LP Sepsis
LP Sepsis
DAN
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN SEPSIS
DI RUANG 26 RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
Oleh :
Amin Febrianto
NIM. 135070209111051
LAPORAN PENDAHULUAN
SEPSIS
Pendahuluan
Sepsis adalah sindrom klinis yang dicetuskan oleh infeksi; ditandai
dengan sejumlah gejala klinis meliputi demam atau hipotermia, leukositosis atau
lekopenia, takhikardia dan tidakipnea. Sepsis sampai saat ini menjadi masalah
baik di negara berkembang maupun negara maju, baik dari segi morbiditas,
mortalitas, maupun ekonomi. Pemanfaatan kemajuan ilmu kedokteran untuk
pengelolaan sepsis dan syok septik berupa dipakainya peralatan monitoring
invasif, saranadiagnostik yang lebih canggih, obat vasopresor dan inotropis yang
lebih baik serta antibiotik yang lebih kuat memang dapat menekan angka
kematian, namun diikuti dengan peningkatan biaya yang sangat besar untuk
persatuan
nyawa
yang
diselamatkan.
Tingginya
angka
kematian
dan
dibuktikan
dengan
biakan,
dapat
bersifat
transien.
Septisemia
(< 4.3 kPa), sel darah putih > 12.000/mm 3, < 4.000/mm3; atau > 10% bentuk
immature/band.
Sepsis syndrome adalah gejala klinis infeksi disertai dengan respons
sistemik yang menyebabkan gangguan organ berupa: insufisiensi respirasi,
disfungsi renal, asidosis atau gejala mental. Septic shock adalah sepsis
syndrome disertai dengan hipotensi dan adanya gangguan perfusi. Refractory
septic shock adalah syok septik yang berlangsung lebih dari satu jam tanpa
respons terhadap intervensi cairan atau obat farmakologis.
Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) merupakan istilah
baru yang banyak dipakai; SIRS adalah manifestasi klinis inflamasi sistemik yang
dapat merupakan respons terhadap infeksi (fokal/sistemik), atau noninfeksi
(misalnyalukabakar,
pankreatitis).
Dikatakan
sepsis
bila
SIRS
tersebut
lokal di salah satu bagian tubuh oleh suatu mikroorganisme tertentu kemudian
masuk ke dalam aliran darah dan menyebar ke seluruh tubuh secara langsung
atau akibat tindakan medis misalnya: pemasangan kateter intravena/ buli-buli,
tindakan operasi, pemasangan alat bantu napas, dan lain-lain. Mikroorganisme
juga dapat masuk dari luar tubuh ke dalam aliran darah lewat jarum suntik yang
tidak steril. Kadang-kadang sumber infeksi tidak ditemukan.
c. Patofisiologi
Terjadinya infeksi dan sepsis erat kaitannya dengan faktor host dan faktor
mikrobiologi.
1. Faktor host
Infeksi terjadi bila mikroorganisme dapat melewati lapisan-lapisan
pertahanan
tubuh/barrier.
Barrier
pertama
berupa
pertahanan
mekanis/kimiawi; misalnya kulit atau mukosa yang utuh, sekresi tubuh yang
bersifat bakterisidal atau bakteristatik, pergerakan silia, refleks batuk dan
sebagainya. Lapisan kedua pertahanan tubuh adalah sel-sel fagosit yang
umumnya bersifat nonspesifik; yang akan memusnahkan setiap invasi.
Lapisan pertahanan tubuh ketiga adalah yang bersifat spesifik terhadap
antigen-bahan asing tertentu. Gangguan pada barrier pertama, kedua atau
ketiga atau kombinasi memudahkan terjadinya infeksi. Secara umum faktor
host yang berperan dalam memudahkan timbulnya sepsis pada infeksi
adalah: penyakit dasar, status gizi, status metabolik pasien; adanya infeksi
fokal sebelumnya, pemakaian peralatan invasif pada lingkungan rumah sakit
(kateter urine, vena sentral), penekanan imunitas tubuh akibat pemberian
steroid, kemoterapi, radiasi.
