulut dan paring klien dengan
laringoskopi dan jika tampak utamakan mengekstraksi benda asing
tersebut menggunakan Kelly atau Megil forcep.
Tahapan Prosedur Back Blow & Chest Thrust (untuk Bayi <>
1. Bayi diposisikan prone diatas lengan bawah anda, dimana kepala bayi
lebih rendah dari pada badannya.
2. Topang kepala bayi dengan memegang rahang bayi.
3. Lakukan 5 kali back blow dengan kuat antara tulang belikat menggunakan
tumit tangan anda.
4. Putar bayi ke posisi supine, topang kepala dan leher bayi dan posisikan di
atas paha.
5. Tentukan lokasi jari setingkat dibawah nipple bayi. Tempatkan jari tengah
anda pada sternum dampingi dengan jari manis.
6. Lakukan chest thrust dengan cepat.
7. Ulangi langkah 1-6 sampai benda asing keluar atau hilangnya kesadaran.
8. Jika bayi kehilangan kesadaran, buka jalan napas dan buang benda asing
jika ia terlihat. Hindari melakukan usapan jari secara membuta pada bayi
dan anak, karena benda asing dapat terdorong lebih jauh ke dalam jalan
napas.
Tahapan Prosedur Back Blow & Chest Thrust (untuk Anak 1-8 th)
1. Untuk klien yg berdiri/duduk:
a. Posisi anda dibelakang klien.
b. Tempatkan lengan anda dibawah aksila, melingkari tubuh korban
c. Tempatkan tangan anda melawan abdomen klien, sedikit di atas pusar
dan dibawah prosesus xipoideus.

d. Lakukan dorongan ke atas (upward thrusts) sampai benda asing keluar


atau pasien kehilangan kesadaran.
2. Utk klien pada posisi supine:
a. Posisi anda berlutut disamping klien atau mengangkangi paha klien.
b. Tempatkan lengan anda di atas pusar & dibawah prosesus xipoideus.
c. Lakukan thrust ke atas dengan cepat, dengan arah menuju tengah-tengah
dan tidak diarahkan ke sisi abdomen.
d. Jika benda asing terlihat, keluarkan dengan menggunakan sapuan jari
tangan.
Attention !!!

Back blow tidak direkomendasikan pada pasien diatas usia bayi.

Sapuan jari membuta harus dihindari pada bayi dan anak, sebab
kemungkinan dapat mendorong benda asing lebih kebelakang ke dalam
jalan napas.

Komplikasi
1. Nyeri abdomen, ekimosis
2. Mual, muntah
3. Fraktur iga
4. Cedera/trauma pada organ-organ dibawah abdomen/dada.
Pendidikan Kesehatan untuk Klien
1. Makan perlahan
2. Potong makanan menjadi kecil-kecil
3. Kunyah mkanan hingga halus
4. Jangan mengobrol dan tertawa saat mengunyah
5. Pastikan gigi/gigi palsu anda baik
6. Duduk saat makan

7. Jaga makanan/mainan yang berukuran kecil/keras seperti kacang, agar


jauh dari jangkauan anak di bawah 3 tahun
8. Larang anak berjalan atau lari saat makan utk menurunkan kemungkinan
aspirasi
Daftar Pustaka
Proehl, J.A. (1999). Eemergency nursing procedures. (2nd ed.). Philadelphia:
W.B. Saunder Company.
Further Reading:
American Heart Association. (1994). Basic life support for healthcare providers.
Dallas: Author.
Simon, R., & Brenner, B. (1994). Emergency procedures and techniques. (3rd
ed.). Baltimore: William & Wilkins.
Diposkan oleh Rohman Azzam di 03.13
Sumbatan benda asing (SBA) dapat menyebabkan obstruksi jalan napas
sebagian maupun total. batuk merupakan cara tubuh mengeluarkan SBA. Korban
dengan obstruksi jalan napas sebagian akan terbentuk dalam usaha mengeluarkan
benda asing. Tanda-tanda obstruksi jalan napas sebagian adalah 'mengi' (bernapas
dengan suara wheezing) atau batuk. Biarkan korban batuk untuk mengeluarkan
SBA sendiri. Pada obstruksi jalan napas total korban tidak dapat berbicara,
bernapas, atau batuk dan mungkin sianosis. korban akan memegang lehernya
dengan jari telunjuk dan ibu jari, ini merupakan tanda tersedak universal dan
membutuhkan tindakan segera.
Penyebab SBA tersering dapat berasal dari luar atau dalam tubuh :
1. Penyebab dari dalam tubuh :

lidah yang terjatuh ke belakang dan menutup faring pada korban tidak
sadar yang terlentang

darah yanbg berasal dari cedera kepala dan wajah

regurgitasi isi lambung.

2. Penyebab dari luar tubuh :

benda asing seperti makanan, gigi palsu, dan sebagainya.

Pertolongan SBA dewasa sadar

teknik yang digunakan untuk mengeluarkan SBA pada dewasa sadar adalah
manuver
Heimlich
(abdominal
Thrust) dan chest thrust.
A.Teknik
Manuver
Heimlich
(Abdominalis
thrust)
:
langkah 1

memastikan korban tersedak, tayakan 'apakah anda tersedak?'

bila korban dapat batuk, mintalah dia batuk sekeras mungkin agar benda
asing dapat keluar dari jalan napas.

bila jalan napas korban tersumbat, dia tidak dapat bicara, bernapas,
maupun batuk. Wajah korban kebiruan. Penolong harus segera melakukan
langkah berikutnya.

langkah 2

bila korban berdiri penolong berdiri di belakang korban. Bila korban


duduk penolong berlutut dan berada di belakang korban.

letakkan satu kaki di antara kedua tungkai korban.

langkah 3

lingkarkan lengan anda pada perut korban dan cari pusar

letakkan dua jari di atas pusar

kepalkan tangan yang lain

tempatkan sisi ibu jari kepalan tangan pada dinding abdomen di atas yang
lain

lakuakan hentakan ke arah dalam dan atas (sebanyak 5 kali)

periksa bilamana benda asing keluar setiap 5 kali hentakan

ulangi abdominal thrust sampai benda asing keluar atau korban tidak sadar

B.Teknik Chest Thrust :


