JUDUL PENELITIAN
Pengaruh Energi Termal dan Mekanik terhadap Interaksi antar Bahan Aktif Farmasi
(BAF) dan BAF-eksipien.
2.
PENDAHULUAN
2.1
Berbagai unit proses dalam pengembangan sediaan farmasi yang melibatkan energi
termal atau mekanik seperti penggerusan (milling), granulasi basah, pengeringan,
dan tabletasi dapat menyebabkan terjadinya berbagai transformasi yang
berimplikasi pada perubahan sifat fisikokimia dan bioavailabilitas bahan aktif
farmasi (Wang et al., 2011). Fenomena yang paling umum terjadi adalah
transformasi polimorfik, penyerapan air (hidratasi), dan pelepasan air (dehidratasi)
dari suatu hidrat. Hidratasi atau dehidratasi bahan aktif farmasi dapat
mempengaruhi kualitas produk obat. Bioavailabilitas obat dapat dipengaruhi
dengan adanya perbedaan kelarutan dan kecepatan disolusi antara bentuk hidrat dan
anhidrat (Tian et al., 2010). Kualitas produk akhir tidak memenuhi syarat mutu, efek
samping yang merugikan pada obat kombinasi, hingga hilangnya kepercayaan
dokter dan masyarakat terhadap obat generik, semuanya disebabkan karena
ketidakpahaman ini. Protokol uji bahan baku farmasi hampir semuanya berbasis
metode kimia, yang tentu saja tidak bisa mendeteksi perubahan ini. Sifat fisik dan
perubahan BAF selama proses produksi berkontribusi besar pada safety
(keamanan), quality (mutu), dan efficacy (khasiat), tiga persyaratan yang harus
dipenuhi oleh sediaan farmasi. Kualitas produk akhir yang tidak memenuhi syarat
mutu, efek samping yang merugikan pada obat kombinasi, hingga hilangnya
kepercayaan dokter dan masyarakat terhadap obat generik, semuanya disebabkan
karena perubahan sifat bahan baku. Oleh karena itu, karakterisasi fase padat, sifat
fisikokimia, serta pengaruh energi termal dan mekanik terhadap bahan aktif farmasi,
serta interaksi antar BAF dan BAF-eksipien merupakan tahap yang sangat penting
dalam pengembangan sediaan.
2.2
Tujuan Penelitian
3.
TINJAUAN PUSTAKA
3.1
Polimorfisme
Berdasarkan struktur internalnya, suatu bahan atau zat dapat dibedakan menjadi
kristalin dan amorf. Kristalin memiliki susunan unit sel yang menunjukkan
keteraturan sedangkan amorf memiliki susunan yang tidak teratur. Polimorfisme
merupakan kecenderungan suatu zat untuk berada pada beberapa struktur kristalin
yang memiliki unit sel yang berbeda tetapi memiliki komposisi unsur yang sama.
Unit sel merupakan bentuk tiga dimensi terkecil yang menyusun suatu kristal.
Konsekuensi polimorfisme dari suatu bahan aktif farmasi adalah adanya perbedaan
sifat atau karakteristik fisik seperti titik leleh, kapasitas panas, konduktivitas,
densitas, viskositas, kristalinitas, indeks bias, kelarutan, kecepatan disolusi,
stabilitas, dan higroskopisitas (Giron, 1995). Adanya polimorfisme juga
mempengaruhi karakteristik spektroskopi seperti transisi elektronik, transisi
vibrasional, dan transisi spin inti (Brittain, 2009).
Berbagai proses pembuatan produk obat yang melibatkan proses mekanik seperti
milling dan kompresi serta pengaruh lingkungan seperti suhu dan kelembapan dapat
menyebabkan terjadinya berbagai transformasi yang berimplikasi pada perubahan
sifat fisik dari bahan aktif farmasi. Salah satu fenomena yang paling umum adalah
penyerapan air (hidratasi) dan pelepasan air (dehidratasi) dari suatu hidrat (Giron,
1995).
