RHINITIS VASOMOTOR
Oleh
Andik Sunaryanto
NIM. 0402005114
BAB I
PENDAHULUAN
Hidung merupakan salah satu organ tubuh manusia yang mempunyai
berbagai fungsi penting. Fungsi hidung yang utama adalah dalam proses
pernafasan,
yaitu
sebagai
tempat
masuk
dan
keluarnya
udara
yang
dipergunakan dalam proses respirasi. Fungsi hidung yang kedua adalah sebgai
organ terluar dari saluran pernafasan juga berfungsi sebagai benteng
pertahanan pertama bagi jalan nafas terhadap lingkungan yang tidak
menguntungkan, sehingga sering mengalami gangguan penyakit. Selain itu
hidung juga mempunyai fungsi kosmetik.
Secara garis besarnya penyakit-penyakit yang mengenai hidung dapat
digolongkan ke dalam beberapa kelompok seperti kelainan kongenital,
penyakit radang atau rhinitis, kelainan akibat trauma, neoplasma serta
beberapa penyakit sistemik yang manifestasinya ke hidung. Disamping itu
terdapat beberapa penyakit yang tidak berdiri sendiri melainkan merupakan
suatu penyakit lanjutan atau komplikasi dari penyakit primernya, seperti
sinusitis paranasalis yang dapat merupakan komplikasi dari rhinitis menahun.
Penyakit
rhinitis
penyebabnya dapat
atau
keradangan
pada
hidung
berdasarkan
alergi dan rhinitis non infeksiosa non alergi, yang salah satunya adalah
rhinitis vasomotor yang terjadi karena gangguan vasomotor, dimana gangguan
vasomotor hidung merupakan suatu respon terhadap berbagai faktor stimulus
non alergi yang menyebabkan bertambahnya akitvitas parasimpatis.
Dalam laporan ini hanya akan dibahas tentang rhinitis vasomotor, suatu
gangguan akibat disfungsi saraf otonom pada hidung.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI HIDUNG
Anatomi hidung terdiri dari dua bagian yaitu bagian luar dan bagian
dalam. Hidung bagian luar merupakan bagian yang secara langsung ditutupi
oleh kulit. Pada bagian superior atau batang hidung terdapat os nasal dan
proccessus frontalis os maxillaris, bagian inferiornya dibentuk oleh beberapa
tulang rawan dan sebagian lagi adalah jaringan ikat serta otot. Ujung hidung
bagian luar disebut apex, kearah posterior dan inferior apex berhubungan
dengan bibir melalui columella.
Hidung bagian dalam, terdiri dari suatu rongga yang dilapisi oleh
epitel. Rongga ini memiliki lubang pada bagian depan yang disebut nares,
lubang belakang yang berhubungan secara langsung dengan nasopharing yang
disebut choana.
Pada dinding lateral terdapat bentukan yang disebut concha dengan tiga
meatus, yaitu : meatus nasi inferior yang merupakan ruangan diantara concha
inferior dan dasar hidung serta tempat bermuaranya ductus nasolacrimalis,
meatus nasi media yang berupa ruangan diantara concha inferior dan concha
media, disini terdapat orificium dari sinus frontalis, grup anterior sinus
ethmoidalis serta terdapat hiatus semilunaris yang merupakan orificium dari
sinus maxillaris, meatus nasi superior berada diatas concha media dan disini
terdapat beberapa orificum yang menghubungkannya dengan grup posterior
sinus ethmoidal serta sinus sphenoidalis. Kadang-kadang didapatkan concha
suprema diatas concha superior. Konka suprema, superior dan media berasal
dari lamina lateralis os ethmoidalis, sedangkan concha inferior merupakan
tulang tersendiri yang melekat pada os maxilla.
Vaskularisasi hidung terdiri dari beberapa arteri yang berbeda serta
banyak didapatkan anastomosis yang dibentuk dari arteri-arteri tersebut. Pada
3
prinsipnya suplai darah pada hidung dalam, terbagi menjadi dua yaitu suplai
darah untuk dinding lateral dan suplai darah untuk septum nasi. Suplai darah
untuk dinding lateral berasal dari tiga sumber, yaitu : a. ethmoidalis anterior
dan a. ethmoidalis posterior, yang mana kedua pembuluh darah ini merupakan
cabang dari a. ophthalmica serta a. sphenopalatina yang merupakan cabang
terminal dari a. maxillaris interna. Sedangkan untuk septum nasi, vaskulrisasi
berasal dari a. labialis superior, a. palatina mayor serta Plexus Kiesselbach
disamping juga berasal dari arteri-arteri yang memperdarahi dinding lateral
hidung.
Inervasi saraf pada hidung meliputi persarafan sensorik oleh cabang
opthalmicus dan maxillaris dari n. trigeminus, n. olfactorius sebagai saraf
pembauan, persarafan motorik pada bagian luar hidung oleh n. facialis serta
persarafan otonom untuk mengatur diameter dari pembuluh darah arteri dan
vena pada hidung bagian dalam.
