Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH

KOMPARASI DAN ANALISIS MODEL-MODEL DESAIN SISTEM


PEMBELAJARAN
Makalah Ini Disusun Guna Menjawab Soal Ujian Akhir Semester Nomor 1, 2, dan 3
Mata Kuliah Model dan Desain Sistem Pembelajaran
Dosen Pengampu: Dr. Christina Ismaniati

Disusun oleh:

Imam Ferly Hasan

11105244015

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN


KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang telah melimpahkan


rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan
judul: Komparasi Dan Analisis Model-Model Desain Sistem Pembelajaran,
tepat pada waktunya.
Makalah ini dapat tersusun berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai
pihak. Oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih,
khususnya kepada :
1. Dr. Christina Ismaniati selaku dosen pengampu mata kuliah model dan desain
sistem pembelajaran.
2. Orang tua, keluarga, dan teman-teman yang selalu memberi dukungan
kepada penulis.
3. Semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya penulisan
makalah ini, yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu.
Penulis sangat menyadari bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan dan sangat jauh dari kesempurnaan. Seperti kata pepatah Tiada
Gading yang Tak Retak. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharap kan
masukan berupa kritik dan saran untuk perbaikan makalah ini dikemudian hari.
Akhir kata, penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pihak.
Yogyakarta, 16 Januari 2014

Penulis

DAFTAR ISI
2

Halaman
HALAMAN JUDUL .....................................................................................

KATA PENGANTAR.....................................................................................

ii

DAFTAR ISI...................................................................................................

iii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................

A. Latar Belakang.....................................................................................

B. Rumusan Masalah................................................................................

C. Tujuan...................................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................

A. Pengertian Model Desain Sistem Pembelajaran..................................

B. Model Model Desain Sistem Pembelajaran......................................

C. Pembelajaran Individual/Mandiri.........................................................

BAB III METODE PENULISAN.................................................................

A. Teknik Merumuskan Masalah..............................................................

B. Teknik Pengumpulan Data...................................................................

C. Teknik pembahasan..............................................................................

D. Teknik Penarikan Kesimpulan.............................................................

10

BAB IV PEMBAHASAN..............................................................................

11

A. Model dan Bagan Desain Sistem Pembelajaran..................................

11

B. Persamaan dan Perbedaan Prinsip Komponen Model.........................

34

C. MDSP untuk Pembelajaran Individual.................................................

37

BAB V PENUTUP .........................................................................................

39

A. Kesimpulan..........................................................................................

39

B. Saran.....................................................................................................

40

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................

41

Daftar Isi Gambar dan Tabel

Gambar 1.

Model Dick dan Carey English Version ...................................

Gambar 2.

Model Dick dan Carey (Versi Bahasa Indonesia). ...................

Gambar 3.

Gambar 3. Model Gerlach dan Ely English Version.................

Gambar 4.

Gambar 4. Model Gerlach dan Ely (Versi Bahasa Indonesia).

Gambar 5.

Model ADDIE ..........................................................................

Gambar 6.

Model ASSURE........................................................................

Gambar 7.

Model Hanafin dan Peck ..........................................................

Tabel

Persamaan dan Perbedaan Model Desain Sistem Pembelajaran

1.

...................................................................................................34

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dinamika kehidupan masyarakat di era globalisasi abad 21 menuntut
sumber daya manusia yang berkualitas dan profesional, serta memiliki
kompetensi di pelbagai bidang kehidupan. Pendidikan merupakan usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya (Sisdiknas,
2003). Dengan demikian, pendidikan yang bermutu sangat diharapkan, dan
hal tersebut dapat diwujudkan melalui perancangan yang matang terkait
model dan desain sistem pembelajaran yang sesuai kebutuhan peserta didik.
Menurut Saiful Sagala (2005) Model pembelajaran adalah kerangka
konseptual

yang

melukiskan

prosedur

yang

sistematis

dalam

mengorganisasikan pengalaman belajar peserta didik untuk mencapai tujuan


belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran
dan guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.
Sementara itu menurut Joyce dan Weil (2000:13), model pembelajaran
merupakan deskripsi dari lingkungan belajar yang menggambarkan
perencanaan kurikulum, kursus-kursus, rancangan unit pembelajaran, perleng
kapan belajar, buku-buku, pelajaran, program multimedia, dan bantuan
belajar melalui program komputer. Hakikat mengajar menurut Joyce dan Weil
adalah membantu pebelajar (peserta didik) memperoleh informasi, ide,
keterampilan, nilai-nilai, cara berpikir, dan belajar bagaimana cara belajar.
Sehingga model pembelajaran adalah suatu rencana mengajar yang
memperlihatkan pola pembelajaran tertentu, dalam pola tersebut dapat terlihat
kegiatan guru-peserta didik di dalam mewujudkan kondisi belajar atau sistem
lingkungan yang menyebabkan terjadinya belajar pada peserta didik. Di
dalam pola pembelajaran yang dimaksud terdapat karakteristik berupa
rentetan atau tahapan perbuatan/kegiatan guru-peserta didik yang dikenal

dengan istilah sintaks. Secara implisit di balik tahapan pembelajaran tersebut


terdapat karakteristik lainnya dari sebuah model dan rasional yang
membedakan antara model pembelajaran yang satu dengan model
pembelajaran yang lainnya.
Desain Pembelajaran (Instructional Design), merupakan perwujudan
yang lebih konkrit dari Teknologi Pembelajaran. Terdapat sejumlah istilah
lain

yang

setara

diantaranya

istilah

Desain

Sistem

Pembelajaran

(Instructional System Design). Demikian juga dengan istilah Pengembangan


Sistem Pembelajaran (Instructional System Development). Adapun beberapa
asumsi dasar yang melandasi perlunya desain pembelajaran sebagai berikut:
1) Diarahkan untuk membantu proses belajar secara individual.
2) Desain pembelajaran mempunyai fase-fase jangka pendek dan jangka
panjang.
3) Dapat mempengaruhi perkembangan individu secara maksimal.
4) Didasarkan pada pengetahuan tentang cara belajar manusia.
5) Dilakukan dengan menerapkan pendekatan sistem (System Approach).
Desain pembelajaran dikenal beberapa model yang dikemukakan oleh
para ahli. Secara umum, model desain pembelajaran dapat diklasifikasikan ke
dalam model berorientasi kelas, model berorientasi sistem, model berorientasi
produk, model prosedural dan model melingkar. Model berorientasi kelas
biasanya ditujukan untuk mendesain pembelajaran level mikro (kelas) yang
hanya dilakukan setiap dua jam pelajaran atau lebih. Contohnya adalah model
ASSURE. Model berorientasi produk adalah model desain pembelajaran
untuk menghasilkan suatu produk biasanya media pembelajaran misalnya,
video pembelajaran, multimedia pembelajaran atau modul. Contoh modelnya
adalah model HANNAFIN AND PECK. Model berorientasi system yaitu
model desain pembelajaran untuk menghasilkan suatu system pembelajaran
yang cakupannya luas seperti desain sistem suatu pelatihan kurikulum
sekolah. Contohnya adalah model ADDIE. Selain itu ada pula yang biasa kita
sebut sebagai model procedural dan model melingkar. Contohnya dari model

procedural adalah model DICK AND CARREY dan contoh model melingkar
adalah model KEMP.
Adanya variasi model yang ada ini sebenarnya dapat menguntungkan
kita. Beberapa keuntungan itu antara lain adalah kita dapat memilih dan
menerapkan salah satu model desain pembelajaran yang sesuai dengan
karakteristik yang kita hadapi dilapangan selain itu juga, kita dapat
mengembangkan dan membuat model turunan dari model-model yang telah
ada. Selain itu kita juga dapat meneliti dan mengembangkan desain yang
telah ada untuk dicoba dan diperbaiki.
B. Rumusan Masalah
1. Sebutkan sekurang-kurangnya tiga model desain sistem pembelajaran dan
gambarkan bagan model masing-masing !
2. Bagaimana analisis persamaan dan perbedaan secara prinsip diantara tiap
model desain sistem pembelajaran, dan tunjukkan dalam komponen atau
tahapan model ?
3. Bagaimana model desain sistem pembelajaran yang paling baik untuk
merancangkan pembelajaran individual/mandiri?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui sekurang-kurangnya tiga model desain sistem
pembelajaran dan menggambarkan bagan model masing-masing.
2. Untuk engetahui persamaan dan perbedaan secara prinsip diantara tiap
model desain sistem pembelajaran, dan tunjukkan dalam komponen atau
tahapan model.
3. Untuk mengetahui model desain sistem pembelajaran yang paling baik
untuk merancangkan pembelajaran individual/mandiri.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Model Desain Sistem Pembelajaran