3.2
Karakterisasi
Gambar 1.2
Untuk dapat mengukur sifat optis suatu kristal, sampel perlu diamati pada berbagai
sudut relatif terhadap arah vibrasi dari sinar yang terpolarisasi. Oleh karena itu,
mikroskop polarisasi dilengkapi dengan memutar meja berputar (rotating stage).
Pergeseran Raman terjadi berdasarkan deformasi molekular dalam medan listrik (E)
yang bergantung pada polarisabilitas molekul (). Sumber sinar monokromatik atau
sinar laser merupakan gelombang elektromagnetik dengan vektor listrik (E).
Interaksi sinar laser dengan sampel akan menginduksi momen dipol (P) yang akan
mendeformasi molekul. Deformasi ini terjadi periodik sehingga molekul akan
bervibrasi dengan frekuensi yang khas (vm). Dengan kata lain, sinar laser
monokromatik dengan frekuensi tertentu (v0) akan mengubah molekul menjadi
suatu dipol yang berosilasi.
Gambar 1.3 Stokes dan Anti-Stokes scattering (Ozaki and ai, 2008)
DSC merupakan metode analisis yang melibatkan pengukuran aliran panas (heat
flow) yaitu aliran energi termal yang diterima oleh sampel (endotermik) atau
dilepaskan oleh sampel (eksotermik) sebagai fungsi dari waktu atau temperatur
sistem. Instrumen DSC dengan desain double furnace memiliki dua pinggan yang
identik masing-masing untuk sampel dan pembanding (reference). Kedua pinggan
dipanaskan dengan laju pemanasan tertentu. Untuk menjaga laju pemanasan atau
temperatur kedua sistem sama, pada saat terjadi proses endotermik seperti pelelehan
dan dehidratasi, dibutuhkan aliran energi termal yang lebih tinggi pada sampel
dibandingkan dengan pembanding. Sedangkan pada proses eksotermik seperti
rekristalisasi, dibutuhkan aliran energi termal yang lebih rendah. Perbedaan antara
aliran energi termal pada sampel dengan pembanding inilah yang diplot sebagai
fungsi temperatur atau waktu menjadi termogram DSC (Saunders and Gabbott,
2011).
Berbeda dengan DSC, TGA mengukur perubahan bobot sampel selama pemanasan
sebagai fungsi dari waktu atau temperatur. TGA merupakan metode termal yang
banyak digunakan untuk menganalisis suatu solvat atau hidrat (Saunders and
Gabbott, 2011).
Sinar-X yang ditembakkan menuju suatu permukaan kristal dengan sudut tertentu
sebagian akan dihamburkan oleh lapisan atom dipermukaan. Sinar yang tidak
dihamburkan berpenetrasi ke lapisan atom kedua dan sebagian akan dihamburkan
serta sebagian menembus lapisan atom ketiga dan seterusnya. Fenomena difraksi
ini terjadi jika memenuhi Hukum Braggs, yaitu:
= 2
dengan n adalah bilangan bulat, adalah panjang gelombang sinar datang, dhkl
adalah jarak antara bidang atau lapisan atom, dan hkl adalah sudut yang dibentuk
antara sinar dengan bidang atau lapisan atom (Gambar 1.4).
akan diterima oleh detektor dan dikonversikan menjadi gambar setelah memindai
keseluruhan sampel. SEM memungkinkan perbesaran hingga 250.000x yang
dilakukan dengan mengubah luas daerah yang dipindai (Nichols et al., 2011).
Jika suatu solvat atau hidrat dianalisis dengan SEM, dapat terjadi desolvatasi atau
dehidratasi karena kondisi vakum dari kompartemen sampel. Desolvatasi atau
dehidratasi terjadi jika pelarut terikat secara lemah dalam kisi kristal (Nichols et al.,
2011).
4.