2. Faktor mikrobiologi
Faktor
mikrobiologi
penting
perannya
sebagai
pencetus
segala
perubahan patogenesis dan patofisiologi yang terjadi, dan juga terkait dengan
pemilihan obat antibiotika yang sesuai. Telah diketahui bahwa kemungkinan
terjadinya syok septik pada infeksi oleh mikroorganisme-mikroorganisme
tidak sama. Pada era pra-antibiotik, syok septik tersering karena:
Streptococcus pneumonia; Streptococcus grup A, Staphylococcus aureus,
Haemophylus influenza, Neisseria meningitidis, Salmonella spp. Namun
akhir-akhir ini organisme gram-negatif merupakan patogen utama penyebab
bakteremia.
dan
lipotechoic
acid
bakteri
gram
positif,
bahan-bahan
polisakarida tertentu. serta enzim ekstraseluler dan toksin tertentu juga dapat
memicu respons yang sama seperti LPS. CD 14, baik yang berada pada
permukaan sel atau pun yang bebas, merupakan reseptor yang memfalisilitasi
respons terhadap berbagai stimulus. Mekanisme lain yang dapat mengenal
molekul mikroba adalah komplemen (melalui alternative pathways), mannose
binding protein, dan C-reactiueprotein.
Respons tubuh setelah invasi mikroba merupakan hasil interaksi yang
kompleks antara microbial signal, leukosit, mediator humoral dan endotel
vaskuler. Cytokine pada reaksi inflamasi mengamplifikasi dan mendiversifikasi
respons. Cytokine dapat berfungsi sebagai endocrin, paracrine, autocrine. TNF-a
menstimulasi leukosit dan endotel vaskuler melepaskan cytokine-cytokine lain
(selain TNF-a sendiri), mengekspresi cell surface adhesion molecule dan
meningkatkan turn over arachidonic acid. Pada tingkat lokal, dengan adanya
proses tersebut; infeksi diharapkan dapat terlokalisasi di tempat tersebut dengan
terbentuknya trombus lokal; sehingga invasi kuman dapat dicegah. Dan dengan
mobilisasi sel darah putih, makrofag, maka infeksi dapat diatasi.
Meskipun TNF-a merupakan mediator utama, ia hanya merupakan salah
satu dari sekian banyak cytokine yang terlibat dalam sepsis. IL-1/3 misalnya,
yang mempunyai aktivitas mirip TNF-a, tampaknya juga mempunyai fungsi
Prostaglandin
E2,
dan
prostacyclin
dapat
menyebabkan
aktivitas
reaksi
neutrofil
misalnya
kemotaksis,
agregasi,
diproduksi
dan
dilepaskannya
bahan
cytokine,
molekul
tersebut berkorelasi dengan intensitas sepsis dan beratnya syok, demikian juga
kemudian dengan kegagalan organ dan outcome penyakit. Pada Gambar 1 akan
dapat dilihat awal terjadinya sepsis sampai terjadi kerusakan jaringan, di mana
ICAM memegang peranan penting.
Perkembangan terbaru menunjukkan bahwa sistem koagulasi berperan
penting
dalam
Ketidakseimbangan
patofisiologi
mekanisme
mengedepan
hemostatik
dalam
yang
fisiologi
sepsis.
termanifestasi
sebagai
koagulasi
demikian
menghasilkan
procoagulant
state
yang
peningkatan
fibrin
monomer,
menurunnya
fibrinogen.
dan
2.
3.
4.
5.
6.
e. Pemeriksaan Penunjang
Bila sindrom klinis mengarah ke sepsis, perlu dilakukan evaluasi
sepsis secara menyeluruh. Hal ini termasuk biakan darah, pungsi lumbal,
analisis dan kultur urin, serta foto dada.
Diagnosis sepsis ditegakkan dengan ditemukannya kuman pada
biakan darah. Pada pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan neutropenia
dengan pergeseran ke kiri (imatur:total seri granulosit>0,2). Selain itu dapat
dijumpai pula trombositopenia. Adanya peningkatan reaktans fase akut
seperti C-reactive protein (CPR) memperkuat dugaan sepsis. Diagnosis
sebelum terapi diberikan (sebelum hasil kultur positif) adalah tersangka
sepsis (Mansjoer,2000:509).
f.