Model secara harfiah berarti bentuk, dalam pemakaian secara umum


model merupakan interpretasi terhadap hasil observasi dan pengukurannya
yang diperoleh dari beberapa sistem. Sedangkan menurut Agus Suprijono
(2011: 45), model diartikan sebagai bentuk representasi akurat sebagai proses
aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba
bertindak berdasarkan model itu.
Pengertian menurut Syaiful Sagala (2005: 175) sebagaimana dikutip
oleh Indrawati dan Wanwan Setiawan (2009: 27), mengemukakan bahwa
model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur
yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar peserta didik
untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi
perancang pembelajaran dan guru dalam merencanakan dan melaksanakan
aktivitas belajar mengajar. Model pembelajaran ialah pola yang digunakan
sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial
(Agus Suprijono, 2011: 46).
Gagne (1985) menyatakan bahwa desain pembelajaran disusun untuk
membantu proses belajar peserta didik, proses belajar tersebut memiliki
tahapan saat ini dan tahapan jangka panjang. Shambaugh dalam (Wina
Sanjaya, 2009 : 67) menjelaskan tentang desain pembelajaran sebagai berikut.
An intellectual process to help teachers systematically learners needs and
construct structures possibilities to responsively addres those needs. (Sebuah
proses intelektual untuk membantu pendidik menganalisis kebutuhan peserta
didik dan membangun berbagai kemungkinan untuk merespon kebutuhan
tersebut). Pendapat yang lebih spesifik dikemukakan oleh Gentry (1985: 67),
bahwa desain pembelajaran berkenaan dengan proses menentukan tujuan
pembelajaran, strategi dan teknik untuk mencapai tujuan serta merancang
media yang dapat digunakan untuk keefektifan pencapaian tujuan.
Dengan demikian dapat disimpulkan desain pembelajaran adalah
suatu kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur yang sistematis
dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
pembelajaran tertentu. Model pembelajaran biasanya digunakan sebagai

pedoman bagi para perancang pembelajaran dalam merencanakan dan


melaksanakan proses pembelajaran. Sehingga dengan demikian kegiatan atau
proses pembelajaran yang dilakukan baik di sekolah maupun di luar sekolah,
benar-benar merupakan suatu kegiatan bertujuan yang tertata secara
sistematis. Model pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola yang bisa
dipergunakan

dalam

pengembangan

kurikulum,

merancang

materi

pembelajaran, dan membimbing pembelajaran. Model-model pembelajaran


biasanya disusun berdasarkan berbagai prinsip atau teori belajar atau
pengetahuan.
Disisi lain desain sistem pembelajaran merupakan praktek penyusunan
media teknologi komunikasi dan isi untuk membantu agar dapat terjadi
transfer pengetahuan secara efektif antara guru dan peserta didik. Proses ini
berisi penentuan status awal dari pemahaman peserta didik, perumusan tujuan
pembelajaran, dan merancang "perlakuan" berbasis-media untuk membantu
terjadinya transisi. Idealnya proses ini berdasar pada informasi dari teori
belajar yang sudah teruji secara pedagogis dan dapat terjadi hanya pada
siswa, dipandu oleh guru, atau dalam latar berbasis komunitas.
B. Model Model Desain Sistem Pembelajaran
1. Model Dick Dan Carey
Dick dan Carey (2009) memandang desain pembelajaran sebagai
sebuah sistem dan menganggap pembelajaran adalah proses yang
sitematis. Pada kenyataannya cara kerja yang sistematis inilah dinyatakan
sebagai model pendekatan sistem. Dipertegas oleh Dick dan Carey (2009),
bahwa pendekatan sistem selalu mengacu kepada tahapan umum sistem
pengembangan pembelajaran (Instructional Systems Development /ISD).
Komponen model Dick dan Carey meliputi; pembelajar, pebelajar,
materi, dan lingkungan. Demikian pula di lingkungan pendidikan
nonformal meliputi; pebelajar (pebelajar), tutor (pembelajar), materi, dan
lingkungan pembelajaran (Ditjen PMPTK PNF, 2006). Semua berinteraksi
dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Bila melihat komponen bekerja dengan memuaskan atau tidak maka perlu
mengembangkan format evaluasi (Dick dan Carey, 2001).

2. Model Gerlach dan Ely


Model pembelajaran Gerlach dan Ely (1971) merupakan suatu
metode perencanaan pengajaran yang sistematis. Model ini menjadi suatu
garis pedoman atau suatu peta perjalanan pembelajaran karena dalam
model ini diperlihatkan keseluruhan proses belajar mengajar yang baik,
sekalipun tidak menggambarkan secara rinci setiap komponennya. Dalam
model ini juga diperlihatkan hubungan antara elemen yang satu dengan
yang lainnya serta menyajikan suatu pola urutan yang dapat dikembangkan
dalam suatu rencana untuk mengajar. Dimana model yang dikembangkan
oleh Gerlach dan Ely (1971) dimaksudkan sebagai pedoman perencanaan
mengajar. Adapun pengembangan sistem instruksional menurut model ini
melibatkan sepuluh unsur.
3. Model ADDIE
Salah satu model desain pembelajaran yang sifatnya lebih generik
adalah model ADDIE (Analysis-Design-Develop-Implement-Evaluate).
ADDIE muncul pada tahun 1990-an yang dikembangkan oleh Reiser dan
Mollenda.Salah satu fungsinya ADIDE yaitu menjadi pedoman dalam
membangun perangkat dan infrastruktur program pelatihan yang efektif,
dinamis dan mendukung kinerja pelatihan itu sendiri.
Model ADDIE adalah model yang mudah diterapkan di mana
proses yang digunakan bersifat sistematis dengan kerangka kerja yang
jelas menghasilkan produk yang efektif, kreatif, dan efisien (ANGEL
Learning, 2008).
Model addie adalah jembatan antara peserta didik, materi, dan
semua bentuk media, berbasis teknologi dan bukan teknologi. Model ini
mengasumsikan bahwa cara pembelajaran tidak hanya menggunakan
pertemuaan kuliah, buku teks, tetapi juga memungkinkan untuk
menggabungkan belajar di luar kelas dan teknologi ke dalam materi
pelajaran. Artinya, model ini memastikan pengembangan instruksional
dimaksudkan untukmembantu pendidik dalam pengembangan instruksi
yang sistematis dan efektif.
4. Model ASSURE

Menurut Afandi dan Badarudin, (2011:22) Model ASSURE


merupakan suatu model yang merupakan sebuah formulasi untuk Kegiatan
Belajar Mengajar (KBM) atau terkadanag disebut juga model berorientasi
kelas. Model ini adalah salah satu petunjuk dan perencanaan yang bisa
membantu untuk bagaimana cara merencanakan, mengidentifikasi,
menentukan tujuan, memilih metode dan bahan, serta evaluasi.
Sehingga model assure ini merupakan rujukan bagi pendidik dalam
membelajarkan peserta didik dalam pembelajaran yang direncanakan dan
disusun secara sistematis dengan mengintegrasikan teknologi dan media
sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif dan bermakna bagi peserta
didik.
5. Hanafin dan Peck
Model Hanafin dan Peck merupakan salah satu dari banyak model
desain pembelajaran yang berorietasi produk. Model berorientasi produk
adalah model desain pembelajaran utuk menghasilkan suatu produk,
biasanya media pembelajaran (Afandi dan Badarudin, 2011:22).
Menurut Hanafin dan Peck (Afandi dan Badarudin, 2011:26) model
desain pembelajaran terdiri dari tiga fase yaitu Need Assessment (Fase
Analisis Keperluan), Design (Fase Desain), dan Develop/Implement (Fase
Pengembangan dan Implementasi). Dalam model ini disetiap fase akan
dilakukan penilaian dan pengulangan.
C. Pembelajaran Individual/Mandiri
Menurut Wina Sanjaya (2008:128) strategi pembelajaran individual
dilakukan

oleh

siswa

secara

mandiri.

Kecepatan,

kelambatan

dan

keberrhasilan pembelajaran siswa sangat ditentukan oleh kemampuan


individu

yang

bersangkutan.

Bahan

pembelajaran

serta

bagaimana

mempelajarinya didesain untuk belajar sendiri.


Pada strategi pembelajaran individual ini siswa dituntut dapat belajar
secara mandiri, tanpa adanya kerjasama dengan orang lain. Sisi positif
penggunaan strategi ini adalah terbangunya rasa percaya diri siswa, siswa

menjadi mandiri dalam melaksanakan pembelajaran, siswa tidak memiliki


ketergantungan pada orang lain.
Namun di sisi lain terdapat kelemahan strategi pembelajaran ini,
diantaranya jika siswa menemukan kendala dalam pembelajaran, minat dan
perhatian siswa justru dikhawatirkan berkurang karena kurangnya komunikasi
belajar antar siswa, sementara enggan beratanya kepada guru, tidak
membiasakan siswa bekerjasama dalam sebuah team. Sedangkan menurut
Sudjana (2009 : 116) Pengajaran individual merupakan suatu upaya untuk
memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat belajar sesuai dengan
kebutuhan, kemampuan, kecepatan dan caranya sendiri.
Oleh karena itu, Pembelajaran individu berorientasi pada individu dan
pengembangan diri. Pendekatan ini memfokuskan pada proses dimana
individu membangun dan mengorganisasikan dirinya secara realitas bersifat
unik.

