Anda di halaman 1dari 34

BAB 10

LABA (INCOME)
Pengertian Laba
Commite On Terminology (Sofyan Syafri H.,2004) dalam Aliyal Azmi
(2007:12) mendefinisikan laba sebagai jumlah yang berasal dari
pengurangan harga pokok produksi, biaya lain dan kerugian dari
penghasilan atau penghasilan operasi.
Menurut Stice, Stice, Skousen (2009:240) laba adalah pengambilan atas
investasi kepada pemilik. Hal ini mengukur nilai yang dapat diberikan oleh
entitas kepada investor dan entitas masih memiliki kekayaan yang sama
dengan posisi awalnya.
Menurut Suwardjono (2008 : 464) laba dimaknai sebagai imbalan atas
upaya perusahaan menghasilkan barang dan jasa. Ini berarti laba
merupakan kelebihan pendapatan diatas biaya (biaya total yang melekat
dalam kegiatan produksi dan penyerahan barang / jasa).
Menurut Soemarso SR (2004 : 227) angka terakhir dalam laporan laba rugi
adalah Laba Bersih (net income). Jumlah ini merupakan kenaikan bersih
terhadap modal. Sebaliknya, apabila perusahaan menderita rugi, angka
terakhir dalam laporan laba rugi adalah rugi bersih (net loss)
Menurut Smith Skousen (1989:119) Laba Bersih merupakan perbedaan
antara jumlah pendapatan yang diperoleh suatu satuan usahan selama
periode tertentu dan jumlah biaya yang dapat diaplikasikan kepada
pendapat.
Belkaoui (1993) Laba merupakan suatu pos dasar dan penting dari ikhtisar
keuangan yang merniliki berbagai kegunaan dalam berbagai konteks. Laba
pada umumnya dipandang sebagai suatu dasar bagi perpajakan,
determinan pada kebijakan pembayaran dividen, pedoman investasi, dan
pengambilan keputusan, dan unsur prediksi.
Rahmat (2006:9) Laba dipandang sebagai suatu peralatan prediktif yang
membantu dalam peramalan laba mendatang dan peristiwa ekonomi yang
akan datang. Laba terdiri dari hasil operasional, atau luar biasa, dan hasilhasil non-operasional, atau keuntungan dan kerugian luar biasa, dimana
jumlah keseluruhannya sama dengan laba bersih. Laba biasa dianggap
bersifat masa kini (current) dan berulang, sedangkan keuntungan dan
kerugian luar biasa tidak demikian.
(IAI, 1994) mengartikan penghasilan (income) adalah kenaikan manfaat
ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau

penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan


kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal.
(paragraph. 70).
Makna Income dalam perpajakan adalah sebagai jumlah kotor sehingga
diterjemahkan sebagai penghasilan sebagaimana digunakan dalam Standart
Akuntansi Keuangan, sedangkan dalam Akuntansi istilah income adalah
dimaknai sebagai jumlah bersih sehingga istilah laba lebih menggambarkan
apa yang dimaksud dengan income. Dan lebih menunjuk pada konsep FASB.
Tujuan Pelaporan Laba
Pengertian laba yang dianut struktur akuntansi sekarang adalah laba yang
merupakan selisih pengukuran pendapatan dan biaya secara akrual.
Pendefinisian laba adalah sebagai pengukur kembalian atas investasi dari
pada sekedar perubahan kas.
Tujuan pelaporan laba diharapkan dapat digunakan antara lain :
1 Indikator efisiensi penggunaan dana yang tertanam dalam perusahaan
yang diwujudkan dalam tingkat kembalian atas investasi
2 Pengukur prestasi atau kinerja badan usaha dan manajemen
3 Dasar penentuan besarnya pengenaan pajak
4 Alat pengendalian alokasi sumber daya ekonomik suatu negara
5 Dasar penentuan dan penilaian kelayakan tarif dalam perusahaan publik
6 Alat pengendalian terhadap debitor dalam kontrak utang
7 Dasar kompensasi dan pembagian bonus
8 Alat motivasi manajemen dalam pengendalian perusahaan
9 Dasar pembagian dividen
Konsep Laba Konvensional
Menurut Hendriksen dan van Breda (1992) mengemukakan bahwa laba
akuntansi yang sekarang berjalan (konvensional) masih problematik secara
teoritis. Laba akuntansi mempunyai beberapa kelemahan :
1 Laba akuntansi belum di definisi secara semantik dan jelas sehingga
laba tersebut secara intuitif dan ekonomik bermakna
2 Penyajian dan pengukuran laba masih difokuskan pada pemegang
saham biasa residual
3 Prinsip akuntansi berterima umum sebagai pedoman pengukuran laba
masih memberi peluang untuk terjadinya ketatakuasaan antar
perusahaan
4 Karena didasarkan pada konsep kos historis, laba akuntansi secara
umum belum memperhitungkan pengaruh perubahan daya beli dan
harga
5 Dalam menilai kinerja perusahaan secara keseluruhan, investor dan
kreditor memandang informasi selain laba akuntansi juga bermanfaat

atau bahkan lebih bermanfaat sehingga ketepatan laba akuntansi belum


menjadi tuntutan tang mendesak.
Atas dasar tujuan dan kelemahan laba akuntansi , ada dua aspek pokok
teori laba yaitu:
1; Interpretasi laba dan implikasinya dalam tiap tataran teori
2; Lingkup laba atas dasar kegiatan operasi dan teori entitas.

Konsep Laba dalam Tataran Semantik


Konsep laba dalam tataran semantik berkaitan dengan masalah makna apa
yang harus dilekatkan oleh perekayasa pelaporan pada simbol atau elemen
laba sehingga laba bermanfaat (usefull) dan bermakna (meaningful)
sebagai informasi. Pemaknaan laba secara semantik akhirnya akan
menentukan pemaknaan laba secara sintatik yaitu pengukuran dan
penyajiannya
Pengukur kinerja
Daya melaba merupakan informasi semantik yang diharapkan dibawa oleh
informasi akuntansi melalui statemen keuangan yaitu objek (element),
ukuran (size), dan hubungan (relationship). Dalam daya melaba ada tiga
komponen yang harus diketahui yaitu laba, periode, tingkat sumber daya
(investasi). Sehingga, laba dapat diinterprestasi sebagai pengukur
keefisienan (efisien) bila dihubungkan dengan tingkat investasi karena
efisien secara konseptual merupakan suatu hubungan atau indeks. Jadi, laba
dapat merepresentasi kinerja efisiensi karena laba menentukan ROI, ROA
dan ROL sebagai pengukur efisiensi.
Konfirmasi Harapan Investor
Perekayasa pelaporan keuangan juga berusaha menyediakan informasi
untuk meyakinkan bahwa harapan-harapan investor atau pemakai lainnya
dimasa lalu tentang kinerja perusahaan memang terealisasi. Dengan
demikian, laba dapat diinterpretasikan sebagai saran untuk mengkonfirmasi
harapan-harapan tersebut.
Estimator Laba Ekonomik
Akuntansi menganut asas akrual untuk mendapatkan suatu angka yang
lebih bermakna secara ekonomik daripada sekedar kenaikan atau
penurunan kas dalam suatu periode. Perbedaan laba akuntansi dan laba
ekonomik, yaitu:
1 Sudut pandang pemaknaan, laba akuntansi dari perekayasa akuntansi
atau kesatuan usaha karena keperluan untuk menyajikan informasi
secara objektif dan terandalkan sedangkan laba ekonomik dari kaca

mata investor karena keperluan untuk menilai investasi dalam saham


yang bersifat subjektif.
Dasar pengukuran, laba akuntansi berdasarkan data yang telah terjadi
( kos historis) dan bukan data hipotesis yang dapat berupa kos
kesempatan, nilai pasar, dan nilai likuidasi seperti laba ekonomik
Dari segi akuntansi, pengertian ekonomik adalah kelayakan ekonomik
jangka panjang sementara laba ekonomik merupakan penilaian
ekonomik jangka pendek.
Dari segi akuntasi depresiasi merupakan proses alokasi harga perolehan
aset, sementara dalam laba ekonomik depresiasi merupakan proses
penilaian.
Laba ekonomik berbeda dengan laba akuntansi karena pada umumnya
laba ekonomik memperhitungkan perubahan daya beli uang dan
perubahan harga spesifik aset, karena investor lebih berkepentingan
dengan kos kesempatan untuk menilai secara ekonomik investasinya,
sementara akuntansi menunjukkan pengaruh perubahan harga dan
daya beli melalaui laporan pelengkap.
Laba akuntansi berkepentingan dengan laba uang dimana laba uang
tersebut berupa kenaikkan satuan uang dalam satu periode tanpa
memperhatikan pengaruh perbedaan daya beli. Sementara laba
ekonomik berkepentingan dengan laba real, dimana laba real adalah
laba yang berupa kenaikkan kemakmuran ekonomik.
Laba akuntansi dilandasi konsep kontinuitas usaha yang memandang
aset sebagai sisa potensi jasa sehingga kos hostoris menjadi basis
penilaiannya. Sementara itu, laba ekonomik dilandasi oleh konsep
likuidasi yang melihat aset sehingga simpanan atau sediaan nilai.

Makna Laba
Laba secara konseptual mempunyai karakteristik umum sebagai berikut :
1 Kenaikan kemakmuran yang dimiliki atau dikuasai suatu entitas. Entitas
dapat berupa perorangan/individual, kelompok individual, institusi,
badan, lembaga, atau perusahaan
2 Perubahan terjadi dalam suatu kurun waktu sehingga harus diidentifikasi
kemakmuran awal dan kemakmuran akhir
3 Perubahan dapat dinikmati, di distribusi atau ditarik oleh entitas yang
menguasai kemakmuran asalkan kemakmuran awal dipertahankan.
Kemakmuran dapat berupa aset bersih, aset, modal pemegang saham,
kekayaan, investaasi, sumber daya ekonomik, uang dan apapun yang dapat
dinilai dengan uang. Kemakmuran tersebut secara umum disebut kapital
(capital). Namun kapital disini berbeda dengan modal. Pengertian kapital
dalam konteks laba akuntansi meliputi:
Kapital bagi badan usaha atau manajemen yang menguasai sumber
ekonomi ini (fisis atau finansial) adalah aset

Kapital
dengan
Kapital
dengan

bagi pihak yang mempunyai atau menguasai klaim (ditandai


sertifikat utang, misalnya obligasi) adalah utang.
bagi pihak yang mempunyai atau menguasai klaim (ditandai
sertifikat saham) adalah ekuitas.

