3 BAB II Ruptur Tendon Gumam
3 BAB II Ruptur Tendon Gumam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONTRAKSI OTOT RANGKA
1. Fisiologi Anatomi Otot Rangka
Kira kira 40 persen dari seluruh tubuh terdiri dari otot rangka, dan
mungkin 10 persen lainnya berupa otot polos dan otot jantung.1
Serabut Otot Rangka
Otot rangka dibentuk oleh sejumlah serabut yang diameternya
berkisar dari 10 sampai 80 mikrometer. Masing masing serabut ini
terbuat dari rangkaian subunit yang lebih kecil.1
Pada sebagian besar otot rangka, masing masing serabutnya
membentang di seluruh panjang otot. Kecuali pada sekitar 2 persen
serabut, masing masing serabut biasanya hanya dipersarafi oleh satu
ujung saraf, yang terletak didekat bagian tengah serabut.1
Sarkolema
Sarkolema adalah membran sel dari serabut otot. Sarkolema terdiri
dari membrane sel yang sebenarnya, yang disebut membran plasma, dan
sebuah lapisan luar yang terdiri dari satu lapisan tipis materi polisakarida
yang mengandung sejumlah fibril kolagen tipis. Di setiap ujung serabut
otot, lapisan permukaan sarkolema ini bersatu dengan serabut tendon, dan
serabut serabut tendon kemudian berkumpul menjadi berkas untuk
membentuk tendon otot dan kemudian menyisip ke dalam tulang.1
Miofibril; Filamen Aktin dan Miosin
Setiap serabut otot mengandung beberapa ratus sampai beberapa ribu
myofibril yang berupa bulatan bulatan kecil pada potongan melintang.
Setiap myofibril tersusun oleh sekitar 1500 filamen myosin yang
berdekatan dan 3000 filamen aktin, yang merupakan molekul protein
polimer besar yang bertanggung jawab untuk kontraksi otot sesungguhnya.
Filamen filamen ini dapat dilihat pada pandangan longitudinal dengan
mikrograf electron.1
Sarkoplasma
sarkoplasma.
yang
mengandung
sejumlah
besar
kalium,
Rotator Cuff
Tendon Patella
Tendo Quadriceps
Tendon Achilles
Tendon Biceps
Nutrisi tendon dari cairan sinovia dan paratenon. Hal ini perlu
diperhatikan pada luka setelah diperbaiki (dijahit) yang cukup kuat,
agar tidak menimbulkan benjolan yang dapat mengganggu; disamping
itu juga timbulnya adhesi dengan jaringan sekitar akan mengakibatkan
gangguan gerak sendi. Untuk menghindari hal tersebut perlu segera
sebagai zero tension, agar tidak mengurangi kekuatan otot. Apabila jahitan
cukup kuat, kontraksi guna menggerakkan sendi dapat diuji secara pasif
pada waktu operasi. Bila cukup kuat, maka gerakan pasif dapat segera
dilaksanakan dengan pemberian dynamic splint. Tidak demikian pada
tendon yang tidak perlu meluncur melalui terowong sarung sinovia. Pada
keadaaan demikian, maka sebaiknya mobilitasi dilakukan setelah 4 6
minggu, kemudian baru secara bertahap menahan beban.2
2. Anatomi Tendon
Tendon terdiri dari jaringan padat dan jaringan ikat fibrosa yang
tersusun secara paralel. Endotendon mengelilingi jaringan tendon dan
epitendon mengelilingi unit tendon keseluruhan. Kedua jaringan ikat
membawa suplai darah intrinsic ke struktur internal tendon. Selubung
tendon terdapat diatas tempat tendon melintasi sendi. Selubung tendon
terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan parietal yang berada di bagian luar
dan lapisan visceral di bagian dalam. Selubung ini mensekresikan cairan
synovial untuk membantu tendon bergerak. Tendon yang berselubung,
lambat. Bahkan, pada lima sampai tujuh hari setelah terluka, tendon
menjadi lebih lemah.
Fase Proliferasi (4 21 hari)
Sebuah kalus fibrovaskular terbentuk di sekitar tendon dan
menyatukan semua struktur luka menjadi satu bagian.