BAB III
METODE PENULISAN
A. Teknik Merumuskan Masalah
Teknik merumuskan masalah yang penulis gunakan dalam makalah ini
menggunakan 4 tahap, yaitu:
1. Membuat latar belakang masalah dalam makalah.
2. Mengidentifikasi masalahmasalah yang ada dalam latar belakang masalah.
3. Membatasi masalah yang akan dibahas dan diangkat dalam makalah agar
pembahasan lebih fokus dan mendalam.
4. Merumuskan masalah yang akan dibahas dalam makalah.

B. Teknik Pengumpulan Data


Penulis dalam makalah ini menggunakan teknik pengumpulan data
yang bersumber dari studi pustaka (library research). Yaitu dengan
menggunakan objek kajian teori berupa pustaka-pustaka yang ada, baik berupa
buku-buku yang bersangkutan, artikel maupun jurnal-jurnal yang mempunyai
korelasi terhadap pembahasan masalah. Di samping hal itu juga beberapa
informasi yang diperoleh dari berbagai sumber media, baik surat kabar maupun
media elektronik yang kesemuanya diterapkan dengan interpretasi dalam
metode analisis. Bahan-bahan tersebut dimaksudkan sebagai pendukung dalam
menyusun ketajaman analisis.
C. Teknik Pembahasan
Makalah yang berjudul Komparasi Dan Analisis Model-Model Desain
Sistem Pembelajaran ditulis secara deskriptif. Dalam penulisan ini
menggambarkan secara rinci model desain sistem pembelajaran, analisis
persamaan dan perbedaan model desain sistem pembelajaran, dan model desain
sistem pembelajaran yang baik untuk pembelajaran individu.

D. Teknik Penarikan Kesimpulan


Pembuatan makalah mempunyai alur metode penulisan dalam
pembuatan makalah ini dapat dilihat pada skema sebagai berikut :
1. Mengkaji data tentang makna model desain sistem pembelajaran, analisis
persamaan dan perbedaan model desain sistem pembelajaran, dan model
desain sistem pembelajaran yang baik untuk pembelajaran individu.
2. Membuat rumusan masalah sesuai dengan fokus-fokus permasalahan yang
dikaji dan dianalisis.
3. Mengumpulkan teori-teori dan materi yang terkait dengan fokus
permasalahan yang diangkat sebagai bahan acuan guna mendukung
ketajaman analisis permasalahan yang ada.

10

4. Menganalisis dan membahas Komparasi Dan Analisis Model-Model


Desain Sistem Pembelajaran.
5. Menarik kesimpulan berdasakan rumusan masalah yang ada.
6. Merekomendasikan saran-saran untuk makalah selanjutnya.

BAB IV
PEMBAHASAN
A. Model dan Bagan Desain Sistem Pembelajaran
1. Model Dick Dan Carey
Dick dan Carey (2001) memandang desain pembelajaran sebagai
sebuah sistem dan menganggap pembelajaran adalah proses yang
sitematis. Pada kenyataannya cara kerja yang sistematis inilah dinyatakan
sebagai model pendekaan sistem. Dipertegas oleh Dick dan Carey (2001)
bahwa pendekatan sistem selalu mengacu kepada tahapan umum sistem
pengembangan pembelajaran (Instructional Systems Development /ISD).
Jika berbicara masalah desain maka masuk ke dalam proses, dan jika
menggunakan

istilah

instructional

design

(ID)

mengacu

kepada

instructional system development (ISD) yaitu tahapan analisis, desain,


pengembangan, implementasi, dan evaluasi. Instructional desain inilah
payung bidang (Dick dan Carey, 2001).
Komponen model Dick dan Carey meliputi; pembelajar, pebelajar,
materi, dan lingkungan. Demikian pula dilingkungan pendidikan non
formal meliputi; pebelajar (pebelajar), tutor (pembelajar), materi, dan

11

lingkungan pembelajaran (Ditjen PMPTK PNF, 2006). Semua berinteraksi


dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Bila melihat komponen bekerja dengan memuaskan atau tidak maka perlu
mengembangkan format evaluasi (Dick dan Carey, 2001). Jika dari hasil
evaluasi menunjukkan unjuk kerja pebelajar tidak memuaskan maka
komponen tersebut direvisi untuk mencapai kriteria efektif dalam
mencapai tujuan pembelajaran.
Komponen model Dick dan Carey dipengaruhi oleh Condition of
Learning hasil penelitian Robert Gagne yang dipublikasikan pertama kali
pada tahun 1965. Condition of learning ini berdasarkan asumsi psikologi
behavioral, psikologi cognitive, dan konstruktivisme yang diterapkan
secara eklektik (Dick dan Carey, 2001). Tiga proyek utama yang
dihasilkan oleh Gagne (Bostock, 1996) yaitu 1) instructional events,
2) types of learning outcomes, 3) internal conditions and external
conditions. Ketiganya merupakan masukan yang penting dalam memulai
kegiatan desain pembelajaran.
Pada umumnya, tahap pertama dalam desain pembelajaran adalah
analisis

untuk

mengetahui

kebutuhan

dalam

pembelajaran,

dan

mengidentifikasi masalah-masalah apa yang akan dipecahkan. Model Dick


dan Carey menerapkan tahapan ini, dengan demikian pengembangan yang
dilakukan berbasis kebutuhan dan pemecahan masalah. Produk yang
direkomendasikan dalam model ini yaitu sebuah produk yang dapat
digunakan untuk belajar mandiri (Nasution, 1995; Dick dan Carey, 2001).
Model ini juga memungkinkan pebelajar menjadi aktif berinteraksi karena
menetapkan strategi dan tipe pembelajaran yang berbasis lingkungan.
Dengan bentuk pembelajaran yang berbasis lingkungan, yang disesuaikan
dengan konteks dan setting lingkungan sekitar atau disebut juga sebagai
situational approach oleh Canale & Swain (1980) memungkinkan
pebelajar bahasa (sebagaimana dinyatkan oleh Sadtono, 1987) dapat
mengoptimalkan kompetensi komunikatif.
Seperti yang diuraikan sebelumnya, tahapan model pengembangan
sistem pembelajaran (Instructional Systems Develovment / ISD) Dick dan
Carey (2001) terdiri dari 10 tahapan. Tahapan tersebut dapat dicermati

12

sebagaimana dalam gambar 1. Berikut dijelaskan tahapan pengembangan


sistem pembelajaran Dick dan Carey:
Gambar 1. Model Dick dan Carey English Version.

Gambar 2. Model Dick dan Carey (Versi Bahasa Indonesia).

Langkah-langkah model Dick dan Carey sebagaimana gambar di


atas, dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Identifikasi Kebutuhan Dan Menentukan Tujuan Umum.
Hal ini merupakan tahap awal, yaitu identifikasi kebutuhan untuk
menentukan tujuan pembelajaran adalah langkah pertama yang
dilakukan untuk menentukan apa yang anda inginkan setelah
pebelajar melaksanakan pembelajaran. Tujuan pembelajaran dapat
diperoleh dari serangkaian tujuan pembelajaran yang ditemukan
dari analisis kebutuhan, dari kesulitan-kesulitan pebelajar dalam
praktek pembelajaran, dari analisis yang dilakukan oleh orangorang yang bekerja dalam bidang, atau beberapa keperluan untuk
pembelajaran yang aktual.
2) Melakukan Analisis Pembelajaran.
Setelah mengidentifikasi tujuan-tujuan pembelajaran, langkah
selanjutnya adalah menentukan langkah-langkah yang dapat
dilakukan untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut. Langkah

13

terakhir dalam proses analisis tujuan pembelajaran adalah


menentukan keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang disebut
sebagai entry behavior (perilaku awal/masukan) yang diperlukan
oleh pebelajar untuk memulai pembelajaran.
3) Mengidentifikasi Tingkah Laku Awal Dan Karakteristik Siswa.
Analisis pararel terhadap pebelajar dan konteks dimana mereka
belajar, dan konteks apa tempat mereka menggunakan hasil
pembelajaran. Keterampilan-keterampilan pebelajar yang ada saat
ini, yang lebih disukai, dan sikap-sikap ditentukan berdasarkan
karakteristik atau setting pembelajaran dan setting lingkungan
tempat keterampilan diterapkan. Langkah ini adalah langkah awal
yang penting dalam strategi pembelajaran.
4) Merumuskan Tujuan Khusus atau Kinerja.
Menuliskan tujuan unjuk kerja (tujuan pembelajaran). Berdasarkan
analisis tujuan pembelajaran dan pernyataan tentang perilaku awal,
catatlah pernyataan khusus tentang apa yang dapat dilakukan oleh
pebelajar setelah mereka menerima pembelajaran. Pernyataanpernyataan tersebut diperoleh dari analisis pembelajaran. Analisis
pembelajaran dimaksudkan untuk mengidentifikasi keterampilanketerampilan yang dipelajari, kondisi pencapaian unjuk kerja, dan
kriteria pencapaian unjuk kerja. Seorang perancang desain sistem
pembelajaran perlu mengembangkan kompotensi atau tujuan
pembelajaran spesifik (Instructional Objectives) yang perlu dikuasi
oleh siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang bersifat
umum.