Jaringan limfatik hidung terdiri dari jaringan pembuluh anterior dan
posterior. Jaringan limfatik anterior adalah kecil, bermuara disepanjang
pembuluh fasialis yang menuju leher, melayani bagian anterior hidung
vestibulum dan prekonka. Jaringan limfatik posterior melayani hampir
seluruh bagian hidung, menggabungkan ketiga saluran utama di daerah
hidung belakang melalui saluran superior, media dan inferior.
Secara fisiologis hidung memiliki fungsi primer dan sekunder. Fungsi
primer dari hidung ada empat, yaitu sebagai alat penciuman, sebagai pintu
masuk fisiologis udara pernafasan, sebagai alat penyaring udara serta sebagai
alat pengatur suhu dan kelembaban udara pernafasan. Fungsi sekunder dari
hidung adalah sebagai resonator box.
Fungsi penciuman dilakukan oleh n. olfactorius melalui komponenkomponen penunjangnya yang melekat pada lamina kribriformis, sehingga
setiap gangguan aliran udara pada hidung dapat menyebabkan timbulnya
anosmia.
4
pembuluh-pembuluh
darah
hidung
akibat
pengaruh
dari
saraf
perasimpatik. Namun demikian sampai saat ini belum jelas benar bagaimana
mekanisme kerja dari saraf otonom sebagaimana kita ketahui, rhinitis
vasomotor ini dipengaruhi oleh emosi, kelembaban udara, suhu, latihan
jasmani dan sebagainya.
Sebagai alat penyaring udara pernafasan, silia berperan untuk
mengarahkan kotoran-kotoran termasuk bakteri kearah faring untuk kemudian
tertelan atau dikeluarkan, sedangkan rambut-rambut pada bagian anterior
berperan untuk menyaring partikel-partikel yang lebih besar.
Fungsi pengaturan suhu dan kelembaban dilakukan oleh pembuluhpembuluh darah (kavernosa) pada mukosa konka dan septum, dengan
mengatur suhu udara agar mendekati 36 C. sedangkan pengaturan
kelembaban udara dikerjakan oleh kelenjar-kelenjar tuboalveolar dan bila
perlu juga oleh sel-sel goblet, sehingga akan didapatkan kelembaban yang
berkisar antara 75% - 80%.
Allergic
Infeksi
pada
serat
saraf
simpatis
akan
menyebabkan
terjadinya
Keseimbangan
ini
dipengaruhi
6
oleh
berbagai
faktor
yang
menghindarinya
dan
jika
belum
diketahui
penyebabnya,
b. Anti Cholinergic
Obat-obat
golongan
anti
kholinergic
juga
efektive
pada
terlihat
hasilnya.
Contoh
obat
golongan
ini
adalah
operatif
dilakukan
bila
terapi
secara
BAB III
KESIMPULAN
Rhinitis vasomotor merupakan suatu sidrom klinik hidung yang terdiri
dari gejala hidung tersumbat berulang, disertai dengan ingus yang encer dan
bersin bersin
Faktor pencetus dari rhinitis vasomotor ini bisa terjadi pada seseorang
dengan aktifitas parasimpatis yang berlebih, diantaranya faktor fisik, faktor
psikis, faktor endokrin dan faktor penggunaan obat-obatan simpatolitik.
Aktivitas yang berlebihan dari saraf parasimpatis akan menyebabkan
dilatasi dari arteri-arteri dan kavernosa pada hidung, yang berdampak sebagai
penyempitan dari caavum nasi. Disamping ini akan memberikan penampakan
mukosa hidung yang hiperemi serta sekresi kelenjar yang meningkat.
Gejala yang sering didapatkan pada rhinitis vasomotor ini adalah
hidung tersumbat yang dominan yang bisa disertai dengan rinore dan bersinbersin.
Diagnosis banding dari rhinitis vasomotor antara lain rhinitis alergika,
rhinitis medikamentosa dan rhinitis akut infeksiosa. Sedangkan komplikasi
yang sering timbul pada rhinitis vasomotor adalah sinusitis paranasalis, polip
nasi serta otitis media.
Penatalaksanaannya dapat berupa konservatif (medis dan non medis)
ataupun tindakan pembedahan.
12
LAPORAN KASUS
I.
IDENTITAS PENDERITA
Nama
: SN
Umur
: 27 Tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Wiraswasta
Alamat
ANAMNESA
Keluhan Utama : hidung tersumbat
Os mengeluh hidung tersumbat kadang bergantian kanan dan kiri dan
pilek sejak satu tahun yang lalu, serta berlangsung secara hilang timbul.
Os juga mengatakan bahwa keluhan hidung tersumbatnya ini memburuk
terutama di pagi hari, dan membaik pada siang maupun malam hari.
Bersin-bersin ada tapi tidak sering. Pileknya dirasakan agak kental dan
berwarna bening. Tidak ada rasa gatal di palatum, hidung, maupun di
mata saat serangan. Saat ini Os sedang hamil 6 bulan, dan menurutnya
semenjak kehamilannya Os merasa hidungnya lebih sering tersumbat.
