Anda di halaman 1dari 21

BUKU SAKU BEDAH

1. ALGORITMA PENANGANAN TETANUS........................1


2. ALGORITMA PENANGANAN LUKA BAKAR................6
3. ALGORITMA PENANGANAN GIGITAN ULAR.............7

TETANUS
Lalu Aditya Haris Pratama

1. Definisi
Tetanus adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh Clostridium Tetani, ditandai
dengan gangguan neuromuskuler berupa trismus, spastisitas dan kejang otot. 1
2. Etiologi
Infeksi disebabkan oleh Clostridium Tetani yang bersifat anerob. Kuman ini masuk ke dalam
tubuh melalui porte dentree (luka, melalui umbilikus yang dipotong tanpa memperhatikan
kaidah asepsis antisepsis, otitis media dan gigi berlubang).
Spora Clostridium Tetani terdapat di tanah atau debu, dan tidak jarang pada feses manusia,
kuda, anjing dan kucing.1
3. Patogenesis
Clostridium Tetani masuk ke dalam tubuh melalui luka bentuk spora menjadi bentuk
vegetatif mengeluarkan eksotoksin berupa tetanolisin (bersifat menghancurkan sel darah
merah dan menambah optimal kondisi lokal untuk perkembangan bakteri) dan tetanospasmin
(bersifat toksik terhadap sel saraf) toksin diabsorpsi end organ saraf motorik diteruskan
sampai ke ganglion dan SSP gejala klinis tetanus.1
4. Klinis
Secara klinis, tetanus dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu :
a. Tetanus Umum : bentuk paling sering dari tetanus, dengan gejala klinis :
- Trismus (kekakuan m. masseter)
- Opistotonus, yang disebabkan kaku kuduk, kaku leher, dan kaku punggung
- Perut keras seperti papan
- Risus sardonikus, disebabkan kekkakuan otot-otot wajah
- Disfagia
- Kejang hipertonus pada ekstremitas superior dengan fleksi siku
- Ekstensi ekstremitas inferior
- Konstipasi, nyeri kepala, berdebar, berkeringat juga sering dijumpai
- Demam
- Bertambahnya frekuensi nafas
- Sensorium sadar1
b. Tetanus Lokal : ditandai rasa nyeri dan spasme otot di dekat luka, dapat terjadi beberapa
minggu dan menghilang tanpa gejala sisa.1,2
c. Tetanus Sefalik : bentuk yang jarang dari tetanus lokal, terjadi setelah trauma kepala atau
infeksi telinga. Fenomena motorik sesuai dengan serabut saraf kepala yang terkena. 1
d. Tetanus Neonatorum : terjadi pada neonatus dengan penyebab tersering adalah
penggunaan alat-alat yang tidak steril untuk memotong tali pusat pada ibu yang
belum diimunisasi. Masa inkubasi sekitar 3-10 hari.
Gejala klinis :
- Gelisah
- Rewel
- Sulit minum asi
- Mulut mencucu
- Spasme berat2
5. Penatalaksaan Tetanus Umum:1,3
- Perawatan Luka
- Pemberian obat-obatan:
- Terapi Anti tetanus :
Human tetanus immune globulin (TIG) 3.000-6.000 IU i.m dosis tunggal, atau
Anti tetanus serum (ATS) 20.000 IU i.m selama 5 hari berturut-turut
- Antikonvulsan :
Diazepam 0,5-1 mg/kgBB/4 jam, atau
1

Fenobarbital 50-100 mg/4 jam, atau


Klorpromazine 25-75 mg/kgBB/4 jam
Antibiotik :
Penisilin prokain 1,2 juta unit/hari selama 10 hari, atau
Metronidazole 500 mg/6 jam atau 1 gr/12 jam
Terapi Suportif
Monitoring ketat : beratnya kekakuan, frekuensi kejang, suhu tubuh, status pernapasan,
tekanan darah