Laba dan Kapital


Kapital dapat dipandang sebagai sediaan kemakmuran pada saat tertentu,
sementara laba dapat diasosiasi dengan aliran kemakmuran. Jadi, laba
adalah aliran potensi jasa yang dapat dinikmati dalam kurun waktu tertentu
dengan tetap mempertahankan tingkat potensi jasa mula-mula.
Konsep Pemertahanan Kapital
Konsep ini dilandasi oleh gagasan bahwa entitas berhak mendapatkan
kembalian/ imbalan atau return dan menikmati iya setelah kapital
dipertahankan keutuhannya atau pulih seperti sedia kala. Konsep ini
mempunyai arti penting dan konsekuensi dalam beberapa hal yang saling
berkaitan, sebagai berikut :
1 Membedakan antara kembalian atas investasi dan pengembalian
investasi.
2 Memisahkan dan membedakan transaksi operasi (produktif) dalam arti
luas dengan transaksi pendanaan dari pemilik.
3 Menjamin agar laba yang dapat didistribusikan tidak mengandung
pengembalian investasi.
4 Memungkinkan penentuan jumlah penyesuaian kapital untuk
mempertahankan kemampuan ekonomi.
5 memungkinkan penggunaan berbagai dasar pemikiran untuk
menentukan tingkat kapital pada saat tertentu.
6 Memungkinkan penerapan pendekatan aset-kewajiban secara penuh
dalam pemaknaan laba sehingga angka laba akuntansi akan mendekati
angka laba ekonomi.
Atas dasar uraian di atas, laba kemudian didefinisikan secara umum, formal
dan semantik sebagai berikut : Laba adalah tambahan kemampuan ekonomi
yang ditandai dengan kenaikan kapital dalam suatu perioda yang berasal
dari kegiatan produktif dalam arti luas yang dapat dikonsumsi atau ditarik
oleh entitas penguasa/ pemilik kapital tanpa mengurangi kemampuan
ekonomik kapital mula-mula (awal periode).
Konsep Laba dalam Tataran Sintaktik
Konsep ini harus dirasionalkan dalam bentuk standar dan prosedur
akuntansi yang objektif sehingga angka laba dapat diukur dan disajikan
dalam statemen keuangan. Pengukuran dalam arti luas yang meliputi
pengakuan, saat pengakuan, dan prosedur pengakuan ditambah cara
mengungkapkan merupakan masalah pada tataran sintaktik. Terdapat dua
kriteria atau pendekatan dalam pengukuran laba yaitu :

Pendekatan transaksi
Laba diukur pada saat terjadinya transaksi (terutama transaksi
eksternal) yang kemudian terakumulasi sampai akhir periode.
Pengakuan laba atas dasar pendekatan ini sama dengan pengakuan
pendapatan sama dengan atas dasar kriteria terlealisasi dan sama
dengan pengakuan biaya atas dasar kriteria konsumsi manfaat.
Dengan pendekatan transaksi laba timbul dan diakui pada saat
penjualan atau pertukaran terjadi.
Pendekatan kegiatan
Laba dianggap timbul bersamaan dengan berlangsungnya kegiatan
atau kejadian bukan sebagai hasil suatu transaksi pada saat tertentu.
Dengan konsep ini pendapatan (dengan sendirinya laba) dinyatakan
telah terbentuk bersamaan dengan telah dilakukannya kegiatan
operasi perusahaan dalam arti luas.

Dalam aplikasinya kedua pendekatan diatas tidak berdiri sendiri tetapi


saling melengkapi. Laba tidak dapat diakui hanya atas dasar salah satu
pendekatan.
Pendekatan Pemertahanan Kapital
Dengan konsep ini laba merupakan konsekuensi dari pengukuran kapital
pada dua titik waktu yang berbeda. Masalah teoritis dalam hal ini adalah
bagaimana kapital diukur atau dinilai dan bagaimana laba ditentukan.

Pengukuran atau Penilaian Kapital


Pengukuran kapital pada dua titik waktu menimbulkan masalah konseptual
karena dengan berjalannya waktu beberapa hal yang bersifat ekonomik
berubah dan harus dipertimbangkan yaitu unit atau skala pengukur dan
dasar pengukuran. Hal lain yang menentukan cara menilai kapital adalah
jenis kapital (fisis atau finansial) dan dasar penilaian.
Jenis Kapital :
1 Kapital Finansial
Adalah klaim dipandang dari jumlah rupiah atau nilai yang melekat
padanya tanpa memperhatikan wujud fisis klaim tersebut. Dengan
konsep ini, laba atau kembalian atas kapital finansial akan timbul bila
jumlah rupiah klaim finansial pada akhir suatu periode melebihi
jumlah klaim finansial pada awal periode (setelah pengaruh transaksi
pemilik atau penguasa klaim selama periode dikeluarkan).
1 Kapital Fisis
Adalah sumber ekonomik yang dikuasai oleh entitas yang dipandang
atau dimaknai sebagai kapasitas produksi fisis yaitu kemampuan
menghasilkan barang dan jasa. Dengan konsep ini, laba atau
kembalian atas kapital fisis akan timbul bila kapasitas produksi fisis

pada akhir periode melebihi kapasitas produksi fisis pada awal


periode.
Perbedaan antara kedua jenis kapital dilihat dari pengaruh perubahan harga
atas aset yang ditahan atau kewajiban yang ditanggung selama satu
periode. Dalam kapital finansial pengaruh perubahan diakui sebagai untung
atau rugi menahan atau penahanan dan dilaporkan melalui statemen laba
rugi, sedangkan kapital fisis pengaruh perubahan diakui sebagai penyesuai
kapital dan tidak masuk dalam statemen laba rugi.
Skala Pengukuran:
1 Skala Nominal
Adalah
satuan
rupiah
sebagaimana
telah
terjadi
tanpa
memperhatikan perubahan daya beli dengan berjalannya waktu
akibat perubahan kondisi ekonomik. Karena dalam kenyataannya nilai
satuan uang berubah karena inflasi, pengukuran atas dasar skala
rupiah nominal mengandung kelemahan.
2. Skala daya beli
Skala daya beli atau lebih tepatnya skala rupiah daya beli atau skala
daya beli konstan merupakan skala untuk mengatasi kelemahan skala
rupiah nominal. Dengan skala ini rupiah nominal dinyatakan kembali
dalam bentuk rupiah daya beli atas dasar indeks harga tertentu.
Dasar atau Atribut pengukuran:
1 Kos Historis
Merupakan jumlah rupiah sepakatan atau harga pertukaran yang
telah tercatat dalam sistem pembukuan.
1 Kos sekarang
Menunjukkan jumlah rupiah harga pertukaran atau kesepakatan yang
diperlukan sekarang oleh unit usaha untuk memperoleh aset yang
sama jenis dan kondisinya atau penggantinya yang setara.
Kos sekarang berbeda dengan kos historis bukan karena perubahan harga
umum tetapi karena perubahan harga barang tertentu akibat perubahan
selera, teknologi dan fungsi.
Pengukuran Laba dengan Mempertahankan kapital
Berbagai pendekatan penilaian kapital dan implikasinya terhadap
penentuan laba antara lain adalah :
1 Kapitalisasi aliran kas harapan
Konsep laba ini mendekati konsep laba ekonomik. Dengan konsep ini,
akan ditentukan nilai kapitalisasian investasi pemegang saham pada
awal dan akhir periode. Dalam hal ini, laba merupakan selisih nilai
kapitalisasian awal dan akhir periode. Meskipun, konsep ini mendekati
laba ekonomik namun sistem pembukuan perusahaan mungkin tidak
mendukung konsep pengoperasian.
1 Penilaian pasar atas aset bersih perusahaan

Penilaian ini memandang kapital sebagai kapital finansial. Dimana,


kapital diukur atas dasar berapa jumlah rupiah yang investor bersedia
membayar untuk seluruh kekayaan perusahaan dikurangi seluruh
kewajiban. Untuk memperoleh nilai kapital yang wajar dapat
digunakan alternatif penilaian yaitu kapital diukur atas dasar
perkalian antara volume saham yang beredar dengan harga pasar
saham pada awal dan akhir periode.
1 Setara Kas sekarang
Penilaian ini memandang kapital sebagai kapital fisis. Dasar
pengukuran adalah semua jumlah rupiah setara tunai pos aset
dikurangi jumlah rupiah setara tunai semua utang. Berbeda dengan
penilaian pasar atas aset bersih perusahaan, penilaian ini merupakan
jumlah harga pasar tiap jenis aset secara individual. Walaupun
penilaian ini objektif , pasar bebas untuk tiap jenis aset tidak selalu
ada.
1 Harga masukan historis
Penilaian ini memandang kapital sebagai kapital fisis. Laba diukur
berdasarkan selisih aset bersih awal dan akhir periode yang masingmasing dinyatakan dalam kos historisnya. Hal inilah yang dianut.
1 Harga masukan sekarang
Perbedaan penilaian ini dengan harga masukan historis adalah
pendekatan ini menilai komponen-komponen kapital awal dan akhir
dengan kos masukan sekarang atau kos pengganti pada saat itu.
Kapital dapat dipertahankan apabila kos pengganti akhir perioda
sama dengan kos pengganti awal periode. Dimana perusahaan
mampu mempertahankan kemampuan produktif seperti sedia kala
(awal periode) sebelum kenaikan kapital dapat didistribusikan dalam
bentuk deviden.
1 Pembertahanan daya beli konstan
Pengukuran dengan unit daya beli konstan ini basisnya adalah kos
historis. Kapital awal dan akhir dinyatakan dalam unit daya beli
konstan pada indeks dasar tertentu. Laba yang diukur berdasarkan
selisih kapital awal dan akhir akan menggambarkan tambahan daya
beli kapital yang dimiliki / dikuasai perusahaan tanpa harus
mengurangi daya beli kapital yang mula-mula.
Secara umum, penentuan laba atas dasar konsep pemertahanan kapital
memerlukan penilaian atas kapital baik fisis maupun finansial pada awal
dan akhir suatu periode.