Penatalaksanaan
Dasar pengelolaan sepsis adalah sebagai berikut.
1.
2.
pembedahan.
Menghilangkan/menghindari
3.
kateterisasi urine.
Membunuh kuman penyebab. dengan pemberian antimikrobial yang
4.
tepat.
Meminimalkan efek interaksi host-mikroba; misalnya dengan bahan yang
5.
6.
faktor
pencetus;
misalnya:
tindakan
penderita
dengan
risiko
infeksi
tinggi
misalnya
penderita
(anti-inflammatory
cytokines)
atau
sitokin
antagonis
dengan meningitis, maka tanda kaku leher sering tidak ada; namun 2 gejala
masih ada: sakit kepala dan gangguan status mental.
Status
pertahanan
tubuh,
dan
kemampuan
mempertahankan
kemampuan organ vital merupakan faktor yang menentukan hasil akhir suatu
infeksi. Tabel 1 menunjukkan faktor-faktor penting yang memengaruhi
prognosis. Di samping penyakit dasar dan komplikasi, beberapa faktor lain
mempunyai
pengaruh
bermakna:
adanya
bakteremia
polimikrobial
mempunyai prognosis buruk. Faktor lain adalah tidak jelas/tidak adanya fokus
infeksi yang tidak terlihat, umur pasien sangat muda atau pun tua. Pemilihan
obat antimikrobial dan cepatnya pemberian juga memengaruhi prognosis.
Tingginya kadar Detectable cytokine yang terus-menerus dalam serum
(misalnya TNF-alpha, LPS) juga dikaitkan dengan menurunnya survival pada
pasien bakteremia gram-negatif.
Pemeriksaan laboratorium juga tergantung pada pemeriksaan fisik
dan manifestasi klinis umum. Karena sindrom sepsis merupakan penyakit
sistemik, maka biakan darah dari 2 tempat berbeda perlu dikerjakan untuk
deteksi adanya bakteremia. Selain mengambil bahan dari setiap tempat yang
potensial sebagai sumber infeksi; maka pada penderita dengan perubahan
mental status atau tanda spesifik SSP hendaknya dilakukan pungsi lumbal,
asal tidak ada peningkatan tekanan intrakranial atau ada lesi fokal
supratentorial.
Tabel 1. Faktor yang berpengaruh pada Outcome infeksi bakteri sistemik
Keadaan klinis
Penyakit dasar
Neutropenia
Hipogamaglobulinemia
Diabetes melitus
Alkoholism +/- sirosis
Gagal ginjal
Respiratory failure
Komplikasi infeksi yang terjadi saat awal
pengobatan (syok, anuria) Terapi antimikrobial
Derajat berat bakteremia (polimikrobial) Sumber infeksi
Pada pasien yang sakit berat dan keadaan klinis mundur, perlu
pemeriksaan yang lebih lengkap dan terapi empiris antibiotika harus segera
dimulai. Terapi kernudian dapat diubah bila hasil biakan darah telah
diketahui. Secara praktis cara terapi empiris ini didasarkah atas anamnesis,
intuisi, perkiraan patogen yang paling mungkin.
Keberhasilan terapi sangat ditentukan oleh lebih dininya keadaan
infeksi dicurigai, tindakan diagnostik yang tepat, terapi awal antimikrobial
yang tepat dan agresif, supportive care yang menyeluruh, memulihkan
perubahan predisposisi. Kecurigaan terjadinya sepsis pada infeksi harus
diikuti dengan usaha identifikasi cepat organisme penyebab penyakit serta
uji suseptibilitas obat antimikrobial. Obat antimikrobial merupakan terapi
utama sepsis. Namun usaha perbaikan penyakit dasar/predisposisi juga
merupakan hal kritis.
Terapi leukemia, misalnya merupakan faktor utama penyembuhan,
tidak tergantung pada obat antimikrobial yang dipilih. Dilepasnya kateter
intravena atau kateter urine saluran kencing mungkin akan menghilangkan
gejala dan kesembuhan infeksi. Telah terbukti bahwa bakteremia yang terjadi
sebagai akibat manipulasi saluran kencing akan sembuh meskipun diberi
antibiotikayang tidak sesuai dengan kepekaan kuman. Juga terdapat
pengalaman
dengan
usaha
mengadakan
drainage
abses
atau
tanpa payah jantung, atau emboli). Tetapi terapi empiris perlu diberikan
segera pada pasien kritis dan akan diubah setelah hasil biakan diketahui.
