Anda di halaman 1dari 26

PENDAHULUAN

Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani : philosophia. Seiring perkembangan jaman
akhirnya dikenal juga dalam berbagai bahasa, seperti : philosophic dalam kebudayaan bangsa
Jerman, Belanda, dan Perancis; philosophy dalam bahasa Inggris; philosophia dalam bahasa
Latin; dan falsafah dalam bahasa Arab.
Para filsuf memberi batasan yang berbeda-beda mengenai filsafat, namun batasan yang
berbeda itu tidak mendasar. Selanjutnya batasan filsafat dapat ditinjau dari dua segi yaitu secara
etimologi dan secara terminologi.
Secara etimologi, istilah filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah atau juga dari
bahasa Yunani yaitu philosophia philien : cinta dan sophia : kebijaksanaan. Jadi bisa dipahami
bahwa filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Dan seorang filsuf adalah pencari kebijaksanaan,
pecinta kebijaksanaan dalam arti hakikat.
Pengertian filsafat secara terminologi sangat beragam. Para filsuf merumuskan
pengertian filsafat sesuai dengan kecenderungan pemikiran kefilsafatan yang dimilikinya. Plato
mengatakan bahwa : Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan
kebenaran yang asli.
Sedangkan Aristoteles berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) yang
meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika,
ekonomi, politik, dan estetika. Lain halnya dengan Al Farabi yang berpendapat bahwa filsafat
adalah ilmu ( pengetahuan ) tentang alam maujud bagaimana hakikat yang sebenarnya.
Berikut ini beberapa pengertian Filsafat menurut beberapa para ahli :

Plato ( 428 -348 SM ) : Filsafat tidak lain dari pengetahuan tentang segala yang ada.

Aristoteles ( (384 322 SM) : Bahwa kewajiban filsafat adalah menyelidiki sebab dan asas
segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu umum sekali. Tugas penyelidikan tentang
sebab telah dibagi sekarang oleh filsafat dengan ilmu.

Cicero ( (106 43 SM ) : filsafat adalah sebagai ibu dari semua seni ( the mother of all the
arts ia juga mendefinisikan filsafat sebagai ars vitae (seni kehidupan )

Johann Gotlich Fickte (1762-1814 ) : filsafat sebagai Wissenschaftslehre (ilmu dari ilmu-ilmu
, yakni ilmu umum, yang jadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan sesuatu bidang atau jenis
kenyataan. Filsafat memperkatakan seluruh bidang dan seluruh jenis ilmu mencari kebenaran
dari seluruh kenyataan.

Paul Nartorp (1854 1924 ) : filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar hendak
menentukan kesatuan pengetahuan manusia dengan menunjukan dasar akhir yang sama, yang
memikul sekaliannya .

Imanuel Kant ( 1724 1804 ) : Filsafat adalah ilmu pengetahuan yange menjadi pokok dan
pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan.

1.

Apakah yang dapat kita kerjakan ?(jawabannya metafisika )

2.

Apakah yang seharusnya kita kerjakan (jawabannya Etika )

3.

Sampai dimanakah harapan kita ?(jawabannya Agama )

4.

Apakah yang dinamakan manusia ? (jawabannya Antropologi )

Notonegoro: Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan objeknya dari sudut intinya yang
mutlak, yang tetap tidak berubah , yang disebut hakekat.

Driyakarya : filsafat sebagai perenungan yang sedalam-dalamnya tentang sebab-sebabnya ada


dan berbuat, perenungan tentang kenyataan yang sedalam-dalamnya sampai mengapa yang
penghabisan .

Sidi Gazalba: Berfilsafat ialah mencari kebenaran dari kebenaran untuk kebenaran , tentang
segala sesuatu yang di masalahkan, dengan berfikir radikal, sistematik dan universal.

Harold H. Titus (1979 ): (1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepecayaan terhadap
kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Filsafat adalah suatu proses kritik
atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang dijunjung tinggi; (2) Filsafat adalah suatu
usaha untuk memperoleh suatu pandangan keseluruhan; (3) Filsafat adalah analisis logis dari
bahasa dan penjelasan tentang arti kata dan pengertian ( konsep ); Filsafat adalah kumpulan
masalah yang mendapat perhatian manusia dan yang dicirikan jawabannya oleh para ahli filsafat.

Hasbullah Bakry: Ilmu Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan
mendalam mengenai Ke-Tuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan
pengetahuan tentang bagaimana sikap manusia itu sebenarnya setelah mencapai pengetahuan itu.

Prof. Mr.Mumahamd Yamin: Filsafat ialah pemusatan pikiran , sehingga manusia menemui
kepribadiannya seraya didalam kepribadiannya itu dialamiya kesungguhan.

Prof. Dr. Ismaun, M.Pd : Filsafat ialah usaha pemikiran dan renungan manusia dengan akal
dan qalbunya secara sungguh-sungguh , yakni secara kritis sistematis, fundamentalis, universal,
integral dan radikal untuk mencapai dan menemukan kebenaran yang hakiki (pengetahuan, dan
kearifan atau kebenaran yang sejati.

Bertrand Russel: Filsafat adalah sesuatu yang berada di tengah-tengah antara teologi dan
sains. Sebagaimana teologi , filsafat berisikan pemikiran-pemikiran mengenai masalah-masalah
yang pengetahuan definitif tentangnya, sampai sebegitu jauh, tidak bisa dipastikan;namun,
seperti sains, filsafat lebih menarik perhatian akal manusia daripada otoritas tradisi maupun
otoritas wahyu.

Dari semua pengertian filsafat secara terminologis di atas, dapat ditegaskan bahwa
filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan memikirkan segala sesuatunya secara
mendalam dan sungguh-sungguh, serta radikal sehingga mencapai hakikat segala situasi tersebut.
BAB II
MEMAHAMI FILSAFAT BAHASA
A.

Pengertian Filsafat Bahasa


Hadirnya filsafat bahasa dapat dikatakan sebagai suatu hal yang baru. Filsafat bahasa
muncul bersamaan dengan kecenderungan filsafat abad ke-20 yang bersifat logosentris. Berikut
ini adalah beberapa pandangan para ahli mengenai filsafat bahasa.
Verhaar menunjukkan dua jalan yang dikandung dari filsafat bahasa, yakni 1) filsafat
mengenai bahasa dan 2) filsafat berdasarkan bahasa. Verhaar memberikan dua pengertian
bahasa yang dijadikan titik pangkal untuk berfilsafat, yaitu bahasa yang diartikan eksklusif dan
bahasa yang diartikan inklusif.
Bahasa dalam pengertian eksklusif merupakan suatu pelukisan yang dapat dipakai
sebagai pedoman pengantar umum atas aliran filsafat analitik (analisis bahasa) yang lahir di
Inggris. Sedangkan untuk bahasa yang diartikan sebagai inklusif merupakan bahasa yang
ditujukan untuk aliran hermeneutika.
Menurut Rizal Muntansyir, filsafat bahasa ialah suatu penyelidikan secara mendalam
terhadap bahasa yang dipergunakan dalam filsafat, sehingga dapat dibedakan pernyataan filsafat
yang mengandung makna (meaningfull) dengan yang tidak bermakna (meaningless).
Asep Ahmat Hidayat berpendapat bahwa pengertan filsafat perlu didekati dari dua
pandangan, yaitu filsafat sebagai sebuah ilmu dan filsafat sebagai sebuah metode. Oleh karena
itu, pengertian filsafat bahasa pun bisa didekati dari dari dua pandangan tersebut. Jika
pengertian filsafat bahasa dilihat dari sebuah ilmu, maka filsafat bahasa adalah kumpulan hasil
pekiran para filosof mengenai hakikat bahasa yang disusun secara sistematis untuk dipelajari
dengan menggunakan metode tertentu. Sedangkan, jika diartikan sebagai sebuah metode
berpikir, ia bisa diartikan sebagai metode berpikir secara mendalam , logis dan universal
mengenai hakikat bahasa.

B.

Obyek Filsafat Bahasa


Kata obyek dalam kamus besar bahasa Indonesia mengandung lima pengertian, yaitu :

1.

Hal, perkara atau orang yang menjadi pokok pembicaraan

2.

Benda, hal dan sebagainya yang menjadi obyek untuk diteliti.

3.

Pelengkap dalam kalimat

4.