Konsep Laba dalam Tatanan Pragmatik


Tataran pragmatik dalam teori komunikasi berkepentingan untuk
menentukan apakah pesan samapai kepada penerima dan mempengaruhi
perilaku sebagaimana diarah. Telah disinggung sebelumnya tepatnya dalam
Bab 1, teori akuntansi pragmatikmemusatkan perhatiannya pada pengaruh
informasi terhadap perubahan perilaku pemakai informasi akuntansi.
Informasi diharapkan mempunyai pengaruh apabila informasi tersebut

benar-benar digunakan oleh para pemakai karena menurut persepsi


pemakai (atau model pengambilan keputusannya) informasi tersebut
mempunyai maanfaat, kualitas, atau nilai informasi.
Apabila dikaitkan dengan laba, tataran ini membahas apakah informasi laba
bermanfaat atau apakah informasi laba pada kenyataannya digunakan. Jika
digunakan, untuk kepentingan apa infromasi laba digunakan hingga angka
laba harus benar-benar disediakan. Menanyakan langsung kepada pemakai
apakah mereka menggunakan angka laba akuntansi merupakan salah satu
cara untuk mengetahui kebermanfaatan laba. Hal itu perlu dilakukan karena
banyak pemakai memiliki berbagai perspektif dan kepentingan, cara ini
kurang terandalkan sebagai bukti tentang kebermafaatan laba. Cara lain
adalah dengan mengenali bagaimana informasi laba digunakan, atau
dengan mengukur rekasi pasar modal terhadap pengumuman laba
akuntansi.
Prediktor Aliran Kas Ke Investor
Telah disebutkan bahwa perekayasaan akuntansi (misalnya FASB) yakin
bahwa angka laba dan komponenya yang diukur atas dasar akrual
merupakan indikator kinerja yang lebih baik daripada sekedar perubahan
jumlah kas. Karena investor dan kreditor menjadi pihak utama yang dituju
dalam pelaporan keuangan, perekayasa berteori bahwa investor dan
kreditor berkepentingan dengan aliran kas yang masuk ke mereka atau
investasinya. Hal ini dinyatakan dalam tujuan pelaporan keuangan FASB
sebagai berikut :
Pelaporan keuangan harus menyediakan informasi untuk membantu
para investor dan kreditor dan pemakai lain, baik berjalan maupun
potensial, dalam menilai jumlah, saat terjadi, dan ketidakpastian
penerimaan kas mendatang dari penjualan, penebusan, atau jatuh
temponya sekuritas atau pinjaman.
Penjelasan diatas memberi isyarat bahwa harus ada hubungan logis antara
laba (earning) dan aliran kas ke investor dan kreditor. Hubungan ini akan
membantu investor dan kreditor dalam mengembangkan model untuk
memprediksi aliran kas ke mereka guna menilai investasi dan kapitalnya.
Aliran kas yang diterima atau diharapkan investor akan dipengaruhi oleh
kemampuan perusahaan untuk menciptakan kas yang cukup untuk :
a; Membayar semua kwajiban pada saatnya
b; Mendanai keperluan operasi
c; Reinvestasi
d; Membayar bunga
e; Membayar deviden
Kemampuan menciptakan kas tersebut akan ditentukan oleh kemampuan
perusahaan mendatangkan laba (earnings) jangka panjang yang memadai.

Oleh karena itu, investor dan kreditor harus memprediksi kemampuan


melaba (eraning power) jangka panjang. Untuk itu, investor dan kreditor
memerlukan informasi laba masa lalu untuk memprediksi laba masa datang.
Laba masa datang ini menjadi basis bagi investor untuk memprediksi aliran
kas masa datang dari investasinya.
Aliran kas dimata investor (pemegang saham) dapat ditentukan atas dasar
harapan harga saham dimana datang. Bila perusahaan memperleh laba
yang memadai, dengan sendirinya nilai buku aset bersih juga naik sehingga
nilai buku persaham juga naik. Dengan demikian, secara teoritis laba
(berupa laba per saham atau earnings per share) akan berasosiasi dengan
kenaikan harga saham. Secara teoritis, harga saham masa datang dapat
menjadi proksi (estimator) aliran kas masa datang. Apabila investor mampu
memprediksi laba masa datang, maka investor akan mampu memprediksi
aliran kas dari investasinya. Argumen semacam ini menjelaskan timbulnya
berbagai teknik pemrakiraan laba (earnings forecasting) yang digunakan
para analis sekuritas. Teknik-teknik terebut umumnya menggunakan laba
(laba per saham) sebagai data masukan.
Gambar 10.6
Hubungan Logis antara Laba dan Aliran Kas ke Investor
Kesatuan usaha

Laba akuntansi (akrual)

Prediksi

Laba akuntansi menjadi prediktor aliran kas ke investor melalui berbagai model prakiraan laba (earnings forecasting models)
Aliran Kas
Prediksi

Investor

Aliran Kas
(Dividen, kenaikan nilai investasi, dan pengembalian atau penjualan investa

Pada gambar 10.6 melukiskan fungsi laba sebagai prediktor aliran kas ke
investor. Secara pragmatik laba memang bermanfaat karena diperlukan
oleh para analis keuangan atau sekuritas untuk menyediakan angka
prakiraan laba yang pada akhirnya membantu pemakai dalam memprediksi
alirna kas masa datang. Arti penting pemrakiraan laba telah memicu
munculnya beberapa institusi yang bergerak dalam usaha penyediaan jasa
prakiraan laba seperti Institutional Broker Estimates System (IBES) oleh

Lynch, Jones and Ryan, The Earnings Forecaster Oleh Standard and Poor,
The Icarus Service oleh Zacks Investment Reasearch, dan The Value Line
Investment Survey.
Laba dan Harga Saham
Kebermanfaatan laba dapat diukur dari hubungan antara laba dan harga
saham. Bahwa laba merupakan prediktor aliran kas ke investor yang
dibahas sebelumnya sebenarnya menunjukkan bahwa laba menentukan
harga saham. Aliran kas masa datang ke investor digunakan untuk
menentukan apa yang dsebut nilai intrinsik (intrinsic value) sekuritas atau
saham. Jones (1998) mendefinisakan nilai intrinsik sebagai berikut :
The intrinsic value of an asset is that value that exists when the asset
is correctly valued its true value based on the capitalization of
income process. Intrinsic value is simply the present value concept
used in a financial context (hlm 362)
Nilai intrinsik ini pada akhirnya akan menentukan harga pasar saham
yang terjadi dipasar modal pada saat tertentu. Investor atau analis akan
membandingkan nilai intrinsik saham dan harga pasar sekarang (current
market price) untuk menengarai apakah terjadi salah harga (misprice).
Salah harga akan mengaktifkan perdagangan sekuritas melalui berbagai
startegi investasi. Hubungan antara nilai intrinsik (NI), harga pasar
sekarang (NPS), dan startegi investasi digambarkan sebagai berikut :
Bila NI > NPS berarti sekuritas dinilai lebih rendah oleh pasar
sehingga harus dibeli atau ditahan bila telah dimiliki.
Bila NI < NPS berarti sekuritas dinilai lebih tinggi oleh pasar sehingga
harus dihindari, dijual bila telah dimiliki, atau lakukan short sale.
Bila NI = NPS berarti sekuritas dinilai benar dan terjadi ekuilibrium
harga.
Analisis di atas terjadi pada level investor secara individual. Karena
ketidakpastian masa datang dan investor berbeda dalam persepsi, sikap
terhadap risiko, dan tarif diskon yang diharapkan, maka akan dihasilkan
nilai intrinsik yang berbeda-beda untuk sekuritas yang sama. Hal ini
menjelaskan mengapa untuk sekuritas tertentu sebagian investor
bersedia menjual dan sebagian lainnya bersedia membeli. Sebagian
investor berpikir telah terjadi harga-lebih (overprice) dan sebagian
lainnya berpikir telah terjadi harga-kurang (underprice). Harga pasar
sekuritas pada saat tertentu akhirnya merupakan nilai intrinsik
konsensus. Hal penting dalam uraian ini adalah bahwa laba akuntansi
akan menentukan harga saham sehingga bermanfaat bagi investor.
Perkontrakan Efisien

Teori perkontrakan efisien (efficient contracting theory) merupakan bagian


atau turunan dari teori keagenan (agency theory). Teori ini didasarkan atas
berbagai aspek dan implikasi hubungan keagenan. Hubungan keagenan
adalah hubungan antara prinsipal (principal) dan agen (agent) yang
didalamnya agen bertindak atas nama dan untuk kepentingan prinsipal dan
atas tindakannya (actions) tersebut agen mendapatkan imbalan tertentu.
Hubungan tersebut biasanya dinyatakan dalambentuk kontrak. Dalam teori
keagenan, agen biasanya dianggap sebagai pihak yang ingin
memaksimumkan dirinya tetapi ia tetap selalu berusaha memenuhi kontrak.
Kontrak dikatakan efisien apabila mendorong pihak yang berkontrak
melaksanakan apa yang diperjanjikan tanpa perselisihan dan para pihak
mendapatkan hasil (outcome) yang paling optimal dari berbagai
kemungkinan alternatif tindakan yang dapat dilakukan agen. Kontrak efisien
adalah kontrak yang tidak banyak menimbulkan persengketaan dan yang
mendorong pihak yang berkontrak melaksanakan apa yang diperjanjikan.
Dalam konteks pelaporan keuangan, hubungan antara investor dan
manajemen dapat dikaraketirisasi sebagai hubungan keagenan; pemegang
saham sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Dengan demikian,
perilaku manajemen dapat dijelaskan dengan teori keagenan ini.
Apapun makna semantik laba dan apapun kelemahan laba akuntansi, dalam
kenyataannya tia mempunyai dampak keprilakuan dalam dunia nyata.
Secara empiris dapat ditunjukkan bahwa banyak sekali kontrak yang
didalamnya memuat pasal yang mensyaratkan laba sebagai unsur
kesepakatan. Misalnya kontrak pembagian laba, kontrak bonus, dan kontrak
utang. Peran laba dalam berbagai kontrak menyebabkan pula berbagai
perilaku pihak yang harus memenuhi kontrak terhadap penentuan laba.
Pihak yang mempunyai keleluasaan menentukan laba (manajemen sebagai
agen) pada umumnya diteorikan akan melaporkan laba untuk
memaksimumkan dirinya melalui manajemen laba. Hal ini dimungkinkan
karena manajemen dapat memilih metoda kauntansi yang menguntungkan
manajemen dalam memenuhi kontrak.
Aspek pragmatik laba dalam perkontrakan efisien didasarkan pada gagasan
bahwa kontrak akan efisien kalau laba akuntansi menjadi kriteria dalam
kontrak tanpa memandang aspek semantik (makna) laba tersebut. Gagasan
ini didasari oleh kenyataan empiris bahwa masyarakat umumnya bersedia
memenuhi aturan main apapun yang dipilhnya tanpa memperhatikan
apakah aturan tersebut masuk akal. Secara pragmatik, banyak kontrak yang
memasukkan laba akuntansi sebagai hal yang harus dipenuhi tanpa
memperhatikan apa makna dan bagaimana laba akuntansi dihitung. Jadi,
laba kuntansi mempunyai manfaat karena secara pragmatik tia dijadikan
alat untuk mencapai kontrak yang efisien.
Pengendlaian Manajemen