Teknik chest thrust dilakukan sebagai alternatif manuver heimlich pada korban
sadar
yang
gemuk
atau
hamil
:
langkah 1

memastikan korban tersedak, tayakan 'apakah anda tersedak'?

korban yang tersedak tidak mampu berbicara, bernapas, maupun batuk.

langkah 2

bila korban berdri penolong berdiri di belakang orban, bila korban duduk
penolong berlutut dan berada di belakang korban. letakkan satu kaki di
antara kedua tungkai korban.

langakh 3

limgkarkan lengan pada dada, di bawah ketiak korban.

kepalkan salah satu tangan

tempatkan sisi ibu jari kepalan tangan pada pertengahan tulang dada
korban

genggam kepalan dengan tangan yang lain dan berikan hentakan ke arah
dalam (sebanyak 5 kali)

periksa bilamana benda asing keluar setiap 5 kali hentakan.

ulangi chest thrust sampai benda asing keluar atau korban tidak sadar.

Pertolongan SBA Dewasa Tak Sadar


Pada korban dewasa yang tidak
langkah 1

sadar

ikuti

prosedur

berikut

posisikan korban terlentang di alas yang datar dan keras dan segera
aktifkan Emergency Medical service dengan menghubungi ambulan 118.

langkah 2

buka jalan napas korban dengan head tilt-chin lift

periksa mulut korban untuk melihat bilamana tampak benda asing

kait dengan jari telunjuk dan keluarkan semua SBA yang terliat.

langkah 3

evaluasi pernapasan korban dengan melihat, mendengar, dan merasakan

bila tidak ada napas, lakukan ventilasi

bila jalan napas tersumbat, reposisi kepala dan lakukan ventilasi ulang

langkah 4

bila jalan napas tetap tersumbat, lakukan kompresi dada. (posisi tangan
untuk kompresi dada dengan RJP dewasa)

langkah 5

ulangi langkah 2-4 sampai ventilasi berhasil (ventilasi dinyatakan berhasil


bila terrjadi pengembangan dinding dada)

langkah 6

evaluasi nadi, 'tanda-tanda sirkulasi' ketika jalan naps bebas

jika nadi tidak teraba (bila nadi sulit ditentukan dan tidak didapatkan
'tanda-tanda sirkulasi', perlakukan sebagai henti jantung), lanjutkan RJP 30
: 2.

jika nadi tidak teraba, periksa pernapsan

jika tidak ada napas, lakuakan napas bantuan 12 x/menit (satu tiupan tiap 5
detik) dengan hitungan saru ribu, dua ribu, tiga ribu, empat ribu setalah
tiap tiupan, ulangi sampai 12x.

jika nadi dan na[pas ada, letakkan korban pada posis recovery.

evaluasi nadi, 'tanda-tanda sirkulasi' dan pernapasan tiap beberapa menit.

Abdominal Thrust (Manuver Heimlich)


Dapat dilakukan dalam posisi berdiri dan terlentang.
Caranya berikan hentakan mendadak pada ulu hati (daerah subdiafragma
abdomen).
Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi berdiri atau duduk
Caranya : penolong harus berdiri di belakang korban, lingkari pinggang korban
dengan kedua lengan penolong, kemudian kepalkan satu tangan dan letakkan sisi
jempol tangan kepalan pada perut korban, sedikit di atas pusar dan di bawah ujung
tulang sternum. Pegang erat kepalan tangan dengan tangan lainnya. Tekan kepalan
tangan ke perut dengan hentakan yang cepat ke atas. Setiap hentakan harus
terpisah dan gerakan yang jelas.
Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi tergeletak (tidak sadar)

Caranya : korban harus diletakkan pada posisi terlentang dengan muka ke atas.
Penolong berlutut di sisi paha korban. Letakkan salah satu tangan pada perut
korban di garis tengah sedikit di atas pusar dan jauh di bawah ujung tulang
sternum, tangan kedua diletakkan di atas tangan pertama. Penolong menekan ke
arah perut dengan hentakan yang cepat ke arah atas.
Berdasarkan ILCOR yang terbaru, cara abdominal thrust pada posisi terbaring
tidak dianjurkan, yang dianjurkan adalah langsung melakukan Resusitasi Jantung
Paru (RJP).
Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada yang dilakukan sendiri
Pertolongan terhadap diri sendiri jika mengalami obstruksi jalan napas.
Caranya : kepalkan sebuah tangan, letakkan sisi ibu jari pada perut di atas pusar
dan di bawah ujung tulang sternum, genggam kepala itu dengan kuat, beri tekanan
ke atas kea rah diafragma dengan gerakan yang cepat, jika tidk berhasil dapat
dilakukan tindakan dengan menekan perut pada tepi meja atau belakang kursi

Gambar 9. Abdominal Thrust dalam posisi berdiri


Back Blow (untuk bayi)
Bila penderita sadar dapat batuk keras, observasi ketat. Bila nafas tidak efektif
atau berhenti, lakukan back blow 5 kali (hentakan keras pada punggung korban di
titik silang garis antar belikat dengan tulang punggung/vertebrae)

Gambar 10. Back blow pada bayi


Chest Thrust (untuk bayi, anak yang gemuk dan wanita hamil)
Bila penderita sadar, lakukan chest thrust 5 kali (tekan tulang dada dengan jari
telunjuk atau jari tengah kira-kira satu jari di bawah garis imajinasi antara kedua
putting susu pasien). Bila penderita sadar, tidurkan terlentang, lakukan chest
thrust, tarik lidah apakah ada benda asing, beri nafas buatan

PENATALAKSANAAN SALURAN NAPAS PADA INSUFISIENSI


PERNAPASAN
Intubasi Endotrakea
Intubasi endotrakea merupakan cara yang paling cepat untuk memperbaiki jalan
napas. Dapat dilakukan secara transnasal atau transoral. Intubasi dilakukan
sebelum trakeostomi atau untuk mempertahankan jalan napas jika dianggap
gangguan pernapasan bersifat sementara. Bila mungkin, tindakan ini dilakukan
sebelum trakeostomi, terutama pada bayi dan anak.
Keuntungan intubasi adalah :
1. Dapat segera mengontrol saluran napas.
2. Menghindari trauma trakeostomi yang tergesa-gesa.
3. Anestesi umum dapat diberikan pada waktu melakukan trakeostomi.
4. Menghindari komplikasi pneumotoraks yang dapat terjadi sewaktu
trakeostomi dilakukan pada pasien yang sedang berusaha keras untuk
bernapas.