(Instructional

Goal).

Dalam

merumuskan

tujuan

pembelajaran yang bersifat spesifik, ada beberapa hal yang perlu


mendaptkan perhatian yaitu :
a) Menentukan pengetahuan dan keterampilan yang perlu dimiliki
oleh siswa setelah menempuh proses pembelajaran.
b) Kondisi yang diperlukan agar siswa dapat melakukan unjuk
kemampuan dari pengetahuan yang telah dipelajari
c) Indikator atau kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan
keberhasilan siswa dalam menempuh proses pembelajaran.

14

d)

Dan dewasa ini dalam dunia pendidikan sering muncul istilah


rumus ABCD dalam merumuskan tujuan pembelajaran
khusus, yaitu Audiens, Behaviour, Condition, dan Degree.

5) Mengembangkan Instrumen Penilaian.


Berdasarkan tujuan pembelajaran yang tertulis, kembangkan
produk evaluasi untuk mengukur kemampuan pebelajar melakukan
tujuan pembelajaran. Penekanan utama berada pada hubungan
perilaku yang tergambar dalam tujuan pembelajaran dengan untuk
apa melakukan penilaian.
6) Mengembangkan Strategi Pembelajaran.
Strategi pembelajaran meliputi; kegiatan prapembelajaran (preactivity), penyajian informasi, praktek dan umpan balik (practice
and feedback, pengetesan (testing), dan mengikuti kegiatan
selanjutnya. Strategi pembelajaran berdasarkan teori dan hasil
penelitian, karakteristik media pembelajaran yang digunakan,
bahan pembelajaran, dan karakteristik pebelajar yang menerima
pembelajaran. Prinsip-prinsip inilah yang digunakan untuk memilih
materi strategi pembelajaran yang interaktif. Dalam memilih
strategi pembelajaran yang akan dipilih untuk digunakan perlu
didasarkan pada faktor-faktor sebagai berikut:
a) Teori terbaru tentang aktivitas pembelajaran.
b) Penelitian tentang hasil belajar.
c) Karakteristik media pembelajaran yang akan digunakan untuk
menyampaikan materi pembelajaran.
d) Materi atau substansi yang perlu dipelajari oleh siswa
e) Karakteristik siswa yang akan terlibat dalam

kegiatan

pembelajaran.
7) Mengembangkan Materi Pembelajaran.
Mengembangkan dan memilih materi pembelajaran, produk
pengembangan ini meliputi petunjuk untuk pebelajar, materi
pembelajaran, dan soal-soal untuk memperkuat atau reiforcement
materi. Materi pembelajaran meliputi: petunjuk untuk tutor, modul
untuk pebelajar, transparansi OHP, video, tapes, format multimedia,
dan pembelajaran berbasis web untuk pembelajaran jarak jauh.
Pengembangan materi pembelajaran tergantung kepada tipe
pembelajaran, materi yang relevan, dan sumber belajar yang ada

15

disekitar perancang. Adapun pengadaan bahan ajar yang akan


digunakan dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu : membeli
produk komersial, memodifikasi bahan ajar yang telah tersedia, dan
memproduksi sendiri bahan ajar sesuai tujuan.
8) Merancang dan Mengembangkan Evaluasi Formatif.
Dalam merancang dan mengembangkan evaluasi formative yang
dihasilkan adalah instrumen atau angket penilaian yang digunakan
untuk mengumpulkan data. Data-data yang diperoleh tersebut
sebagai pertimbangan dalam merevisi pengembangan pembelajaran
ataupun produk bahan ajar. Ada tiga tipe evaluasi formatif : uji
perorangan (one-to-one), uji kelompok kecil (small group) dan uji
lapangan (field evaluation).
9) Merancang dan Melaksanakan Evaluasi Sumatif.
Tahap ini merupakan tahap lanjutan untuk melihat kebergunaan
program setelah diterapkan di lapangan.
10) Merevisi Pembelajaran.
Data yang diperoleh dari evaluasi formative dikumpulkan dan
diinterpretasikan untuk memecahkan kesulitan yang dihadapi
pebelajar dalam mencapai tujuan. Bukan hanya untuk ini,
singkatnya

hasil

evaluasi

ini

digunakan

untuk

merevisi

pembelajaran agar lebih efektif.


2. Model Gerlach dan Ely
Model pembelajaran Gerlach dan Ely merupakan suatu metode
perencanaan pengajaran yang sistematis. Model ini menjadi suatu garis
pedoman atau suatu peta perjalanan pembelajaran karena dalam model ini
diperlihatkan keseluruhan proses belajar mengajar yang baik, sekalipun
tidak menggambarkan secara rinci setiap komponennya. Dalam model ini
juga diperlihatkan hubungan antara elemen yang satu dengan yang lainnya
serta menyajikan suatu pola urutan yang dapat dikembangkan dalam suatu
rencana untuk mengajar.
Model yang dikembangkan oleh Gerlach dan Ely (1971)
dimaksudkan sebagai pedoman perencanaan mengajar. Pengembangan
sistem instruksional menurut model ini melibatkan sepuluh unsur seperti
terlihat dalam gambar berikut ini.
Gambar 3. Model Gerlach dan Ely English Version.

16

Gambar 4. Model Gerlach dan Ely (Versi Bahasa Indonesia).

Langkah-langkah model Gerlach dan Ely sebagaimana gambar di


atas, dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Merumuskan tujuan pembelajaran (specification of object).
Tujuan instruksional harus dirumuskan dalam kemampuan apa
yang harus dimiliki pada tingkat jenjang belajar tertentu. Tujuan
pembelajaran harus bersifat jelas (tidak abstrak dan tidak terlalu
luas) dan operasional agar mudah diukur dan dinilai.
2) Menentukan isi materi (specification of content).
Bahan atau materi pada dasarnya adalah isi dari kurikulum yakni
berupa mata pelajaran atau bidang studi, topic/sub topic dan
rinciannya. Isi materi berbeda-beda menurut bidang studi, sekolah,
tingkatan dan kelasnya, namun isi materi harus sesuai dengan
tujuan yang hendak dicapainya. Pemilihan materi haruslah spesifik
agar lebih mudah membatasi ruang lingkupnya dan dapat lebih
jelas dan mudah dibandingkan dan dipisahkan dengan kelompok
lainnya.

17

3) Penilaian kemampuan awal siswa (Assesment of Entering


behaviors).
Kemampuan awal siswa ditentukan dengan memberikan tes awal.
Pengetahuan tentang kemampuan awal siswa ini penting bagi
pengajar agar dapat memberikan dosis pelajaran yang tepat; tidak
terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Pengetahuan tentang
kemampuan awal juga berguna untuk mengambil langkah-langkah
yang diperlukan, misalnya apakah perlu persiapan remedial.
4) Menentukan teknik dan strategi (Determination of strategy).
Menurut Gerlach dan Ely, strategi merupakan pendekatan yang
dipakai pengajar dalam memanipulasi informasi, memilih sumbersumber, dan menentukan tugas/peranan siswa dalam kegiatan
belajar-mengajar. Dengan perkataan lain, pada tahap ini pengajar
harus menentukan cara untuk dapat mencapai tujuan instruksional
dengan sebaik-baiknya. Dua bentuk umum tentang pendekatan ini
adalah berntuk eksopose (espository) yang lazim dipergunakan
dalam kuliah-kuliah tradisional, biasanya lebih bersifat komunikasi
satu

arah,

dan

bentuk

penggalian

(inquiry)

yang

lebih

mengutamakan partisipasi siswa dalam proses belajar-mengajar.


Dalam pengertian instruksional yang sempit, metode ini merupakan
rencana yang sistematis untuk menyajikan pesan atau informasi
instruksional.
5) Pengelompokan belajar (Organization of groups).
Setelah menentukan pendekatan dan metode, pengajar harus mulai
merencanakan

bagaimana

kelompok

belajar

akan

diatur.