Ikatan dalam bentuk kontrak tidak hanya terjadi antara perusahaan dan
investor atau pihak luar lainnya tetapi juga antara pihak internal
perusahaan. Kontrak bonus merupakan salah satu contoh kontrak internal.
Dalam hal ini, laba mempunyai manfaat karena laba dapat digunakan untuk
mengendalikan perilaku para partisipan di dalam perusahaan. Dalam
tataran pragmatik, laba digunakan sebagai pengukur kinerja divisi atau
manajernya. Laba mempunyai peran penting dalam suatu sistem
pengendalian manajemen (management control system). Sistem ini
dirancang untuk mengarahkan perilaku para manajer agar mereka
memaksimumkan kepentingan dirinya atau divisinya (self-interest) tetapi
pada saat yang sama kepentingan perusahaan secara keseluruhan juga
tercapai. Bila hal ini tercapai, terjadilah apa yang disebut keselarasan tujuan
(goal congruence).
Perilaku manajer dikendalikan melalui laba dengan cara mengaitkan
kompensasi dengan laba sebagai pengukur kinerja. Pengendalian akan
efektif apabila manajer mempunyai persepsi bahwa laba sebagai pengukur
kinerja benar-benar laba yang diakibatkan oleh tindakan atau upayanya
(actions and efforts). Oleh karena itu, dalam pengendalian manajemen
terdapat berbagai tingkat laba dengan berbagai sebutan sebagai pengukur
kinerja manajer. Anthony dan govindarajan (1998) melukiskan berbagai
tingkat dan sebutan laba untuk pengukuran kinerja manajer dalam gambar
10.7 berikut.
Gambar 10.7
Berbagai Tingkat Laba untuk Pengendalian Manajemen
Pendapatan
Kos barang terjual (variabel)
Margin penjualan
Biaya Variabel
Margin kontribusi
Biaya tetap terjadi di pusat laba (biaya
langsung)
Laba langsung
Alokasi kantor pusat terkendali
Laba terkendali
Alokasi kantor pusat lain
Laba sebelum pajak
Berbagai pajak
Laba bersih

Rp 20.000.000
Rp 12.000.000
Rp 8.000.000
Rp 3.000.000
Rp 5.000.000
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

2.000.000
3.000.000
250.000
2.750.000
400.000
2.350.000
950.000

Rp

1.400.000

Penyajian laba seperti gambar tersebut relevan untuk divisi yang


diperlakukan sebagai pusat laba (profit center). Laporan tersebut lebih
ditunjukkan untuk menunjukkan kinerja manajemen (management
performance) daripada kinerja ekonomik (economic performance) pusat

laba sebagai suatu entitas. Kinerja ekonomik harus memperhitungkan


alokasi semua kos ke pusat laba termasuk porsi overhead kantor pusat.
Masalah teoritisnya adalah manakah sublaba (margin penjualan, margin
kontribusi, atau laba bersih) yang dijadikan dasar untuk mengukur kinerja
manajemen agar tercapai kongruensi tujuan?
Pengendalian manajemen menuntut adanya kontrak-kontrak internal yang
memerlukan berbagai tingkat laba akuntansi sebagai unsur kesepakatan.
Jadi, secara pragmatik, laba akuntansi memang digunakan oleh manajemen.
Hal ini memberi indikasi bahwa laba akuntansi bermanfaat untuk
kepentingan atau kontrak internal.
Teori Pasar Efisien
Telah disinggung di Bab 1 bahwa teori akuntansi pragmatik memusatkan
perhatiannya pada pengaruh informasi terhadap perubahan perilaku
pemakai. Perekayasa akuntansi menyediakan informasi tertentu agar
pemakai bereaksi dan bertindak ke arah yang diharapkan demi kepentingan
luas (negara). Apakah informasi sampai ke yang dituju dan diinterpretasi
dengan tepat merupakan masalah keefektifan komunikasi. Apakah akhirnya
pihak yang dituju informasi memakai informasi tersebut untuk dasar
pengambilan keputusan merupakan masalah kebermanfaatan (usefulness)
informasi. Jadi, kebermanfaatan informasi akan menentukan keefektifan
pencapaian tujuan pelaporan keuangan.
Seksi ini membahas apakah para pemakai sistem keuangan menggunakan
laba untuk pengambilan keputusan dan apakah laba mempengaruhi
perilaku (khususnya investor). Menanyakan langsung kepada pemakai
apakah mereka menggunakan angka laba akuntansi merupakan salah satu
cara untuk kebermanfaatan laba. Cara ini mempunyai kelemahan yaitu
pemakai tidak selalu dapat menjelaskan proses atau model pengambilan
keputusannya sehingga jawabannya lebih banyak bersifat intuitif.
Kelemahan lain adalah bahwa pertanyaan diajukan kepada pemakai secara
kelompok tidak tertangkap. Jadi, karena pemakai individual mempunyai
perspektif dan kepentingan berbeda-beda, cara ini kurang terandalkan
sebagai bukti tentang kebermanfaatan laba.
Cara lain adalah menerapkan konsep yang dikemukakan Lev (1989) bahwa
kalau para pemakai secara bersama bertindak seakan-akan menggunakan
informasi tertentu, maka informasi tersebut dapat dianggap bermanfaat.
Pasar modal dapat merepresentasi para pemakai informasi secara bersama.
Pasar modal adalah sarana untuk mempertemukan pengguna dana dan
penyedia dana (pemodal) serta saran untuk memperjual-belikan surat-syrat
berharga khususnya saham.
Variabel penting pasar modal adalah harga saham (stock price), voluma
perdagangan saham, return atau kemablian saham, dan indeks harga

saham gabungan (IHSG). Pelaku pasar modal biasanya selalu mengikuti


harga saham dan mencari informasi tentang perusahaan untuk menentukan
harga saham. Oelh karena itu, rekasi pasar modal terhadap informasi dapat
digunakan untuk mengukur atau menguji kebermanfaatan informasi.
Hubungan antara informasi dan harga saham dibahas dalam konsep yang
disebut efisiensi pasar (market efficiency) atau hipotesis pasar efisien
(efficient market hypothesis).
Beaver (1989) mendefinisikan efisiensi pasar sebagai berikut :
A security market is said to be efficient with respect to an information
system if and only if the prices act as if everyone observes the
signals from that information system. In other words, prices act as if
there is a universal knowlegde of that information. If prices have this
property, they fully reflect the information system (hlm 130)
Efisiensi pasar juga berkaitan dengan kecepatan suatu signal dicerna dan
terrefleksi dalam harga saham. Jones (1998) menegaskan sebagai berikut :
An efficient market is one in which the prices of all securities quickly
and fully reflect all available information about the assets (hlm 255)
Kedua definisi di atas menunjukkan bahwa efisiensi pasar harus dikaitkan
dengan sistem informasi yaitu mekanisme penyediaan informasi dengan
segala regulasi yang berlaku dalam lingkup beroperasinya pasar modal.
Sistem informasi menghasilkan sehimpunan informasi bagi pelaku pasar
untuk menentukan harga saham. Pasar dikatakan efisien dalam kaitan
dengan informasi atau signal tertentu hanya jika harga saham berperilaku
seakan-akan semua pelaku pasar menangkap signal tersebut dan segera
merevisi harga saham harapannya (tercermin dalam kutipan harga saham
atau quoted price sebelum signal) kemudian mengambil strategi investasi
(jual, beli, atau tahan) sheingga terjadi ekuilibrium baru.
Pengertian merefleksi secara penuh (fully reflect) adalah bahwa semua
signal yang tersedia telah tertangkap oleh pelaku pasar dan terefleksi dalam
harga saham ekuilibrium baru. Untuk dikatakan efisien, ekuilibrium baru
harus tercapai dalam waktu yang cukup cepat. Dalam pasar efisien, pelaku
pasar dengan strategi apapun tidak akan dapat memperoleh keuntungan
lebih (return abnormal) dalam jangka panjang. Dengan kata lain, tidak
seorang pun dapat mengalahkan atau mengecoh pasar bila pasar tersebut
efisien.
Bentuk Efisiensi Pasar
Karena efisiensi pasar hanya dapat dikaitkan dengan informasi atau
signal tertentu dalam suatu mekanisme penyediaan informasi, terdapat
tiga bentuk efisiensi yaitu :
; Bentuk Lemah

Pasar adalah efisien dalam bentuk lemah jika harga sekuritas


merefleksi secara penuh informasi harga dan voluma sekuritas masa
lalu (yang biasanya tersedia secara publik). Dalam bentuk ini,
dianggap pelaku pasar hanya menggunakan data pasar modal historis
untuk menilai investasinya sehingga data tersebut tidak bermanfaat
lagi untuk memprediksi perubahan harga masa datang. Dengan kata
lain, pelaku pasar masih dimungkinkan untuk memperoleh return
abnormal dengan memanfaatkan informasi selain data pasar.
Bentuk Semi Kuat
Pasar adalah efisien dalam bentuk semi kuat jika harga sekuritas
merefleksi secara penuh semua informasi yang tersedia secara publik
termasuk data statemen keuangan. Karena semua perilaku pasar
memperoleh akses yang sama terhadap informasi publik, strategi
investasi yang mengandalkan data statemen keuangan publikasian
tidak akan mampu menghasilkan return abnormal secara terus
menerus.
Bentuk Kuat
Pasar adalah efisien dalam bentuk kuat jika harga sekuritas merefleksi
secara penuh semua informasi termasuk informasi privat atau dalam
yang tidak dipublikasi atau off-the-records. Dengan efisiensi semacam
ini, pelaku pasar yang mempunyai akses terhadap informasi dalam
sekalipun tidak akan memperoleh return yang berlebih dalam jangka
panjang

Laba Sebagai Signal


Laba akuntansi yang diumumkan via statement keuangan merupakan
salah satu signal dari himpunan informasi yang tersedia bagi pasar
modal. Walaupun hipotesis pasar efisien mengisyaratkan bahwa tidak
seorangpun akan memperoleh return lebih hanya atas pengetahuannya
terhadap data laba, penelitian empiris menunjukkan bahwa laba (per
saham) yang diumumkan via statemen keuangan mempunya dampak
terhadap harga saham. Oleh karena itu, sebagaimana telah dibahas
sebelumnya, data laba juga sangat diperlukan oleh investor untuk
memprediksi laba dan harga masa datang.
Informasi dalam (inside information) berupa kebijakan manajemen,
rencana manajemen, pengembangan produk, strategi yang dirahasiakan,
dan sebagainya yang tidak tersedia secara publik akhirnya akan terefleksi
dalam angka laba (laba per saham) yang dipublikasi via statemen
keuangan. Dengan kata lain, laba merupakan sarana untuk
menyampaikan signal-signal dari manajemen yang tidak disampaikan
secara publik. Jadi, laba mempunyai kandungan informasi (information
content) yang penting bagi pasar modal. Sementara itu, investor
berusaha untuk mencari informasi untuk memprediksi laba yang akan
diumumkan atas dasar data yang tersedia secara publik. Oleh karena itu,
informasi laba sangat diharapkan para analis untuk menangkap informasi
privat atau dalam yang dikandungnya dan untuk mengkonfirmasi laba
harapan investor.