Teknik :
Laring dilihat dengan laringoskop, kemudian dimasukkan pipa endotrakea dengan
balon atau bronkoskop. Dalam keadaan darurat, pipa harus dimasukkan melalui
mulut. Banyak pasien yang memerlukan intubasi dalam keadaan tidak sadar atau
semikoma sehingga tidak diperlukan anestesi. Meskipun belum terbukti bahwa
tanpa anestesi akan meningkatkan terjadinya refleks vasovagal dan henti antung,
maka bila mungkin, sebaiknya dicoba memperbaiki oksigenisasi sebelum
melakukan intubasi.Pada pasien yang sadar, anestesi dapat diberikan dengan
aplikasi topikal melalui faring dan sinus piriformis atau suntikan pada n. laringius
interna.
Komplikasi :
Pipa yang terpasang di laring untuk waktu lama dapat menimbulkanulserasi
mukosa, pembentukan jaringan granulasi, edem subglotis dan akhirnyastenosis

laring dan trakea. Komplikasi ini lebih sering pada pasien sadar atau hiperaktif
dengan refleks menelan yang aktif. Pada umumnya, bila diperkirakan perlu
intubasi lebih lama dari 48 sampai 72 jam, sebaiknya dilakukan trakeostomi, oleh
karena pembersihan sekret dari traktus trakeobronkial lebih sukar dan lebih
mudah timbul sumbatan pada pipa endotrakea. Pada endotrakea mungkin lebih
menguntungkan pada bayi dan anak kecil, karena lebih sering timbul komplikasi
akut akibat trakeostomi, yang lebih buruk dari pada kerugian akibat intubasi.
Krikotirotomi (Koniotomi)
Dalam keadaan tertentu, jalan napas dapat diperbaiki dengan membuka trakea
melalui membran kortikotiroid. Teknik ini diterangkan oleh Vicq dAzur pada
tahun 1805. keuntungan teknik ini bahwa membran krikotiroid berada langsung di
bawah kulit dan jaringan subkutan, dan hanya memerlukan alat serta teknik yang
sederhana untuk memperoleh udara pernapasan dengan cepat. Kerugian teknik ini
banyak, sehingga terbatas penggunaannya. Ruang kortikotiroid relatif sempit dan
sering tidak cukup untuk memasukkan pipa trakeostomi dengan ukuran adekuat
tanpa merusak kartilago krikoid. Tiap luka pada krikoid dapat diikuti dengan
perikondritis dan stenosis laring. Insisi pada membran krikotiroid dapat merusak
konus elastikus, menimbulkan perubahan suara yang permanen. Arteri krikotiroid
masuk ke dalam ruang krikotiroid dekat garis tengah yang mungkin menjadi
sumber perdarahan yang cukup banyak selama melakukan teknik ini. Komplikasi
utama krikotirotomi ialah stenosis laring. Makin lama pipa terpasang pada
membran krikotiroid, makin besar kemungkinan terjadi perikondritis,
pembentukan jaringan granulasi, dan akhirnya stenosis laring.
Indikasi :
Bila intubasi endotrakea tidak mungkin dilakukan, trakeostomi atau
krikotirotomi mungkin diperlukan untuk mengatasi obstruksi jalan napas. Pada
umumnya, trakeostomi merupakan teknik yang lebih baik, tetapi dalam keadaan
darurat tertentu krikotirotomi merupakan cara terbaik untuk mempertahankan
jalan napas, menghindari asfiksi dan kematian. Indikasi krikotirotomi antara lain
ialah :
1. Perlengkapan dan alat-alat intubasi endotrakea atau trakeostomi tidak
memadai untuk mengatasi obstruksi jalan napas yang berat.
2. Kebutuhan untuk mempertahankan jalan napas dilakukan oleh tenaga yang
tidak terlatih medis
3. Keperluan untuk mempertahankan jalan napas pada obstruksi laring
karena tumor, sehingga seluruh bagian krikotiroid akan ikut dikeluarkan
pada saat operasi definitif.
Teknik :
Ruang krikotiroid ditentukan dengan melakukan ekstensi kepala dan meraba
penonjolan arkus kartilago krikoid yang terdapat 2-3 cm di bawah lekuk V yang