6. Penatalaksanaan Tetanus Neonatorum2


a. Pemasangan jalur intravena pemberian nutrisi dan jalur pemberian obat
b. Menjaga saluran nafas tetap bebas, bila perlu memberikan tambahan O 2 dengan sungkup
c. Antitetanus :
Human tetanus immune globulin (TIG) 500 IU i.m dosis tunggal, atau
Anti tetanus serum (ATS) 10.000 IU i.m
d. Antibiotik
Metronidazole dengan dosis inisial 15 mg/kgBB dilanjutkan dosis
30
mg/kgBB/hari i.v dengan interval setiap 6 jam selama 7-10 hari, atau
Dosis maksimal 2 gr/hari
Penisilin Prokain dosis 50.000-100.000 U/kgBB/hari selama 7-10 hari, atau
Jika terdapat hipersensitif terhadap penisilin dapat diberikan tetrasiklin 50
mg/kgBB/hari
e. Antikonvulsan
Diazepam dosis awitan 0,1-0,2 mg/kgBB iv, diikuti infus tetesan tetap 15-40
mg/kgBB/hari. Dalam keadaan berat diazepam drip 20 mg/kgBB/hari pada perawatan di
PICU/NICU.
f. Penilaian Gejala Klinis
Bayi mengalami perbaikan klinis bila :
- Tidak dijumpai spasme spontan
- Badan masih kaku
- Kesadaran membaik (tidak koma)
- Tidak dijumpai gangguan pernapasan.
Bila terjadi perbaikan, dosis dipertahankan selama 3-5 hari
Selanjutnya pengurangan dosis dilakukan secara bertahap (berkisar antara 20%
dari dosis setiap dua hari).
Bayi memburuk bila :
- Spasme spontan sampai terjadi spasme laring setelah pemberian obat
- Kesadaran memburuk (koma)
- Terjadi gangguan pernafasan]
Bila kondisi bayi memburuk, dipertimbangkan untuk dirwata di ruang perawatan
intensif (NICU) sehingga otot dapat dilumpuhkan dan mendapat bantuan pernafasan
mekanik.2
.

ALGORITMA PENANGANAN TETANUS

Lampiran 1. Skor Phillips1

TETANUS
Tolok Ukur

Masa Inkubasi

Kurang 48 Jam
2-5 Hari
6-10 Hari
11-14 Hari
>14 Hari

Lokasi Infeksi

Skor Phillips
Internal/Umbilikal
Leher, Kepala, Dinding Tubuh
Ekstremitas Proksimal
Ekstremitas Distal
Tidak Diketahui

Tetanus Sedang (Skor Phillips 9Tetanus Ringan (Skor Phillips <9) Tidak Ada
16)
Mungkin Ada/Ibu Mendapat

Imunisasi

Lebih 10 Tahun Yang Lalu


Kurang 1 Tahun Yang Lalu
Proteksi Lengkap
Rawat Jalan

Faktor Yang Memberatkan

Nilai
5
4
3
2
1
5
4
3
2
1
Tetanus Berat (Skor
10 Phillips >16)
8
4
2
0

Penyakit Atau Trauma Yang Membahayakan


Jiwa (MRS)
Masuk Rumah Sakit
Keadaan Yang Tidak Langsung Membahayakan Jiwa
Keadaan Tidak Berbahaya
Trauma/Penyakit Ringan
A.S.A Derajat

10
8
4
2
0

- Rawat Luka
Lampiran 2. Kriteria Ablett2
Obat-Obatan
Kriteria
Tanda-Pemberian
Klinis
Trismus ringan (lebar antar gigi 2 cm)
Spastisitas generalisata
Ringan
Tidak dijumpai kejang
Tidak ada gangguan respirasi
Tanpa disfagia
Klinis Memburuk (Kriteria Ablett)
Klinis Membaik (Kriteria Ablett)
Trismus sedang (lebar antar gigi < 1 cm)
Spastisitas generalisata makin jelas
Sedang
Gangguan pernafasan sedang dengan frekuensi pernafasan >30 kali/menit
Disfagia ringan
Trismus berat (kedua baris gigi rapat)
Spastisitas generalisata
Terapi Lanjut
Perawatan Intensif di ICU
Dengan otot sangat spastis
Timbul kejang spontan
Berat
Frekuensi pernafasan >40 kali/menit
Serangan apnea (apneic spell karena spasme laring)
Disfagia berat
Takikardia (>120 kali/menit)
Sangat Berat
Derajat berat dengan gangguan otonomik berat
Hipertensi berat (TD 220/120 mmhg) dengan takikardi (>120 kali/menit), terjadi
berselingan dengan
Hipotensi (TD 70/30 mmhg) dengan bradikardi (<60 kali/menit)
Salah satu dari hipertensi berat dengan takikardia atau hipotensi dengan
4