Terapi kombinasi dengan beberapa alasan berikut.
1.
2.
3.
4.
2.
3.
kepekaan
mikroorganisme
tepat dapat dipakai (misalnya ada tidaknya riwayat reaksi samping obat,
umur, abnormalitas genetik/metabolisme, fungsi organ hati dan ginjal,
tempat infeksi).
Kebanyakan infeksi pada daya pertahanan tubuh yang normal dapat
di atasi dengan antibiotika tunggal. Namun kadang-kadang digunakan
kombinasi antibiotika. Kombinasi 2 obat dapat menghasilkan efek aditif,
sinergis, namun dapat berefek antagonis. Pemakaian kombinasi yang
rasional adalah untuk mencegah timbulnya strain resisten, terdapat infeksi
polimikrobial, terapi awal sepsis, mengurangi toksisitas, ada efek sinergisme.
Kerugian dari terapi kombinasi adalah: kemungkinan terjadinya antagonis,
biaya meningkat, efek samping mungkin lebih bermacam-macam.
Dalam pemberian antibiotika, pilihan bagaimana cara memberikan
sangat menentukan. Oral biasanya dipakai untuk infeksi ringan dan pasien
poliklinis; namun tidak semua obat dapat dipakai oral. Evaluasi efisien
tidaknya obat ditentukan dengan berbagai cara; namun yang paling penting
adalah keadaan klinis. Penentuan kadar obat memang juga bermanfaat;
terutama untuk mencapai dosis terapi yang hendak dicapai; terutama bila
klirens obat berjalan cepat.
Tabel 2.
No.
1. Community acquired infection pada pasien nonneutropeni (netrofil >
1000/mm3) Dicurigai sebagai sumber: urineary tract
sefalosporin generasi 3 atau piperacillin, mezlocillin, azlocillin, ticarcillin
atau quinolon;
semua +/- aminoglikosida
B. Sumber bukan urineary tract:
sefalosporin generasi 3 + metronidazole, atau
ticarcillin-clavulonat atau ampicillin-sulbactam atau
piperacillin-tazobactam;
semua +/- aminoglikosida
2. Hospital acquired infection, pasien nonneutropeni:
sefalosporin generasi 3 + metronidazole atau
ticarcillin-clavulonat atau ampisilin-sulfbactam
3.
4.
5.
6.
Di
atau
piperacillin-
tazobactam
semua + aminoglikosida atau
imipenem
semua + aminoglikosida
Hospital acquired infection, pasien neutropeni
ticarcillin-clavulonat, piperacillin-tazobactam
semua + aminoglikosida;
atau
imipenem +/- aminoglikosida
atau
ceftazidim + metronidazole + aminoglikosida
Thermal injury sampai paling sedikit 20% luas permukaan tubuh:
- ceftriaxzon + aminoglikosida atau
- vancomycin + antipseudomonal penicilin + aminoglikosida
Telah diketahui atau dicurigai resisten terhadap gentamisin:
Sebagai aminogiikosida dipakai amikasin
Dicurigai infeksi kateter intravena terpasang
Tambahkan vancomycin
atas adalah pilihan pemberian pada terapi awal dan hendaknya diubah atas
PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Keadaan Umum
1) Pasien biasanya dengan penurunan kesadaran
2) Buruknya kontrol suhu : hypothermi, hyperthermi
b. Sistem sirkulasi
Pucat, cyanosis, kulit dingin, hipotensi, edema, denyut jantung
abnormal (bradikardi, takikardi, aritmia).
c. Sistem pernapasan
Pernapasan irreguler, apneu/tachipneu, retraksi.
d. Sistem syaraf
1) Kurangnya aktivitas : lethargi, hiporefleksia, koma, sakit kepala,
pusing, pingsan.
2) Peningkatan aktivitas : iritabilitas, tremor, kejang.