menonjol dari tulang rawan tiroid pada orang dewasa. Insisi horisontal yang kecil
dibuat dengan benda tajam apa saja, tepat di atas batas atas tulang rawan krikoid,
sehingga tampak membran krikotiroid, dan kemudian ditembus pada garis tengah.
Luka tembus diperluas ke lateral dengan alat yang tipis dan tumpul tanpa
menggunakan tenaga untuk menghindari perdarahan dari arteri krikotiroid. Bila
pipa tidak tersedia, jalan napas dipertahankan dengan memisahkan kartilago
krikoid dan tiroid, menggunakan tangkai pisatu atau alat lain yang tipis. Dengan
membuat insisi melalui membran krikotiroid lebih dekatke kartilago krikoid,
perdarahan dari arteri krikotiroid biasanya dapat dihindari. Melakukan punksi
rongga krikotiroid dengan jarum suntik yang besar (No.15) dapat dicoba pada
keadaan darurat, akan tetapi udara pernapasan tidak adekuat, kecuali bila
digunakan lebih dari satu jarum.
Trakeostomi
Trakeostomi ialah pembuatan lubang di dinding anterior trakea, untuk
mempertahankan jalan napas. Pertama kali dikemukakan oleh Aretaeus dan
Galenpada abad pertama dan kedua Sesudah Masehi. Walaupun teknik ini
dikemukakan berulang kali setelah itu, tetapi orang pertama yang diketahui secara
pasti melakukan tindakan ini ialah Antonio Brasavola pada tahun 1546. Prosedur
ini disebut dengan berbagai istilah, antara lain laringotomi dan bronkotomi sampai
istilah trakeotomi diperkenalkan oleh Heister pada tahun 1718. Pada tahun-tahun
terakhir, digunakan istilah trakeostomi, yang lebih tepat. Pipa trakeostomi yang
pertama dengan kanul dalam diperkenalkan oleh George Martine di Inggris kirakira tahun 1730 untuk menghindari sumbatan pipa pasca bedah.
Indikasi :
Trakeostomi dapat dilakukan untuk tujuan terapi atau sebagai suatu prosedur
berencana. Trakeostomi berencana mungkin diperlukan bila diramalkan akan
terjadi problema pernapasan pada pasien pasca bedah daerah kepala, leher atau
toraks atau pasien dengan insufisiensi paru kronik. Indikasi yang jarang ialah pada
pasien, yang intubasi orotrakea sukar dilakukan atau tak mungkin dilakukan
untuk tujuan anestesi umum. Trakeostomi juga harus dilakukan sebelum
pembedahan tumor-tumor orofaring atau laring untuk menghindari manipulasi
tumor yang tidak perlu. Trakeostomi untuk terapi perlu dilakukan pada tiap kasus
insufisiensi pernapasan yang disebabkan oleh hipoventilasi alveolus untuk
memintas sumbatan, mengeluarkan sekret atau untuk tujuan penggunaan
pernapasan buatan secara mekanis. Bila mungkin, trakeostomi terapi harus
didahului oleh intubasi endotrakea. Walaupun intubasi endotrakea dapat segera
memperbaiki gangguan jalan napas, trakeostomi harus dilakukan bila
diperhitungkan perlu perawatan jalan napas lebih dari 48 jam, karena :
1. Mengeluarkan sekret jauh lebih mudah lewat suatu pipa trakeostomi, dan
kemungkinan terjadinya obstruksi pipa lebih kecil.
2. Pasien sangat sulit menelan dengan adanya pipa endotrakea.

3. Membersihkan pipa endotrakea pada posisinya sulit dan untuk mengganti


pipa diperlukan laringoskopi berulang.
4. Intubasi lama endolaring menimbulkan ulserasi mukosa yang akhirnya
dapat menjadi granuloma, adhesi dan stenosis laring.
5. Trakeostomi kurang menyebabkan rangsangan refleks batuk,
yangmungkin penting pada pasien dengan kelainan saraf dan pasca bedah.
6. Dengan trakeostomi pasien yang sadar dapat berbicara.
Penentuan Saat Trakeostomi :
Pasien yang sadar dan menderita obstruksi saluran napas bagian atas, biasanya
menunjukkan tanda hipoksemi akut, antara lain, denyut nadi dan frekuensi
napas bertambah, gelisah, bingung dan udara yang masuk berkurang. Pada
keadaan demikian pasien akan kelelahan untuk mempertahankan kadar gasdarah
yang adekuat sebelum terjadi desaturasi oksigen dalam arteri, yaitu pO2 turun
sampai 40 mmHg. Bila terjadi desaturasi, timbul dekompensasi sirkulasi dan
pernapasan dengan cepat dan kematian segera terjadi. Oleh karena itu, tanda-tanda
desaturasi seperti sianosis, koma dan hipotensi merupakan tanda insufisiensi
lanjut, dan mungkin mendahului resusitasi. Pada umumnya, pasien yang
menderita sumbatan jalan napas dengan tanda hipoksemia yang meningkat, harus
dilakukan trakeostomi. Pada pasien tak sadar dengan insufisiensi pernapasan,
tanda klinis hipoksemia mungkin kurang jelas, tetapi karena kehilangan
mekanisme proteksi, maka perlu trakeostomi lebih dini. Bila timbulnya
insufisiensi pernapasan lambat maka tanda-tanda hipoksemia minimal, dan
manifestasi hiperkapnia lebih jelas. Sakit kepala, pusing, berkeringat, dan muka
kemerahan merupakan tanda permulaan.
Teknik :
Teknik trakeostomi ditentukan sampai batas tertentu oleh keadaan yang
memerlukan tindakan tersebut. Yang terpenting adalah memperoleh udara
pernapasan secepat dan seefisiensi mungkin dengan menghindari trauma pada
laring, trakea dan struktur yang berdekatan. Bila mungkin, dilakukan intubasi
endotrakea sebelum trakeostomi terapi, terutama pada anak.
Intubasi bila perlu, dapat dilakukan tanpa anestesi. Jika tidak mungkin
melakukan intubasi, ventilasi dan oksigenasi melalui kantong dan masker sangat
membantu. Jika udara pernapasan telah terkontrol, dapat dilakukan trakeostomi
dengan lebih cermat dan trauma minimal. Pasien tidur telentang dengan bantal di
bawah bahu, untuk memperoleh ekstensi leher yang maksimal. Posisi ini sulit
dipertahankan pada pasien yang sadar dengan gangguan pernapasan, sehingga
mungkin perlu dipegangi pada posisi tersebut. Anestesi tidak diperlukan pada
pasien yang tidak sadar. Anestesi lokal pada umumnya sudah cukup untuk pasien
sadar, termasuk anak. Anestesi umum diberikan bila terpasang pipa endotrakea,
tetapi merupakan kontraindikasi, jika intubasi belum dilakukan. Anestesi lokal
diberikan dengan infiltrasi kulit pada garis insisi dan bahan disuntikan ke jaringan
yang lebih dalam di garis tengah sampai pada dinding trakea anterior. Lidocaine

(Xylocaine) 1% dengan epinefrin 1:150.000 merupakan obat yang memuaskan.