Hal atau benda yang menjadi sasaran usaha sambilan

5.

Bayangan dari suatu sistem lensa


Dalam konteks ilmu pengetahuan , penertian yang cocok dari kata obyek adalah hal,
benda atua perkara yang menjadi sasaran penelitian atau studi.

Biasanya obyek ilmu

pengetahuanitu dibedakan menjadi dua, yaitu obyek material (material object) dan obyek formal
(formal object)
Obyek material adalah benda, hal atau bahan yang menjadi obyek, bidang atau sasaran penelitian.
Misalnya manusia merupakan obyek material dan ilmu psikologi, biologi, sosiologi dan sejarah.
Sedangkan benda mati, merupakan obyek material dan ilmu pengetahuan alam (fisika, kimia dan
astronomi). Sedangkan obyek formal ialah aspek atau sudut pandang tertentu terhadap obyek
materialnya.
C.

Metode Mempelajari Filsafat Bahasa


Metode merupakan kata dari bahasa Yunani, meta dan hodos. Meta berarti menuju,
melalui, sesudah, dan mengikuti. Sedang hodos berarticara, jalan atau arah. Dalam ilmu
pengetahuan, metode sering diartikan dengan jalan berpikir dalam bidang penelitian untuk
memperoleh pengetahuan, atau merupakan salah satu langkah dari seluruh prosedur
(methodology) penelitian tentang pengetahuan.
Terdapat lima metode yang dapat digunakan untuk mempelajari filsafat bahasa.
Kelima metode itu adalah :

1.

Metode Historis

2.

Metode Sistematis

3.

Metode Kritis

4.

Metode Analisa Abstrak

5.

Metode Intuitif
Metode historis atau metode sejarah adalah suatu metode pengkajian filsafat yang
didasarkan pada prinsip-prinsip metode historigrafi yangf meliputi empat tahapan: heuristic,
kritik, intepretasi, dan historigrafi. Heuristic artinya penentuan sumber kajian. Intepretasi
artinya melakukan intepretasi terhadap isi sebuah sumber kajian atau pemikiran seorang ahli
filsafat mengenai pemikirannya disekitar bahasa. Sedangkan historigrafi adalah tahapan
penulisan dalam bentuk rangkaian cerita sejarah. Dalam konteks ini adalah cerita sejarah filsafat
bahasa.

Metode sistematis adalah metode pembahasan filsafat bahasa yang didasarkan pada
pendekatan material (isi pemikiran). Melalui metode ini, seseorang bisa mempelajari filsafat
bahasa mulai dari aspek ontology filsafat bahasa, kemudian dilanjutkan pada aspek
epistemology, dan akhirnya sampai pada pembahasan mengenai aspek aksiologi filsafat bahasa.
Selain itu melalui metode sistematis ini,seseorang bisa juga mempelajari filsafat bahasa mulai
dari salah satu aliran tertentu dan selanjutnya mempelajari aliran lainnya.

Misalnya,

mempelajari aliran bahasa (analitik), kemudian mempelajari aliran lainnya, seperti positifisme
logis, strukturalisme, post strukturalisme dan postmodernisme.
Metode kritis digunakan oleh mereka yang mempelajari filsafat tingkat intensif.
Biasanya digunakan oleh mahasiswa tingkat pasca sarjana. Bagi yang menggunakan metode ini
haruslah sudah memiliki pengetahuan filsafat. Mengkritik boleh jadi dengan menentang suatu
pemikiran atau bisa juga mendukung suatu pemikiran. Metode semacam ini telah dilakukan
oleh George Moore ketika mengkritisi filsafat hegalianisme (neo idealisme) di Inggris dengan
cara mengkritisi pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh para filsuf hegalianisme.
Selanjutnya diteruskan oleh para peletak dasar aliran analisa bahasa, seperti B. Russel dan
Wittgestein.
Metode analisis abstrak yaitu dengan cara melakukan kegiatan urai setiap fenomena
kebahasaan dengan cara memilah-milah. Selanjutnya dilakukan generalisir secara abstrak sesuai
dengan kaidah berfikir logis. Analisis dilakukan dengan cara memadukan analisis logis deduksi
dengan analisis induksi sebagaimana yang telah dilakukan B. Russel.
Metode intuitif, yaitu dengan melakukan introspeksi intuitif dan dengan memakai
symbol-simbol. Metode ini telah lama dipraktekkan oleh para ahli tasawuf (Islam) dan
mengungkap hakikat kebahasaan secara kasyaf.

Di dunia barat, tokoh yang telah

mempraktekkan metode ini adalah Henry Bergson.


D

Manfaat Mempelajari Filsafat Bahasa


Berfilsafat adalah berusaha menemukan kebenaran (realitas yang sesungguhnya)

tentang segala sesuatu dengan berpikir serius. Kecakapan berpikir serius sangat diperlukan oleh
setiap orang. Banyak persoalan yang tidak dapat di selesaikan sampai saat ini. Hal ini
dikarenakan karena persoalan tidak ditangani secara serius, hanya diwacanakan saja.
Mempelajari filsafat (termasuk filsafat bahasa) adalah berlatih secara serius untuk
mampu menyelesaikan suatu persoalan yang sedang dihadapi dengan cara menghadapi persoalan

dengan tuntas dan logis. Seseorang tidak akan memiliki kemampuan seperti ini jika ia tidak
melatihnya. Masih banyak manfaat yang dapat kita peroleh dengan mempelajari bahasa,
diantaranya adalah :
1.

Menambah pengetahuan baru

2.

Bisa berpikir logis

3.

Biasa berpikir analitik dan kritis

4.

Terlatih untuk menyelesaikan masalah secara kritis, analitik dan logis

5.

Melatih berpikir jernih dan cerdas

6.

Melatih berpikir obyektif


BAB III
FILSAFAT BAHASA DALAM
PENGAJARAN DWIBAHASA (BILINGUAL TEACHING)
Filsafat bahasa adalah beralasan penyelidikan ke alam, asal-usul, dan penggunaan
bahasa Sebagai topik, dengan filsafat bahasa untuk filsuf analitik berkaitan dengan empat
masalah utama: sifat makna , menggunakan bahasa, bahasa kognisi , dan hubungan antara bahasa
dan realitas . Untuk filsuf kontinental Namun, filsafat bahasa cenderung harus ditangani, bukan
sebagai topik yang terpisah, tetapi sebagai bagian dari logika , sejarah atau politik . (Lihat bagian
"Bahasa dan Continental Filsafat" di bawah ini.)
Pertama, filsuf bahasa ke menanyakan sifat makna, dan berusaha untuk menjelaskan apa
yang dimaksud dengan "berarti" sesuatu. Topik dalam vena yang mencakup sifat sinonim , asal
makna itu sendiri, dan bagaimana makna yang bisa benar-benar diketahui. Lain proyek yang
sedang this heading dari minat khusus untuk filsuf analytic bahasa is the penyelidikan the cara
which are dikomposisikan menjadi kalimat keluar whole Berarti meaning of its parts.
Kedua, mereka ingin memahami apa yang pembicara dan pendengar dengan bahasa
dalam komunikasi , dan bagaimana ia digunakan social kepentingan khusus mungkin mencakup
topik belajar bahasa , penciptaan bahasa, dan tindak tutur .
Ketiga, mereka ingin tahu bagaimana bahasa berkaitan dengan pikiran baik pembicara
dan penerjemah . Dari bunga tertentu adalah dasar untuk sukses terjemahan kata-kata ke kata
lain.
Akhirnya, mereka menyelidiki bagaimana bahasa dan makna berhubungan dengan
kebenaran dan dunia. Filsuf cenderung kurang peduli dengan kalimat yang sebenarnya benar,
dan banyak lagi dengan jenis apa makna bisa benar atau salah. Seorang filsuf kebenaran
berorientasi bahasa mungkin bertanya-tanya apakah suatu kalimat bermakna bisa benar atau