Pengujian Kandungan Informasi Laba


Apakah laba mengandung informasi dapat ditunjukkan oleh reaksi pasar
terhadap pengumuman laba (earnings announcement) sebagai suatu
peristiwa (event). Bila angka laba mengandung informasi, diteorikan
bahwa pasar akan berekasi terhadap pengumuman laba. Pada saat
diumumkan, pasar telah mempunyai harapan tentang berapa besarnya
laba perusahaan atas dasar semua informasi yang tersedia secara publik.
Berbagai model prakiraan laba merupakan cara untuk menentukan laba
harapan (expected earnings). Selisih antara laba harapan dan laba
laporan atau aktual (reported atau actual earnings) disebut laba kejutan
(unexpected earning). Laba kejutan merepresentasikan informasi yang
belum tertangkap oleh pasar sehingga pasar akan berekasi pada saat
pengumuman. Gambar 10.8 melukiskan konsep laba kejutan sebagai
representasi informasi yang dikandung laba pada saat diumumkan yang
belum ditangkap oleh pasar.
Gambar 10.8
Laba Kejutan dalam Peristiwa Pengumuman Laba
Laba aktual (actual earnings)
Model Pengharapan laba
(earnings expectation model)

Laba kejutan (unexpected earnings)

Laba harapan (expected earnings)


Waktu (hari)
-6

-5

-4

-3

-2

-1

+1

+2

+3

Tanggal pengumuman laba

Laba dalam analisis ini biasanya adalah laba per saham untuk
perusahaan tertentu. Laba aktual dapat pula berada dibawah laba
harapan. Seperti pada pembahasan nilai intrinsik, laba kejutan adalah
angka yang ada dalam persepsi investor individual. Oleh karena itu, laba
kejutan untuk perusahaan tertentu dapat berbeda-beda anatar investor
karena berbagai faktor.
Reaksi pasar ditunjukkan dengan adanya perubahan harga pasar (return
saham) perusahaan tertentu yang cukup mencolok pada saat
pengumuman laba. Yang dimaksud mencolok adalah terdapat perbedaan
yang cukup besar return yang terjadi dengan return harapan. Dengan
kata lain, terjadi return kejutan atau abnormal pada saat pengumuman
laba.
Return atau kembalian adalah apa yang diperoleh investor dari
investasinya dalam suatu perioda yang dalam hal saham dapat berupa
dividen dan untung kapital (capital gain) yaitu kenaikan nilai investasi.

Return umumnya dinyatakan dalam persen perubahan. Oleh karena itu,


reutrn saham suatu perusahaan dapat dinyatakan sebagai berikut (Van
Horne, 1998 hlm 26):

R eturn=R=

D eviden p er s h a +( E nding p riceB eginning p rice)


B eginning p rice

Bila tidak ada dividen dan harga dinotasi dengan P, maka return
perusahaan j pada periode t dapat dinyatakan sebagai berikut :

R j , t=

Pt 1 P t 0
Pt 0

Rj,t merupakan return aktual. Untuk mengetahui adanya return abnormal,


harus ditentukan suatu pembanding yang dianggap sebagai return
normal atau return harapan. Terdapat berbagai macam model estimasi
untuk menentukan return normal baik yang menggunakan hanya data
perusahaan maupun yang menggunakan harga pasar. Bila hanya
menggunakan data perusahaan, return normal yang digunakan adalah
). Model ini disebut return
rata-rata return perusahaan masa lalu ( R
sesuaian-mean (mean-adjusted returns). Dapat juga digunakan return
pasar (Rm) sebagai pembanding. Return pasar (R m) adalah rata-rata
berbobot-nilai seluruh return saham perusahaan yang tercatat dibursa
saham pada saat tertentu. Model yang terakhir disebut dengan return
sesuaian-pasar (market-adjusted returns). Dengan pembanding tersebut,
return abnormal (RA) perusahaan j pada waktu t ditentukan sebagai
berikut :

M ean a d justed r eturns : R A j ,t =R j , t R j

M arket a djusted r eturns : R A j , t=R j ,t R m t


Karena rekasi pasar tidak selalu terjadi seketika pada hari pengumumanm
rekasi dapat diukur untuk perioda beberapa hari sebelum dan sesudan
peristiwa (disebut jendela peristiwa atau event window). Dalam
menentukan Rj untuk suatu perusahaan, return untuk jendela peristiwa
biasanya tidak diperhitungkan. Perioda-perioda (lamanya hari) yang
diperhitungkan dalam menentukan Rj disebut perioda estimasi. Gambar
10.9 melukiskan return abnormal untuk jendela peritiwa t1 = -3 sampai
dengan t2 = +2 dengan model return sesuaian mean (RSM) dan return
sesuain-pasar (RSP).

Gambar 10.9
Return Abnormal Dengan Model RSM dan RSIP
Return

A; Model Return Sesuaian Mean


Jendela Peristiwa

RA

RH

Waktu (hari

-11

-10

-9

-8

-7

-6

-5

-4

-3

Periode estimasi

-2

-1

+1

+2

Perioda Peristiwa

B; Model Return Sesuaian Pasar

Return

Jendela Peristiwa

R
RM

R
M

-11

-10

-9

-8

-7

R
A

-6

-5

Waktu (hari

R
M
-4

-3

-2

-1

+1

+2

Dengan jendela peristiwa yang lebar, perbedaan kecepatan reaksi


antarpelaku pasar dapat diakomodasi. Reaksi pasar kemudian diukur
dengan apa yang disebut return abnormal kumulatif/ RAK. RAK untuk
jendela peristiwa anatara t1 dan t2 dapat dinyatakan sebagai berikut :
t2

R AK j(t 1 ,t 2)= R A j , t
t =t 1

Untuk menguji kandungan informasi laba dapat dilakukan dengan dua


pendekatan : Pendekatan asosiasi, menekankan studi asosiasi dan
Pendekatan peristiwa, menekankan pada rekasi pasar. Variabel diatas
ditentukan untuk perusahaan secara individual. Pengujian harus
dilakukan pada level pasar sehingga diperlukan beberapa perusahaan
sebegai sampel pengujian.
Perioda estimasi dalam model return sesuaian mean pada umumnya
cukup panjang bahkan dalam beberapa penelitian perioda estimasi
mencapai 250 hari dalam model return pasar sesuaian, perioda estimasi
tidak diperlukan karena setiap saat (hari) return pasar dapat ditentukan
dan return pasar tersebut berfluktuasi mengikuti dinamika pasar.
Pengujian Asosiasi

Studi asosiasi sering disebut pula studi koefisien respon laba (earnings
response coefficient / ERC). Koefisien respon laba adalah kepekaan return
saham terhadap setiap rupiah laba atau laba kejutan. Bila semua variabel
dapat ditentukan untuk sampel perusahaanm model-model pengujian
berikut dapat digunakan :

Ri ,t = 0 + 1 Li ,t + i ,t (i=1,2,3, n)
Atau

R A i ,t = 0+ 1 L K i ,t + i ,t (i=1,2,3, n)
Atau

R AK t 1 , t 2= 0 + 1 L K i ,t + i ,t (i=1,2,3, n)
Dalam model-model di atas, LK adalah laba kejutan dan 1 adalah
koefisien asosiasi. Untuk model terakhir (t1,t2) adalah jendela peristiwa.
Model-model tersebut hanya menggambarkan secara sederhana
hubungan antara laba dan pasar modal. Dalam banyak penelitian
akuntansi, model-model yang lebih canggih telah banyak dikembangkan.
Bila secara statistis 1 tidak sama dengan nol, berarti secara umum
terdapat asosiasi antara laba dan return saham. Pengujian ini
menunjukkan bahwa pada tataran pragmatik, laba memang mengandung
informasi sehingga bermanfaat bagi investor.
Studi empiris menunjukkan bahwa asosiasi atau korelasi anatara laba dan
return tidak begitu kuat atau tidak sempurna. Beberapa alasan
dikemukakan untuk menjelaskan hal ini
1; Angka laba hanya merupakan sebagian kecil faktor yang
mempengaruhi harga saham, persepsi investor terhadap risikom
kondisi ekonomi dan sentimen politik juga menjadi penentu harga
pasar.
2; Fluktuasi laba tidak selalu menggambarkan perubahan ekonomik
perusahaan tetapi semata-mata merupakan perubahan metoda
akuntansi
3; Laba akuntansi dapat dipengaruhi oleh manajemen dan inkonsistensi
internal akuntansi sehingga angka laba mengandung gangguan.
Perubahan laba akuntansi sering lebih merupakan perubahan
kosmetik daripada perubahan fundamental ekonomik perusahaan.
4; Investor tidak selalu seragam dalam menginterpretasi informasi yang
tersedia di pasar.
5; Pasar sering berperilaku yang tidak terprediksi.
Pengujian Peristiwa
Angka laba tidak lagi digunakan dalam pengujian ini karena yang menjadi
fokus adalah peristiwa pengumuman laba. Reaksi pasar diukur sebagai
return abnormal mean/RAM atau return abnormal kumulatif mean/RAKM
untuk seluruh atau sampel perusahaan di pasar modal. RAM dan RAKM
ditentukan sebagai berikut :

R AM t = R A i ( n=u kuran s ampel )


t=1

R AK M (t 1 ,t 2)= R AK i(n=u kuran s ampel)


t =1

Reaksi pasar dianggapa ada bilamana RAM atau RAKM secara statistis
tidak sama dengan nol. Bila RAM dan RAKM secara statistis positif berarti
terjadi reaksi positif terhadap laba sehingga laba dianggap membawa
berita baik demikian pula sebaliknya.
Dari berbagai uraian diatasm dapat disimpulkan bahwa laba mempunyai
efek pragmatik terhadap perilaku pasar modal. Rekasi pasar paling tidak
menunjukkan bahwa secara empiris perlaku pasar modal seolah-olah
telah menggunakan laba sehingga dapt dikatakan bahwa laba
bermanfaat bagi investor.