Insisi kulit ditentukan berdasarkan situasi dan kondisi. Jika trakeostomi dilakukan
bersamaan dengan bedah kepala dan leher, insisi disesuaikan dengan rencana
operasi yang akan dilakukan. Jika trakeostomi tersendiri, bila mungkin dibuat
insisi kulit horisontal. Insisi dibuat sepanjang 5 cm, kira-kira dua jari diatas fosa
suprasternal. Tak ada sedikitpun keraguan bahwa hasil kosmetik insisi horisontal
lebih baik dibandingkan insisi vertikal. Dalam keadaan gawat dan bantuan tidak
tersedia, dilakukan insisi vertikal di garis tengah sepanjang 4 cm supaya cepat dan
perdarahan minimal. Insisi kulit diperdalam sampai terlihat otot penggantung.
Pada titik ini, untuk menentukan letak trakea perlu dilakukan palpasi untuk
menghindari diseksi terlalu lateral. Otot penggantung dipisahkan secara vertikal
digaris tengah, dan disingkirkan ke lateral, maka tampak fasia pretrakea yang
menutupi trakea dan ismus tiroid. Tampak banyak vena turun ke fasia dari tiroid,
tetapi dengan tetap bekerja di garis tengah pada bidang vertikal, sebagian besar
vena dapat dihindari. Ismus tiroid hampir selalu berada di atas cincin trakea ke III
dan biasanya dapat disingkirkan ke atas dengan retraktor kecil dan tumpul untuk
membebaskan trakea. Ismus tiroid tidak perlu dipotong, sehingga perdarahan
dapat dihindari, kecuali pada ismus yang luar biasa lebar, harus dipotong di antara
dua klem, dan diikat pada pinggiran potongan.
Dengan menyuntikan beberapa tetes kokain 10% ke trakea pada titik ini
akan membantu mengurangi refleks batuk pada saat memasukkan pipa
trakeostomi. Trakea harus difiksasi dengan memasukkan pengait pada dinding
anterior antara cincin ke-1 dan ke-2, kemudian ditarik ke arah atas dan luar.
Dinding anterior trakea diinsisi secara vertikal, sebanyak 2 sampai 3 cincin. Insisi
trakea angan lebih tinggi dari cincin ke-2, untuk mencegah rangsangan pipa
trakeostomi pada kartilago krikoid yang dapat menyebabkan perikondritis. Jangan
membuang tulang rawan dari dinding anterior trakea, karena dapat menimbulkan
defek besar pada trakea yang tidak perlu pasca ekstubasi, sehingga terjadi
granulasi yang mengganggu dan memperlambat penyembuhan.
Pada pasien anak kecil, stenosis trakea dapat terjadi akibat eksisi tulang
rawan. Telah dibuktikan bahwa insisi vertikal akan sembuh lebih cepat dari pada
eksisi tulang rawan, atau insisi horisontal pada trakea. Insisi trakea diperlebar
dengan dilator Truosseau atau klem yang besar, kemudian pipa dimasukkan,
dijaga agar tidak mengenai dinding posterior trakea. Balon dikontrol dengan cara
inflamasi untuk mengetahui ada tidaknya kerusakan pada balon pada waktu
memasukkan pipa. Segera setelah pipa masuk, sering timbul batuk-batuk hebat,
dan beberapa pasien dapat timbul apnea karena kehilangan rangsangan hipoksia
untuk bernapas Hal ini harus diperhitungkan sebelumnya, dan bila perlu dilakukan
bantuan pernapasan. Pipa trakeostomi harus dipilih dengan hati-hati. Akhir-akhir
ini pemakaian pipa perak ukuran standar tipe Holinger dan Jackson telah
ditinggalkan dan diganti dengan pipa jenis silikon atau Portex. Alasannya untuk
mengurangi trauma pada dinding trakea, mengurangi kanul dalam, dan ekonomis.
Panjang pipa trakeostomi juga penting, dan seringkali perlu disesuaikan
panjangnya untuk tiap individu. Hal ini lebih mudah dilakukan dengan memotong
pipa silikon tetapi tidak mungkin dilakukan pada pipa logam. Diameter pipa
dipilih yang terbesar, kira-kira sesuai denga tiga perempat diameter trakea.
Ukuran rata-rata No. 6 untuk wanita dewasa atau untuk pria No. 7 atau No. 8.
Pipa dengan balon mungkin perlu bila ada masalah aspirasi, atau jika diperlukan

respirator dengan tekanan positif. Pipa dengan balon bertekanan rendah saat ini
telah tersedia dan harus dipakai, tetapi balon harus dikempiskan secara perkasa.
Insisi kulit tidak dijahit dan tidak diperban dengan tekanan karena dapat
menimbulkan emfisem subkutan, pnemomediastinum dan pnemotoraks. Kasa
kecil dapat diletakkan antara pinggir pipa dan kulit leher.

Prosedur Pemasangan ETT ( Intubasi )


Intubasi a.k.a Memasang Selang Nafas (ETT)

Pernah besuk (atau bezuk?) seseorang di ICU? pernah lihat yang namanya
selang nafas? nah, itu yang akan kita bahas sedikit disini.
Intubasi trakea ialah tindakan memasukkan pipa trakea, orang awam sering
sebut sebagai selang nafas, ke dalam trakea melalui rima glottis, sehingga ujung
distalnya berada kira-kira pada pertengahan antara pita suara dan bifurkasio
trakea.
Alat
Sebelum melakukan tindakan intubasi trakea, ada beberapa alat yang perlu
disiapkan yang disingkat dengan STATICS.
1. S = Scope
Yang dimaksud scope di sini adalah stetoskop dan laringoskop. Stestoskop
untuk mendengarkan suara paru dan jantung serta laringoskop untuk melihat
laring secara langsung sehingga bisa memasukkan pipa trake dengan baik dan
benar. Secara garis besar, dikenal dua macam laringoskop:
a. Bilah/daun/blade lurus (Miller, Magill) untuk bayi-anak-dewasa.
b. Bilah lengkung (Macintosh) untuk anak besar-dewasa.
Pilih bilah sesuai dengan usia pasien. Yang perlu diperhatikan lagi adalah lampu
pada laringoskop harus cukup terang sehingga laring jelas terlihat.
2. T = Tubes