3) Gerakan bola mata tidak normal
4) Tonus otot menigkat/berkurang.
e. Sistem Saluran cerna
Anoreksia, diare, adanya darah dalam feses, distensi abdomen.
f.
Sistem Hemopoeitik
Jaundice, pucat, ptechie, cyanosis, splenomegali.
g. Pemeriksaan Diagnostik
1) Kultur (luka, sputum, urine, darah) : mengidentifikasi organisme
penyebab sepsis.
2) SDP : Ht mungkin meningkat pada status hipovolemik karena
hemokonsentrasi, leukositosis, dam trombositopenia.
3) Elektrolit serum : Asidosis, perindahan cairan dan perubahan
fungsi ginjal.
4) Glukosa serum : Hiperglikemia.
5) GDA : Alkalosis respiratory dan hipoksemia.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi terhadap infeksi (progresi dari sepsis ke syok sepsis).
b. Hyperthermi
c. Penurunan perfusi jaringan kardiopulmonal
d. Resiko tinggi defisit volume cairan.
e. Nyeri akut
f.
3. Intervensi
a. Resiko tinggi terhadap infeksi (progresi dari sepsis ke syok sepsis)
NOC :
1
Immune Status
Risk control
b.
Dorong istirahat
Hyperthermi
NOC: Thermoregulasi
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama..pasien
Kelola Antibiotik
Selimuti pasien
Berikan cairan intravena
Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
Tingkatkan sirkulasi udara
Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
c.
NOC :
Cardiac pump Effectiveness
Circulation status
Tissue Prefusion : cardiac, periferal
Vital Sign Status
Setelah dilakukan asuhan keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan
kardiopulmonal teratasi dengan kriteria hasil:
Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan
CVP dalam batas normal
Nadi perifer kuat dan simetris
Tidak ada oedem perifer dan asites
Denyut jantung, AGD, ejeksi fraksi dalam batas normal
Bunyi jantung abnormal tidak ada
Nyeri dada tidak ada
Kelelahan yang ekstrim tidak ada
Tidak ada ortostatikhipertensi
NIC :
Monitor nyeri dada (durasi, intensitas dan faktor-faktor presipitasi)
Observasi perubahan ECG
Auskultasi suara jantung dan paru
Monitor irama dan jumlah denyut jantung
Monitor angka PT, PTT dan AT
Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt ,
osmolalitas urin, albumin, total protein )
e.
Nyeri akut
NOC :
Pain Level,
Pain control,
Comfort level
NIC :
Lakukan
pengkajian
nyeri
secara
komprehensif
termasuk
lokasi,
Weight control
NIC :
Weight Management
Diskusikan bersama pasien mengenai hubungan antara intake makanan,
latihan, peningkatan BB dan penurunan BB
Diskusikan bersama pasien mengani kondisi medis yang dapat
mempengaruhi BB
Bone RC, 1991. Gram Negative Sepsis, Background, Clinical Features and
Intervention. Chest 100: 802-8.
Bone RC, Balk RA, Cerra FB, Dellinger RP, Fein AM, Knaus WA, Schein RMH,
Sibbald WJ, 1992. The ACCP/SCCM consensus conference. Definition for
sepsis and Organ failure and guidelines for the use of innovative
therapies in Sepsis. Chest 101:1644-55.
Brun-Buisson C, Doyon F, Carlet, 1996. Bacteremia and Severe Sepsis in Adults:
A Multicenter Prospective Survey in ICUs and Ward of 24 Hospitals. Am J
Resp Crit Care Med 154: 617-24.
Frank
Hollenberg SM, Parrillo, 1998. Shock. Dalam buku: Fauci AS, Barunwald E,
Isselbacher K, Wilson JD, Martin JP, Rasper DL, Hause SL, Longo DL
(editor). Harrison's Principles of Internal Medicine 14th edition Vol 1
International edition. New York: ..McGraw-Hill Health Profesion Divison.
p.214-22.
Janeway CA, Travers P, Walport M, Capra JD, 1999. Immunobiology The
immune system in health and disease, 4th edition. London: Current
Biology Publication. Isaacs RD, Cornwall J, 1991. Septicaemia in Adult.
Medical Progress 18: 19-26.