Saat hidungnya terasa tersumbat biasanya Os menggunakan minyak kayu
putih (dihirup dan dioleskan) dan keluhannya lama-kelamaan menghilang
atau membaik. Os juga mengatakan jika terkena debu keluhannya timbul
tapi Os mengatakan tidak ada alergi terhadap makanan. Sebelumnya Os
mengatakan tidak pernah mengalami sakit seperti ini dan dikeluarganya
juga tidak ada yang menderita penyakit seperti ini. Keluhan yang lain
tidak ada. Pada palpasi tidak ditemukan nyeri tekan di daerah sinus
maksilaris dan frontalis.
13
Anamnesis Tambahan
Telinga
Sekret
Kanan
-
Kiri
-
Tuli
Tumor
Tinnitus
Sakit
Corpus alienum
Vertigo
Hidung
Sekret
Tersumbat
Tumor
Pilek
Sakit
Corpus alienum
Bersin
Tenggorok
Riak
Gangguan suara
Tumor
Batuk
Sakit
Corpus alienum
Sesak nafas
14
III.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Vital Sign
Keadaan umum
: Baik
Kesadaran
: Compos Mentis
Tekanan darah
: 120/80
Nadi
: 86 x /menit
Respirasi
: 22 x /menit
THT
Leher
Thorax
Abdomen
Extrimitas
15
Status Lokalis
Telinga
Kanan
Kiri
Daun telinga
Normal
Normal
Liang telinga
Lapang
Lapang
Discharge
Membran tympani
Intak
Intak
Tumor
Mastoid
Normal
Normal
Suara bisik
Normal
Normal
Rinne
Tes pendengaran :
Weber
Schwabach
Lateralisasi Normal
Tes keseimbangan
Hidung
Normal
Tidak dievaluasi
Hidung luar
Normal
Normal
Cavum nasi
Sempit
Sempit
Mukosa
Hiperemi
Hiperemi
Discharge
Septum
Deviasi -
Hipertro
Concha
Hipertrofi
fi
Tumor
Choana
Normal
Normal
Tenggorok
Dyspneu
Cyanosis
Mukosa
Stridor
Merah muda
-
Suara
Normal
16
IV.
Tonsil
T 1 /T 1
Mukosa tonsil
Normal
RESUME
Anamnesis :
Penderita wanita usia 27 tahun Islam mengeluh hidung tersumbat
hilang timbul dan bergantian antara rongga hidung kanan dan kiri sejak satu
tahun yang lalu disertai pilek dan bersin kadang-kadang. Hal ini terjadi
terutama pada pagi hari saat baru bangun dan membaik pada siang maupun
malamnya. Saat ini Os sedang hamil 6 bulan.
Pemeriksaan fisik :
Cavum nasi : sempit/sempit
V.
Mucosa
: hiperemi/hiperemi
Discharge
: + Serous/ + serous
Concha
: hipertrofi/ hipertrofi
DIAGNOSIS BANDING
Rhinitis alergika
Rhinitis medikamentosa
Rhinitis akut infeksiosa
17
VI.
VII.
DIAGNOSIS KERJA
Rhinitis vasomotor
VIII. PENATALAKSANAAN
Rhinofed tab 3 x 1
Olah raga teratur
IX.
PROGNOSIS
Baik
18
DAFTAR PUSTAKA
Boies, Lowrence R. JR. M.D. et al, Buku Ajar Penyakit THT edisi 6, Alih
Bahasa : Caroline Wijaya, Editor : Harjanto Effendi, dkk, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta 1994 : 218-220.
Connell, John T. Nasal Disease. In : Settipane, Guy A., ed., Rhinitis.
Providence, Rhode Island. Oceaniside Publications Inc., 1991 :
161- 164.
Efiaty Arsyad Soepardi, dr Sp THT, Nurbaiti Iskandar Prof. Dr. Sp THT,
Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT Fakultas Kedokteran UI, Edisi IV,
Jakarta 2000 : 107 108.
Gluckman, Jack L. and Stegmoyer, Robert. Nonallergic Rhinitis. In :
Paparalla, Michael M., Shumrick, Donald A., Meyerhoff, William,
eds., Otolaryngology, Volume III, Head and Neck. W. B. Saunders
Co., 1991, pp. 1889 1898.
Kimmelan, Charles P. and Ali, G. H. A. Vasomotor Rhinitis. In : Sataloff,
Robert T., ed., The Otoloryngologic Clinics of North America
Volume 19, Number 1. W. B. Sauders Co., Feb. 1986, pp 65 71.
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit THT RSUP Sanglah Denpasar,
Lab/SMF THT RSUP Sanglah Denpasar, 1992 : 27 29.
Suardana W, dr. Sp THT Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan (PKB) ke-II,
Penatalaksanaan Rhinitis Alergi Secara Komprehensif, Denpasar
2000 : 2 3.
19
20