bradikardia dapat menetap

DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat, R. De Jong, W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC
2. Satari. H. I. 2008. Penatalaksanaan Tetanus Pada Anak. Available from
http://buk.depkes.go.id/index.php?
option=com_docman&task=doc_download&gid=275&Itemid=58. (Accessed: April 28, 2013)
3. Fauci, B. 2008. Harrisons Principlesof Internal Medicine : 17th Edition. United States :
McGraw-Hill

LUKA BAKAR
Honesti Trijuniarni

GIGITAN ULAR
Agus Eka Swanjaya

2.1. Definisi
Luka gigitan ular adalah cidera yang disebabkan oleh gigi ular. Hewan mungkin menggigit
untuk mempertahankan dirinya, dan pada kesempatan khusus untuk mencari makanan (4). Luka gigitan
ini dapat menyebabkan(4) :
a. Kerusakan jaringan secara umum,
b. perdarahan serius bila pembuluh darah besar terluka
c. infeksi oleh bakteri atau patogen lainnya, seperti rabies
d. mengandung racun seperti pada gigitan ular
e. awal dari peradangan
2.2. Perbedaan Ular Berbisa dan Tidak Berbisa(5)

Gambar . Bekas
gigitanan ular. (A) Ular
tidak berbisa tanpa bekas taring, (B) Ular berbisa
dengan bekas taring. Sumber : Sentra Informasi Keracunan Nasional dan POM, 2012
Tabel. Perbedaan Fisik Ular Berbisa dan Tidak Berbisa (5)
Tidak berbisa

Berbisa

Bentuk Kepala

Bulat

Elips, segitiga

Gigi Taring

Gigi Kecil

2 gigi taring besar

Bekas Gigitan

Lengkung seperti U

Terdiri dari 2 titik

Warna

Warna-warni

Gelap

Sumber : Dirangkum dari Sentra Informasi Keracunan Nasional dan POM, 2012
2.3. Bisa Ular(5)
Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsa dan
sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut merupakan ludah yang
termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar khusus. Kelenjar yang mengeluarkan bisa merupakan
suatu modifikasi kelenjar ludah parotid yang terletak di setiap bagian bawah sisi kepala di belakang
mata. Bisa ular tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi merupakan campuran kompleks,
terutama protein, yang memiliki aktivitas enzimatik(5).
Komposisi Bisa Ular(2,6) :
Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsa dan sekaligus
juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut merupakan ludah yang termodifikasi, yang
dihasilkan oleh kelenjar khusus. Kelenjar yang mengeluarkan bisa merupakan suatu modifikasi
kelenjar ludah parotid yang terletak di setiap bagian bawah sisi kepala di belakang mata. Bisa ular
tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi merupakan campuran kompleks, terutama
protein, yang memiliki aktivitas enzimatik.
8