salah, atau apakah kalimat dapat mengekspresikan proposisi tentang hal-hal yang tidak ada,
bukan kalimat cara digunakan.
Pengertian bahasa menurut Bloch and Trager adalah sebagai berikut. Bahasa ialah.an
arbitrary system of vocal sPeymbols, by means of which members of a community interact with
each other. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang sifatnya arbitraris yang dipakai menjadi
sarana komunikasi anggota masyarakatnya. Ada beberapa hal yang penting, pertama bahasa
adalah suatu sistem. Kedua, bahasa adalah lambang. Ketiga, bahasa itu berbentuk bunyi.
Keempat, bahasa itu bersifat arbitraris. Kelima, bahasa itu berfungsi sebagai sarana komunikasi
antara masyarakat manusia.
Letak perbedaan antara filsafat bahasa dengan linguistik adalah; Linguistik bertujuan
mendapatkan kejelasan tentang bahasa. Linguistik mencari hakikat bahasa. Jadi, para ahli
bahasa menganggap bahwa kejelasan tentang hakikat bahasa adalah tujuan akhir kegiatannya.
Sedangkan filsafat bahasa mencari hakikat ilmu pengetahuan atau hakikat pengetahuan
konseptual. Dalam usahanya mencari hakikat pengetahuan konseptual, para filsuf mempelajari
bahasa bukan sebagai tujuan akhir, melainkan sebagai obyek sementara agar pada akhirnya dapat
diperoleh kejelasan tentang hakikat pengetahuan konseptual itu.
Didalam mendefinisikan bahasa, para ahli bahasa dari aliran strukturalis berpendapat
bahwa fungsi bahasa memang untuk berkomunikasi, saling berinteraksi, untuk tanya jawab,
menyuruh, menyahut, melarang, meminta, berseru, dll.
Dapat dikatakan bahwa fungsi bahasa beserta variasinya adalah sebagai berikut.
1.

Sebagai alat berkomunikasi (menyampaikan maksud)

2.

Sebagai alat penyampai rasa santun.

3.

Sebagai penyampai rasa keakraban dan hormat.

4.

Sebagai alat pengenalan diri.

5.

Sebagai alat penyampai rasa solidaritas.

6.

Sebagai alat penopang kemandirian bangsa.

7.

Sebagai alat penyalur rasa uneg-uneg.

8.

Sebagai cermin peradaban bangsa.


Masalah kebahasaan yang sering dibahas oleh para filsuf biasanya berkisar pada simbol

dan arti. Secara garis besar, pemikiran itu dapat digambarkan sebagai berikut.
1.

Metafisika
Metafisika adalah bagian filsafat yang berusaha memformulasikan fakta yang paling umum dan
paling luas, termasuk penyebutan kategori-kategori yang paling pokok atas pengelompokan hal,
benda dan gambaran.

2.

Logika
Logika adalah studi tentang inference (kesimpulan-kesimpulan). Logika berusaha menciptakan
suatu criteria guna memisahkan interferensi yang sahih dan tidak sahih.
Karena penalaran itu terjadi dengan bahasa, maka analisis inteferensi itu tergantung pada analisis
statement yang berbentuk premis dan konklusi.

3.

Epistemology
Epistemology (ilmu pengetahuan) menaruh perhatian pada bahasa dalam beberapa aspek,
terutama dalam masalah pengetahuan apriori, yakni pengetahuan yang dianggap sudah diketahui
tanpa didasarkan pada pengalaman yang sudah dialami secara nyata.
Misal : 7+7 = 14
bagaimana kita tahu bahwa 7+7 = 14, salah satu jawabnya adalah makna masing-masing istilah
yang dipakai dalam perhitungan matematika memang sudah kita anggap benar, tanpa melalui
pemeriksaan lebih lanjut.

4.

Reformasi bahasa
Para filsuf juga tertarik untuk memperbaiki bahasa, dikarenakan kegiatan keilmuan para filsuf
boleh dikatakan tergantung pada pemakaian bahasa. Ada dua pandangan berbeda terhadap
bahasa.

a. Bahasa berfungsi sebagai sarana pengantar filsafat.


b. Bahasa yang kita pakai sehari-hari kurang kuat dan kurang sesuai untuk dipakai sebagai sarana
pengantar filsafat. Bahasa kita samar, tidak eksplisit, ambigu, tergantung pada konteks dan sering
menimbulkan kesalahpahaman.
Pengertian

Kedwibahasaan

(The

Meaning

Of

Bilingual)

Menurut para pakar linguistik kedwibahasaan didefinisikan sebagai berikut:


1.

Robert Lado (1964:214)


Kedwibahasaan merupakan kemampuan berbicara dua bahasa dengan sama atau hamper sama
baiknya. Secara teknis pendapat ini mengacu pada pengetahuan dua bahasa, bagaimana
tingkatnya oleh seseorang.

2.

MacKey (1956:155)
Kedwibahasaan adalah pemakaian yang bergantian dari dua bahasa.

3.

Hartman dan Stork (1972:27)


Kedwibahasaan adalah pemakaian dua bahasa oleh seorang penutur atau masyarakat ujaran.

4.

Haugen
Kedwibahasaan adalah tahu dua bahasa

5.

Bloomfield (1958:56)

(1968:10)

Kedwibahasaan merupakan kemamouan untuk menggunakan dua bahasa yang sama baiknya
oleh seorang penutur.
Jika diuraikan secara lebih umum maka maka pengertian kedwibahasaan adalah
pemakaian dua bahasa secara bergantian baik secara produktif maupun reseftif oleh seorang
individu atau oleh masyarakat.
Tipologi
1.

kedwibahasaan

Menurut Weinrich (1953)


Tipologi kedwibahasaan didasarkan pada derajat atau tingkat penguasaan seorang terhadap

keterampilan berbahasa. Maka Weinreich membagi kedwibahasaan menjadi tiga, yaitu:


a.

Kedwibahasaan Majemuk (Compound Bilingualism)

b.

Kedwibahasaan majemuk adalah kedwibahasaan yang menunjukkan bahwa kemampuan


berbahasa salah satu bahasa lebih baik daripada kemampuan berbahasa yang lain.

c.

Kedwibahasaan koordinatif / sejajar


Kedwibahasaan koordinatif/sejajar adalah kedwibahasaan yang menunjukkan bahwa pemakaian
dua bahasa sama-sama baik oleh seorang individu.
d.

Kedwibahasaan Sub-Ordinatif (kompleks)

Kedwibahasaan sub-ordinatif (kompleks) adalah kedwibahasaan yang menunjukkan bahwa


seorang individu pada saat memakai B1 sering memasukkan B2 atau sebaliknya.
2.

Beaten Beardsmore (1985:22)


Beardsmore menambahkankan satu derajat lagi yaitu kedwibahasaan awal (inception
bilingualism) yaitu kedwibahasan yang dimiliki oleh seorang individu yang sedang dalam proses
menguasai B2.
3.

Pohl (dalam Beatens Beardmore, 1985;5) tipologi bahasa lebih didasarkan pada status bahasa
yang ada didalam masyarakat, maka Pohl membagi kedwibahasaan menjadi tiga tipe yaitu:
a. Kedwibahasaan Horisontal (Horizontal Bilingualism)
Merupakan situasi pemakaian dua bahasa yang berbeda tetapi masing-masing bahasa
memiliki status yang sejajar baik dalam situasi resmi, kebudayaan maupun dalam kehidupan
keluarga dari kelompok pemakainya.
b. Kedwibahasaan Diagonal (Diagonal Bilingualism)
Merupakan pemakaian dua bahasa dialek atau atau tidak baku secara bersama-sama tetapi
keduanya tidak memiliki hubungan secara genetik dengan bahasa baku yang dipakai oleh
masyarakat itu.
c.

Kedwibahasaan Vertikal (Vertical Bilinguism)


Merupakan pemakaian dua bahasa apabila bahasa baku dan dialek, baik yang

berhubungan ataupun terpisah, dimiliki oleh seorang penutur.

