Upaya Pencegahan Korosi Pada Geothermal Plant
Upaya Pencegahan Korosi Pada Geothermal Plant
Oleh:
Aditya Muhtadi
(33979)
Rendra Wahyudityo
(33949)
Usludin Ghoni
(34222)
Arief Jafar
(34272)
ramah lingkungan. Emisi karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan pembangkit listrik batubara
mencapai 980 kg/MWh. Adapun untuk PLTP, emisi karbonnya hanya sekitar 175 kg/MWh.
Manusia tidak mungkin terus menerus menggunakan minyak bumi, gas alam ataupun
batubara sebagai sumber energi. Di samping pemakaiannya terbatas minyak bumi, gas alam
dan batubara juga menyumbangkan emisi gas buang yang tinggi, yang semakin lama akan
semakin mengancam keseimbangan alam.
Energi panas bumi mulai dikembangkan sebagai pembangkit tenaga listrik sejak tahun
1904 di Italia. Sedangkan pemanfaatan energi panas bumi secara langsung (direct use) telah
dijalankan di Islandia tahun 1930. Sejak saat itu energi panas bumi pun mulai mengundang
ketertarikan sejumlah negara untuk mengembangkannya.
II. DIMANAKAH SUMBER GEOTHERMAL?
Sumber energi panas bumi yang potensial dan bernilai ekonomis hanya berada di
lokasi tertentu dengan kondisi geologi yang khas. Pengamatan yang mudah adalah dengan
mencari keberadaan manifestasi panas bumi. Jika di suatu lokasi ditemukan fumarole dan
mata air panas, maka sudah pasti dibawahnya ada sumber panas bumi yang membuat
temperatur air tanah meningkat dan membuatnya keluar ke permukaan tanah sebagai mata air
panas. Dari sudut pandang geologi, sumber energi panas bumi berasal dari magma yang
berada di dalam bumi. Ia berperan seperti kompor yang menyala. Magma tersebut
menghantarkan panas secara konduktif pada batuan disekitarnya. Panas tersebut juga
mengakibatkan aliran konveksi fluida hydrothermal di dalam pori-pori batuan. Kemudian
fluida hydrothermal ini akan bergerak ke atas namun tidak sampai ke permukaan karena
tertahan oleh lapisan batuan yang bersifat impermeabel. Lokasi tempat terakumulasinya
fluida hydrothermal disebut reservoir, atau lebih tepatnya reservoir panas bumi. Dengan
adanya lapisan impermeabel tersebut, maka hydrothermal yang terdapat pada reservoir panas
bumi terpisah dengan groundwater yang berada lebih dangkal. Berdasarkan itu semua maka
secara umum sistem panas bumi terdiri atas tiga elemen: (1) batuan reservoir, (2) fluida
reservoir, yang berperan menghantarkan panas ke permukaan tanah, (3) batuan panas (heat
rock) atau magma sebagai sumber panas (Goff and Cathy, 2000).
Kondisi geologi sumber-sumber energi panas bumi yang telah ditemukan di dunia saat
ini amat beragam. Namun menurut Marini (2001), secara garis besar bisa dikelompokan
kedalam dua model geologi daerah panas bumi, yaitu:
untuk pembangkit listrik, sebagian besar terdapat pada sistem magmatik volkanik aktif.
Sementara, pemanfaatan energi panas bumi untuk pemanfaatan-langsung (direct use) bisa
diperoleh dari kedua sistem tersebut.
Gambar 1. Peta sebaran daerah volkanik aktif di Indonesia dan zona tumbukan lempeng
benua Eurasia dan Indo-Australia (Hochstein and Sudarman, 2008)
Sistem magmatik volkanik aktif yang bertemperatur tinggi umumnya terdapat di
sekitar pertemuan antara lempeng samudra dan lempeng benua. Posisi Indonesia tepat berada
di batas antara lempeng Eurasia dan Indo-Australia. Oleh karena itu, menurut catatan
Volcanical Survey of Indonesia (VSI) yang dirilis tahun 1998, di Indonesia terdapat 245
daerah prospek panas bumi.
Adapun syarat-syarat menjadi sumber energi panas bumi adalah berikut :
a. Adanya batuan panas bumi berupa magma.
b. Adanya persediaan air tanah secukupnya yang sirkulasinya dekat dengan sumber
magma, agar dapat terbentuk uap air panas.
c. Adanya batuan berpori (poreous) yang menyimpan sumber uap dan air panas
(reservoir rock).
d. Adanya batuan keras yang menahan hilangnya uap dan air panas (cap-rock).
e. Adanya gejala-gejala tektonik, dimana dapat terbentuk rekahan-rekahan dikulit bumi,
yang memberikan jalan kepada uap dan air panas bergerak ke permukaan bumi.
Gambar 2. Skematik Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) tipe Water Dominated
Reservoir
Secara umum tahapan yang terjadi pada proses pengolahan energi geothermal mencakup halhal berikut:
a. Panas dari magma menembus lapisan batuan bawah tanah dan memanaskan air tanah.