a. Enzim prokoagulan (Viperidae) dapat menstimulasi pembekuan darah namun dapat pula
menyebabkan darah tidak dapat berkoagulasi. Bisa dari ular Russel mengandung beberapa
prokoagulan yang berbeda dan mengaktivasi langkah berbeda dari kaskade pembekuan darah.
Akibatnya adalah terbentuknya fibrin di aliran darah. Sebagian besar dapat dipecah secara
langsung oleh sistem fibrinolitik tubuh. Segera, dan terkadang antara 30 menit setelah gigitan,
tingkat faktor pembekuan darah menjadi sangat rendah (koagulopati konsumtif) sehingga
darah tidak dapat membeku.
b. Haemorrhagins (zinc metalloproteinase) dapat merusak endotel yang meliputi pembuluh
darah dan menyebabkan perdarahan sistemik spontan (spontaneous systemic haemorrhage).
c. Racun sitolitik atau nekrotik mencerna hidrolase (enzim proteolitik dan fosfolipase A)
racun polipentida dan faktor lainnya yang meningkatkan permeabilitas membran sel dan
menyebabkan pembengkakan setempat. Racun ini juga dapat menghancurkan membran sel
dan jaringan.
d. Phospholipase A2 haemolitik and myolitik ennzim ini dapat menghancurkan membran sel,
endotel, otot lurik, syaraf serta sel darah merah.
e. Phospolipase A2 Neurotoxin pre-synaptik (Elapidae dan beberapa Viperidae) merupakan
phospholipases A2 yang merusak ujung syaraf, pada awalnya melepaskan transmiter
asetilkolin lalu meningkatkan pelepasannya.
f. Post-synaptic neurotoxins (Elapidae) polipeptida ini bersaing dengan asetilkolin untuk
mendapat reseptor di neuromuscular junction dan menyebabkan paralisis yang mirip seperti
paralisis kuraonium.
2.4. Sifat Bisa Ular(4)
a. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematotoksik)
Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang menyerang dan merusak
(menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan menghancurkan stroma lecethine (dinding sel
darah merah), sehinggga sel darah merah menjadi hancur dan larut (hemolysis) dan keluar menembus
pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya perdarahan pada selaput mukosa (lendir) pada
mulut, hidung, tenggorokan, dan lain-lain.
b. Bisa ular yang bersifat racun terhadap saraf (neurotoksik)
Bisa ular dapat merusak dan melumpuhkan jaringan-jaringan sel saraf sekitar luka gigitan yang
menyebabkan jaringan-jaringan sel saraf tersebut mati dengan tanda-tanda kulit sekitar luka tampak
kebiruan dan hitam (nekrotik). Penyebaran dan peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan saraf
pusat dengan jalan melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernapasan dan jantung.
Penyebaran bisa ular ke seluruh tubuh melalui pembuluh limfe.
2.5. Patofisiologi Gigitan Ular Berbisa(7)
Bisa ular biasanya berupa cairan mengandung proteinefek lokal dari bisa ular dan
kerusakan sistemik dari fungsi sistem organ.
Salah satu efeknya adalah perdarahan lokal, koagulopati biasanya tidak terjadi saat venomasi.
Efek lainnya, berupa edema lokal, bila masuk pembuluh darahmeningkatkan kebocoran kapiler dan
penumpukan cairan interstitial di paru-paruedema parukesulitan bernafas. Kebocoran kapiler
juga menyebabkan hipotensi. Efek blokade neuromuskuler dapat menyebabkan perburukan
pergerakan diafragmaparalisis otot pernafasan.
Efek lainnya berupa kematian sel meningkatkan konsentrasi asam laktatasidosis. Gagal
jantung dapat disebabkan oleh asidosis dan hipotensi.

Gambar. Efek Gigitan Ular Berbisa


Sumber : SMF Bedah RSUD DR. R.M. Djoelham Binjai. Gigitan Hewan.

10

11

Gambar. Gejala Sistemik Gigitan Ular Berbisa


Sumber : www.wikipedia.org/general_symptoms_of_snake_bite

12

2.6. Tanda dan Gejala Ular Berbisa


Tabel. Tanda dan Gejala Gigitan Ular Berbisa(2)
Lokal ( pada bekas gigitan)
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.