Pendekatan yang menghendaki kegiatan belajar secara mandiri dan


bebas (independent study) memerlukan pengorganisasian yang
berbeda dengan pendekatan yang memerlukan banyak diskusi dan
partisipasi aktif siswa dalam ruang yang kecil, atau untuk
mendengarkan ceramah dalam ruang yang luas.
6) Menentukan pembagian waktu (Allocation of times).
Pemilihan strategi dan teknik untuk ukuran kelompok yang
berbeda-beda tersebut mau tidak mau akan memaksa pengajar
memikirkan penggunaan waktunya, yaitu apakah sebagian besar
waktunya harus dialokasikan untuk presentasi atau pemberian

18

informasi, untuk pekerjaan laboratorium secara individual, atau


untuk diskusi. Mungkin keterbatasan ruangan akan menuntut
pengaturan yang berbeda pula karena harus dipecah ke dalam
kelompok-kelompok yang lebih kecil.
7) Menentukan ruang (Allocation of space).
Sesuai dengan tiga alternative pengelompokan belajar seperti pada
no.5, alokasi ruang ditentukan dengan menjawab apakah tujuan
belajar dapat dipakai secara lebih efektif dengan belajar secara
mandiri dan bebas, berinteraksi antarsiswa, atau mendegarkan
penjelasan dan bertatap muka dengan pengajar.
8) Memilih media yang sesuai (Allocation of Resources).
Pemilihan media ditentukan menurut tanggapan siswa yang
disepakati. Jadi tidak sekadar yang dapat memberikan stimulus
rangsangan belajar. Gerlach dan Ely mambagi media sebagai
sumber belajar ini ke dalam lima katergori, yaitu: (a) manusia dan
benda nyata, (b) media visual proyeksi, (c) media audio, (d) media
cetak, dna (e) media display.
9) Mengevaluasi hasil belajar (evaluation of performance).
Kegiatan belajar adalah interaksi antara pengajar dan siswa,
interaksi antara siswa dan media instruksional. Hakiakat belajar
adalah perubahan tingkah laku belajar pada akhir kegiatan
instruksional. Semua usaha kegiatan pengembangan instruksional
di atas dapat dikatakan berhasil atau tidak setelah tingkah laku
akhir belajar tersebut dievaluasi. Instrumen evaluasi dikembangkan
atas dasar rumusan tujuan dan harus dapat mengukur keberhasilan
secara benar dan objektif. Oleh sebab itu, tujuan instruksional harus
dirumuskan dalam tingkah laku belajar siswa yang terukur dan
dapat diamati. Gerlach dan Ely membagi media sebagai sumber
belajar menjadi 5 kategori:
a) Manusia dan benda nyata
b) Media visual proyeksi
c) Media audio
d) Media cetak
e) Media display

19

10) Menganalisis umpan balik (analisys of feedback).


Analisis umpan balik merupakan tahap terakhir dari pengembangan
sistem instruksional ini. Data umpan balik yang diperoleh dari
evaluasi, tes, observasi, maupun tanggapan-tanggapan tentang
usaha-usaha instruksional ini menentukan, apakah sistem, metode,
maupun media yang dipakai dalam kegiatan instruksional tersebut
sudah sesuai untuk tujuan yang ingin dicapai atau masih perlu
disempurnakan.
Gerlach dan Ely mengatakan bahwa melalui tes Enteryng
Behaviors (kemampuan awal) siswa, guru akan mengetahui apa yang
dibawa atau yang telah diketahui oleh siswa terhadap sesuatu pelajaran
pada saat (pelajaran) dimulai. Para perancang pembelajaran atau guru
dalam mengembangkan satuan pelajaranya dia harus mengetahui; siapa
kelompok, populasi, atau sasaran kegiatan pembelajaran tersebut?
Perlunya guru atau perancang pembelajaran mengetahui kemampuan awal
ini, agar pelaksanaan pembelajaran berjalan efektif, karena pengetahuan
awal yang telah dimiliki siswa terdapat juga pengetahuan yang
merupakan prerequisit bagi tugas belajar yang baru. Untuk mengetahui
kemampuan awal sekelompok siswa atau mahasiswa perlu diadakan tes
awal (pre-test). Tes awal mempunyai fungsi atau tujuan yang berharga dan
penting bagi pengembangan suatu pembelajaran.
3. Model ADDIE
Model ADDIE adalah salah satu model desain pembelajaran yang
memperlibatkan tahapantahapan dasar sistem pembelajaran yang
sederhana dan mudah di pelajari. Model ADDIE ini muncul pada tahun
1990-an yang dikembangkan oleh Reiser dan Mollenda. Model ADDIE
juga dapat diterapkan untuk profesionalitas guru dan tenaga kependidikan
di lembagalembaga pendidikan. Model ini menggunakan tahap
pengembangan yaitu Analysis, Design, Development, Implementation,
Evaluation. Sehingga dari tahap pengembangan yang digunakan, model ini
sering disebut dengan model ADDIE. Seperti terlihat pada gambar berikut
ini.
Gambar 5. Model ADDIE.

20

Langkah-langkah model ADDIE sebagaimana gambar di atas,


dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Tahap Analisis (Analisys).
Analisis merupakan tahap awal yang digunakan dalam desain
pembelajaran.

Tahap

ini

merupakan

suatu

tahapan

yang

menjelaskan mengenai hal-hal yang harus dipelajari oleh peserta


didik. Analisis ini juga digunakan untuk mengklarifikasi masalah
yang akan dihadapi sehingga nantinya dapat menemukan solusi
yang tepat untuk menghadapi masalah dalam penyelenggaraan
program pembelajaran. Tahap analisis merupakan suatu proses
mendefinisikan apa yang akan dipelajari oleh peserta belajar, yaitu
menganalisis kebutuhan, mengidentifikasi masalah, dan melakukan
analisis tugas. (Muhammad Afandi dan Badarudin, 2011:24).
Sehingga hasil yang diharapkan dapat sesuai dengan hal-hal yang
diharapkan sebelumnya.
2) Tahap Desain/Perancangan (Design).
Design (Desain) merupakan tahap setelah proses analisis dimana
tahap ini adalah tidak lanjut atau kegiatan inti dari langkah analisis.
Desain pembelajaran juga dikatakan sebagai rancangan dalam
proses pembelajaran. Desain disusun dengan mempelajari masalah,
kemudian mencari solusi melalui identifikasi dari tahap analisis
kebutuhan pada proses sebelumnya. Salah satu tujuan dari tahap ini
adalah menentukan strategi pembelajaran yang tepat agar peserta
didik dapat mencapai tujuan dalam proses pendidikan, khususnya
dalam mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan dalam
proses pembelajaran.
3) Tahap pengembangan (Development).

21

Setelah terbentuknya desain pembelajaran pada tahap kedua, tahap


selanjutnya adalahdevelopment atau tahap pengembangan, dimana
desain yang sudah tersusun atau sudah terbuat kemudian ditindak
lanjuti prosesnya melaui uji coba. Apakan desain yang sudah dibuat
tersebut layak untuk digunakan atau tidak. Jika memang desain
yang sudah diuji cobakan tersebut berhasil atau dapat digunakan,
maka desain harus dikembangkan agar lebih baik dan tentunya
mendukung proses pembelajaran untuk mencapai tujuannya. Tahap
pengembangan ini juga harus dikombinasikan atau dipadukan
dengan

media

media

yang

kiranya

dapat

mendukung

pembelajaran. Selain itu, hal hal yang berada disekitarnya


tentunya harus berhubungan dan mendukung satu dengan yang
lainnya. Oleh sebab itu, pembelajaran akan berjalan dengan baik
jika hal yang satu dengan yang lain berhubungn dengan baik.
4) Tahap implementasi (implementation).
Suatu rencana pembelajaran yang telah dibuat tidak akan kita
ketahui hasilnya apabila tidak ada suatu tindakan yang dilakukan.
Adanya tindakan tersebut sangat berarti karena pembelajaran akan
memunculkan hal baru berupa dampak yang dapat dijadikan
pengalaman atau bahkan acuan apabila telah membuahkan hasil,
untuk itulah perlu adanya implementasi yang berarti pelaksanaan
atau penerapan dari suatu rencana dimana ini merupakan salah satu
model ADDIE yang menjadi satu kesatuan dengan tahap-tahap
sebelumnya sebagai penyempurna dan cukup berpengaruh dalam
pelaksanaan pembelajaran.
5) Tahap evaluasi (Evaluation).
Perencanaan pembelajaran yang disiapkan secara matang akan
melewati tahap-tahap pengembangan model ADDIE ini dengan
lancar dan berakhir pada tahap yang disebut dengan evaluasi.
Evaluasi merupakan tahap dimana tindakan yang dilakukan adalah
bertujuan

untuk

mengetahui

keberhasilan

suatu

rencana

pembelajaran, hal-hal yang dilakukan guna suksesnya tahap ini


tidak semata-mata utuh pada tahap ini saja namun evaluasi dapat
terjadi pula pada tahap-tahap sebelumnya. Dalam pelaksanaan

22

evaluasi tersebut hendaklah memperhatikan tujuan-tujuan yang


hendak dicapai pada awal perencanaan karena suatu evaluasi atau
penilaian memiliki kriteria guna mengetahui ketercapaiannya
sampai batas yang ditentukan atau tidak dan dari kegiatan tersebut
diperlukan adanya informasi dan data-data yang diperlukan dari
obyek yang akan dievaluasi guna kelancaran proses evaluasi.
Dengan adanya model instruksional berdasarkan ADDIE ini, jelas
sangat membantu pengembangan material dan program pelatihan yang
tepat sasaran, efektif, maupun dinamis. Aplikasi teori SDM maupun
perilakusepertisocial
pembelajaran

jarak

learning,
jauh

pembelajaran

aktif

(distancelearning),

(activelearning),

paham

konstruktif

(constructivism), aliran strength based (positive-based management), aliran


perilaku manusia (behaviourism), maupun paham kognitif (cognitivism)
akan sangat membantu pengembangan material pelatihan bagi instruktur.
4. Model ASSURE
Model ASSURE dikembangkan oleh Sharon Smaldino, Robert
Henich, James Russel dan Michael Molenda (2005) dalam buku
Instructional Technologi and Media For Learning. Model desain
pembelajaran ini merupakan singkatan dari komponen atau langkah
penting penting yang terdapat didalamnya yaitu : menganalisis
karakteristik siswa (analyze learner characteristics), menetapkan tujuan
pembelajaran (state performance objectives), memilih metode, media,
bahan pelajaran (select methods, media, and materials utilize),
menggunakan

media

dan

mengaktifkan

keterlibatan

materi (utilize
siswa(requires

media
learner

and

materials),

paticipation), dan

evaluasi dan revisi (evaluation and revision).