Air tanah tersebut kemudian menjadi uap panas bertekanan tinggi. Uap dilepaskan
melalui sumur pengeboran ke reservoir. Cairan masih berbentuk dua fasa.
b. Cairan dua fasa ini dipisahkan menjadi uap air dan air panas (brine) melalui alat
pemisah (cyclone separator) pada tekanan yang terkontrol.
c. Air panas yang telah terpisah kemudian disuntikan kembali ke dalam bumi dan uap
panasnya dikirim kea lat pemisah kedua (cyclone scrubber) yang berfungsi untuk
memisahkan dan juga memisahkan kondensat yang terjadi akibat tekanan dalam pipa.
d. Uap panas dibawa ke power plant untuk kemudian digunakan sebagai tenaga turbin
pembangkit listrik. Dimana 70%-nya berasal dari proses evaporasi.
e. Setelah memutar turbin, uap yang berasal dari panas bumi akan terkondensasi di
kondenser akibat bercampur secara langsung dengan air pendingin yang berasal dari
menara pendingin.
f. Sisa kondensat yang hamper 30% ini kemudian dikirim ke injection condensate
system. Air yang tidak terevaporasi lalu diinjeksikan kembali ke dalam bumi.
g. Kemudian siklus energi ini akan kembali berulang.
IV. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB ADANYA KOROSI
Brine di geothermal mengandung konsentrasi garam yang terlarut tinggi terutama ion
klorida dan ion sulfat, yang merupakan ion agresif. Jumlah ion-ion tersebut relatif
dibandingkan terhadap karbonat dan bikarbonat. Secara umum komposisi kimia brine
mengandung unsur-unsur sebagai berikut: Natrium (Na), Kalium (K), Magnesium (Mg),
Kalsium (Ca), Klor (Cl), Sulfat (SO2), Silikat (SiO2), dan asam Bikarbonat (HCO3).
Berdasarkan unsur kimia tertentu, air dapat menimbulkan terjadinya scaling, korosi
atau keduanya. Faktor komposisi kimia brine yang mempengaruhi sifat korosi, antara lain
adalah salinitas dan konsentrasi oksigen yang terlarut (DO). Salinitas mempengaruhi
konduktivitas listrik dari brine.
Berbagai jenis agen korosif dan proses yang terjadi pada brine geothermal:
Fe + H2S FeS + H2
Pembentukan deposit FeS yang hitam, menandakan adanya serangan fluida.
b. Oksigen (O2)/Karbon dioksida (CO2)
Korosi pada logam aktif seperti besi dan baja tergantung dari konsentrasi oksigen
yang terlarut (dissolved oxygenDO), menghasilkan permukaan yang terkorosi:
3Fe + H2O + 1,5 O2 Fe2O3.3H2O
c. Ammonia (NH3)
Gas NH3 dihasilkan dari dekomposisi kimia senyawa yang mengandung nitrogen
seperti kerogen. Ammonia dan garam ammonium mengkorosi paduan tembaga,
kuningan, dan perunggu pada pipa sumur.
V. PENCEGAHAN
KOROSI
MATERIAL
PADA
GEOTHERMAL
PLANT
Sedangkan pada umumnya pada plant panas bumi, pada fase liquid terdapat beberapa
senyawa lain bukan air, misalnya silika dan belerang. Persamaan kestimbangan masa untuk
proses ini hanya bisa diselesaikan dengan proses iterasi
Kualitas uap di berbagai sumber panas bumi di dunia biasnya berbeda-beda, begitu
pula yang terjadi pada senyawa pengotor yang terlarutnya. Dibawah ini merupakan deskripsi
treatment pemisahan dan pemurnian uap dari senyawa pengotor, yakni silika pada PLTP
California, dimana pada PLTP ini silika yang dihasilkan sebagai residu juga dimanfaatkan
sebagai produk pertambangan
Sedangkan pada contoh geothermal plant lainnya dimana kandungan uap basahnya
mengandung belerang, seperti yang terjadi pada PLTP Nesjavellir, Eslandia, treatment
pemisahan sulfur yang dilakukan adalah dengan memanfaatkan metode hybrid Fe-CL. Pada
metode Fe-Cl ini terdapat dua proses kimia yang terlibat yakni absorpsi dan elektrolisis.
Secara konsep, proses rekasi proses adalah sbb:
40 0
0
C - 70 C.
Setelah melewati fase tersebut, sulfur akan terabsorsi secara kimiawi setelah masuk ke
tabung absorsi yang terbuat dari campuran
FeCl2
FeCl3
C - 75
H2 S
H2 S
H2 S
dibagian katodanya.
Beberapa cara lain untuk memaksimalkan upaya pencegahan korosi pada geothermal
plant yang mengandung zat pengotor berupa silika atau belerang adalah dengan memilih dan
menggunakan jenis pipa anti korosi, yang biasanya berbahan polypropylene atau
polyethylene. Peralatan khusus yang harus sangat dipertimbangkan dalam desain materialnya
adalah sudu turbin uap. Selain hal yang harus diperhatikan lainya adalah pengontrolan
berkala pada peralatan yang berisiko terjadi korosi.
REFERENSI:
Mathiasdottir, K. 2006. Removal of Hydrogen Sulfide from Non-Condensable
Geothermal Gas at Nesjavellir Power Plant. Department of Chemical Engineering, Lund
Instituted of Technology, Sweden.
Bourcier, B. 2005. Mining Geothermal Resources . Lawrence Livermore National
Laboratory, USA.
Safitri, W. 2008. Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.
http://en.wikipedia.org/wiki/Flash_evaporation
Timotius, Chris. 2010. Potensi Energi Panas Bumi di Indonesia. Pendidikan Teknik
Elektro UPI.
Suparno, Supriyanto. 2009. Energi Panas Bumi : A Present from the Heart of the
Earth. Departemen Fisika-FMIPA Universitas Indonesia.