Tanda gigitan taring (fang marks)


Nyeri lokal
Perdarahan lokal
Kemerahan
Limfangitis
Pembesaran kelenjar limfe
Inflamasi (bengkak, merah, panas)
Melepuh
Infeksi lokal, terbentuk abses
Nekrosis

Sistemik
Umum (general) : mual, muntah, nyeri perut, lemah,
mengantuk, lemas.
Kelainan hemostatik : perdarahan spontan (klinis),
koagulopati, atau trombositopenia.
Gejala neurotoksik : ptosis, oftalmoplegia eksternal,
paralisis, dan lainnya.
Kelainan kardiovaskuler : hipotensi, syok, arritmia
(klinis), kelainan EKG.
Cidera ginjal akut (gagal ginjal) : oligouria/anuria
(klinis), peningkatan kreatinin/urea urin (hasil
laboratorium). Hemoglobinuria/mioglobinuria : urin
coklat gelap (klinis), dipstik urin atau bukti lain akan
adanya hemolisis intravaskuler atatu rabdomiolisis
generalisata (nyeri otot, hiperkalemia) (klinis, hasil
laboratorium). Serta adanya bukti laboratorium lainnya
terhadap tanda venerasi.

Sumber : Dirangkum dari Guidelines for The Clinical Management of Snake Bite in The South East
Asia Region,2010.

2.7. Penatalaksanaan Gigitan Ular(2,5)


1. Tenangkan korban, jaga jangan terlalu banyak pergerakan/manipulasi ( imobilisasi ) pada
daerah/bagian tubuh yang terdapat luka gigitan ular
2. Pressure Immobilisation Technique, Tujuan perban ini adalah untuk memperlambat aliran
limfe pada daerah gigitan dan mengurangi pergerakan pada kaki. Pada metode ini perban
dibalutkan pada jari-jari tangan atau kaki kemudian kearah proksimal sejauh mungkin
termasuk lokasi gigitan ular. Menyangga dengan kayu pada lokasi gigitan dan sendi untuk
membatasi pergerakan. Untuk ekstremitas atas bisa menggunakan sling.

13

Gambar. Pressure Imobilisation


Sumber : Guidelines for The Clinical Management of Snake Bite in The South East Asia Region,2010.
3. Korban harus segera dibawa ke rumah sakit secepatnya, dengan cara yang aman dan
senyaman mungkin. Hindari pergerakan atau kontraksi otot untuk mencegah peningkatan
penyerapan bisa.
4. Pemberian tindakan pendukung, Primary Survey.
5. Pemberian suntikan antitetanus, bila korban pernah mendapatkan toksoid maka diberikan satu
dosis toksoid tetanus.
6. Pemberian suntikan antibiotik.
7. Pemberian analgesik untuk menghilangkan nyeri.
8. Pemberian serum antibisa.
2.8. Serum Anti Bisa Ular(2,5)
Serum antibisa ular disimpan pada suhu 20-80 C dengan waktu kadaluwarsa 2 tahun.
Pemilihan antibisa ular tergantung dari spesies ular yang menggigit. Dosis yang tepat untuk
ditentukan karena tergantung dari jumlah bisa ular yang masuk peredaran darah dan keadaan korban
sewaktu menerima anti serum.
Tabel. Cara Pemberian SABU
CARA PEMBERIAN SERUM ANTI BISA ULAR
SABU efektif bila diberikan 1 jam pertama pasca gigitan. Dosis pertama sebanyak 2 vial @5 ml sebagai
larutan 2% dalam NaCl dapat diberikan sebagai Ochwar dengan kecepatan 40-80 tetes per menit, lalu
diulang setiap 6 jam. Apabila diperlukan (misalnya gejala-gejala tidak berkurang atau bertambah)
antiserum dapat diberikan setiap 24 jam sampai maksimal (80-100 ml). Pemberian dengan cara injeksi
infiltrasi disekitar luka sudah tidak dianjurkan lagi. Penderita diamati selama 24 jam untuk reaksi
anafilaktik.
Sumber : Guidelines for The Clinical Management of Snake Bite in The South East Asia Region,
2010.
Tabel. Kriteria Observasi Pasien dengan Gigitan Ular Berbisa
KRITERIA OBSERVASI
1. Kondisi umum : pasien merasa lebih baik, mual, muntah dan nyeri berkurang.
2. Perdarahan sistemik spontan (misalnya dari gusi, konjungtiva, mukosa )
3. Koagulasi darah dengan cek tanda perdarahan aktif dan laboratorium
4. Tanda pasien syok dan sinus bradikardi ( EKG )
5. Tanda neurotoksisitas
6. Hemolisis aktif dan rhabdomyolisis dilihat dari warna urin
Sumber : Dirangkum dari Guidelines for The Clinical Management of Snake Bite in The South East
Asia Region, 2010.
Tabel. Perawatan Intensif Pada Pasien dengan Gigitan Ular Berbisa
PERAWATAN INTENSIF