Laba dan Teori Entitas


Telah diuraikan dalam pembahasan makan laba bahwa laba adalah kenaikan
kemakmuran suatu entitas yang dapat dikonsumsi tanpa mempengaruhi
kapital semula. Dari aspek pengukuran dan prosedur akuntansi, laba adalah
selisih pendapatan dan biaya. Persoalannya adalah kapan penandingan pospos biaya dengan pendapatan harus berhenti sehingga selisihnya dapat
disebut laba. Ini sama saja dengan masalah apakah suatu pos merupakan
biaya atau merupakan pembagian laba. Untuk menjawab hal ini, penegrtian
laba harus dikaitkan dengan entitas yang berkepentingan. Untuk siapa
suatu jumlah rupiah dapat disebut laba bergantung pada sudut pandang
atau teori entitas yang dianut. Teori entitas berkaitan dengan penentuan
siapa yang dianggap paling berkepentingan dengan suatu kegiatan
ekonomik sehingga pihak tersebut berhak untuk emnikmati laba. Karena
berkaitan dengan siapa yang berhak atas laba, teori entitas sering disebut
juga dengan teori ekuitas.
Teori entitas atau ekuitas yang banyak dibahas dalam literatur teori
akuntansi antara lain :
1; Entitas usaha bersama
2; Entitas usaha atau bisnis
3; Entitas investor
4; Entitas pemilik
5; Entitas pemilik residual
6; Entitas pengendali
7; Entitas dana
Teori entitas selalu dikaitkan dengan partisipan dalam kegiatan ekonomik
yaitu manajer, karyawan, investor, kreditor, pemerintah dan entitas lain
yang terlihat. Mereka merupakan pihak yang akhirnya menerima manfaat
dari nilai tambahan yang timbul akibat kegiatan ekonomik. Teori kesatuan

juga mempunyai implikasi tentang tujuan pelaporan keuangan dan bentuk


atau susunan statemen laba rugi.

Entitas Usaha Bersama


Dengan sudut pandang ini, kesatuan yang menjadi pusat perhatian
akuntansi adalah kegiatan usaha bersama yang melibatkan berbagai
pihak sebagai bagian dari kegiatan ekonomik. Semua partisipan
menanggung segala aspek kegiatan bersama sehingga mereka disebut
secara bersama sebagai pemegang pancang (stakeholder) yang terdiri
atas manaher, karyawan, pemegang saham, kreditor, pelanggan,
pemerintah, dan masyarakat. Perusahaan berfungsi sebagai alat,
pengikat, pancang, atau pusat kegiatan. Secara skematis sudut pandang
itu dilukiskan dalam gambar 10.10
Gambar 10.10
Teori Entitas Usaha Bersama

Pemerintah

Lembaga ekonomik lain

Investor

Perusahaan sebagai pengikat usaha bersama


Manajemen

Karyawan

Sudut pandang usaha bersama


Kreditor

Pihak Lain

Lembaga ekonomik

Sudut pandang ini menjadi relevan manakala perusahaan menjadi sangat


besar. Pandangan ini dilandasi oleh gagasan bahwa perusahaan yang
besar berfungsi sebagai institusi sosial yang mempunyai pengaruh
ekonomij yang luas dan kompleks sehingga darinya dituntut
pertanggungjawaban sosial. Perusahaan besar tidak dapat lagi dijalankan
untuk kepentingan pemegang saham semata-mata. Walaupun para
pemegang sahammempunyai hak yurids sebagai pemilik, kepentingan
para pemegang pancang secara bersama demi berlangsungnya dan
kemakmuran perusahaan harus didahulukan.
Sebagai institusi sosial, perusahaan harus menunjukkan kontribusi
ekonomik terhadap masyarakat luas. Semua partisipan merupakan
kontributor dalam menciptakan nilai-tambahan akibat kegiatan usaha

bersama tersebut. Nilai-tambahan merupakan ukuran kinerja ekonomik


usaha bersama sehingga para pemegang pancang berhak untuk
mendapatkan bagian dari nilai-tambahan tersebut.
Dengan sudut pandang ini laba didefinisikan sebagai seluruh jumlah
rupiah nilai-tambahan (kenaikan kemakmuran) yang dihasilkan oleh
kegiatan para partisipan secara bersama-sama dikurangi dengan kos
material dan mesin/peralatan (bahan baku, overhead non tenaga kerja
dan depresiasi). Laba merupakan hasil upaya bersama para pemegang
pancang.
Jumlah
rupiah
yang
dibayarkan
kepada
partisipan
bukanmerupakan biaya tetapi merupakan distribusi nilai-tambahan (laba)
atau pembagian laba. Statemen laba-rugi harus disusun dengan
pendekatan nilai-tambahan untuk merefleksi karakteristik perusahaan
sebagai institusi sosial. Gambar 10.11 menunjukkan contoh penyajian
statemen laba-rugi dengan pendekatan ini.
Gambar 10.11
Statemen Nilai-Tambahan dan Distribusinya

Penjualan
Dikurangi transfer antarausaha bersama
Bahan Baku
Overhead nontenaga kerja

Rp
9.800.000
Rp 1.500.000
Rp
600.000

Nilai-Tambahan ekonomik usaha bersama


Distribusi Nilai-tambahan
Sumber daya manusia (manajer dan
karyawan)
Pemerintah (pajak dan pungutan
lainnya)
Penyedia dana :
Kreditor (bunga)
Investor (dividen)
Reinvestasi dalam perusahaan
Depresiasi (pengganti alat
produksi)
Reinvestasi (pengembangan
usaha)
Nilai-tambahan yang didistribusi

Rp
2.100.000
Rp
7.700.000

Rp
2.000.000
Rp
1.800.000
Rp
400.000
Rp 1.200.000
Rp
700.000
Rp
600.000

Rp
1.600.000

Rp
2.300.000
Rp
7.700.000

Jumlah rupiah penjualan mengukur kemakmuran total yang diciptakan


oleh kesatuan usaha bersama. Untuk mengukur nilai-tambahan, jumlah
itu harus dikurangi dengan kos bahan baku dan overhead nontenaga

kerja karena keduanya merupakan nilai tambahan yang diciptakan oleh


institusi sosial lainnya yang ditransfer ke kesatuan usaha bersama. Jadi
secara ekonomik, nilai-tambahan yang dilaporkan hanyalah yang
diciptakan oleh kesatuan usaha tersebut.
Masalah teoritis muncul berkaitan dengan makna depresiasi. Apakah
depresiasi diperlakukan sebagai barang transfer atau sebagai reinvestasi?
Pendukung depresiasi sebagai barang transfer berargumen bahwa kalau
depresiasi dikeluarkan dari perhitungan nilai-tambahan, akan timbul
kesan seolah-olah nilai-tambahan tercipta tanpa kontribusi fasilitas fisis
yang dibeli dari kesatuan lainnya. Fasilitas fisis merupakan produk
kesatuan lainnya sehingga depresiasinya harus dikurangkan terhadap
penjualan untuk menunjukkan nilai tambahan bersih oleh kesatuan usaha
bersama yang bersangkutan. Selain itu, pengurangan depresiasi untuk
menentukan nilai-tambahan juga sesuai dengan asas akrual dan konsep
dasar penandingan. Labih jauh, dikurangkannya depresiasi akan memberi
rasa adil dalam distribusi nilai-tamba.
Pendapat yang lain, sebagaimana dicontohkan dalam gambar 10.11,
berargumen bahwa pengurangan depresiasi untuk mendapatkan nilai
tambahanneto akan mengurangi makna sesungguhnya dari nilai
tambahan yang dapat diciptakan oleh kesatuan usaha bersama. Lebih
dari itu, nilai tambahan yang diperoleh juga akan kehilangan
objektivitasnya karena depresiasi adalah angka taksiran. Depresiasi tidak
dikurangkan karena jumlah rupiah pembelian fasilitas fisis dari kesatuan
lain telah diakui sebagai nilai tambahan oleh kesatuan lain tersebut. Oleh
karena itu, depresiasi harus dianggap sebagai distribusi laba untuk
mempertahankan kapasitas produktif aset yang dikuasai kesatuan usaha
bersama dan untuk membatasi jumlah yang dapat didistribusi kepada
para pemegang pancang. Depresiasi merupakan laba yang tidak dapat
didistribusi guna mengganti fasilitas fisis yang usang. Pendekatan ini
lebih sesuai dengan konsep laba dengan mempertahankan kapital.
Seperti depresiasi, reinvestasi perlu dilakukan karena usaha bersama
harus berkembang dan maju sehingga reinvestasi setara dengan laba
ditahan.
Entitas Usaha atau Bisnis
Teori entitas ini mendasari konsep dasar kesatuan usaha yang dibahas di
Bab 5. Perusahaan dipandang sebagai orang atau badan yang berdiri
sendiri, bertindak atas namanya sendiri, serta terpisah dari investor,
kreditor dan pihak eksternallainnya. Jadi, perusahaan dipersonifikasi
sehingga tia seakan akan dapat melakukan trasaksi dan kegiatan (tentu
saja melalui manajemen dan karyawan). Perusahaan menjadi pusat
perhatian akuntansi dan menjadi subjek pelaporan. Teori ini dapat
dilukiskan melalui diagram dalam gambar 10.12
Gambar 10.12

Teori Entitas Usaha


Pihak Luar
Perusahaan
Kreditor

Manajemen

Pemegang saham

Pihak Lain

Sudut Pandang Kesatuan usaha

Dengan teori ini, laba dipandang sebagai kenaikan aset karena


pendapatan dianggap sebagai aliran masuk (kenaikan aset) dan biaya
sebagai aliran keluar aset (penurunan aset) akibat kegiatan operasi
perusahaan. Pemilik, kreditor, pemerintah, serta pihak lainnya
diperlakukan sebagai pihak luar. Oleh karena itu, jumlah rupiah yang
didistribusi ke mereka diperlukan sebagai biaya. Transaksi modal
(transaksi dengan pemilik) tidak dibedakan dengan transaksi operasi.
Dengan teori ini dan mendasarkan data dari gambar 10.11, statemen
laba rugi secara teoritis disajikan dalam gambar 10.13 dibawah ini.
Gambar 10.13
Statemen Laba-Rugi Atas Dasar Teori Entitas Usaha
Rp
Penjualan (Pendapatan
9.800.000
Biaya
Bahan baku dan bahan habis Rp
pakai
1.500.000
Rp
Gaji manajer dan karyawan
2.000.000
Rp
Overhead nontenaga kerja
600.000
Rp
Depresiasi
700.000
Rp
Bunga
400.000
Rp
Pajak
1.800.000
Rp
Rp
Dividen
1.200.000
8.200.000
Rp
Laba Entitas Usaha
1.600.000

Laba entitas Rp 1.600.000 sama dengan reinvestasi dalam statemen


nilai-tambahan dalam gambar 10.11 dan jumlah ini merupakan tambahan
aset yang dikelola oleh kesatuan usaha. Karena teori kesatuan usaha
memandang penyedia dana sebagai pihak luar, pemegang saham dan
kreditor tidak dibedakan dan keduanya dipandang sebagai pemegang
ekuitas (equity holders) sehingga persamaan akuntansi dapat dinyatakan
sebagai berikut :