4. Menurut Arsenan (dalam Baerdsmore, 1985)


Tipe kedwibahasaan pada kemampuan berbahasa. Maka Arsenan mengklasifikasikan
kedwibahasaan menjadi dua yaitu:

Kedwibahasaan produktif (productive bilingualism) atau kedwibahasaan aktif atau


kedwibahasaan simetrik (symmetrical bilingualism) yaitu pemakaian dua bahasa oleh seorang
individu terhadap seluruh aspek keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan
menulis)

Kedwibahasaan reseptif (reseptive bilingualism) atau kedwibahasaan pasif atau kedwibahasaan


asimetrik (asymetrical bilingualism)
DIAGLOSIA DALAM KEDWIBAHASAAN
Diaglosia adalah situasi dimana dau dialek atau lebih biasa dipakai. (Charles Fergison
1959:136). Diaglosia adalah suatu situasi bahasa yang relatif stabil dimana, selain dari dialekdialek utama satu bahasa (yang memungkinkan mencakup satu bahasa baku atau bahasa-bahasa
baku regional), ada ragam bahasa yang sangat berbeda, sangat terkondifikasikan dan lebih tinggi,
sebagai wacana dalam keseluruhan kesusastraan tertulis yang luas dan dihormati, baik pada
kurun waktu terdahulu maupun masyarakat ujaran lain, yang banyak dipelajari lewat pendidikan
formal dan banyak dipergunakan dalam tujuan-tujuan tertulis dan ujaran resmi, tapi tidak dipakai
oleh bagian masyarakat apa pun dalam pembicaraan-pembicaraan biasa. (Hudson 1980:54).
Diaglosia adalah hadirnya dua bahasa baku dalam satu bahasa, bahasa tinggi dipakai
dalam suasana-suasana resmi dan dalam wacana-wacana tertulis, dan bahasa rendah dipakai
untuk percakapan sehari-hari.(Hartmann & Strork 1972:67). Diaglosia adalah persoalan antara
dua dialek dari satu bangsa, bukan antara dua bahasa. Kedua ragam bahasa ini pada umumnya
adalah bahasa baku (standard language) dan dialek derah regional daerah (regional dialect).
PARAMETER/PENGUKURAN

DIAGLOSIA

Mackey (1956) mengemukakan bahwa pengukuran kedwibahasaan dapat dilakukan melalui


beberapa aspek, yaitu;
a. Aspek tingkat.
Dapat dilakukan dengan mengamati kemampuan memakai unsure-unsur bahasa seperti
fonologi, morfologi, sintaksis, leksikon serta ragam bahasa.
b. Aspek fungsi
Dapat dilakukan melalui kemampian pemakaian dua bahsa yang dimiliki sesuai dengan
kepentingan-kepentingan tertentu. Ada dua faktor yang harus diperhatikan dalam pengukuran
kedwibahasaan yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang
menyangkut pemakaian bahasa secara internal.

Sedangkan faktor eksternal adalah faktor dari luar bahasa. Hal ini antara lain menyangkut
masalah kontak bahasa yang berkaitan dengan lamanya waktu kontak seringnya mengadakan
kontak bahasa si penutur dapat ditentukan oleh lamanya waktu kontak, seringnya kontak dan
penekannya terhadap bidang-bidang tertentu. Misalnya, bidang ekonomi, budaya, politik,dll.
c.

Aspek

Pergantian

Yaitu pengukuran terhadap seberapa jauh pemakai bahasa mampu berganti dari satu
bahasa kebahasa yang lain. Kemampuan berganti dari satu bahasa ke bahasa yang lain ini
tergantung pada tingkat kelancaran pemakaian masing-masing bahasa.
d.

Aspek interferensi
Yaitu pengukuran terhadap kesalahan berbahasa yang disebabkan oleh terbawanya
kebiasaan ujaran berbahasa atau dialek bahasa pertama terhadap kegiatan berbahasa. Robert
Lado (1961) mengemukakan agar dalam pengukuran kedwibahasaan seseorang dilakukan
melalui kemampuan berbahasa dengan menggunakan indikator tataran kebahasaan (sejalan
dengan Mackey). Kelly (1969) menyarankan agar kedwibahasaan seseorang diukur dengan cara
mendeskripsikan kemampuan berbahas seseorang dari masing-masing bahasa dengan
menggunakan indikator elemen kebahasaan kemudian dikorelasikan untuk menentukan
keterampilan berbahasa.
John MacNawara (1969) memberikan disain teknik pengukuran kedwibahasaan dari aspek
tingkat dengan cara memberikan respon kemampuan berbahasa dengan menggunakan konsep
dasar analisis kesalahan berbahasa.
Pengukuran dapat memakai indikator membaca pemahaman, membaca leksikon, kesalahan
ucapan, kesalahan ketatabahasaan, interferensi leksikal B2, pemahaman bahasa lisan, kesalahan
fonetis, makna kata dan kekayaan makna.
Berbeda dengan pendapat-pendapat diatas yaitu Jakobovits (1970) memberikan desain
teknik pengukuran kedwibahasaan dengan cara:

1.

Menghitung jumlah tanggapan terhadap rangsangan dalam B1.

2.

Menghitung jumlah tanggapan dalam rangsangan dalam B2 terhadap B1.

3.

Menghitung perbedaan total antara B1 dan B2.

4.

Menghitung jumlah tanggapan dalam B1 terhadap rangsangan dalam B1.

5.

Menghitung jumlah tanggapan dalam B2 terhadap rangsangan dalam B2.

6.

Menghitung tanggapan dalam b2 terhadap rangsangan dalam B1.

7.

Menghitung jumlah tanggapan dalam b1 terhadap rangsangan dalam B2.

8.

Menghitung tanggapan terjemahan terhadap rangsangan dalam B2.

9.

Menyatakan hasil dalam bentuk prosentase, dan

10.

Menghitung tanggapan dua bahasa terhadap rangsangan B1 dan B2 jika memungkinkan.

Lambert (195:50, mengajukan teknik pengukuran kedwibahasaan dengan mengungkapkan


dominasi bahasa, artinya bahasa mana dari dari kedua bahasa itu dominan Mackey (1968)
memberikan teknik pengukuran kedwibahasaan dengan menggunakan tes keterampilan
berbahasa masing-masing bahasa.
Berikut merupakan ciri-ciri teori kebahasaan tradisional:
1.

Teori-teori kebahasaan yang bersifat tradisional mengambil sumber asumsi-asumsi dan


hipotesis tentang bahasa filsafat dan logika. Jadi, Jadi dengan latar belakang filsafat dan
logikalah lahirlah asumsi dan hipotesis bahasa.

2.

Data bahasa yang diteliti mulanya adalah data bahasa tertulis dan bahasa yang telah mengenal
ejaan.

3.

Data bahasa tertulis itu terbatas pada bahasa Yunani dan latin.

4.

Bahasa dipandang bukan merupakan sebuah produk kebudayaan tetapi hanya dipandang
sebagai sarana dan alat komunikasi berpikir.

5.

Data dan Fakta bahasa yang tidak sesuai dengan teori-teori filsafat dianggap kekecualiaan
atau kesalahan atau perlu pula diperbaiki sesuai dengan teori filsafat dan logika.

Kelemahan dari teori kebahasaan ini ialah:


1.

Asumsi-asumsi dan hipotesis kebahasan bukanlah harus dikaji dengan fakta dan data bahasa,
melainkan fakta dan data bahasa harus disesuaikan dengan asumsi dan hipotesis filsafat dan
logika tentang bahasa.

2.

Teori kebahasaan bersifat universal dan dapat dilakukan untuk semua bahasa di dunis,
sementara karakteristik setiap bahasa berbeda-beda.

PEMBELAJARAN BAHASA MENURUT BEHAVIORISME


5 tahapan pembelajaran bahasa

1.

Trial and error

2. Mengingat-ingat
3. Menirukan

Proses pembentukan kebiasaaan

4. Mengasosiasikan
5. Menganalogi
Dari langkah-langkah eksperimen Pavlov dan Skinner, dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Pembelajaran bahasa dapat diamati berdasarkan tingkah lakunya.
2. pembelajaran bahasa berdasarkan langkah-langkah eksperimennya dilakukan secara
ilmiah.
3. pembentukan bahasa dilakukan secara terprogram dan bertahap. Renforcement
baik berupa ganjaran dan hukuman sangat penting.

PEMBELAJARAN BAHASA MENURUT KOGNITIFISME


1.

2.

Chomsky
-

Manusia sejak lahir memiliki kemampuan yang bersifat bawaan (innate).

Pemakaian bahasa secara terus menerus akan bercampur dengan masukan

Belajar adalah proses kreatif dan kognitif.

Dulay & burt


Proses penguasaan bahasa adalah proses yang dialami oleh si penutur ketika ia
merekonstruksikan kaidah-kaidah bahasa yang ia simpulkan sendiri
3.

Mac namara
Anak memiliki daya alami untuk belajar bahasa.

4.

Jean Piaget

Kemampuan Anak Mengkonseptualisasikan Hubungan Ketatabahasaan Antar Actor-AksiObyek.

5.