Pengajar atau guru dihadapkan dengan tantangan bagaimana cara
mengajar degan baik dan bisa diterima baik oleh para muridnya. Tentu saja
ini bukan tantangan ringan, karena tiap pengajar dari tiap daerah
mempunyai kelebihan dan kekurangan dari berbagai aspek pendidikan,
entah itu fasilitasnya, jenis muridnya, dan lain-lain. Pengajar juga harus
mempunyai strategi yang jitu untuk setidaknya membuat pengajaran
menjadi mudah dan bisa diterima oleh siswa, karena sulit membuat

23

pengajaran bisa diterima oleh semua siswa. Sehingga ASSURE model


adalah salah satu petunjuk dan perencanaan yang bisa membantu untuk
bagaimana cara merencanakan, mengidentifikasi, menentukan tujuan,
memilih metode dan bahan, serta evaluasi.
Model assure ini merupakan rujukan bagi pendidik dalam
membelajarkan peserta didik dalam pembelajaran yang direncanakan dan
disusun secara sistematis dengan mengintegrasikan teknologi dan media
sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif dan bermakna bagi peserta
didik. Pembelajaran dengan menggunakan ASSURE Model mempunyai
beberapa tahapan yang dapat membantu terwujudnya pembelajaran yang
efektif dan bermakan bagi peserta didik. Seperti terlihat pada gambar
berikut ini.
Gambar 6. Model ASSURE.

Langkah-langkah model ASSURE sebagaimana gambar di atas,


dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Analyze learner (Analisis Pembelajar).
Tujuan utama dalam menganalisa termasuk pendidik dapat
menemui kebutuhan belajar siswa yang urgen sehingga mereka
mampu mendapatkan tingkatan pengetahuan dalam pembelajaran
secara maksimal. Analisis pembelajar meliputi tiga faktor kunci
dari diri pembelajar yang meliputi :
a) General characteristics (karakteristik umum).
Karakteristik umum siswa dapat ditemukan melalui variable
yang

konstan,

seperti,

jenis

kelamin,

umur,

tingkat

perkembangan, budaya dan faktor sosial ekonomi serta

24

etnik. Semua variabel konstan tersebut, menjadi patokan dalam


merumuskan

strategi

dan

media

yang

tepat

dalam

menyampaikan bahan pelajaran.


b) Specific entry competencies ( mendiagnosis kemampuan awal
pembelajar).
Penelitian yang terbaru menunjukkan bahwa pengetahuan awal
siswa merupakan sebuah subyek patokan yang berpengaruh
dalam bagaimana dan apa yang dapat mereka pelajari lebih
banyak

sesuai

dengan

perkembangan

psikologi

siswa

(Smaldino, 2001). Hal ini akan memudahkan dalam merancang


suatu pembelajaran agar penyamapain materi pelajaran dapat
diserap dengan optimal oleh peserta didik sesuai dengan
kemampuan yang dimilikinya.
c) Learning style (gaya belajar).
Gaya belajar yang dimiliki setiap pembelajar berbeda-beda dan
mengantarkan peserta didik dalam pemaknaan pengetahuan
termasuk di dalamnya interaksi dengan dan merespon dengan
emosi ketertarikan terhadap pembelajaran. Terdapat tiga
macam gaya belajar yang dimiliki peserta didik, yaitu: 1) Gaya
belajar visual (melihat) yaitu dengan lebih banyak melihat
seperti membaca 2) Gaya belajar audio (mendengarkan), yaitu
belajar akan lebih bermakna oleh peserta didik jika
pelajarannya tersebut didengarkan dengan serius, 3) Gaya
belajar kinestetik (melakukan), yaitu pelajaran akan lebih
mudah

dipahami

oleh

peserta

didik

jika

dia

sudah

mempraktekkan sendiri.
2) State standards and objectives (Menentukan Standard dan Tujuan).
Tahap selanjutnya dalam ASSURE model adalah merumuskan
tujuan dan standar. Dengan demikian diharapkan peserta didik
dapat memperoleh suatu kemampuan dan kompetensi tertentu dari
pembelajaran.

Dalam

merumuskan

tujuan

dan

standar

pembelajaran perlu memperhatikan dasar dari strategi, media dan


pemilihan media yang tepat.
a) Pentingnya merumuskan
pembelajaran.

tujuan

dan

standar

dalam

25

Dasar

dalam

penilaian

pembelajaran

ini

menujukkan

pengetahuan dan kompetensi seperti apa yang nantinya akan


dikuasai oleh peserta didik. Selain itu juga menjadi dasar
dalam pembelajaran siswa yang lebih bermakna. Sehingga
sebelumnya peserta didik dapat mempersiapkan diri dalam
partisipasi dan keaktifannya dalam pembelajaran. Ada
beberapa alasan mengapa tujuan perlu dirumuskan dalam
merancang

suatu

program

pembelajaran

seperti

yang

dijelaskan oleh Wina Sanjaya (2008 : 122-123) berikut ini :


I.
Rumusan tujuan yang jelas dapat digunakan untuk
mengevaluasi efektifitas dari keberhasilan terhadap proses
II.

pembelajaran.
Tujuan pembelajaran dapat digunakan sebagai pedoman

III.

dan panduan kegiatan belajar siswa.


Tujuan pembelajaran dapat membantu dalam mendesain

IV.

sistem pembelajaran.
Tujuan pembelajaran dapat digunakan sebagai kontrol

dalam menentukan batas-batas dan kualitas pembelajaran.


b) Tujuan pembelajaran yang berbasis abcd.
Menurut Smaldino,dkk., setiap rumusan tujuan pembelajaran
ini haruslah lengkap. Kejelasan dan kelengkapan ini sangat
membantu dalam menentukan model belajar, pemanfaatan
media

dan

sumber

belajar

berikut

asesmen

dalam

KBM. Rumusan baku ABCD tadi dijabarkan sebagai berikut:


A = audience
Pebelajar/peserta didik dengan segala karakterisktiknya.
Siapa pun peserta didik, apa pun latar belakangnya, jenjang
belajarnya, serta kemampuan prasyaratnya sebaiknya jelas

dan rinci.
B = behavior
Perilaku belajar yang dikembangkan dalam pembelajaran.
Perlaku belajar mewakili kompetensi, tercermin dalam
penggunaan kata kerja. Kata kerja yang digunakan biasanya

kata kerja yang terukur dan dapat diamati.


C = conditions

26

Situasi kondisi atau lingkungan yang memungkinkan bagi


pebelajar dapat belajar dengan baik. Penggunaan media dan
metode serta sumber belajar menjadi bagian dari kondisi
belajar ini. Kondisi ini sebenarnya menunjuk pada istilah
strategi pembelajaran tertentu yang diterapkan selama

proses belajar mengajar berlangsung.


D = degree
Persyaratan khusus atau kriteria yang dirumuskan sebagai
dibaku

sebagai

bukti

bahwa

pencapaian

tujuan

pembelajaran dan proses belajar berhasil. Kriteria ini dapat


dinyatakan dalam presentase benar (%), menggunakan katakata seperti tepat/benar, waktu yang harus dipenuhi,
kelengkapan persyaratan yang dianggap dapat mengukur
pencapaian kompetensi. Ada empat kategori pembelajaran.
I.
Domain kognitif.
Domain kognitif merupakan kawasan dalam belajar
yang melibatkan berbagai kemampuan intelektual yang
dapat diklasifikasikan baik sebagai verbal/informasi
II.

visual atau sebagai ketrampilan intelektual.


Domain afektif
Dalam domain afektif, pembelajaran melibatkan

III.

perasaan dan nilai-nilai.