14

Rawat intensif jika dalam pengulangan dosis SABU sudah maksimal namun masih terdapat tanda di
bawah ini :
1. Koagulopati atau perdarahan aktif tidak teratasi
2. Perburukan gejala kardiovaskuler dan neurologis
Observasi :
1. Observasi seperti pada tabel kriteria observasi
2. Cek Laboratorium : Darah Lengkap, Fungsi Pembekuan, Golongan darah, Kimia darah
( elektrolit, BUN, Kreatinin ), LFT, RFT, AGD.
3. Pemeriksaan Radiologis : Ro.Thorax
4. Tekanan Kompartemen
Sumber : Dirangkum dari Guidelines for The Clinical Management of Snake Bite in The South East
Asia Region, 2010.
Pada kasus gigitan ular berbisa, selain pemberian SABU juga diberikan terapi konservatif.
Terapi konservatif juga diberikan bila di pelayanan kesehatan tidak tersedia SABU (2).
Tabel. Perawatan Konservatif pada Pasien dengan Gigitan Ular Berbisa (2)
PERAWATAN KONSERVATIF
1. Bed rest
2. Perawatan luka dengan Ochwar
3. Akses intravena (cairan dan obat-obatan)
4. Pemberian obat-obatan Ochwartz (Diazepam, Promethazine)
5. Pemberian obat-obatan OchwartzO ( Paracetamol, Ibuprofen, Indomethacin, Petidine)
6. Pemerian Antibiotika profilaksis (PPF, Amoxicillin, Ampicillin, Gentamicin)
7. Pemberian ATS
8. Pemberian Steroid (Hidrocortison, Dexamethasone)

Sumber : Dirangkum dari Guidelines for The Clinical Management of Snake Bite in The South East
Asia Region, 2010

Tabel. Kriteria Insisi Silang pada Kasus Gigitan Ular (2).


KRITERIA INSISI CROSS
Setelah tergigit

Bisa ular yang dapat


terbuang

3 menit

90%
15

15-30 menit

50%

1 jam

1%

Sumber : Guidelines for The Clinical Management of Snake Bite in The South East Asia Region,2010.
Tindakan yang dilakukan terhadap reaksi sampingan pemberian SABU (2) :
a. Reaksi anafilaktik (anaphyilactic shock)
Penderita harus dibaringkan dengan kepala lebih rendah, jangan diberi selimut atau botol
berisi air panas. Suntikkan 0,3-0,5 ml adrenalin 1:1000 intramuskuler.
Periksa tekanan darah secara teratur. Bila tekanan darah tetap rendah, beri lagi 0,3-0,5
adrenalin 1:100 intravena, bila perlu sediaan kortikosteroid intramuskuler.
Bila keadaan belum teratasi, segera kirim ke rumah sakit atau alih rawat intensif.
b. Penyakit serum (serum sickness)
Beri antihistamin selama beberapa hari dan penderita sebaiknya istirahat. Bila sangat
mengganggu dapat diberikan sediaan kortikosteroid.
c. Kenaikan suhu (demam) dengan menggigil
Keadaaan ini tidak memerlukan tindakan apa-apa, karena akan cepat menghilang dalam 24
jam.
d. Rasa nyeri pada tempat suntikan
Keadaan ini tidak memerlukan tindakan apa-apa, karena akan menghilang dengan sendirinya.

16

CARA TES SENSITIFITAS SABU

KETERANGAN :
Reaksi Hipersensitivitas (anafilaktik) dini : pucat, kepala pusing, perasaan panas, batuk-batuk, kenaikan suhu, mual a

Sumber : Penatalaksanaan Ular Berbisa, DepKes RI.