Yang dimaksud tubes adalah pipa trakea. Pada tindakan anestesia, pipa
trakea mengantar gas anestetik langsung ke dalam trakea dan biasanya dibuat dari
bahan standar polivinil klorida. Ukuran diameter pipa trakea dalam ukuran
milimeter. Bentuk penampang pipa trakea untuk bayi, anak kecil, dan dewasa
berbeda. Untuk bayi dan anak kecil di bawah usia lima tahun, bentuk penampang
melintang trakea hampir bulat, sedangkan untuk dewasa seperti huruf D. Oleh
karena itu pada bayi dan anak di bawah lima tahun tidak menggunakan kaf (cuff)
sedangkan untuk anak besar-dewasa menggunakan kaf supaya tidak bocor. Alasan
lain adalah penggunaan kaf pada bayi-anak kecil dapat membuat trauma selaput
lendir trakea dan postintubation croup.
Pipa trakea dapat dimasukkan melalui mulut (orotracheal tube) atau
melalui hidung (nasotracheal tube). Nasotracheal tube umumnya digunakan bila
penggunaan orotracheal tube tidak memungkinkan, mislanya karena terbatasnya
pembukaan mulut atau dapat menghalangi akses bedah. Namun penggunaan
nasotracheal tube dikontraindikasikan pada pasien dengan farktur basis kranii.
Di pasaran bebas dikenal beberapa ukuran pipa trakea yang tampak pada
tabel di bawah ini.
Usia
Diameter (mm)
Skala French
Prematur
2,0-2,5
10
Neonatus
2,5-3,5
12
1-6 bulan
3,0-4,0
14
-1 tahun
3,0-3,5
16
1-4 tahun
4,0-4,5
18
4-6 tahun
4,5-,50
20
6-8 tahun
5,0-5,5*
22
8-10 tahun
5,5-6,0*
24
10-12 tahun
6,0-6,5*
26
12-14 tahun
6,5-7,0
28-30
Dewasa wanita
6,5-8,5
28-30
Dewasa pria
7,5-10
32-34
*Tersedia dengan atau tanpa cuff
Tabel 1. Pipa Trakea dan peruntukannya

Jarak Sampai Bibir


10 cm
11cm
11 cm
12 cm
13 cm
14 cm
15-16 cm
16-17 cm
17-18 cm
18-22 cm
20-24 cm
20-24 cm

Cara memilih pipa trakea untuk bayi dan anak kecil:


Diameter dalam pipa trakea (mm)
= 4,0 + umur (tahun)
Panjang pipa orotrakeal (cm)
= 12 + umur (tahun)
Panjang pipa nasotrakeal (cm)
= 12 + umur (tahun)
Pipa endotrakea adalah suatu alat yang dapat mengisolasi jalan nafas,
mempertahankan patensi, mencegah aspirasi serta mempermudah ventilasi,
oksigenasi dan pengisapan.

Gambar 4. Pipa endotrakea


Pipa endotrakea terbuat dari material silicon PVC (Polyvinyl Chloride)
yang bebas lateks, dilengkapi dengan 15mm konektor standar. Termosensitif
untuk melindungi jaringan mukosa dan memungkinkan pertukaran gas, serta
struktur radioopak yang memungkinkan perkiraan lokasi pipa secara tepat. Pada
tabung didapatkan ukuran dengan jarak setiap 1cm untuk memastikan kedalaman
pipa.
Anatomi laring dan rima glotis harus dikenal lebih dulu. Besar pipa trakea
disesuaikan dengan besarnya trakea. Besar trakea tergantung pada umur. Pipa
endotrakea yang baik untuk seorang pasien adalah yang terbesar yang masih dapat
melalui rima glotis tanpa trauma. Pada anak dibawah umur 8 tahun trakea
berbentuk corong, karena ada penyempitan di daerah subglotis (makin kecil makin
sempit). Oleh karena itu pipa endaotrakeal yang dipakai pada anak, terutama
adalah pipa tanpa balon (cuff). Bila dipakai pipa tanpa balon hendaknya dipasang
kasa yang ditempatkan di faring di sekeliling pipa tersebut untuk mencegah
aspirasi untuk fiksasi dan agar tidak terjadi kebocoran udara inspirasi. Bila
intubasi secara langsung (memakai laringoskop dan melihat rima glotis) tidak
berhasil, intubasi dilakukan secara tidak langsung (tanpa melihat trakea) yang juga
disebut intubasi tanpa lihat (blind). Cara lain adalah dengan menggunakan
laringoskop serat optik
Untuk orang dewasa dan anak diatas 6 tahun dianjurkan untuk memakai
pipa dengan balon lunak volume besar tekanan rendah, untuk anak kecil dan bayi
pipa tanpa balon lebih baik. Balon sempit volume kecil tekanan tinggi hendaknya
tidak dipakai karena dapat menyebabkan nekrosis mukosa trakea. Pengembangan
balon yang terlalu besar dapat dihindari dengan memonitor tekanan dalam balon
(yang pada balon lunak besar sama dengan tekanan dinding trakea dan jalan
nafas) atau dengan memakai balon tekanan terbatas. Pipa hendaknya dibuat dari
plastik yang tidak iritasif.
Berikut ditampilkan berbagai ukuran pipa endotrakea baik dengn atau
tanpa cuff. Ukuran penggunaan bervariasi bergantung pada usia pasien. Untuk
bayi dan anak kecil pemilihan diameter dalam pipa (mm) = 4 + umur (tahun).