METODOLOGI
Pertama dilakukan karakterisasi bahan aktif dan eksipien dengan mikroskop
polarisasi, DSC-TGA, spektroskopi Raman, PXRD, dan SEM. Profil termal
diperoleh dari mikroskop polarisasi hot stage dan DSC-TGA. Spektrum Raman,
PXRD, dan SEM memberikan informasi struktural serta morfologi bahan.
Campuran fisik dari BAF-BAF dan BAF-eksripien dibuat dengan rasio molar
tertentu, kemudian dikarakterisasi dengan mikroskop polarisasi, DSC-TGA,
spektroskopi Raman, PXRD, dan SEM. Selanjutnya, campuran fisik tersebut diberi
perlakukan termal dan mekanik. Perlakuan termal dilakukan dengan pemanasan
dengan oven dengan DSC yang dihubungkan dengan PXRD dan spektroskopi
Raman. Perlakuan mekanik dilakukan dengan milling campuran fisik. Sampel hasil
perlakuan dikarakterisasi dengan mikroskop polarisasi, DSC-TGA, spektroskopi
Raman, PXRD, dan SEM. Stabilitas fisik dan kimia dari campuran fisik dan
campuran fisik yang telah diberi perlakuan diamati dan dikarakterisasi selama
waktu tertentu. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan menggunakan
software OriginLab serta software lain yang terkait.
5.
TIMELINE PELAKSANAAN
Tahun keKegiatan
1
Persiapan dan pengumpulan bahan baku
Karakterisasi BAF dan eksipien
6.
DAFTAR PUSTAKA
Amado, Ana M., M. M. Nolasco, P. J. A. Ribeiro-Claro, 2007, Probing
Pseudopolymorphic Transitions in Pharmaceutical Solids using Raman
Spectroscopy: Hydration and Dehydration of Theophylline, J. Pharm. Sci.,
96(5), 13661379.
Brittain, H. G., 2009, Theory and Principles of Polymorphic Systems, in:
Polymorphism in Pharmaceutical Solids, H. G. Brittain (Ed.), Informa Healthcare
USA Inc., New York, 1-21.
Gilmore, C. J., 2011, X-Ray Diffraction, in: Solid State Characterization of
Pharmaceuticals, R. A. Storey., I. Ymn, John Wiley & Sons Ltd., United
Kingdom, 35-69.
Giron, D., 1995, Thermal Analysis and Calorimetric Methods in the
Characterisation of Polymorphs and Solvates, Thermochimica Acta, 248, 1-59.
Nichols, G., S. Luk, C. Roberts, 2011, Microscopy, in: Solid State
Characterization of Pharmaceuticals, R. A. Storey., I. Ymn, John Wiley & Sons
Ltd., United Kingdom, 287-346.
Ozaki, Yukihiro, S. ai, 2008, Introduction to Raman Spectroscopy, in:
Pharmaceutical Application of Raman Spectroscopy, S. ai (Ed.), John Wiley
& Sons Inc., New Jersey, 1-28.
Saunders, Mark, P. Gabbott, 2011, Thermal Analysis Conventional
Techniques, in: Solid State Characterization of Pharmaceuticals, R. A. Storey.,
I. Ymn, John Wiley & Sons Ltd., United Kingdom, 135-184.
Tian, Fang, H. Qu, A. Zimmermann, T. Munk, A. C. Jrgensen, and J. Rantanen,
2010, Factors affecting crystallization of hydrates, Journal of Pharmacy and
Pharmacology, 62, 1534-1546.
Wang, Shun-Li, Yu-Chiau Wong, Wen-Ting Cheng, and Shan-Yang Lin, 2011, A
Continuous Process for Solid-state Dehydration, Amorphization and
Recrystallization of Metoclopramide HCL Monohydrate Studied by Simultaneous
DSC-FTIR Microspectroscopy, J. Therm. Anal. Calorim., 104, 261264.
Zhang, G. G. Z., D. Law, E. A. Schmitt, and Y. Qiu, 2004, Phase Transformation
Considerations During Process Development and Manufacture of Solid Oral
Dosage Forms, Adv. Drug. Deliver. Rev., 56, 371-390.