A set=E kuitas
Karena pemegang saham sama kedudukannya dengan kreditor, utang
atau kewajiban merupakan keharusan (obligation) kesatuan usaha
kepada kreditor bukan keharusan pemegang saham. Sementara itu, apa
yang biasa diperlakukan sebagai klaim dari pemegang saham dipandang
sebagai keharusan kesatuan usaha kepada pemegang saham sehingga
bunga dan deviden keduanya merupakan biaya. Statemen keuangan
merupakan pertanggung jelasan kesatuan usaha usaha kepada
pemegang ekuitas untuk memenuhi persyaratan hukum dan menjada
hubungan baik bukan untuk memenuhi pertanggungjelasan keuangan
dan kepengurusan (financial and stewardship accountablity). Interpretasi
semacam ini dilandasi oleh gagasasn bahwa kesatuan usaha bertindak
atas namanya sendiri bukan atas nama pemegang saham atau kreditor.
Teori entitas semcam ini sering disebut sudut pandang entitas baru atau
kontemporer.
Entitas Investor
Investor disini adalah investor dalam arti luas yaitu kreditor (jangka
panjang) dan pemegang saham (Preferen dan biasa). Jadi, investor adalah
penyedia dana utama perusahaan. Dengan teori ini, pusat perhatian
akuntansi adalah kedua kelompok tersebut dankeduanya dipandang
sebagai mitra manajemen bukan sebagai pihak luar sebagaimana dalam
sudut pandang kesatuan usaha. Dengan kata lain, perusahaan melalui
manajamen bertindak atas nama investor. Oleh karena itu, pelaporan
keuangan harus dilaksanakan untuk kepentingan kedua kelompok
tersebut. Teori ini dapat dinyatakan dalam diagram gambar 10.14.
persamaan akuntansinya dapat dinyatakan sebagai berikut :
Pihak Luar

A set U tang
J angka P endek=E k u itas I nvestor
Perusahaan
Gambar 10.14
Teori Entitas Investor
Kreditor

Entitas Lai n

Manajemen

mitra

Sudut Pandang Kesatuan usaha

Pemegang saham

Dengan sudut pandang ini, laba kemudian didefinisi segai jumlah rupiah
yang menjadi hak investor. Sebagai konsekuensi, bunga kepada kreditor
jangka panjang dan deviden kepada pemegang saham bukan merupakan
biaya tetapi lebih merupakan distribusi laba. Penyajian statemen laba
rugi akan tampak seperti pada gambar 10.15.
Gambar 10.15
Statemen Laba-Rugi Atas dasar teori Entitas Investor

Penjualan (Pendapatan)
Biaya
Rp
Bahan baku dan bahan habis pakai 1.500.000
Rp
Gaji manajer dan karyawan
2.000.000
Rp
Overhead nontenaga kerja
600.000
Rp
Depresiasi
700.000
Rp
Pajak
1.800.000
Laba Investor

Rp
9.800.000

Rp
6.600.000
Rp
3.200.000

Distribusi laba :
Rp
Kepada kreditor (bunga)
400.000
Rp
Kepada pemegang saham (dividen) 1.200.000
Reinvestasi (laba tidak dibagi)

Rp
1.600.000
Rp
1.600.000

Karena kreditor dan pemegang saham merupakan mitra manajemen dan


manajemen bertindak atas nama investor, laba kesatuan usaha investor
adalah sebesar Rp 3.200.000. dalam hal ini, pajak berstatus sebagai

biaya bagi investor. Berbeda dengan kesatuan usaha, bunga dan deviden
merupakan pembagian laba bukan biaya. Teori entitas semacam ini
sering disebut sudut pandang entitas tradisional.
Entitas Pemilik
Teori entitas ini memandang pemegang saham (biasa dan istimewa)
sebagai pemilik (propieter) dan menjadi pusat perhatian akuntansi.
Kreditor dianggap sebagai pihak luar. Pemegang saham tetap menjadi
mitra manajamen. Aset menjadi milik pribadi pemegang saham sehingga
utang merupakan keharusan pemegang saham. Artinya, pemegang
saham menanggung segala risiko yang berkaitan dengan utang. Sudut
pandang ini, aset bersih menjadi perhatian utama bagi pemegang saham.
Teori ini dapat dinyatakan dalam persamaan akuntansi berikut :

A setK ewajiban=E kuitas


Kreditor, pemerintah, dan pihak atau entitas lain (bahkan manajemen)
dianggap sebagai pihak luar pemilik sehingga semua kos yang
dikorbankan yang bersangkutan dengan pihak tersebut (misalnya gaji,
bunga, dan pajak) akan dianggap sebagai biaya bukannya distribusi laba.
Laba dalam teori entitas ini adalah selisih pendapatan dan biaya yang
menjadi hak akhir pemilik. Dengan kata lain, laba merupakan kenaikan
aset bersih.
Aset dipandang sebagai kapital finansial bagi pemegang saham sebagai
pemilik sehingga aset bersih menjadi pusat perhatiannya. Pemilik
dianggap berkepentingan dengan nilai kapital finansialnya sehingga nilai
sekarang (current value) bukannya kos historis sering dipakai sebagai
basis penilaian untuk menetukan nilai aset bersih.
Teori ini populer dan berpaut dengan perusahaan perseorangan yang
pemiliknya merangkap sebagai manajer. Untuk perusahaan besar yang
berbentuk perseroan, sudut pandang ini sebenarnya tidak tepat karena
manajemen dan pemegang saham merupakan pihak yang terpisah tidak
hanya secara konseptual tetapi secara fisis dan operasi. Untuk perseroan,
sudut pandang kesatuan usaha lebih konsisten dengan praktik bisnis
yang memisahkan pemilikan dan pengelolaan. Untuk perusahaan
perseorangan sekalipun sudut pandang kesatuan usaha lebih cocok
karena secara administratif (akuntansi) pemisahan pemilikan dan
pengelolaan perusahaan merupakan praktik yang sehat. Dengan teori ini,
penyajian statemen laba-rugi akan tampak dalam gambar berikut ini.
Gambar 10.16
Statemen Laba-Rugi Atas Dasar Teori Entitas Pemilik

Penjualan (Pendapatan)
Biaya

Rp
9.800.000

Bahan baku dan bahan habis pakai


Gaji manajer dan karyawan
Overhead nontenaga kerja
Depresiasi
Bunga
Pajak
Laba Bersih (Net Income)

Penggunaan laba :
Dibagi dalam bentuk dividen
Diinvestasi atau ditahan (retained
earning)

Rp
1.500.000
Rp
2.000.000
Rp
600.000
Rp
700.000
Rp
400.000
Rp
1.800.000

Rp
7.000.000
Rp
2.800.000
Rp
1.200.000
Rp
1.600.000
Rp
2.800.000

Penggunaan laba dalam gambar diatas sebenanya tidak tersaji dalam


statemen laba-rugi tetapi dalam statemen perubahan laba ditahan. Data
tersebut disajikan disini semata-mata untuk membandingkan dengan
penyajian atas dasar sudut pandang lain.
Walaupun akuntansi sekarang ini mendasarkan pada susut pandang
kesatuan usaha, dalam praktiknya penyajian statement laba-rugi pada
umumnya adalah seperti pada gambar 10.16. hal ini menimbulkan kesan
seakan-akan terjadi inkonsistensi. Sebenarnya, konsep kesatuan usaha
merupakan konsep yang dianut dalam rangka menjelaskan mekanisma
penciptaan data akuntansi melalui sistem akuntansi agar proses atau
struktur akuntansi mudah dipelajari dan dipahami. Dengan konsep
kesatuan usaha, akan mudah dipahami mengapa buku besar mempunyai
hubungan fungsional seperti yang dnyatakan dalam persamaan akuntansi
A =K + E + P B + I D.
Dalam hal ini,
A : Aset, K : Kewajiban, E : Ekuitas, P : Pendapatan, B : Biaya, I : Investasi ,
D : Distribusi
Bila dikaitkan dengan konsep laba, teori entitas yang dibahas disini lebih
berkaitan dengan masalah penyajian statemen laba-rugi. Oleh karena itu,
penyajian laba dapat saja menggunakan konsep yang berbeda dengan
konsep untuk penciptaan laba. Jadi, sebenarnya tidak terjadi
inkonsistensi. Yang terjadi adalah konsep yang berbeda untuk tujuan yang
berbeda. Dengan kata lain, data akuntansi yang ditangkap dan diciptakan

atas dasar konsep kesatuan usaha dapat disajikan untuk pelaporan labarugi dengan konsep kesatuan pemilik.
Entitas Pemilik Residual
Konsep entitas ini memandang pemegang saham biasa (residual equity)
sebagai pusat perhatian akuntansi. Pendekatan ini sebenarnya tidak
berbeda dengan sudut pandang pemilik (propietary concepts)
sebelumnya. Hanya dalam pendekatan ini, pemilik adalah pemegang
saham biasa. Pemegang saham istimewa dianggap sebagai pihak luar
sehingga deviden untuk mereka dipandang sebagai biaya. Kalau
disimbolkan, persamaan akuntansi untuk merefleksi konsep ini adalah
sebagai berikut :

A setE kuitas s pesifik=E kuitas r esidual


Dalam persamaan tersebut, ekuitas spesifik adalah utang dan ekuitas
saham istimewa. Teori ini dilandasi oleh pemikiran bahwa pemegang
saham biasa adalah pihak yang akhirnya menanggung risiko
ketidakpastian masa datang tetapi juga menikmati segala kembalian
setelah pihak lain terpenuhi haknya. Hak pemegang saham istimewa
sudah cukup pasti sehingga mereka tidak berkepentingan dengan laba
akuntansi. Oleh karena itu, penyajian laba harus dipusatkan pada
pemegang saham biasa (residual stockholders) untuk membantu mereka
memprediksi aliran kas masa datang. Laba dan laba per saham untuk
pemegang saham biasa menjadi informasi penting yang harus disajikan
dalam statemen laba-rugi.
Entitas Pengendali
Konsep ini tidak secara langsung berkaitan dengan makna laba tetapi
lebih berkaitan dengan penyajian data kuntansi secara keseluruhan. Teori
ini menitikberatkan pandangannya kepada pihak yang mengendalikan
(to control) sumber ekonomik perusahaan tanpa memperhatikan
pemilikan (ownership) seperti konsep kesatuan yang lain. Pengendalian
hanya dapat dilakukan oleh manusia dan karenanya siapa yang
mengendlaikan sumber ekonomik perusahaan harus diidentifikasi dan
kemudian akuntansi memusatkan perhatinannya pada para pengendali
tersebut. Dengan demikian tujuan dan fungsi akuntansi (pelaporan
keuangan) dapat lebih mudah ditafsirkan tanpa harus mengadakan
abstraksi semu seperti kesatuan usaha atau kesatuan dana. Konsep ini
sebenarnya sejalan dengan konsep kesatuan usaha, tetapi konsep ini
lebih menekankan pada orang yang mengelola dana (manajemen)
daripada menekankan pada wadah (kesatuan) operasinya.
Implikasi konsep ini tidak berbeda dengan implikasi konsep kesatuan
usaha karena kemampuan mengendalikan sumber ekonomik lebih
penting daripada pemilikan. Karena manajemen mempunyai tingkatan