Size
PLAIN
2.5 mm
3.0 mm
3.5 mm
4.0 mm
4.5 mm

Size
CUFFED
4.5 mm
5.0 mm
5.5 mm
6.0 mm
6.5 mm
7.0 mm
7.5 mm
8.0 mm
8.5 mm
9.0 mm

Pemakaian pipa endotrakea sesudah 7


sampai 10 hari hendaknya dipertimbangkan
trakeostomi, bahkan pada beberapa kasus lebih
dini. Pada hari ke-4 timbul kolonisasi bakteri
yang dapat menyebabkan kondritis bahkan
stenosis subglotis.
Kerusakan pada laringotrakea telah jauh
berkurang dengan adanya perbaikan balon dan
pipa. Jadi trakeostomi pada pasien koma dapat
ditunda jika ekstubasi diperkirakan dapat
dilakukan dalam waktu 1-2 minggu. Akan tetapi
pasien sadar tertentu memerlukan ventilasi
intratrakea jangka panjang mungkin merasa lebih
nyaman dan diberi kemungkinan untuk mampu berbicara jika trakeotomi
dilakukan lebih dini.

3. A = Airway
Airway yang dimaksud adalah alat untk menjaga terbukanya jalan napas
yaitu pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring
(naso-tracheal airway). Pipa ini berfungsi untuk menahan lidah saat pasien tidak
sadar agar lidah tidak menyumbat jalan napas.
4. T = Tape
Tape yang dimaksud adalah plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau
tercabut.
5. I = Introducer
Introducer yang dimaksud adalah mandrin atau stilet dari kawat yang dibungkus
plastik (kabel) yang mudah dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa trakea
mudah dimasukkan.
6. C = Connector
Connector yang dimaksud adalah penyambung antara pipa dengan bag
valve mask ataupun peralatan anestesia.
7. S = Suction
Suction yang dimaksud adalah penyedot lendir, ludah, dan cairan lainnya.
a.
b.

Kontraindikasi
Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra servical,
sehingga sangat sulit untuk dilakukan intubasi.
Keadaan trauma / obstruksi jalan nafas atas, mencegah aspirasi, penanganan jalan
nafas jangka panjang, mempermudah proses weaning ventilator.
Penyulit IntubasiTrakea
Kesulitan memasukkan pipa trakea berhubungan dengan variasi anatomi
yang dijumpai. Klasifikasi tampakan faring pada saat mulut terbuka masimal dan
lidah dijulurkan maksimal menurut Mallampati dibagi menjadi empat kelas.

Sedangkan menurut Cormack dan Lehanne kesulitan intubasi juga dibagi menjadi
4 gradasi.

Kesulitan intubasi umumnya ditemui pada kondisi:


1. Leher pendek dan berotot
2. Mandibula menonjol
3. Maksila/gigi depan menonjol
4. Uvula tidak terlihat (Mallampati 3 atau 4)
5. Gerak sendi temporo-mandibular terbatas
6. Gerak verteba servikal terbatas.

1.
2.
3.
4.

Indikasi Intubasi
Intubasi Orotrakeal
Intubasi orotrakeal dilakukan pada pasien-pasien:
Ancaman atau risiko terjadinya aspirasi yang lebih besar
Pemberian bantuan napas dengan menggunakan sungkup sulit dilakukan
Ventilasi direncanakan dalam waktu yang lama
Intubasi orotrakeal juga dilakukan sebagai prosedur tindakan bedah, seperti bedah
kepala-leher, intratorak, dan lainnya.
Intubasi Nasotrakeal
Intubasi nasotrakeal dapat dilakukan pada pasien-pasien yang akan
menjalani operasi maupun tindakan intraoral. Dibandingkan dengan pipa
orotrakeal, diameter maksimal dari pipa yang digunakan pada intubasi nasotrakeal
biasanya lebih kecil oleh karenanya tahanan jalan napas menjadi cenderung
meningkat. Intubasi nasotrakeal pada saat ini sudah jarang dilakukan untuk
intubasi jangka panjang karena peningkatan tahanan jalan napas serta risiko
terjadinya sinusitis.
Kontraindikasi dari pemasangan pipa nasotrakeal antara lain fraktur basis
cranii, khususnya pada tulang ethmoid, epistaksis, polip nasal, koagulopati, dan
trombolisis.
Teknik Intubasi
Intubasi Orotrakeal
Intubasi orotrakeal biasanya menggunakan laringoskop dengan dua jenis
blade yang paling umum digunakan, yaitu Macintosh dan Miller. Blade Macintosh
berbentuk lengkung. Ujungnya dimasukkan ke dalam Valekula (celah antara
pangkal lidah dan permukaan faring dari epiglotis). Pemakaian blade Macintosh
ini memungkinkan insersi pipa endotrakeal lebih mudah dan dengan risiko trauma

minimal pada epiglotis. Ukuran pada blade Macintosh pun beragam dari nomor 1
hingga nomor 4. Untuk dewasa, pada umumnya digunakan ukuran nomor 3.
Sedangkan blade Miller berbentuk lurus, dan ujungnya berada tepat di
bawah permukaan laringeal dari epiglotis. Epiglotis kemudian diangkat untuk
melihat pita suara. Kelebihan dari blade Miller ini adalah anestesiologis dapat
melihat dengan jelas terbukanya epoglotis, namun di sisi lain jalur oro-hipofaring
lebih sempit. Ukuran bervariasi dari nomor 0 hingga nomor 4, dengan ukuran
yang paling umum digunakan untuk dewasa berkisar antara nomor 2 atau 3.
Pasien diposisikan dalam posisi sniffing, dimana oksiput diangkat atau
dielevasi dengan bantuan bantal atau selimut yang dilipat dan leher dalam posisi
ekstensi. Biasanya posisi seperti ini akan memperluas pandangan laringoskopik.
Sedangkan posisi leher fleksi mempersulit dalam pasien membuka mulut.