Kemampuan Anak Memahami Kalimat Yang Mempunyai Makna Lebih.

Krashen
Ada beberapa hipotesis Krashen
I.

Melalui proses pemerolehan dan cara belajar


1.

Melalui proses pemerolehan (acquisition)

Terjadi secara ambang sadar (sub-consiousness)

Kemampuan berkomunikasi yang dimiliki sangat alamiah seperti penutur aslinya.

Proses penguasaan ini tidak bisa dihindari karena bahasa yang dikuasai dibutuhkan untuk hidup.

2.

Anak tidak memiliki pengetahuan tentang kaidah bahasa.

Tidak diperkuat dengan pengajaran dan koreksi.


Melalui cara belajar

Proses terjadi secara sadar (consiousness)

Proses belajar bisa dihindari

Pembelajar memiliki pengetahuan tentang kaidah ketatabahasaan.

Kemampuan dimiliki sebagai akibat pengajaran sehingga terjadi koreksi dari pengajar.

The Monitor Hypothesis

Ada waktu yang cukup untuk memilih dan menerapkan kaidah bahasa hasil belajar

Berfokus pada bentuk dan output yang benar.

Memiliki pengetahuan tentang kaidah.

The Order Hypothesis


Proses pemerolehan struktur gramatikal terjadi secara berurutan. Bentuk-bentuk sederhana akan
dikuasai terlebih dahulu dibandingkan bentuk-bentuk kompleks.

The Input Hypothesis


Kemampuan berbahasa seseorang tergantung inputnya. Kelancaran berbahasa tidak dapat
diajarkan secara langsung. Kemajuannya pun tergantung pada waktu.

BAB IV

KESIMPULAN
Didasarkan pada uraian yang telah disajikan dalam bab-bab sebelumnya, terdapat
pemikiran dasar yang akan ditekankan dalam bab kesimpulan ini. Yang pertama adalah bahwa
bahasa sejak dulu hingga saat ini telah memberikan andil yang sangat besar bagi perkembangan
peradaban manusia.

Melalui symbol-simbol bahasa, karya intelektual, budaya manusia

dilestarikan dan dtransformasikan dari satu periode generasi kepada generasi berikutnya.
Lewat bahasa, manusia dapat menyampaikan dan mengembangkan pemikirannya dalam
aneka wujud kebudayaan. Simbol-simbol bahasa memungkinkan kita berpikir, berhubungan
dengan orang lain, dan member makna pada apa yang ditampilkan oleh alam semesta.
Dari serangkaian pendapat-pendapat yang telah diuraikan, menunjukkan tentang
kebhinekaan pendapat mengenai konsep makna dan bentuk pengajaran dwibahasa atau bilingual
teaching yang disuguhkan oleh para filsuf dari berbagai macam aliran. Ini membuktikan bahwa
dalam filsafat terdapat bermacam metode perenungan. Karena itu, jika kita hanya membahas
filsafat hanya kedalam satu jenis metode pembahasan khusus saja, ini berarti kita telah berusaha
untuk mengusir filsafat dari dunianya.
Langkah ini sungguh bertentangan dengan sifat atau karakter yang telah dimiliki filsafat.
Dari dulu hingga sekarang, filsafat senantiasa memberikan berbagai alternatif metode untuk
memecahkan suatu persoalan.

Daftar Pustaka
Endraswara, Suwardi, 2006, Methodology Penelitian Sastra, Pustaka Widyatama, Yogyakarta
Hidayat, Asep Ahmat, 2006, Filsafat Bahasa, Mengungkap Hakikat Bahasa, Makna dan Tanda,
PT. Remaja Rosdakarya, Bandung
Pranowo, 1996, Analisis Pengajaran Bahasa, Gajahmada University Press, Yogyakarta
Poedjosoedarmo, Soepomo, 2003, Filsafat Bahasa, Muhammadiyah University Press, Surakarta
Pudjo Sumedi AS., Drs.,M.Ed. dan Mustakim, S.Pd.,MM , Filsafat Bahasa
Betrand Russel.2002. Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya dengan kondisi sosio-politik dari
zaman kuno hingga sekarang (alih Bahasa Sigit jatmiko, dkk ) . Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Ismaun.2007. Filsafat Administrasi Pendidikan(Serahan Perkuliahan ). Bandung : UPI


Ismaun.2007. Kapita Selekta Filsafat Administrasi Pendidikan (Serahan Perkuliahan).
Bandung : UPI
Koento Wibisono.1997. Dasar-Dasar Filsafat. Jakarta : Universitas Terbuka
Moersaleh. 1987. Filsafat Administrasi. Jakarta : Univesitas Terbuka
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa dan filsafat adalah dua hal yang senantiasa berkaitan dan sulit untuk dipisahkan, dua
hal tersebut bahkan diibaratkan sebagai dua sisi mata uang yang senantiasa bersatu meskipun
mempunyai tampilan yang berbeda. Pengkajian bahasa telah berlaku sepanjang sejarah filsafat,
bahkan bahasa menjadi tema yang menarik dan memainkan peran yang penting dalam kajian
ilmu filsafat semenjak abad ke-20 hingga sekarang.
Bahasa sebagai lambang bunyi arbiter yang berfungsi sebagai alat komunikasi mengantarkan
manusia menuju proses hubungan dan menimbulkan suatu keterkaitan. Sehingga sekelompok
manusia tidak akan dapat bertahan dalam kurun waktu tertentu jika tanpa bahasa. Hal tersebut
telah menjadikan manusia senantiasa berelasi erat dengan bahasa, bahkan manusia senantiasa
bergantung pada keberadaan bahasa.[1]
Ketika bahasa dan filsafat memiliki kaitan yang sangat erat, maka filsafat bahasa memiliki
pengaruh besar dalam hubungan bermasyarakat. Bahkan disebutkan bahwa terdapat relasi antara
filsafat dan bahasa.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimanakah pengertian dari filsafat bahasa?
b. Bagaimanakah maksud dari obyek, metode dan manfaat dari filsafat bahasa?
c. Apa sajakan hakekat yang terdapat dalam fungsi bahasa?
d. Bagaimanakah relasi antara bahasa dan filsafat?

II.

PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat Bahasa
Filsafat menurt bahasa terdiri dari kata philen yang berarti Love (cinta) dan sophia yang
berarti Wisdom (kebijaksanaan), sehingga secara etimologis filsafat berarti love of wisdom (cinta
akan kebijaksanaan) secara mendalam. Hal tersebut menyebabkan munculnya pernyataan bahwa
seorang filosof (ahli filsafat) adalah seseorang yang sangat mencintai kebijaksanaan secara
mendalam.
Filsafat menurut Istilah berasal dari bahasa Arab dan diambil dari kata falsafah. Istilah ini
diadopsi dari bahasa Yunani yaitu philosophia[2]. Sejarah kemunculannya adalah berawal
ketika dunia Eropa khususnya Bangsa Yunani berada dalam kegelapan berpikir, karena filsafat
atau ijtihad dikalahkan oleh doktrin iman Kristiani yang mempunyai kebijakan bahwa segala
sesuatu berpusat pada gereja dan tidak ada yang boleh berpikir serta mengeluarkan pendapat
tentang sesuatu. Namun keadaan terjadi sebaliknya di Timur atau dunia Islam yang sedang
berada pada masa keemasan, karena filsafat dan ilmu pengetahuan serta tekhnologi maju dengan
pesat. Sehingga muncullah kebijakan dari penguasa Islam untuk melakukan penterjemahan
berbagai buku asing dari bahasa Yunani, India, Cina dan Persia kedalam bahasa arab untuk
semua disiplin Ilmu.
Beberapa pengertian mengenai filsafat adalah :
a. Menurut ahli filsafat, pemahaman mengenai filsafat tidak cukup dengan pendekatan etimologis.
Menurut Aristoteles, definisi (pengertian) adalah esensi dari sesuatu. Sehingga untuk dapat
menemukan makna yang esensi seseorang harus melakukan penjelajahan pemikiran secara
radikal atau mendalam, logis dan serius.
b. Menurut pendapat Aristoteles : Jika filsafat adalah sesuatu yang benar maka hendaknya dia
c.

diikuti, namun jika filsafat itu adalah sesuatu yang salah maka hendaknya dia ditolak.[3]
Al-Ghozali tidak menolak filsafat, namun akhirnya ia menemukan (al-haqiqah atau the reality),
kebenaran yang hakikat dan dicari melalui (thariqat) jalan (tasawuf irfani) tasawuf yang bukan
mistisisme. Yaitu metode pencarian kebenaran melalui pembersihan jiwa dengan menghindarkan
diri dari bermaksiat serta senantiasa meksanaan syariat secara menyeluruh dan menghambakan

diri secara penuh.


d. Menurut Mohammad Hatta lebih baik tidak dibicarakan lebih dahulu, sebab lambat laun
seseorang akan memahami pengertiannya setelah banyak membaca atau mempelajari filsafat
sesuai tingkat pemahamannya dari konotasi filsafat yang telah dipelajari. Pernyataan tersebut
sesuai dengan pendapat Langeveld, yaitu : Setelah orang berfilsafat sendiri, barulah ia maklum
tentang apa itu filsafat. Dan mungkin dengan ia berfilsafat ia akan semakin memahami maksud
dari filsafat itu secara lebih mendalam.[4]

e.