(hierarki), pengendalian juga bertingkat dan tingkat manajemen tertentu


mengendalikan tingkat manajemen dibawahnya. Dengan teori ini, sudut
pandang akuntansi adalah manajemen puncak sebagai pengendali bukan
pemilik sehingga neraca dipandang sebagai statemen tentang sumber
dan penggunaan dana yang menunjukkan pertanggungjelasan
(accountability) manajemen.
Statemen laba-rugi dipandang sebagai penjelasan atas kegiatan
manajemen dari sudut pandang mananjemen sehingga statemen labarugi harus menunjukkan hasil (laba) untuk tiap kegiatan yang dapat
berupa projek, produk, atau segmen bisnis lainnya. Meskipun demikian,
manajemen juga mneyiapkan statemen laba-rugi untuk menunjukkan
kinerja kesatuan usaha secara keseluruhan.
Entitas Dana
Dana (fund) mempunyai dua pengertian yang saling dirancukan. Dana
dapat diartikan sebagai kas (uang), aset likuid, atau sumber keuangan
(financial resources) yang dapat digunakan untuk mendanai suatu
kegiatan, program, atau projek dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Dana juga dapat berarti kesatuan, wadah, atau pusat yang dapat berupa
kegiatan, program atau prjek yang didanai dengan aset likuid tersebut.
Berikut ini adalah pengertian dana sebagai kesatuan menurut National
Committee on Governmental Accounting (NCGA) :
A fund is defined as an independent fiscal and accounting entity with
a self-balancing set of accounts recording cash and other financial
resources, togehter with all related liablities and residual equities as
balances, and changes there in, which are segregated for the purpose
of carrying on specific activities or attaining certan objectives in
accordance with special regulations, restrictions, or limitations.
Jadi, dana dapat berarti sebagai kesatuan akuntansi (accounting entity).
Konsep ini memandang bahwa kegiatan, program, projek, atau unit
kegiatan lainnya sebagai kesatuan usaha atau entitas yang berdiri sendiri
dan menjadi pusat pelaporan yang disebut dana. Sumber keuangan yang
dianggarkan
dan
diserahkan
untuk
pelaksanaan
kegiatan
dipertanggunggjelaskan melalui kegiatan terebut sebagai dana yang
berdiri sendiri terpisah dengan dana yang lain. Untuk itu, diperlukan
seperangkat sistem akuntansi yang dapat menghasilkan data akuntansi
dan data statemen keuangan untuk pertanggungjelasan kesatuan dana
tersebut. Teori akuitas dana dapat dinyatakan dalam persamaan
akuntansi berikit :

A set=P embatasan p enggunaan a set

Konsep ini berpaut dengan organisasi nonprofit khususnya organisasi


kepemerintahan. Untuk unit organisasi kepemerintahan, interpretasi
terhadap persamaan diatas bergantung pada apakah unit tersebut
mengelola aset (keuangan negara) yang dipisahkan dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)/Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) atau tidak. Dalam pembahasan akuntansi
kepemerintahan, dikenal dua kelompok kesatuan dana yaitu :
1; Dana non belanja atau usaha (nonexpendable atau business-type
fund) berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara yang
dipisahkan
2; Dana belanja (expendable atau governmental-type fund) berkaitan
dengan pengelolaan keuangan melalui anggaran negara.
Bila dipisahkan, keuangan negara dikelola msalnya melalui BUMN/D.
Pembatasan penggunaan aset adalah pembatasan dalam hal lingkup
operasi BUMN/D. Artinya aset yang dikelola BUMN/D hanya dapat
digunakan dalam rangka melaksanakan misi yang diemban oleh badan
usaha tersebut dan aset dalam persamaan diatas pengertiannya sama
dengan aset dalam konsep kesatuan usaha (yaitu terdiri atas aset lancar
dan tetap). Bentuk, isi, dan susunan statemen keuangan juga akan sama
dengan statemen keuangan organisasi bisnis.
Bila suatu unit pemerintah mengelola keuangan negara yang
dilaksanakan melalui APB/D, special regulations, restrictions, or
limitations dalam definisi di atas biasanya diwujudkan terutama dalam
bentuk anggaran (APBN atau APBD sesuai dengan tingkat unit
kepemerintahan) . persamaan akuntansi dana pada awal dan akhir
perioda kemudian dapat dinyatakan berikut :

A set l ikuid ( f inancial resources )=Saldo dana( fund balance)


Aset dalam persamaan di atas adalah kas atau sumber keuangan likuid
yang dikuasai atau dikelola oleh kesatuan dana pada suatu saat. Setiap
kali suatu dana likuid masuk ke dalam unit kegiatan (program atau
proyek) maka unit kegiatan harus menggunakan dana tersebut untuk
tujuan yang telah ditetapkan. Sebelum unit kegiatan menggunakan
sumber keuangan likuid tersebut maka kesatuan tersebut mempunyai
:utang sebesar saldo dana. Utang disini bermakna sebagai utang
pertanggungjelasan keuangan kepada pemberi dana. Utang ini akan
berkurang kalau unit kegiatan telah membelanjakan sumber likuid sesuai
dengan tujuan (objek anggaran belanja) dan dinyatakan sah atau wajar
oleh pihak berwenang (auditor). Kalau aset likuid telah dibelanjakan
semua sesuai dengan tujuan dan telah dinyatakan sah maka dengan
sendirinya saldo dana akan sama dengan nol yang ebrarti bahwa unit
kegiatan telah mempertanggungjelaskan semua dana untuk membiayai
kegiatan bersangkutan.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa penerimaan sumber likuid dari


anggaran (misalnya untuk belanja pegawai) atau pendapatan sendiri
(misal PAD dalam pemda) akan emnaikkan saldo dana sendangkan
penggunaannya secara sah sesuai dengan anggaran akan emngurangi
saldo dana. Gambar 10.17 melukiskan secara siagramatis operasi dana
belanja.
Gambar 10.17
Operasi Akuntansi dalam Teori Entitas Dana untuk Dana Belanja
Entitas dana : projek, program, atau unit pemerintah (misalnya pemda)

Kas, piutang
Sumber pendapatan/penerimaan

Aset likuid = saldo dana


Saldo dana bertambah
Kas, utang
Objek belanja/pengeluaran

Saldo dana berkurang


Sudut Pandang Kesatuan dana

Untuk suatu program atau projek, sumber pendapatan atau penerimaan


adalah anggaran belanja atau hibah (block grant) untuk program
tersebut. Untuk suatu pemda, sumber penerimaan dapat berupa dana
pusat (anggaran untuk dibelanjakan), pendapatan asli daerah,
pembiayaan dari utanga jangka panjang, dan sumber lainnya. Objek
belanja atau pengeluaran dapat berupa gaji/honorarium, bahan habis
pakai, barang (inventaris), dan barang modal (aset tetap). Piutang dan
utang dalam gambar diatas adalah piutang dan utang jangka pendek.
Bila aset likuid, kewajiban likuid, saldo dana, pemdapatan, belanja
dinotasi dengan AL, KL, SD, P dan B, konsep dalam gambar 10.17 dapat
dinyatakan dalam persamaan akunansu dana belanja selama perioda
sebagi berikut :
Awal perioda :
Selama perioda
Akhir perioda :

AL
:
AL*

= KL + SD
AL*
= KL* + SD + P B
= KL* + SD*

Status Al* = KL* + SD* merupakan neraca akhir, P B membentuk


statemen kegiatan atau operasi unit kepemerintahan (statements of
revenues and expenditure) yang dapat menghasilkan surplus atau defisit.
Perubahan saldo dana awal menjadi akhir dapat disajikan dalam bentuk
analisis perubahan saldo dana (analysis of changes in fund balance).

Karena neraca hanya menyajikan aset dan utang likuid, aset tetap dan
utang jangka panjang dicatat dalam sistem terpisah yang disebut
perangkat akun non-dana dengan persamaan akuntansi sebagai berikut :
Untuk aset tetap
: Aset Tetap = Investasi dalam aset tetap
Untuk utang jangka panjang : Dana pelunasan harus disediakan + Dana
telah tersedia = Utang jangka panjang

Bila unit kepemerintahan (misalnya pemda) dapat menerbitkan utang


jangka panjang (obligasi pemerintah), penerimaan kas dari penerbitan
tersebut merupakan pendapatan. Jumlah rupiah utang yang terjadi
dicatat dan dilaporkan melalui perangkat akun utang jangka panjang
umum dan laporannya dapat disebut daftar utang jangka panjang.
Bila unit kepemerintahan menggunakan dana untuk pembelian barang
dan pembangunan sarana fisis (jembatan, jalan, dan gedung),
penegluaran tersebut harus dipertanggungjelaskan pada tahun anggaran
bersangkutan sebagai belanja (expenditures). Barang dan sarana fisis
dicatat melalui perangkat akun aset tetap umum dan laorannya dapat
disebut daftar aset tetap atau daftar inventaris atau nama lain yang
deskriptif.
Uraian tentang teori-teori entitas di atas menunjukkan bahwa susunan
dan penyajian statemen laba-rugi ditentukan oleh sudut pandang atau
teori entitas yang dianut. Artinya penyajian laba terakhir (bottom line)
ditentukan oleh siapa yang dituju. Gambar 10.18 meringkas berbagai
teori entitas dan implikasinya terhadap cakupan laba, cakupan biaya, dan
siapa yang berhak menerima laba.
Penyajian Laba
Walaupun teori entitas yang dibahas diatas berkaitan dengan masalah
penyajian, masalah lebih difokuskan pada masalah konseptual tentang apa
yang disebut laba. Masalah konseptual yang erat kaitannya dengan
penyajian adalah pemisahan pelaporan pos-pos transaksi operasi dan pospos transaksi dengan pemilik (transaksi modal). Pos-pos operasi dalam arti
luas (transaksi nonpemilik) pada umumnya dilaporkan melalui statemen
laba ditahan atau statemen perubahan ekuitas.

Anda mungkin juga menyukai