Gambar 8. Sniffing Position


Laringoskop dipegang tangan kiri pada sambungan antara handle dan
blade. Setelah memastikan mulut pasien terbuka dengan teknik cross finger dari
jari tangan kanan, laringoskop dimasukkan ke sisi kanan mulut pasien sambil
menyingkirkan lidah ke sisi kiri. Bibir dan gigi pasien tidak boleh terjepit oleh
blade. Blade kemudian diangkat sehingga terlihat epiglotis terbuka. Laringoskop
harus diangkat, bukan didorong ke depan agar kerusakan pada gigi maupun gusi
pada rahang atas dapat dihindari.
Ukuran pipa endotrakeal (endotracheal tube / ETT) bergantung pada usia
pasien, bentuk badan, dan jenis operasi yang akan dilakukan. ETT dengan ukuran
7.0 mm digunakan untuk hampir seluruh wanita, sedangkan ukuran 8.0 pada
umumnya digunkan pada pria. ETT dipegang dengan tangan kanan seperti
memegang pensil lalu dimasukkan melalui sisi kanan rongga mulut kemudian
masuk ke pita suara. Bila epiglotis terlihat tidak membuka dengan baik, penting
untuk menjadikan epiglotis sebagai landasan dan segera masukkan ETT di
bawahnya lalu masuk ke trakea. Tekanan eksternal pada krikoid maupun kartilago
tiroid dapat membantu memperjelas pandangan anestesiologis. Ujung proksimal
dari balon ETT ditempatkan di bawah pita suara, lalu balon dikembangkan dengan
udara positif dengan tekanan 20-30 cmH2O.
Pemasangan ETT yang benar dapat dinilai dari auskultasi pada lima area,
yaitu kedua apeks paru, kedua basal paru, dan epigastrium. Bila suara napas

terdengar hanya pada salah satu sisi paru saja, maka diperkirakan telah terjadi
intubasi endobronkial dan ETT harus ditarik perlahan hingga suara napas
terdengar simetris di lapangan paru kanan dan kiri. ETT kemudian difiksasi segera
dengan menggunakan plester.

Gambar 9. Intubasi Orotrakeal


Intubasi Nasotrakeal
Anestesia topikal dan vasokonstriksi pada mukosa hidung dapat
diperoleh dengan mengaplikasikan campuran antara 3% lidokain dan 0.25%
phenylephrine. Pada umumnya, ukuran ETT 6.0 hingga 6.5 mm digunakan pada
hampir semua wanita, sedangkan untuk laki-laki digunakan ETT dengan ukuran
7.0 hingga 7.5 mm. Setelah ETT melewati rongga hidung kemudian ke faring,
pipa ETT masuk ke glotis yang telah membuka. Intubasi dapat dilakukan dengan
bantuan laringoskop atau fiberoptik bronkoskop, atau dengan forsep Magill.
Komplikasi yang dapat terjadi hampir sama seperti yang terjadi pada
intubasi orotrakeal. Namun ada sedikit penambahan seperti terjadinya epistaksis
dan diseksi submukosa. Bila dibandingkan dengan intubasi orotrakeal, intubasi
nasotrakeal dihubungkan dengan peningkatan insidensi dari sinusitis dan
bakteremia.
Komplikasi
Tatalaksana jalan napas merupakan aspek yang fundamental pada praktik
anestesi dan perawatan emergensi. Intubasi endotrakeal termasuk tatalaksana yang
cepat, sederhana, aman dan teknik nonbedah yang dapat mencapai semua tujuan
dari tatalaksana jalan napas yang diinginkan, misalnya menjaga jalan napas tetap
paten, menjaga paru-paru dari aspirasi, membuat ventilasi yang cukup selama
dilakukan ventilasi mekanik, dan sebagainya.
Komplikasi yang berhubungan dengan intubasi endotrakeal

Faktor-faktor predisposisi terjadinya komplikasi pada intubasi endotrakeal


dapat dibagi menjadi:
Faktor pasien
1. Komplikasi sering terjadi pada bayi, anak dan wanita dewasa karena
memiliki laring dan trakea yang kecil serta cenderung terjadinya edema
pada jalan napas.
2. Pasien yang memiliki jalan napas yang sulit cenderung mengalami trauma.
3. Pasien dengan variasi kongenital seperti penyakit kronik yang didapat
menimbulkan kesulitan saat dilakukan intubasi atau cenderung
mendapatkan trauma fisik atau fisiologis selama intubasi.
4. Komplikasi sering terjadi saat situasi emergensi.
Faktor yang berhubungan dengan anestesi:
1. Ilmu pengetahuan, teknik keterampilan dan kemampuan menangani situasi
krisis yang dimiliki anestesiologis memiliki peranan penting terjadinya
komplikasi selama tatalaksana jalan napas
2. Intubasi yang terburu-buru tanpa evaluasi jalan napas atau persiapan
pasien dan peralatan yang adekuat dapat menimbulkan kegagalan dalam
intubasi.
Faktor yang berhubungan dengan peralatan
1. Bentuk standar dari endotracheal tube (ETT) akan memberikan tekanan
yang maksimal pada bagian posterior laring. Oleh sebab itu, kerusakan
yang terjadi pada bagian tersebut tergantung dari ukuran tube dan durasi
pemakaian tube tersebut.
2. Pemakaian stilet dan bougie merupakan faktor predisposisi terjadinya
trauma.
3. Bahan tambahan berupa plastik dapat menimbulkan iritasi jaringan.
4. Sterilisasi tube plastik dengan etilen oksida dapat menghasilkan bahan
toksik berupa etilen glikol jika waktu pengeringan inadekuat.
5. Tekanan yang tinggi pada kaf dapat menimbulkan cedera atau kaf dengan
tekanan yang rendah dapat pula menimbulkan cedera jika ditempatkan di
bagian yang tidak tepat.

Kesulitan menjaga jalan napas dan kegagalan intubasi mencakup kesulitan


ventilasi dengan sungkup, kesulitan saat menggunakan laringoskopi, kesulitan
melakukan intubasi dan kegagalan intubasi. Situasi yang paling ditakuti adalah
tidak dapat dilakukannya ventilasi maupun intubasi pada pasien apnoe karena
proses anestesi. Kegagalan dalam oksigenasi dapat menyebabkan kematian atau
hipoksia otak. Krikotirotomi (bukan trakeostomi) merupakan metode yang dipilih
ketika dalam keadaan emergensi seperti pada kasus cannot-ventilation-cannotintubation (CVCI).

Anda mungkin juga menyukai