Fase Maturasi / Pematangan (28 120 hari)
Orientasi longitudinal dari fibroblast dan fiber dimulai. Pada 45
hari, kolagen lisis dan pembentukkan kolagen mencapai kesetimbangan.
Pada 90 hari, pembentukkan awal bundle kolagen terlihat dan pada 120
hari bundle ini tampak seperti yang terlihat pada tendon normal.
5. Definisi Ruptur Tendon
Ruptur adalah robek atau koyaknya jaringan secara paksa. 5 Rupture
tendon adalah robek, pecah atau terputusnya tendon yang diakibatkan
karena tarikan yang melebihi kekuatan tendon.5
10
6. Etiologi5
a) Penyakit tertentu, seperti arthritis dan diabetes
b) Obat obatan, seperti kortikosteroid dan beberapa antibiotic yang dapat
meningkatkan resiko rupture
c) Cedera dalam olahraga, seperti melompat dan berputar pada olahraga
badminton, tenis, basket, dan sepakbola
d) Trauma benda tajam atau tumpul
7. Faktor Resiko5
a) Umur
: 30 40 th (> 30 th)
b) Jenis kelamin
: Laki laki > Perempuan (5 : 1)
c) Obesitas
d) Olahraga
e) Riwayat rupture tendon sebelumnya
f) Penyakit tertentu arthritis, DM
8. Manifestasi Klinis5
a) Nyeri yang hebat
b) Memar
c) Seperti merasa atau mendengar bunyi pop
d) Terdapat kelemahan
e) Ketidakmampuan untuk menggunakan lengan atau kaki yang terkena
f) Ketidakmampuan untuk memindahkan bidang yang terlibat
g) Ketidakmampuan untuk menanggung beban
h) Teradpat deformitas
9. Lokasi Ruptur Tendon
Daerah yang paling umum tempat terjadinya rupture tendon :
a) Quadriceps
Ruptur tendon quadriceps relative jarang terjadi dan biasanya
terjadi pada pasien yang lebih tua dari 40 tahun. Terdapat hubungan
11
12
terlihat
dengan
sinovitis
kronis.
Hiperparatiroidisme
13
14
Penatalaksanaan5
Konservatif
Pengobatan konservatif diindikasikan untuk ruptur parsia.
Immobilisasi lutut dalam ekstensi penuh selama 3 6 minggu. Kaki
diangkat lurus mulai diakhir fase imobilisasi. Jika tidak ada rasa
ketidaknyamanan, hal ini dapat dilakukan selama 10 hari, setelah itu
imobilisasi dapat dihentikan. Kemudian latihan Range-Of-Motion
(ROM) dimulai untuk meningkatkan kekuatan quadriceps, yang
dilakukan sampai kekuatan kaki yang terluka sama dengan kaki
kontralateral.
15
b) Achilles
16
17
Penatalaksanaan5
1) Fase Akut
Rehabilitasi Program
Terapi Fisik
Terapi fisik tidak diindikasikan untuk fase akut, tetapi akan
menjadi terapi penting pada fase rehabilitasi. Pengobatan
(nonoperatif vs operatif) ditentukan berdasarkan kondisi pasien,
dengan penekanan khusus pada manfaat dan risiko dari setiap
prosedur.
Bedah Intervensi
Terdapat kontroversi mengenai apakah terlebih dahulu
dilakukan tindakan konservatif atau langsung dengan rekonstruksi
pada tendon yang rupture. Terdapat manfaat dan risiko yang
berbeda untuk setiap pendekatan.
Menurut Khan et al, pasien dengan terapi non-operatif
memiliki resiko rupture sekitar 3 kali lebih tinggi dibandingkan
mereka yang diobati dengan operasi, namun pasien memniliki
risiko minimal untuk komplikasi lainnya. Tercatat komplikasi
akibat perbaikan bedah terbuka termasuk infeksi dalam (1%),
fistula (3%), nekrosis kulit atau tendon (2%), rupture (2%), dan
komplikasi kecil lainnya.