Menurut Plato, filsafat adalah suatu ilmu yang membicarakan tentang hakikat sesuatu, dan
dikembangkan oleh muridnya menjadi : Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang kebenaran

f.

yang meliputi logika, fisika, metafisika dan pengetahuan praktis.


Menurut Immanuel kant (1724-1804 M), Filsafat adalah ilmu pengetahuan mengenai pokok
pangkal dari segala pengetahuan dan perbuatan. [5]
Selain filsafat, muncul juga Istilah tentang filsafat bahasa. Filsafat bahasa merupakan

sesuatu yang baru, dan muncul di abad-20. Menurut beberapa ahli, filsafat bahasa adalah :
a. Menurut Verhaar terdapat dua istilah dalam filsafat bahasa, yaitu :
1. Filsafat mengenai bahasa : Sebuah sistem yang dipergunakan seorang filosof untuk melakukan
pendekatan terhadap bahasa sebagai sebuah obyek kajian. Contoh : Ilmu bahasa memiliki obyek
kajian berupa psikologi bahasa atau psikolinguistik.
2. Filsafat berdasarkan bahasa : Sebuah alat yang digunakan untuk mencari sumber yang akan
b.

dijadikan tiitk pangkal penyedia segala kebutuhan.


Menurut Rizal Mustansyir, Filsafat bahasa adalah : penyelidikan yang mendalam terhadap
bahasa yang dipergunakan dalam filsafat, sehingga dapat dibedakan antara filsafat yang

c.

mengandung makna dan tidak mengandung makna.[6]


Menurut J. R Searle terdapat perbedaan antara istilah filsafat bahasa dan filsafat

2.

linguistik/kebahasaan, yaitu :
Filsafat bahasa (philosopy of leanguage) adalah : Suatu upaya yang mengandung analisis
mengenai unsur-unsur umum dalam bahasa, mengenai : makna, acuan atau referensi, kebenaran,

3.

verifikasi, tindak tutur dan ketidaknalaran. Dan ia menjadi pokok pembahasan dalam filsafat.
Filsafat kebahasaan (linguistic philosppy) adalah : Suatu upaya untuk memecahkan masalahmasalah filosofis dengan menganalisis makna kata dan hubungan logis antar kata dalam bahasa.

Dan ia adalah salah satu metode dalam ilmu filsafat.


d. Menurut Frege, filsafat bahasa mempunyai pengertian berbeda tentang : arti (sense) dan acuan
(referennce). Karena kedua hal tersebut memiliki unsur ketiga, yaitu : makna (isi pendeskripsian)
yang memberikan cara untuk menguraikan atau mendeskripsikan untuk mencapai suatu arti yang
diacu atau dituju. Hal tersebut berdasarkan pada pemikiran bahwa suatu pernyataan antara A
dan B mungkin dapat dinyatakan identik atau serupa namun mengandung informasi yang yang
faktual atau lebih banyak. Contoh : Katz menyatakan, Bintang sore adalah bintang pagi. A =
Bintang sore dan B= Bintang Pagi. Hal ini dapat kita benarkan, karena bintang sore dan bintang
pagi mengacu pada bintang yang sama, yaitu bintang kejora. Itu berarti : A dan B adalah identik,
e.

namun terdapat informasi yang lebih dibalik kedua hal tersebut.


Menurut Russel dan Wittgenstein, menyatakan bahwa kata mempunyai hubungan dengan dunia
diluar dirinya, mengandung kriteria kebermaknaan dan prinsip pemastian atau verifikasi.
Contoh : Ada kuda makan rumput dikandang. Secara analisis kata tersebut benar, karena kuda
adalah binatang yang dipelihara dikandang dan ia adalah pemakan rumput. Namun secara
empiris akan dipertimbangkan kebenarannya, karena ada kemungkinan ada kuda yang dipelihara
diluar kandang dan sedang makan rumput, mungkin juga ada kuda didalam kandang namun tidak

sedang makan rumput, atau juga hewan yang dipelihara didalam kandan tersebut adalah sapi dan
f.

ia sedang makan rumput.


Menurut Austin, filsafat bahasa membahas tentang pernyataan salah atau benar atas suatu tutur

kata.[7]
B. Obyek dan Metode dalam Filsafat Bahasa
Obyek dalam konteks ilmu pengetahuan mempunyai pengertian sebagai suatu hal, benda
atau perkara yang menjadi sasaran penelitian atau studi. Sedangkan Obyek dalam filsafat bahasa
a.

meliputi :
Objek material : Segala sesuatu yang ada (Al-Maujud), baik yang dapat dirasakan atau tidak,
konkret atau tidak, serta segala hal yang menyangkut keyakinan kepada Tuhan, alam semesta,

manusia, bahasa, hukum, politik, seni, sains, sejarah, agama, ekonomi, budaya dan pendidikan.
b. Objek formal : Sudut pandang yang menyeluruh, sehingga dapat mencapai hakikat objek
materialnya, yaitu segala sesuatu yang ada di bumi.
Metode yang digunakan dalam mempelajari filsafat bahasa adalah :
1. Metode Historis atau Metode Sejarah : Metode dalam pengkajian filsafat berdasarkan pada
prinsip-prinsip metode historigrafi atau sejarah, yang meliputi :
a. Heuristik : Penentuan sumber kajian.
b. Kritik : Mengkritisi keabsahan sumber kajian.
c. Interpretasi : Melakukan penafsiran terhadap isi sumber kaijian atau memberikan pendapat
d.

terhadap pemikiran seorang ahli filsafat tentang pemikirannya berkenaan seputar bahasa.
Histografi : Tahapan penulisan berupa rangkaian cerita sejarah dalam konteks sejarah filsafat

bahasa.
2. Metode Sistematis : Metode dalam pengkajian filsafat berdasarkan pada pendekatan material
atau isi pemikiran. Alur pembelajarannya adalah : Mempelajari aspek ontologi filsafat bahasa,
3.

kemudian aspek epistimologi dan berakhir di aspek aksiologi filsafat bahasa.


Metode Kritis : Metode dalam pengkajian filsafat, yang digunakan oleh seseorang yang telah
memiliki pengetahuan dasar tentang filsafat melalui sebuah kritik atas suatu pemikiran.
Dicetuskan oleh George Moore ketika mengkritisi filsafat neo-hegalianisme (neo-idealisme) di

4.

Inggris. Yang kemudian diteruskan oleh : B. Russell dan Wittgestein.


Metode Analisis Abstrak : Metode pengkajian filsafat yang menguraikan setiap fenomena
kebahasaan dengan cara memilah-milah dan digeneralisasikan sesuai dengan kaidah berpikir

logis.
5. Metode Intuitif : Metode dalam pengkajian filsafat yang menggunakan sistem intropeksi intuitif
dengan menggunakan simbol-simbol tertentu. Filsafat ini telah digunakan oleh para ahli teori
islam atau ilmu Tasawuf dalam menggungkapkan hakikat kebahasaan. Dicetuskan oleh : Henry
Bergson.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka manfaat dari mempelajari filsafat bahasa adalah
berusaha menemukan kebenaran dan realitas yang sesungguhnya tentang segala sesuatu dengan
cara berpikir mendalam atau serius, untuk menemukan solusi yang tuntas dan logis. Terdapat
juga beberapa manfaat lain, yaitu :
a. Menambah pengetahuan baru.

b.
c.
d.
e.
f.
C.