Motor domain skill
Dalam domain ketrampilan motorik, pembelajaran
melibatkan atletik, manual, dan ketrampilan seperti

fisik.
Domain interpersonal
Belajar melibatkan interaksi dengan orang-orang.
c) Tujuan pembelajaran dan perbedaan individu.
Berkaitan dengan kemampuan individu dalam menuntaskan
IV.

atau memahami sebuah materi yang diberikan. Individu yang


tidak memiliki kesulitan belajar dengan yang memiliki
kesulitan belajar pasti memiliki waktu ketuntasan terhadap
materi yang berbeda. Untuk mengatasi hal tersebut, maka
timbullah mastery learning (kecepatan dalam menuntaskan

27

materi tergantung dengan kemampuan yang dimiliki tiap


individu.
3) Select strategies, technology, media, and materials (Memilih
Strategi, Teknologi, Media dan Bahan ajar).
Langkah selanjutnya dalam membuat pembelajaran yang efektif
adalah mendukung pemblajaran dengan menggunakan teknologi
dan media dalam sistematika pemilihan strategi, teknologi dan
media dan bahan ajar.
a) Memilih strategi pembelajaran.
Pemilihan strategi pembelajarn disesuaikan dengan standar dan
tujuan pembelajaran. Selain itu juga memperhatikan gaya
belajar dan motivasi siswa yang nantinya dapat mendukung
pembelajaran. Strategi pembelajaran dapat mengandung ARCS
model (Smaldino dari Keller, 1987). ARCS model dapat
membantu strategi mana yang dapat membangun Attention
(perhatian) siswa, pembelajaran Relevant dengan keutuhan dan
tujuan, Convident , desain

pembelajaran

dapat

membantu

pemaknaan pengetahuan oleh siswa dan Satisfaction dari usaha


belajar siswa. Strategi pembelajaran dapat terlebih dahulu
menentukan metode yang tepat. Beberapa metode yang
dianjurkan untuk digunakan ialah (Dewi Salma Prawiradilaga,
2007):
I.
Belajar berbasis masalah (problem-based learning).
Metode belajar berbasis masalah melatih ketajaman pola
pikir metakognitif, yakni kemampuan stratregis dalam
II.

memecahkan masalah.
Belajar proyek (project-based learning).
Belajar proyek adalah metode yang melatih kemampuan
pebelajar untuk melaksanakan suatu kegiatan di lapangan.
Proyek yang dikembangkan dapat pekerjaan atau kegiatan

III.

sebenarnya atau berupa simulasi kegiatan.


Belajar kolaboratif
Metode belajar kolaboratif ditekankan agar pebelajar
mampu

berlatih

menjadi

pimpinan

dan

membina

koordinasi antar teman sekelasnya.


b) Memilih teknologi dan media yang sesuai dengan bahan ajar.

28

Kata Media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk


jamak dari kata medium yang secara harfiah dapat diartikan
sebagai perantara atau pengantar. Menurut Lesle J.Brigges
dalam Sanjaya (2008 : 204) menyatakan bahwa media adalah
alat untuk perangsang bagi peserta didik dalam proses
pembelajaran. Selanjutnya Rossi dan Breidle dalam Sanjaya
(2008 : 204) mengemukakan bahwa media pembelajaran
adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk tujuan
pendidikan, seperti radio, televisi, buku, koran, majalah dan
sebagainya. Sedangkan menurut Gerlach, media bukan hanya
berupa alat atau bahan saja, tetapi hal-hal lain yang
memungkinkan siswa dapat memperoleh pengetahuan. Media
itu meliputi orang, bahan, peralatan atau kegiatan yang
menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa memperoleh
pengetahuan, keterampilan dan sikap.
4) Utilize technology, media and materials (Menggunakan Teknologi,
Media dan Bahan Ajar).
Sebelum memanfaatkan media dan bahan yang ada, sebaiknya
mengikuti langkah-langkah seperti dibawah ini, dimana Smalldino,
dkk mengajukan rumus 5 P untuk pemanfaatan media dan material
pembelajaran ini.
a) Preview the Materials (Kaji bahan ajar).
b) Prepare the Materials (Siapkan bahan ajar).
c) Prepare Environment (Siapkan lingkungan).
d) Prepare the Learners (Siapkan peserta didik).
e) Provide the Learning Experience (Tentukan pengalaman
belajar).
5) Require learner parcipation (Mengembangkan Partisipasi Peserta
Didik).
Tujuan utama dari pembelajaran adalah adanya partisipasi siswa
terhadap materi dan media yang kita tampilkan. Seorang guru pada
era teknologi sekarang dituntut untuk memiliki pengalaman dan
praktik menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi
ketimbang sekedar memahami dan member informasi kepada
siswa. Ini sejalan dengan gagasan konstruktivis bahwa belajar

29

merupakan proses mental aktif yang dibangun berdasarkan


pengalaman yang autentik, diman para siswa akan menerima
umpan balik informative untuk mencapai tujuan mereka dalam
belajar.
6) Evaluate and revise (Mengevaluasi dan Merevisi).
Salah satu tujuan penilaian adalah mengukur tingkat pemahaman
atas materi yang baru saja diberikan. Dalam hal ini, penilaian
bukan untuk menentukan tingkat kepintaran seorang pebelajar,
namun cenderung untuk memberi masukan kepada mereka.
Demikian juga evaluasi berguna untuk melakukan penilaianan
apakah seluruh proses pembelajaran sudah berjalan dengan baik,
atau ada proses pembelajaran yang perlu ditingkatkan dan direvisi
untuk meningkatkan kualitas kegiatan belajar mengajar itu sendiri.
5. Hanafin dan Peck
Model Hannafin dan Peck ialah model desain pengajaran yang
terdiri daripada tiga fase yaitu fase Analisis keperluan, fase desain, dan
fase pengembangan dan implementasi (Hannafin & Peck 1988). Dalam
model ini, penilaian dan pengulangan perlu dijalankan dalam setiap fase.
Model ini adalah model desain pembelajaran berorientasi produk. Gambar
di bawah ini menunjukkan tiga fase utama dalam model Hannafin dan
Peck (1988).
Gambar 7. Model Hanafin dan Peck

Langkah-langkah model Hanafin dan Peck sebagaimana gambar di


atas, dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Fase pertama (Tahap Analisis Kebutuhan).

30

Fase ini diperlukan untuk mengidentifikasi kebutuhankebutuhan


dalam mengembangkan suatu media pembelajaran termasuklah di
dalamnya tujuan dan objektif media pembelajaran yang dibuat,
pengetahuan dan kemahiran yang diperlukan oleh kelompok
sasaran, peralatan dan keperluan media pembelajaran. Setelah
semua keperluan diidentifikasi Hannafin dan Peck (1988)
menekankan untuk menjalankan penilaian terhadap hasil itu
sebelum meneruskan pembangunan ke fase desain.
2) Fase kedua (Tahap Desain).
Di dalam fase ini informasi dari fase analisis dipindahkan ke dalam
bentuk dokumen yang akan menjadi tujuan pembuatan media
pembelajaran. Hannafin dan Peck (1988) menyatakan fase desain
bertujuan untuk mengidentifikasikan dan mendokumenkan kaedah
yang paling baik untuk mencapai tujuan pembuatan media tersebut.
Salah satu dokumen yang dihasilkan dalam fase ini ialah dokumen
story board yang mengikut urutan aktivitas pengajaran berdasarkan
keperluan pelajaran dan objektif media pembelajaran seperti yang
diperoleh dalam fase analisis keperluan. Seperti halnya pada fase
pertama, penilaian perlu dijalankan dalam fase ini sebelum
dilanjutkan ke fase pengembangan dan implementasi.
3) Fase ketiga (Tahap Pengembangan dan Implementasi).
Hannafin dan Peck (1988) mengatakan aktivitas yang dilakukan
pada fase ini ialah penghasilan diagram alur, pengujian, serta
penilaian formatif dan penilaian sumatif. Dokumen story board
akan dijadikan landasan bagi pembuatan diagram alir yang dapat
membantu proses pembuatan media pembelajaran. Untuk menilai
kelancaran media yang dihasilkan seperti kesinambungan link,
penilaian dan pengujian dilaksanakan pada fase ini. Hasil dari
proses penilaian dan pengujian ini akan digunakan dalam proses
pengubahsuaian untuk mencapai kualitas media yang dikehendaki.
Model Hannafin dan Peck (1988) menekankan proses penilaian dan
pengulangan harus mengikutsertakan proses-proses pengujian dan
penilaian media pembelajaran yang melibatkan ketiga fase secara
berkesinambungan. Lebih lanjut Hannafin dan Peck (1988) menyebutkan

31

dua jenis penilaian yaitu penilaian formatif dan penilaian sumatif.


Penilaian formatif ialah penilaian yang dilakukan sepanjang proses
pengembangan media sedangkan penilaian sumatif dilakukan setelah
media telah selesai dikembangkan.
B. Persamaan dan Perbedaan Prinsip Komponen Model
Berdasarkan pemaparan komponen-komponen dari model desain
sistem pembelajaran Dick and Carey, Gerlach and Erly, ADDIE, ASSURE,
dan Hanafin and Peck terdapat beberapa persamaan dan perbedaan. Berikut
adalah tabel persamaan dan perbedaan dari model desain sistem pembeljaran
tersebut.
Tabel 1. Persamaan dan Perbedaan Model Desain Sistem Pembelajaran

Model Desain

Instruksional

Dick dan Carey(1)

Persamaan

1) Analisis
pembelajaran(3,4,5).
2) Identifikasi
tingkah laku awal
dan karakteristik
siswa(2).
3) Merumuskan
tujuan khusus(4,2).
4) Pengembangan
strategi
pembelajaran(2).
5) Merancang dan

Perbedaan

1. Identifikasi
kebutuhan dan
menentukan tujuan
umum.
2. Pengembangan
instrumen
penilaian.
3. Pengembangan
materi
pembelajaran.