17

DIAGRAM PENANGANAN GIGITAN ULAR

PASIEN DATANG DENGAN RIWAYAT GIGITAN ULAR

TIDAK

YA

ULAR DAPAT TERIDENTIFIKASI

Insisi cross bila memenuhi kriteria


TIDAK

YA

TERDAPAT TANDA ENVENOMASI


RAWAT

ULAR DITETAPKAN TIDAK BERBISA

YA

TIDAK

TENANGKAN KORBAN, BERI SERUM ANTITETANUS, PUL


OBSERVASI DI RUMAH SAKIT SELAMA 24 JAM
YA
TERDAPAT TANDA ENVENOMASI
TANDA MEMENUHI KRITERIA PEMBERIAN ANTIBISA
TIDAK

TIDAK

TERSEDIA SERUM ANTI BISA ULAR

RAWAT

RAWAT

OBSERVASI DI RUMAH SAKIT SELAMA 24 JAM


TERAPI KONSERVATIF

YA

BERIKAN ANTIBISA

LIHAT RESPON

TIDAK
YA
DOSIS INISIASI ANTIBISA MAX. 80-100 CC
OBSERVASI TANDA ENVENOMASI
TANDA ENVENOMASI SISTEMIKULANGI
MENETAP

TIDAK

TANDA ENVENOMASI BERKURANG

YA
TANDA ENVENOMASI SISTEMIK MENETAP ATAU KONDISI
PASIEN
RAWAT
MEMBURUK
ICU

KONDISI PASIEN MEMBAIK

PASIEN PULANG DALAM KONDISI BAIK

*Dimodifikasi dari Guidelines for The Clinical Management of Snake

Bite in The South East Asia Region,2010

18

KRITERIA PEMBERIAN SERUM ANTI BISA ULAR


Derajat
Venerasi
Luka gigit Nyeri
Udem/eritema

Tanda sistemik

+/-

<3cm/12 jam

+/-

<3cm/12 jam

II

+++

>12cm25cm/12jam

+. Neurotoksik, mual,
pusing, syok

III

++

+++

>25cm/12jam

++,syok,
petekie,ekimosis

++

+++

Pada satu
ekstremitas
secara
menyeluruh

++, gangguan faal


ginjal, koma,
perdarahan

IV
+

*Menurut <chwartz, Sumber : Sudoyo et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
PEMBERIAN SABU (SERUM ANTI BISA ULAR)
Derajat
SABU (serum antibisa ular)
0-I

Tidak perlu

II

5-20 cc

III-IV

40-100 cc

*Menurut <chwartz, Sumber : Sudoyo et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

19

DAFTAR PUSTAKA.
1) Gold, Barry S.,Richard C. Dart.Robert Barish. 2002. Review Article : Current Concept Bites Of
Venomous Snakes. N Engl J Med, Vol. 347, No. 5August 1, 2002
2) WHO. 2010. Guidelines for The Clinical Management of Snake Bite in The South East Asia
Region.
3) Kasturiratne A, Wickremasinghe AR, de Silva N, Gunawardena NK, Pathmeswaran A, et al.
2008. The Global Burden of Snakebite: A Literature Analysis and Modelling Based on Regional
Estimates
of
Envenoming
and
Deaths.
PLoS
Med
5(11):
e218.
doi:10.1371/journal.pmed.0050218
4) SMF Bedah RSUD DR. R.M. Djoelham Binjai. 2000. Gigitan Hewan. Availabke from :
www.scribd.com/doc/81272637/Gigitan-Hewan
5) Sentra Informasi Keracunan Nasional Badan POM, 2012. Penatalaksanaan Keracunan Akibat
Gigitan Ular Berbisa. Available from : www.pom.id
6) Depkes. 2001. Penatalaksanaan gigitan ular berbisa. Dalam SIKer, Dirjen POM Depkes RI.
Pedoman pelaksanaan keracunan untuk rumah sakit.
7) Sudoyo et al. eds. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. FKUI. Jakarta.

20

Anda mungkin juga menyukai