Bisa berpikir logis.


Biasa berpikir mendalam dan kritis
Terlatih menyelesaikan masalah secara kritis, mendalam dan logis.
Melatih berpikir jernih.
Melatih berpikir objektif.[8]
Hakikat dan Fungsi Bahasa
Bahasa adalah salah satu aspek yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan umat
manusia, karena bahasa senantiasa ada dalam diri manusia, alam, sejarah, dan wahyu Tuhan. Dan
Tuhan juga menampakkan diri-Nya melalui bahasa-Nya, yaitu : bahasa alam dan kitab suci (ayat

kauniyah dan wahyu), sehingga mempelajari bahasa merupakan salah satu bentuk ibadah kita.
Batasan makna bahasa menurut para ilmuan bahasa adalah:
a. Menurut Harimurti, bahasa adalah sistem lambang arbiter yang dipergunakan masyarakat
sebagai alat untuk bekerjasama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri. [9]
b. Menurut kamus besar bahasa indonesia, bahasa adalah :
1. Sistem lambang bunyi berartikulasi atau yang dihasilkan oleh alat-alat ucap yang bersifat
sewenang-wenang (arbiter) dan konvesional, yang digunkaan sebagai alat komunikasi untuk
melahirkan perasaan dan pikiran.
2. Ucapan-ucapan yang digunakan oleh suatu bangsa, baik oleh suatu suku bangsa, penduduk suatu
daerah atau negara.
3. Percakapan yang baik, sopan santun dan tingkah laku yang baik.[10]
c. Menurut Bloch dan Trager, dan Joseph Bram bahasa adalah : sistem simbol-simbol bunyi yang
arbiter dan digunakan oleh suatu kelompok sosial sebagai alat komunikasi.
d. Menurut Ronald Wardhaugh, bahasa adalah suatu sistem dalam simbol-simbol bunyi yang arniter
dan digunakan untuk komunikasi manusia.
Kata kunci dari bahasa adalah simbol, yang berasal dari bahasa Yunani Symbolon
yang artinya : tanda pengenal, lencana, atau semboyan. Dan di Yunani simbol adalah sebuah
identitas yang salah satu fungsinya untuk mengikat persahabatan, contoh : sebuah batu yang
dibelah, sehingga pemegangnya mempunyai bukti kongkret dari persahabatan mereka karena
identitas tersebut.
Pengertian dari lambang atau simbol mengandung dualisme makna, karena mengandung
dua unsur, yaitu: Bentuk (form/shighat) yang berwujud pada ucapan (aktustis) dan arti
(meaning/mana) yang ditujukan pada benda (realitas, peristiwa, fenomena dan perkara).
Maksud dari arbitary simbol adalah lambang yang tidak mempunyai hubungan mutlak
atau perhubungan sewajarnya dengan realitas. Contohnya kata bunga mempunyai perimbangan
dalam berbagai bahasa, yaitu: flower (Inggris), kembang (Jawa), puspa (Sansekerta), hana
(Jepang), dei blume (Jerman), la fleur (Perancis), dan az-Zahrah (Arab). Adapun maksud dari
penjelasan macam-macam perimbangan bahasa tersebut adalah bahwasanya suatu bahasa akan
bermaksud dengan arti bunga misalnya, maka ia trgantung pada siapakan pemakai dari bahasa
tersebut. Sehingga bahasa dapat dirasakan sebagai suatu kebiasaan yang sudah disepakati oleh
pengguna bahasa tersebut.

Dan pengertian dri bahasa sebagai bunyi atau vokal adalah sebagai cara untuk
membedakan antara bahasa dengan lambang-lambang lainnya, seperti: lambang yang dinyatakan
dengan gerakan badan, yang dinyatakan dengan bendera atau yang dinyatakan dengan kedip
sinar lampu.[11]
Menurut Henry Guntur Taringan, terdapat hubungan antara simbol dan sesuatu yang
dilambangkan manusia dalam bahasanya, dimana hal tersebut tidak terjadi hanya dengan
sendirinya atau berifat alamiyah seperti hubungan antara awan hitam dan turunya hujan atau
tingginya panas badan dengan kemungkinan terjadinya infeksi. Namun simbol atau lambang dari
bahasa memperoleh fungsi khususnya dari kesepakatan suatu kelompok sosial dan tidak dapat
menimbulkan efek bagi yang tidak termasuk kedalam kelompok sosial tersebut.[12]
Menurut Aminuddin, dalam dunia filsafat, makna dari suatu bahasa mendapatkan
perhatian khusus dari para tokoh filsafat bahasa. Dan jika dikaitkan dengan aspek bahasa atau
semantika, terdapat delapan belas ciri-ciri bahasa manusia yang membedakannya dari bahasa
1.
2.
3.
4.
5.

binatang, yaitu :
Bahasa yang digunakan bersifat tetap dan memiliki kriteria tertentu.
Organisme yang digunakan memiliki hubungan timbal balik.
Menggunakan kriteria pragmatik, berkaitan dengan bunyi segmental.
Mengandung kriteria semantis atau fungsi aspek bahasa tertentu.
Memiliki kriteria sintaksis, kata-kata penyusun kalimat harus disusun sesuai dengan pola kalimat

yang telah disepakati.


6. Melibatkan unsur bunyi atau audiovisual.
7. Memiliki kriteria kombinasi dan bersifat produktif.
8. Bersifat arbiter dan dipilih secara acak sesuai keinginan penutur.
9. Memiliki ciri Prevarikasi.[13]
10. Terbatas dan relatif tetap.
11. Mengandung kontinuitas dan mengandung diskontinuitas.
12. Bersifat hierarkis atau pemakain keeradaannya memiliki tataran yang berada dalam tata tingkat
teretntu.
13. Bersifat sistematis.
14. Saling melengkapi dan mengisi.
15. Informasi kebahasaan dapat disegmentasikan, dihubungkan, disatukan dan diabadikan.
16. Transmisi budaya.
17. Bahasa dapat dipelajari.
18. Bahasa dalam pemakaiannya bersifat bidimensional atau kebenaran artinya ditentukan oleh
kehadiran dan hubungan antar lambang kebahasaan, penutur dan konteks sosial dan situasional
yang melatar belakangi pengucapan bahsa tersebut.
Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi, berasal dari bahasa ingris
communication dan bersumber dari bahasa communis yang berarti sama. Dalam percakapan,
komunikasi akan berlangsung hanya ketika terdapat kesamaan makna atau bahasa yang
digunakan.[14]
Fungsi bahasa menurut Roman Jakobson adalah :
1. Emotive Speech : bahasa mempengaruhi psikologis (sikap dan emosi).
2. Phatic speech : berfungsi untuk memelihara hubungan sosial.

3.
4.
5.
6.

1.
2.

Cognitive speech : berfungsi informatif.


Rhetorical speech : dapat mempengaruhi pikiran dan tingkah laku.
Metalingual speech : berfungsi sebagai kode komunikasi.
Poetic speech : berfungsi sebagai pengistimewa nilai estetika.
Fungsi bahasa menurut menurut Finocchiaro :
Personal : menyatakan emosi, kebutuhan, pikiran, perasaan dan sikap.
Interpersonal : Mempererat hubungan sosial.
Directive : Mengendalikan orang lain melalui ucapan yang persuasif.
Referential : Membicarakan obyek atau peristiwa disekeliling kita.
Metainguistic : berfungsi sebagai kode komunikasi.
Omaginative : berfungsi sebagai pengistimewa nilai estetika.
Fungsi bahasa menurut Karl Raimun Popper :
Ekspresif : ungkapan pribadi seseorang.
Signal : reaksi sebagai jawaban atas suatu tanda.
Deskriptif : penentu pernyataan yang benar atau salah.
Argumentatif : untuk mempertahankan gagasan yang valid dan logis.
Fungsi bahasa menurut P. W. J. Nababan :
Kebudayaan : Sarana perkembangan, penerus dan inventaris budaya.
Kemasyarakatan : Bahasa nasional sebagai lambang identitas, kebanggan dan alat penghubung

3.

antar daerah. Bahasa yang digunakan kelompok tertentu seperti suku bangsa.
Perorangan : fungsi instrumental, menyuruh, interaksi, kepribadian, pemecahan masalahdan

1.
2.
3.
4.
5.
7.
1.
2.
3.
4.