32

melaksanakan
evaluasi(2,3,4).
6) Merevisi
Pembelajaran(4).
2

Gerlach dan Ely(2)

1) Merumuskan
tujuan
pembelajaran(1,4).
2) Penilaian
kemamuan awal
siswa(1).
3) Menentukan
teknik, dan
strategi(4).
4) Memilih media

1) Menentukan isi
materi.
2) Pengelompokan
belajar.
3) Menentukan
pembagian waktu.
4) Menentukan ruang.
5) Menganalisis
umpan balik.

yang sesuai(4).
5) Mengevaluasi hasil
Belajar(1,3,4).
3

ADDIE(3)

1) Analisis(1,4,5).
2) Desain(5).
3) Development(1,4,5).
4) Implementation(5).
5) Evaluasi(1,2,4)

ASSURE(4)

1) Analyze
learner(1,3,5).

1) Utilize technologi,
mdia, and

33

2) State standards and


objective(1,2).
3) Select Strategi,

materials
2) Require learner
participation.

tecjnology, media
and metrials(2).
4) Evaluate and
revise.(1,2,3,5,)
5

Hanafin dan
Peck(5)

1) Analisis
kebutuhan(1,2,4).
2) Desain(3).
3) Pengembangan
dan
implementasi(3).

Model-model tersebut diatas mempunyai banyak perbedaan dan


persamaan. Perbedaan model-model tersebut terletak pada istilah yang
dipakai, urutan, dan kelengkapan langkahnya. Persamaannya ialah bahwa
setiap model mengandung kegiatan yang dapat digolongkan ke dalam tiga
kategori kegiatan pokok, yaitu:
1. Kegiatan

yang

membantu

menentukan

masalah

pendidikan

dan

mengorganisasi alat untuk memecahkan masalah tersebut;


2. Kegiatan yang membantu menganalisis dan mengambangkan pemecahan
masalah; dan
3. Kegiatan yang melayani keperluan evaluasi pemecahan masalah tersebut.

C. Model Desain Sistem Pembelajaran untuk Pembelajaran Individual

34

Model ASSURE adalah jembatan antara peserta didik, materi, dan


semua bentuk media. Model ini memastikan pengembangan pembelajaran
dimaksudkan untuk membantu pendidik dalam pengembangan instruksi yang
sistematis dan efektif. Hal ini digunakan untuk membantu para pendidik
mengatur proses belajar dan melakukan penilaian hasil belajar peserta didik.
Ada enam langkah dalam pengembangan model ASSURE yaitu: Analyze
learner; State objectives; Selectinstructional methods, media and materials;
Utilize media and materials; Require learner participation; Evaluate and
revise.
4. Analyze learner
Langkah pertama adalah mengidentifikasi dan menganalisis
karakteristik siswa yang disesuaikan dengan hasil-hasil belajar. Hal yang
penting dalam menganalisis karakteristik siswa meliputi karakteristik
umum dari siswa, kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa
(pengetahuan, kemampuan dan sikap), dan gaya belajar siswa.
5. State objectives
Langkah selanjutnya adalah menyatakan standar dan tujuan
pembelajaran yang spesifik mungkin. Tujuan pembelajaran dapat diperoleh
dari kurikulum atau silabus, keterangan dari buku teks, atau dirumuskan
sendiri oleh perancang pembelajaran.
6. Select instructional methods, media and materials
Tahap ini adalah memilih metode, media dan bahan ajar yang akan
digunakan. Dalam memilih metode, media dan bahan ajar yang akan
digunakan, terdapat beberapa pilihan, yaitu memilih media dan bahan ajar
yang telah ada, memodifikasi bahan ajar, atau membuat bahan ajar yang
baru.
7. Utilize media and materials
Tahap selanjutnya metode, media dan bahan ajar diuji coba untuk
memastikan bahwa ketiga komponen tersebut dapat berfungsi efektif untuk
digunakan dalam situasi sebenarnya. Untuk melakukannya melalau proses
5P, yaitu: preview (mengulas) metode, media dan bahan ajar; prepare
(menyiapkan) metode, media dan bahan ajar; prepare (menyiapkan)

35

lingkungan;

prepare

(menyiapkan)

para

pemelajar;

dan

provide

(memberikan) pengalaman belajar.


8. Require learner participation
Keterlibatan siswa secara aktif menunjukkan apakah media yang
digunakan efektif atau tidak. Pembelajaran harus didesain agar membuat
aktivitas yang memungkinkan siswa menerapkan pengetahuan atau
kemampuan baru dan menerima umpan balik mengenai kesesuaian usaha
mereka sebelum dan sesudah pembelajaran.
9. Evaluate and revise
Tahap evaluasi dilakukan untuk menilai efektivitas pembelajaran dan
juga hasil belajar siswa. Proses evaluasi dilakukan untuk memperoleh
gambaran yang lengkap tentang kualitas sebuah pembelajaran.
Model ASSURE merupakan model desain pembelajaran yang bersifat
praktis

dan

mudah

diimplimentasikan

dalam

mendesain

aktivitas

pembelajaran yang bersifat individual maupun klasikal. Dalam menganalisis


karakteristik siswa sangat memudahkan untuk menentukan metode, media
dan bahan ajar yang akan digunakan, sehingga dapat menciptakan aktivitas
pembelajaran yang efektif, efisien dan menarik.

BAB V
PENUTUP

36

A. Kesimpulan
Desain sistem pembelajaran merupakan praktek penyusunan media
teknologi komunikasi dan isi untuk membantu agar dapat terjadi transfer
pengetahuan secara efektif antara guru dan peserta didik. Proses ini berisi
penentuan status awal dari pemahaman peserta didik, perumusan tujuan
pembelajaran, dan merancang "perlakuan" berbasis-media untuk membantu
terjadinya transisi. Idealnya proses ini berdasar pada informasi dari teori
belajar yang sudah teruji secara pedagogis dan dapat terjadi hanya pada
siswa, dipandu oleh guru, atau dalam latar berbasis komunitas.
Desain pembelajaran dikenal beberapa model yang dikemukakan
oleh

para

ahli.

Secara

umum,

model

desain

pembelajaran

dapat

diklasifikasikan ke dalam model berorientasi kelas, model berorientasi sistem,


model berorientasi produk, model prosedural dan model melingkar. Model
berorientasi kelas biasanya ditujukan untuk mendesain pembelajaran level
mikro (kelas) yang hanya dilakukan setiap dua jam pelajaran atau lebih.
Contohnya adalah model ASSURE. Model berorientasi produk adalah model
desain pembelajaran untuk menghasilkan suatu produk biasanya media
pembelajaran misalnya, video pembelajaran, multimedia pembelajaran atau
modul. Contoh modelnya adalah model HANNAFIN AND PECK. Model
berorientasi system yaitu model desain pembelajaran untuk menghasilkan
suatu system pembelajaran yang cakupannya luas seperti desain sistem suatu
pelatihan kurikulum sekolah. Contohnya adalah model ADDIE. Selain itu ada
pula yang biasa kita sebut sebagai model procedural dan model melingkar.
Contohnya dari model procedural adalah model DICK AND CARREY.
Model ASSURE merupakan model desain pembelajaran yang bersifat
praktis

dan

mudah

diimplimentasikan

dalam

mendesain

aktivitas

pembelajaran yang bersifat individual maupun klasikal. Dalam menganalisis


karakteristik siswa sangat memudahkan untuk menentukan metode, media
dan bahan ajar yang akan digunakan, sehingga dapat menciptakan aktivitas
pembelajaran yang efektif, efisien dan menarik.

37

B. Saran
Sebagai mahasiswa yang merupakan pioner penentu arah pendidikan
kelak, dan berorientasi pada keilmiahan dalam model-model desain sistem
pembelajaran maka sebaiknya mahasiswa memiliki wawasan tentang desain
sistem pembelajaran, sehingga diharapkan akan mampu merancang sistem
instruksional yang tepat dengan kondisi dan karakteristik peserta didik di
tanah air.

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi dkk. 2008. Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.

38

Canale. M dan M. Swain. 1980. Theoretical of Communicative Approaches to


Second Language Teching and Learning. Applied Linguistics. London:
Longman.
Gerlach, Vernon S. & Donald P. Ely. 1980. Teaching & Media: A Systematic
Approach. Second edition. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall,
Hamelik, Oemar. 2005. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan
Sistem, Jakarta: PT. Bumi Aksara
Hannafin, M.J. & Peck, K.L. 1988. The design, development, and evaluation Of
instructional software. New York: Mc Millan Publishing Company.
Nasution, 1995, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar,
Penerbit PT. Bina Aksara, Jakarta.
Pribadi, Benny A. 2009. Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: PT. Dian
Rakyat.
Suparman, Atwi. 2012. Desain Intruksional Modern. Jakarta: Erlangga

Anda mungkin juga menyukai