18
Terapi Konservatif
Laporan presentase kejadian rupture pada pasien yang
diterapi secara konservatif mencapai 40%. Dalam protocol baru
dengan
periode
imobilisasi
yang
pendek,
tingkat
rupture
19
dengan
diabetes,
berhubungan
dengan
masalah
20
diresepkan
untuk
mengurangi
rasa
nyeri
seperti
21
Patofisiologi5
Pathogenesis dari rupture tendon rotator cuff berdasarkan studi
histologis bedah dan specimen otopsi ditemukan adanya perubahan
degenerative pada tendon. Simmonds menyatakan bahwa kematian sel
adalah penyebab dasar dari perubahan degenerative. Adanya respon
inflamasi dan adanya bagian dari tendon yang mati mungkin
mengalami degenerasi lemak, diikuti dengan pengapuran atau
kerusakan. Pada awal perubahan terjadinya degenerative terdapat
pemisahan dab penulusuran dari bundle kolagen, dengan perpindahan
dari sek ke dalam ruang intrafascicular. Hal ini mengurangi kekuatan
tarikan tendon. Dengan meningkatnya degenerasi kolagen fascicula
yang terpisah menjadi disorientasi, acellular dan terfragmentasi.
22
23
Gejala Klinis
Pasien merasakan sensasi seperti robek disertai oleh rasa nyeri
yang berat. Gerakan bahu menjadi terbatas. Rasa sakit secara bertahap
berkurang antara 8 12 jam kemudian secara progresif biasanya diatas
deltoid, yang diperburuk oleh pergerakan lengan. Pasien sulit tidur
menghadap ke sisi yang terkena. Beberapa pasien mengatakan ada
sensasi bunyi seperti klik pada bahunya. Terjadinya kelemahan.
Gejala gejala ini dapat berlangsung dalam hitungan hari atau
tahun, dapat terjadi remisi dan kambuh.
Pemeriksaan Khusus5
- Pain Ablasion Test
Kelemahan yang persisten saat abduksi lengan setelah anestesi
local yang disuntikkan subacromial, menunjukkan adanya
rupture supraspinatus. Ini bukan tes definitive, karena kadang
pasien rupture rotator cuff dapat mempertahankan kekuatan
abduksi.
-
Roentgenografi
Untuk menyingkirkan kemungkinan adanya lesi lain dan akibat
trauma. Hasil abnormalitas terdapat pada kasus rupture yang
lama dengan gambaran :
24
Arthrography
Injeksi udara atau media opaque ke sendi glenohumeral
sebelum roenterografi. Dapat menunjukkan dislokasi kronis
pada sendi. Dengan menunjukkan hubungan langsung antara
rongga
glenohumeral
dan
bursa
subacromial
dapat
Arthroskopi
Relative baru. Media dimasukkan baik ke posterior sendi
glenohumeral atau kedalam ruang subacromial. Adanya rupture
rotator cuff dan ukurannya baik parcial maupun lengkap dapat
terlihat. Ini membantu dalam perencanaan operasi dan memilih
pendekatan bedah.
25
Penatalaksanaan5
Pengobatan tanpa operasi pilihan utama. Lebih dari 90% dari
cedera tendon yang terjadi secara kronis dan alami, dan 33% - 90%
dari gejala cedera kronis hilang tanpa operasi.
Sebaliknya pada rupture akut (trauma) dapat tanpa operasi,
tergantung beratnya robekan. Jika robekan kurang dari 50% dari
ketebalan rotator cuff atau kurang dari 1 cm, jaringan mati dapat
dibuang dengan arthroskopi. Sebuah sayatan kecil dibuat dan alat
(arthroscope) dimasukkan kedalam sendi. Melalui itu, ahli bedah dapat
melihat dan membuang jaringan mati tanpa melakukan bedah terbuka.
d) Biceps
26
27
28
29
yang
menyebabkan
baik
penderitaan
fisik
maupun
30
31
32
33
4. Membentuk locking
5. Keluar dari permukaan tendon yang terpotong
6. Menyeberang ke segmen tendon 'lawan'nya sejauh 0,75 1 cm
7. Membentuk locking
8. Jahitan menyilang melintas di tengah permukaan tendon yang terpotong ke
arah tepi tendon seberangnya
9. Membentuk locking
10. Keluar dari permukaan tendon yang terpotong
34