khayalan.
4. Pendidikan : fungsi integratif, instrumental, kultural dan penalaran.[15]
D. Relasi bahasa dan Filsafat
Bahasa adalah alat untuk mengkomunikasikan suatu gagasan kepada orang lain,
contohnya

adalah

seorang filosof yang

senantiasa bergantung

pada

bahasa

untuk

mengungkapkan fikiran dan hasil perenungannya. Menurut Louis O. Katsooff, sistem filsafat
terkadang dipandang sebagai suatu bahasa dan perenungan kefilsafatan dapat dipandang sebagai
upaya penyususn bahasa. Bahasa dan filsafat senantiasa berieingan, karena bahasa adalah simbol
dan filsafat adalah alat untuk mencari jawaban atau makna seluruh simbol yang ada di alam
semesta ini. Sehingga antara keduanya terdapat relasi yang menganut hukum kausitas (sebab
akibat), sehingga seorang filosof akan senantiasa menjadikan bahasa sebagai sahabat akrabnya
yang tidak akan terpisahkan oleh siapapun dan dalam kondisi bagaimanapun.[16]
Hal yang mendasari analisi filosof terhadap bahasa adalah karena bahasa adalah obyek
yang menarik untuk dianalisa, serta bahasa mempunyai beberapa kelemahan terkait peran dan
fungsi bahasa yang sangat luas dan kompleks. Beberapa kelemahan bahasa adalah :
1. Bahasa sebagai sistem simbol tidak dapat mengungkapkan seluruh realitas yang ada di dunia.
2. Pengguna bahasa seringkali memiliki kecenderungan emosional dan tidak terarah. Seperti
3.

menyebut seseorang dengan sampah masyarakat.


Ungkapan bahasa sering dimanipulasi untuk kepentingan kampanye dsb. Istilahnya adalah

Eufimisme atau ungkapan yang diperhalus, seperti : kupu-kupu malam berarti wanita pelacur.
4. Bahasa bermakna ambigu atau bermakna ganda.
5. Konteks bahasa dengan arti yang beragam dapat memicu kesalahan penggunaan bahasa.

6. Bahasa terkadang tidak memberikan respon seperti yang diharapkan penutur. Contok : seorang
cowok yang menyapa gadis idamannya dengan sebuah ucapan yang dianggap sebagai ungkapan
7.

cinta, namun sang gadis meresponnya sebagai ungkapan yang biasa saja.
Terdapat kata yang masuk kedala kategori Syntegrematic atau kata-kata yang tidak dapat

dikatakan timbul oleh ide tertentu, contoh : jika.


8. Banyak kata yang tidak mengacu pada obyek yang kongkret dan empirik, seperti : Syurga dan
neraka.
Hubungan fungsional antara bahasa dan filsafat adalah :
1. Filsafat adalah metode yang digunakan para filosof dalam memecahkan permasalahan bahasa.
Seperti dalam menjawab apa itu hakekat bahasa ?
2. Pandangan ahli filsafat akan mewarnai pandangan para ahli bahasa dalam mengembangankan
3.

teorinya.
Filsafat berfungsi sebagai pengarah ahli bahasa dalam merelevansikan bahasa dengan realitas

kehidupan umat manusia.


4. Filsafat bahasa berfungsi sebagai pengembang ilmu bahasa atau linguistik dan ilmu sastra.

III.

KESIMPULAN
Filsafat bahasa adalah : Salah satu cabang ilmu filsafat dengan metode tertentu yang
menyelidiki bahasa secara radikal atau mendalam, logis dan serius.
Bahasa sebagai obyek analisis filsafat dianalisis menggunakan metode : Metode historis
atau metode sejarah, metode sistematis, metode kritis, metode analisis abstrak dan metode
intuitif.
Bahasa adalah sistem lambang arbiter (bersifat sewenang-wenang) yang dipergunakan
masyarakat sebagai alat untuk bekerjasama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri. Dengan
fungsi utama sebagai alat komunikasi.
Bahasa adalah simbol dan filsafat adalah alat untuk mencari jawaban atau makna seluruh
simbol yang ada di alam semesta ini, sehingga seorang filosof akan senantiasa menjadikan
bahasa sebagai sahabat akrabnya yang tidak akan terpisahkan oleh siapapun dan dalam kondisi
bagaimanapun.

IV.

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, Chaedar. 2008. Filsafat Bahasa dan Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai
Pustaka.
Effendy, Onong Uchjan. 2000. Komunikasi, Teori dan Praktek. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Hidayat, Asep Ahmad. 2006. Filsafat Bahasa Mengungkap Hakikat Bahasa, Makna dan Tanda.
Bandung : PT Remaja Rosda Karya.
Izzan, Ahmad. 2009. Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab. Bandung : Humaniora.
Kaelani. 1998. Filsafat Bahasa Masalah dan Perkembangannya. Paradigma : Yogyakarta.
Kridalaksana , Harimurti. 1982. Kamus Linguistik. Jakarta : Gramedia.
Lasiyo dan Yuwono. 1990. Filsafat Umum. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Mutahari, Murthada. 1986. Gerakan Islam Abad XX. Jakarta : Beunebi Cipta.
Nababan, P. W. J. 1991. Sosiolinguistik suatu Pengantar. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Poedjosoedarmo, Soepomo. 2003. Filsafat Bahasa. Surakarta : Muhamadiyah University Press.
Soemargono, Soejono. 1986. Pengantar Filafat. Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya.
Soemarsono. 2004. Buku Ajar Filsafat Bahasa. Jakarta : PT Grasido.
Tafsir, Ahmad. 1990. Filsafat Umum. Bandung : PT Remaja Rosda karya.
Taringan, Henry Guntur. 1984. Psikolinguistik. Bandung : Angkasa
Verhaar. 1988. Filsafat yang Mengelak. Dalam Mustansyir, Rizal. 1988. Filsafat Bahasa. Jakarta :
Prima Karya.

[1]Asep Ahmad Hidayat, Filsafat Bahasa, (Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 2006), 5.
[2] Menurut catatan para sejarawan, orang yang pertama kali menggunakan istilah filsafat adalah
Phytagoras dari Yunani yang lahir antara 582-496 SM. Pada waktu itu arti filsafat belum begitu jelas, kemudian
diperjelas sehingga bermana seperti yang sekarang kita gunakan oleh kaum Sophist (ahli debat) dan juga Socrates
(470-399 SM) yang merupakan guru dari Plato (427-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM).
[3]Murthada Mutahari, Gerakan Islam Abad XX, (Jakarta : Beunebi Cipta, 1986, cet. Ke-I), 110 111.
[4] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, (Bandung : PT Remaja Rosda karya, 1990, cet. ke-I), 8.
[5] Lasiyo dan Yuwono, Filsafat Umum,(Bandung : Remaja Rosdakarya, 1990, cet. ke-I),8.
[6] Verhaar, Filsafat yang Mengelak, 8. Dalam Rizal Mustansyir, Filsafat Bahasa, (Jakarta : Prima Karya,
1988, cet ke-I), 46.
[7] Soemarsono, Buku Ajar Filsafat Bahasa, (Jakarta : PT Grasido, 2004), 23-49.
[8] Asep Ahmad Hidayat, Filsafat Bahasa, (Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 2006), 5-20.
[9] Harimurti Kridalaksana , Kamus Linguistik, (Jakarta : Gramedia, 1982 , cet. ke-I), 17.
[10] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka,
1988, cet ke-I), 66-67.
[11] Ahmad Izza, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, (Bandung: Humaniora, 2009, cet. ke-3), 2-4.
[12] Henry Guntur Taringan, Psikolinguistik, (Bandung : Angkasa, 1984, cet. ke-I), 19.

[13] Bahasa sebagai realitas terpisah dengan dunia luar yang diwakilinya, setelah muncul dan digunakan
penuturnya, dan isinya bisa benar atau salah, sehingga dapat menimbulkan kesempatan untuk melakukan penipuan
menggunakan bahasa yang ia gunakan.
[14] Onong Uchjan Effendy, Komunikasi, Teori dan Praktek, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2000,
cet. ke-13), 9.
[15] P. W. J. Nababan, Sosiolinguistik suatu Pengantar, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1991, cet ke-I),
38.
[16] Soejono Soemargono, Pengantar Filafat, (Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya. 1986, cet ke-I), 39.

Anda mungkin juga menyukai